HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN
PERILAKU
FAMILY CAREGIVER
DALAM MERAWAT
PENDERITA PASKA STROKE DIRUMAH
TAHUN 2012
Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar sarjana keperawatan
Disusun Oleh :
JULIA HARTATI
108104000030
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,Desember 2012
RIWAYAT HIDUP
Nama : Julia Hartati
Tempat, Tgl lahir : Bogor, 11 Juni 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pahlawan Gang Darussada I Rt 02/Rw 04 No. 31 Cinangka Sawangan Depok 16516
Tlp/ Hp : 089654262727
Email : Julie_spongebob@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Cinangka 02 (1998-2003)
2. SMP Muhammadiyah 29 Sawangan (2003-2005)
3. SMA Negeri 1 Ciputat Tangerang (2005-2007)
4. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008-2012)
Pengalaman Organisasi :
1. Ketua OSIS SMP Muhammadiyah 29 Sawangan 2. Anggota Pramuka SMP Muhammadiyah 29 Sawangan 3. Anggota Paskibra SMP Muhammadiyah 29 Sawangan
4. Anggota PMR (Palang Merah Remaja) SMP Muhammadiyah 29 Sawangan 5. Anggota KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) SMA Negeri 1 Ciputat
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Marudin dan Ibu Marpuah terima kasih atas seluruh kasih sayang, cinta, pengorbanan, serta dukungan baik moril maupun materil yang bapak dan ibu berikan selama ini, sehingga ananda bisa sampai pada tahap akhir menyelesaikan skripsi ini,,
Kakakku tercinta Dinar Suhartini, Adik-adikku tersayang Mohammad Egar dan Vatra Rammadana, terima kasih atas kasih sayang, dukungan dan doa kalian selama ini. Seluruh keluarga besarku, Keluarga Nasa dan keluarga Abdul majid terima kasih untuk dukungan dan inspirasi yang kalian berikan.
Dosen-dosenku, terima kasih atas jasa, waktu, dan bimbingan serta kesabaran kalian. Sahabat-sahabatku Novita, Ica, Risma, Mar’atus, Cica terima kasih untuk motivasi dan dukungan kalian selama ini. Teman-teman seperjuangan PSIK angkatan 2008, terimakasih untuk kebersamaan kita selama di PSIK .
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Desember 2012
Julia Hartati, NIM : 108104000030
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Family Caregiver dalam
merawat Penderita Paska Stroke dirumah
xvi + 90 Halaman + 22 Tabel + 3 bagan + 6 Lampiran
ABSTRAK
Penderita paska stroke membutuhkan bantuan family caregiver dalam menjalani aktivitas sehari-harinya. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional. Sampel berjumlah 78 family caregiver yang diambil dari 30 orang penderita paska stroke. Teknik pengambilan sampel secara total sampling. Penelitian dilakukan di Kelurahan Cinangka Kecamatan Sawangan pada tanggal 2-15 Oktober 2012. Pengumpulan data dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk melihat pengetahuan dan perilaku. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat (spearman rank) pada α : 0,05.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar family caregiver di kelurahan Cinangka memiliki pengetahuan baik yaitu 45 responden atau 57,7%, yang memiliki pengetahuan cukup yaitu 30 atau 38,5% dan yang memiliki pengetahuan kurang yaitu 3 responden atau 3,8%. Selain itu perilaku family caregiver sebagian besar adalah baik yaitu 56 responden atau 71,8%, yang memiliki perilaku cukup yaitu 21 responden atau 26,9% dan yang memiliki perilaku kurang yaitu 1 responden atau 1,3%. Berdasarkan analisis bivariat menunjukan adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku family caregiverdalam merawat penderita paska stroke dengan P value: 0,000.
Peneliti menyarankan pada petugas pelayanan kesehatan agar melakukan evaluasi, pendataan dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan family caregiver dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah warga yang memiliki penderita paska stroke.
Kata kunci : Pengetahuan, Perilaku,Family caregiver, Penderita paska stroke
MEDICAL AND HEALTH OF SCIENCE FACULTY NURSING SCIENCE MAJOR
Final Project, Desember 2012
Julia Hartati, ID Number : 108104000030
The relation between level of knowledge with behavior of family caregiver in
caring patient with post stroke at home
xvi + 90 pages + 22 Tables + 3 chart + 6 attachments
ABSTRACT
Patients with post-stroke needed help from family caregivers in carrying their daily activities.The aims of this research are to know the related between level of knowledge with behavior of family caregivers in caring for patients with post-stroke.
The type this research is the quantitative with cross-sectional design. The samples totaled 78 family caregivers were taken from 30 people with post-stroke. The sampling technique is total sampling. The research was conducted in village Cinangka Subdistrict Sawangan on October 2 to 15, 2012. Data collection by giving questioner to the respondents to know the knowledge and behavior. Analysis of data used univariate and bivariate analysis (Spearman rank) on α: 0.05.
The results of the research showed that the majority of family caregivers in the village Cinangka have a good level of knowledge which is 45 respondents or 57.7%, which have sufficient level of knowledge is 30 or 38.5% and which have lack level of knowledge is 3 respondents, or 3.8%. Besides the majority behavior of family caregiver is good that 56 respondents or 71,8%, which have sufficient of behaviors is 21 respondents or 26,9%, and which have lack behavior is 1 respondent or 1.3%. Based on analysis bivariate show that there are relation between level of knowledge with behavior of family caregivers in caring patients with post-stroke at home with a P value: 0.000.
Researcher suggest for health care workers to make an evaluation, data collection and education to improve the knowledge and skills of family caregivers by visiting the houses of people door to door who have post-stroke patients.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta untuk menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah.
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. (hc)dr. MK. Tadjudin, Sp.And, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Ns.Waras Budiutomo, S.Kep, MKM Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan sekaligus dosen Pembimbing II, terima kasih atas waktu, dan
kesabaran bapak dalam mengarahan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Nia Damiati, S.Kp, MSN selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan
motivasi dan kesabaran selama membimbing penulis sampai akhir penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Irma Nurbaeti S.Kp, M.Kep, Sp.Mat, selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.
6. Seluruh Staff karyawan di UIN Syarif Hidayatullah yang telah membantu
kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepala Kecamatan Sawangan beserta staf, yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian.
8. Kepala Kelurahan Cinangka beserta staf, yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian.
9. Ayah dan ibunda serta adik-adikku tercinta yang telah mencurahkan semua kasih sayang dan senantiasa mendo’akan dan memberikan dorongan baik moril, materiil maupun spiritual kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman PSIK angkatan 2008 yang kompak yang telah memberikan inspirasi, do’a dan semangat dalam menyusun skripsi.
11. Seluruh masyarakat di Kelurahan Cinangka yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis sendiri. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak dijumpai
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sekalian untuk menambah kesempurnaan skripsi ini. Semoga
kebaikan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini mendapat
balasan dari Allah SWT. Amin.
Jakarta, Desember 2012
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ……… i
LEMBAR PENGESAHAN………. ii
LEMBAR PERNYATAAN……… iii
RIWAYAT HIDUP……….. iv
LEMBAR PERSEMBAHAN……….. v
ABSTRAK………. vi
ABSTRACT……….. vii
KATA PENGANTAR………. viii
DAFTAR ISI……..………... x
DAFTAR LAMPIRAN…..………... xv
DAFTAR TABEL…………..………... xvi
DAFTAR GAMBAR………..……….. xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..……….. 1
B. Perumusan Masalah………..………... 6
C. Tujuan Penelitian………...……… 6
D. Manfaat Penelitian ...…...……….. 8
E. Ruang Lingkup Penelitian....……….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stroke………...….……….. 10
1. Pengertian………. 10
4. Tanda dan Gejala……….. 12
5. Faktor resiko stroke……….. 13
6. Manifestasi klinis……….. 15
7. Penatalaksanaan……… 18
B. Family Caregiver…………..………... 20
C. Pengetahuan……… 22
1. Pengertian……….. 22
2. Tingkat pengetahuan………. 23
3. Sumber Pengetahuan………. 25
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan.…. 27 5. Alat pengukuran pengetahuan………... 28
D. Perilaku……… 29
1. Pengertian……….. 29
2. Klasifikasi perilaku……… 29
3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku... 31
E. Perawatan Penderita Paska stroke dirumah………. 32
1. Posisi di tempat tidur dan terapi fisik……… 33
2. Berdiri dan berjalan………... 34
3. Perawatan kulit………. 35
4. Perawatan kebersihan……… 36
5. Kebutuhan nutrisi……….. 36
6. Mengatasi masalah berbicara……… 38
7. Kepatuhan program pengobatan………... 38
10. Kebutuhan buang air kecil dan besar………. 40
F. Kerangka Teori ……...……… 42
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep……….... 43
B. Hipotesis ………....……… 44
C. Definisi Operasional …....……….. 44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian………. 45
B. Lokasi dan waktu Penelitian………... 45
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ...………. 46
1. Populasi………. 46
2. Sampel………... 46
3. Teknik sampling……… 47
D. Pengumpulan Data ………....………. 47
1. Jenis data……….. 47
2. Instrumen penelitian……….. 47
3. Prosedur pengumpulan data……….. 50
E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen……… 51
F. Pengolahan Data……….……… 53
1. Editing……….. 53
2. Coding……….………. 53
3. Entry data………. 53
1. Analisa univariat………... 54
2. Analisa bivariat………. 54
H. Etika Penelitian ...………... 55
1. Informed consent………... 55
2. Anonimity………... 56
3. Confidentiality……….. 56
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran tempat penelitian ……….. 59
1. Letak wilayah ……….. 59
2. Visi dan Misi Kelurahan Cinangka ………. 60
3. Struktur organisasi Kelurahan Cinangka ……… 61
B. Gambaran Demografi ……… 62
1. Demografi responden (Family caregiver) ……… 62
2. Demografi penderita paska stroke ……… 65
C. Hasil analisa univariat ……… 68
1. Gambaran Pengetahuanfamily caregiver…….…………. 68
2. Gambaran Perilakufamily Caregiver………….………… 71
D. Hasil analisa bivariat………. 79
1. Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilakufamily caregiverdalam merawat penderita paska stroke………… 79
C. Hubungan tingkat pengetahuan denga perilakufamily caregiver
dalam merawat penderita paska stroke ……… 93 D. Keterbatasan penelitian ……… 95
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……….. 97
B. Saran ………. 98
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2 Kuesioner
Lampiran 3 Indeks Barthel
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Oprasional………. 41
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia……… 59
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin………. 59
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan………. 60
Tabel 5.4.Distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungannya dengan penderita paska sitoke ………. 61
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan usia …………. 62
Tabel 5.6. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan jenis kelamin… 62 Tabel 5.7. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan lama menderita stroke ……… 63
Tabel 5.8.Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan lama rawat dirumah……… 63
Tabel 5.9. Distribusi frekuensi penderita paska stoke berdasarkan tingkat ketergantungan……… 64
Tabel 5.10. Distribusi frekuensi pengetahuan family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012………. 65
Tabel 5.11. Distribusi frekuensi jawaban benar tingkat pengetahuan responden menurut pengetahuan (peritem) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke tahun 2012……… 65
Tabel 5.12. Distribusi frekuensi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012 ………... 68
Tabel 5.13. Distribusi frekuensi perilaku (Latihan fisik) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012………. 68
Tabel 5.14. Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kebersihan) family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……… 69
Tabel 5.15. Distribusi frekuensi perilaku (Perawatan kulit)family caregiverdalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012………... 70 Tabel 5.16. Distribusi frekuensi perilaku (Kebutuhan buang air besar dan kecil)
Tabel 5.17. Distribusi frekuensi perilaku (Kebutuhan nutrisi) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……… 71 Tabel 5.18. Distribusi frekuensi perilaku (Latihan berbicara) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012………. 72 Tabel 5.19. Distribusi frekuensi perilaku (Kepatuhan program pengobatan) family
caregiverdalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…. 72 Tabel 5.20. Distribusi frekuensi perilaku (Pengendalian emosi) family caregiver
dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012……… 73 Tabel 5.21. Distribusi frekuensi perilaku (Mencegah cidera dan jatuh) family
caregiverdalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012…. 74 Tabel 5.22 Analisis hubungan tingkat pengetahuan family caregiver dengan
perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori……… 39
Gambar 3.1 Kerangka Konsep……… 40
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, Komang Ayu Henny. Asuhan Keperawatan Keluarga; Bagi Mahasiswa Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesmas.Jakarta: Sagung Seto. 2010. Agustina. Kajian Kebutuhan Perawatan di Rumah bagi Klien dengan Stroke di Rumah
Sakit Umum Daerah Cianjur.2009. Diakses pada tanggal 2 Februari 2012 dari http://pustaka.unpad.ac.id.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineke Cipta. 2006.
Barbara & Mary. Rethinking Intervention Strategies in Stroke Family Caregiving. Diakses pada tanggal 5 februari 2012 dari www.rehabnurse.org. 2010
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol II . EGC: Jakarta. 2002
Cress JC.Handbook of geriatric care managemen. 2011 Diakses pada tanggal 21 april 2012 melalui http://books.google.co.id
Chiung-man Wu. Learning to be a family caregiver for severely debilitated stroke survivors during the first year in Taiwan. 2009. Diakses pada tanggal 20 april 2012 dari http://ir.uiowa.edu/cgi/viewcontent.
Edmund Horisson. Stroke Strategy And Stroke Rehabilitation. 2007. Diakses pada tanggal 2 januari 2012 melalui http://www.heartandstroke.ca.
Family Caregiver Aliance. Exploring the Complexities of Family Caregiving. 2011. Diakses pada tanggal 21 April melalui
http://caregiver.org/caregiver/jsp/content/pdfs
Friedman, M. Marilyn. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC. 1998.
Gallo JJ, William Reichel, Lillian M. Andersen. Buku Saku Gerontologi. Edisi 2, Jakarta, EGC, 1998.
Given Barbara, et all. What Knowledge and Skills Do Caregivers Need? 2008. Diakses pada tanggal 5 april 2012 pukul 13.00 dari http://www.nursingcenter.com Hafsteinsdo´ ttir, Vergunst, et all. Educational needs of patients with a stroke and their
Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Hudak Carolyn & Gallo Barbara. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Vol II. Jakarta : EGC. 1998.
Hurlock, E. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Jakarta: Erlangga. 2004
Irdawati. Hubungan Pengetahuan dan sikap Keluarga dengan Perilaku dalam Meningkatkan Kapasitas Fungsional Pasien Pasca Stroke di wilayah kerja Puskesmas Surakarta. 2009.
Irfan M.Fisioterapi bagi insan stroke.Yogyakarta : Graha Ilmu. 2010.
Leigh , Hale A.Home Base Stroke Rehabilitation. 2005. Diakses tanggal 2 Januari 2012 melalui http://www.globalheath.com.au
Lenni FS. Gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rs St. Elisabeth Medan.2010 diakses pada tanggal 3 januari 2013 melalui http://repository.usu.ac.id.
Lotta, Holmvisqt. Stroke Rehabilitation In Home Setting. 2006. Diakses tanggal 2 Januari 2012 melalui http://www.karoliska_institutet.com
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Mansjoer, Arif.Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta. 2000.
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto. 2006.
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2005.
Notoatmodjo S.Promosi kesehatn dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 2007. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. 2008.
Nursalam.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2003
Oliveira, et all.Exploring the family caregiving phenomenon in nursing documentation. 2011. Di akses pada tanggal 20 april 2012 dari http://ojni.org/issues/?p=137 Parwati Sri. Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tindakan
perawatan pada pasien pasca stroke di Kec. Jumo Temanggung. 2010. Di akses pada tanggal 2 Januari 2012 dari : http://digilib.unimus.ac.id
Riskesdas. Laporan Nasional. 2007. Diakses tanggal 1 November 2011 dari http://archive.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskesdas%2020 07.pdf.
Setyowati, Sri dan Arita Murwani. Asuhan Keperawatan Keluarga; Konsep dan Aplikasi Kasus. Yogyakarta:Mitra Cendikia Press. 2008.
Siahaan Delima.Perawatan penderita stroke dirumah oleh keluarga suku batak Toba di Pematangsiantar. 2011. Di akses pada tanggal 10 april 2012 pukul 21.00 dari http://repository.usu.ac.id
Sofwan Rudianto. Stroke dan rehabilitasi pasca-stroke. PT Buana Indo Populer, Gramedia, Jakarta. 2010.
Suhardjo C.Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Kanisius, Jogjakarta. 2008.
Sudiharto. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Kepeerawatan Transkultural.Jakarta : EGC. 2007.
Sugiyono. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung. 2009.
Suhartono, S.Filsafat Ilmu Pengetahuan.Edisi 1. Jogjakarta: AR-RUZZ. 2005.
Sukmarini Natalingrum. Optimalisasi Peran Caregiver Dalam Penatalaksanaan. Skizofrenia. Bandung. Majalah Psikiatri XLII(1):58-61. Surilena, 1999.
Suprajitno.Asuhan Keperawatan Keluarga; Aplikasi dalam Praktik. Jakarta. 2004.
Sutrisno Alfred. STROKE? You Must Know Before You Get It!. PT Buana Printing, Gramedia, Jakarta. 2007
Tantono H, Siregar IMP, Hassan Z.Beban Caregiver lanjut usia suatu survey terhadap caregiver lanjut usia di Beberapa tempat sekitar Kota Bandung. Bandung ; majalah Psikiatri XL (4):32-33. 2006
Valery, Feigin.Stroke. Jakarta : PT. Buhana Ilmu Populer. 2004.
Van Excel Nj, et all.Burden of informal caregiving for stroke patients. Identification of caregivers at risk of adverse health effects. 2005. Diakses pada tanggal 5 april 2012 melalui : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
Vitahealth.Stroke. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2004.
Waluyo, Srikandi.100 Questions & Answers Stroke. Gramedia ; Jakarta. 2009.
World Health Organization.The Atlas of Heart Disease and Stroke.2002. Diakses pada tanggal 4 november 2011 dari:
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en
World Srtoke Organization.World stroke day. 2010. Diakses pada tanggal 15 Desember 2011 dari http://www.worldstrokecampaign.org
Yayasan Stroke Indonesia. Indonesia tempati urutan pertama didunia dalam jumlah terbanyak penderita stroke. 2009. Diakses pada tanggal 5 November 2011 dari http://www.yastroki.or.id
Yayasan Stroke Indonesia. Angka Kejadian Stroke Meningkat Tajam. 2009. Diakses pada tanggal 16 Noveber 2011 dari http://www.yastroki.or.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker. Definisi Stroke itu sendiri menurut
Brunner dan Suddarth (2002) merupakan suatu penyakit yang
menyebabkan berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga dapat mengakibatkan hilangnya fungsi otak. Hal ini dapat terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau terhambatnya asupan darah ke otak
oleh gumpalan. Terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak dapat menimbulkan kecatatan fisik, mental bahkan kematian bagi penderitanya. Berdasarkan data dari WHO tahun 2002 diperkirakan 15
juta orang tersebar di seluruh dunia menderita stroke, dimana kurang
lebih 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang mengalami cacat
permanen dan menjadi beban bagi keluarganya, bahkan menurut
World Stroke Organization (WSO) 2010 saat ini telah diperkirakan satu dari enam orang diseluruh dunia akan mengalami stroke dalam
hidupnya.
Pada Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina,
penyebabnya karena penyakit degeneratif, dan penyebab terbanyak
diakibatkan karena stress (Yayasan Stroke Indonesia, 2009).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia
tahun 2007 yang mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga
untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama
dikalangan penduduk perkotaan dan juga pedesaan masing masing 19,4% dan 16,1%. Selain itu, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala yaitu 8,3 per 1.000
penduduk (0,8%). Dengan jumlah populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke. Jumlah penderita stroke tersebut dari tahun ke tahun diperkirakan akan terus bertambah
(Yayasan Stroke Indonesia, 2009).
Kematian yang disebabkan oleh stroke pada serangan pertama
sekitar 18%-37%, sedangkan kematian pada serangan stroke selanjutnya sekitar 62%. Selain itu terdapat 2 juta orang yang mampu bertahan hidup dari serangan stroke mengalami beberapa kecacatan
dan sekitar 40% dari jumlah tersebut memerlukan batuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Brunner & suddart, 2002).
di rumah. Kewajiban, kasih sayang dan karma adalah alasan utama
bagi keluarga untuk mengambil peran pengasuhan. Sayangnya, 85-90% dari keluarga tidak siap untuk tugas-tugas pengasuhan. Mereka
sering menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan dalam perawatan di rumah (Chiung-man Wu, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Van Excel (2005) pada 151 pasien stroke dan keluarganya menunjukkan
bahwa seorang keluarga penderita stroke rata-rata menghabiskan waktu 3,4 jam sehari untuk bersama penderita stroke (mengantar ke
dokter, mandi, dan berpakaian), dan 10,8 jam sehari untuk tugas mengawasi penderita stroke seperti mengawasi saat jalan dan makan. Oleh karena itu, waktu dan ketekunan dari anggota keluarga ataupun
orang terdekat penderita stroke sangat dibutuhkan untuk membantu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Keluarga ataupun orang terdekat yang memberikan bantuan pada penderita paska stroke inilah
yang disebut denganFamily Caregiver.
Beberapa Family caregiver dilaporkan mampu melaksanakan
tugas-tugas pengasuhan lebih baik daripada yang lain dikarenakan adanya pengetahuan, pengalaman, tingkat keterlibatan, dan keterampilan dalam merawat penderita paska stroke. Pengetahuan dan
keterampilan yang baik juga akan meningkatkan kualitas perawatan yang mereka berikan (Given, 2008). Studi menunjukkan bahwa pasien
David Reiss (1981) dalam Friedman (1998) berpendapat bahwa
keluarga memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga itu
sendiri. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam budaya namun masih menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, sehingga jika ada keluarganya yang sakit maka anggota keluarga yang lainnya akan ikut
membantu (Friedman, 1998).
Penelitian di Thailand menunjukan bahwa sebagian besar
anggota keluarga yang menemani pasien selama rawat inap hanya menerima informasi yang sedikit tentang bagaimana membantu keluarga mereka, dan sebagai hasilnya merasa tidak cukup terlatih,
kurang informasi dan merasa tidak puas dengan dukungan yang tersedia setelah mereka keluar dari rumah sakit. Namun, setelah dilakukan perbandingan pada dua kelompok yang masing-masing
terdiri dari 70 penderita stroke dan 70 orang keluarganya, pada kelompok yang mengikuti intervensi dan memiliki pengetahuan yang
cukup dilaporkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan meminimalkan beban dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengikuti intervensi (Ouprau, 2010). Hal ini menunjukan bahwa
intervensi atau pendidikan langsung pada keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban bagi keluaga itu sendiri. Dengan
adanya intervensi atau pendidikan akan meningkatkan pengetahuan
Studi literatur Hafsteinsdo´ttir (2010) mengenai pendidikan dan
pengetahuan yang paling dibutuhkan oleh family caregiver dalam merawat penderita paska stroke adalah mengenai perawatan fisik,
latihan/olahraga, bergerak, mengangkat, aspek psikologis, depresi serta masalah gizi. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Agustina (2009) di rumah sakit Cianjur pada 17 orang penderita dan
keluarganya mengenai kajian kebutuhan perawatan dirumah bagi penderita stroke yang paling dibutuhkan yaitu pengaturan nutrisi,
perawatan diri, bantuan untuk buang air besar dan kecil, latihan pergerakan fisik, pemberian obat-obatan, motivasi dan kunjungan dari tenaga kesehatan. Hal ini menunjukan begitu banyaknya pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai oleh keluarga atau family caregiverdalam merawat penderita paska stroke dirumah.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2008) di Semarang pada 75
keluarga yang berkunjung ke RS pantiwilasa menunjukan bahwa pengetahuan keluarga yang tinggi tentang penyakit stroke dapat
meningkatkan kesiapan keluarga dalam menerima kembali penderita stroke di rumah, dan berdasarkan penelitian Sri Parwati (2010) mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan
tindakan perawatan penderita stroke didapatkan hasil yang menunjukan bahwa sebagian besar pengetahuan keluarga adalah baik
berdasarkan penelitian Oliviera (2011) mengenai fenomena family
caregiver yang diambil melalui dokumentasi keperawatan yang terkait
family caregiver, didapatkan hasil bahwa family caregiver masih
mengalami banyak kelemahan, khususnya masalah yang berkaitan dengan kurangnya tingkat pengetahuan (76,6%) dan kurangnya keterampilan (23,4%). Berdasarkan penelitian-peneitian tersebut
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan keluarga memiliki hubungan dengan kesiapan serta tindakan perawatan penderita paska stroke
namun masalah family caregiver yang masih sering muncul berdasarkan dokumetasi keperawatan adalah kurangnya tingkat pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan tersebut erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambil dalam merawat penderita paska stroke, karena dengan pengetahuan tersebut family caregiver memiliki alasan dan landasan
untuk menentukan suatu pilihan. Kurangnya pengetahuan family caregiver akan menyebabkan family caregiver salah persepsi, gelisah,
ketakutan, menurunnya kondisi kesehatan dan masalah emosional seperti depresi (Rodgers, 2001). Selain itu kurangnya pengetahuan tentang perawatan bagi penderita juga akan berdampak pada
penderitanya, seperti terjadinya stroke berulang, pasien tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri, bahkan dapat terjadi kematian
(Irdawati, 2009). Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long
karena itulah penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan tingkat
pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita pasca stroke dirumah.”
B. Rumusan Masalah
Tingginya prevalensi tingkat penderita stroke di Indonesia
serta proses penyembuhan yang membutuhkan jangka waktu yang cukup lama, membuat penderita stroke bergantung pada orang-orang
disekitarnya dan dalam hal ini keluarga ataupun orang terdekat sangat dibutuhkan penderita stroke untuk membantu proses penyembuhannya salah satunya adalah dalam hal perawatan. Namun, tidak semua
anggota keluarga ataupun orang yang merawat penderita paska stroke memiliki pengetahuan yang baik dan informasi yang cukup mengenai stroke juga bagaimana merawat penderita paska stroke dirumah,
sedangkan perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo,
2007). Oleh karena itu terdapat permasalahan yang dapat di rumuskan sebagai berikut “Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku
family caregiverdalam merawat penderita pasca stroke dirumah. 2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan (definisi, faktor resiko,
dampak dan perawatan penderita paska stroke)family caregiver
pada penderita paska stroke dirumah.
b. Mengidentifikasi perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah.
c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku
family caregiver dalam merawat pada penderita pasca stroke dirumah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bahan kepustakaan untuk instansi pendidikan mengenai tingkat pengetahuan dan perilakufamily caregiverdalam
merawat penderita paska stroke selama dirumah. 2. Bagi profesi keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi profesi keperawatan mengenai pengetahuan yang diperoleh
perilaku family caregiver dalam merawat penderita paska stroke
sehari-hari selama dirumah. 3. Bagi peneliti
a. Menambah pengetahuan, pengalaman dalam merancang dan melaksanakan penelitian, dan dapat menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.
b. Sebagai bahan atau dasar bagi peneliti selanjutnya khususnya mengenai perawatan penderita paska stroke oleh family
caregiver.
c. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggambarkan hubungan tingkat pengetahuan
dengan perilaku caregiver merawat penderita pasca stroke. Populasi penelitian ini adalah family caregiver penderita paska stroke
dilingkungan Kelurahan Cinangka. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan menggunakan Cross sectional. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dengan cara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
1. Pengertian Stroke
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel
otak. Biasanya karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Stroke atau cedera serebravaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah bagian otak (Brunner dan Suddarth, 2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal, atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik. (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut WHO (2002) stroke adalah manifestasi
klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah defisit neurologi yang timbul secara mendadak dan berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan
2. Penyebab
Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari: a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya
(Mutaqin, 2008) b. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis
dan hipertensi (Mutaqin,2008). c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat aritmia (Mutaqin,2008).
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral yang disertai dengan
3. Patofisiologi
a. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah
otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan
otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang
cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli (Bunner dan sudarth, 2002).
b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah
mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak (Brunner and Suddart, 2002).
4. Tanda dan Gejala
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
1) Hemiparese sebelah kiri tubuh
2) Penilaian buruk
3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
(Brunner dan suddarth, 2002) b. Stroke hemisfer kiri
1) Mengalami hemiparese kanan
2) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati 3) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
4) Afasia
5) Mudah frustasi
(Brunner and Suddart, 2002).
5. Faktor Resiko Stroke a. Faktor risiko utama :
1) Hipertensi
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian (Suhardjo,2008).
2) Diabetes Mellitus
Debetes mellituas mampu, menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya
pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran
darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak (Suhardjo,2008).
3) Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke. Dikemudian hari seperti Penyakit jantung reumatik, Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan
gangguan irana denyut janung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan
aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah (Suhadjo,2008).
4) Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi
b. Faktor Resiko Tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida.
Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas
pembuluh darah (Suhardjo, 2008). 2) Kegemukan atau obesitas
Obesitas sering di hubungkan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa dan akan meningkatkan resiko stroke. Obesitas tanpa di sertai hipertensi dan diabetes
melitus bukan merupakan faktor resiko stroke yang bermakna (Suhardjo, 2008).
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan
dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah (Suhardjo, 2008)
4) Riwayat keluarga dengan stroke
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke berisiko lebih besar daripada keluarga
tanpa riwayat stroke (Suhardjo, 2008).
Polisitemia dapat menghambat kelancaran aliran
darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak (Suharjo, 2008).
6. Manifestasi Klinis
Dampak dari stroke ditentukan oleh bagian otak mana yang cedera, tetapi dampak secara umum dari serangan stroke menurut
vitahealth, (2004) adalah sebagai berikut : a. Lumpuh
Kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegia) cacat yang paling umum akibat stroke. Bila stroke menyerang bagian otak kiri, terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan mulai dari bagian
wajah kanan hingga kaki sebelah kanan, termasuk tenggorokkan dan lidah. Ini menyebabkan kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari – hari. Bila kerusakan terjadi
pada bagian bawah otak maka kemampuan seseorang dalam mengoordinasikan gerakan tubuhnya akan berkurang
(Vitahealth, 2004). b. Perubahan Mental
Stroke tidak selalu membuat mental orang menjadi merosot
dan beberapa perubahan biasanya bersifat sementara. Saat stroke mempengaruhi daya pikir, kesadaran, konsentrasi,
sering kali menurunkan semangat hidupnya. Sehingga muncul
dampak emosional yang berbahaya (Vitahealth, 2004). c. Gangguan Komunikasi
Paling tidak seperempat klien stroke mengalami gangguan komunikasi, antara lain:
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk berbicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama ekspresif atau reseptif.
3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. (Vitahhealth, 2004)
d. Gangguan Emosional
Oleh karena umumnya klien stroke sudah tidak bisa
mandiri lagi, sebagian besar mengalami kesulitan mengendalikan emosi. Penderita mudah marah, gelisah, takut, dan sedih akibat kekurangan fisik dan mental mereka
(Vitahealth, 2004). e. Perubahan sensorik
disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual
spasial, dan kehilangan sensori.
1) Disfungsi persepsi visual karena gangguan sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Hominus heminopsia (kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual
yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. 2) Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
3) Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius. (Vitahealth, 2004)
f. Disfungsi Kandung kemih
Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan
menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon
terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologik luas. (vitahealth, 2004)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien stroke dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase rehabilitasi.
a. Fase akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat
biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih
mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik
Fase akut stroke biasanya berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yang koma saat pada saat masuk dipertimbangkan mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh
menghadapi hasil yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
b. Fase Rehabilitasi
Rehabilitasi stroke adalah program pemulihan pada kondisi stroke yang bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik
dan kemampuan fungsional pasien stroke, sehinga mereka mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sasaran utama pada fase ini adalah pasien dan keluarga meliputi
perbaikan mobilitas, menghindari nyeri bahu, pencapaian perawatan diri, mendapatkan control kandung kemih, perbaikan
proses pikir, pencapaian beberapa bentuk komunikasi, pemeliharaan integritas kulit, perbaikan fungsi keluarga dan tidak adanya komplikasi (Bruner dan Suddarth, 2002).
Pada fase rehabilitasi ini pasien dapat dirawat di rumah sakit, di pusat rehabilitasi ataupun di rumahnya sendiri yang bergantung pada sejumlah faktor, termasuk status kesehatan,
prognosis kelangsungan hidup dan ketergantungan. Salah satu alat ukur tingkat ketergantungan pasien stroke yaitu melalui
Indeks Barthel (IB) yang dirumuskan oleh Mahoney, F.I dan Barthel D.W untuk mengukur ketergantungan ADL (Activity
Daily Living). Nilai IB mudah diperoleh dengan cara anamnesis dan observasi. Tingkatan ketergantung pada setiap komponen dengan nilai indeks sebagai berikut : Skor IB 100
namun beberapa komponen memerlukan bantuan. Nilai 62 –
90, ketergantungan sedang : memerlukan bantuan lebih banyak, namun sebagian kegiatan dapat dilakukan mandiri. Nilai 21 –
61 ketergantungan berat: memerlukan bantuan maksimal, namun masih mampu melakukan beberapa kegiatan. Nilai 0-20 pasien ketergantungan total : memerlukan bantuan secara
keseluruhan (Gallo, 1998).
B. Family Caregiver
1. Pengertian
Family caregiver adalah setiap kerabat, pasangan, teman atau tetangga yang memiliki hubungan pribadi yang signifikan dengan, dan memberikan berbagai bantuan untuk, orang tua atau dewasa dengan kondisi kronis atau cacat (Family Caregiver
Aliance, 2011). Sedangkan menurut Cress (2011) family caregiver
adalah istri, pasangan, anak, atau orang lain yang relative
menyediakan berbagai bantuan pada orang yang sudah tua atau pada orang yang tidak punya kemampuan.
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dalam keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian
seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang
mengalami ketidak mampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya (Natalingrum Sukmarini, 2009).
2. Jeniscaregiver
Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal. Caregiver informal adalah seseorang individu (anggota
keluarga, teman atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama
maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver formal adalah caregiver yang merupakan bagian daris sistem pelayanan baik dibayar maupun sukarelawan (Natalingrum
Sukmarini, 2009). 3. FungsiCargiver
Fungsi dari caregiver adalah menyediakan makan,
membawa pasien ke dokter, dan memberikan dukungan emosional, kasih saying dan perhatian. Caregiverjuga membanu pasien dalam
mengambil keputusan atau pada stadium akhir penyakitnya,
caregiver yang membuat keputusan untuk pasiennya. Family
caregivermerupakan penasihat yang sangat penting dan diperlukan oleh pasien (Henny tantono, Ike MP siregar, HM Zaini, 2006).
4. Caregiving
membantu individu yang memiliki hubungan personal dengan
caregiver(Henny tantono, Ike MP siregar, HM Zaini, 2006).
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Sebelum
seseorang melakukan tindakan perawatan stroke ia harus terlebih dahulu mengetahui apa arti atau manfaat perawatan stroke bagi dirinya atau keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga mengenai perawatan pasien stroke adalah
sesuatu yang diketahui oleh keluarga berkaitan dengan cara merawat pasien stroke.
2. Tingkat pengetahuan
Menrut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antara lain:
a. Tahu (Know)
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
Contohnya : Mampu mendefinisikan tentang penyakit stroke, tanda dan gejala serta apa penyebabnya.
b. Memahami (Comperhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya. c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
d. Analisis (Analysis)
masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sistesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan criteria yang telah ada. 3. Sumber Pengetahuan
a. Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang.
kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional
dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja (Suhartono, 2005).
b. Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran
pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang
mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung
kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya (Suhartono, 2005).
c. Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia,
pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung,
lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup (Suhartono, 2005).
d. Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca
indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang
meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai
pengetahuan semu dan menyesatkan (Suhartono, 2005).
e. Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang
paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan
pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Dengan
demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku
secara personal belaka (Suhartono, 2005).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2003) dan Sukmadinata (2003) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: a. Tingkat Pendidikan
Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan sesuatu perubahan dalam
pengetahuan orang tua.
b. Paparan media massa (akses Informasi)
majalah, pamphlet dan lain-lain) akan memperoleh informasi
yang lebih banyak di bandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media
massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi baru akan di saring
sesuai tidak dengan kebudayaan yang di anut. d. Pengalaman
Pengalaman di sini berkaitan dengan usia, tingkat
pendidikan seseorang maksudnya pendidikan yang tinggi akan mempunyai pengalaman yang lebih luas, demikian juga dengan usia orang tersebut pengalamannya juga akan semakin
bertambah. e. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi di kaitkan dengan daya pendidikan yang di tempuh seseorang sehingga memperluas
pengetahuan seseorang. 5. Alat ukur pengetahuan
ditentukan dengan seberapa jauh kemampuannya dalam menjawab
pertanyaan mengenai stroke dan dalam merawat penderita pasca stroke yang dapat dilakukannya dalam kuesioner tindakan
perawatan.
D. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007).
Robert Kwick, menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
organisme. Dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon. (Notoatmodjo, 2007)
2. Klasifikasi Perilaku
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), dilihat dari
bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas.
2) Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari.
Menurut Notoatmodjo (2007) bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1) Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan
mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.
2) Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin
terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri
dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan mencetak perilaku manusia sesuai
yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap pembentukan perilaku manusia.
3) Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit,
yakni berupa perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu:
1) Faktor internal
Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu
berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara
kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
1) Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
2) Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu. 3) Penguatan positif/positive reinforcement
4) Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak menyenangkan.
Faktor-faktor yang berada diluar individu yang
bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan
bentuk perilakunya.
Menurut teori Lawrence green dalam Notoatmodjo (2007), ada tiga faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu
maupun kelompok sebagai berikut:
a. Faktor yang mempermudah (predisposing faktor).
Faktor ini mencangkup pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma social, dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu ataupun masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor pendukung (enabling faktor)
Faktor-faktor ini mencakup fasilitas, sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan,dan
sebagainya(Notoatmodjo, 2007). c. Faktor pendorong (reinforcing faktor)
Yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap suami, istri, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan
(Notoatmodjo,2007).
E. Perawatan Penderita Paska Stroke dirumah
tanggung jawab yang akan dihadapi. Meskipun sebagian besar pasien
telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian penderita paska stroke masih memerlukan
bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan.
Seringkali ketika pulang, penderita pasca stroke masih mengalami
gejala sisa, misalnya dengan keadaan : kehilangan motorik (hemiplegi) atau ada juga pasien yang pulang dengan keadaan bedrest total,
kehilangan komunikasi atau kesulitan berbicara (disatria), gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, disfungsi
kandung kemih
,
sehingga perawatan yang diberikan harus secara terusmenerus dilakukan agar kondisi penderita paska stroke membaik, penyakitnya terkontrol, risiko serangan stroke ulang menurun, tidak terjadi komplikasi atau kematian mendadak. Untuk itu keluarga
dituntut untuk mengetahui bagaimana merawat penderita paska stroke, sehingga setelah kembali kerumah perawatan dapat dilakukan oleh
keluarga pasien maupun pasien itu sendiri secara terus menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Adapun kebutuhan penderita pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial dan spiritual (Valery dalam Agustina, 2009). Beberapa perawatan penderita paska stroke antara lain:
1. Posisi ditempat tidur dan terapi fisik
hal ini dapat membantu mencegah komplikasi seperti pembentukan
bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktur sendi, dan nyeri bahu. Selain itu, penderita pasca stroke yang mengalami
imobilisasi juga perlu dibalik dan diposisikan secara reguler, bahkan pada malam hari. Posisi tidur yang benar ada 3 macam yaitu tidur pada posisi telentang, tidur pada posisi tubuh yang
mengalami kelumpuhan dan tidur pada posisi tubuh yang tidak mengalami kelumpuhan, sebaiknya ubah posisi tidur setiap 2-3 jam
sekali.
Penderita pasca stroke juga membutuhkan latihan fisik seprti ROM (Range of motion) untuk mencegah kekakuan sendi
dan membantu melatih otot yang kaku. Otot-otot kaki dan tangan yang mengalami kelumpuhan bila dibiarkan saja lama-kelamaan akan menjadi kaku dan kemudian terjadi kontraktur dalam keadaan
menekuk (fleksi). Latihan pergerakan otot kaki dan tangan sebaiknya dilakukan terus-menerus, sehari sekali dengan
pengulangan minimal 10 kali (Sofwan, 2010). 2. Berdiri dan berjalan
Berdiri dan berjalan merupakan suatu kesulitan tersendiri
bagi penderita paska stroke. Bila serangan stroke sangat berat dan kerusakan yang terjadi di otak luas, akan semakin suit untuk dapat
sikap yang benar. Penggunaan alat bantu seperti tongkat dengan
kaki 3 terkadang dibutuhkan (Sofwan, 2010). 3. Perawatan kulit
Perawatan kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit; adanya hal-hal ini menunjukkan bahwa perawatan pasien kurang
optimal. Adanya dekubitus dan infeksi luka menunjukkan bahwa perawatan penderita stroke kurang optimal. Keduanya sebaiknya
dicegah karena dekubitus dapat menimbulkan nyeri dan memiliki proses penyembuhan luka yang lama dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Penderita stroke dapat mengalami
dekubitus karena berkurangnya sensasi dan mobilitas. Inkontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi juga meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses penyembuhan luka
(Leigh, 2005).
Penderita paska stroke yang tidak dapat bergerak harus
sering di putar dan tereposisi, dan seprai mereka harus terpasang kencang. Bagi penderita paska stroke yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, bagian-bagian tubuh yang paling berisiko
antara lain adalah punggung bawah (sakrum), pantat, paha, tumit, siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Sekali sehari, gunakan
yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan
awal dekubitus. Kulit pasien harus di jaga agar tetap bersih, kering dan diberi bedak (Leigh, 2005).
4. Perawatan kebersihan
Penderita stroke juga memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke
menyebabkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilisasi atau perawatan diri. Keluarga harus selalu menjaga
kebersihan diri penderita pasca stroke dengan cara memandikan dan memperhatikan kebersihan pakaian dan tempat tidur. Sebaiknya penderita pasca-stroke diberikan baju dengan bahan
katun yang longgar, dan bila memungkinkan dalam bentuk seperti kemeja agar lebih mudah memakainya (Sofwan, 2010).
5. Kebutuhan Nutrisi
Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih
sehari). Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam, bersama dengan minuman
suplemen nutrisional (Lotta, 2006).
Penderita pasca stroke dianjurkan untuk mengkonsumsi
daging merah, sebaliknya konsumsilah ikan, ayam (tanpa kulit),
karena kebanyakan daging merah mengandung lemak jenuh yang menyebabkan timbunan lemak pada pembuluh darah arteri.
Kurangi konsumsi garam karena konsumsi garam berlebih dapat meningkatkan tekanan darah, selain itu hindari konsumsi makanan ringan yang mengandung banyak garam. Konsumsilah makanan
yang kaya serat karena makanan kaya serat membantu dalam mengontrol kadar lemak dalam darah. Konsumsilah sereal gandum,
beras merah, dan roti. Hindari konsumsi makanan dan minuman tinggi gula. Hal ini mengurangi resiko Diabetes Mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko terserang stroke berulang.
Batasi jumlah lemak dalam makanan yang kita konsumsi. Kita membutuhkan lemak dalam nutrisi, namun konsumsi yang terlalu banyak dapat menyebabkan plak dalam arteri dan menjadi masalah
pada berat badan. Penderita stroke juga harus makan dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia
aspirasi ( Lotta 2006).
Keluarga dapat melakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas
piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga menyediakankan
6. Mengatasi masalah berbicara
Pasien sroke dengan masalah bicara dan menulis mudah mengalami depresi atau frustrasi akibat kesulitan mereka. Karena
itu, sangatlah penting untuk mendorong pasien berkomunikasi-menerima semua bentuk komunikasi (tulisan, tanda, bahasa tubuh, gambar, upaya berbicara) dan kemajuan, bahkan yang kecil
sekalipun, untuk semakin mendorong pasien. Pasien jangan sering dikritik dan jangan memaksa bahwa setiap kata yang dihasilkan
harus tepat. Pasien stroke yang dapat membaca, menulis, dan memahami perkataan orang lain, tetapi kesulitan untuk mengutarakan kata-kata dengan jelas (pasien dengan disartria)
dapat memperoleh manfaat dari melakukan latihan lidah dan bibir dua kali sehari (Agustina, 2009). Latihan bibir dapat dilakukan dengan cara membentuk bibir menjadi huruf O dan bergantian
menjadi huruf E atau seperti orang tersenyum, sedangkan latihan lidah dapat dilakukan dengan cara menggerakan lidah kea rah kiri
dan kanan (Irfan 2010).
7. Kepatuhan Program pengobatan
Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam
kepatuhan terhadap program pengobatan jangka panjang (Schatz, 1988 dalam Stanley, 2006). Keluarga bertanggung jawab terhadap
8. Mengatasi masalah emosional
Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan
penderita paska stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat
dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke
harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya
perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya
tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan
dengan penderita lainnya. Sebagian penderita paska stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita paska stroke lain (Lotta, 2006).
9. Mencegah cidera dan jatuh
Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang mempermudah
sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan
berkurangnya kekuatan tungkai bawah.
Indikasi terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak ke
tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping
penderita stroke dan membantu penderita, terutama pada tahap-tahap awal.
10. Kebutuhan buang air kecil dan besar.
Beberapa penderita stroke yang mengalami kelumpuhan dan inkontinensia urin sangat bergantung pada keluarga. Saat
mereposisi penderita, pembalut inkontinensia yang basah atau tercemar kotoran harus diganti. Sebagian pria dapat dijaga kering dengan menggunakan botol (pispot) urine secara teratur. Namun,
pada sebagian kasus, mungkin perlu dipasang kateter (selang) ke dalam kandung kemih, dan selang ini akan secara otomatis
mengeluarkan urine. Sebagian wanita yang mengalami inkontinensia dapat dijaga tetap kering dengan menggunakan pembalut inkontinensia, tetapi jika tidak dimungkinkan atau kurang
efektif, kateter dapat dimasukkan ke dalam kandung kemih. Orang yang merawat perlu diajari mengenai cara membersihkan kateter,
namun harus tetap dijaga dengan ketat, sebaiknya kamar mandi
untuk penderita stroke disediakan pegangan di sepanjang dinding untuk mencegah cedera atau jatuh.
Sembelit adalah masalah yang umum dijumpai pada orang berusia lanjut dan pada orang yang mengalami stroke. Cara terbaik untuk mengatur buang air besar adalah makanan yang memadai
dan seimbang serta banyak cairan (paling tidak dua liter sehari) dan serat (buah dan sayuran), serta aktivitas fisik yang cukup. Pelunak