TESIS
Oleh
IRMA HANDAYANI SEMBIRING
127011078/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
IRMA HANDAYANI SEMBIRING
127011078/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Nama Mahasiswa : IRMA HANDAYANI SEMBIRING
Nomor Pokok : 127011078
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Nim : 127011078
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KAJIAN HUKUM ATAS LELANG TERHADAP
BARANG JAMINAN FIDUSIA KENDARAAN
BERMOTOR PADA PERUSAHAAN LEASING (STUDI PADA PT. SUMMIT OTO FINANCE CABANG MEDAN)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Namun demikian Undang-undang tersebut memberikan jalan keluar yang lain apabila dengan cara lelang barang tidak mencapai harga tertinggi yaitu dengan penjualan dibawah tangan. Namun dalam prakteknya kreditor walaupun menjual dengan cara di bawah tangan tapi tidak melakukan pengumuman dalam surat kabar harian, dan jangka waktunya dalam penjualan pun tidak sampai 1 (satu) bulan setelah objek Jaminan Fidusia tersebut tidak laku saat lelang, kreditor langsung menjual pada saat itu juga setelah kreditor menarik barang jaminan fidusia tersebut. Sehingga perlu dikaji mengenai eksekusi objek jaminan fidusia terhadap debitor wanprestasi berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan, dan hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Summit Oto Finance Cabang Medan dalam penjualan objek jaminan fidusia.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode berpikir deduktif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa eksekusi objek jaminan fidusia terhadap debitor wanprestasi berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan yaitu dengan cara pengambilan kembali dari penerima fasilitas atau yang menyerahkan barang jaminan dan apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah serah terima barang jaminan tersebut tidak diselesaikan, maka akan dilakukan penjualan barang jaminan melalui mekanisme lelang. Hambatan-hambatan yang timbul dalam eksekusi obyek jaminan fidusia pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan yang paling sering dialami adalah ketika barang jaminan sudah berpindah tangan tanpa persetujuan tertulis dari PT. Summit Oto Finance, barang jaminan telah dijual kepada pihak ketiga, barang jaminan digadaikan, dan identitas barang jaminan yang telah diubah.
feduciary collateral through action. However, the Law gives another way out: when the highest price is not reached, it can be used underhanded selling. In the practice, however, although the creditor sells it underhandedly, he does not announce it in daily newspapers, and the length of time of selling is less than one month after the feduciary colletral is unsalabe in the auction. The creditor then sells it directly soon after he withdraws it from the auction. Therefore, it is necessary to analyze the execution of the feduciary collateral on default debtors, based on Law on Fiduciary Collateral at PT Summit Oto Finance, Medan Branch in the selling of feduciary collateral.
The research used judicial normative and descriptive analytic approaches. The data were gathered by using primary and secondary data which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The gathered data were processed, analyzed, and interpreted logically and systematically, using deductive way of thinking.
The result of the research showed that the execution of feduciary collateral on default debtors, basedLaw on Feduciary Colateral at PT Summit Oto Finance, Medan Branch, by withdrawing it from the facility of the acceptor or the people who submit the collateral. When within 7 (seven) days after the transfer of the collateral was not completed, it would be sold through actioning mechanism. The main obstacles in the execution of the feduciary collateral at PT Summit Oto Finance, Medan Branch, were that the collateral had been sold to the third party, the collateral had been pawned, and the collateral’s identity had been changed.
persyaratan untuk memperolah gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera
Utara Medan. Dalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih
judul : “Kajian Hukum Atas Lelang Terhadap Barang Jaminan Fidusia
Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Leasing (Studi Pada PT. Summit Oto
Finance Cabang Medan)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan didalam penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran
dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pedoman di masa yang akan datang.
Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan
pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya
secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS., selaku Ketua
Komisi Pembimbing danBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN.,serta
Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., MHum., masing-masing selaku anggota komisi
pembimbing yang banyak memberi masukkan dan bimbingan kepada penulis selama
dalam penulisan tesis ini dan kepada Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN,
MHum.,dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum.,selaku dosen penguji yang
telah banyak memberikan kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., Selaku Ketua Program
Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada
ayahanda dan Ibunda, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik ananda
dengan penuh kasih sayang, serta anakku tersayang atas segala dorongan serta
semangat yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan,
rekan-rekan se-profesi dan rekan-rekan dalam mengharungi kehidupan, Khususnya
rekan-rekan Magister Kenotariatan Kelas Reguler Angkatan 2012 yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus memberikan motivasi, semangat
dan kerjasama dan diskusi, membantu dan memberikan pemikiran kritik dan saran
dari awal masuk di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara sampai saat penulis selesai menyusun tesis ini.
Saya berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak
khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.
Medan, November 2014 Penulis
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 29 Maret 1978
Alamat : Jl. Selamat 168, Simpang Limun, Medan
Amplas, Kota Medan
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 Tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Nama Bapak : H. B. Sembiring
Nama Ibu : Hj. Suryani, MS.
Nama Suami : Mayor Kes. Dr. Junedi Sitorus
Anak Kandung : Siti Cindi H.J. Sitorus
II. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SD Sentosa Medan (1984-1990)
Sekolah Menengah Pertama: SLTPN 11 Medan (1990-1993)
Sekolah Menengah Atas : SMA Medan Putri (1993-1996)
Universitas : S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan (1996-2000)
vi
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR ISTILAH ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Keaslian Penelitian ... 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16
1. Kerangka Teori ... 16
2. Konsepsi ... 20
G. Metode Penelitian ... 22
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 22
2. Sumber Data/ Bahan Hukum ... 23
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 25
4. Analisis Data ... 26
BAB II EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA TERHADAP DEBITOR WANPRESTASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JAMINAN FIDUSIA PADA PT. SUMMIT OTO FINANCE CABANG MEDAN ... 27
vii
F. Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Yang Dilakukan Oleh PT. Summit Oto Finance Cabang Medan Terhadap Debitor
Wanprestasi ... 68
BAB III HAMBATAN-HAMBATAN YANG TIMBUL DALAM EKSEKUSI OBYEK JAMINAN FIDUSIA PADA PT. SUMMIT OTO FINANCE CABANG MEDAN ... 97
A. Hambatan-Hambatan Yang Timbul Dalam Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia Pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan 97 B. Upaya-Upaya Mengatasi Hambatan-Hambatan Pengambilan Kembali Barang Jaminan Oleh PT. Summit Oto Finance Cabang Medan ... 102
C. Permasalahan Hukum Yang Timbul Apabila Perusahaan Leasing Tersebut Menjual Barang Jaminan Fidusia Secara Langsung Tanpa Melalui Lelang ... 106
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 121
A. Kesimpulan ... 121
B. Saran ... 122
Arrest Hooggerechtshof : yurisprudensi Mahkamah Agung
Aproval : disetujui
Auction : lelang/ cara penjualan di muka umum
Believe : mempercayai
Branch Manager : pemimpin cabang
Cash : tunai
Certainty : kepastian
Competition : kompetisi, persaingan
Conservatoir beslag : sita jaminan
Consumer finance : pembiayaan konsumen
Constitutum possessorium : penyerahan suatu hak milik tanpa menyerahkan fisik benda yang bersangkutan.
Credit card : kartu kredit
Customer : pelanggan
Debtcollector : juru tagih tunggakan kredit
Deterministik : menentukan atau menetapkan batas atau membatasi
Droit de suite : hak yang mengikuti bendanya di tangan
siapapun benda itu berada
Efficiency : efisiensi
Executoriale beslag : sita eksekusi
Executory seizure : sita eksekusi
Executoriale verkoop : menjual lelang
Factoring : anjak piutang
Fee : persentase atau jumlah tertentu yang
diberikan atas suatu penyerahan jasa fiateksekusi : persetujuan eksekusi dari ketua
pengadilan
Fiduciaire eigendomsoverdracht : jaminan memberikan hak milik secara kepercayaan
Field research : penelitian lapangan
Forma : bentuk
Grosse akta : salinan akta untuk pengakuan utang
tidak boleh berada pada pemberi gadai
In good faith : itikad baik
Inrem : hak mutlak atas kebendaan
Ius consitusium : hukum positif
Ius constituendum : hukum yang dicita-citakan
Juncto : dihubungkan/dikaitkan
Kontinjen : yang baru akan ada
Leasing : lembaga pembiayaan
Lessee : nasabah yang menggunakan barang
modal darilessor
Lessor : perusahaan yang melakukan kegiatan
usahaleasingdengan menyediakan berbagai barang modal
Library Research : studi kepustakaan
Linear : berbentuk garis
Material : benda berwujud
Multi finance company : perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan
Non-performing loan : kredit macet
Non-prossessory security : pemberi jaminan tetap menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan tersebut
One-stop service : layanan satu pintu
Pand : gadai
Parateeksekusi : eksekusi berdasarkan kekuasaannya sendiri Persoonlijkezekerheid : jaminan perorangan
Preferent : hak mendahului
Prossessory security : benda jaminan berada di tangan kreditor
Prudent : hati-hati
Publicity : publisitas
Remedial field : juru tagih
Roya : surat pengangkatan jaminan
Securities company : perdagangan surat berharga
Seins kategorie : kategori faktual
Sollens kategorie : kategori keharusan/ideal
Staatblad : Lembaran Negara, peraturan dan ketentuan
pada masa kolonial Belanda
Uitvoering : eksekusi
Vendu : lelang
Vendu Instructie : instruksi lelang
Vendu Reglement : peraturan lelang
Venture capital : modal ventura
Wanprestasi : pelanggaran atau kegagalan untuk
melaksanakan ketentuan kontrak atau perjanjian yang mengikat secara hukum.
Warning : peringatan
What the law ought to be : bagaimana hukum itu seharusnya
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APHT : Akta Pemberian Hak Tanggungan
AR :Account Revieble
BASTBJ : Surat Berita Acara Serah Terima Barang Jaminan
BPHTB : Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
BPKB : Buku Pemilik Kendaraan Bermotor
BTCA :Back to current account revieble
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BUPLN : Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
BUPN : Badan Urusan Piutang Negara
BW :Burgerlijk Wetboek
DC :Dept Collector
Dept. : Departemen
Dirjen : Direktur Jenderal
DKH : Daftar Kunjungan Harian
FE :fiduciaire eigendomsoverdracht
FH : Fakultas Hukum
HIR :Herziene Inlandsch Reglement
Hlm. : Halaman
HO : Ijin Gangguan
HT : Hak Tanggungan
ID : Identitas
KPKNL : Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
KTP : Kartu Tanda Penduduk
KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Mr. : Mister
NIM : Nomor Induk Kependudukan
No. : Nomor
NPL :Non-Performing Loan
NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak
OD :Over Due
PA : Pengadilan Agama
PEFINDO : Pemeringkat Efek Indonesia
PMK : Peraturan Menteri Keuangan
PN : Pengadilan Negeri
PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak
PP : Peraturan Pelaksana
PPh : Pajak Penghasilan
PT : Perseroan Terbatas
Ps. : Pasal
Rbg. :Reglement Buitengewesten
RI : Republik Indonesia
Rp. : Rupiah
RV :Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering
SAMSAT : Sistem Administrasi Satu Atap
SOP :Standard Operating Procedure
Stb. :Staatsblad
STNK : Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
TDP : Tanda Daftar Perusahaan
UU : Undang-Undang
UUHT : Undang-Undang Hak Tanggungan
UUJF : Undang-Undang Jaminan Fidusia
1. Penjualan Berdasarkan Merek Kendaraan 75
2. Penjualan Berdasarkan Lelang Dan Non-Lelang 76
Namun demikian Undang-undang tersebut memberikan jalan keluar yang lain apabila dengan cara lelang barang tidak mencapai harga tertinggi yaitu dengan penjualan dibawah tangan. Namun dalam prakteknya kreditor walaupun menjual dengan cara di bawah tangan tapi tidak melakukan pengumuman dalam surat kabar harian, dan jangka waktunya dalam penjualan pun tidak sampai 1 (satu) bulan setelah objek Jaminan Fidusia tersebut tidak laku saat lelang, kreditor langsung menjual pada saat itu juga setelah kreditor menarik barang jaminan fidusia tersebut. Sehingga perlu dikaji mengenai eksekusi objek jaminan fidusia terhadap debitor wanprestasi berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan, dan hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Summit Oto Finance Cabang Medan dalam penjualan objek jaminan fidusia.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode berpikir deduktif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa eksekusi objek jaminan fidusia terhadap debitor wanprestasi berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan yaitu dengan cara pengambilan kembali dari penerima fasilitas atau yang menyerahkan barang jaminan dan apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah serah terima barang jaminan tersebut tidak diselesaikan, maka akan dilakukan penjualan barang jaminan melalui mekanisme lelang. Hambatan-hambatan yang timbul dalam eksekusi obyek jaminan fidusia pada PT. Summit Oto Finance Cabang Medan yang paling sering dialami adalah ketika barang jaminan sudah berpindah tangan tanpa persetujuan tertulis dari PT. Summit Oto Finance, barang jaminan telah dijual kepada pihak ketiga, barang jaminan digadaikan, dan identitas barang jaminan yang telah diubah.
feduciary collateral through action. However, the Law gives another way out: when the highest price is not reached, it can be used underhanded selling. In the practice, however, although the creditor sells it underhandedly, he does not announce it in daily newspapers, and the length of time of selling is less than one month after the feduciary colletral is unsalabe in the auction. The creditor then sells it directly soon after he withdraws it from the auction. Therefore, it is necessary to analyze the execution of the feduciary collateral on default debtors, based on Law on Fiduciary Collateral at PT Summit Oto Finance, Medan Branch in the selling of feduciary collateral.
The research used judicial normative and descriptive analytic approaches. The data were gathered by using primary and secondary data which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The gathered data were processed, analyzed, and interpreted logically and systematically, using deductive way of thinking.
The result of the research showed that the execution of feduciary collateral on default debtors, basedLaw on Feduciary Colateral at PT Summit Oto Finance, Medan Branch, by withdrawing it from the facility of the acceptor or the people who submit the collateral. When within 7 (seven) days after the transfer of the collateral was not completed, it would be sold through actioning mechanism. The main obstacles in the execution of the feduciary collateral at PT Summit Oto Finance, Medan Branch, were that the collateral had been sold to the third party, the collateral had been pawned, and the collateral’s identity had been changed.
A. Latar Belakang
Dengan semakin pesatnya jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi oleh
perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi, menyebabkan kebutuhan
masyarakat akan lembaga pembiayaan (leasing) semakin meningkat, mengenai hal
tersebut di atas, maka pengaturan lembaga pembiayaan sangat penting, mengingat
jumlah manusia yang akan memanfaatkan jasa perusahaan leasing tersebut akan
semakin bertambah.
Dalam konteks Indonesia dikenal adanya lembaga keuangan, baik lembaga
keuangan bank, maupun lembaga keuangan bukan bank. Perbedaan diantara
keduanya terletak pada kegiatan usaha yang dapat dilakukan, yakni bahwa bank
adalah lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usahanya dengan menarik
dana langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat dalam bentuk kedit pembiayaan. “Sementara lembaga keuangan
bukan bank tidak dapat melakukan kegiatan penarikan dana langsung dari masyarakat
dalam bentuk simpanan”.1 Lembaga keuangan bukan bank hanya bisa menyalurkan
dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit pembiayaan.
Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu barang dengan
cara angsuran banyak dilakukan oleh masyarakat golongan menengah keatas. Bagi
1Umam Khotibul,Hukum Lembaga Pembiayaan,(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010),
yang kondisi ekonominya menengah ke bawah cara ini pun dirasa sangat membantu
dalam mengatasi kebutuhan terhadap barang-barang yang diinginkan, sehingga jalan
terbaik untuk mengatasi permasalahan bagi pembeli yang tidak mampu untuk
membeli barang yang dibutuhkan secara tunai, yaitu melalui lembaga pembiayaan
konsumen di mana perjanjian jual beli yang pembayarannya dilakukan secara
angsuran atau berkala.
Kredit dalam hal ini adalah suatu kepercayaan yang diberikan kreditor kepada
seseorang atau debitor. Dalam dunia perdagangan kepercayaan memberikan kredit
dapat diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa. Terlepas dari segala bentuk
pemberian kredit akan sedapat mungkin mengusahakan adanya jaminan, bahwa
kreditor akan memperoleh kembali uangnya, dengan asumsi uang tersebut kembali
tepat pada waktunya. Jika pembayaran tidak terjadi maka ia akan mencoba
memperoleh pelunasan dari kekayaan si debitor yang lalai. Penyelenggaraan
pemberian kredit itu direalisasi oleh Lembaga Keuangan seperti bank, baik bank
pemerintah maupun bank swasta nasional. “Dalam hubungan kredit ini bank sebagai
pihak pemberi kredit (kreditor) memberikan pinjaman kepada penerima kredit
(debitor) dengan harapan bahwa pinjaman itu dapat dipergunakan sebaik-baiknya
untuk kemajuan usaha debitor dan pada saat yang ditentukan pinjaman itu harus
dikembalikan kepada kreditor”.2
2Oey Hoey Tiong,Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, (Jakarta: Ghalia
Paket kebijaksanaan Pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 20 Desember
1988 memperkenalkan Lembaga Pembiayaan yang dituangkan dalam Keputusan
Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan ini mempunyai 6
(enam) bidang kegiatan:
a. Sewa guna usaha (leasing) b. Modal ventura (venture capital) c. Anjak piutang (factoring)
d. Pembiayaan konsumen (consumer finance) e. Kartu kredit (credit card)
f. Perdagangan surat berharga (securities company)
Melihat ruang lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya
beragam tersebut, “perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan
sering pula disebutmulti finance company”.3
Perusahaan pembiayaan menyediakan dana bagi konsumen dimana konsumen
dapat menggunakan dana tersebut untuk pembelian kendaraan bermotor. Debitor
yang membutuhkan dana tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh perusahaan pembiayaan. Dalam melakukan pembiayaan untuk kredit
pembelian kendaraan bermotor, maka lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya
suatu jaminan yaitu kendaraan bermotor itu sendiri sebagai jaminan dari kredit yang
diberikan. Dengan kata lain lembaga pembiayaan sebagai kreditor mensyaratkan
adanya suatu jaminan dari debitor.
Pemberian kredit dan jaminan mempunyai hubungan yang erat sekali. Kreditor pada satu sisi guna menjamin pelunasan hutang dari pihak debitor, seringkali tidak mau memberi kredit jika tidak ada jaminan, (baik perseorangan maupun kebendaan) yang dianggap dan dinilai memadai untuk menjamin pelunasan
hutang debitor tersebut pada waktunya dan pemberian jaminan itu sendiri, selain harus didahului dengan adanya suatu perjanjian yang mendasari lahirnya utang-piutang atau kewajiban dari pihak debitor kepada kreditor.4
Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitor kepada kreditor untuk
menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.5Oleh karena itu, “hukum jaminan erat
sekali dengan hukum benda”.6
Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan.7 Pada ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata
mencerminkan adanya jaminan umum yaitu segala hak kebendaan si berhutang, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Selanjutnya dinyatakan dalam Pasal 1132 KUHPerdata bahwa: “Barang-barang itu
menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan
barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara
para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”, misalnya dalam hal bank
telah memasang Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas suatu jaminan
hutang, maka bank tersebut mendapatkan hak preferensi. Jaminan khusus tersebut
menurut hukum Perdata dibedakan menjadi 2 macam:
4Gunawan Widjaja & Ahmad Yani,Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm.4.
5Hartono Hadisoeprapto,Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Jogyakarta:
Liberty, 1984), hlm.50.
6Mariam Darus Badrulzaman,Bab-bab Tentang Creditverband,Gadai dan Fiducia,
(Bandung: Alumni, 1987), hlm.227.
7Tan Kamello,Hukum Jaminan Fiducia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: PT.
1. Jaminan perorangan (persoonlijkezekerheid), yaitu jaminan berupa pernyataan
kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna menjamin
pemenuhan kewajiban-kewajiban debitor kepada pihak kreditor, apabila debitor
yang bersangkutan wanprestasi. Jaminan semacam ini pada dasarnya sama
dengan penanggungan hutang yang diatur dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata
contohnya:bortoght, garansi bank dan asuransi.
2. Jaminan kebendaaan (zakelijkezekerheid), yaitu berupa harta kekayaan, baik
benda maupun hak kebendaan, yang diberikan dengan cara pemisahan benda
kekayaan, baik dari si debitor maupun dari pihak ketiga. Untuk menjamin
pemenuhan kewajiban-kewajiban debitor kepada pihak kreditor apabila debitor
yang bersangkutan wanprestasi. Jaminan kebendaan ini menurut sifatnya dapat
dibagi 2 yaitu:
a. Benda berwujud (material), jaminan ini dapat berupa benda bergerak maupun
tidak bergerak. Benda bergerak contohnya; gadai dan fidusia sedangkan benda
tidak bergerak contohnya: Hak Tanggungan.
b. Benda tidak berwujud (immaterial) yaitu lazim diterima oleh bank sebagai
jaminan kredit adalah berupa hak tagih. Jaminan yang bersifat umum dirasa
kurang cukup dan kurang aman, karena dapat mengakibatkan kreditor tidak
memperoleh kembali seluruh piutangnya dari debitor. “Oleh karena itu kreditor
merupakan perjanjian jaminan khusus, yang menunjukkan barang-barang
tertentu milik debitor sebagai jaminan pelunasan hutang”.8
Jaminan kebendaan sesuai dengan sifat-sifatnya hak kebendaan memberikan
corak tertentu yang khas yaitu:
1. Mempunyai hubungan langsung dengan atau atas benda tertentu milik debitor.
2. Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja.
3. Mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti bendanya di
tangan siapapun benda itu berada.
4. Yang lebih tua atau terdahulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
5. Dapat dialihkan kepada orang lain.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa jaminan yang bersifat kebendaan
ini adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai
ciri-ciri dan mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor dan dapat
dipertahankan kepada siapapun atau mengikuti bendanya serta dapat dialihkan. Salah
satu jaminan kebendaan ini adalah lembaga jaminan fidusia.
Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak masa Hindia
Belanda sebagai suatu bentuk lembaga jaminan yang lahir dari yurisprudensi yang
memungkinkan kepada para pemberi fidusia untuk menguasai barang yang
dijaminkan untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan
menggunakan jaminan fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu
barang yang hak kepemilikannya yang dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemiliknya.9
Praktek Fidusia di luar negeri, telah lama dikenal sebagai salah satu instrumen
jaminan kebendaan tidak bergerak yang bersifat non-prossessory security. Berbeda
dengan jaminan kebendaan bergerak yang bersifat prossessory security.10 Seperti
gadai, jaminan fidusia memungkinkan sang debitor sebagai pemberi jaminan untuk
tetap menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan
tersebut.
Memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia
sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberi kepastian
hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September
1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
pada tanggal 30 September 2000.
Selain dibuat untuk memacu aktivitas perekonomian dengan jaminan
kepastian hukum, terutama bagi pelaku ekonomi dan pengguna jasa keuangan atau
perbankan, juga untuk mengantisipasi perubahan hukum terhadap
kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat. “Lembaga jaminan fidusia tercipta karena kebutuhan-kebutuhan
9M. Bahsan,Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia(Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.51.
dari praktek serta perkembangan masyarakat yang dikenal dalam praktek perbankan
dan juga dalam praktek Notaris”.11
Jaminan fidusia memberikan kemudahan bagi pihak yang menggunakannya,
khususnya bagi pihak yang memberikan fidusia (debitor). Di dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Undang-Undang
Jaminan Fidusia), mengisyaratkan bahwa setiap pembebanan atas benda dengan
jaminan fidusia itu harus dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan
merupakan Akta Jaminan Fidusia.
Selanjutnya dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Jaminan Fidusia
mensyaratkan bahwa benda bergerak yang dibebani dengan jaminan fidusia, wajib
didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Ketentuan di atas menentukan bahwa setiap
perjanjian jaminan fidusia harus dibuat dengan akta Notaris dan didaftarkan, maka
perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan yang hanya diketahui oleh
kedua belah pihak saja tidak memiliki kekuatan sebagai perjanjian fidusia.
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) yang berbunyi :
“Apabila debitor cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Setiap benda yang dijaminkan fidusia setelah didaftarkan harus mendapatkan sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan dalam kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, orang menyebut mempunyai kekuatan yang tetap untuk dilaksanakan sebagaititle eksekutorial”.12
Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada
pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari
proses pemeriksaan perkara. “Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan
yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata”.13
Eksekusi dalam hal ini adalah eksekusi pembayaran sejumlah uang terhadap
pihak debitor yang bersumber dari perjanjian utang-piutang atau penghukuman
membayar ganti kerugian yang timbul dari wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 dan
Pasal 1246 KUHPerdata. Dalam melakukan pembayaran sejumlah uang harus melalui
beberapa proses penjualan lelang terhadap harta benda kekayaan debitor, sehingga
diperlukan tata cara yang cermat dalam melakukan eksekusinya, yaitu:
1. Harus melalui tahap prosesexecutoriale beslag(executory seizure) dan
2. Kemudian dilanjutkan dengan penjualan lelang yang melibatkan pejabat lelang.
Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas putusan
pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh
undang-undang disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap
antara lain terdiri dari:14
1. Grosse akta pengakuan utang,
12J. Satrio,Hukum Jaminan,, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1993), hlm.10.
13M. Yahya Harahap,Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), hlm.1.
2. Grosse akta hipotek,
3. Sertifikat Hak Tanggungan (HT),
4. Jaminan Fidusia (JF).
Eksekusi pembayaran sejumlah uang bersumber dari ikatan hubungan hukum
utang piutang yang harus diselesaikan dengan jalan pembayaran sejumlah uang.
Bentuk terbitnya grosse akta itu sendiri sudah menggolongkannya dalam bentuk
eksekusi pembayaran sejumlah uang. Pada Pasal 29 UUJF yang mengatur tentang
eksekusi objek jaminan melalui 3 (tiga) cara yaitu apabila debitor cidera janji,
eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara:
1. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
oleh penerima fidusia.
2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualannya.
3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan
penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak. Pada pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf (c) dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar
Dapat diketahui sebenarnya cara yang pertama dan cara yang kedua adalah
sama yaitu kreditor langsung melakukan eksekusi jaminan fidusia melalui pelelangan
umum, sehingga sebetulnya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dalam
undang-undang fidusia ini ada 2 (dua) cara yaitu langsung melalui pelelangan umum dan
penjualan di bawah tangan meskipun di dalam perumusannya seakan-akan menganut
3 (tiga) cara. Untuk menjual objek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia mengandung persyaratan yang relatif berat
untuk dilaksanakan.
Menurut Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia apabila terjadi wanprestasi maka cara penyelesaiannya
adalah diutamakan dengan menjual barang Jaminan Fidusia melalui pelelangan.
Namun demikian Undang-undang tersebut memberikan jalan keluar yang lain apabila
dengan cara lelang barang tidak mencapai harga tertinggi yang tertuang dalam Pasal
29 ayat (1) c, yaitu dengan penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan antara Pemberi dan Penerima Fidusia, dan hal ini dalam pelaksanaannya
dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh
Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan.
Dalam prakteknya sistem lelang yang ada lebih maju dari pada peraturan yang
ada, karena proses lelang mudah dan gampang, menyebabkan dapat diperolehnya
dirumuskan sebagaian auction is a system of selling to the public. Jadi cukup jelas di
sini diisyaratkan sebagai perbuatan penjualan umum yang sekaligus wajib memenuhi
rasa keadilan guna tercapainya keseimbangan mengenai harga, nilai dan kepastian
kepemilikan dari suatu barang. Di sini dapat dipastikan bahwa faktor believe
(mempercayai) but not to make believe (berpura-pura) dan prudent (hati-hati) juga
dituntut keberadaannya dalam pekerjaanvendu/auction/lelang.15
Pihak kreditor kurang menyukai cara penjualan melalui lelang dikarenakan
kreditor merasa tidak praktis dan tidak sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu
kebanyakan perusahaan-perusahaan leasing selalu mengambil sistem penjualan di
bawah tangan, dan hal ini pun masih tidak sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) huruf c dan
ayat (2), yang berbunyi :
”Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan”.
Pada prinsipnya penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat
dilakukan melalui suatu lelang dimuka umum dan dimungkinkan juga dilakukan
melalui penjualan dibawah tangan, asalkan hal tersebut telah disepakati oleh pemberi
dan penerima fidusia.16Namun dalam prakteknya kreditor walaupun menjual dengan
cara di bawah tangan tapi pihak kreditor tidak pernah melakukan pengumuman dalam
15Ignatius Ridwan Widyadharma,Hukum Jaminan Fidusia, (Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 1999), hlm.38.
16Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Jaminan Fidusia,(Jakarta: PT. Grafindo Persada,
surat kabar harian, dan jangka waktunya dalam penjualan pun tidak sampai 1 (satu)
bulan setelah objek Jaminan Fidusia tersebut tidak laku saat lelang, kreditor langsung
menjual pada saat itu juga setelah kreditor menarik barang jaminan fidusia tersebut.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian
lebih lanjut mengenai lelang objek jaminan fidusia yang akan dituangkan ke dalam
judul tesis “Kajian Hukum Atas Lelang Terhadap Barang Jaminan Fidusia Kendaraan
Bermotor Pada Perusahaan Leasing (Studi Pada PT. Summit Oto Finance Cabang
Medan)”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut maka permasalahan yang
akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:
1. Bagaimana eksekusi objek jaminan fidusia terhadap debitor wanprestasi
berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia pada PT. Summit Oto Finance
Cabang Medan?
2. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi PT. Summit Oto Finance Cabang
Medan dalam penjualan objek jaminan fidusia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang
1. Untuk mengetahui dan menganalisis eksekusi objek jaminan fidusia terhadap
debitor wanprestasi berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia pada PT.
Summit Oto Finance Cabang Medan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan yang dihadapi PT.
Summit Oto Finance Cabang Medan dalam penjualan objek jaminan fidusia.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/ literatur
dalam masalah lelang terhadap barang jaminan fidusia kendaraan bermotor pada
perusahaanleasing, selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar
bagi penelitian pada bidang yang sama.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah lelang terhadap barang
jaminan fidusia kendaraan bermotor pada perusahaanleasing.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang
ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister
Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum
Barang Jaminan Fidusia Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Leasing (Studi Pada
PT. Summit Oto Finance Cabang Medan)”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang
menyangkut eksekusi barang jaminan antara lain penelitian yang dilakukan oleh :
1. Emmi Rahmiwita Nst (NIM. 027011011), Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang
Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank Peerintah Di Kota Medan)”.
2. Asuan (NIM. 982105002), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
dengan judul penelitian “Pelaksanaan Eksekusi Barang Jaminan Hak Tanggungan
Terhadap Kredit Macet Pada Bank Pemerintah di Kotamadya Palembang”.
3. Elman Simangunsong (NIM. 097005048), Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Barang
Jaminan Yang Dibeli Berdasarkan Lelang Pada Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL) Medan”.
Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut
berbeda dengan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari
permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu
terjadi.17 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
Kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang
dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.18
Menurut Meuwissen, tugas teori hukum adalah memberikan suatu analisi
tentang pengertian hukum dan tentang pengertian-pengertian lain yang dalam
hubungan ini relevan, kemudian menjelaskan hubungan antara hukum dengan logika
dan selanjutnya memberikan suatu pilsafat ilmu dari ilmu hukum dan suatu ajaran
metode untuk praktek hukum.19
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori
Positivisme Yuridis dari Hans Kelsen “bahwa hukum harus dibersihkan dari
anasir-anasir yang nonyuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Jadi,
17Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hlm.122.
hukum adalah suatu sollens kategorie (kategori keharusan/ideal), bukan seins
kategorie(kategori faktual)”.20
Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai
makhluk rasional. Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah bagaimana
hukum itu seharusnya (what the law ought to be). Tetapi apa hukumnya itu Sollen
Kategorie, yang dipakai adalah hukum positif (ius consitusium), bukan hukum yang
dicita-citakan (ius constituendum).21
Bagi Kelsen hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan material. Jadi,
keadilan sebagai isi hukum berada diluar hukum. Suatu hukum dengan demikian
dapat saja tidak adil, tetapi ia tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa.
Disisi lain Kelsen pun mengakui bahwa hukum positif itu pada kenyataannya dapat
saja menjadi tidak efektif lagi. Ini biasanya terjadi karena kepentingan masyarakat
yang diatur sudah ada, dan biasanya dalam keadaan demikian, penguasapun tidak
akan memaksakan penerapannya. Dalam hukum pidana misalnya, keadaan yang
dilukiskan Kelsen seperti itu dikenal dengan istilah dekriminalisasi dan depenalisasi,
hingga suatu ketentuan dalam hukum positif menjadi tidak mempunyai daya berlaku
lagi, terutama secara sosiologis.22
Pandangan positivistik juga telah mereduksi hukum dalam kenyataannya
sebagai pranata pengaturan yang kompleks menjadi sesuatu yang sederhana, linear,
20Sukarno Aburaera, Muhadar, dan Maskun,Filsafat Hukum Teori dan Praktek,(Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm.109.
21Ibid.
mekanistik dan deterministik. Hukum tidak lagi dilihat sebagai pranata manusia,
melainkan hanya sekedar media profesi. Akan tetapi karena sifatnya yang
deterministik, aliran ini memberikan suatu jaminan kepastian hukum yang sangat
tinggi. Artinya masyarakat dapat hidup dengan suatu acuan yang jelas dan ketaatan
hukum demi tertib masyarakat merupakan suatu keharusan dalam positivisme hukum.
Perjanjian tidak bernama, misalnya leasing adalah perjanjian-perjanjian yang
belum ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Lahirnya perjanjian ini didalam
prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian
atau partij otonomi. Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319
KUHPerdata, yaitu yang berbunyi: ”Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama
khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”.
Secara normatif sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undang yang
mengatur asas lelang namun apabila dicermati klausula-klausula yang ada dalam
peraturan perundang-undangan di bidang lelang dapat dikemukakan adanya asas-asas
sebagai berikut:23
1. Asas keterbukaan, yaitu menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang. Oleh
karena itu, setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengumuman lelang.
2. Asas keadilan, yaitu mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan Pejabat Lelang kepada Peserta Lelang tertentu atau berpihak hanya pada kepentingan penjual.
3. Asas kepastian hukum, yaitu menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik.
4. Asas efisiensi, yaitu akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya yang relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dan Pembeli disahkan pada saat itu juga.
5. Asas akuntabilitas, yaitu menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang dapat dipertanggungjawabkan Pejabat Lelang meliputi administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang.
Asas-asas hukum jaminan fidusia yang terdapat dalam Undang-undang
Jaminan Fidusia adalah :24
1. Asas bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya. Hak yang didahulukan adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
2. Asas bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada.
3. Asas bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut asas asesoris. Artinya bahwa keberadaan jaminan fidusia ditentukan oleh perjanjian lain yakni perjanjian utama atau perjanjian principal. Perjanjian utama bagi jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang yang melahirkan hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia.
4. Asas bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada (kontinjen).
5. Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada.
6. Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain.
7. Asas bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek jaminan fidusia.
8. Asas bahwa pemberi jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminan fidusia.
9. Asas bahwa jaminan fidusia harus didaftar ke kantor pendaftaran fidusia.
10. Asas bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun hal itu diperjanjiakan.
11. Asas bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor fidusia daripada kreditur yang mendaftarkan kemudian.
12. Asas bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai iktikad baik (te goeder trouw, in good faith).
13. Asas bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi. Kemudahan pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sertifikat jaminan fidusia.
Adanya asas-asas hukum lelang dan fidusia tersebut menunjukkan bahwa
ketentuan mengenai leasing, fidusia dan lelang merupakan suatu kesatuan sistem
hukum, dimana masing-masing saling terkait satu sama lain, dan tunduk pada
ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai lembaga lelang, fidusia
sertaleasing. Oleh karena itu para pihak yang terkait dengan ketiga lembaga tersebut
harus tunduk dan mentaati setiap ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut
secara konsisten guna tercapainya kepastian hukum.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.25
Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok atau individu tertentu.26
Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan atau salinan akta-akta yang
mempunyai kekuatan eksekutorial.27
b. Lelang adalah penjualan benda yang terbuka untuk umum dengan penawaran
harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk
mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
c. Barang Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap
berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia
terhadap kreditor lainnya.
d. Kendaraan bermotor adalah kendaraan roda dua yang memakai mesin (motor)
untuk menjalankannya.
e. PerusahaanLeasingadalah badan usaha yang khusus didirikan untuk memberikan
jasa pembiayaan bagi perusahaan/perorangan.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif
analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci
dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan
berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat
untuk menjawab permasalahan.28
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif,
yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang
disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau
ditujukan pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.29
Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan
menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan
perundang-undangan mengenai kajian hukum atas lelang terhadap barang jaminan
fidusia kendaraan bermotor pada perusahaan leasing, oleh karena itu penelitian ini
28Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:
Alumni, 1994), hlm.101.
29Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, (Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996),
menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan
perundang-undangan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum
yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa
dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk
menganalis permasalahan yang dibahas,30 serta menjawab pertanyaan sesuai dengan
pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai lelang barang jaminan
fidusia pada perusahaanleasing.
2. Sumber Data/ Bahan Hukum
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer.31
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama
yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313), PMK Nomor:
40/PMK.07/2006 tentang Juklak Lelang, Perdirjen Nomor PER-02/PL/2006
30Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.13.
31Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia
tentang Juknis Pelaksanaan Lelang, Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
1169/KMK.011991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing), SKB Menkeu
dan Menperin dan Mendag No. 122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/1974, dan No.
30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perijinan Usaha Leasing,
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik,
dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan lelang barang jaminan fidusia
pada perusahaanleasing.
b. Bahan hukum sekunder.32
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan
dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti
hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari para ahli hukum, serta
dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah lelang barang jaminan fidusia pada
perusahaanleasing.
c. Bahan hukum tertier.33
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, makalah yang
berkaitan dengan objek penelitian.
Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga
digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara
dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan yaitu Head
AdministrationPT. Summit Oto Finance Cabang Medan.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan
melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk
mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil
pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
b. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan :
1) Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur
yang berkaitan dengan lelang barang jaminan fidusia pada perusahaanleasing.
2) Wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data
penunjang dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang
telah ditentukan sebagai informan yaitu pihak perusahaan leasing PT. Summit Oto
Finance Cabang Medan dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai pihak
yang terkait dengan masalah barang jaminan fidusia pada perusahaan leasing.
Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun
terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman).34
Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field
research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran
secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah lelang
barang jaminan fidusia pada perusahaan leasing. Selanjutnya ditarik kesimpulan
dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari
hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan
menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori,
dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik
kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,35 guna menjawab
permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.
34Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.53.
A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia lahir karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang
lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan
masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat.
Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata tentang gadai mensyaratkan bahwa
kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai
(inbezitstelling). Ini merupakan hambatan yang berat bagi gadai atas benda-benda
bergerak berwujud, karena pemberi gadai tidak dapat menggunakan benda-benda
tersebut untuk keperluannya.36 Hambatan tersebut kemudian diatasi dengan
mempergunakan lembaga fidusia yang diakui oleh Yurisprudensi Belanda tahun 1929
dan diikuti oleh Arrest Hooggerechtshof di Indonesia tahun 1932, bahwa pada
hakekatnya dalam hal jaminan fidusia memang terjadi pengalihan hak kepemilikan
atas suatu benda berdasarkan kepercayaan antara Pemberi Fidusia dan Penerima
Fidusia. Pengalihan hak kepemilikan dimaksud semata-mata sebagai jaminan bagi
pelunasan utang bukan untuk seterusnya dimiliki oleh Penerima Fidusia.
36Purwahid dan Kashadi,Hukum Jaminan Fidusia,(Semarang : Fakultas Hukum Universitas
Lahirnya Arrest Hooggerechtshof tersebut dipengaruhi oleh
kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, padagang
menengah, pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya.
Perkembangan perundang-undangan fidusia sangat lambat, karena undang-undang
yang mengatur tentang jaminan fidusia baru diundangkan pada tahun 1999,
berkenaan dengan bergulirnya era reformasi.37
Fidusia atau lengkapnya fiduciaire eigendomsoverdracht sering disebut
sebagai Jaminan Memberikan Hak Milik Secara Kepercayaan, merupakan suatu
bentuk jaminan atas benda-benda bergerak disamping gadai di mana dasar hukumnya
yurisprudensi. Pada fidusia, berbeda dari gadai, yang diserahkan sebagai jaminan
kepada kreditor adalah hak milik sedang barangnya tetap dikuasai oleh debitor,
sehingga yang terjadi adalah penyerahan secaraconstitutum possessorium.
Dalam ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, disebutkan bahwa: ”Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang
hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam pengusaan pemilik benda.”
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kepercayaan merupakan syarat utama di
dalam lalu lintas perkreditan. Seorang nasabah memperoleh kredit karena adanya
kepercayaan dari bank. Dalam fidusia, benda jaminan tidak diserahkan secara nyata
oleh debitor kepada kreditor, yang diserahkan hanyalah hak milik secara
37 Salim H.S., Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia,(Jakarta : Raja Grafindo Persada,
kepercayaan. Benda jaminan masih tetap dikuasai oleh debitor dan debitor masih
tetap dapat mempergunakan untuk keperluan sehari-hari. Jaminan fidusia dituangkan
dalam bentuk perjanjian. Biasanya dalam memberikan pinjaman uang, kreditor
mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitor harus menyerahkan barang-barang
tertentu sebagai jaminan pelunasan utangnya.38
Dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa :
”Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Dari pengertian di atas, dapat diketahui unsur-unsur jaminan fidusia meliputi
adanya hak jaminan; adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan; benda yang menjadi objek jaminan tetap berada dalam
penguasaan pemberi fidusia; dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia.
Perjanjian Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian
pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi.39
38 Oey Hoey Tiong, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1984), hlm.21.
B. Ciri-Ciri Lembaga Fidusia
Seperti halnya hak tanggungan, Lembaga Jaminan Fidusia yang kuat
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memberikan kedudukan yang mendahulukan kepada kreditor (penerima fidusia)
terhadap kreditor lainnya (Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia).
Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak
yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi objek
jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia.
Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak penerima fidusia untuk
mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek
jaminan fidusia. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena
adanya kepailitan dan likuidasi pemberi fidusia. Ketentuan dalam hal ini
berhubungan dengan ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan agunan atas
kebendaan bagi pelunasan utang. Disamping itu, ketentuan dalam undang-undang
tentang kepailitan menentukan bahwa benda yang menjadi objek jaminan fidusia
berada diluar kepailitan dan atau likuidasi.40
Apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari 1 (satu)
perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan ini diberikan kepada
pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada kantor pendaftaran fidusia.
2. Selalu mengikuti objek yag dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada(droit
de suite)(Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia).
Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam
tangan siapapun benda itu benda itu berda, kecuali pengalihan atas benda
persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.41
Ketentuan ini merupakan pengakuan atau prinsip droit de suite yang telah
merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya
dengan hak mutlak atas kebendaan (inrem).
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan
memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan
(Pasal 6 dan 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia).
Akta Jamian Fidusia yang dibuat Notaris sekurang-kurangnya memuat :
a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
b. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia;
c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek fidusia;
d. Nilai penjaminan;
e. Nilai benda yang menjadi objek fidusia;
Selanjutnya dalam hal ini benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini merupakan terobosan penting
yang melahirkan fidusia sehingga dapat memenuhi asas publisitas (semakin
terpublikasi jaminan hutang, akan semakin baik, sehingga kreditor atau khalayak
41Gunawan Wijdjaja dan Ahmad Yani,Jaminan Fidusia,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,