HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA WABAH RABIES
DI WILAYAH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012
TESIS
Oleh
JULIANDI 107032102/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDE ON THE PREPAREDNESS OF COMMUNITY IN ANTICIPATING RABIES
EXTRAORDINARY DISASTER IN THE AREA OF MEDAN TUNTUNGAN SUBDISTRICT IN 2012
THESIS
By
JULIANDI 107032102/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA WABAH RABIES
DI WILAYAH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajamen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
JULIANDI 107032102/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN
MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA WABAH RABIES DI WILAYAH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012
Nama Mahasiswa : Juliandi Nomor Induk Mahasiswa : 107032102
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H) (Suherman, S.K.M., M.Kes Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada tanggal : 30 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Suherman, S.K.M., M.Kes
2. drh. Rasmaliah, M.Kes
PERNYATAAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA WABAH RABIES
DI WILAYAH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
ABSTRAK
Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Kota Medan termasuk salah satu daerah dengan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) paling tinggi. Berdasarkan data tahun 2011 sebanyak 369 kasus gigitan dengan Lyssa sebanyak 2 (0,54%) kasus, dengan status positip 7 (1,89%). Dan pada bulan Maret 2012 sebanyak 89 kasus kejadian gigitan dan tidak ada Lyssa. Di Kecamatan Medan Tuntungan yang mempunyai kasus gigitan anjing yang tertinggi pada tahun 2011 dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu 54 kasus (14,63%) gigitan anjing.
Jenis penelitian ini adalah rapid survey dengan rancangan cross sectional. Adapun tekhnik pengambilan sampel dengan cluster sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik responden, pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies di Kecamatan Medan Tuntungan. Populasi adalah seluruh pemilik anjing dengan jumlah sampel sebanyak 210 orang yang diambil secara cluster random sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai hubungan terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies yaitu pengetahuan (p=0,011) dan sikap (p=0,018).
Disarankan kepada pemilik anjing peliharaan agar ikut serta siapsiaga dalam menghadapi bencana wabah Rabies dengan sehari-hari mengikat anjing peliharaan dengan tali panjang 2 meter, memberangus moncong dan mengikat anjing peliharaan dengan tali 2 meter ketika dibawa keluar rumah dan memvaksinasi anjing peliharaan secara rutin 1-2 kali setahun.
ABSTRACT
The high incidence of rabies in Indonesia with the status of endemic rabies, now the challenge for Indonesia target rabies free by 2015. Medan is one area with Animal Bites transmitting rabies cases (GHPR) highest. Based on data from the year 2011 as many as 369 cases of bites by Lyssa 2 (0.54%) cases, with a positive status 7 (1.89%). And in March 2012 as many as 89 cases of incident and no bite Lyssa. In Medan District Tuntungan having the highest cases of dog bites in 2011 compared to other districts, namely 54 cases (14.63%) dog bite.
This research is rapid with cross sectional survey. The sampling technique with cluster sampling. The purpose of this study was to analyze the characteristics of the respondents, knowledge and attitudes towards community preparedness for disasters Rabies outbreak in the district of Medan Tuntungan. Population is all dog owners with a total sample of 210 people were taken by cluster random sampling.
The statistical test used is the Chi Square. The results showed that the variables that have a relationship to the community in disaster preparedness Rabies outbreak that knowledge (p = 0.011) and attitude (p = 0.018)
The community members who own dog are expected to participate in the incident of Rabies extraordinary disaster potential program by tying their dog with a 2 meter long rope, muzzling the dog and tying it with a 2 meter long rope when walking it outdoor, and routinely vaccinating their dog 1-2 times a year.
.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat
Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu kewajiban yang
harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Tesis ini berjudul Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap
Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tahun 2012. Sesungguhnya tesis ini tidak akan terwujud tanpa izin dari Allah SWT, serta bantuan dari semua pihak yang telah
membantu penulis dalam mengatasi segala kendala dalam tesis ini. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
setulusnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M. Sc (CTM), Sp. A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
5. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H, selaku Pembimbing I dan Suherman,
S.K.M, M.Kes, selaku Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan
kesempatan dalam membimbing dan memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan tesis ini.
6. drh. Rasmaliah, M.Kes, selaku Penguji I dan Teguh Supriyadi, S.K.M, M.Kes,
selaku Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan tesis ini.
7. Kepala Dinas Pertanian Kota Medan beserta staf yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan beserta staf yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Camat Kecamatan Medan Tuntungan beserta staf yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk meneliti di wilayah kerjanya.
10. Seluruh staf pengajar pad Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
11. Kedua orang tua peneliti, (Alm) H. Abd. Rahim dan Hj. Salmah, untuk dukungan
dan doa yang tiada hentinya. Dan juga kepada yang tersayang Rini Liskiyanti,
12. Seluruh rekan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan yang telah
memeberikan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya, karena
penulis menyadari bahwa tidak ada satupun karya dari tangan manusia yang lahir
dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Medan, Oktober 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Juliandi, dilahirkan pada tanggal 8 Pebruari 1975 di Binjai, Sumatera Utara,
anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) H. Abd. Rahim dan
Ibunda Hj. Salmah. Pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 1 No. 050599 Kuala
Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat selesai pada tahun 1987, SMP Negeri 1 Kuala
Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat selesai tahun 1990, SMA Swasta Perguruan
Nasional Ahmad Yani Binjai selesai tahun 1993, Pendidikan Ahli Madya
Keperawatan selesai tahun 1996, FKIP Universitas Muslim Nusantara Jurusan
Bimbingan Konseling selesai tahun 2003, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran USU Medan selesai tahun 2007.
Penulis mulai bekerja sebagai tenaga honor di Akademi Keperawatan
Wirahusada Medan dari tahun 1996 sampai 2005. Sejak tahun 1997 sampai dengan
1999 penempatan sebagia tenaga keperawatan di Ruang ICU dan CVCU RSUP H.
Adam Malik Medan. Kemudian sejak tahun 1999 sampai sekarang bekerja sebagai
staf pengajar di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI Medan. Penulis juga pernah mengajar di Akper Dr. Rusdi Medan, Akper Teladan
Bahagia Medan.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi Ilmu Kesehatan
Mayarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Hipotesis ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesiapsiagaan ... 9
2.1.1. Definisi ... 9
2.1.2. Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Wabah Rabies ... 9
2.2. Masyarakat ... 11
2.2.1. Definisi ... 11
2.2.2. Petugas dan Masyarakat Terhadap Rabies ... 11
2.3. Bencana ... 12
2.3.1. Definisi ... 12
2.4. Wabah ... 14
2.4.1. Definisi ... 14
2.4.2. Pembagian Wabah Menurut Sifatnya ... 14
2.5. Rabies ... 15
2.5.1. Definisi ... 15
2.5.2 Penyebab Rabies ... 16
2.5.3. Patogenesis Rabies ... 17
2.5.4. Cara Penularan ... 17
2.5.5. Pola Penyebaran ... 18
2.5.6. Tipe dan Tanda-tanda Penyakit Rabies pada Hewan dan Manusia ... 19
2.5.8. Program Pencegahan Rabies yang Dilakukan oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen
Kesehatan ... 22
2.5.9. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies ... 24
2.5.10. Pemberian Vaksin Rabies ... 25
2.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies ... 27
2.6.1. Pengetahuan ... 27
2.6.2. Tingkat Pengetahuan ... 28
2.6.3. Pengukuran Pengetahuan ... 30
2.6.4. Sikap ... 30
2.7. Landasan Teori ... 31
2.8. Kerangka Konsep ... 33
BAB 3.METODE PENELITIAN ... 34
3.1. Jenis Penelitian ... 34
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.3. Populasi dan Sampel ... 34
3.3.1. Populasi ... 34
3.3.2. Sampel ... 35
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38
3.4.1. Data Primer ... 38
3.4.2. Data Sekunder ... 41
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 41
3.5.1. Variabel ... 41
3.5.2. Definisi Operasional ... 42
3.6. Metode Pengukuran ... 43
3.7. Metode Analisis Data ... 44
3.7.1. Analisis Univariat ... 44
3.7.2. Analisis Bivariat ... 45
3.7.3. Analisis Multivariat ... 45
BAB 4.HASIL PENELITIAN ... 46
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 46
4.1.1. Geografis dan Demografis ... 46
4.2. Analisis Univariat ... 48
4.2.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Penelitian Mengenai Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntutan Tahun 2012 ... 48 4.2.2. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan
dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah
Kecamatan Medan Tuntutan Tahun 2012 ... 50
4.2.3. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Responden Penelitian Mengenai Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntutan Tahun 2012 ... 54
4.2.4. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntutan Tahun 2012 ... 59
4.2.5. Tabulasi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 63
4.3. Analisis Bivariat ... 67
4.3.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 67
4.3.2. Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 68
4.4. Analisis Multivariat ... 69
BAB 5.PEMBAHASAN ... 71
5.1. Hubungan Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan ... 71
5.2. Hubungan Sikap terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan ... 73
BAB 6.KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
6.1. Kesimpulan ... 79
6.2. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Pembagian Sampel Berdasarkan Wilayah Penelitian ... 37
3.2. Hasil Uji Validitas Tahap 1 ... 39
3.3. Hasil Uji Reliabilitas Tahap 1 ... 40
3.4. Hasil Uji Validitas Tahap 2 ... 40
3.5. Hasil Uji Reliabilitas Tahap 2 ... 41
3.6. Defenisi Operasional ... 42
3.7. Metode Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat ... 44
4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 46
4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 47
4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 47
4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 48
4.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 48
4.6. Distribusi Responden Menurut Umur, Suku, Agama, Pendidikan dan Pekerjaan Mengenai Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 50
4.8. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan
Tahun 2012 ... 54
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 58
4.10. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Sikap terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah
Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 59
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 62
4.12. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 63
4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik dengan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 66
4.14. Tabulasi Silang Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan
Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 68
4.15. Tabulasi Silang Sikap dengan Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan
Tuntungan Tahun 2012 ... 69
4.16. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan (Departemen Pertanian RI
2011) ………... 19
2.2. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies
Depkes RI, 2011) ………. 24
2.3. Kerangka Teori Menurut Notoatmodjo (2010) ……… 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner ... 85
Lampiran 2. Hasil Wawancara Terbuka ... 89
Lampiran 3. Master Data Kuesioner Uji Validitas ... 92
Lampiran 4. Output Validasi dan Reliabilitas ... 93
Lampiran 5. Master Data Kuesioner ... 95
Lampiran 6. Output Hasil Univariat ... 101
ABSTRAK
Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Kota Medan termasuk salah satu daerah dengan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) paling tinggi. Berdasarkan data tahun 2011 sebanyak 369 kasus gigitan dengan Lyssa sebanyak 2 (0,54%) kasus, dengan status positip 7 (1,89%). Dan pada bulan Maret 2012 sebanyak 89 kasus kejadian gigitan dan tidak ada Lyssa. Di Kecamatan Medan Tuntungan yang mempunyai kasus gigitan anjing yang tertinggi pada tahun 2011 dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu 54 kasus (14,63%) gigitan anjing.
Jenis penelitian ini adalah rapid survey dengan rancangan cross sectional. Adapun tekhnik pengambilan sampel dengan cluster sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik responden, pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies di Kecamatan Medan Tuntungan. Populasi adalah seluruh pemilik anjing dengan jumlah sampel sebanyak 210 orang yang diambil secara cluster random sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai hubungan terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies yaitu pengetahuan (p=0,011) dan sikap (p=0,018).
Disarankan kepada pemilik anjing peliharaan agar ikut serta siapsiaga dalam menghadapi bencana wabah Rabies dengan sehari-hari mengikat anjing peliharaan dengan tali panjang 2 meter, memberangus moncong dan mengikat anjing peliharaan dengan tali 2 meter ketika dibawa keluar rumah dan memvaksinasi anjing peliharaan secara rutin 1-2 kali setahun.
ABSTRACT
The high incidence of rabies in Indonesia with the status of endemic rabies, now the challenge for Indonesia target rabies free by 2015. Medan is one area with Animal Bites transmitting rabies cases (GHPR) highest. Based on data from the year 2011 as many as 369 cases of bites by Lyssa 2 (0.54%) cases, with a positive status 7 (1.89%). And in March 2012 as many as 89 cases of incident and no bite Lyssa. In Medan District Tuntungan having the highest cases of dog bites in 2011 compared to other districts, namely 54 cases (14.63%) dog bite.
This research is rapid with cross sectional survey. The sampling technique with cluster sampling. The purpose of this study was to analyze the characteristics of the respondents, knowledge and attitudes towards community preparedness for disasters Rabies outbreak in the district of Medan Tuntungan. Population is all dog owners with a total sample of 210 people were taken by cluster random sampling.
The statistical test used is the Chi Square. The results showed that the variables that have a relationship to the community in disaster preparedness Rabies outbreak that knowledge (p = 0.011) and attitude (p = 0.018)
The community members who own dog are expected to participate in the incident of Rabies extraordinary disaster potential program by tying their dog with a 2 meter long rope, muzzling the dog and tying it with a 2 meter long rope when walking it outdoor, and routinely vaccinating their dog 1-2 times a year.
.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis
Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada
2015. Guna penanggulangan rabies pemerintah telah mengalokasikan dana mencapai
15 Miliar rupiah untuk tahun 2012. Namun penanggulangan Rabies di lapangan kini
masih mengalami kendala dengan keterbatasan dokter hewan yang tersedia.
Mengingat akan bahaya Rabies terhadap kesehatan dan ketentraman
masyarakat karena dampak buruknya selalu diakhiri kematian, serta dapat
mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-daerah
pariwisata di Indonesia yang tertular Rabies, maka usaha pengendalian penyakit
berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin bahkan
menuju pada program pembebasan (Depkes RI, 2011).
Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama Rabies merupakan penyakit
infeksi akut (bersifat zoonosa) pada susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus
terutama anjing, kucing dan kera. Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis
pada hewan atau manusia selalu diakhiri dengan kematian, angka kematian Case
Fatality Rate (CFR) mencapai 100% dengan menyerang pada semua umur dan jenis
kelamin. Kekebalan alamiah pada manusia sampai saat ini belum diketahui (Depkes
Bilamana ditemukan satu kasus gigitan hewan, maka perlu diadakan
pelacakan terhadap hewan yang bersangkutan (melalui Dinas Pertanian cq Kesehatan
Hewan setempat), serta waspada adanya kemungkinan kasus-kasus gigitan tambahan
yang memerlukan tindakan pengamanan segera. Meskipun telah diketahui bahwa
kasus Rabies pada manusia hampir selalu diakhiri dengan kematian, namun sebagai
petugas kesehatan harus memberikan perawatan semaksimal mungkin kepada
penderita Rabies dengan tujuan untuk meringankan penderitaan yang bersangkutan.
Penanganan kasus Rabies ini hendaknya dilakukan secara cermat, berhati-hati
serta teliti sesuai dengan petunjuk yang bersumber dari Departemen Kesehatan.
Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu penyakit
infeksi akut (bersifat zoonosis) pada susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus
Rabies dan ditularkan melalui gigitan hewan peliharaan penular Rabies terutama
anjing, kucing dan kera. Serangan penyakit ini dapat mengancam jiwa penderitanya
apabila tidak mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat. Salah satu cara
penularannya adalah melalui gigitan anjing yang tertular Rabies, karena penyakit ini
dapat menular dari hewan ke manusia. Selain anjing, kucing, kera dan kelelawar juga
merupakan hewan yang berpotensi menularkan Rabies ke manusia. Maka lebih baik
mencegah daripada mengobati penyakit Rabies. Salah satu cara untuk mencegah
terjangkitnya Rabies adalah dengan melakukan vaksinasi secara teratur.
Dari hal diatas penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di dalam
pasal 14 Permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 disebutkan bahwa upaya
terhitung sejak terjadinya wabah. Oleh karena itu disusun Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular dan Keracunan
Pangan sebagai pedoman pelaksanaan baik di pusat maupun di daerah. Diperlukan
program yang terarah dan sistematis, yang mengatur secara jelas peran dan tanggung
jawab disemua tingkat administrasi, baik di daerah maupun di tingkat nasional dalam
penanggulangan wabah di lapangan, sehingga dalam pelaksanannya dapat mencapai
hasil yang optimal (Depkes RI, 2011).
Adapun landasan hukum yang dipergunakan di Indonesia diantaranya UU No
4 Thn 1984 tentang wabah dan penyakit menular. Keputusan bersama Dirjen P2 dan
PL, Dirjen Peternakan dan Dirjen PUOD No KS.00-1.1554,
No.99/TN.560/KPTS/DJP/Deptan/1999, No 443.2-270 tentang Pelaksanaan
Pembebasan dan Mempertahankan Daerah Bebas Rabies di Wilayah Republik
Indonesia (Depkes RI, 2011).
Kesiapsiagaan petugas Dinas Pertanian cq Kesehatan Hewan adalah
menangani dan mengeliminasi anjing liar harus ditingkatkan, dengan tujuan agar
tidak saling terkontaminasi anjing yang sehat dengan anjing yang mengidap Rabies.
Disamping itu juga kegiatan petugas dari Dinas Pertanian Kesehatan Hewan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yg memiliki hewan anjing peliharaan
agar selalu mengikat dengan rantai anjing dan memberangus moncong anjing jika
membawa keluar rumah, menganjurkan agar anjing tersebut divaksinasi 1 sampai 2
Kesiapsiagaan dari petugas Dinas Kesehatan juga tidak kalah pentingnya
dalam menanggulangi Rabies yakni dengan memberikan Vaksin Anti Rabies (VAR)
jika seseorang digigit oleh anjing yang diketahui mati sebelum 2 (dua) minggu, tapi
jika tidak mati setelah 2 (dua) minggu maka tidak diperlukan pemberian Vaksin Anti
Rabies (VAR) dan diobati hanya luka yang digigit dengan tekhnik perawatan luka
sesuai dengan prosedur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitti Ganefa, 2000 pada
masyarakat Cimahi Bandung, dimana didapat hubungan bermakna antara sikap dan
ketidakpatuhan pemilik anjing dalam memberikan vaksin dengan nilai p=0,005 dan
OR=2,84, anjuran petugas OR=15,76, p=0,000. Demikian juga penelitian yang
dilakukan oleh Damayanti tahun 2003 di Kecamatan Seputih Mataram, dimana juga
hasil yang signifikan antara sikap dan perilaku pemilik anjing dengan upaya
pencegahan Rabies dengan nilai p=0,001 dan OR=20,118.
Menurut WHO, meskipun saat ini telah tersedia vaksin untuk mencegah
penyakit Rabies, tetapi penyakit Rabies tersebut masih menimbulkan masalah
kesehatan yang cukup banyak di berbagai negara Asia dan Afrika, dimana tingkat
kematiannya mencapai 95 % (Bekti-medicastore). Kasus Rabies di Indonesia pertama
kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh
Penning tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eilerls de Zhaan tahun 1894 pada
manusia. Semua kasus ini terjadi di Provinsi Jawa Barat dan setelah itu Rabies terus
Situasi Rabies di Indonesia tahun 2010 dilaporkan 78.288 kasus Gigitan
Hewan Penular Rabies (GHPR), dengan Lyssa (kematian Rabies) sebanyak 206
orang (0,03%) dan telah dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) 62.920
orang (80,36%). Sampai September 2011 dilaporkan sebanyak kasus Gigitan Hewan
Penular Rabies (GHPR) sebanyak 52.503 , dengan Lyssa (kematian Rabies) sebanyak
104 orang (0,19%) dan telah dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) 46.051
(87,71%). Rabies pada manusia pada tahun 2010 terbanyak dilaporkan dari provinsi
Bali dengan kematian 82 orang (39,80%). Adapun provinsi yang menekan jumlah
Lyssa menjadi 0 kasus pada tahun 2010 ada 8 provinsi yaitu NAD, Bengkulu, Banten,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat. Situasi Rabies di Indonesia sampai 19 September 2011 dilaporkan
52.503 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), dengan Lyssa (kematian
Rabies) sebanyak 104 orang dan telah dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti
Rabies) sebanyak 46.051 (87,71%) (Depkes RI, 2011).
Di Sumatera Utara kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tergolong
tinggi yakni, pada tahun 2011 sebanyak 4.262 dengan Lyssa (kasus kematian Rabies)
sebanyak 31 (0,73%) dan status positip sebanyak 19 (0,45%) kasus. Dan pada akhir
Maret 2012 sebanyak 705 kasus gigitan dengan Lyssa sebanyak 4 (0,57%) (Dinas
Kesehatan Provinsi, 2012).
Kasus Rabies di Pulau Nias terjadi sejak November 2009 mengakibatkan 43
orang terkena Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR). Pada 12 Februari 2010
tanggal 21 Februari 2010, Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian telah
mengirimkan tim dengan membawa 50.000 dosis vaksin untuk hewan ke Medan.
Dari jumlah itu, sebanyak 10.000 vaksin telah digunakan untuk vaksinasi hewan di
Pulau Nias. Seperti diketahui saat ini, Pulau Nias terdiri 5 kabupaten/Kota yaitu
Kabupaten Nias, Kab. Nias Barat, Kab. Nias Selatan, Kab. Nias Utara dan Kota
Gunung Sitoli.
Kota Medan termasuk salah satu daerah dengan kasus Gigitan Hewan Penular
Rabies (GHPR) paling tinggi. Berdasarkan data tahun 2011 sebanyak 369 kasus
gigitan dengan Lyssa sebanyak 2 (0,54%) kasus, dengan sttus positip 7 (1,89%). Dan
pada bulan Maret 2012 sebanyak 89 kasus kejadian gigitan dan tidak ada Lyssa
(Dinas Kesehatan Provinsi, 2012).
Kecamatan Medan Tuntungan yang mempunyai kasus gigitan anjing yang
tertinggi pada tahun 2011 dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu 54 kasus
(14,63%) gigitan anjing (Dinkes Kota Medan, 2012).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan
penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan
1.2.Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan
pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies
di Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan.
1.4. Hipotesis
Adanya hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat
dalam mengahadapi bencana wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan
Tuntungan.
1.5.Manfaat Penelitian
a. Bagi masyarakat menjadi masukan ilmu pengetahuan tentang penanggulangan
dan kewaspadaan terhadap bahaya Rabies.
b. Bagi petugas Dinas Pertanian sub bagian hewan, dapat meningkatkan kinerja nya
dalam menanggulangi penyebaran Rabies di wilayah yang berpotensial terkena
Rabies
c. Bagi Petugas Dinas Kesehatan dan Petugas Puskesmas yang ada di wilayah kota
program peningkatan kesehatan masyarakat yang menjadi sasaran gigitan hewan
peliharaan dalam upaya penanggulangan tertularnya bahaya Rabies.
d. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang manajemen
bencana non alam; penyakit wabah Rabies.
e. Bagi penelitian selanjutnya secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kesiapsiagaan 2.1.1. Definisi
Menurut Undang Undang No 24 Tahun 2007 kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan (proses internal) untuk mengantisipasi masalah
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Menurut Ditjen Binkesmas Depkes (2005), kesiapsiagaan (preparednes) adalah upaya
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalu pengorganisasian
langkah-langkah yang tepat guna dan berdayaguna.
Berdasarkan hal diatas, maka kesiapsiagaan petugas dan masyarakat dalam
mitigasi potensial bencana penyakit Rabies melalui instansi terkait Kota Medan
adalah untuk menurunkan angka kejadian Rabies pada masyarakat. Disamping
menurunkan angka kejadian juga memberikan pengetahuan dan informasi ini bisa
dikembangkan di daerah lain.
2.1.2. Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Wabah Rabies
Masyarakat sebagai subjek dari penelitian ini memang selayaknya harus
mendapatkan informasi dari petugas Dinas Pertanian kesehatan hewan yaitu dengan
terkontaminasi dengan anjing liar yang diduga Rabies dengan cara anjing tidak boleh
lepas berkeliaran atau anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak lebih
dari 2 meter jika dibawa keluar dengan pemiliknya.
Sosialisasi petugas kepada masyarakat kepada pemilik anjing yaitu harus
memvaksinasi anjingnya dan melakukan pengawasan terhadap sumber makanan di
tempat terbuka agar tidak terkontaminasi dengan anjing dari luar. Dan masyarakat
memberitahu kepada Petugas Dinas Peternakan cq Kesehatan Hewan agar
melaporkan jika ditemukan anjing liar, karena dikhawatirkan mengidap Rabies dan
bisa menularkan kepada anjing yang sehat.
Jepang salah satu negara yang bebas penyakit Rabies, tetapi Jepang tetap
melaksanakan program vaksinasi Rabies. Di Jepang terdapat peraturan yang
mewajibkan setiap pemilik hewan kesayangan anjing mendaftarkan anjingnya sekali
dalam seumur hidup anjing dan memvaksin anjingnya terhadap penyakit anjing gila
(Rabies) antara bulan April dan Juni sekali dalam setahun. Jika penduduk memiliki
anjing berumur lebih dari 90 hari, diwajibkan untuk memvaksinkan anjingnya
terhadap penyakit rabies sekali dalam setahun dan menyimpan sertifikasi vaksinasi
yang diterima. Disinilah bentuk kesiapsiagaan masyarakat Jepang untuk menghindari
bahaya bencana kejadian luar biasa Rabies, masyarakatnya sudah sadar dan taat pada
peraturan yang dibuat oleh pemerintah, hal ini berhasil karena sudah ada dana yang
Kesiapsiagaan masyarakat juga diperlukan, apabila ada anggota keluarganya
di gigit anjing maka segera di bawa ke Puskesmas agar diberi pertolongan pertama
oleh petugas kesehatan. Kesiapsiagaan petugas Dinas Kesehatan yaitu setelah
mendapat laporan dari petugas Dinas Pertanian Kesehatan Hewan bahwa anjing yang
di evaluasi mati sebelum 2 minggu maka orang tersebut segera diberi Vaksinasi Anti
Rabies (VAR). Apabila anjing yang menggigit tidak mati setelah 2 (dua) minggu
maka tidak dilakukan VAR.
2.2. Masyarakat 2.2.1. Definisi
Masyarakat adalah sebu
satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok
orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
2.2.2. Petugas dan Masyarakat terhadap Rabies
Partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk peran serta atau keterlibatan
masyarakat dalam pencegahan penyakit Rabies. Partisipasi masyarakat dalam hal ini
partisipasi pemilik anjing menunjukkan bukti bahwa pemilik anjing merasa terlibat
dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Hal ini akan sangat berdampak positif
terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program pembangunan (Depkes RI, 2003).
Peranan petugas saat ini sangat diperlukan sekali, karena penyakit Rabies ini
tidak bisa diduga akan terjadi, dimana ketika itu Provinsi Bali yang sebelumnya
merupakan provinsi peringkat pertama terkena wabah Rabies di Indonesia, dari hal
ini dapat disimpulkan bahwa kesiapsiagaan petugas Dinas Pertanian cq Kesehatan
Hewan dan Dinas Kesehatan harus waspada dan terus memantau perkembangan
penyebaran anjing yang ada di daerah tersebut, dan juga menyiapkan secara
maksimal obat-obatan seperti VAR pada masyarakat yang positip terkena Rabies.
Program pemberantasan Rabies yang akan dilaksanakan, antara lain
pengendalian penyakit secara terpadu, mencegah Rabies pada manusia dengan
penanganan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), melindungi kelompok
resiko tinggi di wilayah yang berjangkit Rabies serta peningkatan pengetahuan dan
keterampilan petugas serta pemberdayaan masyarakat.
Target yang dilakukan oleh pemerintah dikarenakan sering terjadi wabah
Rabies yang tidak diduga-duga sebelumnya. Ini dikarenakan munculnya anjing liar
karena masyarakat yang memiliki anjing peliharaan kurang optimal dalam merawat
anjing peliharaannya kemudian anjing tersebut menjadi liar dan memakan apa saja
termasuk bangkai serta kotoran yang mengandung berbagai kuman karena lapar.
2.3. Bencana 2.3.1. Definisi
Berdasarkan UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai
“peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar,
yaitu:
a. Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
b. Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan
fungsi dari masyarakat.
c. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat
untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability)
masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti
masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila
kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak
akan terjadi bencana
Bencana non alam yang ada di Indonesia salah satunya adalah epidemi dan
wabah penyakit (berjangkitnya penyakit dapat mengancam manusia maupun hewan
ternak dan berdampak serius dalam bentuk kematian dan terganggunya roda
perekonomian), misalnya wabah Rabies.
2.4. Wabah 2.4.1. Definisi
Wabah adalah istilah umum untuk menyebut kejadian
tersebarnya
menyebut
Berdasarkan Undang Undang RI No 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit
menular, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
2.4.2. 2.4.2.1.
Pembagian Wabah Menurut Sifatnya:
Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah
orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif
singkat. Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa
satu puncak epidemi, jarak antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam
hitungan jam,tidak ada angka serangan ke dua.
2.4.2.2.
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih
lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated/Progresive Epidemic
Propagated atau progressive epidemic
terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui
vector, relatif lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk serta penyebaran anggota masya yang rentan serta morbilitas dari
penduduk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah
penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal abggota masyarakat yang
rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan
generasi kasus.
2.5. Rabies 2.5.1. Definisi
Penyakit Rabies atau dikenal juga dengan penyakit anjing gila merupakan
salah satu penyakit zoonosa (penyakit hewan yang dapat menular kepada manusia)
dan penyakit hewan menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat
menyerang hewan berdarah panas serta manusia (Depkes RI, 2011).
2.5.2. Penyebab Rabies
Rabies disebabkan oleh virus rabies yang dapat menular dan masuk ke
keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negative
bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai
perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai
letak
lainProcyon lotor) danMemphitis memphitis) di
Vulpes vulpes) di
tinggi hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia
melalui gigitan.
Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada
terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke
lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam
air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ ganas ataupun rabies
jinak/ tenang. Pada rabies buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak
menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung
gelisah kemudian menjadi
terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di
tempat gelap, mengalami
Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui
penghirupan
Dua pekerja
rabies. Pada tahun
di
tempat tersebut.
2.5.3. Patogenesis Rabies
Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama
sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.
Setelah virus Rabies masuk melalui luka gigitan, selama 2 minggu virus
masih dapat ditemukan di daerah sekitar luka gigitan. Dan sebagian besar sudah
mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan
perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai
2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus
ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas
dalam semuia bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terdapat sel-sel
sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus berjalan kea
rah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraaf otonom.
Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh,
dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal dan
sebagainya (Depkes RI, 2011).
2.5.4. Cara Penularan
Penyakit Rabies yang disebabkan oleh virus Lysavirus dari family
luka gigitan hewan penderita Rabies dan luka terkena air liur hewan atau manusia dan
didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut syaraf posterior tanpa
menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada
umumnya 2-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang ditempuh oleh virus sebelum
mencapai otak. Sesampainya di otak, virus memperbanyak diri dan menyebar luas
dalam semua bagian neuron sentral, kemudian ke arah perifer kedalam serabut syaraf
eferen dan pada syaraf volunter maupun syaraf otonom. Virus ini menyerang setiap
organ dan jaringan dalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan seperti
kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya (Depkes RI, 2000).
2.5.5. Pola Penyebaran
Penularan Rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing
yang tidak terpelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada
di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan, hal ini
merupakan suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat
bertahan menjadi daerah endemis Rabies. Pada umumnya, manusia menjadi terminal
akhir korban gigitan, karena sampai sekarang belum ada kasus manusia menggigit
anjing. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing
pelihara dapat menggigit satu sama lainnya. Apabila salah satu diantara anjing yang
menggigit mengidap positif Rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif Rabies
Secara alami dan sering terjadi, pola penyebaran Rabies adalah seperti gambar
[image:40.612.114.520.165.277.2]dibawah ini :
Gambar 2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan (Departemen Pertanian RI, 2011)
2.5.6. Tipe dan Tanda-Tanda Penyakit Rabies pada Hewan dan Manusia a. Tipe Rabies
Tipe Rabies pada hewan penular Rabies ada dua tipe dengan gejala-gejala
sebagai berikut:
a.1. Rabies Ganas
Gejala-gejalanya adalah tidak lagi menuruti perintah pemilik, air liur keluar
berlebihan, hewan menjadi ganas, menyerang atau mengigit apa saja ditemukan
dan ekor dilengkungkan ke bawah perut diantara dua paha, kejang-kejang
kemudian lumpuh, biasanya mati 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 12
hari setelah penggigitan.
a.2. Rabies Tenang
Gejala-gejalanya adalah bersembunyi ditempat gelap dan sejuk, kejang-kejang
berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat, kelumpuhan, tidak mampu Anjing
peliharaan menjadi liar
Manusia
Anjing liar Anjing
menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan, kematian terjadi dalam
waktu singkat.
b. Tanda Rabies pada Anjing dan pada Manusia
b.1. Tanda Rabies pada Anjing
Tanda Rabies pada anjing : menggonggong, menyerang secara tiba-tiba,
anjing tidak kenal lagi dengan tuannya, banyak mengeluarkan air liur, menggigit
segala sesuatu, kesulitan melihat, berjalan tanpa arah, rahang turun, tidak mampu
menelan, makan tanah dan batang kayu, sukar bernafas, muntah, susah berjalan,
kelumpuhan, ekor menggantung, terletak diantara kedua kaki dibelakang.
b.2. Tanda Rabies pada Manusia
b.2.1. Stadium Prodromal
Gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, kehilangan nafsu makan,
mual, rasa nyeri ditenggorokan, batuk dan kelelahan luar biasa, selama beberapa hari
(1-4 hari). Gejala ini merupakan gejala yang spesifik dari orang yang terinfeksi virus
Rabies yang muncul 1-2 bulan setelah gigitan hewan penular Rabies.
b.2.2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan, pada bekas luka gigitan
dan secara bertahap menyebar keseluruh anggota badan yang lain, kemudian disusul
b.2.3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivasi simpatik semakin meninggi dengan gejala
hiperhydrosis, hypesalivasi, hyperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Bersama dengan
stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya. Keadaan yang khas pada stadium
ini adalah adanya macam-macam fobia, yang sangat sering adalah hydrophobia
(ketakutan pada air). Kontraksi otot faring dan otot-otot pernafasan dapat pula
ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke wajah penderita
atau menjatuhkan sinar ke mata atau menepuk dengan tangan di dekat telinga
penderita.
b.2.4. Stadium Paralysis
Predisposisi terjadi ragam gejala klinis Rabies pada manusia dipengaruhi
antara lain perbedaan alur virus yang menginfeksi, jenis hewan penular, dan letak
gigitan pada anggota badan (Budi T.A, 2007). Ditinjau dari segi jumlahnya, stadium
paralisis rabies pada manusia dijumpai kurang lebih hanya sekitar seperlima dari
kasus yang terjadi, tetapi untuk hewan merupakan gejala yang paling sering dijumpai
sebelum terjadi kematian. Hal ini terjadi karena ada gangguan sumsum tulang
belakang yang memperlihatkan gejala paralisis yang bersifat asenden, yang
selanjutnya meninggal karena kelumpuhan otot pernafasan (Depkes RI, 2000).
2.5.7. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies
Menurut Levi, 2004, tindakan pencegahan dan pemberantasan kasus rabies
a. Anjing peliharaan tidak boleh dilepas berkeliaran, harus didaftarkan ke kantor
kepala desa/kelurahan atau ke petugas Dinas Peternakan setempat.
b. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter.
c. Anjing yang hendak dibawa ke luar halaman harus diikat dengan rantai yang
panjang tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya di berangus (berongsong).
d. Pemilik anjing harus memvaksinasi anjingnya.
e. Anjing liar atau diliarkan harus melapor kepada petugas Dinas Peternakan atau
pos kesehatan hewan untuk diberantas atau dimusnahkan.
f. Kurangi sumber makanan di tempat terbuka untuk mengurangi anjing liar atau
sengaja diliarkan.
g. Daerah yang terbebas dari penyakit Rabies, harus mencegah masukya anjing,
kucing, kera, dan hewan sejenis yang tertular virus Rabies.
h. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melapor ke
petugas Dinas Peternakan atau posko Rabies.
2.5.8. Program Pencegahan Rabies yang Dilakukan oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen Kesehatan
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah :
a. Vaksinasi Anti Rabies (VAR) pada manusia korban gigitan hewan tersangka
Rabies atau kombinasi Virus Anti Rabies dan Serum Anti Rabies harus segera
dibawa ke Puskesmas, Rumah Sakit atau Dinas Kesehatan.
b. Melaksanakan penyuluhan atau follow up pengobatan melalui kunjungan petugas
c. Melakukan pelacakan kasus gigitan tambahan melalui Penyelidikan Epidemiologi
(PE), dan melakukan rujukan penderita ke Rumah Sakit agar mendapatkan
2.5.9. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies
[image:45.612.137.523.161.629.2]
Gambar 2.2. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies (Depkes RI, 2011)
Kasus gigitan anjing, kucing dan kera
Hewan penggigit lari, hilang, tidak dapat
ditangkap,mati/dibunuh
Hewan penggigit dapat ditangkap dan diobservasi selam 14 hari
Luka risiko rendah Luka risiko tinggi Luka risiko rendah Luka risiko tinggi Stop VAR VAR Dilanjutkan Negatif Positif Jika tidak dapat diperiksa di lab lanjutkan VAR Spesimen hewan dapat diperiksa di lab
Tidak segera diberi VAR, tunggu hasil observasi Segera diberi VAR dan SAR Segera di beri VAR Segera diberi VARdan SAR Hewan sehat Hewan mati Hewan mati Hewan sehat Tidak diberi VAR Beri lanjutan VAR Stop VAR
Spesimen otak hewan di bawa ke laboratorium
Positif Negatif
VAR dilanjutkan
2.5.10. Pemberian Vaksin Rabies
Keinginan pemberian vaksin Rabies masyarakat merupakan bukti peran serta
atau keterlibatan masyarakat dalam pencegahan Rabies. Peran serta masyarakat, yang
dalam hal ini pemilik hewan peliharaan; anjing menunjukkan bukti bahwa pemilik
anjing merasa terlibat dan merasa menjadi bagian dalam pembangunan kesehatan.
Hal ini akan sangat berdampak positif terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu
program pembangunan (Depkes RI, 2011).
Menurut Mikelsen yang dikutip oleh Ardian (2006), yang mengutip berbagai
kajian FAO (Food Agriculture Organization) terdapat beragam arti kata peran serta,
antara lain :
a. Peran serta adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada program tanpa ikut
serta dalam pengambilan keputusan.
b. Peran serta/partisipasi adalah pemekaan (pembuat peka) pihak masyarakat untuk
meninggalkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menganggapi
program-program pemerintah.
c. Peran serta adalah suatu proses yang aktif yang mengandung arti bahwa orang
atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan kebebasannya untuk
menggunakan hal itu.
d. Peran serta adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan staf
yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring agar memperoleh informasi
e. Peran serta adalah ketelibatan sukarela oleh masyarakat yang ditentukan oleh
perubahan itu sendiri.
f. Peran serta adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan
dan lingkungan mereka.
Menurut Notoadmodjo (2007), peran serta masyarakat dibidang kesehatan
berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah
kesehatan mereka itu sendiri. Didalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut
suatu kontribusi atau atau sumbangan yang diwujudkan dalam 4 M yaitu manpower
(kekuatan/tenaga), money (uang), material (benda-benda), mind (gagasan/ide).
Syarat-syarat tumbuhnya peran serta dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan yaitu :
a. Adanya kesempatan untuk membangun dalam pembangunan
b. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan
c. Adanya kemauan.
Peningkatan peran serta masyarakat adalah suatu proses dimana individu,
keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pencegahan
2.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies
2.6.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan dan kesadaran, maka
perilaku bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003). Terbentuknya perilaku baru pada
orang dewasa dimulai dari domain kognitif, subjek terlebih dahulu mengetahui
stimulus berupa materi atau obyek luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru
pada subyek tersebut. Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003) proses
terbentuknya suatu perilaku baru adalah melewati tahap-tahap berikut ini, yaitu :
1) Awareness
Menyadari/mengetahui terlebih dahulu stimulus (obyek).
2) Interest
Merasa tertarik terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subjek
3) Evaluation
Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial
Subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh
stimulus.
5) Adaption
Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers yang menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
2.6.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) Pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1) Tahu
Tahu sebagai tingkatan yang paling rendah diartikan sebagai mengingat suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Dengan kata lain harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya.
3) Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah
dipelajari pada suatu kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen-komponen dalam suatu struktur organisasi yang masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5) Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
2.6.3 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo,2003).
2.6.4. Sikap
Menurut Loius Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar
(2011). Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respons seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka.
Sikap merupakan rekasi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007),
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek)
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusika dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga
4. Bertanggungjawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilhnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Maarif (2011), setiap orang yang bekerja dalam penanggulangan
bencana atau agen membutuhkan sikap kepemimpinan dan 3 (tiga) kriteria atau nilai
yang melekat pada dirinya. Ketiga kriteria itu adalah skill, sosial responsibility, dan
spirit of corp.
2.7. Landasan Teori
Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies adalah faktor
mempengaruhi yaitu karakteristik individu yaitu agama, suku, umur, pendidikan,
pekerjaan, dan pemberi pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan yaitu
ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauan dan kualitas, faktor budaya yaitu
keyakinan, tradisi, nilai dan agama, faktor informasi yaitu tenaga kesehatan, media
massa/televisi, kelompok masyarakat, keluarga dan pengalaman orang lain.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, konsumen akan
memutuskan melakukan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana wabah Rabies.
[image:53.612.114.525.313.547.2]
Gambar 2.3. Kerangka Teori Menurut Notoatmodjo (2010) Karakter individu:
- Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Sosial ekonomi
- Pengetahuan - Pengalaman - Sikap - Keahlian Kesiapsiagaan dalam Menghadapi bencana wabah Rabies Petugas Kesehatan
dan Petugas Dinas Pertanian Sub Bagian Hewan Ternak Budaya - Keyakinan - Tradisi - Agama - Nilai
2.8. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
[image:54.612.115.524.201.363.2]
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka dapat dijelaskan bahwa melihat
hubungan antara karakteristik responden dengan pengetahuan dan sikap, dan
hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana Wabah Rabies di Kecamatan Medan Tuntungan yang
merupakan variabel terikat (variabel dependen).
Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies
Karakteristik responden : - Umur
- Agama - Suku - Pendidikan - Pekerjaan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah rapid survei (survey cepat) dengan menggunakan
rancangan cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel
melalui analisis statitik. Dalam penelitian ini akan digali hubungan pengetahuan dan
sikap terhadap kesiapsiagaaan masyarakat dalam menghadapi bencana wabah Rabies
di Kecamatan Medan Tuntungan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan dengan
pertimbangan bahwa di daerah ini masyarakatnya merupakan pemilik anjing
terbanyak dan jumlah gigitan anjing peliharaan terbanyak dibandingkan dengan
kecamatan lain. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2012.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki hewan peliharaan
anjing. Berdasarkan data dari Puskesmas Medan Tuntungan jumlah penduduk dari
Kecamatan Medan Tuntungan sebanyak 443 KK yang terdapat di 30 lingkungan.
Pertimbangan memilih KK sebagai populasi karena diasumsikan bahwa kepala
3.3.2. Sampel
Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik oleh waktu,
biaya, dan tenaga, maka peneliti menggunakan rapid survey dan menggunakan
pengambilan sampelnya yaitu cluster sampling. Rumus untuk pengambilan sampel
adalah :
(P x Q x t 2 n ) o d = --- dimana 2
n = Besar sampel
P = Proporsi kejadian populasi = 0,50
Q = 1-P adalah proporsi bukan kejadian populasi = 0,50 t
d = Selisih yang diharapkan antara prevalensi sampel dan prevalensi populasi (1%, 2%, 3%, 4%, 5%).
= 2
(0,5 x 0,5 x 22 n ) o 0,05 = --- 2 (1) no 0,05 = --- n 2
o = 400
Kemudian disesuaikan dengan besar populasi n
n sampel = ---
o
(1+(no/N)
400 n sampel = --- 2,09
= 210
Jadi besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 210 KK
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dalam dua (2) tahap yaitu :
a. Tahap pertama dengan menggunakan teknik cluster sampling yaitu
pengelompokan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi populasi. Pusat cluster
adalah kantor kelurahan dan kantor kepala desa dan pemilihan sampel yang
diambil yaitu berdasarkan arah angin (utara, timur, selatan, barat) dari pusat
cluster.
b. Tahap kedua merupakan pemilihan anggota sampel yang dilakukan secara
convinience sampling dimana subjek dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai
di tempat dan waktu secara bersamaan pada pengumpulan data. Diketahui di
Kecamatan Medan Tuntungan terdapat 10 Kelurahan dan mempunyai 75
Lingkungan. Maka peneliti untuk mendapatkan sampel, melakukan cluster yaitu
dari 75 lingkungan yang di cluster sebanyak 30 lingkungan, dan setiap
lingkungan diambil sebanyak 7 KK sebagai perwakilan sampel disetiap
lingkungannya. Artinya sampel yang diambil sebanyak 210 KK. Dapat dilihat
Tabel 3.1. Pembagian Sampel Berdasarkan Wilayah Penelitian
No Wilayah Jumlah
A. Kel. Kemenangan Tani (5 Lingk)
1. Lingkungan I 15/443 x 210 = 7 responden 2. Lingkungan III 14/443 x 210 = 7 responden 3. Lingkungan V 15/443 x 210 = 7 responden B. Kel. Namo Gajah (18 Lingkungan)
1. Lingkungan I 15/443 x 210 = 7 responden 2. Lingkungan III 14/443 x 210 = 7 responden 3. Lingkungan IV 14/443 x 210 = 7 responden 4. Lingkungan VI 15/443 x 210 = 7 responden 5. Lingkungan VIII 15/443 x 210 = 7 responden 6. Lingkungan X 15/443 x 210 = 7 responden 7. Lingkungan XI 15/443 x 210 = 7 responden C. Kel. Ladang Bambu ( 16 Lingkungan)
1. Lingkungan II 15/443 x 210 = 7 responden 2. Lingkungan III 14/443 x 210 = 7 responden 3. Lingkungan V 15/443 x 210 = 7 responden 4. Lingkungan VIII 15/443 x 210 = 7 responden 5. Lingkungan IX 14/443 x 210 = 7 responden 6. Lingkungan XIII 14/443 x 210 = 7 responden D. Kel. Simalingkar B (19 Lingkungan)
1. Lingkungan III 15/443 x 210 = 7 responden 2. Lingkungan VII 15/443 x 210 = 7 responden 3. Lingkungan IX 14/443 x 210 = 7 responden 4. Lingkungan X 14/443 x 210 = 7 responden 5. Lingkungan XV 15/443 x 210 = 7 responden 6. Lingkungan XVI 15/443 x 210 = 7 responden 7. Lingkungan XIX 15/443 x 210 = 7 responden E. Kel. Lau Cih ( 17 Lingkungan)
1. Lingkungan I 14/443 x 210 = 7 responden 2. Lingkungan III 15/443 x 210 = 7 responden 3. Lingkungan VII 15/443 x 210 = 7 responden 4. Lingkungan VIII 15/443 x 210 = 7 responden 5. Lingkungan XII 14/443 x 210 = 7 responden 6. Lingkungan XIV 14/443 x 210 = 7 responden 7. Lingkungan XVI 15/443 x 210 = 7 responden
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) langsung
melalui kuesioner penelitian yang telah disiapkan, pengamatan (observasi) dan
wawancara pertanyaan mendalam untuk menggali kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana wabahRabies. Kuesioner yang telah dibuat akan dilakukan
ujicoba terhadap 30 KK yang menyerupai karakteristik wilayah penelitian yaitu di
Pancur Batu, untuk melihat validitas dan reliabilitas data. Uji validitas bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat
kehandalan atau kesahihan suatu alat ukut dengan cara mengukur korelasi antara
variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus tekhnik korelasi
person product moment (r), dengan ketentuan jika r hitung > r tabel (0,361), maka
dinyatakan valid atau sebaliknya (Riyanto, 2010).
Uji Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menganalisis
reliabilitas alat ukur daru satu kali pengukuran dengan ketentuan, jika r Alpha >
konstanta (0,6), maka dinyatakan reliabel (Riyanto, 2010). Uji validitas dan
reliabilitas tahap pertama dilakukan pada tanggal 10 April 2012, dimana ada 6
indikator pengetahuan yang tidak valid dan reliabel yaitu soal nomor 1, 3, 4, 5, 7, 8,
dan ada 3 indikator sikap yang tidak valid yaitu soal nomor 2, 4, dan 7, serta ad