• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan HIV Dan AIDS Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang HIV Dan AIDS Pada Siswa SMU 4 Wira Bangsa Dan Man Meulaboh 1 Kabupaten Aceh Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pelatihan HIV Dan AIDS Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Siswa Tentang HIV Dan AIDS Pada Siswa SMU 4 Wira Bangsa Dan Man Meulaboh 1 Kabupaten Aceh Barat"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4

WIRA BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Oleh

KARTINI

087033027/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4 WIRA

BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh KARTINI 087033027/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4 WIRA BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT Nama Mahasiswa : Kartini

Nomor Induk Mahasiswa : 087033027

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi pembimbing

(Dr.Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M ) ( Andi Ilham Lubis, S.K.M.M, Epid)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 19 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi,M.K.M Anggota : 1. Andi Ilham Lubis,S.K.M,M.Epid

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4

WIRA BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditukis atau diterbitkan oleh orang lain,kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(6)

ABSTRAK

Saat ini HIV/AIDS merupakan penyakit yang sudah ditemukan di hampir semua daerah di Indonesia termasuk di kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Remaja merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi terjangkit HIV/AIDS, yang perlu ditingkatkan pemahamannya tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui pelatihan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I. Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental.

Populasi dalam penelitian adalah semua siswa yang menjadi pengurus OSIS pada SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I di Kota Meulaboh berjumlah 60 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,012), pesan (p = 0,036) dan media (p=0,024). Variabel yang berpengaruh terhadap sikap siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,018) dan pesan (p=0,049). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pengetahuan adalah komunikator dan media sedangkan untuk variabel sikap yang paling berpengaruh adalah komunikator.

Diharapkan kepada sekolah untuk melakukan peningkatan dan perbaikan serta evaluasi terhadap pelatihan HIV/AIDS baik dari segi komunikator, pesan yang disampaikan dan media yang digunakan, serta menyediakan suatu tempat untuk menjadi sumber informasi mengenai HIV/AIDS, dan kepada siswa yang telah mengikuti pelatihan HIV/AIDS dapat menjadi pendidik sebaya bagi rekan-rekan lainnya.

(7)

ABSTRACT

The HIV/AIDS disease today almost found throughout Indonesia including on Meulaboh City Aceh Barat District. Teenager is one of groups which highly risks infected with HIV/AIDS. The knowledge about prevention of HIV/AIDS of the teenager need to be improved by training.

The objective of this study was to analyze the influence of training ofHIV/AIDS on the knowledge and attitude of students about HIV/AIDS at SMU N 4 Wira Bangsa and MAN Meulaboh I. This research was conducted in quasi experiment. The population were all students as OSlS-Students Fellowship committee totally 60 persons, at once involved them as sample of the research. The data were obtained by using structured questionnaire. The data were analyzed using Multiple Regression test with the confidence rate of 95%.

The result of study showed that the variable which had influence on the knowledge about HIV/AIDS were communicator (p = 0.012), message (p = 0.036) and media (p = 0,024). The influential variable on their attitude about HIV/AIDS were communicator (p = 0.018) and message (p = 0.049). The dominant influenced variables on their knowledge were communicator and media, whereas for the most influential in attitude was communicator.

It is recommended to school to improve and evaluate the training of HIV/AIDS either from communicator, the message and the media to provide a special space to be the source of information regarding HIV/AIDS and to students who has ever attended and take part actively on the HIV/AIDS training become a trainer to others as fellowship and also for the school itself.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang membebaskan kita dari rasa gundah dan

sedih,yang maha menjawab doa orang-orang yang tertindas,syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT,atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Pelatihan HIV dan AIDS terhadap

Pengetahuan dan Sikap Siswa SMU 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh 1

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini banyak

kekurangan-kekurangan, namun demikian penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat

terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis banyak menyampaikan rasa terima kasih yang

tidak terhingga kepada semua pihak yang terlibat didalam penyusunan Tesis ini

terutama kepada:

1. Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr.Drs.Surya Utama, M.S, selaku Dekan dan Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

4. Dr.Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Sekretaris Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

5. Andi Ilham Lubis, S.K.M, M.Epid selaku pembimbing kedua.

6. dr.Jamaluddin, M.A.R.S dan Lodyana Ayu S.Psi, M.Psi selaku dosen

pembanding yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan

penulisan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang

telah banyak memberikan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan

mengikuti pendidikan

8. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan

saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Teristimewa buat Ayahanda, Ibunda dan Suami tercinta serta buah hati ananda

Aulia Kurnia Hady dan Adinda Kartika Puteri ,pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga karena berkat doa restu dan motivasi

mereka, penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita berserah dan mohon

ampunanNya,semoga apa yang kita perbuat selama ini mendapat ridhaNya. Amin Ya

Rabbal Alamin.

Medan, September 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Kartini dilahirkan di Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan

Kabupaten Aceh Barat,pada tanggal 27 Agustus 1970 , beragama Islam anak pertama

dari lima bersaudara dari bapak H.Hamzani, HI dan Hj.Suarni

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada Tahun 1983 di Sekolah Dasar

Negeri 4 Meulaboh, pada tahun 1986, menamatkan Sekolah Menengah Pertama di

Sekolah Menengah Pertama Negeri Nomor 1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan

pada Sekolah Menengah Farmasi di Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam, Tahun 2004 penulis menamatkan pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu

Manajemen Indonesia (STIMI) di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

Penulis menikah pada tahun 1991 dan dikaruniai seorang puteri dan seorang

putera. Pada tahun 1991 s/d 2003 penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas

Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, Pada tahun 2003 s/d 2004 penulis menjadi

staf di Gudang Farmasi (GFK) Kabupaten Aceh Barat dan 2004 s/d 2005 menjadi

pengelola pengadaan obat di bagian Pelayanan Kesehatan dan pada tahun 2005 s/d

Juli 2008 menjadi Pengelola Program Surveilans di Program Pemberantasan Penyakit

Menular pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

2.1. Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Educatio... 11

2.1.1.Definisi Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education)... 11

2.1.2.Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 11

2.1.3.Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup ... 12

2.1.4.Metode Pelatihan Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)... 13

2.1.5.Materi Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)... 15

2.2. Komunikasi ... 16

2.2.1.Definisi Komunikasi ... 16

2.2.2.Komponen Komunikasi... 18

2.2.3.Komunikasi Efektif ... 26

2.3. Motivasi ... 34

2.4. HIV/AIDS... 39

2.4.1.Pengertian AIDS... 39

2.4.2.Sejarah Perkembangan Penyakit AIDS ... 43

(12)

2.4.4.Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS melalui

Pendidikan Kelompok Sebaya ... 47

2.4.5.Beberapa Model Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS ... 50

2.5. Pengetahuan ... 52

2.6.5 Faktor-faktor yang menyebabkan Perubahan Sikap... 60

2.7. Landasan Teori ... 60

3.4.2.Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 67

3.4.3.Uji Validitas dan Reliabilitas... 68

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 69

4.2. Gambaran Karakteristik SMU 4 Wira Bangsa Dan MAN Meulaboh I... 76

4.3 Analisis Univariat... 77

4.3.1.Gambaran Pelatihan HIV Dan AIDS di SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh I Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ... 77

(13)

4.3.3.Tingkat Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah Di berikan Pelatihan HIV dan AIDS pada SMA Negeri 4

Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh-I di

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ... 79 4.4. Analisis Bivariat ... 80

4.4.1. Hubungan Pelatihan HIV dan AIDS Dengan Pengetahun Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh

dan MAN Meulaboh I di Kabupaten Aceh

Barat Tahun 2010 ... 81 4.4.2. Hubungan Pelatihan HIV AIDS dengan Sikap

Siswa Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh-I di Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2010 ... 83 4.5 Gambaran Pengetahuan dan Sikap Sebelum (Pretest) Dan

Sesudah diberi Perlakuan (Postest) pada Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh I di Kabupaten

Aceh Barat Tahun 2010... 84 4.5.1 Kelompok Perlakuan ... 85 4.5.2 Kelompok Kontrol... 85 4.6 Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Pada Kelompok Perlakuan

dan Kelompok Kontrol Sebelum (Pretest) dan Sesudah

Diberi Perlakuan (Postest) ... 86 4.7. Analisis Multivariat ... 87

BAB 5 PEMBAHASAN ... 90

5.1. Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah Dilakukan

Intervensi Pelatihan HIV/AIDS... 90 5.2. Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi

Pelatihan HIV/AIDS... 92 5.3 Pengaruh Komunikator Pelatihan Terhadap Pengetahuan

dan Sikap Siswa... 95 5.4 Pengaruh Pesan Pelatihan Terhadap Pengetahuan

dan Sikap Siswa... 97 5.5 Pengaruh Media Pelatihan Terhadap Pengetahuan

dan Sikap Siswa... 99 5.6 Pengaruh Komunikan Pelatihan Terhadap Pengetahuan

dan Sikap Siswa ... 100 5.7 Pengaruh Umpan Balik Pelatihan Terhadap Pengetahuan dan

(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

6.1. Kesimpulan ... 103

6.2 Saran ... 103

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Rancangan Penelitian 63

3.2 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran 70

4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa di SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2010 ...76

4.2 Distribusi Frekuensi Pelatihan Motivator HIV/AIDS di SMU Negeri 4 Wira

Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Kabupaten...78

4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa

Meulaboh dan MAN Meulaboh I Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pelatihan di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010...79

4.4. Distribusi Tingkat Sikap Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pelatihan Tahun 2010 ...80

4.5. Hubungan Pelatihan Motivator HIV Dan AIDS Dengan Pengetahuan Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ...82

4.6. Hubungan Pelatihan Motivator HIV Dan AIDS Dengan Sikap SiswaSMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MANMeulaboh I Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010...84

4.7. Perbedaan Rerata Nilai Pretest Dan Postest Pengetahuan Dan Sikap Kelompok Perlakuan SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh-I Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ...86

(16)

4.9. Perbandingan Rerata Nilai Pretest dan Postest Pengetahuan Kelompok Perlakuan dengan Kontrol SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ...87

4.10 Perbandingan Rerata Nilai Pretest dan Postest Sikap Kelompok Perlakuan dengan Kontrol SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman No Judul

2.1 Model Lasswell...17

2.2 Komunikator dan Media...19

2.3 Dimensi Pesan ...21

2.4 Komunikan ...22

2.5 Efek Komunikasi ...25

2.6 Umpan Balik...26

2.7 Proses komunikasi ...28

2.8 Model Herarki Piramida Maslow ...36

2.9 Skema Proses Kegiatan Belajar...48

2.10 Skema Teori Stimulus –Organisme-Respon...49

2.11 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi...55

2.12 Kerangka Konsep ...62

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman No Judul

2.1 Model Lasswell...17

2.2 Komunikator dan Media...19

2.3 Dimensi Pesan ...21

2.4 Komunikan ...22

2.5 Efek Komunikasi ...25

2.6 Umpan Balik...26

2.7 Proses komunikasi ...28

2.8 Model Herarki Piramida Maslow ...36

2.9 Skema Proses Kegiatan Belajar...48

2.10 Skema Teori Stimulus –Organisme-Respon...49

2.11 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi...55

2.12 Kerangka Konsep ...62

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

No Judul

1 Kuesioner ... 106

2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas... 117

3 Hasil Output Analisa Data ... 118

4 Modul Pelatihan Motivator HIV dan AIDS... 134

5 Izin Penelitian ... 142

(20)

ABSTRAK

Saat ini HIV/AIDS merupakan penyakit yang sudah ditemukan di hampir semua daerah di Indonesia termasuk di kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Remaja merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi terjangkit HIV/AIDS, yang perlu ditingkatkan pemahamannya tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui pelatihan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I. Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental.

Populasi dalam penelitian adalah semua siswa yang menjadi pengurus OSIS pada SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I di Kota Meulaboh berjumlah 60 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,012), pesan (p = 0,036) dan media (p=0,024). Variabel yang berpengaruh terhadap sikap siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,018) dan pesan (p=0,049). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pengetahuan adalah komunikator dan media sedangkan untuk variabel sikap yang paling berpengaruh adalah komunikator.

Diharapkan kepada sekolah untuk melakukan peningkatan dan perbaikan serta evaluasi terhadap pelatihan HIV/AIDS baik dari segi komunikator, pesan yang disampaikan dan media yang digunakan, serta menyediakan suatu tempat untuk menjadi sumber informasi mengenai HIV/AIDS, dan kepada siswa yang telah mengikuti pelatihan HIV/AIDS dapat menjadi pendidik sebaya bagi rekan-rekan lainnya.

(21)

ABSTRACT

The HIV/AIDS disease today almost found throughout Indonesia including on Meulaboh City Aceh Barat District. Teenager is one of groups which highly risks infected with HIV/AIDS. The knowledge about prevention of HIV/AIDS of the teenager need to be improved by training.

The objective of this study was to analyze the influence of training ofHIV/AIDS on the knowledge and attitude of students about HIV/AIDS at SMU N 4 Wira Bangsa and MAN Meulaboh I. This research was conducted in quasi experiment. The population were all students as OSlS-Students Fellowship committee totally 60 persons, at once involved them as sample of the research. The data were obtained by using structured questionnaire. The data were analyzed using Multiple Regression test with the confidence rate of 95%.

The result of study showed that the variable which had influence on the knowledge about HIV/AIDS were communicator (p = 0.012), message (p = 0.036) and media (p = 0,024). The influential variable on their attitude about HIV/AIDS were communicator (p = 0.018) and message (p = 0.049). The dominant influenced variables on their knowledge were communicator and media, whereas for the most influential in attitude was communicator.

It is recommended to school to improve and evaluate the training of HIV/AIDS either from communicator, the message and the media to provide a special space to be the source of information regarding HIV/AIDS and to students who has ever attended and take part actively on the HIV/AIDS training become a trainer to others as fellowship and also for the school itself.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang

merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh makin melemah

dan mudah terjangkit penyakit infeksi. Sampai saat ini HIV/AIDS menjadi persoalan

serius bagi negara berkembang karena secara langsung sudah menyentuh persoalan

politik dan bahkan ekonomi yang berujung kepada persoalan kemiskinan (KPAN,

2007).

Di Indonesia HIV telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun. Pada 10 tahun

pertama periode ini peningkatan jumlah kasus HIV dan AIDS masih rendah. Pada

akhir tahun 1997 jumlah kasus AIDS kumulatif 153 kasus dan HIV positif baru 486

kasus yang diperoleh dari serosurvei di daerah sentinel serta penularan 70% melalui

hubungan seksual berisiko.Pada akhir abad ke 20 terjadi kenaikan yang sangat

berarti dari jumlah kasus AIDS dan di beberapa daerah pada sub-populasi

tertentu, angka prevalensi sudah mencapai 5% yaitu pada pengguna Napza suntik

(penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Situasi demikian menunjukkan

bahwa pada umumnya Indonesia berada pada tahap concentrated epidemic. (KPAN,

(23)

Sejak awal abad ke 21 peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan.

Pada akhir tahun 2003 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan meningkat menjadi

1371 kasus, semantara jumlah kasus HIV positif mejadi 2720 kasus. Jumlah kasus

AIDS terus mengalami peningkatan, dimana pada akhir Desember 2004 berjumlah

2682 kasus, pada akhir Desember 2005 naik hampir dua kali lipat menjadi 5321

kasus dan pada akhir September 2006 sudah menjadi 6871 kasus yang

dilaporkan oleh 33 provinsi di Indonesia. Sementara estimasi tahun 2006, jumlah

orang yang terinfeksi diperkirakan 169.000–216.000 orang. Data hasil surveilans

sentinel Departemen Kesehatan menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi HIV

positif pada sub-populasi berperilaku berisiko, dikalangan penjaja seks (PS) 22,8%

dan di kalangan penasun 48% dan pada penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

sebesar 68%. Peningkatan prevalensi HIV positif terjadi di kota-kota besar,

sementara peningkatan prevalensi di kalangan PS terjadi baik di kota b e s a r

maupun di kota kecil (KPAN, 2007).

Ditinjau dari distribusi umur penderita AIDS pada tahun 2006

memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak.

Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77%, dan bila digabung

dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara

persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22% dan diperkirakan pada tahun 2006

sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal dunia (KPAN,

(24)

Selanjutnya Data HIV/AIDS sampai Juni Tahun 2008 menyebutkan kelompok

masyarakat yang paling tinggi faktor resiko penularan adalah pada usia produktif,

yaitu pada penggunaan IDU (6.237 kasus), heteroseksual (5.438 kasus), homoseksual

dan biseksual (482 kasus), transmisiperinatal (228 kasus), transfusi darah (10 Kasus)

dan tanpa diketahui 291 kasus. Secara Kumulatif pengidap HIV dan kasus AIDS di

Indonesia sejak bulan Januari sampai dengan Juni 2008 berjumlah 18.963 yang

terdiri dari 6.277 kasus HIV dan 12.686 kasus AIDS, dengan jumlah angka kematian

2.479 (Depkes, RI 2008). Dilihat dari penyebaran kasus HIV/AIDS di Indonesia,

tercatat hampir semua provinsi telah melaporkan adanya kasus HIV/AIDS. Kasus

terbesar terdapat di 10 Provinsi, masing-masing DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua,

Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kepulauan Riau

dan Sumatera Barat (KPAN, 2007).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga tidak luput dari persoalan kasus

HIV/AIDS, dimana sampai Mei 2009 tercatat 31 kasus AIDS dan 6 kasus HIV (Dinas

Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Kabupaten Aceh Barat sebagai

salah satu daerah kabupaten di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga

turut menyumbang kasus HIV/AIDS dimana sampai tahun 2009 tercatat 1 kasus HIV

dan 1 kasus AIDS. Jumlah kasus penderita HIV/AIDS seperti lazim disebutkan

merupakan fenomena “puncak gunung es” yang artinya adalah kondisi yang

sebenarnya termasuk yang terselubung bisa jadi berpuluh kali lipat dari jumlah yang

dilaporkan. Ini terjadi karena kurangnya kesadaran bagi orang yang perilakunya

(25)

memerlukan biaya yang besar untuk melakukan pemeriksaan diri ke laboratorium.

Sehingga seseorang diketahui sudah tahap AIDS baru datang berobat ke rumah sakit

(www.tempointeraktif.co.id). Fenomena gunung es inilah yang masih berlangsung di

Kabupaten Aceh Barat. Permasalahan HIV dan AIDS belum terbuka secara nyata.

Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor pendidikan, sosial

budaya, agama, adat istiadat sehingga mempengaruhi perilaku mereka untuk

mengambil keputusan dalam upaya penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS

(Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2008).

Di luar jumlah kasus HIV/AIDS yang sudah tercatat di Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Barat seperti yang diuraikan sebelumnya, dapat dipertimbangkan

juga data penyakit yang berkaitan dengan infeksi menular seksual, jumlah pekerja

seksual komersil , dan sarana pelayanan umum terkait yang diperkirakan beresiko

untuk menggambarkan tingginya bahaya penularan HIV/AIDS di Kabupaten Aceh

Barat. Seperti diketahui HIV/AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seksual

(heteroseksual, homoseksual, dan biseksual), transfusi darah, Intra Drugs User/IDU

(penularan dari pemakaian jarum suntik), penularan dari ibu yang terkena HIV/AIDS

kepada anaknya yang terjadi sebelum atau selama masa persalinan, dan pemberian air

susu ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya (WHO, 1994).

Dari data Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013

disebutkan terdapat 62 kasus infeksi menular seksual terkait Siphilis dan Hepatitis

pada tahun 2007 serta 28 kasus sampai April tahun 2008. Selanjutnya disebutkan

(26)

sarana pelayanan umum beresiko penularan infeksi menular seksual di Kabupaten

Aceh Barat selama Tahun 2008 (Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat

2008-2013).

Perlu juga dipertimbangkan hasil Behaviour Survey Surveilance Aceh Youth

yang dilaksanakan pada Tahun 2008 menyebutkan beberapa hasil penelitian yang

terkait dengan perilaku beresiko terhadap penularan HIV/AIDS di Kabupaten Aceh

Barat. Penelitian ini menyampaikan bahwa hanya 40 persen remaja pria dan 65

persen remaja perempuan yang mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS dengan

teknik ABCD (Abstinence, Be Faithful, Condom, no Drugs). Kemudian survey juga

menjelaskan 40 persen remaja pria dan 50 persen remaja perempuan meyakini diri

tidak bisa tertular HIV/AIDS. Selanjutnya disebutkan 68 persen remaja pria dan 50

persen remaja perempuan mengaku pernah berpacaran dan dari yang berpacaran

tersebut 53 persen remaja pria dan 40 persen remaja perempuan menyebutkan pernah

berciuman dengan pacar mereka bahkan disebutkan 22 persen remaja pria dan 8

persen remaja perempuan pernah melakukan tindakan saling merangsang seksual

dengan pacar masing-masing. Dari survey tersebut juga disampaikan 10 persen

remaja pria dan 3 persen remaja perempuan pernah melakukan hubungan seksual

dengan pasangannya (Behaviour Survey Surveilance Aceh Youth, 2008).

Kegiatan pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Aceh Barat sudah mulai

dilakukan sejak tahun 2007 sampai tahun 2009 dengan bantuan NGO/LSM terkait.

Kegiatan yang dilakukan berupa upaya promotif dan preventif untuk penanggulangan

(27)

pemahaman masyarakat tentang bagaimana pencegahan dan penanggulangan HIV

dan AIDS. Namun dengan berakhirnya tugas NGO/LSM yang peduli AIDS di

Kabupaten Aceh Barat maka kegiatan yang sudah mulai berjalan menjadi tersendat

sehingga perlu dilakukan upaya terobosan untuk merevitalisasi upaya promotif dan

preventif dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Aceh Barat.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat

dalam rangka revitalisasi upaya promotif dan preventif untuk penanggulangan HIV

dan AIDS adalah penyusunan Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat

2008-2013. Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013 disusun

untuk pencapaian visi Mewujudkan Masyarakat yang Bermartabat, Berbudaya dan

Berperadaban Tinggi serta Peningkatan Sumber Daya Manusia dalam rangka

menekan laju penularan HIV serta Menuju Aceh Barat yang sehat pada tahun 2015

(Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013). Dalam Rencana

Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013 tertera secara lengkap Visi.

Misi, Gambaran Situasi Kabupaten, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tempat Beresiko,

Kelompok Resiko, serta kegiatan yang dilakukan.

Salah satu bentuk kegiatan yang sudah dilakukan adalah Pelatihan HIV/AIDS

yang dikemas dalam bentuk kegiatan Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup

(Life Skill Education) dengan target peserta adalah kelompok usia remaja (Siswa

SMU/MAN). Tujuan kegiatan ini adalah terbentuknya remaja yang peduli akan

pencegahan HIV/AIDS sekaligus diharapkan menjadi agen perubah (agent of change)

(28)

1. Meningkatkan kemampuan dalam teknik pelajaran

2. Memberi wawasan berpikir yang lebih luas

3. Memberi kecakapan dalam menghadapi situasi kehidupan sehari-hari dan

percaya diri

4. Memotivasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya

5. Memberi kemampuan mengatasi permasalahan hidup sehari-hari

6. Meningkatkan rasa toleransi, kebersamaan dan menghargai sesama

7. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain

(Modul Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup, 2007).

Pelatihan HIV/AIDS dianggap perlu karena pelatihan merupakan satu model

pendidikan kesehatan yang menurut Simonds yang dikutip oleh Gianz (1997) adalah

upaya merubah perilaku individu, kelompok dan masyarakat dari perilaku-perilaku

yang dapat mengancam/membahayakan kesehatan ke perilaku yang kondusif bagi

kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Sedangkan Green (1980) mengartikan

sebagai pengalaman belajar yang dimaksud untuk memudahkan atau membantu

penyesuaian perilaku yang bersifat sukarela, yang kondusif bagi kesehatan.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Soekidjo (1993) yang mendefenisikan

pendidikan kesehatan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu,

kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (perilaku)nya, untuk

mencapai kesehatan secara optimal.

Firman (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa pendidikan peer

(29)

pengetahuan siswa sebesar 68,2% dan secara statistik dengan nilai p=0,037 dengan

uji independet test menunjukkan terdapat pengaruh signifikan peer education dan

simulasi dengan pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi.

Pelatihan HIV/AIDS sengaja mengambil segmen Kelompok Usia Remaja

dengan dasar kenyataan bahwa 57,8% kasus AIDS di Indonesia berasal dari

kelompok umur 15 – 29 tahun yang mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV

pada umur yang masih sangat muda. Hal ini sejalan pula dengan fakta bahwa

penyalahguna napza sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda. Hampir 30%

populasi Indonesia berumur antara 10 sampai 24 tahun, dan mereka ini seharusnya

menjadi sasaran edukasi dan penyuluhan yang benar agar tidak masuk kedalam

sub-populasi berperilaku risiko tinggi (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2008).

Di Kabupaten Aceh Barat sampai Tahun 2009 terdapat 7209 siswa dari SMU,

MAN dan SMK yang merupakan bagian dari kelompok usia remaja. Khusus di SMU

Negeri 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I terdapat 947 siswa (Dinas Pendidikan

Kabupaten Aceh Barat dan Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Barat,

2009).

Berpijak dari uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai

Pengaruh Pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap Siswa tentang

HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota Meulaboh Tahun

(30)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah ingin diketahuinya Pengaruh Pelatihan HIV/AIDS

terhadap pengetahuan dan sikap siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa

dan MAN Meulaboh I Kota Meulaboh Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pelatihan

HIV/AIDS terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4

Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota Meulaboh Tahun 2010.

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh Pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap siswa

tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota

Meulaboh.

2. Ada perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan setelah mengikuti Pelatihan

HIV/AIDS pada siswa SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota

Meulaboh.

3. Ada perbedaan sikap siswa sebelum dan setelah mengikuti Pelatihan HIV/AIDS

(31)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada pemerintah kabupaten Aceh Barat

dalam program penanggulangan HIV dan AIDS di Aceh Barat Tahun 2010.

2. Hasil Penelitian dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk

meneliti permasalahan yang sama.

3. Dapat menempatkan Program HIV dan AIDS yang bersifat multi-sektor dan

multi-pihak sebagai bagian penting dari agenda pembangunan di Kabupaten

(32)

BAB 2

TUNJAUAN PUSTAKA

2.1.Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)

2.1.1. Defenisi pelatihan dan pendidikan kecakapan hidup (Life Skills Education)

Pendidikan dan Pelatihan Kecakapan Hidup adalah kegiatan yang bertujuan

untuk melaksanakan pendidikan dalam meningkatkan kecakapan/kompetensi

psikososial seseorang untuk mengatasi berbagai tuntutan dan tantangan hidup

sehari-hari.

Pendidikan Kecakapan Hidup mempunyai kontribusi yang sangat besar

terhadap peningkatan perkembangan individu dan sosial, perlindungan terhadap hak

azasi manusia, dan pencegahan terhadap masalah-masalah kesehatan sosial karena

konsep dasar kecakapan hidup, meliputi:

1. Demokratisasi

2. Tanggung Jawab

3. Perlindungan

2.1.2. Tujuan pendidikan kecakapan hidup

Tujuan Umum Pendidikan Kecakapan Hidup adalah agar siswa memiliki

(33)

sehat, fisik maupun mental) sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan

pola hidup yang lebih baik-fisik,mental, maupun sosial.

Tujuan khusus Pendidikan Kecakapan Hidup adalah :

1. Siswa dapat mengimplementasikan pengetahuan Kecakapan Hidup Sehat dalam

kehidupan sehari-hari dan bersedia menyebarkan kepada orang lain.

2. Siswa siap memasuki usia dewasa dengan tingkah laku orang dewasa yang

bertanggung jawab dan mampu memasuki dunia kerja dengan segala

tantangannya serta mempunyai keterampilan, dan pengetahuan dalam

mempersiapkan kehidupan berumah tangga yang bertanggung jawab.

3. Fasilitator pelatihan mampu memfasilitasi suatu praktek serta penguatan dari

kompetensi psikososial dalam konteks kultural yang tepat.

2.1.3. Manfaat pendidikan kecakapan hidup

Tujuan Umum Pendidikan Kecakapan Hidup adalah:

1. Meningkatkan kemampuan dalam teknik pelajaran

2. Memberi wawasan berpikir yang lebih luas

3. Memberi kecakapan dalam menghadapi situasi kehidupan sehari-hari dan

percaya diri

4. Memotivasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya

5. Memberi kemampuan mengatasi permasalahan hidup sehari-hari

6. Meningkatkan rasa toleransi, kebersamaan dan menghargai sesama

(34)

2.1.4. Metode pelatihan pelatihan dan pendidikan kecakapan hidup (Life Skills Education)

Belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar

untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan dan

sikap maupun nilai-nilai. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dan

melakukan (learning to do) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang

produktif dan kreatif, sementara belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be my

self) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang percaya diri, dan belajar

untuk hidup bersama (learning to life together) diharapkan dapat menciptakan

manusia-manusia yang mempunyai daya saing, daya penyesuaian, dan daya kerja

sama (Mansour Fakih dkk, 2001).

Proses pembelajaran dalam pelatihan ini menggunakan azas pendidikan orang

dewasa (Andragogi). Andragogi berasal dari bahasa Yunani, Andra yang berarti

orang dewasa dan Agogos yang berarti memimpin, pendefenisian andragogi secara

etimologi adalah suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar. Peserta

belajar diperlakukan sebagai orang dewasa yang diasumsikan memiliki kemampuan

aktif untuk merencanakan arah, memiliki bahan dan materi yang bermanfaat,

memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta mampu

mengambil manfaat proses belajar. Fungsi Guru atau Pelatih dalam andragogi adalah

(35)

Menurut Lindeman, konsep andragogi merupakan pembelajaran yang berpola

non otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya lebih bertujuan untuk

menemukan pengertian pengalaman dan atau pencarian pemikiran guna merumuskan

perilaku yang standar. Dengan demikian teknik andragogi adalah bagaimana

membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan nyata (Mansour Fakih dkk,

2001).

Menurut Knowles, beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam proses

pembelajaran andragogi adalah:

1. Kebutuhan untuk mengetahui

2. Konsep diri peserta sebagai pembelajar

3. Peranan pengalaman peserta belajar

4. Kesiapan peserta belajar

5. Orientasi peserta belajar

6. Motivasi peserta belajar

(Mansour Fakih dkk, 2001)

Tujuan pendidikan dengan pendekatan andragogi bertujuan untuk:

1. Membangkitkan semangat percaya diri dan optimisme peserta belajar

2. Memberikan kemampuan dan keterampilan untuk berbuat sesuatu

3. Memberikan kemampuan untuk dapat menerima atau menolak sesuatu atas dasar

standar peraturan atau nilai-nilai atau etika masyarakat yang dianut peserta

(36)

Pelatihan dengan pendekatan andragogi, menempatkan peserta sebagai orang

yang telah memiliki pengetahuan, pengalaman, keterampilan serta cenderung untuk

menentukan prestasinya sendiri. Pengalaman dan potensi yang ada pada peserta

adalah sumber yang perlu digali dalam proses pelatihan ini.

Dalam sebuah pelatihan yang menggunakan pendekatan andragogi akan

melibatkan unsur-unsur komunikasi secara menyeluruh yaitu:

1. Fasilitator pelatihan yang berfungsi sebagai komunikator utama

2. Materi Pelatihan yang berfungsi sebagai isi pesan yang akan disampaikan

komunikator kepada komunikan

3. Alat Bantu Pelatihan yang berfungsi sebagai media yang akan membantu

komunikator menyampaikan isi pesan kepada komunikan

4. Peserta belajar yang berfungsi sebagai komunikan utama

5. Respon aktif peserta belajar terhadap isi pesan yang disampaikan komunikator

sebagai bentuk fungsi feed back dari komunikan kepada komunikator.

2.1.5. Materi Pelatihan Dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)

Materi Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup adalah:

1. Materi yang bersifat umum

Materi yang diberikan meliputi kebijakan program Pencegahan HIV/AIDS dan

(37)

2. Materi Inti

a. Kesehatan Reproduksi

b. IMS dan HIV/AIDS

c. Pendidikan Kecakapan Hidup

d. Narkoba

e. Komunikasi

f. Pendidikan Sebaya

2.2.Komunikasi

2.2.1. Defenisi komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata

Latin yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang

berarti membuat sama” (to make common). Istilah pertama communis adalah istilah

yang paling sering disebut sebagai asal- usul kata komunikasi, yang merupakan akar

dari kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran,

suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama. Akan tetapi berbagai

defenisi menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal tersebut,

seperti dalam kalimat “kita berbagi fikiran”, “kita mendiskusikan makna”, dan “kita

mengirimkan pesan”. (Mulyana, 2005).

Proses komunikasi yang tergambar dalam Model komunikasi dari Harold

Laswell dianggap oleh para pakar komunikasi sebagai salah satu teori komunikasi

(38)

bahwa “cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab

pertanyaan: Who Says, What in Which Channel to Whom With What Effect (Siapa

Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). (Effendy,

2000).

Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik Laswell itu merupakan unsur-unsur

proses komunikasi, yaitu communicator (komunikator), message (pesan), media

(media), receiver (komunikan), dan effect (efek). (Effendy, 2000).

Vardiansyah (2004) menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu

Komunikasi mengenai gambar model komuniksi yang disampaikan oleh Lasswell

dengan unsur-unsur dasar, walau dengan penjabaran dan interpretasi yang tidak persis

sama, yaitu: komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan dan efek

komunikasi sebagai berikut:

Who Communicator

Say What ? Message

Which what effect Effect To Whom

Receiver In which channel

Medium

Sumber : Vardiansyah ( 2004)

(39)

2.2.2. Komponen Komunikasi 1. Komunikator

Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu

Komunikasi bahwa Pengirim pesan atau komunikator yang dimaksud di sini adalah

manusia yang mengambil inisiatif dalam berkomunikasi. Pesan disampaikan

komunikator untuk mewujudkan motif komunikasi. Karena itu, komunikator kita

defenisikan sebagai manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan

untuk mewujudkan motif komunikasinya.

Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari (a) satu orang (b)

banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang, serta (c) massa. Apabila lebih

dari satu orang yakni banyak orang di mana mereka relatif saling kenal sehingga

terdapat ikatan emosional yang kuat dalam kelompoknya, maka kumpulan banyak

orang ini kita sebut kelompok kecil. Apabila lebih dari seorang atau banyak orang

relatif tidak saling kenal secara pribadi dan karenanya ikatan emosionalnya kurang

kuat, maka dikatakan sebagai kelompok besar atau publik. Namun apabila banyak

orang atau lebih dari satu orang ini memiliki tujuan yang sama dan untuk mencapai

tujuan tersebut terdapat pembagian kerja di antara para anggotanya, maka wadah

kerjasama yang terbentuk sebagai kesatuan banyak orang ini lazim kita sebut

organisasi. Jadi selain komunikator dapat berupa banyak orang dalam kelompok kecil

(40)

Satu

Orang

Banyak orang Kelompok

Homogen, saling kenal

Ikatan emosional kuat kecil

Komunikator Banyak Banyak orang Kelompok

Orang Heterogen, tdk saling kenal

Ikatan emosional rendah Besar / public

Banyak orang Motif ideal:

Punya tujuan sama organisasi LSM,

Yayasan

Ditempatkan dan waktu sama peristiwa

 Menurunkan kesadaran individu

 Menimbulkan jiwa massa

Massa

Banyak orang

Tersebar dalam area geografis luas Perhatian dan minat pada hal yang sama

Sumber: Vardiansyah (2004)

Gambar 2.2. Komunikator dan Media

Komunikator dapat terdiri dari satu orang, banyak orang (kelompok kecil,

kelompok besar/public, organisasi), dan massa sebagaimana terlihat pada gambar di

(41)

1. Pesan

Vardiansyah (2004) menyatakan bahwa pesan pada dasarnya bersifat

abstrak dan untuk membuatnya konkret sehingga dapat dikirim dan diterima oleh

komunikan, manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambang

komunikasi berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan.

Pesan bersifat abstrak; komunikan tidak akan tahu apa yang ada dalam benak kita

sampai kita mewujudkan dalam salah satu bentuk atau kombinasi lambang-lambang

komunikasi . Karena itu lambang komunikasi disebut juga bentuk pesan, yakni wujud

konkret dari pesan, berfungsi mewujudkan pesan yang abstrak menjadi konkret.

Suara, mimik, dan gerak-gerik lazim digolongkan dalam pesan nonverbal, sedangkan

(42)

Suara

Nonverbal Mimik

Gerak

Bentuk Lambang

Pesan Komunikasi

Denotatif

Verbal

Denotatif

Pesan Makna Denotatif

Pesan

Konotatif

Cara

Penyajian

Pesan

Struktur Penyajian

Sumber: Vardiansyah ( 2004)

(43)

2. Komunikan

Menurut Vardiansyah (2004), komunikan adalah manusia yang menerima

pesan dari komunikator. Dalam proses komunikasi, utamanya dalam tataran antar

pribadi, peran komunikator dan komunikan bersifat dinamis saling berganti.

Dalam komunikasi yang dinamis, peran ini saling dipertukarkan. Karena itu,

uraian tentang komunikator juga berlaku pada unsur komunikan, bahwa komunikan

dapat terdiri dari satu orang, banyak orang dan massa.

Satu

Komunikator Banyak Orang

Massa

Satu

orang

Komunikan Banyak

orang

Massa

Sumber: Vardiansyah, (2004)

(44)

3. Media Komunikasi

Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk

sampai ke komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan ke komunikator untuk

sampai ke komunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang

berlangsung face to face, tatap muka) atau dengan media. Media yang dimaksud di

sini adalah media komunikasi.

Media merupakan bentuk jamak dari medium. Medium komunikasi kita

artikan sebagai alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghantarkan

pesannya agar sampai ke komunikan. Jadi unsur pertama dari media komunikasi

adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator dengan

sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi media

komunikasi.

Komunikasi tatap muka, saluran atau jalan yang dilalui pesan komunikator

untuk sampai ke komunikannya adalah gelombang cahaya atau gelombang suara.

Dengan pengertian media di atas, yaitu alat perantara yang sengaja dipilih

komunikator untuk menghantarkan pesan komunikator agar sampai ke

komunikannya, maka gelombang cahaya dan gelombang suara tidak termasuk media

komunikasi, melainkan alternatif saluran komunikasi, karena manusia tidak

melakukan pemilihan dengan sengaja atas gelombang cahaya dan suara.

Media komunikasi dilihat dari jumlah target komunikannya dapat dibedakan

atas media massa dan non media massa. Media massa dilihat dari waktu terbitnya

(45)

berarti terbit teratur pada waktu-waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Media

massa periodik dapat dibedakan atas yang elektronik (radio, TV) dan non elektronik

atau cetak (surat kabar, majalah). Media massa non periodik dimaksudkan pada

media massa yang bersifat eventual, tergantung pada event tertentu. Setelah event

usai, selesai pulalah penggunaannya. Untuk itu, media massa nonperiodik dapat

dibedakan atas manusia (juru kampanye atau sales promotion girl) dan benda (poster,

spanduk, leaflet).

Nonmedia massa jika dilihat dari sifatnya, dapat dibedakan atas nonmedia

massa benda. Nonmedia massa benda dapat dibedakan atas yang elektronik (telepon,

fax) dan yang nonelektronik (surat). Perkembangan teknologi komunikasi terkini,

yakni teknologi komputer dengan internetnya, melahirkan media yang bersifat

multimedia. Dikatakan multimedia karena hampir seluruh bentuk media komunikasi

yang telah dikenal umat manusia menyatu dalam elektronik digitalnya. Di internet

kita dapat menemukan surat elektronik, i-phone (telepon internet), surat

kabar/majalah elektronik, radio internet, bahkan kegiatan tatap muka melalui internet

(video conference).

4. Efek Komunikasi

Efek komunikasi kita artikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan

komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri

(46)

seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu) dan konatif

(tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu)

Kognitif Tahu

Efek Afektif Sikap: Setuju/ tidak setuju

Konatif Tingkah laku nyata (Perilaku)

Sumber: Vardiansyah, (2004)

Gambar 2.5. Efek Komunikasi

5. Umpan Balik

Umpan balik dapat kita maknai sebagai jawaban komunikan atas pesan

komunikator yang disampaikan kepadanya. Dalam komunikasi yang dinamis,

sebagaimana diutarakan, komunikator dan komunikan terus-menerus saling bertukar

(47)

Pesan

Umpan Balik Komunikator-1

Komunikan-2

Komunikan-1 Komunikator-2

Pesan

Sumber: Vardiansyah, (2004)

Gambar 2.6. Umpan Balik

2.2.3. Komunikasi Efektif

Bahasa dan kalimat yang mudah dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa:

efektifitas dari kelompok (organisasi perusahaan) adalah bila tujuan kelompok

tersebut dapat dicapai sesuai dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam

upaya mencapai tujuan. Bila perbedaannya dianggap terlalu besar, maka dikatakan

tidak efisien. Dengan demikian komunikasi efektif merupakan pencapaian tujuan

pesan yang disampaikan komunikator terhadap komunikan dengan menimbulkan

perubahan perilaku pada komunikan.

Peranan seorang pelatih, materi yang disampaikan, sarana dan metode

pelatihan, peserta, dan respons dari pelatihan itu sendiri sangat penting, karena itu

harus dilakukan secara konsepsional dan bertindak secara sistematik. Komunikasi

(48)

pola yang mencakup sejumlah komponen yang terkorelasikan secara fungsional untuk

mencapai tujuan. Pola beserta komponen-komponennya jelas dapat diketahui dari

formula Harold Lasswell, dalam hubungan ini, Daniel Lerner dalam karyanya

“Communication System and Social Systems” dalam buku Wilbur Schramn “Mass

Communication” menampilkan apa yang disebut paradigmatic question, yang

berbunyi : “Who–Says–What–How To–Whom”. (siapa mengatakan apa, bagaimana,

kepada siapa). Diantara komponen-komponen komunikator, pesan dan komunikasi

itu, Lerner menyelipkan kata “How” yang tidak ditampilkan oleh Lasswell. Dan

dalam komunikasi “How” atau “Bagaimana” itulah yang menjadi permasalahan.

Kata “how” (bagaimana) merupakan kata tanya yang membutuhkan sebuah

jawaban dengan bentuk cara atau strategi atau metode dalam mensikapi segala

sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian atas sebuah tujuan. Umpamanya,

sebuah pertanyaan, bagaimana cara untuk menjadikan pelatihan pencegahan HIV

yang dilaksanakan Dinas Kesehatan di Sekolah SMU/Sederajat menjadi efektif. Maka

kata “how” ini menjadi penting. Suatu paradigma mengandung tujuan dan tujuan

pada paradigma komunikasi harus diketahui dalam berkomunikasi, yakni :

“mengubah sikap, opini, atau pandangan, dan perilaku” (to change the attitude,

opinion and behavior), sehingga timbul pada komunikasi efek kognitif, efek afektif,

dan efek konatif atau behavioral atau dapat disebut pula dalam istilah psikologi

pendidikan adalah psikomotorik. Dalam melakukan perubahan terhadap perilaku

(49)

mengetengahkan sebuah formula yang dinyatakan sebagai landasan bagi strategi

komunikasi, yakni sebagai berikut:

“The communication with a purpose and an occasion gives expression to an

idea which he channels to some receiver from whom he gains a response”.

(Komunikasi dengan satu tujuan dan suatu peristiwa memberikan ekspresi kepada

suatu ide yang ia salurkan kepada sejumlah komunikasi dari siapa ia memperoleh

tanggapan). Menurut Brennand, bahwa formula komunikasi dapat disederhanakan

menjadi communicator message receiver (komunikator-pesan-komunikan) tetapi

demi efektifnya komunikasi perlu diperhatikan semua unsur yang terdapat dalam

proses komunikasi-komunikator, tujuan, peristiwa, ide, ekspresi, saluran/media,

komunikan dan tanggapan.

Apabila formula Laswell dan Lerner dalam Effendy (2000) kita tuangkan

ke dalam bentuk bagan, maka kira-kira akan tampak seperti pada gambar berikut ini;

Keterangan:

(50)

Wilbur Schrmn dalam Effendy (2000) apa yang disebut “the condition of

success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita

menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.

Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik

perhatian komunikan

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang

sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti

3. Pesan membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa

cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang

layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakan

untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Memperhatikan syarat tersebut diatas jelaslah, bahwa para ahli komunikator

memulai dengan meneliti sedalam-dalamnya tujuan komunikan dan “know your

audience” merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi untuk

mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1. Waktu yang tepat untuk suatu pesan

2. Bahasa yang harus dipergunakan agar pesan dapat dimengerti

3. Sikap dan nilai yang ditampilkan agar efektif

(51)

Ditinjau dari komponen komunikan, seorang dapat dan akan menerima sebuah

pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini secara simultan:

1. Ia dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi

2. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai

dengan tujuannya

3. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan

dengan kepentingan pribadinya

4. Ia mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun fisik.

Menurut Chester I. Barnand. dalam bukunya “Effetivepublic relations

mengemukaan fakta fundamental dalam Effendy (2000) yang perlu diingat oleh

komunikator:

1. Bahwa komunikan terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja, dan bermain satu

sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial. Karena itu setiap orang adalah

subjek bagi berbagai pengaruh, di antaranya adalah pengaruh dari komunikator

2. Bahwa komunikan membaca, mendengarkan, dan menonton komunikasi yang

menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam

3. Bahwa tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikan harus

menguntungkan bagi komunikan, kalau tidak, ia tidak akan memberikan

tanggapan.

Ditinjau dari komponen komunikator, untuk melaksanakan komunikasi

(52)

komunikator dan daya tarik komunikator. Kedua hal ini berdasarkan posisi

komunikan yang menerima pesan:

1. Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar: jadi

komunikator mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai

dimana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan, dan apa yang

dinyatakannya.

2. Hasrat seseorang untuk menyamankan dirinya dengan komunikator atau bentuk

hubungan lainnya dengan komunikator yang secara emosional memuaskan; jadi

komunikator akan sukses dalam komunikasinya, bila ia berhasil memikat

perhatian komunikannya.

Kepercayaan pada komunikator (source credibility) ditentukan dan dapat

tidaknya ia dipercaya. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan yang besar akan

dapat meningkatkan daya perubahan yang menyenangkan. Lebih dikenal dan

disenanginya komunikator oleh komunikan, lebih cenderung komunikan untuk

mengubah kepercayaannya kearah yang dikehendaki komunikator.

Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima

komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan. Dalam pada itu juga pada

umumnya diakui bahwa pesan yang dikomunikasikan mempunyai daya pengaruh

yang lebih besar, apabila komunikator dianggap muncul dari pendidikan yang lebih

baik atau status sosial atau jabatan profesi yang lebih tinggi. Selain itu, untuk

(53)

mempunyai keahlian, mengetahui kebenaran, tetapi juga cukup objektif dalam

memotivasikan apa yang diketahuinya.

Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan

perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik (source anttractiveness), jika pihak

komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan opini secara

memuaskan. Misalnya, komunikator dapat disenangi atau dikagumi sedemikian rupa,

sehingga pihak komunikan akan menerima sebuah keputusan dari usaha menyamakan

diri dengannya melalui kepercayaan yang diberikan.

Faktor perasaan yang sama dengan komunikator yang terdapat pada

komunikan akan menyebabkan sukses dalam berkomunikasi. Sikap komunikator

yang berusaha menyamakan diri dengan komunikan, akan menimbulkan simpati pada

komunikan. Seorang komunikator akan sukses dalam komunikasinya, kalau ia

menyesuaikan komunikasinya dengan image dari komunikan, yaitu memahami

kepentingannya, kebutuhannya, kecakapannya, pengalamannya, kemampuan

berfikirnya, kesulitannya, dan sebagainya.

Komunikasi yang efektif melibatkan aspek-aspek kelakuan atau perilaku

seperti motivasi, kepemimpinan, kepercayaan dan kekuatan. Pengirim pesan

(komunikator) mempunyai rintangan-rintangan yang terkait seperti pengirim pesan

bertanggung jawab dalam melukiskan tujuan dari komunikasi, ide, pemikiran dan

perasaan ke dalam sebuah pesan yang dapat dimengerti oleh si penerima pesan dan

apabila hal ini tidak bisa dicapai maka dapat dikatakan sebagai komunikasi yang

(54)

komunikasi, kemampuan berkomunikasi, kepekaan antara pribadi, kerangka acuan

dan kredibilitas si pengirim pesan.

Penerima pesan (komunikan) mempunyai rintangan-rintangan yang terkait

seperti si penerima pesan hanya merupakan bagian dari tanggung jawab si pengirim

pesan dalam menciptakan komunikasi yang efektif dimana hal ini tersebut dapat

dicapai hanya bila si penerima pesan merespon pesan yang diterima dan memberikan

umpan balik dan apabila si penerima pesan tidak merespon maka dapat dikatakan

sebagai komunikasi yang tidak efektif.

Pengiriman pesan dapat melakukan beberapa hal untuk membuat pesan yang

mereka kirim lebih akurat untuk dimengerti dan langkah-langkah yang ditempuh

yaitu menentukan sasaran komunikasi, penggunaan bahasa yang tepat, berlatih

berkomunikasi yang tegas, meningkatkan kredibilitas si pengirim pesan, memberikan

umpan balik, membangun suasana saling percaya dan memilih penggunaan media

yang tepat. Sedangkan untuk si penerima pesan dapat meningkatkan keefektifan

sebuah komunikasi dengan cara mendengarkan pesan yang dikirim dengan seksama,

menghindarkan penilaian yang evaluatif, dan menyediakan umpan balik yang

responsive, semua itu untuk meningkatkan keefektifan sebuah komunikasi.

2.3.Motivasi

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya

berkisar pada pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai lima

(55)

1. Kebutuhan yang bersifat fisiologis; Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga

hal pokok, sandang, pangan dan papan. Teori ini bisa dikatakan sebagai suatu hal

yang memang mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan

kebutuhan ini.

2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan; Kebutuhan ini mengarah kepada rasa

keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya,

jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja

dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal

atas kedudukan dan wewenangnya.

3. Kebutuhan sosial; Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama)

dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan,

meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa

kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.

4. Kebutuhan akan prestasi; Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang

kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam status seseorang serta

prestise yang ditampilkannya.

5. Kebutuhan Akutualisasi Diri; Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas

kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala

kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai

untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat

(56)

cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi

yang lebih tinggi.

Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri

sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan

pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh

manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang

dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi

kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek

yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua

(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan

menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula

dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi

kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan

manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu

yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan

tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang

tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang

unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin

(57)

“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan” yang

dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan atau

secara analogi berarti anak tangga.

Gambar 2.8. Model Herarki Piramida Maslow

Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak

tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut

diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan

berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum

kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga

tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula

seterusnya.

Berdasarkan dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan

manusia makin mengalami penyempurnaan dan koreksi karena pengalaman

menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung

(58)

yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman

serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai

kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki.

Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

a. Kebutuhan yang sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang

akan datang;

b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser

dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.

c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya

suatu kondisi dimana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam

pemenuhan kebutuhan.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat

teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan

teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat

aplikatif.

Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri

sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun

yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah

(59)

1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.

2. Menikmati pengalaman baru.

3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.

4. Memiliki standar moral yang jelas.

5. Memiliki selera humor.

6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.

7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.

8. demokratis dalam menerima orang lain.

9. Membutuhkan privasi.

10.Bebas dari budaya dan lingkungan.

11.Kreatif.

12.Spontan.

13.Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.

14.Mengakui sifat dasar manusia.

15.Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.

Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan

menampilkan semua ciri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah

mengaktualisasikan diri yang menampilkan ciri-ciri tersebut, namun orang-orang

yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih

(60)

2.4. HIV/AIDS

2.4.1 Pengertian AIDS

Dalam terminologi kedokteran, penyakit AIDS adalah singkatan dari Aquired

Immune Deficiency Syndrome. Syndrome yang dalam bahasa Indonesianya adalah

sindroma, merupakan kumpulan gejala dan tanda penyakit. Deficiency dalam bahasa

Indonesia berarti kekurangan, Immune berarti kekebalan, sedangkan Aquired berarti

diperoleh atau didapat. Dalam hal ini mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan

penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena ia keturunan dari

Seseorang menderita AIDS , tetapi ia terinfeksi virus penyebab AIDS, sehingga

AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya

atau menurunnya sistim kekebalan tubuh seseorang. AIDS merupakan fase terminal

atau fase akhir dari infeksi HIV. (Depkes, 1996). Sebagai virus, HIV merusak sel-sel

genetik yang dimasukinya sehingga mempengaruhi aktivitas sel-sel tersebut dalam

waktu yang tidak terbatas dan kemudian berkembang biak dalam darah dan cairan

tubuh.

Dengan adanya HIV dalam tubuh seseorang, maka akan menyebabkan

menurun dan melemahnya sistim pertahanan kekebalan tubuh manusia. Sehingga

tubuh akhirnya tidak mampu melawan berbagai penyakit bahkan yang tidak

berbahaya sekalipun. Lemahnya pertahanan tubuh terhadap penyakit lain

memudahkan penyakit tersebut untuk bertahan dan berkembang dalam tubuh

Gambar

Gambar 2.1. Model Lasswell
Gambar 2.2. Komunikator dan Media
Gambar 2.3. Dimensi Pesan
Gambar 2.4. Komunikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kewenangan yang dimiliki oleh Komnas HAM sebagai lembaga negara yang berhak dan diamanti oleh presiden untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di rasa kurang

Sitompul, Hamzah Nuzulul Fazri. Analisis Penggunaan Majas Hiperbola Pada Iklan Komersial di Televisi. Pembimbing Utama Drs. Rokhmat Basuki, M.Hum. dan Pembimbing

Pada pasal diatas telah diatur mengenai kewajiban kehadiran saksi yang diminta oleh tersangka atau terdakwa, namun terdapat kekosongan hukum Undang-Undang Nomor 20

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama proses pelaksanaan kerja praktek, baik dari awal hingga tersusun laporan

Rasio utang terhadap aset merupakan rasi yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara tota utang dengan total aset. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk

Sound card adalah perangkat yang dipasang berjalan pada sistim computer,kartu suara mengontror seluruh audio pada computer,dan berfungsi sebagai prosecor audio

Setelah penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, maka dapat dilihat respons tanaman Eboni (Diospyros celebica Bakh.) terhadap 4 perlakuan kombinasi antara

Pantai Sembilangan masih kurang memadai untuk daerah tujuan wisata, yaitu kurangnya prasarana seperti lampu jalan yang masih minim bahkan dibeberapa jalan tidak ada penerangan