PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4
WIRA BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT
T E S I S
Oleh
KARTINI
087033027/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4 WIRA
BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh KARTINI 087033027/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4 WIRA BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT Nama Mahasiswa : Kartini
Nomor Induk Mahasiswa : 087033027
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi pembimbing
(Dr.Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M ) ( Andi Ilham Lubis, S.K.M.M, Epid)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr.Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada tanggal : 19 Juli 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi,M.K.M Anggota : 1. Andi Ilham Lubis,S.K.M,M.Epid
PERNYATAAN
PENGARUH PELATIHAN HIV DAN AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TENTANG HIV DAN AIDS PADA SISWA SMU 4
WIRA BANGSA DAN MAN MEULABOH 1 KABUPATEN ACEH BARAT
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditukis atau diterbitkan oleh orang lain,kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2010
ABSTRAK
Saat ini HIV/AIDS merupakan penyakit yang sudah ditemukan di hampir semua daerah di Indonesia termasuk di kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Remaja merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi terjangkit HIV/AIDS, yang perlu ditingkatkan pemahamannya tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui pelatihan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I. Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental.
Populasi dalam penelitian adalah semua siswa yang menjadi pengurus OSIS pada SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I di Kota Meulaboh berjumlah 60 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,012), pesan (p = 0,036) dan media (p=0,024). Variabel yang berpengaruh terhadap sikap siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,018) dan pesan (p=0,049). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pengetahuan adalah komunikator dan media sedangkan untuk variabel sikap yang paling berpengaruh adalah komunikator.
Diharapkan kepada sekolah untuk melakukan peningkatan dan perbaikan serta evaluasi terhadap pelatihan HIV/AIDS baik dari segi komunikator, pesan yang disampaikan dan media yang digunakan, serta menyediakan suatu tempat untuk menjadi sumber informasi mengenai HIV/AIDS, dan kepada siswa yang telah mengikuti pelatihan HIV/AIDS dapat menjadi pendidik sebaya bagi rekan-rekan lainnya.
ABSTRACT
The HIV/AIDS disease today almost found throughout Indonesia including on Meulaboh City Aceh Barat District. Teenager is one of groups which highly risks infected with HIV/AIDS. The knowledge about prevention of HIV/AIDS of the teenager need to be improved by training.
The objective of this study was to analyze the influence of training ofHIV/AIDS on the knowledge and attitude of students about HIV/AIDS at SMU N 4 Wira Bangsa and MAN Meulaboh I. This research was conducted in quasi experiment. The population were all students as OSlS-Students Fellowship committee totally 60 persons, at once involved them as sample of the research. The data were obtained by using structured questionnaire. The data were analyzed using Multiple Regression test with the confidence rate of 95%.
The result of study showed that the variable which had influence on the knowledge about HIV/AIDS were communicator (p = 0.012), message (p = 0.036) and media (p = 0,024). The influential variable on their attitude about HIV/AIDS were communicator (p = 0.018) and message (p = 0.049). The dominant influenced variables on their knowledge were communicator and media, whereas for the most influential in attitude was communicator.
It is recommended to school to improve and evaluate the training of HIV/AIDS either from communicator, the message and the media to provide a special space to be the source of information regarding HIV/AIDS and to students who has ever attended and take part actively on the HIV/AIDS training become a trainer to others as fellowship and also for the school itself.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang membebaskan kita dari rasa gundah dan
sedih,yang maha menjawab doa orang-orang yang tertindas,syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT,atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Pelatihan HIV dan AIDS terhadap
Pengetahuan dan Sikap Siswa SMU 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh 1
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010”
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini banyak
kekurangan-kekurangan, namun demikian penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis banyak menyampaikan rasa terima kasih yang
tidak terhingga kepada semua pihak yang terlibat didalam penyusunan Tesis ini
terutama kepada:
1. Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr.Drs.Surya Utama, M.S, selaku Dekan dan Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Dr.Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Sekretaris Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
5. Andi Ilham Lubis, S.K.M, M.Epid selaku pembimbing kedua.
6. dr.Jamaluddin, M.A.R.S dan Lodyana Ayu S.Psi, M.Psi selaku dosen
pembanding yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan
penulisan tesis ini.
7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, yang
telah banyak memberikan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan
mengikuti pendidikan
8. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan
saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Teristimewa buat Ayahanda, Ibunda dan Suami tercinta serta buah hati ananda
Aulia Kurnia Hady dan Adinda Kartika Puteri ,pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga karena berkat doa restu dan motivasi
mereka, penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita berserah dan mohon
ampunanNya,semoga apa yang kita perbuat selama ini mendapat ridhaNya. Amin Ya
Rabbal Alamin.
Medan, September 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Kartini dilahirkan di Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat,pada tanggal 27 Agustus 1970 , beragama Islam anak pertama
dari lima bersaudara dari bapak H.Hamzani, HI dan Hj.Suarni
Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada Tahun 1983 di Sekolah Dasar
Negeri 4 Meulaboh, pada tahun 1986, menamatkan Sekolah Menengah Pertama di
Sekolah Menengah Pertama Negeri Nomor 1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan
pada Sekolah Menengah Farmasi di Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Tahun 2004 penulis menamatkan pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen Indonesia (STIMI) di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Penulis menikah pada tahun 1991 dan dikaruniai seorang puteri dan seorang
putera. Pada tahun 1991 s/d 2003 penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, Pada tahun 2003 s/d 2004 penulis menjadi
staf di Gudang Farmasi (GFK) Kabupaten Aceh Barat dan 2004 s/d 2005 menjadi
pengelola pengadaan obat di bagian Pelayanan Kesehatan dan pada tahun 2005 s/d
Juli 2008 menjadi Pengelola Program Surveilans di Program Pemberantasan Penyakit
Menular pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
2.1. Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Educatio... 11
2.1.1.Definisi Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education)... 11
2.1.2.Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup ... 11
2.1.3.Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup ... 12
2.1.4.Metode Pelatihan Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)... 13
2.1.5.Materi Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)... 15
2.2. Komunikasi ... 16
2.2.1.Definisi Komunikasi ... 16
2.2.2.Komponen Komunikasi... 18
2.2.3.Komunikasi Efektif ... 26
2.3. Motivasi ... 34
2.4. HIV/AIDS... 39
2.4.1.Pengertian AIDS... 39
2.4.2.Sejarah Perkembangan Penyakit AIDS ... 43
2.4.4.Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS melalui
Pendidikan Kelompok Sebaya ... 47
2.4.5.Beberapa Model Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS ... 50
2.5. Pengetahuan ... 52
2.6.5 Faktor-faktor yang menyebabkan Perubahan Sikap... 60
2.7. Landasan Teori ... 60
3.4.2.Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 67
3.4.3.Uji Validitas dan Reliabilitas... 68
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 69
4.2. Gambaran Karakteristik SMU 4 Wira Bangsa Dan MAN Meulaboh I... 76
4.3 Analisis Univariat... 77
4.3.1.Gambaran Pelatihan HIV Dan AIDS di SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh I Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ... 77
4.3.3.Tingkat Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah Di berikan Pelatihan HIV dan AIDS pada SMA Negeri 4
Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh-I di
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ... 79 4.4. Analisis Bivariat ... 80
4.4.1. Hubungan Pelatihan HIV dan AIDS Dengan Pengetahun Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh
dan MAN Meulaboh I di Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2010 ... 81 4.4.2. Hubungan Pelatihan HIV AIDS dengan Sikap
Siswa Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh-I di Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2010 ... 83 4.5 Gambaran Pengetahuan dan Sikap Sebelum (Pretest) Dan
Sesudah diberi Perlakuan (Postest) pada Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh I di Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2010... 84 4.5.1 Kelompok Perlakuan ... 85 4.5.2 Kelompok Kontrol... 85 4.6 Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Pada Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol Sebelum (Pretest) dan Sesudah
Diberi Perlakuan (Postest) ... 86 4.7. Analisis Multivariat ... 87
BAB 5 PEMBAHASAN ... 90
5.1. Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Intervensi Pelatihan HIV/AIDS... 90 5.2. Sikap Siswa Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi
Pelatihan HIV/AIDS... 92 5.3 Pengaruh Komunikator Pelatihan Terhadap Pengetahuan
dan Sikap Siswa... 95 5.4 Pengaruh Pesan Pelatihan Terhadap Pengetahuan
dan Sikap Siswa... 97 5.5 Pengaruh Media Pelatihan Terhadap Pengetahuan
dan Sikap Siswa... 99 5.6 Pengaruh Komunikan Pelatihan Terhadap Pengetahuan
dan Sikap Siswa ... 100 5.7 Pengaruh Umpan Balik Pelatihan Terhadap Pengetahuan dan
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
6.1. Kesimpulan ... 103
6.2 Saran ... 103
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1 Rancangan Penelitian 63
3.2 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran 70
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa di SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2010 ...76
4.2 Distribusi Frekuensi Pelatihan Motivator HIV/AIDS di SMU Negeri 4 Wira
Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Kabupaten...78
4.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa
Meulaboh dan MAN Meulaboh I Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pelatihan di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010...79
4.4. Distribusi Tingkat Sikap Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pelatihan Tahun 2010 ...80
4.5. Hubungan Pelatihan Motivator HIV Dan AIDS Dengan Pengetahuan Siswa SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ...82
4.6. Hubungan Pelatihan Motivator HIV Dan AIDS Dengan Sikap SiswaSMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MANMeulaboh I Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010...84
4.7. Perbedaan Rerata Nilai Pretest Dan Postest Pengetahuan Dan Sikap Kelompok Perlakuan SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan Man Meulaboh-I Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ...86
4.9. Perbandingan Rerata Nilai Pretest dan Postest Pengetahuan Kelompok Perlakuan dengan Kontrol SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN Meulaboh I di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ...87
4.10 Perbandingan Rerata Nilai Pretest dan Postest Sikap Kelompok Perlakuan dengan Kontrol SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan MAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman No Judul
2.1 Model Lasswell...17
2.2 Komunikator dan Media...19
2.3 Dimensi Pesan ...21
2.4 Komunikan ...22
2.5 Efek Komunikasi ...25
2.6 Umpan Balik...26
2.7 Proses komunikasi ...28
2.8 Model Herarki Piramida Maslow ...36
2.9 Skema Proses Kegiatan Belajar...48
2.10 Skema Teori Stimulus –Organisme-Respon...49
2.11 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi...55
2.12 Kerangka Konsep ...62
DAFTAR GAMBAR
Halaman No Judul
2.1 Model Lasswell...17
2.2 Komunikator dan Media...19
2.3 Dimensi Pesan ...21
2.4 Komunikan ...22
2.5 Efek Komunikasi ...25
2.6 Umpan Balik...26
2.7 Proses komunikasi ...28
2.8 Model Herarki Piramida Maslow ...36
2.9 Skema Proses Kegiatan Belajar...48
2.10 Skema Teori Stimulus –Organisme-Respon...49
2.11 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi...55
2.12 Kerangka Konsep ...62
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
No Judul
1 Kuesioner ... 106
2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas... 117
3 Hasil Output Analisa Data ... 118
4 Modul Pelatihan Motivator HIV dan AIDS... 134
5 Izin Penelitian ... 142
ABSTRAK
Saat ini HIV/AIDS merupakan penyakit yang sudah ditemukan di hampir semua daerah di Indonesia termasuk di kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Remaja merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi terjangkit HIV/AIDS, yang perlu ditingkatkan pemahamannya tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui pelatihan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I. Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental.
Populasi dalam penelitian adalah semua siswa yang menjadi pengurus OSIS pada SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I di Kota Meulaboh berjumlah 60 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,012), pesan (p = 0,036) dan media (p=0,024). Variabel yang berpengaruh terhadap sikap siswa tentang HIV/AIDS adalah komunikator (p=0,018) dan pesan (p=0,049). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pengetahuan adalah komunikator dan media sedangkan untuk variabel sikap yang paling berpengaruh adalah komunikator.
Diharapkan kepada sekolah untuk melakukan peningkatan dan perbaikan serta evaluasi terhadap pelatihan HIV/AIDS baik dari segi komunikator, pesan yang disampaikan dan media yang digunakan, serta menyediakan suatu tempat untuk menjadi sumber informasi mengenai HIV/AIDS, dan kepada siswa yang telah mengikuti pelatihan HIV/AIDS dapat menjadi pendidik sebaya bagi rekan-rekan lainnya.
ABSTRACT
The HIV/AIDS disease today almost found throughout Indonesia including on Meulaboh City Aceh Barat District. Teenager is one of groups which highly risks infected with HIV/AIDS. The knowledge about prevention of HIV/AIDS of the teenager need to be improved by training.
The objective of this study was to analyze the influence of training ofHIV/AIDS on the knowledge and attitude of students about HIV/AIDS at SMU N 4 Wira Bangsa and MAN Meulaboh I. This research was conducted in quasi experiment. The population were all students as OSlS-Students Fellowship committee totally 60 persons, at once involved them as sample of the research. The data were obtained by using structured questionnaire. The data were analyzed using Multiple Regression test with the confidence rate of 95%.
The result of study showed that the variable which had influence on the knowledge about HIV/AIDS were communicator (p = 0.012), message (p = 0.036) and media (p = 0,024). The influential variable on their attitude about HIV/AIDS were communicator (p = 0.018) and message (p = 0.049). The dominant influenced variables on their knowledge were communicator and media, whereas for the most influential in attitude was communicator.
It is recommended to school to improve and evaluate the training of HIV/AIDS either from communicator, the message and the media to provide a special space to be the source of information regarding HIV/AIDS and to students who has ever attended and take part actively on the HIV/AIDS training become a trainer to others as fellowship and also for the school itself.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan
pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh makin melemah
dan mudah terjangkit penyakit infeksi. Sampai saat ini HIV/AIDS menjadi persoalan
serius bagi negara berkembang karena secara langsung sudah menyentuh persoalan
politik dan bahkan ekonomi yang berujung kepada persoalan kemiskinan (KPAN,
2007).
Di Indonesia HIV telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun. Pada 10 tahun
pertama periode ini peningkatan jumlah kasus HIV dan AIDS masih rendah. Pada
akhir tahun 1997 jumlah kasus AIDS kumulatif 153 kasus dan HIV positif baru 486
kasus yang diperoleh dari serosurvei di daerah sentinel serta penularan 70% melalui
hubungan seksual berisiko.Pada akhir abad ke 20 terjadi kenaikan yang sangat
berarti dari jumlah kasus AIDS dan di beberapa daerah pada sub-populasi
tertentu, angka prevalensi sudah mencapai 5% yaitu pada pengguna Napza suntik
(penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Situasi demikian menunjukkan
bahwa pada umumnya Indonesia berada pada tahap concentrated epidemic. (KPAN,
Sejak awal abad ke 21 peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan.
Pada akhir tahun 2003 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan meningkat menjadi
1371 kasus, semantara jumlah kasus HIV positif mejadi 2720 kasus. Jumlah kasus
AIDS terus mengalami peningkatan, dimana pada akhir Desember 2004 berjumlah
2682 kasus, pada akhir Desember 2005 naik hampir dua kali lipat menjadi 5321
kasus dan pada akhir September 2006 sudah menjadi 6871 kasus yang
dilaporkan oleh 33 provinsi di Indonesia. Sementara estimasi tahun 2006, jumlah
orang yang terinfeksi diperkirakan 169.000–216.000 orang. Data hasil surveilans
sentinel Departemen Kesehatan menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi HIV
positif pada sub-populasi berperilaku berisiko, dikalangan penjaja seks (PS) 22,8%
dan di kalangan penasun 48% dan pada penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
sebesar 68%. Peningkatan prevalensi HIV positif terjadi di kota-kota besar,
sementara peningkatan prevalensi di kalangan PS terjadi baik di kota b e s a r
maupun di kota kecil (KPAN, 2007).
Ditinjau dari distribusi umur penderita AIDS pada tahun 2006
memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak.
Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77%, dan bila digabung
dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara
persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22% dan diperkirakan pada tahun 2006
sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal dunia (KPAN,
Selanjutnya Data HIV/AIDS sampai Juni Tahun 2008 menyebutkan kelompok
masyarakat yang paling tinggi faktor resiko penularan adalah pada usia produktif,
yaitu pada penggunaan IDU (6.237 kasus), heteroseksual (5.438 kasus), homoseksual
dan biseksual (482 kasus), transmisiperinatal (228 kasus), transfusi darah (10 Kasus)
dan tanpa diketahui 291 kasus. Secara Kumulatif pengidap HIV dan kasus AIDS di
Indonesia sejak bulan Januari sampai dengan Juni 2008 berjumlah 18.963 yang
terdiri dari 6.277 kasus HIV dan 12.686 kasus AIDS, dengan jumlah angka kematian
2.479 (Depkes, RI 2008). Dilihat dari penyebaran kasus HIV/AIDS di Indonesia,
tercatat hampir semua provinsi telah melaporkan adanya kasus HIV/AIDS. Kasus
terbesar terdapat di 10 Provinsi, masing-masing DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua,
Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kepulauan Riau
dan Sumatera Barat (KPAN, 2007).
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga tidak luput dari persoalan kasus
HIV/AIDS, dimana sampai Mei 2009 tercatat 31 kasus AIDS dan 6 kasus HIV (Dinas
Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Kabupaten Aceh Barat sebagai
salah satu daerah kabupaten di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga
turut menyumbang kasus HIV/AIDS dimana sampai tahun 2009 tercatat 1 kasus HIV
dan 1 kasus AIDS. Jumlah kasus penderita HIV/AIDS seperti lazim disebutkan
merupakan fenomena “puncak gunung es” yang artinya adalah kondisi yang
sebenarnya termasuk yang terselubung bisa jadi berpuluh kali lipat dari jumlah yang
dilaporkan. Ini terjadi karena kurangnya kesadaran bagi orang yang perilakunya
memerlukan biaya yang besar untuk melakukan pemeriksaan diri ke laboratorium.
Sehingga seseorang diketahui sudah tahap AIDS baru datang berobat ke rumah sakit
(www.tempointeraktif.co.id). Fenomena gunung es inilah yang masih berlangsung di
Kabupaten Aceh Barat. Permasalahan HIV dan AIDS belum terbuka secara nyata.
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor pendidikan, sosial
budaya, agama, adat istiadat sehingga mempengaruhi perilaku mereka untuk
mengambil keputusan dalam upaya penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS
(Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2008).
Di luar jumlah kasus HIV/AIDS yang sudah tercatat di Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Barat seperti yang diuraikan sebelumnya, dapat dipertimbangkan
juga data penyakit yang berkaitan dengan infeksi menular seksual, jumlah pekerja
seksual komersil , dan sarana pelayanan umum terkait yang diperkirakan beresiko
untuk menggambarkan tingginya bahaya penularan HIV/AIDS di Kabupaten Aceh
Barat. Seperti diketahui HIV/AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seksual
(heteroseksual, homoseksual, dan biseksual), transfusi darah, Intra Drugs User/IDU
(penularan dari pemakaian jarum suntik), penularan dari ibu yang terkena HIV/AIDS
kepada anaknya yang terjadi sebelum atau selama masa persalinan, dan pemberian air
susu ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya (WHO, 1994).
Dari data Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013
disebutkan terdapat 62 kasus infeksi menular seksual terkait Siphilis dan Hepatitis
pada tahun 2007 serta 28 kasus sampai April tahun 2008. Selanjutnya disebutkan
sarana pelayanan umum beresiko penularan infeksi menular seksual di Kabupaten
Aceh Barat selama Tahun 2008 (Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat
2008-2013).
Perlu juga dipertimbangkan hasil Behaviour Survey Surveilance Aceh Youth
yang dilaksanakan pada Tahun 2008 menyebutkan beberapa hasil penelitian yang
terkait dengan perilaku beresiko terhadap penularan HIV/AIDS di Kabupaten Aceh
Barat. Penelitian ini menyampaikan bahwa hanya 40 persen remaja pria dan 65
persen remaja perempuan yang mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS dengan
teknik ABCD (Abstinence, Be Faithful, Condom, no Drugs). Kemudian survey juga
menjelaskan 40 persen remaja pria dan 50 persen remaja perempuan meyakini diri
tidak bisa tertular HIV/AIDS. Selanjutnya disebutkan 68 persen remaja pria dan 50
persen remaja perempuan mengaku pernah berpacaran dan dari yang berpacaran
tersebut 53 persen remaja pria dan 40 persen remaja perempuan menyebutkan pernah
berciuman dengan pacar mereka bahkan disebutkan 22 persen remaja pria dan 8
persen remaja perempuan pernah melakukan tindakan saling merangsang seksual
dengan pacar masing-masing. Dari survey tersebut juga disampaikan 10 persen
remaja pria dan 3 persen remaja perempuan pernah melakukan hubungan seksual
dengan pasangannya (Behaviour Survey Surveilance Aceh Youth, 2008).
Kegiatan pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Aceh Barat sudah mulai
dilakukan sejak tahun 2007 sampai tahun 2009 dengan bantuan NGO/LSM terkait.
Kegiatan yang dilakukan berupa upaya promotif dan preventif untuk penanggulangan
pemahaman masyarakat tentang bagaimana pencegahan dan penanggulangan HIV
dan AIDS. Namun dengan berakhirnya tugas NGO/LSM yang peduli AIDS di
Kabupaten Aceh Barat maka kegiatan yang sudah mulai berjalan menjadi tersendat
sehingga perlu dilakukan upaya terobosan untuk merevitalisasi upaya promotif dan
preventif dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Aceh Barat.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
dalam rangka revitalisasi upaya promotif dan preventif untuk penanggulangan HIV
dan AIDS adalah penyusunan Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat
2008-2013. Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013 disusun
untuk pencapaian visi Mewujudkan Masyarakat yang Bermartabat, Berbudaya dan
Berperadaban Tinggi serta Peningkatan Sumber Daya Manusia dalam rangka
menekan laju penularan HIV serta Menuju Aceh Barat yang sehat pada tahun 2015
(Rencana Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013). Dalam Rencana
Strategis HIV/AIDS Kabupaten Aceh Barat 2008-2013 tertera secara lengkap Visi.
Misi, Gambaran Situasi Kabupaten, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tempat Beresiko,
Kelompok Resiko, serta kegiatan yang dilakukan.
Salah satu bentuk kegiatan yang sudah dilakukan adalah Pelatihan HIV/AIDS
yang dikemas dalam bentuk kegiatan Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup
(Life Skill Education) dengan target peserta adalah kelompok usia remaja (Siswa
SMU/MAN). Tujuan kegiatan ini adalah terbentuknya remaja yang peduli akan
pencegahan HIV/AIDS sekaligus diharapkan menjadi agen perubah (agent of change)
1. Meningkatkan kemampuan dalam teknik pelajaran
2. Memberi wawasan berpikir yang lebih luas
3. Memberi kecakapan dalam menghadapi situasi kehidupan sehari-hari dan
percaya diri
4. Memotivasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya
5. Memberi kemampuan mengatasi permasalahan hidup sehari-hari
6. Meningkatkan rasa toleransi, kebersamaan dan menghargai sesama
7. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain
(Modul Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup, 2007).
Pelatihan HIV/AIDS dianggap perlu karena pelatihan merupakan satu model
pendidikan kesehatan yang menurut Simonds yang dikutip oleh Gianz (1997) adalah
upaya merubah perilaku individu, kelompok dan masyarakat dari perilaku-perilaku
yang dapat mengancam/membahayakan kesehatan ke perilaku yang kondusif bagi
kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Sedangkan Green (1980) mengartikan
sebagai pengalaman belajar yang dimaksud untuk memudahkan atau membantu
penyesuaian perilaku yang bersifat sukarela, yang kondusif bagi kesehatan.
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Soekidjo (1993) yang mendefenisikan
pendidikan kesehatan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu,
kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (perilaku)nya, untuk
mencapai kesehatan secara optimal.
Firman (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa pendidikan peer
pengetahuan siswa sebesar 68,2% dan secara statistik dengan nilai p=0,037 dengan
uji independet test menunjukkan terdapat pengaruh signifikan peer education dan
simulasi dengan pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan reproduksi.
Pelatihan HIV/AIDS sengaja mengambil segmen Kelompok Usia Remaja
dengan dasar kenyataan bahwa 57,8% kasus AIDS di Indonesia berasal dari
kelompok umur 15 – 29 tahun yang mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV
pada umur yang masih sangat muda. Hal ini sejalan pula dengan fakta bahwa
penyalahguna napza sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda. Hampir 30%
populasi Indonesia berumur antara 10 sampai 24 tahun, dan mereka ini seharusnya
menjadi sasaran edukasi dan penyuluhan yang benar agar tidak masuk kedalam
sub-populasi berperilaku risiko tinggi (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2008).
Di Kabupaten Aceh Barat sampai Tahun 2009 terdapat 7209 siswa dari SMU,
MAN dan SMK yang merupakan bagian dari kelompok usia remaja. Khusus di SMU
Negeri 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I terdapat 947 siswa (Dinas Pendidikan
Kabupaten Aceh Barat dan Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Barat,
2009).
Berpijak dari uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
Pengaruh Pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap Siswa tentang
HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota Meulaboh Tahun
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah ingin diketahuinya Pengaruh Pelatihan HIV/AIDS
terhadap pengetahuan dan sikap siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa
dan MAN Meulaboh I Kota Meulaboh Tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pelatihan
HIV/AIDS terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang HIV/AIDS di SMU N 4
Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota Meulaboh Tahun 2010.
1.4. Hipotesis
1. Ada pengaruh Pelatihan HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap siswa
tentang HIV/AIDS di SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota
Meulaboh.
2. Ada perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan setelah mengikuti Pelatihan
HIV/AIDS pada siswa SMU N 4 Wira Bangsa dan MAN Meulaboh I Kota
Meulaboh.
3. Ada perbedaan sikap siswa sebelum dan setelah mengikuti Pelatihan HIV/AIDS
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada pemerintah kabupaten Aceh Barat
dalam program penanggulangan HIV dan AIDS di Aceh Barat Tahun 2010.
2. Hasil Penelitian dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
meneliti permasalahan yang sama.
3. Dapat menempatkan Program HIV dan AIDS yang bersifat multi-sektor dan
multi-pihak sebagai bagian penting dari agenda pembangunan di Kabupaten
BAB 2
TUNJAUAN PUSTAKA
2.1.Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)
2.1.1. Defenisi pelatihan dan pendidikan kecakapan hidup (Life Skills Education)
Pendidikan dan Pelatihan Kecakapan Hidup adalah kegiatan yang bertujuan
untuk melaksanakan pendidikan dalam meningkatkan kecakapan/kompetensi
psikososial seseorang untuk mengatasi berbagai tuntutan dan tantangan hidup
sehari-hari.
Pendidikan Kecakapan Hidup mempunyai kontribusi yang sangat besar
terhadap peningkatan perkembangan individu dan sosial, perlindungan terhadap hak
azasi manusia, dan pencegahan terhadap masalah-masalah kesehatan sosial karena
konsep dasar kecakapan hidup, meliputi:
1. Demokratisasi
2. Tanggung Jawab
3. Perlindungan
2.1.2. Tujuan pendidikan kecakapan hidup
Tujuan Umum Pendidikan Kecakapan Hidup adalah agar siswa memiliki
sehat, fisik maupun mental) sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan
pola hidup yang lebih baik-fisik,mental, maupun sosial.
Tujuan khusus Pendidikan Kecakapan Hidup adalah :
1. Siswa dapat mengimplementasikan pengetahuan Kecakapan Hidup Sehat dalam
kehidupan sehari-hari dan bersedia menyebarkan kepada orang lain.
2. Siswa siap memasuki usia dewasa dengan tingkah laku orang dewasa yang
bertanggung jawab dan mampu memasuki dunia kerja dengan segala
tantangannya serta mempunyai keterampilan, dan pengetahuan dalam
mempersiapkan kehidupan berumah tangga yang bertanggung jawab.
3. Fasilitator pelatihan mampu memfasilitasi suatu praktek serta penguatan dari
kompetensi psikososial dalam konteks kultural yang tepat.
2.1.3. Manfaat pendidikan kecakapan hidup
Tujuan Umum Pendidikan Kecakapan Hidup adalah:
1. Meningkatkan kemampuan dalam teknik pelajaran
2. Memberi wawasan berpikir yang lebih luas
3. Memberi kecakapan dalam menghadapi situasi kehidupan sehari-hari dan
percaya diri
4. Memotivasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya
5. Memberi kemampuan mengatasi permasalahan hidup sehari-hari
6. Meningkatkan rasa toleransi, kebersamaan dan menghargai sesama
2.1.4. Metode pelatihan pelatihan dan pendidikan kecakapan hidup (Life Skills Education)
Belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar
untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan dan
sikap maupun nilai-nilai. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dan
melakukan (learning to do) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang
produktif dan kreatif, sementara belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be my
self) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang percaya diri, dan belajar
untuk hidup bersama (learning to life together) diharapkan dapat menciptakan
manusia-manusia yang mempunyai daya saing, daya penyesuaian, dan daya kerja
sama (Mansour Fakih dkk, 2001).
Proses pembelajaran dalam pelatihan ini menggunakan azas pendidikan orang
dewasa (Andragogi). Andragogi berasal dari bahasa Yunani, Andra yang berarti
orang dewasa dan Agogos yang berarti memimpin, pendefenisian andragogi secara
etimologi adalah suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar. Peserta
belajar diperlakukan sebagai orang dewasa yang diasumsikan memiliki kemampuan
aktif untuk merencanakan arah, memiliki bahan dan materi yang bermanfaat,
memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta mampu
mengambil manfaat proses belajar. Fungsi Guru atau Pelatih dalam andragogi adalah
Menurut Lindeman, konsep andragogi merupakan pembelajaran yang berpola
non otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya lebih bertujuan untuk
menemukan pengertian pengalaman dan atau pencarian pemikiran guna merumuskan
perilaku yang standar. Dengan demikian teknik andragogi adalah bagaimana
membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan nyata (Mansour Fakih dkk,
2001).
Menurut Knowles, beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam proses
pembelajaran andragogi adalah:
1. Kebutuhan untuk mengetahui
2. Konsep diri peserta sebagai pembelajar
3. Peranan pengalaman peserta belajar
4. Kesiapan peserta belajar
5. Orientasi peserta belajar
6. Motivasi peserta belajar
(Mansour Fakih dkk, 2001)
Tujuan pendidikan dengan pendekatan andragogi bertujuan untuk:
1. Membangkitkan semangat percaya diri dan optimisme peserta belajar
2. Memberikan kemampuan dan keterampilan untuk berbuat sesuatu
3. Memberikan kemampuan untuk dapat menerima atau menolak sesuatu atas dasar
standar peraturan atau nilai-nilai atau etika masyarakat yang dianut peserta
Pelatihan dengan pendekatan andragogi, menempatkan peserta sebagai orang
yang telah memiliki pengetahuan, pengalaman, keterampilan serta cenderung untuk
menentukan prestasinya sendiri. Pengalaman dan potensi yang ada pada peserta
adalah sumber yang perlu digali dalam proses pelatihan ini.
Dalam sebuah pelatihan yang menggunakan pendekatan andragogi akan
melibatkan unsur-unsur komunikasi secara menyeluruh yaitu:
1. Fasilitator pelatihan yang berfungsi sebagai komunikator utama
2. Materi Pelatihan yang berfungsi sebagai isi pesan yang akan disampaikan
komunikator kepada komunikan
3. Alat Bantu Pelatihan yang berfungsi sebagai media yang akan membantu
komunikator menyampaikan isi pesan kepada komunikan
4. Peserta belajar yang berfungsi sebagai komunikan utama
5. Respon aktif peserta belajar terhadap isi pesan yang disampaikan komunikator
sebagai bentuk fungsi feed back dari komunikan kepada komunikator.
2.1.5. Materi Pelatihan Dan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)
Materi Pelatihan dan Pendidikan Kecakapan Hidup adalah:
1. Materi yang bersifat umum
Materi yang diberikan meliputi kebijakan program Pencegahan HIV/AIDS dan
2. Materi Inti
a. Kesehatan Reproduksi
b. IMS dan HIV/AIDS
c. Pendidikan Kecakapan Hidup
d. Narkoba
e. Komunikasi
f. Pendidikan Sebaya
2.2.Komunikasi
2.2.1. Defenisi komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata
Latin yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang
berarti membuat sama” (to make common). Istilah pertama communis adalah istilah
yang paling sering disebut sebagai asal- usul kata komunikasi, yang merupakan akar
dari kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran,
suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama. Akan tetapi berbagai
defenisi menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal tersebut,
seperti dalam kalimat “kita berbagi fikiran”, “kita mendiskusikan makna”, dan “kita
mengirimkan pesan”. (Mulyana, 2005).
Proses komunikasi yang tergambar dalam Model komunikasi dari Harold
Laswell dianggap oleh para pakar komunikasi sebagai salah satu teori komunikasi
bahwa “cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab
pertanyaan: Who Says, What in Which Channel to Whom With What Effect (Siapa
Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). (Effendy,
2000).
Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik Laswell itu merupakan unsur-unsur
proses komunikasi, yaitu communicator (komunikator), message (pesan), media
(media), receiver (komunikan), dan effect (efek). (Effendy, 2000).
Vardiansyah (2004) menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu
Komunikasi mengenai gambar model komuniksi yang disampaikan oleh Lasswell
dengan unsur-unsur dasar, walau dengan penjabaran dan interpretasi yang tidak persis
sama, yaitu: komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan dan efek
komunikasi sebagai berikut:
Who Communicator
Say What ? Message
Which what effect Effect To Whom
Receiver In which channel
Medium
Sumber : Vardiansyah ( 2004)
2.2.2. Komponen Komunikasi 1. Komunikator
Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu
Komunikasi bahwa Pengirim pesan atau komunikator yang dimaksud di sini adalah
manusia yang mengambil inisiatif dalam berkomunikasi. Pesan disampaikan
komunikator untuk mewujudkan motif komunikasi. Karena itu, komunikator kita
defenisikan sebagai manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan
untuk mewujudkan motif komunikasinya.
Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari (a) satu orang (b)
banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang, serta (c) massa. Apabila lebih
dari satu orang yakni banyak orang di mana mereka relatif saling kenal sehingga
terdapat ikatan emosional yang kuat dalam kelompoknya, maka kumpulan banyak
orang ini kita sebut kelompok kecil. Apabila lebih dari seorang atau banyak orang
relatif tidak saling kenal secara pribadi dan karenanya ikatan emosionalnya kurang
kuat, maka dikatakan sebagai kelompok besar atau publik. Namun apabila banyak
orang atau lebih dari satu orang ini memiliki tujuan yang sama dan untuk mencapai
tujuan tersebut terdapat pembagian kerja di antara para anggotanya, maka wadah
kerjasama yang terbentuk sebagai kesatuan banyak orang ini lazim kita sebut
organisasi. Jadi selain komunikator dapat berupa banyak orang dalam kelompok kecil
Satu
Orang
Banyak orang Kelompok
Homogen, saling kenal
Ikatan emosional kuat kecil
Komunikator Banyak Banyak orang Kelompok
Orang Heterogen, tdk saling kenal
Ikatan emosional rendah Besar / public
Banyak orang Motif ideal:
Punya tujuan sama organisasi LSM,
Yayasan
Ditempatkan dan waktu sama peristiwa
Menurunkan kesadaran individu
Menimbulkan jiwa massa
Massa
Banyak orang
Tersebar dalam area geografis luas Perhatian dan minat pada hal yang sama
Sumber: Vardiansyah (2004)
Gambar 2.2. Komunikator dan Media
Komunikator dapat terdiri dari satu orang, banyak orang (kelompok kecil,
kelompok besar/public, organisasi), dan massa sebagaimana terlihat pada gambar di
1. Pesan
Vardiansyah (2004) menyatakan bahwa pesan pada dasarnya bersifat
abstrak dan untuk membuatnya konkret sehingga dapat dikirim dan diterima oleh
komunikan, manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambang
komunikasi berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan.
Pesan bersifat abstrak; komunikan tidak akan tahu apa yang ada dalam benak kita
sampai kita mewujudkan dalam salah satu bentuk atau kombinasi lambang-lambang
komunikasi . Karena itu lambang komunikasi disebut juga bentuk pesan, yakni wujud
konkret dari pesan, berfungsi mewujudkan pesan yang abstrak menjadi konkret.
Suara, mimik, dan gerak-gerik lazim digolongkan dalam pesan nonverbal, sedangkan
Suara
Nonverbal Mimik
Gerak
Bentuk Lambang
Pesan Komunikasi
Denotatif
Verbal
Denotatif
Pesan Makna Denotatif
Pesan
Konotatif
Cara
Penyajian
Pesan
Struktur Penyajian
Sumber: Vardiansyah ( 2004)
2. Komunikan
Menurut Vardiansyah (2004), komunikan adalah manusia yang menerima
pesan dari komunikator. Dalam proses komunikasi, utamanya dalam tataran antar
pribadi, peran komunikator dan komunikan bersifat dinamis saling berganti.
Dalam komunikasi yang dinamis, peran ini saling dipertukarkan. Karena itu,
uraian tentang komunikator juga berlaku pada unsur komunikan, bahwa komunikan
dapat terdiri dari satu orang, banyak orang dan massa.
Satu
Komunikator Banyak Orang
Massa
Satu
orang
Komunikan Banyak
orang
Massa
Sumber: Vardiansyah, (2004)
3. Media Komunikasi
Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk
sampai ke komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan ke komunikator untuk
sampai ke komunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang
berlangsung face to face, tatap muka) atau dengan media. Media yang dimaksud di
sini adalah media komunikasi.
Media merupakan bentuk jamak dari medium. Medium komunikasi kita
artikan sebagai alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghantarkan
pesannya agar sampai ke komunikan. Jadi unsur pertama dari media komunikasi
adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator dengan
sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi media
komunikasi.
Komunikasi tatap muka, saluran atau jalan yang dilalui pesan komunikator
untuk sampai ke komunikannya adalah gelombang cahaya atau gelombang suara.
Dengan pengertian media di atas, yaitu alat perantara yang sengaja dipilih
komunikator untuk menghantarkan pesan komunikator agar sampai ke
komunikannya, maka gelombang cahaya dan gelombang suara tidak termasuk media
komunikasi, melainkan alternatif saluran komunikasi, karena manusia tidak
melakukan pemilihan dengan sengaja atas gelombang cahaya dan suara.
Media komunikasi dilihat dari jumlah target komunikannya dapat dibedakan
atas media massa dan non media massa. Media massa dilihat dari waktu terbitnya
berarti terbit teratur pada waktu-waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Media
massa periodik dapat dibedakan atas yang elektronik (radio, TV) dan non elektronik
atau cetak (surat kabar, majalah). Media massa non periodik dimaksudkan pada
media massa yang bersifat eventual, tergantung pada event tertentu. Setelah event
usai, selesai pulalah penggunaannya. Untuk itu, media massa nonperiodik dapat
dibedakan atas manusia (juru kampanye atau sales promotion girl) dan benda (poster,
spanduk, leaflet).
Nonmedia massa jika dilihat dari sifatnya, dapat dibedakan atas nonmedia
massa benda. Nonmedia massa benda dapat dibedakan atas yang elektronik (telepon,
fax) dan yang nonelektronik (surat). Perkembangan teknologi komunikasi terkini,
yakni teknologi komputer dengan internetnya, melahirkan media yang bersifat
multimedia. Dikatakan multimedia karena hampir seluruh bentuk media komunikasi
yang telah dikenal umat manusia menyatu dalam elektronik digitalnya. Di internet
kita dapat menemukan surat elektronik, i-phone (telepon internet), surat
kabar/majalah elektronik, radio internet, bahkan kegiatan tatap muka melalui internet
(video conference).
4. Efek Komunikasi
Efek komunikasi kita artikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan
komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri
seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu) dan konatif
(tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu)
Kognitif Tahu
Efek Afektif Sikap: Setuju/ tidak setuju
Konatif Tingkah laku nyata (Perilaku)
Sumber: Vardiansyah, (2004)
Gambar 2.5. Efek Komunikasi
5. Umpan Balik
Umpan balik dapat kita maknai sebagai jawaban komunikan atas pesan
komunikator yang disampaikan kepadanya. Dalam komunikasi yang dinamis,
sebagaimana diutarakan, komunikator dan komunikan terus-menerus saling bertukar
Pesan
Umpan Balik Komunikator-1
Komunikan-2
Komunikan-1 Komunikator-2
Pesan
Sumber: Vardiansyah, (2004)
Gambar 2.6. Umpan Balik
2.2.3. Komunikasi Efektif
Bahasa dan kalimat yang mudah dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa:
efektifitas dari kelompok (organisasi perusahaan) adalah bila tujuan kelompok
tersebut dapat dicapai sesuai dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam
upaya mencapai tujuan. Bila perbedaannya dianggap terlalu besar, maka dikatakan
tidak efisien. Dengan demikian komunikasi efektif merupakan pencapaian tujuan
pesan yang disampaikan komunikator terhadap komunikan dengan menimbulkan
perubahan perilaku pada komunikan.
Peranan seorang pelatih, materi yang disampaikan, sarana dan metode
pelatihan, peserta, dan respons dari pelatihan itu sendiri sangat penting, karena itu
harus dilakukan secara konsepsional dan bertindak secara sistematik. Komunikasi
pola yang mencakup sejumlah komponen yang terkorelasikan secara fungsional untuk
mencapai tujuan. Pola beserta komponen-komponennya jelas dapat diketahui dari
formula Harold Lasswell, dalam hubungan ini, Daniel Lerner dalam karyanya
“Communication System and Social Systems” dalam buku Wilbur Schramn “Mass
Communication” menampilkan apa yang disebut paradigmatic question, yang
berbunyi : “Who–Says–What–How To–Whom”. (siapa mengatakan apa, bagaimana,
kepada siapa). Diantara komponen-komponen komunikator, pesan dan komunikasi
itu, Lerner menyelipkan kata “How” yang tidak ditampilkan oleh Lasswell. Dan
dalam komunikasi “How” atau “Bagaimana” itulah yang menjadi permasalahan.
Kata “how” (bagaimana) merupakan kata tanya yang membutuhkan sebuah
jawaban dengan bentuk cara atau strategi atau metode dalam mensikapi segala
sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian atas sebuah tujuan. Umpamanya,
sebuah pertanyaan, bagaimana cara untuk menjadikan pelatihan pencegahan HIV
yang dilaksanakan Dinas Kesehatan di Sekolah SMU/Sederajat menjadi efektif. Maka
kata “how” ini menjadi penting. Suatu paradigma mengandung tujuan dan tujuan
pada paradigma komunikasi harus diketahui dalam berkomunikasi, yakni :
“mengubah sikap, opini, atau pandangan, dan perilaku” (to change the attitude,
opinion and behavior), sehingga timbul pada komunikasi efek kognitif, efek afektif,
dan efek konatif atau behavioral atau dapat disebut pula dalam istilah psikologi
pendidikan adalah psikomotorik. Dalam melakukan perubahan terhadap perilaku
mengetengahkan sebuah formula yang dinyatakan sebagai landasan bagi strategi
komunikasi, yakni sebagai berikut:
“The communication with a purpose and an occasion gives expression to an
idea which he channels to some receiver from whom he gains a response”.
(Komunikasi dengan satu tujuan dan suatu peristiwa memberikan ekspresi kepada
suatu ide yang ia salurkan kepada sejumlah komunikasi dari siapa ia memperoleh
tanggapan). Menurut Brennand, bahwa formula komunikasi dapat disederhanakan
menjadi communicator message receiver (komunikator-pesan-komunikan) tetapi
demi efektifnya komunikasi perlu diperhatikan semua unsur yang terdapat dalam
proses komunikasi-komunikator, tujuan, peristiwa, ide, ekspresi, saluran/media,
komunikan dan tanggapan.
Apabila formula Laswell dan Lerner dalam Effendy (2000) kita tuangkan
ke dalam bentuk bagan, maka kira-kira akan tampak seperti pada gambar berikut ini;
Keterangan:
Wilbur Schrmn dalam Effendy (2000) apa yang disebut “the condition of
success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita
menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.
Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik
perhatian komunikan
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti
3. Pesan membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa
cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang
layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakan
untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Memperhatikan syarat tersebut diatas jelaslah, bahwa para ahli komunikator
memulai dengan meneliti sedalam-dalamnya tujuan komunikan dan “know your
audience” merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi untuk
mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat untuk suatu pesan
2. Bahasa yang harus dipergunakan agar pesan dapat dimengerti
3. Sikap dan nilai yang ditampilkan agar efektif
Ditinjau dari komponen komunikan, seorang dapat dan akan menerima sebuah
pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini secara simultan:
1. Ia dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi
2. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai
dengan tujuannya
3. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan
dengan kepentingan pribadinya
4. Ia mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun fisik.
Menurut Chester I. Barnand. dalam bukunya “Effetivepublic relations”
mengemukaan fakta fundamental dalam Effendy (2000) yang perlu diingat oleh
komunikator:
1. Bahwa komunikan terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja, dan bermain satu
sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial. Karena itu setiap orang adalah
subjek bagi berbagai pengaruh, di antaranya adalah pengaruh dari komunikator
2. Bahwa komunikan membaca, mendengarkan, dan menonton komunikasi yang
menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam
3. Bahwa tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikan harus
menguntungkan bagi komunikan, kalau tidak, ia tidak akan memberikan
tanggapan.
Ditinjau dari komponen komunikator, untuk melaksanakan komunikasi
komunikator dan daya tarik komunikator. Kedua hal ini berdasarkan posisi
komunikan yang menerima pesan:
1. Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar: jadi
komunikator mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai
dimana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan, dan apa yang
dinyatakannya.
2. Hasrat seseorang untuk menyamankan dirinya dengan komunikator atau bentuk
hubungan lainnya dengan komunikator yang secara emosional memuaskan; jadi
komunikator akan sukses dalam komunikasinya, bila ia berhasil memikat
perhatian komunikannya.
Kepercayaan pada komunikator (source credibility) ditentukan dan dapat
tidaknya ia dipercaya. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan yang besar akan
dapat meningkatkan daya perubahan yang menyenangkan. Lebih dikenal dan
disenanginya komunikator oleh komunikan, lebih cenderung komunikan untuk
mengubah kepercayaannya kearah yang dikehendaki komunikator.
Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima
komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan. Dalam pada itu juga pada
umumnya diakui bahwa pesan yang dikomunikasikan mempunyai daya pengaruh
yang lebih besar, apabila komunikator dianggap muncul dari pendidikan yang lebih
baik atau status sosial atau jabatan profesi yang lebih tinggi. Selain itu, untuk
mempunyai keahlian, mengetahui kebenaran, tetapi juga cukup objektif dalam
memotivasikan apa yang diketahuinya.
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan
perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik (source anttractiveness), jika pihak
komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan opini secara
memuaskan. Misalnya, komunikator dapat disenangi atau dikagumi sedemikian rupa,
sehingga pihak komunikan akan menerima sebuah keputusan dari usaha menyamakan
diri dengannya melalui kepercayaan yang diberikan.
Faktor perasaan yang sama dengan komunikator yang terdapat pada
komunikan akan menyebabkan sukses dalam berkomunikasi. Sikap komunikator
yang berusaha menyamakan diri dengan komunikan, akan menimbulkan simpati pada
komunikan. Seorang komunikator akan sukses dalam komunikasinya, kalau ia
menyesuaikan komunikasinya dengan image dari komunikan, yaitu memahami
kepentingannya, kebutuhannya, kecakapannya, pengalamannya, kemampuan
berfikirnya, kesulitannya, dan sebagainya.
Komunikasi yang efektif melibatkan aspek-aspek kelakuan atau perilaku
seperti motivasi, kepemimpinan, kepercayaan dan kekuatan. Pengirim pesan
(komunikator) mempunyai rintangan-rintangan yang terkait seperti pengirim pesan
bertanggung jawab dalam melukiskan tujuan dari komunikasi, ide, pemikiran dan
perasaan ke dalam sebuah pesan yang dapat dimengerti oleh si penerima pesan dan
apabila hal ini tidak bisa dicapai maka dapat dikatakan sebagai komunikasi yang
komunikasi, kemampuan berkomunikasi, kepekaan antara pribadi, kerangka acuan
dan kredibilitas si pengirim pesan.
Penerima pesan (komunikan) mempunyai rintangan-rintangan yang terkait
seperti si penerima pesan hanya merupakan bagian dari tanggung jawab si pengirim
pesan dalam menciptakan komunikasi yang efektif dimana hal ini tersebut dapat
dicapai hanya bila si penerima pesan merespon pesan yang diterima dan memberikan
umpan balik dan apabila si penerima pesan tidak merespon maka dapat dikatakan
sebagai komunikasi yang tidak efektif.
Pengiriman pesan dapat melakukan beberapa hal untuk membuat pesan yang
mereka kirim lebih akurat untuk dimengerti dan langkah-langkah yang ditempuh
yaitu menentukan sasaran komunikasi, penggunaan bahasa yang tepat, berlatih
berkomunikasi yang tegas, meningkatkan kredibilitas si pengirim pesan, memberikan
umpan balik, membangun suasana saling percaya dan memilih penggunaan media
yang tepat. Sedangkan untuk si penerima pesan dapat meningkatkan keefektifan
sebuah komunikasi dengan cara mendengarkan pesan yang dikirim dengan seksama,
menghindarkan penilaian yang evaluatif, dan menyediakan umpan balik yang
responsive, semua itu untuk meningkatkan keefektifan sebuah komunikasi.
2.3.Motivasi
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya
berkisar pada pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai lima
1. Kebutuhan yang bersifat fisiologis; Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga
hal pokok, sandang, pangan dan papan. Teori ini bisa dikatakan sebagai suatu hal
yang memang mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan
kebutuhan ini.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan; Kebutuhan ini mengarah kepada rasa
keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya,
jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja
dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal
atas kedudukan dan wewenangnya.
3. Kebutuhan sosial; Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama)
dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan,
meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa
kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
4. Kebutuhan akan prestasi; Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang
kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam status seseorang serta
prestise yang ditampilkannya.
5. Kebutuhan Akutualisasi Diri; Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas
kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala
kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai
untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat
cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi
yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri
sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan
pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh
manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang
dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi
kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek
yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan
manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu
yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang
unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin
“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan” yang
dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan atau
secara analogi berarti anak tangga.
Gambar 2.8. Model Herarki Piramida Maslow
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga
tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula
seterusnya.
Berdasarkan dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan
manusia makin mengalami penyempurnaan dan koreksi karena pengalaman
menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung
yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman
serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai
kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki.
Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
a. Kebutuhan yang sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser
dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya
suatu kondisi dimana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan
teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri
sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun
yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah
1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
2. Menikmati pengalaman baru.
3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
4. Memiliki standar moral yang jelas.
5. Memiliki selera humor.
6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8. demokratis dalam menerima orang lain.
9. Membutuhkan privasi.
10.Bebas dari budaya dan lingkungan.
11.Kreatif.
12.Spontan.
13.Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14.Mengakui sifat dasar manusia.
15.Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.
Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan
menampilkan semua ciri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah
mengaktualisasikan diri yang menampilkan ciri-ciri tersebut, namun orang-orang
yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih
2.4. HIV/AIDS
2.4.1 Pengertian AIDS
Dalam terminologi kedokteran, penyakit AIDS adalah singkatan dari Aquired
Immune Deficiency Syndrome. Syndrome yang dalam bahasa Indonesianya adalah
sindroma, merupakan kumpulan gejala dan tanda penyakit. Deficiency dalam bahasa
Indonesia berarti kekurangan, Immune berarti kekebalan, sedangkan Aquired berarti
diperoleh atau didapat. Dalam hal ini mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan
penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena ia keturunan dari
Seseorang menderita AIDS , tetapi ia terinfeksi virus penyebab AIDS, sehingga
AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya
atau menurunnya sistim kekebalan tubuh seseorang. AIDS merupakan fase terminal
atau fase akhir dari infeksi HIV. (Depkes, 1996). Sebagai virus, HIV merusak sel-sel
genetik yang dimasukinya sehingga mempengaruhi aktivitas sel-sel tersebut dalam
waktu yang tidak terbatas dan kemudian berkembang biak dalam darah dan cairan
tubuh.
Dengan adanya HIV dalam tubuh seseorang, maka akan menyebabkan
menurun dan melemahnya sistim pertahanan kekebalan tubuh manusia. Sehingga
tubuh akhirnya tidak mampu melawan berbagai penyakit bahkan yang tidak
berbahaya sekalipun. Lemahnya pertahanan tubuh terhadap penyakit lain
memudahkan penyakit tersebut untuk bertahan dan berkembang dalam tubuh