• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu Terhadap Kemampuan Dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu Terhadap Kemampuan Dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK KADER POSYANDU TERHADAP KEMAMPUAN DALAM PENEMUAN DINI KASUS TERSANGKA

TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

T E S I S

Oleh

ERWIN HAKIM LUBIS 067012040/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK KADER POSYANDU TERHADAP KEMAMPUAN DALAM PENEMUAN DINI KASUS TERSANGKA

TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERWIN HAKIM LUBIS 067012040/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KADER POSYANDU TERHADAP KEMAMPUAN DALAM PENEMUAN DINI KASUS

TERSANGKA TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDALA

KECAMATAN MEDAN TEMBUNG Nama Mahasiswa : Erwin Hakim Lubis

Nomor Induk Mahasiswa : 067012040

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H) (Drs. Amru Nasution M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H Anggota : 1. Drs. Amru Nasution M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK KADER POSYANDU TERHADAP KEMAMPUAN DALAM PENEMUAN DINI KASUS TERSANGKA

TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2010

(6)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis. Dari hasil survei di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung, setiap tahunnya kasus TB paru mengalami peningkatan. Tahun 2008 terdapat 108 kasus dan Tahun 2009 terdapat 121 kasus. Hal ini terkait dengan tugas kader Posyandu dalam mencari penderita suspek TB Paru yang tidak datang ke Puskesmas.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik kader posyandu terhadap kemampuan dalam penemuan kasus tersangka Tuberkulosis di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung sebanyak 200 orang, sampel diambil sebanyak 67 orang dengan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada

α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kader (umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, penghargaan, lama menjadi kader dan pengetahuan) berpengaruh signifikan terhadap kemampuan dalam penemuan kasus tersangka Tuberkulosis (p<0,05). Variabel penghargaan memberikan pengaruh paling dominan terhadap kemampuan kader Posyandu dalam penemuan kasus tersangka Tuberkulosis.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk : 1) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kader Posyandu melalui pelatihan dan seminar berkala terutama mengenai penyakit TB dengan melibatkan petugas kesehatan yang terlatih bersama kader Posyandu secara langsung mengenal penderita TB, 2) Membuat kebijakan pembuatan anggaran pemberian insentif tambahan kepada kader Posyandu yang menemukan penderita TB, dan 3) Puskesmas Mandala dan kepala lingkungan setempat mempertimbangkan untuk mengangkat PMO dari penderita TB menjadi kader Posyandu.

(7)

ABSTRACT

Lung Tuberculosis still becomes a health problem in Indonesia. Based on the result of the survey conducted at Mandala Health Center, Medan Tembung Sub district, the TB case increased every year, for example, it increased from 108 cases in 2008 to 121 cases in 2009. This incident was related to job of the cadres of Posyandu (Integrated Health Service Post) in inventorying those developing lung TB who did not visit the health center.

The purpose of this study was to analyze the influence of the characteristics cadre of Posyandu on the ability in early finding those developing Tuberculosis in the working area of Mandala health center. This research was survey explanatory. The population of this study were all of cadre of Posyandu of Mandala health center, as many as 200 and 67 of them were selected to be the samples through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire based interviews. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that the characteristics of the cadres (age, occupation, education, income, reward, length of work, and knowledge) had significant influence on their ability to find those developing tuberculosis. Reward was the most dominant variable influenced the ability of cadres of Posyandu in finding those developing Tuberculosis.

It is suggested to City Health Office of Medan to: 1) increase the knowledge and capability of the cadres of Posyandu through training and regular seminar especiallly on TB with trained health workers together in identification those suffering from TB, 2) make the budget policy to provide an extra incentive the cadres of Posyandu who find suffering from TB and 3) Mandala health centre and the leader of local neighborhood should consider to promote the Medicine Taking controller (PMO) of those suffering from TB, a cadres of Posyandu.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan Rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “ Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K)

(9)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si dan dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Selanjutnya terima kasih juga kepada Hendra Asmilan, S.I.P selaku Camat Medan Tembung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Wilayah Kecamatan Medan Tembung.

Terima kasih kepada Walikota Medan dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

Teristimewa buat istri tercinta Jermidawati Hasibuan dan ananda tersayang Ahmad Fauzi Lubis, M. Rizky Assilmy Lubis dan Irna Salsabila Lubis yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2010 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Erwin Hakim Lubis lahir pada tanggal 31 Maret 1962 di Medan, anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. H.Badaruddin Karim Lubis dan Ibunda Almh. Hj.Chadijah Hasibuan.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri No. 80 Medan selesai Tahun 1974, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri XI Medan selesai Tahun 1977, Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Medan selesai Tahun 1981, S-1 di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara Medan selesai Tahun 1995.

Mulai bekerja sebagai Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) pada Puskesmas Talun Kenas Kabupaten Deli Serdang Sumut mulai Tahun 1995-1998. Sebagai Staf Pengajar di Bagian Anatomi FK. UISU Tahun 1990- sekarang. Sebagai Kepala Pustu Tembung Kota mulai Tahun 2000-2003. Kepala Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2004- sekarang.

Pada tanggal 2 Desember 1989, penulis menikah dengan Hj. Jermidawati Hasibuan, anak pertama dari 7 bersaudara anak dari H. Nukman Sarbaini Hasibuan dengan Hj. Masredlan Daulay dan penulis dikaruniai 2 orang putra dan 1 orang putri. yang bernama Ahmad Fauzi Lubis, Mhd. Rizky Assilmy Lubis dan Irna Salsabila Lubis.

(12)

DAFTAR ISI

2.1.1. Tujuan Pembentukan Kader Posyandu ... 10

2.1.2. Persyaratan menjadi Kader Posyandu... 11

2.2. Faktor yang Memengaruhi Peran Kader Posyandu... 12

2.3. Karakteristik Individu ... 17

2.5. Pemeriksaan Laboratorium ... 24

2.5.1. Bahan pemeriksaan ... 24

2.5.2. Cara pemeriksaan laboratorium ... 25

2.5.3. Faktor–Faktor yang Memengaruhi Kejadian Penyakit TB.. 26

(13)

2.5.5. Pengendalian, Pengobatan dan Penyuluhan pada Penderita

3.5. Definisi Operasional... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 44

3.7. Metode Analisis Data... 45

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 49

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 49

4.2. Karakteristik Responden ... 50

4.3. Pengetahuan Kader... 52

4.4. Kemampuan Kader... 59

4.5. Analisis Bivariat... 63

4.6. Analisis Multivariat... 66

BAB 5 PEMBAHASAN... 68

5.1. Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung ... 68

5.1.1. Pengaruh Umur terhadap Kemampuan dalam Penemuan Kasus Tersangka Tuberkulosis ... 67

5.1.2. Pengaruh Pekerjaan terhadap Kemampuan dalam Penemuan Kasus Tersangka Tuberkulosis... 70

5.1.3. Pengaruh Pendidikan terhadap Kemampuan dalam Penemuan Kasus Tersangka Tuberkulosis... 70

5.1.4. Pengaruh Pendapatan terhadap Kemampuan dalam Penemuan Kasus Tersangka Tuberkulosis... 72

5.1.5. Pengaruh Penghargaan (Reward) terhadap Kemampuan dalam Penemuan Kasus Tersangka Tuberkulosis ... 73

5.1.6. Pengaruh Lama Menjadi Kader terhadap Kemampuan dalam Penemuan Kasus Tersangka Tuberkulosis ... 75

5.2. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kemampuan dalam Penemuan Kasus Tersangka Tuberkulosis ... 76

(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 81

6.1. Kesimpulan ... 81

6.2. Saran... 82

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Distribusi Sampel Kader Posyandu Menurut Proporsi Kelurahan di

Kecamatan Medan Tembung ... 39

3.2. Validitas Variabel Pengetahuan ... 41

3.3. Validitas Variabel Kemampuan ... 41

3.4. Aspek Pengukuran Variabel Karakteristik Kader ... 44

3.5. Aspek Pengukuran Variabel Kemampuan Kader ... 45

4.1. Distribusi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2009 ... 48

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung ... 50

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader Posyandu tentang Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung... 52

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Kader Posyandu tentang Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung ... 59

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung ... 60

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung... 63

4.7. Hubungan Karakteristik Kader dengan Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung ... 64

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Peranan Kader Masyarakat terhadap Penemuan Kasus TB Paru dalam

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 86

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 90

3. Frekuensi Tabel ... 92

4. Tabel Silang ... 100

5 Hasil Uji Regresi ... 107

6. Dokumentasi Penelitian ... 108

(18)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium Tuberkulosis. Dari hasil survei di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung, setiap tahunnya kasus TB paru mengalami peningkatan. Tahun 2008 terdapat 108 kasus dan Tahun 2009 terdapat 121 kasus. Hal ini terkait dengan tugas kader Posyandu dalam mencari penderita suspek TB Paru yang tidak datang ke Puskesmas.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik kader posyandu terhadap kemampuan dalam penemuan kasus tersangka Tuberkulosis di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung sebanyak 200 orang, sampel diambil sebanyak 67 orang dengan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada

α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kader (umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, penghargaan, lama menjadi kader dan pengetahuan) berpengaruh signifikan terhadap kemampuan dalam penemuan kasus tersangka Tuberkulosis (p<0,05). Variabel penghargaan memberikan pengaruh paling dominan terhadap kemampuan kader Posyandu dalam penemuan kasus tersangka Tuberkulosis.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk : 1) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kader Posyandu melalui pelatihan dan seminar berkala terutama mengenai penyakit TB dengan melibatkan petugas kesehatan yang terlatih bersama kader Posyandu secara langsung mengenal penderita TB, 2) Membuat kebijakan pembuatan anggaran pemberian insentif tambahan kepada kader Posyandu yang menemukan penderita TB, dan 3) Puskesmas Mandala dan kepala lingkungan setempat mempertimbangkan untuk mengangkat PMO dari penderita TB menjadi kader Posyandu.

(19)

ABSTRACT

Lung Tuberculosis still becomes a health problem in Indonesia. Based on the result of the survey conducted at Mandala Health Center, Medan Tembung Sub district, the TB case increased every year, for example, it increased from 108 cases in 2008 to 121 cases in 2009. This incident was related to job of the cadres of Posyandu (Integrated Health Service Post) in inventorying those developing lung TB who did not visit the health center.

The purpose of this study was to analyze the influence of the characteristics cadre of Posyandu on the ability in early finding those developing Tuberculosis in the working area of Mandala health center. This research was survey explanatory. The population of this study were all of cadre of Posyandu of Mandala health center, as many as 200 and 67 of them were selected to be the samples through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire based interviews. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that the characteristics of the cadres (age, occupation, education, income, reward, length of work, and knowledge) had significant influence on their ability to find those developing tuberculosis. Reward was the most dominant variable influenced the ability of cadres of Posyandu in finding those developing Tuberculosis.

It is suggested to City Health Office of Medan to: 1) increase the knowledge and capability of the cadres of Posyandu through training and regular seminar especiallly on TB with trained health workers together in identification those suffering from TB, 2) make the budget policy to provide an extra incentive the cadres of Posyandu who find suffering from TB and 3) Mandala health centre and the leader of local neighborhood should consider to promote the Medicine Taking controller (PMO) of those suffering from TB, a cadres of Posyandu.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosis. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) memperkirakan dewasa ini terdapat sekitar 1700 juta atau sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB, dan dari jumlah tersebut ada 4 juta penderita baru dengan basil tahan asam (BTA) positif ditambah lagi 4 juta penderita baru dengan BTA negatif. Jumlah seluruh penderita TB di dunia sekitar 20 juta orang dengan angka kematian sebanyak 3 juta orang tiap tahunnya yang mana merupakan 25 persen dari kematian yang dapat dicegah apabila TB dapat ditanggulangi dengan baik (Situmeang, 2004).

(21)

Indonesia sebagai negara ketiga terbesar di dunia dalam jumlah penderita TB setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian 101.000 pertahun (WHO, 2006). Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif, secara ekonomi (15-50 thn) diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat akan kehilangan rumah tangganya sekitar 20-30 % (Depkes, 2006). Kemudian hasil survei prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu :

1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk 2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk 3. Wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.

Khusus untuk provinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk.

(22)

(Dinkes Kota Medan, 2008). Begitu pula Puskesmas Mandala yang masuk dalam wilayah Kecamatan Medan Tembung ternyata memiliki kasus TB paru cukup tinggi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah Pasien Suspek TB Paru, BTA (+), dan BTA (-) yang Berkunjung Ke Puskesmas Mandala Tahun 2005- 2009

Tahun Suspek TB Paru BTA (+) BTA (-)

2005 55 6 16

2006 142 25 25

2007 125 25 26

2008 109 24 25

2009 121 25 25

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Mandala, 2010

Pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru ini di Indonesia oleh Depertemen Kesehatan RI telah dimulai secara terpadu sejak tahun 1969 di Ciloto, dimana dokter umum dilatih oleh radiologist untuk deteksi Tuberkulosis paru dengan pemeriksaan Doorlichting (Supari, 2006). Namun sampai saat ini permasalahan TB paru masih belum dapat terselesaikan dengan baik disebabkan oleh banyak faktor.

(23)

Tuberkulosis terjadi bila penderita menghentikan pengobatan sebelum waktunya sehingga akan menaikkan penderita yang akan ditularkannya (Supari, 2006).

Sebenarnya penemuan penderita dan pengobatannya merupakan suatu kunci penting dalam menangani paru, oleh karena itu kedua fase ini haruslah ditangani dengan seksama. Proses penemuan penderita (case finding) tidaklah sesederhana sebagaimana kelihatannya. Melalui berbagai tahapan harus dijalani sampai ditemukannya satu orang penderita, mulai dari jenis gejala yang timbul sampai ke mana penderita pergi berobat untuk mengatasi gejala tersebut.

Penanggulangan Tuberkulosis (TB) paru di Indonesia menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan WHO sejak tahun 1995 masih belum menunjukkan hasil yang maksimal (Situmeang, 2004). Penemuan penderita TB paru dalam strategi DOTS dilakukan secara pasif (passive case finding). Penjaringan tersangka TB paru dilaksanakan hanya pada penderita yang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan terutama Puskesmas sehingga penderita yang tidak datang masih menjadi sumber penularan yang potensial. Strategi passive case finding kurang maksimal untuk diterapkan terutama dalam percepatan penanganan penyakit TB yang telah menjadi bahaya global (Depkes, 2002).

(24)

sehingga pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru berubah menjadi program penanggulangan Tuberkulosis yang diharapkan dapat lebih efektif. Penemuan penderita TB paru secara aktif di masyarakat sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut tetapi kendala di lapangan adalah jumlah tenaga kesehatan yang ada sangat terbatas. Sedangkan metode active case finding yang dilakukan oleh kader Posyandu untuk meningkatkan angka cakupan (coverage) penemuan, pemeriksaan dan pengobatan TB paru sejauh ini masih belum diterapkan (Depkes, 2002).

Penemuan penderita TB paru secara aktif di masyarakat sangat diperlukan. Alternatif program pemberantasan TB paru adalah DOTS dengan Active Case Finding dengan melibatkan peran serta masyarakat. Program active case finding adalah cara menjaring penderita TB Paru dengan melibatkan peran kader masyarakat yaitu kader Posyandu. Kader Posyandu di masing-masing wilayah diberikan pendidikan kesehatan mengenai TB paru yang selanjutnya secara aktif mencari, memotivasi dan melakukan supervisi terhadap pengawas menelan obat/PMO (Efendi dan Cahyadi, 2005).

Kader Posyandu dengan pengetahuan yang ada diharapkan dapat mengenali tanda dan gejala dini dari TB paru untuk segera diobati di unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat. Kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dan kader Posyandu tersebut dapat menunjang keberhasilan program active case finding (Efendi dan Cahyadi, 2005).

(25)

active case finding di lingkungan RTnya untuk mencari penderita suspek TB. Jika ditemukan pasien dengan suspek TB (batuk lebih dari 3 minggu, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada serta berkeringat malam hari walaupun tanpa kegiatan) maka penderita tersebut dibawa ke UPK terdekat untuk mendapatkan pengobatan.

Kelebihan dari active case finding adalah dapat menemukan secara tepat dan cepat penderita TB paru di masyarakat yang enggan berobat. Mereka dapat terjaring oleh kader Posyandu yang kemudian di follow up supaya mereka bersedia memeriksakan diri ke UPK. Pemanfaatan strategi DOTS secara active case finding berbasis masyarakat ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan DOTS sehingga lebih banyak penderita yang ditangani, mencegah terjadinya penularan dan dampak lebih lanjut akibat TB (Efendi dan Cahyadi, 2005).

(26)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah Bagaimana Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah: ada Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Kemampuan dalam Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Kota Medan: menjadi bahan masukan dalam menyusun kebijakan program khususnya penanggulan penyakit Tuberkulosis (TB) sehingga Medan Sehat Sejahtera 2010 dapat tercapai.

(27)
(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kader Posyandu

Direktorat Bina Peranserta Masyarakat Depkes RI memberikan batasan bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Sedangkan pengertian mengenai Posyandu banyak para ahli mengemukakan sangat bervariasi tergantung dari sudut mana memandangnya. Secara sederhana yang di maksud dengan Posyandu adalah: “pusat kegiatan dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB-Kesehatan”. Dari aspek prosesnya maka pengertiannya Posyandu adalah sebagai berikut: merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan, khususnya kesehatan dengan menciptakan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. Posyandu apabila dipandang dari hirarki sistem upaya pelayanan kesehatan, adalah: “forum yang menjembatani ahli teknologi dan ahli kelola untuk upaya-upaya kesehatan yang propesional kepada masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat hidup sehat” (Depkes RI, 2006)

(29)

2.1.1. Tujuan Pembentukan Kader Posyandu

Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khusus di bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan upaya dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seoptimal mungkin. Pola pikir yang semacam ini merupakan penjabaran dari karsa pertama yang berbunyi meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan.

Menurut Santoso Karo-Karo dalam Zulkifli (2003), kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata tingkat desa ternyata mampu melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat sekelompoknya meliputi:

a. Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatan terhadap diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhan dan lain-lain.

b. Penimbangan dan penyuluhan gizi.

c. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi, pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya menanamkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

(30)

e. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan, pembuatan jamban keluarga dan sarana air sederhana.

f. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain. 2.1.2. Persyaratan Menjadi Kader Posyandu

Pembangunan di bidang kesehatan itu dapat dipengaruhi dari keaktifan masyarakat dan pemuka-pemukanya termasuk kader, maka pemilihan calon kader yang akan dilatih perlu mendapat perhatian. Memilih kader yang merupakan pilihan masyarakat dan mendapat dukungan dari kepala desa/lurah setempat kadang-kadang tidak gampang. Namun bagaimanapun proses pemilihan kader ini hendaknya melalui musyawarah dengan masyarakat, sudah barang tentu para pamong desa harus juga mendukung.

Persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon kader, yaitu (Zulkifli, 2003):

a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia.

b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader.

c. Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan. d. Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya.

e. Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa.

f. Sanggup membina paling sedik 10 Kepala Keluarga (KK) untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan

(31)

Sedang menurut Ida Bagus dalam Zulkifli (2003), mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi seorang kader antara lain: (a) Berasal dari masyarakat setempat, (b) Tinggal di desa tersebut, (c) Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama, (d) Diterima oleh masyarakat setempat, (e) Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain.

Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli di atas dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan Kader Posyandu antara lain, sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai krebilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, dan sanggup membina masyarakat sekitarnya.

Kader Posyandu mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan seperti di Posyandu.

2.2. Faktor yang Memengaruhi Peran Kader Posyandu

(32)

a. Umur

Umur adalah usia seseorang yang dihitung sejak lahir sampai dengan batas terakhir masa hidupnya. Faktor umur memengaruhi seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, demikian juga dengan umur kader Posyandu dalam melaksanakan kegiatan Posyandu.

Studi Handayani dkk (2006), menyimpulkan bahwa umur kader Posyandu yang mampu melaksanakan pelayanan secara optimal adalah 20-50 tahun. Tingkat keaktifan kader Posyandu pada umur tersebut terkait dengan motivasi kerja yang tinggi dan positif, lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan, serta memiliki inovasi dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat pengguna Posyandu.

b. Status Perkawinan

(33)

2.6.3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas utama yang dilakukan secara rutin sebagai upaya untuk mendapatkan penghasilan untuk membiayai keluarga serta menunjang kebutuhan rumah tangga.

Studi Irawati (2000) menyimpulkan bahwa sebaiknya seorang kader Posyandu pekerjaan tetapnya hanya sebagai kader Posyandu, tidak ada lagi pekerjaan tambahan selain kader Posyandu, karena jika ada pekerjaan lain maka pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai kader akan terabaikan karena kesibukan pekerjaannya.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal yang ditempuh seseorang sampai mendapatkan sertifikat kelulusan/ijazah, baik itu pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi.

(34)

d. Penghasilan

Penghasilan adalah jumlah uang yang diperoleh seseorang sebagai imbalan dari pekerjaan atau tugas yang dilaksanakannya. Kader Posyandu yang mempunyai penghasilan tetap dan cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarganya tentunya akan dapat melaksanakan pekerjaan sebagai kader Posyandu tanpa terbebani dengan kondisi kehidupan ekonomi keluarganya.

Sesuai dengan pedoman penyelenggaraan Posyandu (Depkes RI dan Depdagri RI, 2006) bahwa kader Posyandu adalah orang yang bersedia dan sanggup melaksanakan kegiatan pelayanan di Posyandu pada hari buka maupun tidak buka Posyandu secara sukarela, artinya seorang kader Posyandu tanpa pamrih dalam melaksanakan tugasnya.

Studi Posdaya (2005) menyatakan gerakan pengembangan Posyandu dengan kader-kadernya di pedesaan bekerja tanpa upah, harus mengeluarkan dana dari kantong sendiri karena program pembangunan di masa lalu banyak yang dilakukan dengan sistem gotong royong yang sebagian kecil saja anggarannya berasal dari pemerintah.

e. Penghargaan (Reward) Kader

(35)

namun jika karyawan tidak melihat adanya hubungan antara prestasi dengan kenaikan yang pantas, uang tidak akan menjadi motivator yang kuat. (b). Imbalan Intrinsik (Intrinsic reward), yaitu imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup rasa penyelesaian, prestasi, otonomi dan pertumbuhan (Suwarto, 1999).

Studi Yuriastianti dan Sihombing (2000) menyatakan banyak kader Posyandu mengeluh, perlu identifikasi khusus bagi kader yang aktif diantara sekian banyak kader lainnya sebagai penghargaan atas partisipasi dan kerelaannya ikut berpartisipasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. Penghargaan ini dapat diwujudkan dalam bentuk pelayanan dan pengobatan cuma-cuma bagi para kader dan keluarga mereka.

Meskipun dalam pedoman penyelenggaraan Posyandu (Depkes dan Depdagri RI, 2006) disebutkan bahwa seorang kader merupakan tenaga yang bekerja secara sukarela dan tanpa pamrih, namun pada wilayah tertentu yang kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya sudah baik, biasanya kader Posyandu diupayakan untuk mendapatkan penghargaan dari kesediannya membantu program peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan di Posyandu.

f. Lama Menjadi Kader

(36)

dan tidak gonta-ganti dengan memberi dukungan baik moril maupun materi dari semua pihak. Untuk membantu kader yang pengalamannya masih kurang adalah dengan adanya pembinaan dari petugas secara rutin setiap kali pelaksanaan Posyandu.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Posyandu antara lain menurut Syafrida (2003), menyimpulkan bahwa kader Posyandu yang aktif mempunyai lama kerja sebagai kader antara 5 – 10 tahun.

2.3. Karakteristik Individu

Faktor karakteristik yang terkait dengan kinerja (Gibson, 1996) yang diimplementasikan dalam pelayanan kesehatan antara lain: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan dan lama kerja.

2.3.1. Usia

Menurut Siagian (2002) karakteristik dari individu yang bersifat khas salah satunya adalah usia, hal ini penting karena usia mempunyai kaitan yang erat dengan berbagai segi kehidupan organisasional. Misalnya kaitan usia dengan tingkat kedewasaan seseorang, yang dimaksud disini adalah kedewasaan teknis yaitu keterampilan melaksanakan tugas.

2.3.2. Jenis Kelamin

(37)

2.3.3. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal yang ditempuh seseorang sampai mendapatkan sertifikat kelulusan/ijazah, baik itu pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemapuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu usaha pembentukan watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan ketrampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan formal penduduk di Indonesia umumnya tingkat sekolah dasar dan menengah. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasi-informasi juga dapat berfikir secara rasional dalam menanggapi informasi-informasi atau setiap masalah yang dihadapi.

2.3.4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal sesuatu, Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Dan ini terjadi setelah seorang melakuan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa raba.

(38)

tertarik pada stimulus, evaluation, (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, dan trial, dimana seseorang telah mencoba berprilaku baru (adaption), dimana seseorang telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dengan sikapnya dengan stimulus.

Notoatmodjo (2002), mengemukakan bahwa penilaian pengetahuan dapat dikategorisasi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

a. Tinggi apabila > 75% responden memberikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan yang diajukan, atau dengan kata lain bahwa apabila jumlah jawaban responden yang benar diatas 75% maka dikategorikan memiliki pengetahuan tinggi.

b. Sedang apabila 40% - 75% responden memberikan jawaban yang benar atas pertanyaan yang diajukan, atau dengan kata lain bahwa apabila jumlah jawaban responden yang benar antara 40% - 75% maka dikategorikan memiliki pengetahuan sedang.

c. Rendah apabila 40% responden memberikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan yang diajukan, atau dengan kata lain bahwa apabila jumlah jawaban responden yang benar dibawah 40% maka dikategorikan memiliki pengetahuan rendah.

2.3.5. Lama Kerja

(39)

seseorang bekerja ada kemungkinan untuk mereka mangkir atau tidak masuk kerja disebabkan karena kejenuhan.

2.4. Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculose. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Rober Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama Basil Koch. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan Mycobacterium Bofis dan Mycobacterium Africanum. Oleh sebab itulah penyakit Tuberkulosis pada paru-paru kadang-kadang disebut Koch Pulmonum (Tabrani, 1996).

Bakteri ini merupakan bakteri yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinnya. Bakteri berbentuk batang, tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini dapat tahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab, akan mati bila terkena matahari langsung dan dalam jaringan tubuh bakteri dapat bertahan selama bertahun-tahun (Setiabudi dkk, 2000)

(40)

2.4.1. Cara Penularan Penyakit TB

Penyakit TB biasanya ditularkan melalui udara yang tercemar bakteri Mycobacterium Tuberkulose saat penderita BTA(+) batuk dan bersin dimana, kuman menyebar di udara dalam bentuk droplet (percikan dahak), yang dapat bertahan di udara pada suhu udara selama beberapa jam. Orang dapat tertular bila droplet tersebut terhirup, penyebaran kuman dapat kebahagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, kelenjar getah bening (Lim) atau menyebar langsung (WHO, 2004).

Sedangkan pada anak-anak sumber infeksi berasal dari penderita TB dewasa. Oleh sebab itu infeksi Tuberkulosis dapat menginfeksi seluruh tubuh seperti paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening dan lain-lain yang diklasifikasikan sebagai Tuberkulosis ekstra paru, tetapi organ yang paling sering kena adalah paru-paru sehingga diklasifikasikan menjadi Tuberkulosis paru. Saat Mycobakterium Tuberkulose berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh coloni bakteri yang berbentuk globuler (bulat). Melalui serangkaian reaksi imonologi bakteri Mycobakterium Tuberculose akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru, mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

(41)

bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TB.

2.4.2. Gejala Penyakit TB

Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat (Depkes, 2006). Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga sangat sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala umum meliputi (Depkes, 2006):

a. Deman tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

(42)

c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah) d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Sedangkan gejala khusus yaitu (Depkes, 2006):

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

d. Pada anak-anak yang dapat mengenai otak (lapisan pembuluh otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.4.3. Penegakan Diagnosa

Bila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, untuk menegakkan diagnosanya adalah sebagai berikut (Depkes, 2006) :

a. Anamnese yang baik terhadap pasien dan keluarganya. b. Pemeriksaan fisik

(43)

e. Rentgen dada (thorax photo) f. Uji tuberculin

Karena peneliti hanya meneliti penderita dewasa untuk menegakkan diagnose yang dipakai adalah pemeriksaan gejala klinis (anamnese) dalam hal ini Kader Posyandu diharapkan berperan dalam menjaring penderita sedangkan untuk memastikan diagnosisnya dilakukan pemeriksaan dahak SPS (sewaktu pagi sewaktu) dalam hal ini yang dilakukan oleh petugas analis Puskesmas yang terlatih.

2.5. Pemeriksaan Lahoratorium 2.5.1.Bahan pemeriksaan

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diperhatikan waktu pengambilan, tempat penampungan, waktu penyimpanan dan cara pengiriman bahan pemeriksaan. Pada pemeriksaan laboratorium tuberkulosis ada beberapa macam bahan pemeriksaan yaitu (Hiswani, 2004):

- Sputum (dahak), harus benar-benar dahak, ingus juga namun bukan ludah. Paling baik adalah sputum pagi hari pertama kali keluar. Kalau sukar dapat sputum yang dikumpulkan selama 24 jam (tidak lebih 10 ml). Tidak dianjurkan sputum yang dikeluarkan di tempat pemeriksaan.

(44)

- Air kuras lambung, umumnya anak-anak atau penderita yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Tujuan dari kuras lambung untuk mendapatkan dahak yang tertelan. Dilakukan pagi hari sebelum makan dan harus cepat dikerjakan.

- Bahan-bahan lain, misalnya nanah, cairan cerebrospinal, cairan pleura, dan usapan tenggorokan.

2.5.2. Cara Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu (Hiswani, 2004):

a. Mikroskopik, dengan pewarnaan Ziehl-Nelsen (ZN) dapat dilakukan identifikasi bakteri tahan asam, dimana bakteri akan terbagi menjadi dua golongan:

- Bakteri tahan asam, adalah bakteri yang pada pengecatan ZN tetap mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam dan alkohol, sehingga tidak mampu mengikat warna kedua. Di bawah mikroskop tampak bakteri berwarna merah dengan warna dasar biru muda.

- Bakteri tidak tahan asam, adalah bakteri yang pewarnaan ZN warna pertama yang diberikan dilunturkan oleh asam dan alkohol, sehingga bakteri akan mengikat warna kedua. Di bawah mikroskop tampak bakteri berwarna biru dengan warna dasar biru yang lebih muda lagi.

(45)

c. Uji kepekaan kuman terhadap obat-obatan anti Tuberkulosis, tujuan dari pemeriksaan ini, mencari obat-obatan yang poten untuk terapi penyakit Tuberkulosis.

2.5.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Penyakit TB

Untuk terpapar penyakit TB pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur jenis kelamin, dan faktor toksis untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini (Hiswani, 2004):

a. Faktor sosial ekonomi: disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

b. Status Gizi: keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain akan memengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak.

(46)

d. Jenis Kelamin: penyakit TB-paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan dengan agent penyebab TB paru.

2.5.4. Pencegahan Penyakit TB Paru

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas kesehatan melalui (Hiswani, 2004):

a. Pengawasan pederita, kontak dan lingkungan

i. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

ii. Oleh masyarakat dapat dilakukan terhadap bayi dengan memberikan vaksinasi BCG.

iii. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

(47)

berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

v. Des-infeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

vi. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasinya dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular. vii. Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota

keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.

viii. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat obat–obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaaan penyelidikan oleh dokter.

b. Tindakan Pencegahan.

(48)

ii. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect harus selalu dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect.

iii. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.

iv. BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tindakan pencegahan.

v. Memberantas penyakit TB pada pemerah air susu dan tukang potong sapi dan pasteurisasi air susu sapi.

vi. Tindakan pencegahan bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya. vii. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru.

viii. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok berisiko tinggi, seperti para emigran, orang–orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.

ix. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin test.

2.5.5. Pengendalian, Pengobatan dan Penyuluhan pada Penderita TB

(49)

mendukung, fasilitas-fasilitas pelayanan yang sesuai standar, sistem informasi kesehatan TB paru yang dapat memberikan pencerahan pengetahuan dan kesadaran dalam memberantas kasus TB paru di Indonesia, serta sistem pembiayaan yang dapat menjamin masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang baik. Tenaga kesehatan tersebut dapat berupa tenaga perawat maupun analis yang telah terlatih dalam penanganan penderita TB paru.

a. Pengendalian Penderita Tuberkulosis

i. Petugas dari Puskesmas harus mengetahui alamat dan tempat kerja penderita. ii. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap teratur

menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita yang lupa. Disamping itu agar menunjuk seorang pengawas pengobatan dikalangan keluarga.

iii. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita dan menunjukan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati kemungkinan terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat.

b. Pengobatan Penderita Tuberkulosis

i. Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk menjalani pengobatan di Puskesmas.

(50)

iii. Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita dibawa ke Puskesmas.

c. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis

i. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan mass media yang tersedia di wilayahnya, tentang cara pencegahan TB paru.

ii. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit.

iii. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau rajin berobat dan teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.

iv. Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat.

v. Menganjurkan masyarakat untuk melaporkan apabila diantarnya warganya ada yang mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.

vi. Berusaha menghilangkan rasa malu pada pederita oleh karena penyakit TB paru bukan lagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti halnya penyakit lain.

(51)

2.6. Kemampuan

Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi sangat menunjang tercapainya visi dan misi organisasi untuk segera maju dan berkembang pesat, guna mengantisipasi kompetisi global. Kemampuan yang dimiliki seseorang akan membuatnya berbeda dengan yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa saja.

Menurut Sofo (2003) istilah kemampuan didefinisikan dalam arti apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Ada tiga komponen penting yang tidak tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya, kemampuannya dan etos kerjanya. (Schumacher, dalam Sinamo, 2002). Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka. Jika di simak ketiga komponen yang tidak kelihatan tersebut memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani operasional (operational human abilities).

(52)

tidak ditentukan oleh tiga aspek kondisi dasar yaitu; kondisi sensoris dan kognitif, pengetahuan tentang cara respon yang benar, dan kemampuan melaksanakan respon tersebut. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu, atau dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what he does do (As’ad, 2000).

Sebagai makhluk psikologikal (psycological being) manusia ditandai dengan kemampuan dalam 6 (enam) hal;

Pertama; Kemampuan berpikir persepsional-rasional. Kedua; Kemampuan berpikir kreatif-imajinatif, Ketiga; Kemampuan berpikir kritikal-argumentatif. Keempat; Kemampuan memilih sejumlah pilihan yang tersedia. Kelima; Kemampuan berkehendak secara bebas. Keenam; Kemampuan untuk merasakan. (Sinamo, 2002).

Sedangkan kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri manusia perbuatan”. “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. (Robbins, 2000). Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (abilty) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Lebih lanjut Robbins (2000) menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu:

a. Kemampuan intelektual (Intelectual ability)

(53)

b. Kemampuan fisik (Physical ability)

Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2000) , “secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal”.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam menyelesaikan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugasnya.

2.7. Landasan Teori

(54)

terhadap kemampuan dalam penemuan dini kasus TB di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung.

Kader Posyandu sangat berperan dalam upaya pemberantasan penyakit TB paru di masyarakat. Kader Posyandu yang dibekali dengan pengetahuan tentang gejala-gejala penyakit TB paru melalui pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan) akan membantu dalam penemuan kasus TB paru secara dini sehingga active case finding dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan (Gambar 2.1).

Pendidikan

(55)

Penderita Tuberkulosis (TB) yang akan dicari oleh Kader Posyandu berdasarkan gejala klinis yang sesuai dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yaitu: Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, Dahaknya bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan, dan Malaise (badan lesu dan lemas).

Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2.8. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian KARAKTERISTIK

KADER POSYANDU a. Pengetahuan

b. Pendidikan c. Umur d. Pekerjaan

e. Lama menjadi kader f. Penghargaan

g. Pendapatan

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah survei menggunakan pendekatan explanatory research yakni mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpul data dengan tujuan menjelaskan pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Kemampuan Penemuan Dini Kasus Tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung melalui pengujian hipotesis.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mandala berdasarkan pertimbangan bahwa: wilayah kerja Puskesmas Mandala memiliki tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan tingkat sosial ekonomi masyarakat umumnya menengah ke bawah yang berpotensi besar dalam penularan penyakit Tuberkulosis. 3.2.2. Waktu Penelitian

(57)

pelaksanaan penelitian di lapangan, pelaksanaan Seminar Hasil, Sidang Tesis dan sampai perbaikan hasil sidang Tesis.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Mandala di Kecamatan Medan Tembung yaitu sebanyak 200 orang yang tersebar di 4 Kelurahan dan 48 lingkungan.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah kader Posyandu yang menemukan kasus Tuberkulosis. Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (2005) sebagai berikut :

d = Tingkat Kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

)

(58)

sampel individu untuk masing-masing lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung menggunakan cara acak sederhana (simple random sampling) Notoatmodjo (2005). Jumlah sampel di setiap lingkungan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Distribusi Sampel Kader Posyandu Menurut Proporsi Kelurahan di Kecamatan Medan Tembung

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Mandala

3.4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui dua cara yaitu:

a. Metode wawancara dengan menggunakan kuesioner: untuk mendapatkan data karakteristik kader Posyandu meliputi; pengetahuan, pendidikan, umur, pekerjaan, lama menjadi kader, penghargaan dan pendapatan.

(59)

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengumpulan data primer, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang akan dipergunakan, agar layak digunakan sebagai alat pengumpulan data primer, yaitu untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur terhadap kuesioner yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas pada suatu penelitian. Uji coba dilakukan di Puskesmas Wilayah kerja yang terdekat dengan Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung, yaitu Puskesmas Sering Medan Tembung, yang dilakukan setelah kuisioner penelitian disetujui dalam seminar kolokium dan sebelum dilakukan penelitian yang sebenarnya.

Hasil pengujian kuesioner dapat dikatakan valid dan reliabel, apabila hasil pengujian terhadap setiap butir pertanyaan memperoleh nilai koefisien korelasi > 0,3 dan nilai alpha cronbach >0,6 (Gozhali, 2005).

a. Variabel Pengetahuan

(60)

Tabel 3.2. Validitas Variabel Pengetahuan

No. Soal Rhitung Rtabel Alpha Cronbach Keterangan

1 0.7569 0.361 Valid

Berdasarkan Tabel 3.2. di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel pengetahuan sebanyak 20 soal yang diujikan kepada 30 responden mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dan nilai alpha cronbach 0.9595, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid dan reliabel.

b. Variabel Kemampuan

Tabel 3.3. Validitas Variabel Kemampuan

No. Soal Rhitung Rtabel Alpha Cronbach Keterangan

1 0.4578 0.361 Valid

2 0.4582 0.361 Valid

3 0.7099 0.361 Valid

4 0.4949 0.361 Valid

5 0.4379 0.361 0.8248 Valid

6 0.3939 0.361 Valid

7 0.4363 0.361 Valid

8 0.6157 0.361 Valid

9 0.4582 0.361 Valid

(61)

Berdasarkan Tabel 3.3. di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel kemampuan sebanyak 10 soal yang diujikan kepada 30 responden mempunyai nilai r-hitung >0,361 (r-tabel) dan nilai alpha cronbach 0.8248, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel kemampuan valid dan reliabel.

3.4.3. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung, Dinas Kesehatan Kota Medan dan instansi terkait.

3.5.Variabel dan Definisi Operasional

Adapun variabel dan definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan responden mengenai pelaksanaan

kegiatan Posyandu dan tugas-tugasnya sebagai kader dalam rangka menemukan kasus dini tersangka Tuberkulosis, dikategorikan dengan pengetahuan baik, kurang dan sedang.

b. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden sampai tamat, yaitu tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA dan tamat Akademi/Perguruan Tinggi.

(62)

d. Pekerjaan adalah pekerjaan tetap yang dimiliki responden untuk dapat memberikan penghasilan bagi keluarganya, yaitu dikategorikan bekerja dan tidak bekerja.

e. Lama menjadi kader adalah masa kerja responden di Posyandu, yang dihitung dari pertama kali responden menjadi kader Posyandu sampai saat penelitian. f. Pendapatan adalah tingkat penghasilan kaluarga perbulan yang dihitung dalam

rupiah, yaitu dengan kategori penghasilan tinggi dan penghasilan rendah, berdasarkan Upah Minimum Kota Medan (UMK Medan, 2009) yaitu sebesar Rp.1.020.000,-.

g. Penemuan kasus Tuberkulosis: upaya pencarian kasus Tuberkulosis yang dilakukan oleh Kader Posyandu secara aktif setelah diberikan penyuluhan yang diukur dengan menggunakan daftar check list.

h. Penyakit Tuberkulosis: penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculose yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium. Hasil dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

i. Penghargaan

Penghargaaan adalah pernyataan responden mengenai pernah dan tidaknya mendapatkan imbalan dalam bentuk uang yang diberikan selama menjadi kader Posyandu.

(63)

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala nominal, ordinal dan interval, berdasarkan hasil jawaban responden dari masing-masing item pertanyaan yang mengacu pada kuesioner.

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen

Aspek pengukuran variabel independen adalah pengaruh karakteristik kader Posyandu yang terdiri dari: pengetahuan, pendidikan, umur, pekerjaan, lama menjadi kader, penghargaan dan pendapatan menggunakan skala nominal, ordinal dan interval disesuaikan dengan variabel yang diteliti.

Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Variabel Karakteristik Kader

Variabel Pertanyaan Jumlah

(64)

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen menggunakan skala pengukuran ordinal, dimana pengukurannya dilakukan dengan membagi variabel kemampuan penemuan dini kasus tersangka Tuberkulosis sebanyak 10 item pertanyaan. Penilaian kategori tersebut dilakukan dengan cara menilai hasil jawaban kader Posyandu sewaktu penemuan dini kasus tersangka Tuberkulosis (TB) berpedoman pada gejala klinis sesuai dengan strategi DOTS, apabila responden menjawab Ya diberi skor=1 dan tidak diberi skor=0, selanjutnya dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu mampu, kurang mampu dan tidak mampu. Hasil dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pembuktian hasil dengan pemeriksaan laboratorium.

Tabel 3.5. Aspek Pengukuran Variabel Kemampuan Kader Variabel Jumlah

3.7. Metode Analisis Data

(65)

tersangka Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala, dengan persamaan sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + µ

Di mana :

Y = Kemampuan Kader Posyandu dalam penemuan dini kasus tersangka Tuberkulosis

X1 = Pengetahuan

X2 = Pendidikan

X3 = Umur

X4 = Pekerjaan

X5 = Lama menjadi kader

X6 = Penghargaan

X7 = Pendapatan

b0 = Intercept

b1 – b7 = Koefisien Regresi

(66)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Puskesmas Mandala berada di Kecamatan Medan Tembung tepatnya di Jalan Cucakrawa II Perumnas Mandala Medan. Secara geografis, Puskesmas Mandala berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai c. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan

d. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

Batasan wilayah kerja Puskesmas Mandala sesuai dengan yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan berdasarkan keadaan geografis, demografis, sarana transportasi, masalah kesehatan setempat, sumber daya dan lain-lain terdiri atas 4 kelurahan yaitu : a. Kelurahan Bandar Selamat, b. Kelurahan Bantan, c Kelurahan Bantan Timur dan d. Kelurahan Tembung dengan wilayah kerja Puskesmas Mandala seluas 384 Ha.

Bedasarkan data Puskesmas Mandala Tahun 2009, jumlah penduduk di Wilayah kerja Puskesmas Mandala sebanyak 77.150 jiwa yang terdiri dari laki-laki 38.496 jiwa dan perempuan 38.654 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 11.007 KK.

(67)

Tabel 4.1. Distribusi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung Tahun 2009

No. Nama Jumlah Kader

P d

Jenis Posyandu

I Kelurahan Bandar Selamat 5 Madya

1. Posyandu Melati I 5 Madya

2. Posyandu Melati II 5 Madya

3. Posyandu Melati III 5 Madya

4. Posyandu Melati IV 5 Madya

5. Posyandu Melati V 5 Madya

6. Posyandu Melati VI 5 Madya

7. Posyandu Melati VII 5 Madya

8. Posyandu Melati VIII 5 Madya

9. Posyandu Melati IX 5 Madya

10. Posyandu Melati X 5 Madya

11. Posyandu Melati XI 5 Madya

12. Posyandu Melati XII 5 Madya

II Kelurahan Bantan

1 Posyandu Seroja 5 Madya

2 Posyandu Flamboyan 5 Madya

3 Posyandu Cempaka 5 Madya

4 Posyandu Mawar 5 Madya

5 Posyandu Melati 5 Madya

6 Posyandu Anggrek 5 Madya

7 Posyandu Dahlia 5 Madya

8 Posyandu Teratai 5 Madya

9 Posyandu Kenanga 5 Madya

10 Posyandu Melur 5 Madya

11 Posyandu Kamboja 5 Madya

III Kelurahan Bantan Timur

1 Posyandu Teratai 5 Madya

2 Posyandu Dahlia 5 Madya

3 Posyandu Anggrek 5 Purnama

4 Posyandu Tanjung 5 Madya

5 Posyandu Melati 5 Madya

6 Posyandu Bakung 5 Madya

7 Posyandu Kemuning 5 Madya

8 Posyandu Matahari 5 Madya

9 Posyandu Kamboja 5 Madya

10 Posyandu Cempaka 5 Madya

11 Posyandu Seroja 5 Madya

IV Kelurahan Tembung

1 Posyandu Kenari I 5 Madya

2 Posyandu Kenari II 5 Madya

3 Posyandu Kenari III 5 Madya

4 Posyandu Kenari IV 5 Madya

5 Posyandu Kenari V 5 Madya

6 Posyandu Kenari VI 5 Madya

Jumlah 195

Gambar

Tabel Silang ..................................................................................................
Tabel 1.1. Jumlah Pasien Suspek TB Paru, BTA (+), dan BTA (-) yang Berkunjung  Ke Puskesmas Mandala Tahun 2005- 2009
Gambar 2.1. Peranan Kader Masyarakat  terhadap Penemuan Kasus TB  Paru dalam Pemberantasan TB Paru (Efendi dan Cahyadi, 2005)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Kompetensi profesional adalah kompetensi guru dalam memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan kepada peserta didik,

Dari hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah dana pihak ketiga mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan jumlah unit pada Bank Perbankan

THE CRUELTY OF BURMESE MILITARY REGIME IN SYLVESTER STALLONE’S RAMBO IV (2008):.. A

[r]

[r]

316.491.000,- (tiga ratus enam belas juta empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah) termasuk pajak. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan