GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR
MENCIT (Mus musculus) AKIBAT PEMBERIAN PLUMBUM
DAN HABBATUSSAUDA (Nigella sativa)
OLEH :
DINI FEDUYASIH
070100221
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR
MENCIT (Mus musculus) AKIBAT PEMBERIAN PLUMBUM
DAN HABBATUSSAUDA (Nigella sativa)
OLEH :
DINI FEDUYASIH
NIM : 070100221
KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU
SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN SARJANA
KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR
MENCIT (Mus musculu ) AKIBAT PEMBERIAN PLUMBUM
DAN HABBATUSSAUDA (Nigella sativa)
Nama : DINI FEDUYASIH
NIM : 070100221
Pembimbing
dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes.
Penguji I
dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med, ed. .
Penguji II
dr. Yunita Sari Pane, Msi
Medan, 20 Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pendahuluan : Perkembangan ekonomi di Indonesia menitik beratkan pada pembangunan sektor industri, ini dikarenakan sektor industri sangat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, penggunaan bahan baku dalam sektor industri seperti Pb banyak memiliki dampak negatif, misalnya Pb yang diperoleh dari bahan baku berbagai peralatan rumah tangga dan Pb yang meningkat kadar nya di udara akibat emisi kendaraan bermotor. Pemaparan Pb kedalam tubuh manusia dapat melalui saluran pernafasan, pencernaan, dan permukaan kulit. Pemaparan yang berulang-ulang ini akan meningkatkan konsentrasinya dalam tubuh dan menimbulkan kerusakan. Kemudian disisi lain karena adanya peningkatan sumber daya manusia, menyebabkan munculnya berbagai macam bahan yang menguntungkan untuk semakin meningkatkan kesehatan masyarakat. Salah satu nya, mulai banyak dikenal berbagai antioksidan yang baik untuk tubuh seperti Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda dikenal memiliki khasiat sebagai antioksidan dan sebagai obat untuk beberapa penyakit Hepar. Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui gambaran Makroskopis dan Mikroskopis hepar mencit akibat pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa).
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pada 14 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang dibagi menjadi 2 ekor pada kelompok kontrol, 6 ekor pada kelompok P1 (Pb asetat 100mg/kgBB/hari), dan 6 ekor pada kelompok P2 (Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda (Nigella sativa). Pemberian perlakuan dilakukan selama 8 minggu. Hasil yang didapat kemudian akan diuji dengan Anova.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan, derajat kerusakan makroskopis (+) sebanyak 83,33% pada P1 dan 50% pada P2. Kemudian secara mikroskopis, derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada P1 dan 16,67% pada P2.
Kesimpulan : Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran makroskopis (p>0,05) dan terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran mikroskopis(p<0,05).
ABSTRACT
Introduction : Economic development in Indonesia focuses on the development of industrial sector, this is because the industrial sector roles in improving the welfare of society. However, the use of raw materials in many industrial sectors such as Pb has a negative impact, for example Pb derived from various raw materials of the household equipment and the increased levels of Pb in the air due to motor vehicle emissions. The exposure of Pb into the human body can be through the respiratory tract, gastrointestinal, and skin surface. Repeated exposure will increase its concentration in the body and cause damage. Then on the other hand because there is an increase in human resources, it led to the emergence of a variety of beneficial materials to further improve the public health. One of which, starting to widely known the variety of antioxidants that are good for the body such as the Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda is known to have efficacy as an antioxidant and as a remedy for some liver diseases.
Methode : In this study, the authors aimed to determine the macroscopic and microscopic picture of the liver of mice due to administration of lead and Habbatussauda (Nigella sativa). This study is an experimental study on 14 mice (Mus musculus), male, divided into 2 mice in the control group, 6 mice in group P1 (lead acetate 100mg/kg weight/day), and 6 mice in group P2 (lead acetate 100 mg / kg weight / day and 0.09 ml Habbatussauda oil (Nigella sativa)).
Result : The treatment was done for 8 weeks. The results showed, the degree of macroscopic damage (+) is 83.33% in P1 and 50% in P2. Then microscopically, the degree of damage (+) is 100% in P1 and 16.67% in P2.
Discussion : Statisticcaly there is no significant difference on macroscopic appearance (p<0,05) while mcroscopically, a significant difference was found (p>0,05).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya hingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
”Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hepar Mencit (Mus Musculus)
Akibat Pemberian Plumbum dan Habbatussauda (Nigella Sativa)” .
Karya tulis ilmiah ini merupakan syarat dalam menyelesaikan pendidikan
sarjana kedokteran di Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya karya tulis
ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ;
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes selaku dosen pembimbing, yang telah banyak
meluangkan waktu dan pikirannya dalam membantu penulis selama
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
3. Dr. T. Ibnu Alferraly, Sp.PA, dr. Zaimah Z Tala, Sp.GK, dr. Hemma Yulfi,
DAP&E, M.Med,ed dan dr. Yunita Sari Pane, M.Si sebagai dosen penguji,
yang banyak memberikan masukan dan perbaikan dalam menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
4. Para staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
5. Dr. Dwi Rita Anggraini yang banyak memberi ilmu dan pengarahan dalam
penelitian ini.
6. Rasa hormat, sayang dan terimakasih yang tak terhingga penulis hantarkan
kepada ayahanda dan ibunda tercinta, Hariadi, SST. MT dan Octaviana Said.
Berkat doa dan dukungan yang tak terbatas dari beliau penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik. Semoga Allah SWT
senantiasa selalu memberkahi dan memberi kesehatan kepada kedua nya.
7. Muhammad Rafli Karta Rosandi, sebagai abang yang telah banyak memberi
dan Tiya Mulani, sebagai adek yang banyak memberikan waktu dan dukungan
dalam menyelesaikan karya tulis ini.
8. Keluarga besar Ermansyah Said selaku paman dan Desniarti Said selaku Bude,
yang telah banyak membantu selama ini.
9. Teman – teman setambuk 2007, kakak dan abang senior yang telah
meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan ilmunya selama ini.
10. Teman-teman mahasiswa Fakultas Biologi MIPA Universitas Sumatera Utara,
yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu dalam pelaksanaan penelitian
ini.
11. Abdul Ghaffar Hamzah, M. Amir, Andi Haris Nasution, Ramayanti, Mirna
Ramzie, Reza Havhie F., Pernanda Selpia Su’aidi, Andika Pradana, Ira Nola
Lingga, Ayuca Zarry, Mirzal Fuadi, Nisa Lailan S, Nisa Hansety Harahap, dan
semua teman- teman yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Terimakasih
telah menjadi semangat dan berbagi ilmu selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini.
Akhir kata penulis mengucapkan, semoga Allah swt melimpahkan rahmat
dan hidayahNya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ini
dapat diterima dan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua
pihak.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
2.2.4. Kegagalan Hepatoseluler ... 14
2.3. Nigella sativa ... 14
2.3.1. Gambaran Umum ... 14
2.3.2. Kandungan Nigella sativa ... 16
2.3.3. Khasiat ... 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 18
3.1. Kerangka Konsep ... 18
3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 18
3.2.1. Variabel Independen ... 18
3.2.2. Variabel Dependen ... 18
3.2.3. Definisi Operasional ... 18
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21
4.1. Jenis Penelitian ... 21
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
4.3. Populasi dan Sampel ... 21
4.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 22
4.4.1. Penentuan Dosis Plumbum dan Nigella sativa ... 22
4.4.2. Pemeliharaan Hewan Coba ... 23
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 26
5.1.2. Karakteristik Sampel... 26
5.1.3. Derajat Kerusakan Hepar secara Makroskopis ... 26
5.1.4. Derajat Kerusakan Hepar secara Mikroskopis ... 31
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Prediksi Output Total Pb dari berbagai sector
kegiatan di Jawa barat Tahun 2001
5
Tabel 2.2. Komposisi Asam Amino Biji Jintan Hitam 16
Tabel 5.1. Karakteristik Sampel 28
Tabel 5.2. Makroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol 27
Tabel 5.3. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1 27
Tabel 5.4. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 2 28
Tabel 5.5. Mikroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol 31
Tabel 5.6. Mikroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1 31
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Anatomi Hepar 9
Gambar 2.2. Gambaran Hati Primata 10
Gambar 2.3. Lobulus Hati 11
Gambar 2.4. Serat Retikuler dalam Lobulus Hati 13
Gambar 2.5. Biji Jintan Hitam 15
Gambar 2.6. Bunga Jintan Hitam 15
Gambar 2.7. Tanaman Jintan Hitam 15
Gambar 3.1. Kerangka Konsep tentang Perlakuan terhadap Kelompok Eksperimen
18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis
Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 3 Out Put data SPSS
ABSTRAK
Pendahuluan : Perkembangan ekonomi di Indonesia menitik beratkan pada pembangunan sektor industri, ini dikarenakan sektor industri sangat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, penggunaan bahan baku dalam sektor industri seperti Pb banyak memiliki dampak negatif, misalnya Pb yang diperoleh dari bahan baku berbagai peralatan rumah tangga dan Pb yang meningkat kadar nya di udara akibat emisi kendaraan bermotor. Pemaparan Pb kedalam tubuh manusia dapat melalui saluran pernafasan, pencernaan, dan permukaan kulit. Pemaparan yang berulang-ulang ini akan meningkatkan konsentrasinya dalam tubuh dan menimbulkan kerusakan. Kemudian disisi lain karena adanya peningkatan sumber daya manusia, menyebabkan munculnya berbagai macam bahan yang menguntungkan untuk semakin meningkatkan kesehatan masyarakat. Salah satu nya, mulai banyak dikenal berbagai antioksidan yang baik untuk tubuh seperti Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda dikenal memiliki khasiat sebagai antioksidan dan sebagai obat untuk beberapa penyakit Hepar. Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui gambaran Makroskopis dan Mikroskopis hepar mencit akibat pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa).
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pada 14 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang dibagi menjadi 2 ekor pada kelompok kontrol, 6 ekor pada kelompok P1 (Pb asetat 100mg/kgBB/hari), dan 6 ekor pada kelompok P2 (Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda (Nigella sativa). Pemberian perlakuan dilakukan selama 8 minggu. Hasil yang didapat kemudian akan diuji dengan Anova.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan, derajat kerusakan makroskopis (+) sebanyak 83,33% pada P1 dan 50% pada P2. Kemudian secara mikroskopis, derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada P1 dan 16,67% pada P2.
Kesimpulan : Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran makroskopis (p>0,05) dan terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran mikroskopis(p<0,05).
ABSTRACT
Introduction : Economic development in Indonesia focuses on the development of industrial sector, this is because the industrial sector roles in improving the welfare of society. However, the use of raw materials in many industrial sectors such as Pb has a negative impact, for example Pb derived from various raw materials of the household equipment and the increased levels of Pb in the air due to motor vehicle emissions. The exposure of Pb into the human body can be through the respiratory tract, gastrointestinal, and skin surface. Repeated exposure will increase its concentration in the body and cause damage. Then on the other hand because there is an increase in human resources, it led to the emergence of a variety of beneficial materials to further improve the public health. One of which, starting to widely known the variety of antioxidants that are good for the body such as the Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda is known to have efficacy as an antioxidant and as a remedy for some liver diseases.
Methode : In this study, the authors aimed to determine the macroscopic and microscopic picture of the liver of mice due to administration of lead and Habbatussauda (Nigella sativa). This study is an experimental study on 14 mice (Mus musculus), male, divided into 2 mice in the control group, 6 mice in group P1 (lead acetate 100mg/kg weight/day), and 6 mice in group P2 (lead acetate 100 mg / kg weight / day and 0.09 ml Habbatussauda oil (Nigella sativa)).
Result : The treatment was done for 8 weeks. The results showed, the degree of macroscopic damage (+) is 83.33% in P1 and 50% in P2. Then microscopically, the degree of damage (+) is 100% in P1 and 16.67% in P2.
Discussion : Statisticcaly there is no significant difference on macroscopic appearance (p<0,05) while mcroscopically, a significant difference was found (p>0,05).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ekonomi di Indonesia menitik beratkan pada pembangunan
sektor industri. Efek negatif dari efek industri yang nyata dan dirasakan menyamai
efeknya dalam peningkatan kualitas hidup manusia dengan meningkatkan
pendapatan manusia. Dalam hal ini, efek yang dirasakan merugikan dapat berupa
penurunan kesehatan masyarakat oleh karena pencemaran yang berasal dari
limbah industri dan rumah tangga. (Widowati, dkk., 2008).
Masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan dengan transportasi
kendaraan bermotor yang padat serta dilingkungan industri adalah kelompok
yang rentan terhadap pencemaran logam, terutama timah hitam (Plumbum atau
Pb). (Darmono, 2008). Pemaparan yang terjadi dapat melalui makanan, minuman,
inhalasi , dan melalui permukaan kulit. (Venugopal 1978 dalam Anggraini 2008).
Disatu pihak, kita terancam dengan adanya peningkatan polusi dan efek
toksik karena timbal, disisi lain kita banyak diperkenalkan oleh berbagai bahan
yang bersifat herbal dan berfungsi sebagai antioksidan seperti pada Nigella sativa.
Biji Nigella sativa mengandung thymoquinone, monotropens, nigellidine,
nigellimine dan saponin. Beberapa efek terapi Nigella sativa termasuk dalam
saluran pencernaan dan anti asma telah dipaparkan dalam Ancient Iranian
Medical Books. Nigella sativa atau jintan hitam adalah salah satu genus Nigella
dari keluarga Ranunculuceae, yang tampak mengkilat dengan bunga biru sampai
kehijauan dan memiliki biji berwarna hitam. (Boskabaddy, dkk., 2004).
Dengan keadaan ini penulis tertarik untuk melihat akibat dari paparan
timbal terhadap organ tubuh yang sangat berperan dalam proses homeostasis.
Hepar adalah organ metabolik terbesar yang tidak hanya berfungsi pada
pengolahan dan penyimpanan nutrien, namun hepar juga memiliki fungsi sebagai
detoksifikasi atau degradasi zat – zat sisa dan senyawa asing lainnya. Timbal
berpotensi untuk merusak sel – sel hepatosit pada hepar. Seperti penelitian
adanya efek timbal untuk merusak sel hepatosit pada hepar. Penulis tertarik untuk
mengetahui manfaat habbatussauda (Nigella Sativa) sebagai antioksidan yang
sedang ramai dikonsumsi masyarakat pada kerusakan sel hepatosit ini. Dalam hal
ini penulis lebih memfokuskan melihat gambaran makroskopis dan mikroskopis
akibat pemberian plumbum dan habbatussauda (Nigella sativa).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah ;
Bagaimana gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit akibat
pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa) secara bersamaan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum:
Mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit akibat
pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa).
Tujuan Khusus:
1. Melihat gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit setelah
pemberian Pb asetat 100mg/kg BB/oral/hari.
2. Melihat gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit setelah
pemberian Pb asetat 100mg/kgBB/oral/hari dan minyak habbatussauda
(Nigella sativa) 0,09 ml/hari/oral.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat sebagai :
1. Pengetahuan atau informasi tentang sejauh mana perubahan secara
maksroskopis dan mikroskopis yang terjadi pada hepar mencit setelah
pemberian Pb asetat dengan minyak habbatussauda (Nigella sativa).
2. Masukan dan tambahan rujukan untuk instansi dan mahasiswa yang akan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Timbal (Pb)
2.1.1 Gambaran Umum
Timbal atau dalam keseharian dikenal dengan nama timah hitam, dalam
bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Secara
harfiah Pb adalah logam berwarna abu – abu kebiruan mengkilat serta mudah
dimurnikan dari pertambangan. Unsur timbal dalam sistem periodik terletak pada
golongan IV-A, memiliki nomor atom 82 dan nomor massa 207,2. Konfigurasi
elektron dari Pb adalah [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2. Timbal merupakan logam yang
berwarna abu-abu, mempunyai titik didih 174° C dan titik leleh 328° C.
(Widowati, dkk., 2008).
Timbal lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya.
Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan,
pembersihan, dan berbagai penggunaannya dalam industri. Timbal banyak
digunakan untuk bahan produksi baterai dan kendaraan bermotor. Produksi logam
lainnya yang mengandung Pb seperti amunisi, kabel dan solder. Logam Pb
digunakan juga dalam industri percetakan (tinta), dalam industri kimia berbentuk
tetra etil Pb yang biasanya dicampur dengan bahan bakar minyak untuk
melindungi mesin supaya lebih awet, sebagai campuran pembuatan cat seperti Pb
(OH)2, 2Pb CO3 dan Pb3O4. Kemudian konsentrasi Pb dalam produk cat sudah
sangat menurun sampai batas maksimum 0,06 %, tetapi walaupun begitu
bangunan tua yang masih ada cat lamanya memiliki kandungan Pb yang masih
cukup tinggi. (Darmono, 2008)
Kemudian pada masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan
dengan transportasi kendaraan bermotor yang padat serta dilingkungan industri
adalah kelompok yang rentan terhadap pencemaran timah hitam (Pb).(Darmono,
Timbal bersirkulasi dalam darah setelah diabsorpsi dari usus, kemudian
didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi
berinkoporasi dalam tulang, rambut, dan sebagian kecil tersimpan dalam otak.
(Darmono, 2008).
Pajanan timbal pada masyarakat dapat menimbulkan berbagai efek negatif
pada kesehatan, yaitu pada saraf pusat dan saraf tepi, sistem kardiovaskuler,
sistem hematopoetik, ginjal, pencernaan, sistem reproduksi, dan bersifat
karsinogenik. Salah satu gangguan yang diakibatkan oleh keracunan yang
diakibatkan oleh keracunan Pb dan persenyawaan anorganiknya adalah gangguan
pada sistem hematopoetik, hal ini berdampak akan terhambatnya aktifitas enzim -
aminolevulinic acid dehydrogenase (ALAD) dalam eritroblas sumsum tulang dan
eritrosit pada sintesis heme. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar -ALAD
dengan darah dalam peningkatan kadar amino levulinate acid (ALA) dalam serum
dan urin ( Darmono, 2008)
Penelitian epidemiologi toksisitas Pb telah banyak dilaporkan terutama
toksisitas Pb secara kronis. Penelitian banyak dilaporkan mengenai gejala klinis
toksisitas Pb kronis pada anak dan orang dewasa dan juga kadar Pb dalam darah,
rambut, dan kuku. Penelitian lebih banyak dilakukan pada orang yang hidup
diperkotaan dan daerah industri serta pertambangan. (Darmono, 2008)
Banyak faktor yang mempengaruhi toksisitas plmbum terhadap hewan,
seperti yang dirangkum oleh Jones, dkk., (1997) dalam Darmono (2008), antara
lain adalah:
a. Umur ; lebih peka pada usia muda.
b. Spesies ; adanya variasi individu dalam kepekaan dan jumlah plumbum yang
diekskresikan.
c. Keadaan reproduksi
d. Kadar plumbum yang masuk ke dalam tubuh ; pada kasus keracunan akut,
kadar plumbum yang masuk dalam kadar cukup besar akan menimbulkan
kematian mendadak.
2.1.2 Tingkat Pencemaran
Emisi Pb bentuk gas, terutama berasal dari buangan gas kendaraan
bermotor, merupakan hasil sampingan dari pembakaran mesin–mesin kendaraan
dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dalam bahan bakar kendaraan
bermotor. Percepatan pertumbuhan sektor transportasi, kepadatan arus lalu lintas,
serta tingginya jumlah kendaraan bermotor dan menimbulkan kemacetan. Dampak
kemacetan ini yang akan menyebabkan tingginya tingkat polusi udara di
perkotaan. (Darmono, 2008)
Konsumsi premium untuk transportasi pada tahun 1999 adalah sebesar
11.515.401 kiloliter. Dikawasan tertentu, seperti terminal bus dan daerah padat
lalu lintas, kadar Pb mencapai 2-8µg/m3. Didaerah pemukiman di Jakarta, kadar
Pb melampaui baku kualitas udara. (BAPEDAL DKI, 1998)
Tabel 2.1 Prediksi Output Total Pb dari Berbagai Sektor Kegiatan di Jawa Barat Tahun 2001 ( BPLHD Jabar, 2002 )
No. Emisi Pb untuk setiap
3 Transportasi dan
Komunikasi 0,351 0,387
4 Jasa lainnya 0,255 0,281
5 Listrik, Gas dan Air 0,252 0,277
6 Perdagangan, Restoran
dan, Hotel 0,095 0,104
Sumber : Widowati, 2008.
Sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kendaraan
bermotor yang menempati 90% dari total emisi Pb di atmosfer. Sekitar 10% Pb
mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan; 45% mengendap
dalam jarak 20 Km ; 10% mengendap dalam jarak 20-200 km; dan 35% terbawa
2.1.3 Keracunan Timbal
Timbal bersifat toksik yang kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya
dibedakan menurut beberapa organ yang dpengaruhinya yaitu sebagai berikut:
(Darmono, 2008)
a. Sistem hematopoetik, Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin
sehingga menyebabkan anemia.
b. Sistem saraf pusat dan tepi, dapat menyebabkan gangguan ensefalopati dan
gejala gangguan saraf perifer.
c. Sistem ginjal, dapat menyebabkan amniasiduria, fosfaturia, glukosuria,
nefropati, fibrosis, dan atrofi glomerular.
d. Sistem gastrointestinal, menyebabkan kolik dan konstipasi.
e. Sistem kardiovaskular, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
pembuluh darah.
f. Sistem reproduksi, dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada
wanita serta hipospermi dan teratospermi pada pria.
g. Sistem endokrin, mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.
Timbal dalam tubuh terutama terikat dalam gugus –SH dalam molekul
protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim.
Timbal mengganggu sistem sintesis Hb dengan jalan menghambat konversi
delta-aminolevulinik-asid (delta-ALA) menjadi fibrilinogen dan juga menghambat
korporasi dari Fe ke dalam protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan
menghambat enzim (delta-ALAD) dan ferokelratase.
Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi koproporfirin dalam urin
dan delta-ALA serta menghambat sintesis Hb. (Darmono, 2008). Timbal
bersirkulasi dalam darah setelah diabsorpsi dari usus, terutama hubungannya
dengan sel darah merah (eritrosit) pertama didistribusikan ke dalam jaringan lunak
seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkorporasi dalam tulang, rambut, dan
gigi untuk dideposit (storage), dimana 90% deposit terjadi dalam tulang dan
hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. (Darmono, 2008).
Paparan Pb dosis tinggi mengakibatkan kadar Pb darah mencapai 80 g
kerusakan arteriol dan kapiler, edema otak, meningkatnya tekanan cairan
serebrospinal, degenerasi neuron, serta perkembangbiakan sel glia yang disertai
dengan munculnya ataksia, koma, dan kejang – kejang. Pada anak, kadar Pb darah
40 – 50 g/dL bias mengakibatkan hiperaktivitas. Kandungan sebesar 45 g/dL
pada anak, harus mendapatkan perawatan segera, kandunan lebih dari 70 g/dL
menyebabkan kondisi gawat secara medis (medical emergency), sedangkan
kandungan Pb di atas 120 g/dL bersifat sangat toksik dan dapat menyebabkan
kematian pada anak (Ettinger, 1995 ; Setyorini, 2004; dalam Widowati, 2008).
2.1.4 Efek Timbal pada Hepar
Diduga plumbum berikatan secara kovalen dengan preparat besi (III) pada
asam nukleat dan protein, menghambat penggabungan besi menjadi heme,
mengganggu sintesa globin, menghambat asam delta–aminolevulat dehidratase
dalam sel darah merah serta mempengaruhi sintesa DNA in vitro (Robin dan
Kumar, 1995).
Plumbum dapat merangsang sinyal interseluler antara sel kupffer dan sel
heaptosit yang akan meningkat secara signifikan ditandai dengan rendahnya kadar
lipopolisakarida dan aktivitas proteolitik yang meningkat (Milosevic dan maaier,
2000; dalam Anggraini, 2008). Secara umum, efek dari plumbum pada sistem
hepatobilier adalah mengkatalisa peroksidasi dari asam lemak tak jenuh (Yin dan
Lin, 1995., dalam Anggraini, 2008) mereduksi nitrogen-oxide (Krocova, dkk.,
dalam Anggraini, 2008) dan meningkatkan radikal hydroxyl (Ding, dkk., 2000 ;
2.2 Hepar
2.2.1 Anatomi Umum
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua
sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200
– 1800 gram, dengan permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Batas atas
hati berada sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah menyerong
ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri . (Amirudin, 2007).
Permukaan anterior yang cembung pada hepar dibagi menjadi 2 lobus oleh
adanya perlekatan ligament falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang
berukuran kira – kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform
dengan kandung empedu di lobus kanan kadang – kadang dapat ditemukan lobus
kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum
venosum pada permukaan posterior. (Amirudin, 2007).
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian
yang tidak diliput i oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi
peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen
Gambar 2.1. : Anatomi Hepar
2.2.2 Histologi Hepar
Hepar secara mikroskopis terdiri atas bermacam–macam sel, hepatosit
meliputi 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel–sel epitelial sistem
empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel–sel non–parenkimal yang termasuk
di dalamnya endotelium, sel kupffer, dan sel steallata yang berbentuk seperti
bintang. (Amirudin, 2007).
Gambar 2.2 : Gambaran hati Primata
Sumber : Junquiera, 2007.
Pembungkus hepar atau yang disebut stroma terdiri atas simpai yg tebal,
berasal dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson.
Kapsul glisson ini menebal di hilus, tempat vena porta dan arteri hepatika
memasuki hati dan keluarnya duktus hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe
dari hati. (Junquiera, 2007).
Komponen utama struktural hati adalah sel–sel hati, atau hepatosit. Sel-sel
epitelnya berkelompok membentuk lempeng–lempeng yang saling berhubungan,
Lobulus hati dibentuk oleh masa poligonal jaringan, dan pada daerah perifer
masing–masing lobulus dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung duktus
biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh darah. Daerah ini disebut celah
portal yang dijumpai pada sudut–sudut lobulus hati. Hepar manusia memiliki 3–6
celah portal per lobulus, dengan masing–masing terdiri dari venula, arteriol,
sebuah duktus (bagian dari sistem duktus biliaris), dan pembuluh limfe.
(Junquiera, 2007).
Dibagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang
disebut traktus portalis/triad yaitu traktus portalis yang mengandung
cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, duktus biliaris. Cabang dari vena porta dan
arteri hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah
banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari kanalikuli biliaris yang halus yg
terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel.
Kanalikuli akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam
empedu yang lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung
empedu.
Gambar 2.3. : Lobulus hati
Hepatosit tersusun secara radier, seperti susunan batu bata pada dinding
yang tersusun dari perifer lobulus ke pusatnya, dan beranastomosis secara bebas
dengan membentuk struktur yang menyerupai labirin dan busa. Setiap hepatosit
dipisahkan oleh celah sinusoid yang tersusun melingkar. Kapiler sinusoid adalah
pembuluh darah yang lebar yang tidak teratur, dan hanya terdiri atas lapisan tidak
utuh dari endotel berfenestra. Terdapat celah Disse sebagai celah tempat
berkontaknya masing–masing permukaan hepatosit dan kapiler sinusoid. Pada
saat berkontak dengan sesama hepatosit, akan terbentuk suatu celah tubular di
antara kedua sel yang disebut kanalikulus biliaris.(Junquiera, 2007).
Hepatosit memiliki satu atau dua inti bulat dengan suatu atau dua anak inti.
Sebagian intinya polipoid, yaitu mengandung perkalian genap dari jumlah
kromosom haploid. Hepatosit memiliki banyak retikulum endoplasma baik yang
halus maupun kasar. Retikulum endoplasma yang kasar membentuk agregrat yang
tersebar dalam sitoplasma, dan agregrat ini disebut badan basofilik. Retikulum
endoplasma halus merupakan sistem labil yang segera bereaksi terhadap molekul
yang diterima hepatosit. (Junquiera, 2007).
Selain sel–sel endotel, sinusoid juga mengandung sel kupffer. Sel – sel ini
ditemukan pada permukaan laminal sel–sel endotel. Fungsi utamanya adalah
memetabolisme eritrosit tua, mencerna hemoglobin, mensekresi protein yang
berhubungan dengan proses imunologis, dan menghancurkan bakteri yang
berhasil masuk ke darah portal melalui usus besar. Sel – sel kupffer mencakup
15% dari populasi sel hati, dan banyak terdapat di daerah periportal di lobulus
Gambar 2.4. : Serat Retikular dalam lobulus hati
Sumber : Eroschenko, 2003.
2.2.3 Fungsi Hepar
Hati selain salah satu organ terbesar, juga sebagai organ yang memiliki
fungsi yang terbanyak. Mulai dari fungsi keseluruhan,dan fungsi masing – masing
sel penyusunnya. (Hadi, 2002).
Fungsi hati sebagai organ keseluruhan diantaranya, adalah :
a. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, karena semua cairan dan
garam akan melewai hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
b. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasi kordis kanan maka hati akan membesar.
c. Sebagai alat saringan, semua makanan dan berbagai macam substansia yang
Fungsi dari sel–sel hati dapat dibagi :
a. Fungsi dari sel epitel, sebagai pusat metabolisme hidrat arang, protein, lemak,
dan empedu. Tempat penyimpanan bagi vitamin dan sebagai tempat
berlangsungnya detoksifikasi.
b. Sel kupffer, berfungsi sebagai pengurai Hb menjadi bilirubin, membentuk
a-globulin, dan sebagai alat fagositosis terhadap bakteri serta elemen korpuskuler
atau makromolekuler.
Dalam proses metabolisme bilirubin, hati menjalankan 3 tahap yaitu
hepatic uptake, konjugasi, dan ekskresi. Bilirubin sendiri merupakan hasil akhir
dari pemcehan heme yang berasal dari hemoglobin dan mioglobin dari enzim –
enzim respirasi. Namun sumber yang paling banyak diperoleh dari pemecahan
eritrosit. (Hadi, 2002).
2.2.4 Kegagalan Hepatoseluler
Pada penderita penyakit hati, faal sel hati dapat terganggu atau tidak
sempurna. Berbagai penyebab yang dapat mengakibatkan kerusakan sel hati,
seperti virus, keracunan bahan–bahan kimia, sirosis, eklampsi, sirkulasi yang
terganggu, dan kholestatis kronis. (Hadi, 2002)
Gambaran dari kegagalan hepatoseluer dapat berupa ikterus, perubahan
sirkulasi, kenaikan suhu badan, asites, terganggunya koagulasi darah, hingga
koma hepatikum atau gangguan neurologis. (Hadi, 2002)
2.3 Habbatussauda (Nigella sativa)
2.3.1 Gambaran Umum
Klasifikasi Habbatussauda (Nigella sativa) sebagai berikut :
Familia : Ranunculaceae
Genus : Nigella
Species : Nigella sativa
Pohon habbatussauda (Nigella sativa) atau di Indonesia dikenal dengan
jintan hitam mempunyai daun tunggal kadang juga dijumpai berdaun majemuk
dengan posisi tersebar atau berhadapan. Bentuk daunnya bulat telur berujung
lancip pada permukaannya terdapat bulu halus memiliki panjangnya 5-10 cm.
Jintan hitam dihasilkan dari bijinya. Pohonnya menghasilkan bunga berwarna
ungu muda atau putih. Tumbuhan jintan ini umumnya memiliki tinggi 50
sentimeter berbatang tegak, berkayu dan berbentuk bulat menusuk. Buahnya
berbentuk kapsul yang mengandung banyak biji-biji kecil berwarna putih dan
berbentuk trigonal. Setelah matang kapsulnya terbuka dan biji-biji ini akan
berubah menjadi hitam setelah terpapar di udara. (Yasni, 2008).
Tanaman penghasil jintan hitam merupakan tanaman yang tumbuh liar
sampai pada ketinggian 1100 m dari permukaan laut. Biasanya jintan hitam
ditanam di daerah pegunungan ataupun sengaja ditanam di halaman atau ladang
sebagai tanaman rempah-rempah. (Yasni, 2008).
2.3.2 Kandungan Nigella sativa
Berdasarkan pada kandungan asam amino dan asam lemaknya, dapat
dikatakan kandungan zat gizi habbatussauda (Nigella sativa) cukup tinggi.
Habbatussauda (Nigella sativa) mengandung 8 jenis dari 10 asam amino esensial,
7 jenis dari 10 asam amino non- esensial.
Penelitian yang ada bermaksud untuk mengetahui adanya efek pencegahan
dari Nigella sativa pada hati dan ginjal tikus. Penelitian yang dilakukan oleh
Farrag AR, Mahdy KA, Abdel Rahman GH,dan Osfor MM dari Assiut
University, Egypt. Penelitian ini dilakukan pada 6 tikus pada setiap kelompok
percobaan, terdiri dari kelompok kontrol, kelompok yang diberikan Pb saja, dan
kelompok Pb asetat dan Nigella sativa selama 6 minggu. Dari pemeriksaan ini
memberikan hasil bahwa Nigella sativa memberikan efek protektif yang kuat pada
hepar dan ginjal.
Tabel 2. 2. Komposisi asam amino biji jintan hitam
Asam amino Persentase Asam amino Persentase Alanin
(Sumber : Babayan et. al., (1978) dalam Yasni (2008))
2.3.3 Khasiat Nigella sativa
Jintan hitam memilik nama botanik dengan Nigella sativa yang berasal
dari family Ranunculaceae ini, di Persia dikenal dengan nama cyah dane yang
dalam waktu yang cukup lama memiliki peranan penting dalam pengobatan islam
dahulu nya. Banyak penelitian yang telah ada mengenai Nigella sativa ini untuk
mengetahun efek terapetiknya, seperti antikangker, diuresis, hipotensi,
antihistamn, antihipertensi, hipoglikemi, anti inflamasi, analgesik, antifungal, dan
radikal bebas, seperti anoksia, iskemik otak, adanya arteriosklerosis pada jantung,
reumatik, dan kangker. Penelitian yang dilakukan terhadap efek Nigella sativa
terhadap anak–anak yang mengalami epilepsi, ternyata dijumpai antikonvulsan
dan berperan dalam menurunkan peningkatan serotonin serta penurunan dopamine
di korteks serebral, kaudatus nukleus, dan penurunan norepinefrin di serebral
korteks. (Monit, 2007).
Pada penelitian lainnya, membuktikan bahwa habbatussauda (Nigella
sativa) memberikan efek bronkodilator pada pasien yang menderita asma. Hal ini
dilihat dengan memberikan ekstrak Nigella sativa 50 dan 100 mg/kg pada 15
orang pasien asma. Kemudian pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fungsi paru.
Pemeriksaan ini termasuk, FEV 1, PEF, MEF, MMEF dan menggunankan p<0,05
– p< 0, 0001. Pada hasilnya, dijumpai peningkatan pada nilai FEV 1, MMEF dan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 KERANGKA KONSEP
Gambar 3.1. : Kerangka Konsep tentang Perlakuan Terhadap Kelompok
Eksperimen.
3.2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.2.1 Variabel Independen
a. Pemberian Pb Asetat
b. Pemberian Pb dan minyak habbatussauda (Nigella sativa)
3.2.2 Variabel Dependen
a. Gambaran makroskopis hepar
b. Gambaran mikroskopis hepar
3.2.3 Definisi Operasional
a. Pemberian Pb asetat : Pb asetat yang akan diberikan pada mencit dengan dosis
100mg/kgBB/hari.
b. Pemberian Pb asetat dan minyak habbatussauda (Nigella sativa) : Pb asetat 100
mg/kgBB/hari yang diberikan bersamaan dengan minyak habbatussauda
(Nigella sativa) 0.09/ml/hari.
c. Gambaran Makroskopis Hepar : Gambaran makroskopis yang diamati meliputi
warna, permukaan, dan konsistensi hepar. Hepar yang normal berwarna merah
kecoklatan, permukaannya licin dan konsistensinya kenyal (Anggraini, 2008)
Kadar Normal bila tidak ditemukan :
1. Perubahan Warna.
2. Perubahan struktur warna.
3. Perubahan konsistensi
Derajat Kerusakan Hepar :
0 = tidak terjadi perubahan.
+ = bila ditemukan 1 kriteria diatas.
++ = bila ditemukan 2 kriteria diatas.
+++ = bila ditemukan 3 kriteria diatas.
d. Gambaran Mikroskopis Hepar : Gambaran mikrokopis hepar yang diamati
meliputi perubahan pada inti sel, sitoplasma, susunan sel, vena sentralis, dan
sinusoid. (Anggraini, 2008)
Kriteria normal bila tidak ditemuka :
1. Degenerasi lemak
2. Halo pada inti sel
3. Vena sentralis dan sinusoid tidak utuh
Penilaian terhadap preparat histopatologi akan dibantu oleh dr. Alya Amila
Derajat kerusakan jaringan Hepar dikuantitatifkan mengikuti metode
Budiono dan Herwiyanti (2000):
0 = tidak terjadi kerusakan jaringan hepar.
+ = bila ditemukan salah satu kriteria, degenerasi lemak atau halo
disekitar inti sel atau vena dan sinusoid tidak utuh.
++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel hepar dan degenerasi
lemak.
+++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel, degenerasi lemak, serta
vena sentralis.
3.3. Hipotesis
Tidak ada perbedaan gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar pada
kelompok pemberian Pb dengan kelompok pemberian Pb dan minyak
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental
murni dengan desain Postest Only Control Group Design. (Imron, 2010).
Rancangan penelitian ini dilakukan pada tiga kelompok hewan percobaan mencit
putih (Mus musculus). Hasil yang didapat kemudian akan dilakukan analisis
duntuk melihat adanya perbedaan. Satu kelompok kontrol dan dua kelompok yang
diberikan intervensi. Tidak dilakukan pretest pada seluruh kelompok eksperimen,
kelompok eksperimen I langsung diberi paparan Pb (timbal) asetat, dan pada
kelompok eksperimen II bersamaan diberikan Pb asetat dan minyak
habbatussauda (Nigella sativa) .
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 8 minggu, yang
mencit akan diberi paparan dengan masing-masing perlakuan. Lokasi yang dipilih
dalam perawatan mencit adalah laboratorium Fakultas Biologi Universitas
Sumatera Utara. Pengolahan dan pembuatan preparat mencit dilakukan di
laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah mencit jantan umur 6-8 minggu dengan berat
badan 30-50gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan yang aktif, diperoleh dari
Besar sampel yang digunakan pada peelitian ini berdasarkan rumus
Federer , 1963 dalam Anggraini (2008). :
Dengan; t = kelompok perlakuan ( 3 kelompok )
n = jumlah sampel tiap kelompok
Banyak sampel yang dibtuhkan dalam penelitian ini adalah :
(t – 1) (n – 1) ≥ 15
2n – 2 ≥ 15
n ≥ 9
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini menurut perhitungan di
atas adalah 27 mencit dengan masing–masing kelompok perlakuan dengan 9 ekor
mencit. Tapi penulis menimbang aspek biaya dan perawatan mencit yang terlalu
besar, memutuskan untuk mengggunakan 14 ekor mencit dengan perincian
sebagai berikut :
1. K = kelompok kontrol yang diberikan air putih sebanyak 2 ekor mencit
selama 8 minggu.
2. P1= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/hari sebanyak 6 ekor mencit
selama 8 minggu.
3. P2= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan minyak
Habbatussauda (Nigella sativa) 0,09 ml/hari sebanyak 6 ekor selama 8
minggu.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
4.4.1. Penentuan Dosis Plumbum dan Dosis Nigella sativa
Dosis penelitian ini dosis Pb asetat yang diberikan adalah 100 mg/ kg BB /
hari (Anggraini, 2008). Pb asetat yang digunakan dalam bentuk serbuk kemudian
dilarutkan dengan aquades kemudian dimasukkan langsung ke lambung mencit
Dosis minyak habbatussauda (Nigella sativa) yang diberikan 0,09 ml/hari,
merujuk pada penelitian sebelumnya oleh Umami 2009.
4.4.2. Pemeliharaan Hewan Coba
Mencit jantan berumur 6–8 minggu, sehat dengan berat badan 30–50 gr.
Kandang percobaan dibersihkan setiap hari untuk mencegah infeksi yang dapat
terjadi akibat kotoran mencit tersebut. Kandang ditempatkan dalam suhu kamar
dan cahaya menggunakan sinar matahari tidak langsung. Makanan hewan
percobaaan diberikan berupa pellet. Makanan dan minuman diberikan secukupnya
dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari. (Anggraini, 2008).
4.4.3. Persiapan Hewan Percobaan
Masing–masing kelompok percobaan disiapkan dalam kandang yang
terpisah. Mencit dipilih dan dipisahkan secara random dalam keadaan baik,
disiapkan untuk beradaptasi selama 2 minggu sebelum dilakukan penelitian.
Sebelum perlakuan, terhadap setiap mencit ditimbang berat badannya dan diamati
kesehatannya secara fisik (gerakannya, berat badan, makan, dan minum). Jika ada
mencit yang sakit pada saat adaptasi ini, maka diganti dengan mencit yang baru
dengan kriteria sama dan diambil secara acak. (Anggraini, 2008)
4.4.4. Perlakuan Hewan Percobaan
Setelah persiapan selesai maka binatang percobaan kelompok K, P1, dan
P2 diberikan perlakuan sebagai berikut :
1. Pada minggu ke-8 mencit terlebih dahulu dikorbankan dengan cara dekapitasi
kapitis.
2. Organ hati hewan percobaan diamati, ditimbang beratnya kemudian diambil
4.4.5. Cara Kerja
Pembuatan sediaan histopatologi (Mukawi, 1989)
Pemeriksaan Histopatologi
Sampel jaringan
Fiksasi (memakai formalin 10%)
Dehidrasi (memakai alkohol 70% ke 100%)
Penjernihan (memakai xylol)
Impegnasi (masuk ke paraffin cair)
Embedding / Block Paraffin (penanaman sampel jaringan)
Sectioning dengan mikrotom (ketebalan 8 µ m)
Pencairan parafin yang melekat di sampel jaringan
Preparat diletakkan di kaca objek
Penjernihan (memakai xylol)
Rehidrasi (memakai alkohol 96 % ke 70 %)
Pewarnaan jaringan adhesi dengan Hematoxylin – Eosin
Dehidrasi (memakai alkohol 70 % ke 96 %)
4.4.6. Analisis Data
Hasil yang didapati dari pengamatan makroskopis dan mikroskopis hepar
akan dianalisa dengan SPSS nomor 16. Dari uji SPSS akan dilihat normalitas
distribusi sampel, yang kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA jika sampel
berdistribusi normal, dan uji Kruskal Wallis jika sampel tidak berdistribusi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Biologi MIPA
Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Unversitas Sumatera Utara.
5.1.2. Karakteristik Sampel
Populasi penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan umur 6-8
minggu dengan berat badan 30–50 gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan
yang aktif, diperoleh dari Laboratorium Biologi Fakultas MIPA USU. Kemudian
jumlah mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 14 ekor. Berikut
daftar berat badan mencit dan hepar pada akhir penelitian.
Tabel 5.1. Karakteristik Sampel
5.1.3. Derajat Kerusakan Hepar secara Makroskopis
Gambaran makroskopis hepar mencit jantan (Mus msculus) setelah
pemberian Pb asetat dan Pb asetat dengan habbatussauda (Nigella sativa) selama 8
minggu .
Kelompok BeratMencit (gr) Berat Hepar (gr)
Tabel 5.2. Makroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)
0 + ++ +++
Kontrol Aquades 50 Kontrol Aquades 50
Total 100 100
Untuk kelompok kontrol, secara makroskopis hepar terlihat berwarna
merah kecoklatan dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin. Hal ini didapat
pada kedua ekor mencit dengan pemberian aquades.
Tabel 5.3. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1
Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)
0 + ++ +++
Perlakuan 1 Plumbum 16,67
Perlakuan 1 Plumbum 16,67
Perlakuan 1 Plumbum 16,67
Perlakuan 1 Plumbum 16,67
Perlakuan 1 Plumbum 16,67
Perlakuan 1 Plumbum 16,67
Total 16,67 83,33 100
Untuk kelompok perlakuan 1, secara makroskopis hepar mencit yang
diberi Pb asetat 100 mg/kgbb selama 8 minggu terjadi beberapa variasi. Sebanyak
16,67% atau 1 organ hepar memperlihatkan derajat kerusakan 0, dan sebanyak
83,33% atau 5 organ hepar memperlihatkan derajat kerusakan (+). Pada derajat
(+) yang ditemukan terdapat warna pucat pada hepar dan konsistensi kenyal serta
Tabel 5.4. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 2
Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)
0 + ++ +++
Perlakuan 2 Pb dan Hbs*
16,67
Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67
Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67
Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67
Total 50 50 100
Keterangan * : Pemberian Pb asetat da minyak Habbatussauda.
Untuk kelompok perlakuan 2, secara makroskopis hepar mencit yang
diberi Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan minyak habbatussauda (Nigella sativa)
memperlihtkan 50% atau 3 organ hepar mengalami derajat kerusakan 0 dan 50 %
atau 3 organ hepar memperlihatkan derajat kerusakan (+). Pada hepar yang
memperlihatkan derajat kerusakan (+), tampak hepar lebih pucat dan konsistensi
kenyal serta permukaan yang licin.
Gambar 5.2. Hepar pada kelompok perlakuan 1 terlihat merah pucat
dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar 5.3. Hepar pada kelompok perlakuan 1 terlihat merah kecoklatan
Gambar 5.4. Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat merah kecoklatan
dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar 5.5. Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan
5.1.4. Derajat Kerusakan Hepar secara Mikroskopis
Gambaran mikroskopis hepar mencit jantan (Mus msculus) setelah
pemberian Pb asetat dan Pb asetat dengan habbatussauda (Nigella sativa) selama 8
minggu.
Tabel 5.5. Mikroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)
0 + ++ +++
Kontrol Aquades 50 Kontrol Aquades 50
Total 100 100
Untuk kelompok kontrol, gambaran mikroskopis yang dijumpai pada saat
pemeriksaan dibawah mikroskop adalah kerusakan derajat 0. Ini bermakna bahwa
tidak dijumpai satu pun kriteria kerusakan hepar setelah 8 minggu.
5.6. Tabel Mikroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1
Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)
0 + ++ +++
Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67
Total 100 100
Untuk kelompok perlakuan 1 atau pemberian Pb asetat sebanyak
100mg/kgBB/hari secara oral diperlihatkan gambaran kerusakan derajat (+)
sebanyak 100% pada saat pemeriksaan mikroskopis. Ini bermakna terdapat bahwa
terdapat kerusakan berupa pelebaran sinusoid pada seluruh hepar di kelompok
Tabel 5.7. Tabel Mikroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 2
Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)
0 + ++ +++
Perlakuan 2 Pb dan Hbs*
16,67
Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67
Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67
Total 83,33 16,67 100
Untuk kelompok perlakuan 2 atau pemberian Pb asetat sebanyak
100mg/kgBB/hari secara oral dan minyak habbatussauda (Nigella sativa)
sebanyak 0,09 ml. Pada pemeriksaan mikroskopis memperlihatkan gambaran
kerusakan derajat (+) sebanyak 16,67% dan 83,33% dengan derajat kerusakan 0.
Ini bermakna terdapat kerusakan berupa pelebaran sinusoid pada satu organ hepar
di kelompok perlakuan 2
.
Gambar 5.6. Mikroskopis hepar derajat kerusakan 0 pada kelompok kontrol dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
Gambar 5.7. Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake
dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
Gambar 5.8. Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
(HE,100)
Gambar 5.9. mikroskopis hepar pada kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan (+), terlihat sinusoid yang melebar dengan mikroskop cahaya
pembesaran 10x10
5.1.5. Analisa Data
Hasil yang diperoleh pada gambaran makroskopis dan mikroskopis
kemudian diuji dalam analisa data menggunakan spss. Uji yang pertama dilakukan
adalah uji normalitas untuk melihat distribusi yang dimiliki oleh sampel pada
penelitian ini. Uji yang dilakukan adalah uji Kolmogorov_smirnov. Dari uji
nromalitas ini didapat p = 0,08. Maka sampel pada penelitian ini berdistribusi
normal, karena p yang diperoleh lebih besar dari p= 0,05. Kemudian dilanjutkan
dengan uji beda mena Anova untuk melihat lemakaan dari ke dua kelompok. Dan
didapat hasil untuk kelompok mikroskopis p = 0,12 maka menurut uji statistik ini
secara makroskopis tidak didapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). Sedangkan
untuk gambaran mikroskopis didapat p = 0,00 maka untuk gambaran mikroskopis
5.2. Pembahasan
Pemberian Pb asetat selama 8 minggu pada kelompok perlakuan 2 menurut
penelitian Anggraini (2008) memberi tampilan kerusakan yang minimalis, dan
baru memberi tampilan derajat kerusakan yang besar setelah pemberian selama 16
minggu. Untuk itu hasil yang penulis dapatkan sada penelitiian ini sejalan, karena
lama pemberian yang 8 minggu belum cukup waktu untuk melihat kerusakan lain
seperti degenerasi lemak dan kerusakan lanjutan lainnya pada tampilan
makroskopis maupun mikroskopis.
Untuk dosis Nigella sativa yang diberikan pada penelitian ini, memberikan
perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan tampilan secara mikroskopik
dengan kelompok pemberian Pb. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yildiz,
gambaran secara mikroskopik pada pemeriksaan histopatologi dengan pemberian
Nigella sativa, lebih baik jika diberikan secara intraperitoneal dan dosis sebanyak
0,2 ml/100 gr BB. Hal ini dibuktikan dengan tampilan histopatologi hepar
kelompok pemberian Nigella sativa lebih baik dari kelompok kontrol.
Sedangkan dosis Pb dan rute pemberian Pb yang dilakukan agar hasil
kerusakan dapat lebih jelas terlihat, dapat diberikan secara intraperitoneal dengan
dosis 20 ml/kgBB. Hal ini dapat dipertimbangkan, karena sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Syahrizal (2008), yang meberikan hasil perlakuan
dengan pemberian Pb secara intraperitoneal memberikan tampilan makroskopis
berupa permukaan yang tidak rata dan ditemui adanya bintik-bintik putih.
Sedangkan secara mikroskopis, memberikan tampilan adanya hiperplasia jaringan
Gambaran makroskopis yang didapat pada kelompok perlakuan 1 atau
yang diberi Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari, menunjukkan 83.33%
mengalami derajat kerusakan hepar (+) dan 16,67% mengalami derajat kerusakan
0. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anggraini (2008) setelah
pemberian PB selama 8 minggu kepada mencit jantan, pada penelitian ini mencit
yang dipapar Pb asetat selama 8 minggu memperlihatkan derajat kerusakan (+).
Kerusakan yang didapat sebanyak 83,33% atau sebanyak 5 organ hepar ini,
berupa perubahan warna makroskopis hepar menjadi lebih pucat, dan konsitesnsi
yang kenyal serta permukaan yang licin.
Sedangkan gambaran makroskopis untuk kelompok perlakuan 2 atau yang
diberi Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda
(Nigella sativa) menunjukkan 50% mengalami derajat kerusakan 0 dan 50%
mengalami derajat kerusakan (+). Untuk derajat kerusakan 0 yang dialami oleh 3
organ hepar ini, memberi tampilan wana hepar merah agak kecoklatan,
konsistensi kenyal, dan permukaannya licin. Sedangkan derajat kerusakan (+)
pada 3 organ hepar memberi tampilan warnya yang agak pucat dan konsistensi
kenyal serta permukaannya licin.
Gambaran mikroskopis didapati bahwa kelompok perlakuan 1 yang
diberikan Pb asetat sebanyak 100 mg/ kgbb menunjukkan kerusakan pada derajat
(+) sebanyak 100%. Hal ini memberi tampilan yaitu pelebaran pada sinusoid
hepar atau vena sentralis yang tidak utuh pada 6 mencit dikelompok ini. Hasil
yang diperoleh ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
Anggraini (2008) setelah pemberian selama 8 minggu pada hepar menict jantan.
Sedangkan gambaran mikroskopis untuk kelompok perlakuan 2, atau
kelompok yang diberi perlakuan pemberian Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan 0,09
ml minyak habbatussauda (Nigella sativa) memberi tampilan derajat kerusakan 0
sebanyak 83,33% dan 16,67% untuk derajat kerusakan (+). Hasil yang diperoleh
pada 5 organ hepar ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yaddiz
(2004), di mana dalam penelitian ini tampilan hepar pada kelompok dengan
perlakuan pemberian Nigella sativa secara histopatologi menunjukkan kelainan
ini, gambaran histopatologi yang terdapat pada kelompok Nigella sativa lebih
memiliki gambaran yang lebih minimal dari pada kelompok kontrol. Hal ini
diperlihatkan pada hepar yang mengalami perbaikan setelah mengalami jejas
hipoksia akibat Pb. Sedangkan 16,67% atau sebanyak satu organ hepar
memberikan tampilan derajat kerusakan (+), yang bermakna adanya pelebaran
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan:
Adapun kesimpulan pada penelitian ini, kelompok kontrol memberi
tampilan derajat kerusakan 0 sebanyak 100% pada pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis.
Kelompok perlakuan 1 atau pemberian Pb aseat 100mg/kgBB/hari
memberi tampilan derajat kerusakan (+) sebanyak 83,33% pada pemeriksaan
makroskopis dan memberi tampilan derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada
pemeriksaan mikroskopis.
Kelompok perlakuan 2 atau pemberian 100mg/kgBB/hari dan 0,09 ml
minyak habbatussauda (Nigella sativa) memberi tampilan derajat kerusakan 0
sebanyak 50% pada pemeriksaan makroskopis, dan memberi tampilan derajat
kerusakan 0 sebanyak 83,33% dalam pemeriksaan mikroskopis.
Secara statistik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tampilan
makroskopis (p>0,05) dan terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran
6.2. Saran
Adapun setelah melakukan penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa
masukan untuk kedepannya yaitu:
1. Perlu diteliti lebih lanjut lagi mengenai efek Habbatussauda pada organ lain.
2. Perlu diteliti lebih lanjut lagi mengenai efek Plumbum pada organ lain.
3. Perlu dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan hewan coba yang lebih
banyak dan waktu percobaan lebih lama, sehingga hasil yang didapatkan lebih
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Dwi. 2008. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat, Universitas Sumatera Utara.
Amirudin, Rifal. 2007. Hepatobilier. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo, Aru W., dkk. 2007. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 415 – 419.
AR, Farrag., KA, Mahdy., Rahman, Abdel., MM, Osfor. 2001. Protective effect of Nigella sativa seeds against lead-induced hepatorenal damage in male rats, Assiut University. Diakses dari :
(Abstrak).
Balai Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Khusus Ibukota. 1998. Laporan Status Lingkungan Hidup DKI. Jakarta..
Boskabady, M.H., dkk. 2010. Antiasthmatic effect of Ngella Sativa in Airways of Asthmatic Patients, Mashhad University. Diakses dari;
(Abstrak )
Boskabady, M.H., dkk. 2004. Possible mechanism(s) for relaxant effect of aqueous and macerated extracts from Nigella sativa on tracheal chains of guinea pig, Mashad University. Diakses dari :
April 2010 ]. ( Abstrak )
Darmono. 2008. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Eroschenko, Victor P. 2003. Sistem Pencernaan : Hepar, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Anggraini, Dewi., Sikumbang, Tiara M.N. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 217 – 222.
Hadi, Sujono. 2002. Hati. Dalam : Gastroenterologi. Bandung : P.T. ALUMNI, 402 – 475.
Hariono, Bambang. 2005. Efek Pemberian Plimbum (Timah Hitam) Aorganik Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus), Universitas Gajah Mada.
Janquiera, Luiz Carlos., Carneiro, Jose. 2007. Organ – Organ yang Berhubungan dengan Saluran Cerna. Dalam : Histologi Dasar Teks & Atlas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 318 – 330.
Monit, Med Sci. 2007. The effect of Nigella sativa L. (black cumin seed) on intractable pediatric seizures, Mashhad University. Diakses dari:
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Robbins, S.L., dan Kumar, V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Alih bahasa, Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi, FK Unair. Surabaya : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 304 – 305.
S, Coban., F, Yildiz., The effects of Nigella sativa on bile duct ligation induced-liver injury in rats.Gaziantep University. Diakses dari :
Sastroasmoro, Sudigdo., Ismael, Sofyan. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Sherwood, Lauralee. 2007. Sistem Pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Santoso, Beatricia I. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC : 563 – 570.
Syahrial, Dedi. 2008. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Enzim Transaminase dan Gambaran terhadap Hati Mencit yang Dipapar Pb.
Tortora, Gerard J., Derrickson, Bryan. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. United States of America : Von Hoffman Press.
Umami, H.M. 2009. Pengaaruh Pemberian Minyak Jintan Hitam (Nigella Sativa ) terhadap Jumlah Spermatozoa Mencit Hiperlipidemia, Universitas Diponegoro.
Widowati, W., dkk,. 2006. Efek Toksik Logam. Yogyakarta : Percetakan ANDI.
Yasni, Sedarnawati. 2007. Potensi Pemanfaatan dan Pengenmbangan Jintan Hitam ( Nigella Sativa L) untuk Kesehatan Tubuh, Universitas Pertanian Bogor. Diakses dari :
[Pada Tanggal : 5 April 2010 ]
Lampiran 1
Gambar Hepar pada kelompok kontrol terlihat merah kecoklatan dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar Hepar pada kelompok Perlakuan 1 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar Hepar pada kelompok Perlakuan 1 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar Hepar pada kelompok Perlakuan 1 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin
Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan 0 pada kelompok control dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake
dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10 (HE,100)
Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake
dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake
dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10 (HE,100)
Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake
dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake
dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10 (HE,100)
Gambar Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
Gambar Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10
(HE,100)
Lampiran 2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dini Feduyasih
Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 13 Februari 1989
Agama : Islam
Alamat : Jl. Jermal IV No.44, Medan Denai.
Riwayat Pendidikan : 1. SD.N. 035, Pekanbaru
2. SLTP.N. 9, Pekanbaru
3.SMA.N. 10, Pekanbaru
Lampiran 3
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kelompok .266 14 .008 .796 14 .005
a. Lilliefors Significance Correction
ANOVA
Makros
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.095 2 .548 2.582 .120
Within Groups 2.333 11 .212
Total 3.429 13
ANOVA
Mikros
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.667 2 1.333 17.600 .000
Within Groups .833 11 .076