KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA
DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH
FITRI SARI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor, Januari 2012
Fitri Sari
ABSTRACT
FITRI SARI. Readiness for Marriage among Young Adults and Its Influence on the Marriage Age. Supervised by EUIS SUNARTI.
This study aimed to analyze marriage readiness factors among young adults and to analyze its influences on the marriage age. Samples are 110 college students. Qualitative data of marriage readiness was analyzed using content analysis approach, it formed seven factors: emotional, role, financial, social, age, spiritual, and sexuality readiness. Quantitative data of marriage readiness was analyzed by using statistic analysis factor, it formed ten factors: emotional control, empathy ability, financial, role, age, and sexuality readiness, communication skill, social ability, social cognitive, and tolerance. Based on the two analysis, marriage readiness factors among young adults are emotional (emotional control and empathy), social (social ability, social cognitive, and tolerance) sexual, age, role, financial, and communication skill. Marriage readiness between male dan female is different, for male the most important is financial readiness, for female is emotional readiness. Ideal marriage age for male is 26,31 and for female is 23,98 years old, but age want to marriage of male is 26,15 and female is 24,24 years old. Statistic regrestion analysis showed that marriage readiness influence on marriage age. Higher empathy ability and financial readiness, will make older marriage age. Higher age readiness, sexuality, and communication ability, will make younger marriage age.
Key word: marriage age, marriage readiness, young adult ABSTRAK
Fitri Sari. Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah. Dibimbing oleh Euis Sunarti.
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda dan menganalisis pengaruhnya terhadap usia menikah. Contoh adalah 110 mahasiswa. Data kualitatif kesiapan menikah dianalisis dengan analisis konsep, menghasilkan tujuh faktor kesiapan menikah: kesiapan emosi, sosial, finansial, peran, seksual, spiritual, dan usia. Data kuantitatif kesiapan menikah dianalisis dengan analisis faktor menghasilkan sepuluh faktor: mengelola emosi, empati, keterampilan sosial, kognisi sosial, kesiapan peran, seksual, usia, finansial, kemampuan komunikasi, dan toleransi. Berdasarkan dua analisis tersebut, faktor-faktor kesiapan menikah menurut dewasa muda adalah kesiapan emosi (mengontrol emosi, dan kemampuan empati), kesiapan sosial (keterampilan sosial, kognisis sosial, dan toleransi), kesiapn peran, kemampuan komunikasi, kesiapan usia, finansial, dan seksual. Terdapat perbedaan kesiapan menikah laki-laki dan perempuan. Kesiapan menikah paling penting bagi laki-laki-laki-laki adalah kesiapan finansial dan bagi wanita adalah kesiapan emosi. Usia ideal menikah bagi laki 26,31 tahun dan perempuan 23,98 tahun. Usia ingin menikah laki-laki 26,15 tahun dan perempuan 24,24 tahun. Uji regresi menunjukan kesiapan menikah mempengaruhi usia menikah. Semakin tinggi kemampuan empati dan kesiapan finansial semakin tua usia menikah, semakin tinggi kesiapan usia, seksual, dan kemampuan komunikasi, semakin muda usia menikah.
RINGKASAN
FITRI SARI. Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda dan menganalisis pengaruhnya terhadap usia menikah. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda; (2) menganalisis perbedaan faktor-faktor kesiapan menikah menurut jenis kelamin; (3) menganalisis usia menikah dewasa muda menurut jenis kelamin; (4) menganalisis pengaruh karakteristik dewasa muda dan keluarga dewasa muda terhadap usia menikah; (5) menganalisis pengaruh faktor-faktor kesiapan menikah terhadap usia menikah.
Desain penelitian adalah cross-sectional study. Lokasi penelitian adalah Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lokasi dipilih secara
purposive. Waktu penelitian adalah bulan Juni sampai November 2011. Contoh penelitian adalah mahasiswa Strata Satu (S1) Fakultas Ekologi Manusia angkatan tahun 2007 sampai 2009. Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan rumus
Slovin diperoleh sebesar 110 orang. Jumlah contoh setiap angkatan ditentukan secara proporsional. Contoh dari setiap angkatan dipilih dengan metode acak sederhana. Contoh terdiri atas 32 orang laki-laki dan 78 orang perempuan.
Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh, meliputi karakteristik dewasa muda (jenis kelamin, usia, uang saku perbulan, urutan anak, saudara yang sudah menikah, dan status hubungan), karakteristik keluarga (usia orang tua, usia orang tua saat menikah, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua perbulan, pendidikan orang tua, dan kelengkapan orang tua), persepsi contoh tentang pernikahan dan kesiapan menikah (arti pernikahan, tujuan menikah, arti kesiapan menikah, kesiapan menikah untuk laki-laki, kesiapan menikah untuk perempuan, tugas istri, tugas suami, usia ideal menikah, usia ingin menikah, kesiapan menikah saat ini, serta alasan siap atau tidak siap), dan persetujuan item-item kesiapan menikah yang terdiri atas 57 item dengan pilihan jawaban menggunakan tipe Skala Likert .
Analisis data meliputi analisis deskriptif untuk data karakteristik contoh dan keluarga contoh, uji beda dan independent sample –t-test. Data kualitatif dari pertanyaan terbuka dianalisis dengan analisis konsep. Data kuantiatif (57 item tentang kesiapan menikah) dianalisis menggunakan uji validitas, uji reabilitas, dan analisis faktor. Pengaruh karakteristik dan kesiapan menikah terhapap usia menikah dianalisis dengan uji regrersi linear berganda.
Hasil analisis faktor memperoleh sepuluh faktor-faktor kesiapan menikah yaitu mengelola emosi, kesiapan seksual, kesiapan peran, kemampuan empati, keterampilan sosial, kognisi sosial, kesiapan finansial, kesiapan usia, kemampuan komunikasi dan toleransi. Berdasarkan hasil dua analisis tersebut, faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda adalah kesiapan emosi (mengontrol emosi, dan kemampuan empati), kesiapan sosial (keterampilan sosial, kognisis sosial, dan toleransi), kesiapan peran, kemampuan komunikasi, kesiapan usia, kesiapan finansial, dan kesiapan seksual.
Usia ideal menikah menurut dewasa muda untuk laki-laki adalah 26,30 tahun dan untuk perempuan adalah 23,83 tahun. Usia ingin menikah contoh laki-laki adalah 26,15 tahun dan perempuan 24,24 tahun. Terdapat perbedaan antara usia ideal menikah dengan usia ingin menikah. Rata-rata usia ingin menikah contoh perempuan lebih tua dari pada rata-rata usia ideal menikah perempuan, dan rata-rata usia ingin menikah laki-laki lebih muda dari pada usia ideal laki-laki.
Dewasa muda laki-laki memiliki usia menikah lebih tua dibandingkan dewasa muda perempuan. Dewasa muda yang memperoleh uang saku yang semakin tinggi memiliki usia menikah yang semakin tua pula. Dewasa muda yang merupakan anak pertama memiliki usia menikah yang lebih muda. Dewasa muda yang sedang berpacaran juga memiliki usia menikah yang lebih muda dibandingkan yang tidak sedang berpacaran. Dewasa muda perempuan dengan lama pendidikan ibu yang semakin tinggi memiliki usia menikah yang semakin tua.
Dewasa muda laki-laki yang berasal dari keluarga miskin usia menikahnya lebih tua, sedangkan dewasa muda perempuan yang berasal dari keluarga miskin usia menikahnya lebih muda. Dewasa muda perempuan yang orang tuanya tidak lengkap akibat perceraian atau ayah yang sudah meninggal ingin menikah lebih tua. Semakin tinggi kesiapan finansial dan empati semakin tua usia menikah, namun semakin tinggi kesiapan usia, kesiapan seksual, dan kemampuan komunikasi maka semakin muda usia menikah.
Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB
KESIAPAN MENIKAH PADA DEWASA MUDA
DAN PENGARUHNYA TERHADAP USIA MENIKAH
FITRI SARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah
Nama : Fitri Sari NIM : I24070025
Disetujui:
Dr. Ir. Euis Sunarti, MS Pembimbing
Diketahui:
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skrispsi yang berjudul Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah berhasil diselesaikan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas semua bantuan yang ditujukan kepada:
1. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing.
2. Dr. Ir Diah Krisnatuti MS dan Neti Hernawati SP, MSi selaku dosen penguji. 3. Dr. Ir. Lilik Noor, MFSA selaku pembimbing akademik, dan seluruh Dosen
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen beserta staff.
4. Orang tua, Adjisli M. dan Urri Kurnia, kakak Lia Sari dan Edy Suyatno, Annisa Nurluthfiyah, Pak Angga, dan keluarga besar.
5. Dekanat Fakultas Ekologi Manusia, dan seluruh Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia yang membantu selama proses penelitian.
6. Rekan-rekan IKK 44, Pondok ACC, dan sahabat-sahabat lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terakhir, terima kasih kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 6
Kegunaan Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Muda ... 7
Kesiapan Menikah ... 10
KERANGKA PEMIKIRAN ... 15
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu ... 19
Teknik Pengambilan Contoh ... 19
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20
Pengolahan dan Analisis Data ... 21
Definisi Operasional ... 27
HASIL Karakteristik Dewasa Muda ... 29
Karakteristik Keluarga Dewasa Muda ... 32
Kesiapan Menikah Dewasa Muda ... 39
Usia Menikah Dewasa Muda ... 53
Pengaruh Kesiapan Menikah dan Karakteristik terhadap Usia Menikah... 54
PEMBAHASAN ... 61
Keterbatasan Penelitian ... 67
SIMPULAN DAN SARAN ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya 7
2. Ahli dan pendapatnya tentang tugas perkembangan masa dewasa muda 10
3. Ahli dan pendapatnya tentang faktor-faktor kesiapan menikah 14
4. Variabel, skala variabel, dan pengkategorian data karakteristik 22
5. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia 29
6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan uang saku 29
7. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan urutan lahir 30
8. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kepemilikan saudara yang sudah menikah 30
9. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status berpacaran 31
10.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban kesiapan menikah 31
11.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin alasan dan tidak siap menikah 32
12.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan besar keluarga 33
13.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan keluarga 33
14.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan per kapita keluarga 34
15.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ayah 34
16.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ibu 35
17.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia orang tua 35
18.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan lama pendidikan orang tua 36
19. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan formal orang tua 36
20.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kelengkapan orang tua 37
21.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia menikah orang tua 38
22.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia menikah orang tua menurut ketentuan Undang-Undang No1 tahun 1974 38
23.Rata-rata, standar deviasi, dan nilai uji beda karakteristik contoh dan keluarga contoh berdasarkan jenis kelamin 39
24.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban definisi pernikahan 39
25.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan tujuan ingin menikah 40
Halaman
27.Pemetaan kesiapan menikah contoh kedalam faktor-faktor kesiapan
menikah menurut ahli 42
28.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin yang menyebut komponen kesiapan menikah untuk laki-laki 43
29.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin yang menyebut komponen kesiapan menikah untuk perempun 43
30.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban tugas suami 44
31.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban tugas istri 44
32.Item pernyataan, statistik, dan penamaan 14 faktor 46
33.Item pernyataan, statistik, dan penamaan10 faktor 49
34.Item pernyataan, statistik, dan penamaan 8 faktor 50
35.Perbandingan kesiapan menikah hasil analisis faktor 14 faktor, 10 faktor,dan 8 faktor 51
36.Perbandingan Faktor kesiapan menikah berdasarkan ahli, identifikasi dan analisis faktor 52
37.Perbandingan analisis faktor 10 faktor dan analisis faktor 4 faktor 53
38.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia ideal menikah 53
39.Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia ingin menikah 54
40.Rata-rata, standar deviasi, dan nilai uji beda antara usia ideal dan usia ingin menikah berdasarkan jenis kelamin 54
41.Faktor kesiapan menikah dan kakarteritsik yang berpengaruh terhadap usia menikah pada berbagai model regresi dan nilai adjusted R2 55
42.Sebaran koefisien regresi karakteristik dan faktor kesiapan menikah yang berpengaruh terhadap usia ingin menikah contoh (n=110) 57
43.Sebaran koefisien regresi karakteristik contoh dan keluarga dan faktor- faktor kesiapan menikah terhadap usia ingin menikah laki-laki (n=32) 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tahapan perkembangan masa dewasa Levinson 8 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda
dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah 17
3. Kerangka pengambilan contoh 20
4. Prosedur Analisis Faktor 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Uji validitas dan reabilitas 77
2. Uji analisis faktor 79
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat peran dan tugas yang harus dijalani baik sebagai suami-istri dan orang tua ketika mereka memiliki anak. Pernikahan juga sering dipandang sebagai masa transisi menuju kedewasaan. Orang yang sudah menikah cenderung dianggap lebih dewasa dibanding orang yang belum menikah, contohnya pada masyarakat suku Minang, dimana lelaki yang sudah menikah biasanya memperoleh gelar sebagai bentuk kedewasaan dan panggilan pengganti nama kecil. Gelar ini biasanya dimulai dengan kata Sutan, Bagindo, atau Sidi.
Perubahan status dari tidak menikah menjadi menikah akan sejalan dengan perubahan tanggung jawab baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Orang yang sudah menikah harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarganya, mengasuh anak-anaknya, serta membangun hubungan baik dengan keluarga pasangan, karena pernikahan bukan hanya penyatuan dua individu yang berbeda saja tetapi juga penyatuan dua keluarga yang berbeda. Orang yang sudah menikah juga harus mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan pertetanggaan secara aktif, seperti pengajian, arisan, atau perkumpulan lainnya guna memperoleh hubungan sosial yang positif.
Kesiapan menikah diartikan sebagai keadaan siap atau bersedia dalam berhubungan dengan pasangan, siap menerima tanggung jawab sebagai suami atau istri, siap terlibat dalam hubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan siap mengasuh anak (Duvall & Miller 1985). Selama ini banyak pasangan yang hendak menikah memandang kesiapan menikah sebagai persiapan untuk melaksanakan pesta pernikahan, padahal kesiapan menikah sejatinya adalah kesiapan lahir batin menghadapi bahtera rumah tangga.
Kesiapan menikah pada diri seseorang juga sering dipandang hanya dari usia yang matang. Masyarakat umumnya menilai seseorang dianggap siap menikah ketika orang tersebut berusia di atas 18 atau 21 tahun. Setelah menikah maka ia dianggap sudah dewasa dan seketika ia dianggap mampu menjalankan fungsinya sebagai suami atau istri, atau orang tua ketika memiliki anak (L’Abate 1990). Akibat pemikiran tersebut banyak pasangan menikah hanya karena usia biologisnya dianggap sudah cukup untuk menikah. Namun di sisi lain, ada orang yang secara usia biologis sudah cukup namun masih merasa belum siap menikah, ada pula orang yang usianya masih begitu muda merasa sudah siap menikah dan berhasil menjalankan pernikahannya, ada pula yang usianya sudah tua dan siap menikah namun tak mampu menjalani pernikahannya.
Pernikahan memang bukan hal yang mudah untuk dijalani, namun hampir semua orang tetap ingin menikah. Pernikahan tetap dianggap sebagai sarana memperoleh cinta dan kasih sayang, membangun hubungan dengan pasangan secara legal, dan memperoleh kebahagiaan. Bahkan ada agama yang mewajibkan umatnya menikah, sehingga pernikahan mampu memberikan kepuasan spiritual. Penelitian juga menyebutkan bahwa orang yang menikah akan lebih sehat dibandingkan orang yang tidak menikah (Olson & De Frain 2006 ).
Setiap orang tentu memiliki beragam persepsi mengenai kesiapan menikah yang dianggap penting untuk dimiliki oleh dirinya dan calon pasangannya. Persepsi seseorang terkadang mungkin berbeda dengan persepsi orang lain. Perbedaan persepsi tersebut dapat diatasi apabila pasangan memperoleh informasi yang memadai mengenai faktor kesiapan menikah yang memang benar-benar dibutuhkan guna mencapai pernikahan yang bahagia. Informasi mengenai kesiapan menikah untuk membangun keluarga sukses mungkin tidak terlalu banyak dibandingkan informasi mengenai kesiapan membangun bisnis. Hanya sedikit sekali sekolah-sekolah atau akademi yang memberikan informasi kepada calon pasangan mengenai masalah-masalah umum yang akan dihadapi dalam suatu perkawinan dan bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya.
Informasi mengenai faktor kesiapan menikah dapat diperoleh dengan melakukan penelitian, akan tetapi penelitian mengenai kesiapan menikah juga masih belum begitu banyak, khususnya di Indonesia. Penelitian mengenai kesiapan menikah yang pernah dilakukan adalah: kesiapan menikah pada wanita dewasa awal yang bekerja (Dewi 2006), dan kesiapan menikah pada wanita dewasa madya yang bekerja (Puteri 2009), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Kesiapan Menikah pada Mahasiswa (Oktaviani 2010).
Penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan hanya membahas faktor yang mempengaruhi kesiapan menikah, bukan faktor-faktor pembentuk kesiapan menikah, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis apa saja faktor-faktor kesiapan menikah. Pengetahuan mengenai faktor-faktor kesiapan menikah bisa menjadi suatu bentuk penghematan bagi pasangan, dimana mereka bisa memprioritaskan faktor yang memang penting dan berguna terhadap keberhasilan pelaksanaan peran dan tugas dalam rumah tangga, dan bisa mengabaikan faktor lain yang tidak bermanfaat.
Rumusan Masalah
Banyak orang yang menyatakan “saya siap menikah” sebelum terjadinya
Angka perceraian terus mengalami peningkatan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan angka perceraian di Jawa Barat sejak tahun 2007 sampai 2008 mengalami peningkatan sebesar 22,63 persen dan pada tahun 2007 sampai 2009 meningkat sebesar 44,05 persen (BPS 2011). Perceraian umumnya disebabkan ketidakmampuan pasangan menyesuaikan diri dengan perubahan peran yang terjadi, mungkin hal tersebut tidak dipikirkan atau tidak dipersiapkan sebelumnya oleh calon pasangan sebelum menikah, dan hanya membayangkan yang indah-indah saja ketika akan menikah.
Kesiapan diri yang kurang untuk menjalankan peran dan tugas rumah tangga menjadi salah satu penyebab sulitnya penyesuaian diri pada tugas dan peran tersebut. Pengetahuan mengenai faktor-faktor kesiapan menikah diasumsikan akan membantu calon pasangan mempersiapkan diri dengan baik untuk menjalankan tugas dan perannya, sehingga pernikahan bisa memberi kebahagiaan dan perceraian bisa dihindari.
Pengetahun mengenai apa saja faktor-faktor kesiapan menikah harus diketahui oleh pasangan yang hendak menikah, khususnya dewasa muda yang memiliki tugas perkembangan untuk menikah. Freud (1990) mengatakan masa dewasa muda adalah masa untuk bercinta dan bekerja. Pada tahapan ini seseorang dituntut untuk menjalin hubungan intim dengan lawan jenis dan membangun karir. Kesiapan membangun karir dan menikah haruslah seimbang, akan tetapi hingga sekarang ini hanya ada sedikit instansi khusus yang memberi pembekalan untuk membangun rumah tangga, dibandingkan dengan banyaknya instansi yang memberikan pelatihan cara membangun karir.
Pernikahan juga merupakan suatu instansi, yang didalamnya terdapat pembagian tugas dan peran yang umumnya dibedakan menurut jenis kelamin, sehingga berpotensi menimbulkan perbedaan faktor-faktor kesiapan menikah menurut jenis kelamin, karena terdapat hubungan antara peran yang harus dijalani dengan kesiapan yang harus dimiliki (Stinnet 1969).
Hal lain yang menjadi pertimbangan sebelum menikah biasanya adalah usia menikah. Republik Indonesia melalui Undang-Undang No.1 tahun 1974, dalam pasal 7 dijelaskan bahwa batas minimal usia menikah laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan adalah 16 tahun. Kondisi usia menikah saat ini mengalami perubahan. Tahun 2002, rata-rata umur perkawinan pertama masyarakat Jawa Barat adalah 21,66 tahun dan menjadi 22,22 tahun pada tahun 2003 (BPS 2004), hal tersebut menunjukkan peningkatan pendewasaan usia kawin pertama, sehingga ada kecenderungan untuk menunda usia perkawinan pertamanya.
Pandangan mengenai berapa usia menikah tentu beragam, karena perbedaan latar belakang individu dan latar belakang keluarga. Keluarga adalah lingkungan paling kecil dan merupakan sekolah pertama bagi individu mempelajari berbagai hal, termasuk mengenai usia menikah yang tepat. Usia pernikahan disebut sebagai salah satu indikator kesuksesan pernikahan (Olson & De Frain 2006), hal ini sebagian disebabkan karena semakin tua usia seseorang maka umumnya kondisi finansial akan lebih mapan dan tahu apa yang mereka harapkan dari suatu pernikahan. Banyak pasangan yang siap menikah dengan usia yang masih begitu muda, namun ada pula yang usianya sudah dewasa namun belum siap menikah dan sebaliknya.
Pemaparan sebelumnya menimbulkan beberapa permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini, yaitu :
1. Apa saja faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda?
2. Adakah perbedaan faktor-faktor kesiapan menikah menurut jenis kelamin? 3. Berapakah usia menikah menurut dewasa muda?
4. Adakah pengaruh karakteristik dewasa muda dan keluarga terhadap usia menikah?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda dan pengaruhnya terhadap usia menikah. Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor kesiapan menikah pada dewasa muda 2. Menganalisis perbedaan faktor-faktor kesiapan menurut jenis kelamin 3. Menganalisis usia menikah dewasa muda
4. Menganalisis pengaruh karakteristik dewasa muda dan keluarga terhadap usia menikah
5. Menganalisis pengaruh faktor-faktor kesiapan menikah terhadap usia menikah
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Dewasa Muda
Tahap perkembangan dewasa muda
Penentuan usia dewasa muda menurut pendapat beberapa ahli disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai usia dewasa muda, rata-rata kisaran usia dewasa muda adalah 18 sampai 42 tahun. Aspek perkembangan dewasa muda menurut Turner dan Helms (1986) adalah perkembangan fisik, perkembangan mental, perkembangan sosial, dan perkembangan kepribadian. Perkembangan fisik manusia paling optimal terjadi pada masa dewasa muda. Pada tahap ini seluruh fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya termasuk fungsi reproduksi. Laki-laki mencapai tinggi maksimal pada usia 21-23 tahun, dan wanita pada usia 17-21 tahun.
Perkembangan mental dewasa muda adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan kehidupan nyata (actual life). Perkembangan mental selama masa dewasa muda akan menentukan daya beradaptasi seseorang, karena dalam berhadapan dengan situasi baru, yang bersangkutan harus mampu secara cepat dan tepat menentukan sikap untuk merampungkan tugas perkembangan yang harus dilaksanakan.
Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya
Ahli Tahapan Usia
Birren (1964) Dewasa muda 17-25
Dewasa 25-50
Romley (1974) Dewasa muda 21-25
DewasaMenengah 25-40
Dewasa Akhir 40-60
Havighurts (1972) Dewasa Muda 18-35
Dewasa Madya 35-60
Levinson (1978) Dewasa Muda 17-45
Dewasa Madya 40-65
Sumber: Hayslip dan Panek (1989)
orang lain agar mampu membentuk keintiman. Proses ini membutuhkan kemampuan kontrol emosi, kompromi, dan toleransi yang tinggi. Jika gagal maka individu akan merasa terisolasi. Teori yang kedua adalah tahap perkembangan menurut Levinson (1978), beliau membagi proses perkembangan dewasa muda kedalam tiga tahap yaitu: tahap transisi dewasa muda (17-22), tahap memasuki dunia dewasa (22-28) dan tahap transisi 30 tahun (28-33).
[image:30.595.105.469.474.729.2]Pada tahap transisi dewasa muda, individu harus bisa mengurangi ketergantungan pada keluarga dan lebih mandiri untuk membentuk dasar kehidupan sebagai orang dewasa dengan merencanakan tujuan hidup. Tahapan yang kedua yaitu memasuki dunia dewasa. Individu dituntut untuk mencari hubungan antara nilai yang dipegang dan nilai di masyarakat, memahami kemampuan diri, bekerja, dan membangun hubungan intim. Tahap ketiga yaitu transisi 30 tahun. Pada tahap ini, kehidupan akan menjadi lebih serius, lebih ketat, dan lebih realistik, sehingga individu harus mampu menciptakan dasar-dasar yang kuat dalam hubungan intim seperti pernikahan maupun karir. Pada akhirnya dewasa muda harus mampu menunjukan kematangan fisik-emosi, serta kesiapan dan keinginan untuk menghadapi dan bertanggung jawab pada peran-peran yang berhubungan dengan karir dan pernikahan. Lebih jelas mengenai tahapan perkembangan dewasa muda menurut Levinson disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Tahapan perkembangan masa dewasa Levinson. Tahun pertumbuhan
Transisi Dewasa Muda (17-22)
Memasuki struktur kehidupan dewasa muda (22-28) Transisi 30 tahun (28-33) Puncak struktur kehidudan dewasa muda (33-40)
Transisi Dewasa Madya (40-45)
Transisi usia 50 tahun (51-54)
Memasuki struktur kehidupan dewasa madya (45-50) Puncak struktur kehidupan dewasa madya (55-60)
Transisi Dewasa Tua (60-65)
Masa akhir dari kehidupan
Masa Dewasa Madya (40-65)
Masa Dewasa Muda (17-45) Masa Dewasa Madya (40-65)
Teori yang ketiga adalah teori Gould (1978), ia membagi perkembangan dewasa muda menjadi tiga tahapan yaitu: tahap meninggalkan orang tua (16-22 tahun), tahap kemandirian (22-28 tahun), dan tahap kedewasaan (28-34 tahun). Pada tahap yang pertama individu harus mampu meninggalkan ketergantungan kepada orang tua, namun kendala yang dihadapi adalah pengaruh orang tua pada tahap ini justru sedang mendominasi. Pada tahap kedua, individu harus lebih merasakan hidup sebagai orang dewasa, contohnya bisa menentukan pilihan atau tujuan hidup tanpa campur tangan orang tua. Pada tahap terakhir individu akan mulai merefleksikan diri apakah segala hal yang sudah dilakukan merupakan hal yang terbaik dan apakah tujuan-tujuan hidup sudah tercapai.
Tugas perkembangan dewasa muda
Tugas perkembangan adalah tugas yang harus dijalani dan diselesaikan manusia selama rentang usia, menyangkut hasrat dan tujuan yang diharapkan, sehingga terwujud kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Hayslip dan Panek (1989) mengatakan tugas perkembangan adalah situasi atau tugas penyesuaian hidup yang membuat individu mampu menghadapi permintaan, paksaan, atau kesempatan yang disediakan oleh lingkungan sosialnya.
Tugas perkembangan merupakan proses berkelanjutan, artinya bahwa realisasi tugas perkembangan pada suatu periode entah yang bersifat positif atau negatif akan berdampak pada keberhasilan atau kegagalan pada tahapan selanjutnya (Havighurst dalam Hurlock 1994). Pencapaian tugas perkembangan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebudayaan, lingkungan tempat tinggal, dan kondisi sosial ekonomi seseorang.
Tabel 2 Ahli dan pendapatnya tentang tugas perkembangan masa dewasa muda
Ahli Tugas perkembangan dewasa muda
Freud (1960) Masa usia dewasa muda adalah masa bercinta dan
bekerja (Lieben und arbeiten)
Erikson (1963) Masa dewasa muda adalah masa membina hubungan
intim melawan isolasi
Gould (1978) Masa dewasa muda adalah masa:
- Melatih kemandirian dari orang tua
- Mengembangkan karir
- Memulai sebuah keluarga
Havighurst (1972) Masa dewasa muda adalah masa:
- Membina keintiman dan pernikahan
- Menyesuiakan diri terhadap pernikahan
- Memulai keluarga (orang tua)
- Merawat anak
- Bertanggung jawab keluarga
- Mengembangkan karir
- Membina tanggung jawab sosial
- Membina tanggung jawab sebagai warga negara Sheehy (1976) dalam
Turner dan Helms (1986)
Masa dewasa muda adalah masa:
- Melatih kemandirian
- Membentuk pribadi yang lebih baik
- Membina karir dan keluarga
- Bertanggung jawab sebagai orang dewasa
Kesiapan Menikah
Definisi kesiapan menikah
Kesiapan adalah tingkat perkembangan kematangan atau kedewasaan individu, sehingga akan menguntungkan yang bersangkutan untuk mempraktekan sesuatu (Chaplin 1989). Kesiapan juga didefinisikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam mempersiapkan diri untuk belajar dan menghadapi tugas perkembangan (Corsini 2002). Kesiapan bisa berupa keahlian khusus yang diperoleh melalui dukungan perkembangan fisik dan intelektual yang terjadi dalam pergaulan sosial yang menyediakan saat-saat untuk dapat belajar.
Kesiapan menikah bagi wanita dianggap lebih penting dibandingkan dengan laki-laki karena dua pertimbangan sebagai berikut: pertama, wanita sebagai istri yang akan menentukan asupan gizi makanan bagi keluarganya. Pakar ekonomi Inggris, Alfred Marshall (1890) telah mengingatkan mengenai isu penting ini dengan mengatakan:
“Much depends on the proper preparation of food; and a skilled housewife with ten penny a week to spend on food will often do more for the health and strength of her family than an unskilled housewife with twenty penny. The great mortality of infants among the poor are largely due the lack of care and judgment in preparing
their food;…”
“Banyak hal bergantung pada persiapan makanan yang tepat; dan ibu rumah tangga
yang terampil dengan uang sepuluh sen untuk belanja makanan selama seminggu, akan berbuat lebih banyak untuk kesehatan dan kekuatan bagi keluarganya dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak terampil dengan uang dua puluh sen. Tingginya angka kematian bayi pada masyarakat miskin terutama disebabkan oleh kurangnya perawatan dan penilaian dalam menyiapkan makanan mereka…” (Terjemahan oleh penulis)
Pertimbangan yang kedua, berkaitan dengan status wanita yang akan menjadi calon ibu baik menjelang kehamilan, selama masa kehamilan, dan setelah melahirkan. Kondisi kesehatan baik fisik dan mental seorang calon ibu, senantiasa akan berhadapan dengan gangguan eksternal, misalnya gangguan penyakit, sehingga janin yang dikandung akan memiliki peluang terkena efek samping penyakit yang diderita ibunya. Selain itu, perubahan fisik janin yang begitu cepat selama masa kandungan membutuhkan keterampilan ibu yang mengandung untuk mengatur kecukupan asupan gizi sehingga kesehatan ibu dan janin bisa terjaga dengan baik.
Faktor-faktor kesiapan menikah
mampu berbagi rencana dan kasih sayang dengan orang lain, mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, mampu menerima keterbatasan orang lain, mampu menghadapi masalah terutama yang berhubungan dengan ekonomi, mampu berkomunikasi mengenai pemikiran, perasaan, harapan, dan terkahir mampu menjadi suami-istri yang bertanggung jawab.
Mengacu hasil Sunarti (2001), terdapat prasyarat minimal untuk calon pasangan yang ingin menikah dan membangun keluarga. Prasyarat minimal tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu: memiliki kemampuan untuk memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) maupun kebutuhan perkembangan anggota keluarga, memiliki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk mengelola keluarga sebagai ekosistem mikro, dan memiliki kematangan kepribadian untuk menjalankan fungsi, peran dan tugas keluarga. Blood (1978) membagi kesiapan menikah menjadi beberapa kesiapan yaitu:
1. Kesiapan emosi, adalah kemampuan membangun dan merawat hubungan baik dengan orang lain, mampu berbagi (sharing), menerima kekurangan serta kelebihan orang lain, mampu mencintai, berempati kepada orang lain, sensitif pada kebutuhan orang lain, dan mau memikul tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut.
2. Kesiapan usia biologis, biasanya mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku disuatu Negara.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 6 dan 7, menjelaskan usia minimal yang diizinkan untuk menikah adalah untuk laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun, dan jika usia keduanya dibawah 21 tahun maka disyaratkan harus mendapatkan izin kedua orang tua. Usia bisa mempengaruhi kedewasaan seseorang, karena untuk menjadi pribadi yang dewasa secara emosi membutuhkan waktu, namun hitungan usia biologis manusia tidak selalu berbarengan dengan kedewasaan emosi. Hal tersebut karena kematangan emosi seseorang juga berkaitan dengan banyaknya peluang untuk belajar dan bersikap terhadap kehidupan. Banyaknya peluang sendiri, dipengaruhi oleh lingkungan tempat seseorang berada.
3. Kesiapan sosial, terbagi menjadi dua: (a) pengalaman berkencan yang cukup (enough dating), yaitu kondisi ketika individu siap berkomitmen hanya kepada satu orang yang terbaik baginya yaitu pasangannya dan tidak merasa penasaran untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan; (b) pengalaman hidup sendiri (enough single life), yaitu pengalaman individu memiliki waktu yang memadai untuk dirinya sendiri dalam kehidupan yang mandiri. Manfaat hidup sendiri adalah mengetahui identitas pribadi secara jelas sebelum melakukan pernikahan.
4. Kesiapan model peran adalah siap menjalankan tugas dan peran dalam rumah tangga. Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik dengan mencermati sosok (figure) yang paling dekat dengan mereka, yaitu orang tua mereka sendiri.
Lord Chesterfield (1750) mengatakan:
“We are, in truth, more than half what we are by imitation. The great point is, to choose good models, and to study them with care..”
“Sesungguhnya, lebih dari separuh apa yang ada diri kita adalah hasil meniru. Pokok masalahnya adalah, bagaimana memilih model yang baik untuk ditiru secara
benar..” (Terjemahan oleh penulis)
5. Kesiapan finansial, berhubungan dengan jumlah minimum pendapatan yang harus dimiliki seseorang yang akan menikah bergantung pada nilai-nilai yang dipegang calon pasangan karena setiap pasangan memiliki standar minimum bagaimana cara untuk hidup. Umumnya standar minimum seseorang dimulai pada level yang diraih orang tua mereka.
[image:36.595.86.486.249.785.2]Berdasarkan faktor-faktor kesiapan menikah menurut tokoh-tokoh diatas, terdapat beragam faktor yang sebagian faktor memiliki beberapa kesamaan, misalnya memiliki sumber daya ekonomi dalam Sunarti (2001) sama dengan dengan faktor kesiapan finansial oleh Blood (1978). Tabel 3 menyajikan berbagai faktor-faktor kesiapan menikah menurut pendapat para ahli.
Tabel 3 Ahli dan pendapatnya tentang faktor-faktor kesiapan menikah
Ahli Faktor-faktor kesiapan menikah
Rapaport, dalam Duvall dan Miller (1985)
Mampu berhubungan baik
Pasangan berhubungan seksual yang intim Mampu berbagi
Mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Mampu menghadapi masalah
Berkomunikasi dengan baik
Bersedia menjadi suami-istri yang bertanggung jawab Bisa mengendalikan perasaan
Lembut dan kasih sayang
Sensitif dengan kebutuhan dan perkembangan orang lain Menerima keterbatasan orang lain
Holman, Harmer, dan Larson (1994)
Kesehatan emosional Kedewasaan emosional
Komunikasi yang empati dan terbuka Mandiri
Aktivitas keagamaan yang baik Memiliki self disclosure yang baik Memiliki self esteem yang baik
Sunarti (2001) Umur yang cukup
Sumber daya ekonomi
Kualitas sumber daya manusia Kematangan kepribadian
Blood (1978) Kematangan emosi
KERANGKA PEMIKIRAN
Pernikahan merupakan tugas perkembangan pada masa dewasa muda (Hurlock 1994). Menikah juga merupakan tujuan nomor dua, setelah bekerja, yang paling banyak disebutkan mahasiswa Strata Satu (S1) untuk dicapai setelah lulus kuliah (Oktaviani 2010). Pernikahan sebagai tugas perkembangan maupun tujuan hidup, tentu akan berpengaruh terhadap persepsi dewasa muda mengenai kesiapan menikah. Dewasa muda diasumsikan akan lebih mencari, mengolah, dan memahami informasi yang berhubungan dengan kesiapan menikah. Penggalian informasi dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kesiapan menikah yang diketahui oleh dewasa muda.
Terdapat beberapa ahli yang sudah memberikan pendapatnya mengenai kesiapan menikah, contohnya Blood (1978), yang membagi kesiapan menikah kedalam beberapa indikator diantaranya kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan finansial, dan kesiapan peran. Selain Blood masih ada tokoh lain yang menyebutkan faktor kesiapan menikah, seperti Rapaport dalam Duvall dan Miller (1985) menyebutkan bahwa kesiapan menikah artinya mampu berhubungan baik, melakukan hubungan seksual, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Sunarti (2001) yang membagi kesiapan menikah kedalam tiga indikator yaitu memiliki sumber daya ekonomi, memiliki kematangan pribadi, dan kualitas sumberdaya manusia. Namun, apakah faktor-faktor kesiapan tersebut sesuai dengan pengetahuan atau persepsi dewasa muda saat ini belum bisa dipastikan, sehingga perlu dilakukan konfirmasi apakah persepsi dewasa muda sudah sesuai atau tidak dengan faktor-faktor kesiapan menikah menurut ahli yang sudah ada.
Faktor lain yang mampu meningkatkan usia menikah adalah peluang memperoleh pendidikan tinggi yang semakin besar, meningkatnya pekerja wanita, dan adanya perubahan ideologi dengan adanya pergerakan kaum wanita yang menuntut adanya kesamaan derajat dengan laki-laki. Perempuan saat ini lebih memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan memiliki pekerjaan diberbagai bidang. Perempuan yang berpendidikan tinggi akan memiliki usia menikah yang lebih tua dibandingkan yang memiliki pendidikan rendah, hal tersebut karena semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi peluang untuk berkarir. Pada masa modern saat ini peluang bekerja bagi wanita lebih terbuka, perempuan dihadapkan pada pilihan yang lebih menarik yaitu gengsi (prestige) dan pendapatan (income) dibandingkan menikah dan mengurus anak. Tekanan ekonomi juga turut membuat wanita menjadi pencari nafkah dalam keluarga.
Karakteristik keluarga dan orangtua juga mampu mempengaruhi usia menikah dewasa muda. Ibu yang bekerja akan memberi gambaran pada anak perempuan bahwa sebelum menikah seorang isteri juga harus bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga.Pasangan yang berasal dari keluarga besar, kemungkinan memiliki ideologi memiliki jumlah anak yang banyak
setelah menikah, dan mereka akan lebih memilih untuk menikah muda.Berryman dan
White (1987) menjelaskan bahwa wanita yang hidup bersama ibu tunggal, cenderung
menunda pernikahan untuk mengejar karir yang mapan. Pengalaman hidup dengan
single mother jauh lebih berat dibandingkan dengan orangtua yang lengkap, sehingga
mereka akan melakukan semacam tindakan pencegahan apabila suatu hari mereka
mengalami hal yang sama. Usia menikah orang tua kemungkinan mempengaruhi usia menikah anaknya, karena pernikahan orang tua adalah contoh utama sebuah pernikahan bagi anak.
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
[image:39.842.74.733.65.436.2]= Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian Kesiapan Menikah pada Dewasa Muda dan Pengaruhnya terhadap Usia Menikah
Karakteristik Keluarga: Besar keluarga
Pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, pernikahan orang tua, usia orang tua saat menikah, pendapatan perkapita kelengkapan orangtua
Kesiapan menikah (hasil identifikasi dan persetujuan pernyataan faktor kesiapan menikah
para ahli)
Faktor-faktor kesiapan menikah
Karakteristik Dewasa Muda:
jenis kelamin, uang saku, pendidikan, urutan anak, dan status berpacaran.
Usia menikah
Usia ingin menikah usia ideal menikah Tugas Perkembangan Dewasa
Muda: menikah
Dewasa Muda
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu
Desain Penelitian ini adalah cross sectional study, karena data yang dikumpulkan hanya pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Nazir 2009). Lokasi penelitian adalah di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat. Lokasi ditentukan secara pusrposive, dengan pertimbangan subjektif sebagai berikut: 1) FEMA IPB memiliki mahasiswa yang berusia dewasa muda dengan latar belakang yang berbeda 2) FEMA IPB memiliki tiga departemen yang berhubungan erat dengan dunia pernikahan dan keluarga yaitu Gizi Masyarakat, Ilmu Keluarga dan Konsumen, dan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, sehingga diharapkan ketika penggalian informasi mengenai kesiapan menikah dapat diperoleh informasi yang lebih memadai. Waktu pengumpulan data primer adalah bulan Juni 2011.
Teknik Pengambilan Contoh
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor program sarjana Strata Satu (S1) FEMA IPB tahun ajaran 2007-2009 yang berjumlah 780 orang. Sejumlah contoh dipilih untuk mewakili populasi. Penentuan jumlah contoh menggunakan rumus Slovin berikut ini :
n = N
Ne2+ 1=
780
780(0.092) + 1= 106,5 ≈ 107
Keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun 2007-2009 e = error (9%)
Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Namun, pada penelitian ini hanya data primer yang diolah, sedangkan data sekunder hanya sebagai tambahan informasi saja. Cara pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner dan contoh mengisi sendiri kuesioner yang telah diberikan. Data sekunder yang digunakan adalah data populasi mahasiswa diperoleh dari Dekanat Fakultas Ekologi Manusia berupa jumlah mahasiswa FEMA angkatan 2007 sampai 2009. Kuesioner penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu:.
1. Bagian A karakteristik contoh, meliputi: jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), usia (tahun), uang saku perbulan (Rp/bulan), urutan anak, saudara yang sudah menikah, dan status hubungan contoh.
2. Bagian B karakteristik keluarga contoh, meliputi: usia orang tua (tahun), usia orang tua saat menikah (tahun), pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua perbulan (Rp/bulan), pendidikan (lama pendidikan dan tingkat pendidikan), dan kelengkapan orang tua.
Simple random sampling Purposive Mahasiswa S1 FEMA IPB
angkatan 2007-2009 N=780
Proportional
2008=262 2009=254
2007=264
n=110
3. Bagian C persepsi contoh mengenai kesialan menikah. Persepsi diperoleh melalui pertanyaan terbuka (Open-ended question), yaitu pertanyaan yang membutuhkan jawaban bebas dari responden. Responden tidak diberi pilihan jawaban, tetapi menjawab pertanyaan sesuai dengan pendapatnya. Pertanyaan terdiri atas (1) arti pernikahan, (2) tujuan ingin menikah, (3) arti kesiapan menikah, (4) kesiapan menikah untuk laki-laki, (5) kesiapan menikah untuk perempuan, (6) tugas istri, (7) tugas suami, (8) usia ideal menikah bagi laki-laki dan perempuan, (9) usia ingin menikah, (10) Alasan siap atau tidak siap menikah.
4. Bagian D persetujuan contoh terhadap kesiapan menikah menurut pandangan ahli. Terdiri atas 57 item pernyataan dengan pilihan jawaban skala Likert, 5=sangat setuju, 4= setuju, 3= ragu-ragu, 2=tidak setuju, dan 1= sangat tidak setuju, yang merupakan pengembangan dari delapan faktor kesiapan menikah menurut pendapat para ahli. Kedelapan faktor tersebut adalah: (1) kesiapan emosi (Blood 1978 dan Goleman 1997), (2) kesiapan usia (Blood 1978), (3) kesiapan sosial (Blood 1978), (4) kesiapan peran (Blood 1978), (5) kesiapan seksual (Duval & Miller 1985), (6) kemampuan berkomunikasi (Duval & Miller 1985), Kesiapan spiritual (Holman, Bolby, & Larson 1994), dan kesiapan finansial (Blood 1978).
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi pengeditan, pengkodean, entry ke komputer, pengecekan data, dan selanjutnya dianalisa. Data karakteristik contoh dan keluarga contoh dikategorikan berdasarkan standar tertentu maupun berdasarkan sebaran data kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi silang (cross tabulation) dan dianalisis secara deskriptif.
Analisis deskriptif berkenaan dengan bagaimana data digambarkan atau disimpulkan secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik) sehingga mudah dibaca dan bermakna. Selain analisis deskriptif, pengolahan data juga menggunakan Uji
Tabel 4 Variabel, skala variabel, dan engkategorian data karakteristik
Variabel Skala Kategori
Jenis kelamin contoh Nominal 1. Laki-laki
2. Perempuan
Usia contoh Rasio 1. 18-20
2. 21-22 3. 23-24
Uang saku (Rp/Bulan) Rasio 1. Rendah (<700.000,00)
2. Sedang (700.000,00-1.150.000,00) 3. Tinggi (>1.150.000,00)
Urutan anak Nominal 1. Sulung
2. Tengah 3. Bungsu 4. Tunggal
saudara yang sudah menikah Nominal 1. Ada
2. Tidak ada
Status hubungan Nominal 1. Tidak sedang berpacaran
2. Sedang berpacaran
Usia orang tua Rasio 1. Dewasa muda (18-40 tahun) 2. Dewasa Madya (41-60 tahun) 3. Tua (>60tahun)
Hurlock (1994) Usia orantua saat menikah Rasio Ayah
1. Tidak diizinkan nikah (<19 tahun) 2. Diizinkan nikah (≥19 tahun) Ibu
1. Tidak diizinkan (<16 tahun) 2. Diizinkan (≥ 16 tahun) UU No.1 Tahun 1974 Pendidikan Orang tua Ordinal 1. SD
2. SMP 3. SMA 4. Diploma 5. S1 6. S2 7. S3 Lama Pendidikan Orang tua Ratio 1. ≤ 9 tahun
2. < 9 tahun
Program Wajib Belajar 9 tahun Besar Keluarga Interval 1. Kecil (≤ 4 orang)
2. Sedang (5-6) 3. Besar (> 6 orang) BKKBN
Pekerjaan Orang tua Nominal 1. PNS
2. Polisi/ABRI 3. Pegawai Swasta 4. Wirausaha 5. Pensiunan
6. BUMN
7. IRT/Tidak bekerja 8. Dosen
9. Guru
10.Buruh/petani
Variabel Skala Kategori
Pendapatan Orang tua(Rp/bulan) Rasio 1. <1000. 000,00
2. 1000.000,00-2.000.000,00 3. 2.000.000,01-3.000.000 4. 3.000.000,01-4.000.000,00 5. >4.000.000,00
(sebaran data) Pendapatan Per kapita
(Rp/bulan)
Rasio 1. Sangat miskin (≤212.210,00) 2. Cukup miskin (>212.210,00) BPS (2010)
Kondisi Pernikahan Orang tua Ordinal 1. Bercerai
2. Keduanya meninggal 3. Salah satu meninggal 4. Utuh
Usia ideal menikah Ratio 1. 20-22
2. 23-25 3. 26-38 4. 29-31
(Levinson 1978)
Usia ingin menikah Ratio 1. 20-22
2. 23-25 3. 26-28 4. 29-31 (Levinson 1978)
Kesiapan menikah Ordinal 1. Ya
2. Tidak
Independent-samples t-test
Independent-samples t-test digunakan untuk melihat adanya perbedaan rata-rata pada karakteristik antara contoh laki-laki dan perempuan, untuk data usia, uang saku, usia orang tua, besar keluarga, pendapatan keluarga, lama pendidikan orang tua, usia menikah orang tua, usia ideal menikah, dan usia ingin menikah. Serta melihat perbedaan antara rata-rata usia ideal dengan rata-rata usia ingin menikah. Perbedaan rata-rata pada variabel karakteristik ditunjukan dengan nilai signifikansi yang rendah (sig<0,05).
Uji reabilitas dan validitas
Alat ukur reliabel jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6. Untuk uji validitas, juga dilakukan terhadap 57 item pernyataan kesiapan menikah. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu alat ukur mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total setiap faktor kesiapan menikah. Item pernyataan yang valid adalah yang memiliki nilai korelasi diats 0,3 terhadap total skor seluruh pernyataan yang membangun suatu faktor.
Analisis faktor
Uji analisis faktor pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data, yaitu proses meringkas item-item menjadi faktor yang lebih sedikit dan menamakannya. Analisis faktor digunakan untuk menganalisis 57 item pernyataan yang akan direduksi kedalam set atau kelompok atau faktor yang lebih kecil, dan dinamai setiap faktornya. Langkah untuk melakukan analisis faktor adalah sebagai berikut:
Gambar 4 Prosedur Analisis Faktor (Sumber: Widarjono 2010)
Sebelum masuk pada proses analisis faktor, terdapat asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk menilai tepat tidaknya menggunakan analisis faktor, asumsi tersebut adalah: (1) besar korelasi antar pernyataan harus cukup kuat, diatas 0,3, ditujukan dengan nlai Barlett’s Test of Sphericity yang harus lebih kecil dari 0,05 (sig<0,05); (2) Kecukupan contoh, yang ditujukan dengan nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO), dan Measure of Sampling Adequency (MSA). Analisis faktor bisa dilakukan jika Angka KMO lebih dari 0,5 dan nilai MSA untuk setiap pernyataan diatas 0,5. Jika data sudah layak untuk dilakukan analisis faktor maka tahap selanjutnya adalah memilih metode ekstraksi untuk menentukan jumlah faktor.
Menghitung korelasi antara indikator yang diobservasi
Ekstraksi Faktor
Ekstraksi faktor bertujuan untuk menghasilkan sejumlah faktor dari data yang ada. Dalam penelitian ini untuk menentukan jumlah faktor yang diinginkan sebagai hasil ekstrak, digunakan dua kriteria:
1. Kriteria Latent Root, yaitu faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan
eigenvalue minimum 1 yang akan dipertahankan atau hanya faktor dengan
eigenvalue > 1 yang dianggap signifikan.
2. Kriteria Aproriori Criterion, yaitu jumlah faktor kesiapan menikah ditentukan sendiri oleh peneliti, karena peneliti sudah memiliki pengalaman sebelumnya tentang berapa jumlah faktor yang tepat atau sesuai.
Pada setiap pernyataan yang membentuk faktor akan memiliki suatu nilai yang disebut nilai factor loading. Nilai factor loading adalah nilai yang memberitahukan seberapa besar setiap pernyataan termasuk (belongs) kedalam setiap faktor. Semakin tinggi nilai faktor loading maka semakin kuat pernyataan dimiliki oleh faktor tersebut. Factor loading harus memenuhi kriteria signifikansi yaitu lebih besar dari 0,5 kerena semakin besar factor loading, maka semakin mudah mengintrepretasikan faktor tersebut.
Jika factor loading suatu pernyataan sama-sama cukup tinggi pada beberapa faktor maka akan sulit memutuskan ke faktor mana pernyataan tersebut dimasukan, untuk itu setelah ekstraksi faktor, dilakukan rotasi faktor. Rotasi faktor bertujuan agar dapat diperoleh struktur faktor yang lebih sederhana agar faktor mudah diintrepretasikan. Setelah setiap pernyataan sudah terkumpul kedalam faktor-faktor, tahap selanjutnya adalah intrepretasi atau penamaan terhadap faktor yang terbentuk. Intrepretasi faktor dapat dilakukan dengan mengetahui pernyataan-pernyataan yang membentuknya.
Uji regresi linier berganda
Regresi adalah suatu analisis bagaimana satu variabel yaitu variabel dependen dipengaruhi oleh satu (sederhana) atau lebih variabel independen (berganda), dengan tujuan untuk mengestimasi atau memprediksi nilai rata-rata variabel dependen didasarkan pada nilai variabel independen yang diketahui (Widarjono 2010). Pada uji regresi, model layak digunakan untuk memprediksi variabel terikat jika nilai signifikansi lebih rendah dari 0,05 (sig<0,05).
Uji regresi berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat. Regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor kesiapan menikah dan karakteristik contoh terhadap usia menikah. Uji regresi menggunakan program computer yang sesuai dan pemilihan model dilakukan secara otomatis.
Metode yang digunakan pada uji regresi berganda adalah metode
Backward. Metode backward adalah memasukan semua variabel independen kedalam model regresi (metode enter), selanjutnya mengeliminasi satu persatu variabel indipenden sehingga variabel indipenden yang tersisa pada model hanya variabel yang signifikan saja. Eliminasi dilakukan pada variabel yang memiliki nilai signifikansi yang besar, yaitu diatas 0,1 (sig>0,1). Dalam pemilihan model regresi yang tepat juga dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2).
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menukur seberapa baik garis regresi sesuai dengan data aktualnya. Nilai koefisien determinasi nilainya selalu naik jika dilakukan penambahan variabel independen, walaupun variabel independen yang ditambahkan tidak sesuai teori terhadap variabel dependen yang diuji. Oleh karena itu, sebagai alternative digunakan R2 yang disesuaikan (Adjusted-R2). Pemilihan model regresi pada akhirnya dengan melihat nilai
Definisi Operasional
Contoh adalah dewasa muda mahasiswa S1 Fakultas Ekologi Manusia tahun ajaran 2007/2009 dan belum menikah.
Dewasa muda adalah individu yang berusia 18-42 tahun.
Karakteristik contoh adalah ciri-ciri dan aspek sosial ekonomi yang melekat pada contoh berupa jenis kelamin, usia, uang saku urutan anak, saudara menikah, dan status hubungan contoh
Usia menikah adalah usia ideal menikah dan usia ingin menikah
Usia ideal menikah adalah lama hidup seseorang dianggap tepat untuk menikah
Usia ingin menikah adalah lama hidup seseorang yang dirasa sudah tepat bagi dirinya untuk menikah
Uang saku perbulan adalah jumlah nilai rupiah yang diperoleh contoh dalam satu bulan
Urutan anak adalah status contoh dibedakan menjadi anak sulung, tengah, bungsu dan tunggal, sesuai kelahiran.
Saudara yang sudah menikah adalah ada tidaknya kakak atau adik contoh yang statusnya kawin
Status hubungan adalah keberadaan kekasih dalam kehidupan contoh saat ini.
Karakteristik keluarga contoh adalah ciri-ciri aspek sosial ekonomi yang melekat pada orang tua berupa usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan status pernikahan orang tua.
Pendapatan keluarga adalah akumulasi gaji, upah, atau hasil yang diperoleh orang tua dari pekerjaan yang dinilai dengan uang selama satu bulan.
Pendapatan per kapita adalah pendapapatan keluarga dibagi besar keluarga
Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri atas ayah,ibu, dan anak.
Pekerjaan orang tua adalah setiap kegiatan yang dilakukan orang tua yang menghasilkan uang sebagai sumber penghasilan utama
Pendidikan orang tua adalah sekolah terakhir dari orang tua contoh mendapatkan pendidikan formal
Kelengkapan orang tua adalah kondisi ayah dan ibu kandung contoh sampai dengan waktu penelitian apakah masih utuh, bercera, atau meninggal
Kesiapan menikah adalah kesiapan untuk memasuki dunia pernikahan dengan memiliki kematangan emosi, kematangan usia, kematangan sosial, kesiapan model peran, kesiapan berhubungan seksual, kemampuan berkomunikasi, kesiapan spiritual, dan kesiapan finansial yang baik
Kematangan emosi adalah kedewasaan seseorang yang bisa dilihat dari cara orang tersebut menyelesaikan masalah dalam tumah tangga dan berhubungan dengan orang lain terutama pasangan.
Kesiapan usia adalah usia yang dipandang ideal untuk menikah.
Kematangan sosial adalah kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan sebelum menikah baik sebagai single maupun sebagai pasangan kekasih (berkencan)
Kesiapan model peran adalah mampu menjalankan tugas dan peran yang diperoleh setelah menikah baik sebagai isteri maupun suami
Kesiapan berhubungan seksual adalah mampu melakukan hubungan jenis kelamin (seks) dengan pasangan.
Kemampuan berkomunikasi adalah mampu mengungkapkan secara verbal dan non verbal dan menerima pesan atau perasaan kepada atau dari pasangan secara efektif dan efisien
Kesiapan spiritual adalah mampu menjalankan ibadahnya dengan baik kepada Tuhan dan kepada mahkluk citaan Tuhan
Kesiapan finansial adalah jumlah harta yang harus dimiliki seseorang yang siap menikah untuk bisa membiayai standar hidup dirinya dan pasangannya bisa uang tunai, rumah, investasi, maupun tabungan..
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Contoh
Jenis kelamin dan usia
Dewasa muda yang menjadi contoh dalam penelitian ini terdiri atas 32 orang laki-laki (29,10%) dan 78 orang perempuan (70,90%). Contoh laki-laki memiliki rentang usia antara 18-24 tahun, sedangkan contoh perempuan 18-23 tahun. Usia digolongkan kedalam tiga kategori menurut hasil sebaran data. Berdasarkan Tabel 5 lebih dari setengah contoh laki-laki (53,12%) dan lebih dari setengah contoh perempuan (51,28%) berusia 21-22 tahun. Rata-rata usia contoh laki-laki adalah 20,80 tahun dan contoh perempuan 20,60 tahun. Secara keseluruhan, contoh memiliki rata-rata usia 20 tahun.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia
Usia (tahun) Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110)
% % %
18-20 40,63 47,44 45,45
21-22 53,12 51,28 51,82
23-24 6,25 1,28 2,73
Uang saku
Uang saku perbulan dalam rupiah yang diperoleh keseluruhan contoh berjumlah minimal Rp250.000,00 dan maksimal Rp1.600.000,00. Uang saku contoh laki-laki memiliki rentang Rp350.000,00-Rp1.600.000,00 sedangkan contoh perempuan Rp250.000,00-Rp1.500.000,00. Lebih dari separuh contoh laki-laki (53,12%) memiliki uang saku yang rendah, sedangkan lebih dari separuh contoh perempuan (53,85%) memiliki uang saku yang tergolong sedang. Rata-rata uang saku contoh laki-laki adalah Rp745.000,00 dan rata-rata uang saku contoh perempuan adalah Rp717.000,00.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan uang saku
Uang saku perbulan ( Rp)
Laki-laki (n=32)
Perempuan (n=78)
Total (n=110)
% % %
Rendah (<700.000,00) 53,12 41,03 44,55
Sedang (700.000,00-1.150.000,00) 31,25 53,85 47,27
Urutan lahir
Hampir setengah contoh laki-laki (40,63%) dan setengah contoh perempuan (50,00%) merupakan anak sulung atau anak pertama didalam keluarganya (Tabel 7). Santrock (2007) menyebutkan bahwa urutan kelahiran anak dapat mempengaruhi perilaku anak, karena urutan lahir dapat membedakan tugas dan tanggung jawab seorang anak. Pada umumnya anak sulung lebih dituntut untuk menikah paling awal dibandingkan adik-adiknya. Selain tugas, sikap orang tua dan kebudayaan masyarakat terkadang juga masih membedakan anak berdasarkan urutannya (Gunarsa & Gunarsa 2008).
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan urutan lahir
Urutan Kelahiran Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110)
% % %
Sulung 40,63 50,00 47,27
Tengah 28,12 30,77 30,00
Bungsu 28,12 17,95 20,91
Tunggal 3,13 1,28 1,82
Saudara menikah
Contoh yang memiliki saudara kandung yang sudah menikah, laki-laki hanya seperempat (25,00%), dan perempuan hampir seperempatnya (22,73%). Pernikahan saudara kandung diasumsikan akan memberikan gambaran mengenai kehidupan pernikahan secara nyata kepada contoh, selain daripada pernikahan orang tua contoh, dengan memberikan simbol-simbol bermakna maupun interaksi baik secara verbal maupun nonverbal.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan kepemilikan saudara yang sudah menikah
Saudara menikah
Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110)
% % %
Tidak ada 75,00 78,21 77,27
Ada 25,00 21,79 22,73
Status berpacaran
Kehidupan contoh sebagai dewasa muda, tak lepas dari hubungan dengan lawan jenis, atau secara khusus disebut “pacar”. Pacar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berdasarkan Tabel 9 lebih dari setengah contoh laki-laki (62,50%) tidak sedang berpacaran, dan lebih dari seperempatnya (37,50%) sedang berpacaran.
Untuk contoh perempuan lebih dari setengahnya (56,41%) tidak sedang berpacaran dan hampir setengahnya sedang berpacaran (43,59%). Pada usia dewasa muda yang memiliki tugas perkembangan untuk menikah, status berpacaran berpotensi mempengaruhi usia ingin menikah contoh. Keberadaan pacar diasumsikan akan mempermudah dewasa muda untuk mencapai tugas pernikahan, karena umumnya seseorang akan berpacaran dahulu sebelum menikah.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status berpacaran
Status berpacaran Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110)
% % %
Tidak sedang berpacaran 62,50 56,41 58,18
Sedang berpacaran 37,50 43,59 41,82
Kesiapan menikah dan alasannya
Dari keseluruhan contoh hanya tujuh orang contoh (6,36%) yang merasa sudah siap menikah, terdiri atas sebagian kecil contoh laki-laki (3,13%) dan contoh perempuan (7,69%). Hampir seluruh contoh baik laki-laki dan perempuan (93,63%) merasa tidak siap jika harus menikah dalam waktu dekat. Hasil penelitian ini menandakan bahwa banyak contoh yang masih belum mempersiapkan diri untuk menjalankan tugas perkembangannya.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jawaban kesiapan menikah
Kesiapan menikah Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110)
% % %
Tidak siap 96,87 92,31 93,64
Alasan tidak siap menikah yang paling banyak disebutkan contoh adalah belum siap secara materi dan belum memiliki pekerjaan (31,94%). Alasan kedua karena belum siap secara emosi atau mental, dan karena belum lulus kuliah (16,67%). Sebagian kecil contoh yang siap untuk menikah, mengatakan alasannya karena sudah siap secara emosi, memiliki pendidikan yang cukup, mampu menjalankan peran dalam rumah tangga, orang tua mengizinkan untuk menikah muda, dan sudah memiliki calon pasangan.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan alasan tidak siap menikah
Alasan tidak siap menikah
Laki-laki (n=32)
Perempuan (n=78)
Total (n=110)
Jawaban (n=216)
% % % %
Belum siap secara materi dan belum
punya pekerjaan 78,13 56,41 62,73 31,94
Belum siap secara emosi atau mental 37,50 33,33 32,73 16,67
Belum lulus kuliah 21,88 37,18 32,73 16,67
Belum siap menjalankan peran suami
atau istri 9,38 17,95 15,45 7,87
Belum cukup dewasa 12,50 6,41 8,18 4,17
Belum siap secara fisik 6,25 8,97 8,18 4,17
Belum siap hidup mandiri atau
berpisah dari orang tua 3,13 8,97 7,27 3,70
Belum dewasa usia 9,38 6,41 7,27 3,70
Belum terpikirkan untuk menikah 9,38 6,41 7,27 3,70
Belum memiliki calon pasangan 9,38 6,41 7,27 3,70
Ingin membahagiakan orang tua
dulu, dan meraih cita-cita 0,00 7,69 5,45 2,78
Karena anak sulung, sehingga
bertanggungjawab kepada adik 0,00 2,56 1,82 0,93
Karakteristik Keluarga Contoh
Besar keluarga
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan besar keluarga
Ukuran keluarga (orang) BKKBN
Laki-laki (n=32) Perempuan (n=78) Total (n=110)
% % %
Kecil (≤4 ) 31,25 38,46 36,37
Sedang (5-6) 59,38 51,28 53,63
Besar (≥7) 9,37 10,26 10,00
Pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga contoh laki-laki berkisar antara Rp500.000,00-Rp8.000.000,00 sedangkan contoh perempuan antara Rp350.000,00-Rp7.000.000,00. Pada contoh laki-laki, lebih dari seperempatnya (37,35%) memilki pendapatan keluarga sebesar Rp2.000.000,01-Rp3.000.000,00. Contoh perempuan lebih dari seperempatnya (32,00%) memiliki pendapatan keluarga di atas empat juta rupiah. Rata-rata pendapatan keluarga contoh laki-laki adalah Rp3.630.000,00 dan keluarga contoh perempuan adalah Rp3.340.000,00.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga (Rp/perbul