• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Puyuh yang Diberi Pakan dengan Campuran Tepung Daun Katuk dan Tepung Daun Murbei

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Puyuh yang Diberi Pakan dengan Campuran Tepung Daun Katuk dan Tepung Daun Murbei"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA PUYUH YANG DIBERI PAKAN DENGAN

CAMPURAN TEPUNG DAUN KATUK DAN

TEPUNG DAUN MURBEI

HERDIAN SAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

PERFORMA PUYUH YANG DIBERI PAKAN DENGAN

CAMPURAN TEPUNG DAUN KATUK DAN

TEPUNG DAUN MURBEI

HERDIAN SAPUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Puyuh yang Diberi Pakan dengan Campuran Tepung Daun Katuk dan Tepung Daun Murbei adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber/informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Herdian Saputra

(4)

ABSTRAK

HERDIAN SAPUTRA. Performa Puyuh yang Diberi Pakan dengan Campuran Tepung Daun Katuk dan Tepung Daun Murbei. Dibimbing oleh SRI DARWATI dan WIDYA HERMANA.

Puyuh petelur jenis Coturnix-coturnix japonica merupakan salah satu ternak penghasil telur, sehingga ternak puyuh dapat dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Performa produksi puyuh sangat dipengaruhi oleh manajemen, lingkungan dan pakan. Daun katuk dan daun murbei merupakan jenis tanaman semak perdu yang banyak dijumpai di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari performa produksi puyuh petelur umur 7-17 minggu dengan pakan yang diberi campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei. Manfaat yang terkandung pada daun murbei dan katuk menjadikan peluang peternak puyuh untuk menggunakan bahan pakan agar diperoleh produksi telur yang baik dari segi kualitas. Hasil analisis ragam rataan produksi telur yang diperoleh pada pemberian pakan P2 dan P3 menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Puyuh yang diberi pakan (P0) dan (P1) produksi telur yang diperoleh lebih tinggi yaitu 37.22% dan 33.23% dibandingkan dengan pakan (P2) dan (P3) sebesar 18.26% dan 17.77%. Puyuh yang diberi pakan P1 menghasilkan produksi telur yang tinggi, selain itu tingkat konversi pakan yang rendah (efisien) dibandingkan puyuh yang diberi pakan P0, P2 dan P3.

Kata kunci: katuk, murbei, performa, puyuh

ABSTRACT

HERDIAN SAPUTRA. Quail’s Performance Suplemented Feed by Mixture of Katuk and Mulberry Leaf Meal. Supervised by SRI DARWATI and WIDYA HERMANA.

Laying quail Coturnix-coturnix japonica type is one of the livestock egg producing, so that quail livestock can be used as a source to fulfil of animal protein. Quail performance production is very influenced by the management, the environment and feed. Katuk leaf and mulberry leaf is a type of representing crop clumb bush are often found in Indonesia. This research was conducted to study the performance production of laying quails age 7-17 weeks were given by mixture feed with flour katuk leaf and mulberry leaf powder. Benefits contained at leaf mulberry and katuk making opportunity to breeders quail to use materials of feed to be obtain a good egg production which either from facet of quality. the results of analysis of variance averaging of egg production obtained in given feeding P2 and P3 showed significantly different results (P<0.05). Quail given feed (P0) and (P1) egg production obtained more high that is 37.22% and 33.23% compared with the feed (P2) and (P3) equal to 18.26% and 17.77%. Quail given feed P1 yielding high egg production, beside to the low feed conversion rate (efficient) than given quail feed P0, P2 and P3.

(5)
(6)

PRAKATA

Syukur nikmat yang telah diberikan Allah SWT atas rahmat dan berkahnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Agustus 2012 ini ialah pakan, dengan judul Performa Puyuh yang Diberi Pakan dengan Campuran Tepung Daun Katuk dan Tepung Daun Murbei.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses berlangsungnya penyusunan skripsi ini, terutama kepada Dr Ir Sri Darwati, MSi dan Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku pembimbing skripsi yang segenap hati dan selalu memberikan saran serta bimbingannya dalam penyusunan skripsi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Heri dari Pesuteraan Alam Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskoner) Cifor-Bogor, Bapak Tatang Gozali Gandasasmita selaku pemilik Rumah Sutera, Ibu Lanjarsih yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa, dukungan dan semangatnya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi akademisi peternakan, mahasiswa dan dunia peternakan. Selain itu hasil penelitian diharapkan memberikan informasi untuk peternakan puyuh.

Bogor, September 2013

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

MATERI DAN METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Materi 2

Ternak dan Kandang 2

Pakan 2

Peralatan 3

Prosedur 3

Pembuatan Tepung Daun Katuk dan Tepung Daun Murbei 3

Pemeliharaan 4

Rancangan Percobaan 4

Analisis Data 4

Peubah yang Diamati 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Suhu Kandang 5

Performa Puyuh Petelur 5

Konsumsi Pakan 6

Konsumsi Air 7

Produksi Telur 8

Bobot Telur 10

Konversi Pakan 11

Mortalitas 12

Biaya Pakan 12

SIMPULAN DAN SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(8)

DAFTAR TABEL

1 Susunan bahan pakan dan kandungan nutrisi pakan perlakuan 3 2 Rataan dan simpangan baku suhu dan kelembaban kandang 5 3 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi pakan

(g/ekor/hari), konsumsi air (ml/ekor/hari), produksi telur hen day

(%), bobot telur (g/butir), konversi pakan puyuh umur 17 minggu 6

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang baterai puyuh 2

2 Rataan konsumsi pakan puyuh umur 17 minggu 6

3 Rataan konsumsi air puyuh umur 17 minggu 7

4 Rataan produksi telur hen day puyuh umur 17 minggu 8 5 Produksi telur puyuh (hen day) pada umur 7-17 minggu 9 6 Puncak produksi telur puyuh umur 14-16 minggu pada perlakuan

Pakan yang berbeda 10

7 Rataan bobot telur puyuh umur 17 minggu 10

8 Rataan konversi pakan puyuh umur 17 minggu 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi pakan

puyuh umur 7-17 minggu (ml/ekor/hari) 15

2 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi air

puyuh umur 7-17 minggu (g/ekor/hari) 16

3 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman produksi telur puyuh

umur 7-17 minggu (%) 17

4 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot telur puyuh

umur 7-17 minggu (%) 18

5 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konversi pakan puyuh

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia semakin meningkat dengan bertambahnya tingkat pendapatan. Pemenuhan kebutuhan protein hewani tersebut diperoleh dari daging dan telur. Puyuh petelur merupakan salah satu ternak penghasil telur sebagai komoditas utamanya, sehingga ternak puyuh dapat dijadikan sebagai sumber pemenuhan protein hewani. Salah satu puyuh tipe petelur adalah puyuh jepang

Coturnix-coturnix japonica.

Pakan adalah komponen utama yang menentukan hasil produksi yang diinginkan. Daun katuk pada umumnya digunakan sebagai sayuran untuk konsumsi manusia dan merupakan tanaman yang banyak ditanam di pekarangan, kebun maupun digunakan sebagai tanaman pagar. Daun katuk ini memiliki banyak manfaat, seperti untuk meningkatkan produksi air susu pada ibu yang menyusui. Diharapkan pemberian daun katuk pada pakan puyuh dapat meningkatkan produksi telur puyuh. Daun katuk merupakan sumber vitamin A yang dapat meningkatkan kualitas kuning telur dan mengandung zat senyawa aktif seperti alkaloid, polifenol, flavonoid dan antosianin. Protein yang terkandung dalam daun katuk untuk per 100 g yaitu sebesar 6.4 g (Azis dan Muktiningsih 2006). Daun murbei merupakan tanaman yang biasa digunakan untuk pakan dalam budidaya ulat sutera, dapat pula dimanfaatkan untuk pakan unggas. Penambahan tepung daun katuk dan tepung daun murbei sudah banyak dikembangkan sebagai pakan sumber provitamin A dalam daging dan kuning telur.

Pengaruh pakan yang diberikan tepung daun katuk dalam pakan dapat meningkatkan produksi telur, peningkatan ukuran organ reproduksi puyuh, percepatan umur dewasa kelamin, peningkatan bobot telur dan kualitas telur (Subekti et al. 2008). Penelitian Agustini (2011) menunjukan bahwa pemberian tepung daun murbei dalam ransum puyuh memberikan pengaruh dalam peningkatan kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur. Daun murbei memiliki asam amino yang lengkap dan protein kasar sekitar 22%-23% (Datta et al. 2002). Pemberian pakan dengan campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei diharapkan meningkatkan produksi puyuh. Performa mencakup sifat produksi antara lain produksi telur. Sifat produksi puyuh sangat dipengaruhi oleh manajemen, lingkungan, dan pakan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari performa produksi puyuh petelur umur 7-17 minggu dengan pakan yang diberi campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei.

Ruang Lingkup Penelitian

(10)

2

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak dan Kandang

Puyuh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 300 ekor. Puyuh berumur 7 minggu dari jenis Coturnix-coturnix japonica (periode bertelur/layer).

Puyuh ditempatkan dalam kandang baterai secara acak. Kandang baterei yang digunakan berjumlah 2 buah dengan jumlah plot/kotak pada setiap kandang baterei terdiri dari 20 plot/kotak. Ukuran kandang baterai yaitu 101.5 x 61 x 177 cm. Setiap plot/kotak diisi 15 ekor puyuh. Jumlah keseluruhan ternak puyuh 300 ekor. Kandang baterai puyuh disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kandang baterai puyuh

Pakan

Bahan pakan yang digunakan terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak, tepung daun katuk, tepung daun murbei, DCP, CaCO3, NaCL,

Premix, L-lysine dan DL-methionine. Pencampuran pakan dilakukan secara manual yaitu menggunakan tangan agar diperoleh pencampuran pakan yang homogen. Pembuatan pakan perlakuan dilakukan setiap satu bulan sekali.

(11)

3

Tabel 1 Susunan bahan pakan dan kandungan nutrisi pakan perlakuan

Bahan Pakan Perlakuan Keterangan : P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun katuk 10%, P2 = pakan dengan

tepung daun murbei 10%, P3 = pakan dengan tepung daun katuk 5% + tepung daun murbei 5%, 1) Hasil analisis Lab Ilmu Hayati PAU, IPB (2012), 2) Hasil analisis Lab ITP, Dept INTP, Fapet IPB (2012).

Peralatan

Peralatan yang digunakan selama penelitian terdiri dari tempat pakan dan minum, kipas angin, thermometer digital, gelas ukur, tempat telur (eggtray), ember, paranet, drum penampung air, alat pembersih kandang, plastik, label dan spidol. Penimbangan sisa pakan dan bahan pakan menggunakan timbangan digital (30 kg). Pengukuran bobot telur menggunakan timbangan digital kapasitas (400 g).

Prosedur

Pembuatan Tepung Daun Katuk dan Tepung Daun Murbei

(12)

4

Pemeliharaan

Pemeliharaan puyuh dilakukan selama 11 minggu (masa produksi bertelur/layer). Kegiatan selama pemeliharaan yaitu membersihkan kandang, tempat minum dan tempat pakan.

Pemberian pakan diberikan berdasarkan kebutuhan konsumsi pakan harian untuk puyuh (25 g/ekor/hari) dan pemberian minum diberikan secara terukur yaitu 1 liter/hari untuk 15 ekor. Pakan yang diberikan berbentuk mash.

Pengambilan telur dilakukan setiap hari yaitu pagi dan siang hari. Selanjutnya penimbangan telur dilakukan pada sore hari pukul 17.00 WIB.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah. Model linier yang digunakan menurut (Mattjik dan Sumertajaya 2006) adalah sebagai berikut:

Y ij = µ + τ i + εij

Keterangan,

Yij : Pengamatan performa burung puyuh ke-i dan ulangan ke-j

µ : Rataan performa burung puyuh

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Penelitian ini terdiri dari empat jenis perlakuan yaitu :

P0 = pakan kontrol tanpa penambahan perlakuan tepung daun, P1 = pakan dengan tepung daun katuk 10%, P2 = pakan dengan tepung daun murbei 10%, P3 = pakan dengan tepung daun katuk 5% + tepung daun murbei 5%. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA). Apabila hasil analisis ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Tukey. Pengujian kenormalan data dilakukan Uji Kolmogorov Smirnov (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Perhitungan statistik rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman sebagai berikut :

Keterangan : : Rataan Xi : Data ke- i N : Banyak data SB : Simpangan baku KK : Koefisien keragaman Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini sebagai berikut :

(13)

5

2. Bobot telur. Perhitungan bobot telur harian berdasarkan rataan bobot telur selama seminggu.

3. Konsumsi Air. Konsumsi air puyuh dihitung berdasarkan rataan konsumsi air harian selama seminggu dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama seminggu. 4. Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan puyuh dihitung dari rataan jumlah pakan harian

selama seminggu dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama seminggu. 5. Konversi Pakan. Konversi pakan adalah rataan jumlah konsumsi pakan dibagi masa

telur. simpangan baku suhu dan kelembaban yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan dan simpangan baku suhu dan kelembaban kandang

Waktu ( ±SB) Suhu dan Kelembaban

(oC) (%)

Pagi 23.86±0.37 85.19±1.06

Siang 30.50±0.87 60.67±2.93

Sore 28.01±0.27 64.97±1.90

Keterangan : = rataan SB = simpangan baku.

Rataan suhu kandang saat penelitian pada siang hari mencapai 30.50 oC, hal ini disebabkan pada bulan Mei-Agustus adalah musim kemarau sehingga suhu kandang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik. Suhu kandang 30 oC mempengaruhi pertumbuhan, konsumsi pakan, produksi telur dan ukuran telur.

Hal tersebut seperti dikemukakan beberapa peneliti yaitu Rao et al. (2002) bahwa unggas petelur ideal berproduksi pada kisaran suhu 10-30 oC. Suhu yang tinggi pada siang hari lebih dari 30 oC dapat mengakibatkan cekaman panas pada puyuh dan menurunkan konsumsi pakan pada suhu 24 oC (NRC 1994).

Sirkulasi udara yang kurang baik dapat mempengaruhi tingkat mortalitas pada unggas. Temperatur suhu dan kelembaban bagi puyuh untuk berproduksi sekitar 20-25

o

C, kelembaban antara 30%-80% (Listiyowati dan Roospitasari 2007).

Performa Puyuh Petelur

Parameter yang dilakukan dalam penelitian ini terhadap performa produksi puyuh petelur meliputi konsumsi air, konsumsi pakan, produksi telur hen day, bobot telur dan konversi pakan. Pemberian perlakuan pakan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada performa puyuh petelur. Hasil data yang diperoleh untuk performa puyuh petelur disajikan pada Tabel 3.

(14)

6

kandungan nutrisi (Tabel 1) untuk protein kasar, serat kasar dan energi metabolis yang diperoleh sangat beragam atau bervariasi.

Tabel 3 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi air (ml/ekor/hari), konsumsi pakan (g/ekor/hari), produksi telur hen day (%), bobot telur (g/butir), konversi pakan puyuh umur 17 minggu

Peubah

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

±SB (Kk) ±SB (Kk) ±SB (Kk) ±SB (Kk)

Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) 22.09±2.29a 19.57±0.74b 22.52±2.61a 21.98±1.61a

(10.34) (3.80) (11.57) (7.36)

Konsumsi Air (ml/ekor/hari) 51.54±7.51a 48.06±2.43b 53.87b±6.82a 53.24±4.97a

(14.39) (5.03) (12.66) (9.40)

Produksi Telur hen day (%) 37.22±10.50a 33.23±10.52a 18.26±10.50b 17.77±7.80b

(28.21) (31.65) (57.50) (43.89)

Bobot Telur (g/butir) 9.30±0.66a 9.15±6.68a 8.67±1.03b 9.35±0.34a

(7.09) (73.00) (11.88) (3.63)

Konversi Pakan 8.67±3.23a 6.19±2.10b 8.11±4.06a 15.55±4.67b

(37.25) (33.92) (50.06) (30.59) Keterangan : angka dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P<0.05).

= rataan SB = simpangan baku dan Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun katuk 10%, P2 = pakan dengan tepung daun murbei 10%, P3 = pakan dengan tepung daun katuk 5% + tepung daun murbei 5%.

Konsumsi Pakan

Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi pakan puyuh selama 11 minggu penelitian disajikan pada Tabel 3. Lebih jelasnya konsumsi pakan puyuh umur 17 minggu ditunjukan pada Gambar 2.

22.09±2.29 a

Gambar 2 Rataan konsumsi pakan puyuh umur 17 minggu

(15)

7

22.52 g/ekor/hari dan 21.98 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam yang diperoleh pada penelitian ini menunjukan bahwa rataan konsumsi pakan puyuh umur 17 minggu pada perlakuan P1 menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Hal ini dipengaruhi oleh zat aktif yang terkandung dalam daun katuk seperti zat anti nutrisi tanin dan saponin, sehingga konsumsi pakan dengan pemberian tepung daun katuk menghasilkan konsumsi pakan lebih sedikit atau rendah. Pemberian tepung daun katuk 10% dalam pakan pada puyuh umur 20 minggu dapat menyebabkan rendahnya jumlah konsumsi (Mawaddah 2011). Pada penelitian ini palatabilitas pakan yaitu P1 berpengaruh nyata terhadap rendahnya jumlah konsumsi pakan puyuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahju (1997) yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi pakan banyak dipengaruhi oleh palatabilitas pakan (bau, warna dan tekstur).

Setiawan (2006) menjelaskan bahwa konsumsi pakan yang seimbang memberikan zat nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan dan produksi. Perlakuan pakan yang berbeda, akan menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi (Soedharno 1984). Kebutuhan jumlah pakan pada puyuh (umur 0-10 hari) 2-3 g/hari, puyuh (umur 11-20 hari) 4-5 g/hari, puyuh (umur 21-30 hari) 8-10 g/hari dan puyuh (umur 41 hari hingga afkir). Jumlah pakan yang dibutuhkan untuk puyuh petelur yaitu 17-20 g/ekor/hari (Abidin 2002).

Konsumsi Air

Air merupakan sarana untuk mempertahankan suhu tubuh dan mengatur keseimbangan tubuh bagi puyuh. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi air puyuh selama penelitian 11 minggu pada puyuh umur 17 minggu

Gambar 3 Rataan konsumsi air puyuh umur 17 minggu

(16)

8

Leesons dan Summers (2005) bahwa konsumsi air berpengaruh terhadap asupan pakan dan jumlah konsumsi pakan secara tidak langsung. Pada burung atau unggas dengan suhu yang tinggi akan mengkonsumsi dua kali lebih banyak air yang dikonsumsi seiring dengan jumlah pakan yang dikonsumsi (Leesons dan Summers 2005).

Produksi Telur

Data rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman produksi telur hen day

puyuh ditunjukan pada Tabel 3. Rataan produksi telur hen day puyuh umur 17 minggu disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Rataan produksi telur hen day puyuh umur 17 minggu

Rataan produksi telur hen day puyuh pemberian pakan P0 (kontrol) dan P1 (tepung daun katuk 10%) diperoleh rataan tertinggi yaitu 37.22% dan 33.23% dibandingkan dengan pakan P2 (tepung daun murbei 10%) dan P3 (campuran tepung daun katuk 5% + tepung daun murbei 5%) sebesar 18.26% dan 17.77%.

Hasil analisis ragam yang diperoleh untuk pakan P2 dan P3 menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Rataan produksi telur pada penelitian ini selama 11 minggu masih rendah, hal ini dikarenakan kandungan serat kasar pada campuran pakan yang tinggi dan protein pakan yang rendah yaitu 17% serta energi metabolis yang diperoleh bervariasi pada masing-masing perlakuan pakan sehinggga berpengaruh terhadap tinggi maupun rendahnya produksi telur yang dihasilkan. Menurut Woodard et al. (1973) kebutuhan nutrisi protein puyuh dewasa untuk berproduksi yaitu dengan protein sekitar 20-24% dan energi metabolis 2 200-3 400 kcal/kg. Penelitian Triyanto (2007) menyatakan bahwa rataan produksi telur puyuh umur 13 minggu yaitu 62.76%, dan hasil penelitian Eishu et al. (2005) menyatakan bahwa puyuh berumur 6-10 minggu yang diberi protein pakan 22% menghasilkan produksi telur 51.3%. Penelitian Mawaddah (2011) menjelaskan bahwa konsumsi pakan yang rendah dan serat kasar yang tinggi menyebabkan terganggunya laju produksi telur.

(17)

9

protein dan energi secara fisiologis berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan (Scot et al. 1982). Brand et al. (2003) menjelaskan bahwa kandungan energi dan protein pakan berperan dalam produksi telur. Persentase produksi telur puyuh (hen day) pada umur 7-17 minggu diperlihatkan pada Gambar 5.

2.88

Gambar 5 Produksi telur puyuh (hen day) pada umur 7-17 minggu

Produksi awal puyuh pada pemeliharaan umur 7 minggu yang diberi tepung daun katuk 10% menunjukan tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan puyuh yang diberikan pakan P0, P2 dan P3. Yasin (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi jumlah produksi telur yaitu pakan. Menurut Widjastuti dan Kartasudjana (2006) tingkat konsumsi pakan yang rendah dibandingkan batas minimal 20% dari konsumsi akan menurunkan produksi telur pada puyuh umur 5-6 minggu.

Puncak produksi telur terjadi pada puyuh umur 14 minggu pada pakan P1 dan P2 sebesar 50.65% dan 36.33%, sedangkan puncak produksi telur dengan pakan P0 terjadi saat puyuh umur 15 minggu yaitu 52.61%. Selanjutnya puncak produksi telur dengan pakan P3 terjadi saat puyuh berumur 16 minggu sebesar 37.35%. Persentase puncak produksi telur puyuh umur 14-16 minggu terhadap perlakuan pakan yang berbeda dapat dilihat pada (Gambar 6).

(18)

10

Gambar 6 Puncak produksi telur puyuh umur 14-16 minggu pada perlakuan pakan yang berbeda

Peningkatan fungsi reproduksi pada produksi telur penelitian ini dengan pemberian tepung daun katuk 10% dalam pakan menunjukan masa bertelur yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan pemberian pakan kontrol, tepung daun murbei 10% dalam pakan dan campuran tepung daun katuk 5%+daun murbei 5% dalam pakan. Pertumbuhan (peningkatan bobot badan) pada periode bertelur tergantung pada pertambahan umur puyuh dan diimbangi dengan kebutuhan nutrisi protein yang tinggi, sehingga mampu meningkatkan tinggi maupun rendahnya laju produksi telur (Woodard

et al. 1973).

Bobot Telur

Hasil rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot telur puyuh selama penelitian 11 minggu disajikan pada Tabel 3. Rataan bobot telur puyuh umur 17 minggu ditunjukan pada Gambar 7.

(19)

11

Rataan bobot telur pada P0, P1 dan P3 masing-masing sebesar 9.30 g, 9.15 g dan 9.35 g. Rata-rata bobot telur tersebut lebih tinggi dibandingkan rataan bobot telur P2 yaitu 8.67 g. Hasil analisis ragam yang diperoleh terhadap bobot telur pada pemberian pakan P3 menunjukan bobot telur yang berbeda nyata (P<0.05).

Rendahnya bobot telur pada P2 dipengaruhi oleh kandungan nutrisi di dalam pakan, yaitu kandungan protein kasar, lemak kasar dan serat kasar yang rendah sehingga bobot telur yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan bobot telur yang diberi pakan P0, P1 dan P3. Menurut North dan Bell (2002) meningkatnya bobot telur diimbangi dengan ketersediaan protein yang tinggi. Penelitian Widjastuti dan Kartasudjana (2006) menyatakan bahwa peningkatan akumulasi protein menghasilkan bobot telur yang meningkat dalam waktu yang relatif lama karena clutch size yang lebih panjang dan telur akan terbentuk apabila ketersediaan protein atau energi sudah mencukupi untuk membentuk satu butir telur (dalam keadaan normal).

Konversi Pakan

Konversi pakan menunjukan kemampuan pakan untuk menghasilkan satu satuan produksi. Konversi pakan digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan pakan dalam memproduksi telur. Data rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konversi pakan puyuh ditunjukkan pada Tabel 3.

8.67±3.23 a

Gambar 8 Rataan konversi pakan puyuh umur 17 minggu

Hasil analisis ragam konversi pakan puyuh berbeda nyata (P<0.05) pada pemberian pakan P1 (tepung daun katuk 10%). Hasil rataan konversi pakan puyuh tertinggi (Gambar 8) selama penelitian ini ditunjukkan oleh P3, selanjutnya P2 dan P0 sebesar 15.55, 8.67 dan 8.11.

Pada Gambar 8 rataan nilai konversi pakan puyuh P1 lebih rendah yaitu sebesar 6.19. Nilai rataan konversi yang rendah pada pakan P1 dikarenakan produksi telur yang tinggi dan jumlah konsumsi yang rendah pada P1 mengakibatkan nilai konversi yang rendah dan efisiensi penggunaan pakan menjadi sedikit.

(20)

12

kandungan protein 20% dalam pakan menghasilkan konversi pakan puyuh lebih rendah sebesar 5.65 dibandingkan puyuh yang diberi protein pakan 18%. Sebaliknya angka konversi pakan yang rendah pada puyuh, berarti penggunaan pakan semakin baik (Setiawan 2006). Menurut Yatno (2009) bahwa semakin kecil nilai konversi pakan menggambarkan tingkat efisiensi puyuh untuk memanfaatkan pakan yang dikonsumsi menjadi daging atau telur, sedangkan nilai konversi pakan yang semakin rendah, menunjukan pakan yang dikonsumsi semakin efisien dan semakin sedikit jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan telur dalam jangka waktu tertentu (Subekti 2003). Konversi pakan puyuh pada penelitian ini sama halnya dikemukakan oleh Mawaddah (2011) yaitu berkisar 5-6, berarti masih tinggi.

Mortalitas

Mortalitas merupakan tingkat kematian ternak selama pemeliharaan berlangsung. Mortalitas yang terjadi dalam penelitian ini mencapai 11.52%.

Kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu berdasarkan hasil diagnosa laporan nekropsi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, kematian beberapa puyuh pada saat penelitian didiagnosa Mareks Disease (MD) dan Newcastle Disease (ND). Menurut Anggorodi (1984) bahwa gejala tetelo/Newcastle Disease

puyuh dapat menimbulkan nafsu makan menurun, ngorok, produksi telur menurun dan mencret bewarna. Tetelo/Newcastle Disease disebabkan oleh virus yang menyerang unggas maupun burung.

Hasil analisis ragam mortalitas puyuh dengan pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan respon yang nyata (P>0.05). Hal ini menunjukan pengaruh pemberian perlakuan pakan yang berbeda tidak mempengaruhi tingkat mortalitas puyuh.

Biaya Pakan

Pakan yang diberi tepung daun katuk 10% pada penelitian ini dapat meningkatkan jumlah produksi dan nilai konversi, berarti lebih efisien. Harga pakan yang diperoleh masing-masing/kg pakan untuk P0, P1, P2 dan P3 yaitu sebesar Rp 5 543/kg, Rp 9 376/kg, Rp 6 389/kg dan Rp 6 575/kg.

Jumlah konsumsi pakan selama 11 minggu penelitian, biaya yang dikeluarkan untuk pakan P0, P1, P2 dan P3 adalah sebesar Rp 218 361, Rp 401 007, Rp 223 555 dan 254 474. Apabila asumsi berdasarkan jumlah konsumsi total pakan yang dikonsumsi selama penelitian dibagi dengan jumlah total rataan telur yang dihasilkan dikalikan harga pakan/kg, biaya pakan P1 tidak ekonomis dikarenakan konsumsi total yang dihasilkan rendah dan harga pakan/ kg lebih tinggi sehingga biaya yang diperoleh kurang ekonomis dibandingkan biaya pakan P0, P2 dan P3.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

(21)

13

(efisien) dibandingkan puyuh yang diberi pakan kontrol, tepung daun murbei 10% dan campuran tepung daun katuk 5%+tepung daun murbei 5%.

Saran

Penelitian mengenai penambahan tepung daun katuk dan daun murbei perlu dilakukan kembali dengan pengujian penambahan taraf daun katuk dan daun murbei pada campuran pakan dan pengujian terhadap kualitas daging. Selain itu perlu dilakukan pengkajian terhadap kualitas internal telur.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. 2002. Meningkatkan Produkstivitas PuyuhSi Kecil Yang Penuh Potensi”.

Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Agustini WW. 2011. Kandungan provitamin A ransum, vitamin A pada daging, hati, kuning telur puyuh yang diberi tepung daun katuk dan murbei dalam pakan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Anggorodi HR. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Azis S, Muktiningsih SR. 2006. Studi manfaat daun katuk (Sauropus androgynous).

Cermin dunia kedokteran 151: 48-50 [internet]. Jakarta (ID): Kalbe. [diunduh 2011 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.kalbe.co.id.

Brand Z, Brand TS, Brown CR. 2003. The effect of dietary and protein levels on production in breeding female ostrich. British Poult Sci. 44(4):589-606.

Datta RK, Sarhar A, Mao PRM, Singhvi NR. 2002. Utilization of mulberry as animal fodder in India. In: Sanchez MD (Ed), Mulberry for animal production, Rome Italy (IT): FAO animal production and health paper. PP. 183-188.

Eishu, Ri. 2005. Effects of dietary protein levels on production and caracteristics of japanese quail egg. J Poult Sci. 42:130-139.

Leeson S, Summers JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3th ed. Canada (CA): Guelph Ontario. Departement of Animal and Poultry Science University of Guelph.

Listiyowati E, Roospitasari K. 2007. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial17thed. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. 2thed. Bogor (ID): IPB Pr.

Mawaddah S. 2011. Kandungan kolestrol lemak, vitamin A dan E dalam daging, hati dan telur, serta performa puyuh dengan pemberian ekstrak dan tepung daun katuk (Sauropus androgynous L. Merr) dalam ransum [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

North MC, Bell D. 2002. Comercial Chicken Production Manual. Westport Connecticut (US): The AVI publishing company.

[NRC]. 1994. Nutrient Requirements of Poultry 9th ed. Washington, DC (US): National Academy Pr.

Rao, Rama SV, Nagalakshmi D, Reddy VR. 2002. Feeding to minimize heat stress.

PoultSci. 41(7):110-117.

(22)

14

Setiawan D. 2006. Performa produksi burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) pada perbandingan jantan dan betina yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Soedharno RS. 1984. Pengaruh tingkat protein ransum terhadap pertambahan bobot hidup, konsumsi dan konversi ransum puyuh (Coturnix-coturnix japonica) periode pertumbuhan (0-5 minggu) [karya ilmiah]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Scott ML, Nesheim MC, Young RJ. 1982. Nutrition of the Chicken. 2th ed. New York (US): M. L. Scot and Associates Ithaca.

Subekti S. 2003. Kualitas telur dan karkas ayam lokal yang diberi tepung daun katuk dalam ransum [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Subekti S, Sumarti SS, Murdiarti TB. 2008. Pengaruh daun katuk (Sauropus

androgynous L. Merr) dalam ransum terhadap fungsi reproduksi pada puyuh.

JITV. 13(3):167-173.

Suprijatna EU, Atmomarsono, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Triyanto. 2007. Performa produksi burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) periode produksi umur 6-13 minggu pada lama pencahayaan yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Widjastuti T, Kartasudjana R. 2006. Pengaruh pembatasan ransum dan implikasinya

terhadap performa puyuh petelur pada fase produksi pertama. J Indones Trop Anim Agric. 31(3):162-166.

Woodard AE, Abplanalp H, Wilson WO, Vahra P. 1973. Japanese quail husbandry in laboratory (Coturnix-coturnix japonica). California (US): Davis, CA 95616. Department of Avian Science University California.

Yasin S. 1998. Seluk Beluk Peternakan Sebuah Bunga Rampai. Jakarta (ID): Anugrah Karya.

Yatno. 2009. Isolasi protein bungkil inti sawit dan kajian nilai biologinya sebagai alternatif bungkil kedelai pada puyuh [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

(23)

15

Lampiran 1 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi pakan puyuh umur 7-17 minggu (g/ekor/hari)

Umur (Minggu)

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

±SB (Kk) konsumsi pakan puyuh (g/ekor/hari) 7 21.40±1.58a 18.15±0.88b 21.26±2.89a 21.55±1.85a

(7.38) (4.84) (13.59) (8.58) 8 21.35±1.91a 17.97±0.76b 21.58±2.20a 21.55±1.88a

(8.94) (4.23) (10.19) (8.72) 9 22.21±2.10a 19.04±0.65b 21.94±2.07a 21.94±1.67a

(9.45) (3.41) (9.43) (7.61)

10 21.99±2.06a 19.23±0.73b 22.22±2.19a 21.87±1.82a

(9.36) (3.79) (9.85) (8.32)

11 22.29±2.32a 20.36±0.72b 22.83±3.02a 22.23±1.55a (10.40) (3.53) (13.22) (6.97) 12 22.22±2.42a 20.15±0.74b 23.01±2.78a 21.99±1.47a

(10.89) (3.67) (12.08) (6.68) 13 22.07±2.34a 19.62±0.80b 22.81±2.52a 22.02±1.46a

(10.60) (4.07) (11.04) (6.63) 14 22.32±2.65a 20.09±0.62b 22.96±2.65a 22.13±1.50a

(11.87) (3.08) (11.54) (6.77) 15 22.22±2.65a 20.23±0.77b 23.04±2.74a 22.16±1.52a

(11.92) (3.80) (11.89) (6.85) 16 22.55±2.70a 20.30±0.67b 23.12±2.85a 22.24±1.54a

(11.97) (3.30) (12.32) (6.92) 17 22.35±2.46a 20.16±0.84b 22.98±2.79a 22.10±1.54a

(11.00) (4.16) (12.14) (6.96)

±SB (Kk) 22.09±2.29a 19.57±0.74b 22.52±2.61a 21.98±1.61a

(24)

16

Lampiran 2 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi air puyuh umur 7-17 minggu (ml/ekor/hari)

Umur (Minggu)

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

±SB (Kk) konsumsi air puyuh (g/ekor/hari)

7 47.50±4.85a 43.41±1.40b 51.84±7.10a 54.89±5.00a (10.21) (3.22) (13.59) (9.11) 8 46.98±5.41b 49.48±2.90a 55.05±5.51a 59.39±3.60a

(11.51) (5.86) (10.01) (6.06) 9 52.36±4.00a 49.42±2.84b 55.09±5.83a 55.33±4.12a

(7.64) (5.74) (10.58) (7.44) 10 49.46±2.52a 48.07±2.65a 54.04±7.45a 54.10±5.45a

(5.09) (5.51) (13.78) (10.07) 11 50.66±7.08a 45.13±1.62b 48.84±5.85a 49.45±7.03a

(13.97) (3.58) (11.97) (14.21) 12 53.33±10.88a 48.07±3.37a 49.97±7.50a 53.85±3.78a

(20.40) (7.01) (15.01) (7.02) 13 53.13±10.37a 47.72±1.46b 53.73±5.69a 49.00±3.46a

(19.51) (3.05) (10.58) (7.06) 14 53.61±10.47a 48.04±2.15b 53.76±7.13a 49.91±4.97a

(19.52) (4.47) (13.26) (9.95) 15 54.85±8.53a 49.50±1.74b 54.51±7.54a 52.29±5.03a

(15.55) (3.51) (13.83) (9.62) 16 50.60±7.07a 49.21±3.29a 57.15±7.65a 53.56±6.57a

(13.97) (6.68) (13.38) (12.26) 17 54.42±11.44a 50.64±3.40a 58.57±7.76b 53.86±5.72a

(21.02) (6.71) (13.25) (10.62)

±SB (Kk) 51.54±7.51a 48.06±2.43b 53.87±6.82a 53.24±4.97a

(25)

17

Lampiran 3 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman produksi telur puyuh umur 7-17 minggu (%)

Umur (Minggu)

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

±SB (Kk) produksi telur puyuh (%)

7 2.88±3.08b 7.05±5.93a 2.24±5.02b 4.64±4.50a (106.94) (84.11) (224.10) (96.98) 8 13.48±6.84a 12.38±9.38a 3.88±5.28b 6.59±3.25a

(50.74) (75.76) (136.08) (49.31) 9 27.77±13.93a 28.38±12.02a 12.65±8.46b 15.31±7.31a

(50.16) (42.35) (66.87) (47.74) 10 41.78±12.94a 33.52±10.16a 13.69±13.25b 13.11±9.19b

(30.97) (30.31) (96.78) (70.09) 11 37.53±9.25a 25.81±6.31a 14.18±6.96b 22.53±7.74b

(24.64) (24.44) (49.08) (34.35) 12 51.30±10.35a 26.73±9.98a 13.06±9.01b 15.71±12.09b

(20.17) (37.33) (68.98) (76.95) 13 48.37±11.39a 46.54±15.02a 30.64±8.58a 17.72±6.13b

(23.54) (32.27) (28.00) (34.59) 14 44.28±12.28a 50.65±10.10a 36.33±17.88a 17.51±9.06b

(27.73) (19.94) (49.21) (51.74) 15 52.61±9.01a 50.01±8.93a 21.29±11.63b 10.62±6.66b

(17.12) (17.85) (54.62) (62.71) 16 52.11±5.80a 43.67±13.25a 27.06±11.77b 37.35±8.20b

(11.13) (30.34) (43.49) (21.95) 17 37.36±20.65a 40.87±14.63a 25.93±17.71b 34.41±11.70a

(55.27) (35.79) (68.29) (34.00)

±SB (Kk) 37.22±10.50a 33.23±10.52a 18.26±10.50b 17.77±7.80b

(26)

18

Lampiran 4 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot telur puyuh umur 7-17 minggu (g/butir)

Umur (Minggu)

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

±SB (Kk) bobot telur puyuh (g/butir)

7 6.12±3.49b 7.44±4.17a 1.64±3.67b 8.47±0.18a (57.02) (56.04) (223.78) (2.12) 8 8.79±0.27a 9.07±0.63a 5.39±4.92b 8.70±0.72a

(3.07) (6.94) (91.28) (8.27) 9 9.20±0.40a 9.35±0.26a 9.50±0.19a 9.27±0.46a

(4.34) (2.78) (2.00) (4.96) 10 9.38±0.45a 9.23±0.28a 9.36±0.41a 9.22±0.40a

(4.79) (3.03) (1.49) (4.33) 11 9.51±0.42a 9.01±0.30a 9.67±0.50a 9.39±0.21a

(4.41) (3.32) (5.17) (2.23) 12 9.59±0.52a 9.15±0.18a 9.75±0.36a 9.48±0.43a

(5.42) (1.96) (3.69) (4.53) 13 9.91±0.36a 9.49±0.27a 10.12±0.24b 9.75±0.30a

(3.63) (2.84) (2.37) (3.07) 14 9.84±0.44a 9.56±0.19a 9.98±0.28a 9.50±0.26a

(4.47) (1.98) (2.80) (2.73) 15 10.15±0.41a 9.70±0.16b 10.06±0.14a 9.83±0.46b

(4.04) (1.64) (1.39) (4.67) 16 10.20±0.38a 9.82±0.09b 10.14±0.33a 9.67±0.25b

(3.72) (0.91) (3.25) (2.58) 17 9.66±0.13a 9.52±0.15a 9.80±0.32a 9.62±0.09a

(1.34) (1.57) (3.26) (0.93)

±SB (Kk) 9.30±0.66a 9.15±6.68a 8.67±1.03b 9.35±0.34a

(27)

19

Lampiran 5 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konversi pakan puyuh umur 7-17 minggu

Umur (Minggu)

Perlakuan

P0 P1 P2 P3

±SB (Kk) konversi pakan puyuh

7 25.76±16.77a 12.12±12.84b 3.62b±8.11 30.92±7.66a (65.10) (105.94) (224.03) (24.77) 8 17.26±6.51a 7.64±3.86b 15.02±14.54a 26.29±2.54a

(37.71) (50.52) (96.80) (9.66) 9 9.63±3.76a 8.63±0.29b 17.14±8.46a 14.21±4.71a

(39.04) (3.36) (49.35) (33.14) 10 5.72±1.25a 5.45±0.19a 5.50±0.22a 16.78±8.71b

(21.85) (3.48) (4.00) (51.90)

11 6.28±0.40a 5.59±0.37a 5.37±0.60a 10.46±3.25b

(6.37) (6.61) (11.17) (31.07)

12 4.64±0.90a 4.62±0.45a 4.90±0.80a 16.83±8.93b (19.39) (9.74) (16.32) (53.06) 13 4.59±0.85a 4.41±0.78a 5.02±0.91a 11.23±2.62b

(18.51) (17.68) (18.12) (23.33) 14 5.35±1.32a 4.28±0.89a 7.56±2.41a 12.38±4.49b

(24.67) (20.79) (31.87) (36.26) 15 4.22±0.65a 4.11±0.45a 7.29±2.58a 18.39±5.46b

(15.40) (10.94) (35.39) (29.69) 16 4.24±0.15a 4.90±1.38a 9.99±4.70b 5.79±0.97a

(3.53) (28.16) (47.04) (16.75) 17 7.76±2.97a 6.37±1.64b 7.88±1.36a 7.77±2.09a

(38.27) (25.74) (17.25) (26.89)

±SB (Kk) 8.67±3.23a 6.19±2.10b 8.11±4.06a 15.55±4.67b

(28)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Januari 1986. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara keluarga Bapak Haji Cecep Sofyan dan Ibu Hajah Dewi Elli Rusmawati.

Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada tahun 1992 di SDN Panaragan 1 Bogor. Penulis memasuki sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun 1998 di SLTP Negeri 9 Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU PGRI 4 Bogor pada tahun 2001 dan menyelesaikan program pendidikan Diploma III Agribisnis Peternakan IPB pada tahun 2007. Melanjutkan jenjang S1 alih jenis IPTP pada tahun 2008.

Gambar

Tabel 1  Susunan bahan pakan dan kandungan nutrisi pakan perlakuan
Tabel 3  Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman konsumsi air (ml/ekor/hari),
Gambar 4 Rataan produksi telur hen day puyuh umur 17 minggu
Gambar 5 Produksi telur puyuh (hen day) pada umur 7-17 minggu
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh interaksi faktor jenis kelamin dengan level protein pakan terhadap nilai konsumsi serat kasar harian (Tabel 4) yang paling tinggi (P&lt;0.05) terdapat pada

Hasil pengamatan pada puyuh penelitian umur 8-14 minggu dengan penambahan tepung daun jati dalam ransum terhadap konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa

Penambahan tepung daun beluntas sampai dengan taraf 2% dalam pakan menghasilkan nilai rataan kadar air, kadar abu dan kadar protein dari sosis daging itik itik yang relatif

Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rataan hasil pada penelitian ini karena kandungan protein kasar dalam daun katuk sebesar 25,70% memperkuat sumber protein

Kandungan protein kasar dan serat kasar pakan komplit berbasis tongkol jagung dengan penambahan azolla sebagai pakan ruminansia menggunakan rancangan acak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat pada hati ayam broiler strain Lohman yang diberi perlakuan pakan campuran gulma Salvinia molesta

Konsentrat ruminansia potong disusun dari bahan pakan yang mengandung serat kasar rendah, karbohidrat tinggi, namun kandungan protein kasarnya tidak terlalu tinggi.. Biji-bijian dari

Kondisi penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi ransum tidak dipengaruhi oleh penggunaan tepung daun kayambang (Salvinia molesta) antara 2,5 - 7,5% dengan kandungan serat kasar