• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis keragaan konsumsi ikan di Indonesia tahun 2005 - 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis keragaan konsumsi ikan di Indonesia tahun 2005 - 2011"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KERAGAAN KONSUMSI IKAN DI INDONESIA

TAHUN 2005 - 2011

YULMIARIS DWI OKTO PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRACT

YULMIARIS DWI OKTO PUTRI. Analysis of Fish Consumption in Indonesia 2005-2011. Under the guidance of YAYUK FARIDA BALIWATI

The objective of this study was to analyze fish consumption in Indonesia 2005–2011. The design of this study was the descriptive study. Data used in this study was secondary data based on national social and economic survey (SUSENAS). The study showed average national actual fish consumption 26,04 kg/capita/year, average rural actual fish consumption 25,69 kg/capita/year and average urban actual fish consumption 26,51 kg/capita/year. Average growth rate of national fish consumption is 0,05% per year. Average growth rate of rural fish consumption is -0,05% per year. Average growth rate of urban fish consumption is 0,37% per year. The group of fish that consumed the most is fresh fish (62%) and the less is cooked food (10%). Average national fresh fish consumption is 16,16 kg/capita/year. Average rural fresh fish consumption is 15,74 kg/capita/year. Average urban fresh fish consumption is 16,71 kg/capita/year. Fish consumption from prepared fish is higher in rural (32%) tahunan urban area. Average national prepared fish consumption is 7,25 kg/capita/year. Average rural prepared fish consumption is 8,30 kg/capita/year. Average urban prepared fish consumption is 6,39 kg/capita/year. Fish consumption from cooked food is higher in urban (14%) than rural area. Average national fish consumption from cooked food is 2,63 kg/capita/year. Average rural fish consumption from cooked food is 1,65 kg/capita/year. Average urban fish consumption from cooked food is 3,71 kg/capita/year. Low expenditure group consumed fish lower than high expenditure group. Ideal fish consumption is 32,7 kg/capita/ year or 12,9 gram protein/capita/day.The sufficiency of fish is projected 8,10 million tons at 2015.

Keywords: actual fish consumption, expenditure group, ideal fish consumption, rural, urban

(3)

RINGKASAN

YULMIARIS DWI OKTO PUTRI. Analisis Keragaan Konsumsi Ikan di Indonesia Tahun 2005 – 2011. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis keragaan konsumsi ikan di Indonesia tahun 2005 – 2011. Tujuan khusus penelitian ini antara lain 1) menganalisis konsumsi ikan aktual masyarakat berdasarkan wilayah, 2) menganalisis konsumsi ikan aktual masyarakat berdasarkan golongan pengeluaran dan 3) menganalisis konsumsi ikan ideal masyarakat Indonesia.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif.Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampau September 2012 di Bogor, Jawa Barat.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya berupa data sekunder.Data yang dikumpulkan adalah data konsumsi ikan dari SUSENAS berdasarkan wilayah dan golongan pengeluaran. Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excell. Metode perhitungan angka konsumsi ikan yang digunakan adalah hasil kajian bersama IPB dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.Analisis dilakukan secara deskriptif untuk menunjukkan keragaan konsumsi ikan, konsumsi ikan aktual berdasarkan karakteristik wilayah (perkotaan atau pedesaan), serta konsumsi ikan aktual berdasarkan kelompok pengeluaran.Analisis konsumsi ikan ideal dilakukan secara deskriptif berdasarkan kontribusi konsumsi ikan aktual terhadap konsumsi pangan hewani sesuai dengan AKE.Data konsumsi ikan SUSENAS diolah berdasarkan faktor konversi ikan olahan.konversi ikan awetan ke ikan segar yang digunakan adalah faktor konversi dari Neraca Bahan Makanan (NBM). Selanjutnya, setelah dilakukan konversi ke bentuk ikan segar, dilakukan perhitungan konsumsi tidak tercatat. Total konsumsi ikan dihitung berdasarkan penjumlahan konsumsi setara ikan segar dan konsumsi tidak tercatat.

(4)

Rata-rata konsumsi ikan olahan nasional adalah 7,25 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan olahan di pedesaan adalah 8,30 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan olahan di perkotaan adalah 6,39 kg/kapita/tahun. Konsumsi ikan dari terasi lebih banyak di pedesaan (1,12 kg/kapita/tahun) dibandingkan dengan perkotaan (0,92 kg/kapita/tahun). Konsumsi ikan dari makanan jadi lebih banyak di wilayah perkotaan dibandingkan pedesaan. Rata-rata konsumsi ikan dari makanan jadi nasional adalah 2,63 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan dari makanan jadi di pedesaan adalah 1,65 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan dari makanan jadi di perkotaan adalah 3,71 kg/kapita/tahun.

(5)

Judul Skripsi : Analisis Keragaan Konsumsi Ikan di Indonesia Tahun 2005 - 2011

Nama : Yulmiaris Dwi Okto Putri

NIM : I14080030

Disetujui oleh :

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS Pembimbing

Mengetahui :

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(6)

ANALISIS KERAGAAN KONSUMSI IKAN DI INDONESIA

TAHUN 2005 - 2011

YULMIARIS DWI OKTO PUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Keragaan Konsumsi Ikan di Indonesia Tahun 2005 – 2011” sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Mira Dewi, S.ked, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

2. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, saran, kritik dan masukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Yayat Heryatno, SP, MPS sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Ayah dan ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan do’a kepada penulis.

5. Adikku Risty Sisvareza yang selalu memberikan dukungan dalam setiap kesempatan.

6. Ibu Hj Dona Saskia yang telah berperan penting dalam kelancaran proses kuliah penulis.

7. Pakdang dan Uda Yusra Maiza yang telah memberikan banyak dukungan moril maupun materil selama penulis menjalani kegiatan akademik.

8. Tante Zulhaimiyati sekeluarga yang selalu ada memberikan perhatian dan do’a selama penulis berada jauh dari orangtua.

9. Novita Dayanti yang sangat membantu di saat-saat terakhir.

10. Seluruh keluarga dimanapun berada, atas segala perhatian dan do’a yang diberikan.

(8)

bersama-sama melalui suka dan duka mencapai cita-cita.

13. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Yulmiaris Dwi Okto Putri, dilahirkan pada tanggal 2 Oktober 1990 di Balai Tangah. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Arismon dan Ibu Rahmayulis. Penulis menyelesaikan pendidikan TK di TK Aisyah Balai Tangah pada tahun 1996. Pada tahun 2002, penulis meyelesaikan pendidikan dasar di SDN 22 Balai Tangah dan MIS Masjid Raya Balai Tangah. Selanjutnya, tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 3 Lintau. Pada tahun 2006, penulis mengikuti Olimpiade Fisika tingkat SMA se-propinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Tahun 2007 penulis mengikuti Olimpiade Matematika SMA se-kabupaten Tanah Datar dan tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Lintau Buo.

Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2008. Selama perkuliahan, penulis termasuk anggota divisi Infokom Imaserempag (Ikatan Mahasiswa Serambi Mekkah Pagaruyung) dan menjabat sebagai Bendahara MLB (Mahasiswa Lintau Bogor) pada tahun 2009. Tahun 2010, penulis tergabung dalam divisi produksi Eco-Agrifarma. Selain itu, penulis termasuk dalam kepanitiaan Senzational (Seminar Gizi Nasional) 2011.

(10)

DAFTAR ISI

No Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani ... 3

Ikan sebagai Sumber Protein Hewani ... 4

Manfaat Ikan ... 5

Perhitungan Konsumsi Ikan... 7

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Ikan ... 8

Pengeluaran Pangan... 9

KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

METODE PENELITIAN... 12

Desain, Tempat dan Waktu ... 12

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 12

Pengolahan dan Analisis Data ... 12

Definisi Operasional ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Konsumsi Ikan Aktual berdasarkan Wilayah ... 20

Konsumsi Ikan Aktual Berdasarkan Golongan Pengeluaran... 33

Konsumsi Ikan Ideal ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kandungan protein beberapa pangan sumber protein ... 5

2 Jenis data yang digunakan, tahun dan sumber data penelitian ... 12

3 Pengolahan dan analisis data ... 12

4 Kategori jenis ikan ... 14

5 Faktor konversi ikan olahan dan makanan jadi ke bentuk ikan segar ... 14

6 Golongan pengeluaran berdasarkan SUSENAS ... 16

7 Garis kemiskinan berdasarkan wilayah (2005-2011) ... 16

8 Perkembangan konsumsi energi dari ikan per wilayah tahun 2005-2011 berdasarkan kelompok ikan (Kal/kap/hari) ... 20

9 Perkembangan konsumsi protein dari ikan per wilayah tahun 2005-2011 berdasarkan kelompok ikan (g/kap/hari) ... 22

10 Perkembangan konsumsi ikan aktual berdasarkan wilayah tahun 2005-2011 (kg/kapita/tahun) ... 23

11 Laju pertumbuhan konsumsi ikan berdasarkan wilayah (%) ... 25

12 Perkembangan konsumsi ikan segar berdasarkan jenis ikan segar yang dikonsumsi lebih dari 1 kg/kapita/tahun ... 29

13 Perkembangan konsumsi ikan segar berdasarkan jenis ikan segar yang dikonsumsi kurang dari 0,5 kg/kapita/tahun ... 30

14 Perkembangan konsumsi ikan olahan berdasarkan wilayah (kg/kapita/tahun) ... 31

15 Perkembangan konsumsi ikan aktual dari makanan jadi (kg/kapita/tahun) .... 33

16 Perkembangan konsumsi ikan ikan aktual berdasarkan golongan pengeluaran tahun 2005-2011 (kg/kapita/tahun) ... 34

17 Rata-rata konsumsi ikan berdasarkan golongan pengeluaran kategori miskin dan tidak miskin di pedesaan dan perkotaan (kg/kapita/tahun) ... 35

18 Laju pertumbuhan konsumsi ikan aktual berdasarkan golongan pengeluaran tahun 2005-2011 ... 36

19 Komposisi konsumsi pangan hewani ideal berdasarkan 12% AKE (Angka Kecukupan Energi) 2000 Kal ... 37

20 Tingkat kecukupan protein berdasarkan konsumsi protein ikan ideal (12,9 gram/kapita/hari) ... 38

21 Perbandingan konsumsi ikan aktual terhadap konsumsi ikan ideal 12% AKE (Angka Kecukupan Energi) 2000 Kal ... 38

22 Sasaran/proyeksi angka konsumsi ikan nasional (kg/kapita/tahun) ... 39

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Jenis ikan dalam SUSENAS ... 46

2 Konsumsi energi (Kal/kap/hari) dan protein (g/kap/hari) dari ikan aktual nasional ... 47

3 Konsumsi energi (Kal/kap/hari) dan protein (g/kap/hari) dari ikan aktual pedesaan ... 49

4 Konsumsi energi (Kal/kap/hari) dan protein (g/kap/hari) dari ikan aktual perkotaan ... 51

5 Konsumsi ikan aktual nasional per jenis ikan (kg/kapita/tahun) ... 53

6 Konsumsi ikan aktual pedesaan per jenis ikan (kg/kapita/tahun) ... 54

7 Konsumsi ikan aktual perkotaan per jenis ikan (kg/kapita/tahun) ... 55

8 Konsumsi ikan aktual dari ikan segar berdasarkan wilayah (kg/kapita/tahun) . 56 9 Konsumsi ikan aktual nasional berdasarkan golongan pengeluaran (kg/kapita/tahun) ... 57

10 Konsumsi ikan aktual pedesaan berdasarkan golongan pengeluaran (kg/kapita/tahun) ... 58

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kekurangan gizi adalah masalah yang kronis dan berdampak bagi pembangunan.Gizi kurang menurunkan produktivitas kerja sehingga pendapatan menjadi rendah, miskin, dan pangan yang tersedia tidak cukup (Suhardjo 2005).Salah satu masalah kurang gizi yang terjadi di negara berkembang adalah KEP (Kurang Energi Protein). Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2010 menunjukkan bahwa masih ada 37% penduduk yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal yaitu 52 gram/kapita/hari. Pada masalah kekurangan protein, banyak kasus yang disebabkan oleh kekurangan protein hewani. Termasuk ke dalam bahan pangan sumber protein hewani adalah telur, daging, susu dan ikan.

Pengembangan subsektor peternakan selama 10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang cukup nyata dalam berbagai aspek, di antaranya produksi daging meningkat dari 1.508.200 ton menjadi 2.613.200 ton atau naik 4,01% per tahun, telur meningkat dari 736.000 ton menjadi 1.149.000 ton atau naik 5,6% per tahun, dan susu meningkat dari 433.400 ton menjadi 550.000 ton atau naik 2,69% per tahun. Dengan tingkat pencapaian produksi tersebut maka tingkat konsumsi masyarakat, khususnya protein hewani asal ternak, meningkat dari 4,19 g menjadi 5,46 g/kapita/hari atau naik 3,08% per tahun (Kusnadi 2008).

Potensi sumber daya pangan hewani di Indonesia yang terbesar di Insonesia berasal dari perikanan. Menurut Dahuri (2003), Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya perikanan dengan keanekaragaman spesies tertinggi di dunia. Pengkajian stok ikan di perairan Indonesia menunjukkan bahwa potensi lestari sumberdaya perikanan Indonesia mencapai 6,4 juta ton/tahun. Dengan sumberdaya tersebut, seharusnya bahan pangan khususnya protein hewani dapat tersedia dan dimanfaatkan dengan baik sehingga tidak terjadi masalah kekurangan gizi.

(15)

standar hidup, pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan kesempatan perdagangan serta transformasi distribusi pangan (FAO 2012). Sementara di Asia pada 2003 konsumsi ikan perkapita tercatat 18,1 kg, dengan persentase terhadap konsumsi protein hewani 22% dan 7% terhadap konsumsi protein total (FAO 2007).

Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2007 telah mempublikasikan tingkat konsumsi ikan Indonesia adalah 26,00 kg/kapita/tahun. Penghitungan konsumsi ikan yang dilakukan adalah berdasarkan data SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional) yang terdiri dari kelompok ikan segar, udang dan hewan air lainnya segar, ikan asin/awetan, serta udang dan hewan air lainnya awetan. Selain kelompok ikan tersebut, perhitungan konsumsi ikan dari kelompok makanan/minuman jadi dilakukan berdasarkan data pengeluaran.

Akan tetapi, perhitungan konsumsi ikan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan masih belum memperhitungkan beberapa bahan pangan yang tercatat dalam SUSENAS yang dapat berkontribusi terhadap tingkat konsumsi ikan secara keseluruhan sebagai salah satu pangan sumber protein hewani. Bahan pangan tersebut diantaranya terasi dari kelompok bumbu-bumbuan, kerupuk dari kelompok konsumsi lainnya, serta nasi campur/nasi rames dan ikan (goreng, bakar, pindang, pepes, dsb) dari kelompok makanan jadi.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji angka konsumsi ikan di Indonesia dengan menambahkan bahan pangan yang belum diperhitungkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain itu, dengan mengkaji angka konsumsi ikan di Indonesia diharapkan dapat diketahui pula angka konsumsi ikan ideal bagi masyarakat.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis keragaan konsumsi ikan di Indonesia tahun 2005 – 2011.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain adalah :

1. Menganalisis konsumsi ikan tahun 2005-2011 berdasarkan wilayah. 2. Menganalisis konsumsi ikan tahun 2005-2011 berdasarkan golongan

pengeluaran.

(16)

Kegunaan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani

Konsumsi pangan merupakan jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu.Dalam aspek gizi, tujuan mengkonsumsi pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Suyastrini 2008).Pangan hewani terdiri dari pangan yang berasal dari ikan, daging, telur dan susu. Pengembangan subsektor peternakan selama 10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang cukup nyata dalam berbagai aspek, di antaranya produksi daging meningkat dari 1.508.200 ton menjadi 2.613.200 ton atau naik 4,01% per tahun, telur meningkat dari 736.000 ton menjadi 1.149.000 ton atau naik 5,6% per tahun, dan susu meningkat dari 433.400 ton menjadi 550.000 ton atau naik 2,69% per tahun. Dengan tingkat pencapaian produksi tersebut maka tingkat konsumsi masyarakat, khususnya protein hewani asal ternak, meningkat dari 4,19 g menjadi 5,46 g/kapita/hari atau naik 3,08% per tahun (Kusnadi 2008).

Konsumsi pangan hewani sangat berkaitan erat dengan kemampuan atau daya beli konsumen karena daging, telur, susu dan ikan merupakan komoditas pangan hewani yang harganya relatif lebih tinggi dibandingkan komoditas pangan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Budiar (2000) mengenai permintaan dan konsumsi sumber protein hewani rumah tangga di pulau Jawa diketahui bahwa ikan mendominasi pengeluaran rumah tangga dibandingkan sumber protein hewani lainnya. Konsumsi ikan sebagai sumber protein hewani pada suatu rumah tangga rata-rata sekitar 53,11 persen dari total konsumsi pangan hewani. Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan telah terjadi pergeseran selera rumah tangga dalam mengalokasikan pengeluarannya untuk mengonsumsi pangan hewani.

(18)

daya beli, dimana semakin tinggi tingkat pengeluaran, maka semakin tinggi tingkat konsumsi protein hewani. Selain itu, terdapat perbedaan tingkat konsumsi protein hewani di perkotaan dan pedesaan. Konsumsi protein hewani lebih tinggi di daerah perkotaan terkait dengan tingkat pendapatan penduduk perkotaan yang lebih tinggi.

Konsumsi pangan hewani yang dianjurkan sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH) adalah 12 persen dari angka kecukupan energi. PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama (Baliwati 2008).

Ikan sebagai Sumber Protein Hewani

Definisi ikan menurut UU No 45 tahun 2009 pasal 1 adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Menurut Baliwati (2008) ikan adalah komoditas yang berupa binatang air dan biota perairan lainnya. Komoditas ikan adalah yang berasal dari kegiatan penangkapan di laut maupun di perairan umum ( waduk, sungai dan rawa) dan hasil dari kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah) yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang lazim/umum dikonsumsi masyarakat.

(19)

sebangsanya (amphibia); buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan sebangsanya (reptilia); paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya (mammalia); rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae); dan biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas; semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi.

Ikan sebagai sumber protein hewani memiliki kandungan protein yang baik. Kandungan protein ikan segar lebih banyak dibandingkan telur ayam, susu dan tahu (Tabel 1). Meskipun kandungan protein dalam ikan lebih rendah daripada daging sapi, ikan sebagai sumber protein hewani memiliki potensi yang besar dalam pemenuhan kebutuhan protein.

Tabel 1 Kandungan protein beberapa pangan sumber protein

Bahan pangan Kandungan protein (g/100 g pangan)

Ikan segar 17

Udang, segar 21 Daging sapi 18,8

Ayam 18,2

Telur ayam 12,8

Susu sapi 3,2

Tahu 7,8

Tempe kedelai murni 18,3

Oncom 13

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004)

Terkait pemantapan ketahanan pangan serta peningkatan mutu dan keamanan pangan, dari sembilan jenis bahan pangan, ikan termasuk dalam kelompok pangan hewani yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan pangan bergizi tinggi, alami, aman dan menyehatkan.Di tengah krisis impor kedelai sebagai sumber protein, misalnya, ikan sebagai sumber protein hewani dapat menjadi solusi ketahanan pangan dan pemenuhan gizi.Dalam konteks ketahanan pangan, ikan merupakan produk strategis, pertama karena ikan memiliki keunggulan dibandingkan sumber protein hewani lainnya. 100 gram daging ikan mengandung 210 gram Omega-3, sedangkan Omega-3 pada 100 gram daging sapi hanya 22 gram. Kedua, potensi produksi ikan sangat besar mengingat wilayah perairan Indonesia demikian luas.Ketiga, keragaman jenis ikan sangat tinggi dan tersedia sepanjang masa.Keempat, hemat energi sekaligus sumber energi.Kelima, harganya sebagian lebih murah (Hutagalung 2012).

Manfaat Ikan

(20)

mudah dicerna. Hal paling penting adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Ikan juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan, pakan ternak, dan lainnya. Kandungan kimia, ukuran, dan nilai gizinya tergantung pada jenis kelamin, umur, tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya (Adawyah 2007).

Ikan, seperti bahan pangan hewani lainnya, mengandung protein dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan bahan pangan nabati sekitar 14 – 20 g/100 g mentah. Sementara pangan nabati seperti nasi hanya mengandung 2,7 g protein/100 g. Dengan kata lain, ikan merupakan sumber protein yang lebih efisien dibandingkan bahan pangan nabati. Selain itu, daya cerna dan konsentrasi asam amino dalam pangan sumber protein adalah determinan dari efekasi penyerapan protein dalam tubuh. Dalam hal ini, protein dari bahan pangan hewani superior dibandingkan pangan nabati. Daya cerna ikan mendekati 5 – 15% lebih tinggi dibandingkan pangan nabati (Kawarazuka 2010).

Ikan menyediakan kombinasi yang baik dari asam amino yang sesuai dengan kebutuhan gizi manusia. Ikan mengandung lisin yang tinggi (yang rendah protein nabati) dan asam amino sulfur; inilah yang menyebabkan ikan efisien dalam suplementasi diet tinggi karbohidrat yang rendah protein pada banyak negara. Ikan dalam jumlah kecil jika dikombinasikan dengan diet padi-padian dapat meningkatkan kualitas gizi dari protein nabati dan meningkatkan kualitas gizi dalam diet secara keseluruhan. Selain itu, ikan mengandung banyak vitamin (khususnya A, D dan B) beberapa mineral (khususnya fosfor, kalsium dan zat besi), mineral mikro dan yodium. Kandungan asam lemak tak jenuh rantai panjang pada ikan juga berperan signifikan pada kebutuhan asam lemak esensial pada beberapa kasus dalam menurunkan tingkat kolesterol darah (FAO 2002).

(21)

Konsumsi ikan telah diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat lain dari konsumsi ikan. Hasil penelitian Larsson et al (2011) menunjukkan bahwa konsumsi ikan, khususnya daging ikan, dapat menurunkan risiko stroke pada wanita. Selain itu, konsumsi ikan pada populasi dengan intake ikan dan seafood tinggi berhubungan dengan penurunan risiko diabetes tipe 2 pada laki-laki (Nanri et al 2011). Konsumsi makan siang yang kaya protein dari ikan menurunkan pertambahan intake energi dibandingkan makan siang dengan protein dari daging sapi pada laki-laki dengan berat badan normal (Borzoei et al 2006). Asam lemak omega-3 dan omega-6 yang terdapat dalam ikan dan produk olahannya berperan dalam peningkatan kecerdasan anak (Khomsan 2004). Pada kelompok lanjut usia, diet tinggi ikan dan produk olahannya berhubungan dengan kinerja kognitif yang lebih baik (Nurk et al 2007)

Selain dikonsumsi langsung, ikan dapat digunakan sebagai perisa.Dibandingkan dengan kaldu daging (sapi atau ayam), ikan secara luas dipakai sebagai perisa (flavoring agent) dalam hampir semua masakan Jepang.Perisa atau yang dalam bahasa Jepang disebut sebagai dashi, umumnya disiapkan dari katsuo bushi.Katsuo bushi bahkan sering mendapat julukan tahune flavor of Japan.Pembuatan katsuo bushi diawali dengan penghilangan usus, tulang, dan kepala ikan tuna segar. Ikan masih beserta kulitnya kemudian direbus, dan akhirnya diasapi 8-9 jam setiap hari berulang sebanyak 10-15 kali. Setelah pengasapan berakhir, sering diinokulasikan kapang Eurotium herbarium untuk menghilangkan bau asap dan anyir. Komponen flavor utama dalam katsuo bushi adalah asam inosinat, yang mampu memberikan rasa gurih (Setyorini 2006).

Perhitungan Konsumsi Ikan

Berdasarkan Direktorat Pemasaran dalam Negeri-Ditjen P2HP (2010), penghitungan konsumsi ikan yang dilakukan adalah dengan menjumlahkan data konsumsi ikan segar dengan konsumsi ikan asin/awetan yang tertera dalam SUSENAS. Formula matematis adalah sebagai berikut:

TKI = ∑KIDS + ∑ KIDA + ∑ KIMJ Keterangan:

(22)

KIMJ = Konsumsi ikan yang dibeli dalam bentuk olahan/matang dalam kelompok makanan/minuman jadi.

Untuk mengetahui kuantitas konsumsi ikan dari kelompok makanan/minuman jadi digunakan pendekatan “ad hoc”. Formula untuk menghitung konsumsi ikan dan udang dari kelompok makanan/minuman jadi sebagai berikut:

KIMJ = ((PIMJ : PIS) x 0,8) x KIDS Keterangan:

KIMJ = Konsumsi ikan dari kelompok makanan/minuman jadi PIMJ = Pengeluaran ikan dari kelompok makanan/minuman jadi PIS = Pengeluaran dari kelompok ikan dan udang segar

0,8 = Nilai yang digunakan setelah dikurangi faktor jasa dan bumbu, minyak goreng dan lainnya sebesar 20%

KIDS = Konsumsi ikan dan udang segar

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Ikan

Selama setengah abad terakhir, konsumsi ikan global dapat dilihat sukses besar, rata-rata konsumsi ikan per kapita meningkat dari 9,9 kg (setara berat ikan segar) pada tahun 1960-an menjadi 18,4 kg tahun 2009. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antar wilayah; konsumsi terendah adalah di Afrika (9,1 kg/kapita), diikuti oleh Amerika Latin dan Karibia 9,9 kg, Asia 20,7 kg, Eropa 22,0 kg, Amerika Utara 24,1 kg dan Oseania 24,6 kg. Walaupun konsumsi ikan meningkat di negara-negara berkembang dan negara LIFDC (low-income food deficit countries), tingkat konsumsi ikan masih di bawah negara maju. Konsisten dengan kelompok pangan lain, jika harga meningkat, konsumsi ikan akan terpengaruh kuat oleh pertumbuhan ekonomi regional (Muir 2013).

.Jumlah ikan yang dikonsumsi dan jenisnya yang bervariasi antar wilayah

dan negara, mencerminkan tingkat perbedan ketersediaan ikan dan bahan pangan lainnya, termasuk aksesibilitas sumber perikanan sebagai interaksi dari beberapa faktor sosial ekonomi dan budaya.Faktor-faktor tersebut diantaranya tradisi, cita rasa, permintaan, tingkat pendapatan, musim, harga, serta fasilitas dan infrastruktur kesehatan dan komunikasi. Selain itu, perubahan pola konsumsi ikan merupakan hasil dari faktor-faktor berikut, peningkatan standar hidup, pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan kesempatan perdagangan serta transformasi distribusi pangan (FAO 2012).

(23)

cumi, kakap merah) cukup mahal dibandingkan daya beli masyarakat pada umumnya, citra/image/gengsi ikan sebagai makanan acara khusus belum berkembang, masih terdapatnya nilai budaya, tabu, mitos, dan pantangan sekelompok masyarakat mengenai dampak negatif konsumsi ikan, dan promosi konsumsi ikan yang belum optimal (Sulistyo et al. 2004).

Pengeluaran Pangan

Kelompok pengeluaran menurut Badan Pusat Statistik dibagi menjadi dua yaitu pengeluaran untuk pangan dan bukan pangan. Pengetahuan tentang pengeluaran digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan tingkat pendapatan rumah tangga karena pengukuran dan pengumpulan data pendapatan lebih sulit. Proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga atau masyarakat. Pengeluaran pangan meliputi sembilan kelompok pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani yangterdiri dari ikan dan produk peternakan, kacang-kacangan, sayur dan buah, minyak dan lemak, makanan/minuman jadi, tembakau dan sirih dan kelompok lain-lain terutama berupa bumbu-bumbuan dan bahan minuman. Hasil penelitian Ariani (2004) menunjukkan terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk ikan segar dari tahun 1993 sampai tahun 2002.

(24)

KERANGKA PEMIKIRAN

Indonesia adalah negara dengan wilayah perairan yang luas dan memiliki potensi sumberdaya perairan yang besar. Setiap daerah di Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis suatu daerah yang menentukan luas wilayah perairan yang dapat dimanfaatkan. Sektor perikanan juga tergantung pada musim yang akan mempengaruhi produksi. Produksi, ekspor dan impor ikan akan berpengaruh pada ketersediaan ikan untuk dikonsumsi dan jumlah konsumsi aktual di masyarakat.

Konsumsi pangan, dalam hal ini adalah konsumsi ikan, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan pola konsumsi pangan. Tingginya pendapatan menunjukkan daya beli dan aksesibilitas terhadap pangan semakin meningkat. Faktor pendapatan dapat dilihat melalui pendekatan pengeluaran pangan. Pengeluaran pangan dapat dipengaruhi oleh harga sebagai hasil dari sistem distribusi, sistem penyimpanan dan industri pengolahan. Masyarakat dengan tingkat pengeluaran yang besar dan tinggal di wilayah dengan sumberdaya ikan yang tinggi akan berbeda jumlah konsumsi ikannya dengan masyarakat dengan tingkat pengeluaran yang rendah atau masyarakat yang tinggal di wilayah dengan sumberdaya ikan sedikit. Pembagian wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan.

(25)

Keterangan:

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

= hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keragaan Konsumsi Ikan di Indonesia tahun 2005-2011

Pengeluaran

Konsumsi ikan - Aktual - Ideal

Wilayah - Pedesaan - Perkotaan - Sistem

distribusi - Sistem

penyimpanan - Industri

pengolahan

Harga

Ketersediaan Ikan - Produksi - Ekspor - Impor

Kebutuhan ikan ideal

(26)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu

Desain studi penelitian ini adalah studi deskriptif.Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berkaitan dengan konsumsi ikan di Indonesia.Penelitian dilakukan bulan Juni sampai September 2012 di Bogor, Jawa Barat.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya berupa data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

Tabel 2 Jenis data yang digunakan, tahun dan sumber data penelitian

No Jenis Data Tahun Sumber

1 Konsumsi ikan berdasarkan

kelompok ikan segar 2005-2011 SUSENAS, BPS 2

Data-data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program Microsoft Excell. Analisis dilakukan secara deskriptif untuk menunjukkan keragaan konsumsi ikan, konsumsi ikan aktual berdasarkan karakteristik wilayah (perkotaan atau pedesaan), serta konsumsi ikan aktual berdasarkan kelompok pengeluaran.Analisis konsumsi ikan ideal dilakukan secara deskriptif berdasarkan kontribusi konsumsi ikan aktual terhadap konsumsi pangan hewani sesuai dengan AKE. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Pengolahan dan analisis data

Tujuan Pengolahan Data Analisis Data

1 a. Menghitung konsumsi energi dan protein aktual dari ikan sesuai dengan kelompok ikan berdasarkan wilayah pedesaan, perkotaan dan nasional

a. Analisis konsumsi energi dari ikan berdasarkan wilayah pedesaan, perkotaan dan nasional (Kal/kap/hari). b. Analisis konsumsi protein dari

(27)

Tabel 3 (lanjutan)

Tujuan Pengolahan Data Analisis Data

b. Menghitung konsumsi ikan aktual sesuai dengan kelompok ikan berdasarkan wilayah pedesaan, b. Analisis laju pertumbuhan

konsumsi ikan berdasarkan

2 a. Menghitung konsumsi ikan aktual sesuai dengan kelompok ikan

b. Analisis laju pertumbuhan konsumsi ikan berdasarkan wilayah dan golongan pengeluaran (kg/kapita/tahun). 3 a. Menghitung kebutuhan konsumsi

ikan ideal.

a. Analisis sasaran konsumsi ikan tahun 2013-2015 (kg/kapita/tahun).

b. Analisis sasaran kebutuhan ikan untuk dikonsumsi tahun 2013-2015 (ton/tahun).

Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut.

(28)

Tabel4 Kategori jenis ikan

Udang dan hewan air segar lainnya 2. Ikan olahan Kembung/peda awetan

Tenggiri awetan

Udang dan hewan air awetan lainnya Terasi

Kerupuk

3. Makanan jadi Ikan (goreng, bakar, pindang, dsb) Nasi campur/rames

Pengolahan data konsumsi ikan dari berdasarkan SUSENAS menjadi konsumsi setara ikan segar dilakukan menggunakan faktor konversi. Faktor konversi yang digunakan adalah faktor konversi untuk ikan olahan dan makanan jadi (Tabel 5).

Tabel 5 Faktor konversi ikan olahan dan makanan jadi ke bentuk ikan segar

No Jenis Ikan Faktor Konversi ke Ikan Segar

1 Kembung/peda awetan 2.0

2 Tenggiri awetan 2.0

3 Tongkol/tuna/cakalang awetan 2.0

4 Teri awetan 2.0

(29)

6 Sepat awetan 2.0

No Jenis Ikan Faktor Konversi ke Ikan Segar

11 Udang (ebi) 1.7

12 Cumi-cumi/sotong awetan 2.5 13 Udang dan hewan air awetan lainnya 1.7

14 Terasi 2.01)

15 Kerupuk 0.12)

16 Ikan (goreng, bakar, pindang, dsb) 1.593) 17 Nasi campur/rames 0.124) Sumber : NBM, Tim IPB-KKP

Keterangan:

1)

konversi berdasarkan perbandingan hasil olahan dengan bahan mentah

2)

konversi berdasarkan perbandingan hasil olahan dengan bahan mentah x % penduduk pulau Jawa

3)

konversi berdasarkan Daftar Mentah Masak (DMM) 1.24 x Berat Dapat Dimakan (BDD) 78%

4)

konversi berdasarkan asumsi ikan =1/5 dari lauk dalam nasi campur x 1/3 dari total nasi campur X konversi DMM (1.24) x BDD (78%)

Perhitungan konsumsi ikan aktual dalam penelitian ini menggunakan

metode perhitungan hasil kajian bersama

Kementerian Kelautan dan

Perikanan. Setelah dilakukan konversi ke bentuk ikan segar, dilakukan perhitungan konsumsi tidak tercatat. Konsumsi tidak tercatat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

Konsumsi tidak tercatat diperlukan karena angka konsumsi yang tercantum dalam SUSENAS diduga belum mencakup konsumsi keseluruhan. Angka konversi tak tercatat 17% diperoleh dari persentase penggunaan ikan pada industri pengolahan ikan terhadap konsumsi setara ikan segar dibandingkan dengan persentase konsumsi ikan dari terasi dan kerupuk terhadap konsumsi setara ikan segar. Konsumsi ikan dari terasi dan kerupuk digunakan sebagai pembanding karena keduanya mewakili jenis ikan hasil olahan industri. Penggunaan ikan pada industri rata-rata mencapai 4,63 kg/kapita/tahun (20,81% dari konsumsi setara ikan segar) sedangkan konsumsi ikan dari terasi dan kerupuk rata-rata adalah 0,95 kg/kapita/tahun (4,28% dari konsumsi setara ikan segar). Terdapat selisih yang cukup besar antara penggunaan ikan untuk industri dengan konsumsi ikan dari terasi dan kerupuk sehingga diperoleh angka koreksi konsumsi tidak tercatat sebesar 17%. Angka koreksi ini dapat digunakan untuk perhitungan konsumsi ikan pada tahun-tahun berikutnya. Total konsumsi ikan

(30)

dihitung berdasarkan penjumlahan konsumsi setara ikan segar dan konsumsi tidak tercatat dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

KIA = Konsumsi ikan aktual (kg/kap/tahun) KsIS = Konsumsi setara ikan segar (kg/kap/tahun) KTt = Konsumsi tidak tercatat (kg/kap/tahun)

2. Konsumsi ikan aktual masyarakat diolah berdasarkan wilayah pedesaan dan perkotaan serta berdasarkan golongan pengeluaran. Data konsumsi yang digunakan adalah data konsumsi ikan hasil koreksi pada langkah pertama. Golongan pengeluaran yang digunakan adalah golongan pengeluaran berdasarkan data SUSENAS tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 seperti Tabel 6.

Tabel 6 Golongan pengeluaran berdasarkan SUSENAS

Gol Jumlah pengeluaran (ribu rupiah/kap/bulan )

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber : SUSENAS 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011

Konsumsi ikan berdasarkan golongan pengeluaran dapat menunjukkan konsumsi ikan sesuai tingkat kemiskinan baik di pedesaan maupun perkotaan.Garis kemiskinan berdasarkan wilayah pedesaan dan perkotan adalah pada Tabel 7.

Tabel 7 Garis kemiskinan berdasarkan wilayah (2005-2011)

Tahun Garis kemiskinan (Rp)

3. Perhitungan konsumsi ikan ideal (kg/kap/tahun) berdasarkan persentase konsumsi pangan hewani. Konsumsi pangan hewani diperoleh dari data SUSENAS. Konsumsi ikan ideal dihitung dengan dasar pendekatan PPH

(31)

yaitu kebutuhan energi dari sumber protein hewani adalah 12% dari kebutuhan energi harian 2000 Kal (WNPG 2004). Langkah-langkah perhitungan konsumsi ikan ideal adalah sebagai berikut:

- Menghitung komposisi konsumsi ikan terhadap konsumsi pangan hewani sesuai kandungan energi dan protein dengan rumus sebagai berikut.

- Menghitung komposisi ideal masing-masing pangan hewani berdasarkan kebutuhan energi untuk total konsumsi pangan hewani dengan rumus sebagai berikut.

Untuk menghitung konsumsi ikan ideal per hari dalam satuan gram ikan, digunakan acuan dari kandungan energi dan protein rata-rata seluruh jenis ikan.

- Menghitung konsumsi ikan ideal (kg/kap/tahun) dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

KI(h) = Konsumsi ikan ideal per hari (g/kap/hari) KI(t) = Konsumsi ikan ideal per tahun (kg/kap/tahun)

- Perhitungan sasaran atau proyeksi konsumsi ikan untuk tahun-tahun berikutnya adalah sebagai berikut.

Keterangan :

KIn = konsumsi ikan tahun ke-n (kg/kapita/tahun) KId = konsumsi ikan pada tahun dasar

KIs = konsumsi ikan tahun sasaran (konsumsi ideal) KId = konsumsi ikan tahun dasar

tn = tahun ke-n td = tahun dasar ts = tahun sasaran

(32)

- Perhitungan tingkat kecukupan protein ikan dari konsumsi ikan aktual adalah sebagai berikut.

Keterangan:

%TKP = tingkat kecukupan protein ikan

KpIA = konsumsi protein ikan aktual (g/kap/hari) AKPi = angka kecukupan protein ideal (g/kap/hari)

Definisi Operasional

Ikan adalah salah satu jenis pangan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, terdiri dari kelompok ikan segar, ikan olahan dan makanan jadi.

Konsumsi ikan adalah sejumlah ikan yang dikonsumsi masyarakat berdasarkan survey yang dilakukan SUSENAS yang telah dikonversi menjadi setara ikan segar dalam bentuk energi dan protein dengan satuan Kal/kap/hari dan g/kap/hari

Konsumsi ikan aktual adalah jumlah konsumsi setara ikan segar dan konsumsi tidak tercatat yang dihitung dengan satuan kg/kapita/tahun. Konsumsi ikan ideal adalah jumlah ikan yang seharusnya dikonsumsi

masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan energi dari ikan berdasarkan perhitungan PPH yaitu kebutuhan pangan hewani sebesar 12% AKE dalam rangka mencapai standar pelayanan minimal (SPM).

Kebutuhan ikan ideal adalah jumah ikan yang dibutuhkan untuk dikonsumsi suaya dapat memenuhi konsumsi ikan ideal, dihitung berdasarkan satuan ton/tahun.

Golongan pengeluaran adalah kategori jumlah pengeluaran masyarakat berdasarkan SUSENAS seperti Tabel 6.

(33)

kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ikan Aktual berdasarkan Wilayah

Konsumsi ikan dalam data SUSENAS dapat dibedakan berdasarkan wilayah pedesaan dan perkotaan.Penggolongan wilayah pedesaan dan perkotaan pada SUSENAS berdasarkan penghitungan skor terhadap tiga variabel potensi desa yaitu kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS 2012). Berdasarkan PP No 47 tahun 1997, kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Konsumsi ikan aktual dapat dihitung berdasarkan konsumsi energi/kapita/hari, protein/kapita/hari, gram/kapita/hari dan kg/kapita/tahhu. Perhitungan konsumsi ikan aktual berdasarkan wilayah dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan konsumsi antara masyarakat yang tinggal di pedesaan dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Tabel 8 merupakan hasil perhitungan konsumsi energi dari ikan berdasarkan wilayah tahun 2005 sampai dengan tahun 2011.

Tabel 8 Perkembangan konsumsi energi dari ikan per wilayah tahun 2005-2011 berdasarkan kelompok ikan (Kal/kap/hari)

Tahun Wilayah Ikan segar Ikan olahan Makanan jadi Konsumsi aktual

(35)

Tabel 8 (lanjutan)

Tahun Wilayah Ikan segar Ikan olahan Makanan jadi Konsumsi aktual

2011 Nasional 36 31 7 75

Pedesaan 37 34 4 76

Perkotaan 36 27 11 73 Rata-rata Nasional 36 32 7 74

Pedesaan 35 36 4 75

Perkotaan 37 27 9 74

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa rata-rata konsumsi energi dari ikan mencapai 74 Kal/kapita/hari. Konsumsi energi dari ikan di pedesaan cenderung lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Rata-rata konsumsi energi dari ikan di pedesaan adalah 75 Kal/kapita/hari sedangkan di perkotaan adalah 74 Kal/kapita/hari. Konsumsi energi dari ikan telah dapat memenuhi 30% komposisi ideal pangan hewani (12% AKE atau 240 Kal). Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi ikan terutama di pedesaan menyumbang energi yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan energi sehari, khususnya dari pangan hewani. Perkembangan konsumsi energi dari ikan berdasarkan wilayah dapat dilihat pada lampiran 2-4.

Konsumsi energi dari kelompok ikan segar dan ikan olahan menunjukkan jumlah yang tidak berbeda jauh secara nasional. Akan tetapi, konsumsi energi dari ikan segar di perkotaan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Demikian pula, konsumsi energi dari ikan olahan di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Konsumsi energi dari makanan jadi kurang dari 10 Kal/kapita/hari karena konsumsi ikan dari makanan jadi lebih sedikit daripada kelompok ikan segar dan ikan olahan.

(36)

Tabel 9 Perkembangan konsumsi protein dari ikan per wilayah tahun 2005-2011 berdasarkan kelompok ikan (gkap/hari)

Tahun Wilayah Ikan segar Ikan olahan Makanan jadi Konsumsi aktual

2005 Nasional 6,61 6,12 0,77 13,50

Berdasarkan Tabel 9, konsumsi protein dari ikan secara umum mencapai 13,37 gram/kapita/hari. Jumlah ini sudah dapat memenuhi 25% angka kecukupan protein yang dianjurkan yaitu 52 gram/kapita/hari. Konsumsi protein dari ikan segar dan ikan olahan, sama halnya dengan konsumsi energi, tidak berbeda jauh. Konsumsi protein dari ikan di pedesaan terutama berasal dari ikan olahan. Rata-rata konsumsi protein dari ikan olahan di pedesaan adalah 6,99 gram/kapita/hari yang berkontribusi 51,14% dari total konsumsi protein dari ikan. Konsumsi protein dari ikan di perkotaan terutama berasal dari ikan segar. Rata-rata konsumsi protein dari ikan segar di perkotaan adalah 6,50 gram/kapita/hari yang berkontribusi sebesar 49,88% terhadap keseluruhan konsumsi protein dari ikan. Konsumsi protein dari makanan jadi juga tidak terlalu tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah ikan yang dikonsumsi dari makanan jadi tidak terlalu besar. Perkembangan konsumsi protein dari ikan selengkapnya terdapat pada lampiran 2-4.

(37)

kg/kapita/tahun secara nasional, 27,00 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 27,23 kg/kapita/tahun di perkotaan. Konsumsi ikan aktual terendah adalah pada tahun 2009 sebesar 25,18 kg/kapita/tahun secara nasional dan 25,50 kg/kapita/tahun di perkotaan. Sementara, di pedesaan konsumsi ikan aktual terendah terjadi tahun 2006 sebesar 24,36 kg/kapita/tahun. Penurunan konsumsi ikan diduga terjadi karena pada masa krisis terjadi penyesuaian strategi pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut BAPPENAS (2007), dengan daya beli yang menurun, masyarakat mengurangi jenis pangan yang harganya mahal dan mensubstitusinya dengan jenis pangan yang relatif murah dan mengurangi konsumsi protein hewani.

Tabel 10 Perkembangan konsumsi ikan aktual berdasarkan wilayah tahun 2005-2011 (kg/kap/tahun)

(38)

Ditjen P2HP (2012) menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya konsumsi ikan Indonesia diantaranya masih rendahnya minat masyarakat untuk makan ikan, ketersediaan ikan yang tidak merata dan kontinu di setiap wilayah, mutu produk yang tersedia masih sangat rendah, sarana dan distribusi pemasaran sangat terbatas, serta peningkatan konsumsi ikan yang masih dipahami secara sektarian belum menyentuh kelembagaan lintas sektoral.

Perkembangan konsumsi ikan aktual di wilayah pedesaan tidak terlalu berbeda jauh dengan konsumsi ikan aktual secara nasional.Rata-rata konsumsi ikan aktual masyarakat pedesaan adalah 25,69 kg/kapita/tahun. Sama halnya dengan konsumsi ikan aktual nasional, konsumsi ikan aktual masyarakat pedesaan mengalami fluktuasi dari tahun 2005 sampai tahun 2008 dan pada tahun 2009 sampai tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup stabil.

Terkait dengan krisis pangan global tahun 2007-2008, Susilowati dan Rachman (2010) menyatakan bahwa respons masyarakat pedesaan dalam kegiatan usahatani dan pola konsumsi dalam menghadapi peningkatan harga pangan secara umum tidak berubah. Dalam frekuensi yang relatif kecil, masyarakat pedesaan menyikapi peningkatan harga pangan dengan menurunkan kualitas makanan pokok serta menurunkan kualitas maupun kuantitas lauk pauk. Penurunan kualitas lauk pauk yang paling kentara adalah pada jenis ikan segar, yang pada umumnya mengganti konsumsi ikan dengan jenis ikan yang lebih murah harganya.

Konsumsi ikan aktual di wilayah perkotaan memiliki pola yang sama dengan konsumsi ikan aktual di wilayah pedesaan maupun nasional. Pada tahun 2005 sampai 2008, konsumsi ikan aktual masyarakat perkotaan mengalami fluktuasi dan pada tahun 2009 sampai 2011 mengalami peningkatan. Rata-rata konsumsi ikan aktual masyarakat perkotaan adalah 26,51 kg/kapita/tahun.

(39)

Laju pertumbuhan konsumsi ikan pedesaan lebih lambat dibandingkan dengan perkotaan maupun nasional. Pertumbuhan konsumsi ikan di pedesaan cenderung mengalami penurunan sedangkan di perkotaan dan nasional cenderung mengalami peningkatan meskipun jumlahnya tidak terlalu besar (Tabel 11).

Tabel 11 Laju pertumbuhan konsumsi ikan berdasarkan wilayah (%)

Kelompok

Meskipun konsumsi ikan segar di perkotaan lebih banyak dibandingkan dengan pedesaan, laju pertumbuhan rata-rata konsumsi ikan segar cenderung lebih meningkat di pedesaan yaitu 0,11% per tahun. Sebaliknya, laju pertumbuhan rata-rata ikan olahan lebih cenderung mengalami peningkatan di perkotaan yaitu 0,042% per tahun dibandingkan dengan pedesaan yang mengalami penurunan 0,81% per tahun walaupun dari segi jumlah, konsumsi ikan olahan lebih banyak di pedesaan. Konsumsi ikan dari makanan jadi di kedua wilayah mengalami pertumbuhan yang cukup cepat dibandingkan dengan kelompok ikan segar dan ikan olahan. Namun, laju pertumbuhannya lebih besar di perkotaan (7,17% per tahun) daripada di pedesaan (4,12% per tahun). Rata-rata laju pertumbuhan konsumsi ikan aktual di pedesaan adalah -0,05% per tahun. Rata-rata laju pertumbuhan konsumsi ikan aktual di perkotaan adalah 0,37% per tahun.

(40)

dengan ikan segar menunjukkan bahwa masyarakat di perkotaan sudah mulai meningkatkan konsumsi ikan olahan. Sementara, dari kelompok makanan jadi, laju pertumbuhan di kedua wilayah menunjukkan bahwa konsumsi makanan jadi terus mengalami peningkatan meskipun lebih tinggi di perkotaan daripada di pedesaan. Komposisi konsumsi ikan per kelompok setiap wilayah selengkapnya disajikan pada gambar 2.

Gambar 2 Komposisi konsumsi ikan aktual berdasarkan wilayah

Komposisi konsumsi ikan aktual didominasi oleh kelompok ikan segar secara nasional maupun pada wilayah pedesaan dan perkotaan. Konsumsi ikan dari ikan segar mencapai 62% secara nasional. Di perkotaan, konsumsi ikan dari ikan segar sedikit lebih banyak daripada di pedesaan. Sebaliknya, konsumsi ikan olahan lebih banyak di pedesaan daripada perkotaan. Konsumsi ikan olahan di pedesaan mencapai sepertiga dari konsumsi ikan aktual sementara di pedesaan konsumsi ikan olahan hanya sekitar seperempat dari konsumsi ikan aktual. Konsumsi ikan dari makanan jadi mencapai 10% dari konsumsi ikan aktual. Namun, konsumsi ikan dari makanan jadi di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Kontribusi dari kelompok ikan segar pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Adam (2007) yang menunjukkan tingkat partisipasi konsumsi ikan segar di daerah perkotaan lebih besar daripada daerah pedesaan.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa dari segi komposisinya, masyarakat pedesaan lebih banyak mengonsumsi ikan dalam ikan olahan daripada masyarakat perkotaan. Sementara masyarakat perkotaan lebih banyak mengonsumsi ikan dalam bentuk ikan segar dan makanan jadi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini menunjukkan kecenderungan masyarakat

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

pedesaan perkotaan nasional

(41)

perkotaan terhadap makanan jadi lebih besar dibandingkan masyarakat di pedesaan. Menurut Ariani (2004), tingginya proporsi pengeluaran makanan jadi di kota terkait dengan pola kehidupan masyarakatnya. Jumlah warung/restoran yang menjual makanan jadi sangat banyak yang tersebar di berbagai tempat yang dengan mudah dapat dijumpai dengan harga yang bervariasi tergantung pada daya beli masyarakat. Situasi ini membuat orang cenderung untuk mencari makan di luar rumah, apalagi fungsi makan yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan secara kuantitatif, tetapi juga sebagai sarana komunikasi atau prestise dengan anggota masyarakat yang lain.

Konsumsi ikan aktual baik secara nasional maupun berdasarkan wilayah pedesaan dan perkotaan lebih banyak dalam bentuk konsumsi ikan segar. Banyaknya jenis ikan segar yang tercatat dalam SUSENAS adalah 19 jenis seperti yang tercantum dalam Tabel 3. Dengan mengetahui konsumsi ikan berdasarkan jenisnya, dapat dipertimbangkan jenis ikan apa saja yang berpotensi untuk ditingkatkan produksinya, terutama ikan yang berasal dari perikanan budidaya.

a. Konsumsi aktual ikan segar

Jenis ikan segar yang tercatat dalam SUSENAS adalah sebanyak 19 jenis yang terdiri dari ikan ekor kuning, ikan tuna/tongkol/cakalang, ikan tenggiri, ikan selar, ikan kembung, ikan teri, ikan bandeng, ikan gabus, ikan mujair, ikan mas, ikan lele, ikan kakap, ikan baronang, ikan segar lainnya, udang, cumi-cumi/sotong, ketam/kepiting/rajungan, kerang/siput serta udang dan hewan air segar lainnya. Ibrahim (2012) menyatakan terdapat 182 jenis ikan yang diproduksi di Indonesia, baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap.

(42)

0,5kg/kapita/tahun adalah ikan ekor kuning, ikan teri, cumi-cumi/sotong, ikan tenggiri, kerang/siput, ikan kakap, ikan baronang, serta jenis udang dan hewan air lainnya (Tabel 13).

Gambar 3 Konsumsi berbagai jenis ikan segar (kg/kapita/tahun)

Jenis ikan segar yang dikonsumsi lebih banyak di pedesaan adalah ikan lainnya, ikan tongkol/tuna/cakalang, ikan ekor kuning, ikan teri, ikan gabus, serta kerang/siput. Sementara, jenis ikan segar yang lebih banyak dikonsumsi di perkotaan diantaranya ikan kembung, ikan bandeng, ikan mujair, ikan mas, ikan lele, ikan kakap, udang, cumi-cumi/sotong serta ketam/kepiting/rajungan. Dari gambar 3 diketahui bahwa udang sebagai salah satu unggulan ekspor perikanan Indonesia masih dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit, khususnya di pedesaan.Demikian pula dengan ikan tenggiri dan ikan kakap. Ariani (2004) menyatakan bahwa orientasi kebijakan ekspor ikan untuk memperoleh devisa jangan sampai menyebabkan harga ikan domestik menjadi mahal, sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat.

(43)

WPI (2012) dijelaskan bahwa kebutuhan pasar ikan patin sangat besar.Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan ikan patin sebagai salah satu komoditas perikanan program industrialisasi dari jenis komoditas perikanan budidaya.

Tabel 12 Perkembangan konsumsi ikan segar berdasarkan jenis ikan segar yang dikonsumsi lebih dari 1 kg/kapita/tahun

Jenis

Jenis-jenis ikan segar yang dikonsumsi lebih dari 1 kg/kapita/tahun menunjukkan kecenderungan konsumsi masyarakat, baik di pedesaan maupun perkotaan. Konsumsi ikan segar tertinggi adalah jenis ikan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena beragamnya jenis ikan segar yang dikonsumsi masyarakat yang belum terangkum dalam data SUSENAS. Rata-rata konsumsi ikan lainnya mencapai 3,24 kg/kapita/tahun.

Salah satu jenis ikan laut yang cukup populer dikonsumsi yaitu tongkol (Tahununnus maccoyii).Rata-rata konsumsi ikan tuna/tongkol/cakalang secara nasional adalah 2,47 kg/kapita/tahun. Menurut Ilyas (2011), mengonsumsi ikan tongkol sangat disarankan karena mengandung banyak zat gizi. Kandungan penting yang terdapat dalam ikan ini di antaranya 111 kalori, 24 gram protein, 1 gram lemak, 46 miligram kolesterol, dan 0,7 miligram zat besi. Dengan kandungan protein yang tinggi, ikan tongkol sangat cocok untuk dikonsumsi terutama oleh anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Daging ikan tongkol pun sangat gurih, padat dan mudah diolah menjadi berbagai menu makanan.

(44)

konsumsi ikan laut telah dibatasi oleh keterbatasan dalam produksi bersamaan dengan tingginya tingkat eksploitasi perikanan tangkap. Oleh karena itu, konsumsi ikan segar dari ikan air tawar berpotensi untuk dikembangkan karena merupakan berasal dari perikanan budidaya.

Tabel 13 Perkembangan konsumsi ikan segar berdasarkan jenis yang dikonsumsi kurang dari 0,5 kg/kapita/tahun

Tabel 13 menunjukkan jenis ikan yang kurang digemari masyarakat karena dikonsumsi kurang dari 0,5 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan ekor kuning adalah 0,49 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan teri adalah 0,45 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi cumi-cumi/sotong adalah 0,25 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan tenggiri adalah 0,20 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi kerang/siput adalah 0,17 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan kakap adalah 0,16 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan baronang adalah 0,06 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi udang dan hewan air lainnya adalah 0,04 kg/kapita/tahun. Meskipun dikonsumsi kurang dari 0,5 kg/kapita/tahun, terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi masing-masing jenis ikan ini.

(45)

konsumsinya karena harganya tergolong murah. Menurut Fadly (2011), harga beli ikan ekor kuning (Redbelly yellowtail fusilier) ukuran diatas 100 gram di tingkat nelayan antara Rp10.000-13.000/kg.

b. Konsumsi aktual ikan olahan

Jenis ikan olahan yang tercatat dalam SUSENAS merupakan ikan awetan maupun olahan industri seperti terasi dan kerupuk. Total jenis ikan olahan yang diperhitungkan adalah 15 jenis. Ikan olahan menjadi salah satu kelompok ikan yang banyak dikonsumsi di pedesaan.Hal ini terkait banyaknya anggapan masyarakat bahwa ikan olahan khususnya ikan asin adalah makanan bagi kaum tak mampu.

Sama halnya dengan konsumsi ikan segar, konsumsi ikan olahan menunjukkan jenis ikan olahan yang banyak dikonsumsi adalah ikan teri awetan (Tabel 14). Jenis ikan olahan dengan konsumsi terendah adalah cumi-cumi/sotong awetan. Total konsumsi ikan olahan rata-rata adalah 7,25 kg/kapita/tahun.

(46)

Tabel 14 (lanjutan)

Berdasarkan Tabel 13, konsumsi ikan olahan secara nasional mengalami peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Tahun-tahun sebelumnya konsumsi ikan olahan tergolong fluktuatif. Rata-rata konsumsi ikan olahan di pedesaan (8,30 kg/kapita/tahun) lebih tinggi daripada rata-rata konsumsi ikan olahan di perkotaan (6,09 kg/kapita/tahun). Konsumsi ikan olahan tertinggi terjadi pada tahun 2009 di pedesaan, perkotaan maupun nasional. Secara nasional, ikan olahan yang paling banyak dikonsumsi adalah ikan teri awetan dengan rata-rata sebesar 1,69 kg/kapita/tahun. Sementara, jenis ikan olahan dengan konsumsi terendah adalah cumi-cumi/sotong awetan dengan rata-rata sebesar 0,04 kg/kapita/tahun.

(47)

sumber protein hewani yang baik. Sementara, konsumsi ikan dari kerupuk lebih banyak di perkotaan (0,10 kg/kapita/tahun) dibandingkan dengan pedesaan (0,08 kg/kapita/tahun).

c. Konsumsi ikan aktual dari makanan jadi

Makanan jadi yang diperhitungkan dalam konsumsi ikan adalah nasi campur/nasi rames dan ikan (bakar, goreng, pepes, pindang, dsb). Kedua jenis makanan ini memiliki kontribusi yang cukup besar pada total konsumsi ikan sehingga harus diperhitungkan.

Tabel 15 Perkembangan konsumsi ikan aktual dari makanan jadi (kg/kap/tahun)

Jenis Ikan Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Rata-Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa konsumsi ikan aktual dari makanan jadi mengalami peningkatan sejak tahun 2006.Konsumsi ikan aktual dari kelompok makanan jadi terbesar adalah di wilayah perkotaan.Rata-rata konsumsi ikan dari makanan jadi nasional adalah 2,63 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan dari makanan jadi di pedesaan adalah 1,65 kg/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi ikan dari makanan jadi di perkotaan adalah 3,71 kg/kapita/tahun. Konsumsi ikan dari nasi campur/rames di perkotaan mencapai 2,90 kg/kapita/tahun dan konsumsi ikan (goreng, bakar, pindang, pepes,dsb) mencapai 0,81 kg/kapita/tahun. Konsumsi ikan dari nasi campur/rames di wilayah pedesaan mencapai 1,32 kg/kapita/tahun dan konsumsi ikan (goreng, bakar, pindang, pepes,dsb) mencapai 0,32 kg/kapita/tahun. Berdasarkan penelitian Mauludyani dan Ariani (2012), sejalan dengan peningkatan pendapatan, pengeluaran untuk pangan hewani, buah-buahan, dan makanan/minuman jadi mengalami peningkatan.

Konsumsi Ikan Aktual Berdasarkan Golongan Pengeluaran

(48)

pengeluaran (Tabel 6). Konsumsi ikan aktual berdasarkan golongan pengeluaran menunjukkan bahwa konsumsi ikan secara umum meningkat seiring dengan meningkatnya pengeluaran (Tabel 16).

Tabel 16 Perkembangan konsumsi ikan aktual berdasarkan golongan pengeluaran tahun 2005-2011 (kg/kap/tahun) golongan pengeluaran lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan. Menurut BPS (2011), pola pengeluaran dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk, dimana semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran maka semakin baik tingkat perekonomian penduduk. Persentase pengeluaran penduduk perkotaan untuk makanan (44,39%) lebih rendah dibandingkan penduduk pedesaan (58%).

(49)

terjadi baik di wilayah pedesaan, perkotaan maupun nasional. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9-11.

Berdasarkan standar garis kemiskinan (Tabel 7), yang termasuk penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan tahun 2005 dan 2006 adalah golongan pengeluaran 1, 2, 3 dan 4. Penduduk miskin di perkotaan tahun 2007 adalah golongan pengeluaran 1 dan 2. Penduduk miskin di perkotaan tahun 2008-2011 adalah golongan pengeluaran 1, 2 dan 3. Di pedesaan, yang termasuk penduduk miskin tahun 2007-2010 adalah golongan pengeluaran 1 dan 2 sedangkan pada tahun 2011 adalah golongan pengeluaran 1, 2 dan 3. Konsumsi ikan berdasarkan golongan pengeluaran dengan kategori miskin dan tidak miskin adalah pada Tabel 17.

Tabel 17 Rata-rata konsumsi ikan berdasarkan golongan pengeluaran kategori miskin dan tidak miskin di pedesaan dan perkotaan (kg/kapita/tahun)

Gol Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

Miskin Pedesaan 15,15 11,70 12,75 12,42 10,13 10,69 9,65 11,78 Perkotaan 9,21 6,91 11,85 12,07 10,97 10,05 8,49 9,94 Tidak

miskin

Pedesaan 37,16 33,78 38,47 38,27 33,74 33,04 29,45 34,84 Perkotaan 28,22 26,45 33,29 32,22 29,62 29,04 27,48 29,48

Berdasarkan Tabel 17, konsumsi ikan golongan pengeluaran kategori miskin jauh lebih rendah daripada kategori tidak miskin. Di pedesaan, konsumsi ikan rata-rata golongan miskin adalah 11,78 kg/kapita/tahun sedangkan konsumsi ikan rata-rata golongan tidak miskin mencapai 34,84 kg/kapita/tahun. Di perkotaan, konsumsi ikan rata-rata golongan miskin adalah 9,94 kg/kapita/tahun sedangkan konsumsi ikan rata-rata golongan tidak miskin mencapai 29,48 kg/kapita/tahun.

(50)

Konsumsi ikan aktual mulai dari golongan pengeluaran 6 sudah dapat mencapai konsumsi ikan ideal. Namun, konsumsi ikan aktual pada golongan pengeluaran 7 dan 8 sudah melebihi angka konsumsi ikan ideal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 19. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar konsumsi ikan pada golongan pengeluaran ini sesuai dengan konsumsi ikan ideal adalah diversifikasi konsumsi pangan hewani. Menurut Firmansyah et al (2010) semakin beragam konsumsi pangan hewani, semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia.

Setiap tahun, konsumsi ikan masing-masing golongan pengeluaran mengalami kenaikan dan penurunan. Konsumsi tertinggi setiap golongan pengeluaran terjadi pada tahun 2008 sedangkan konsumsi terendah setiap golongan pengeluaran terjadi pada tahun 2006. Berdasarkan Tabel 16, laju pertumbuhan konsumsi ikan aktual berdasarkan golongan pengeluaran tertinggi adalah golongan pengeluaran ketiga di perkotaan (23,38% per tahun) sedangkan yang terendah adalah golongan pengeluaran pertama di perkotaan (-5,43% /tahun).

(51)

Masyarakat dengan golongan pengeluaran rendah mengonsumsi ikan dengan jumlah yang lebih sedikit daripada masyarakat golongan pengeluaran tinggi. Hal ini berkaitan dengan daya beli yang berbeda antar golongan pengeluaran baik di pedesaan maupun perkotaan dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Dey et al (2008) mengenai permintaan ikan di Asia dengan menggunakan tahunree-stage budgeting framework menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk ikan lebih banyak pada konsumen yang tergolong berpendapatan tinggi dibandingkan dengan kelompok berpendapatan rendah. Selain itu, kontribusi pengeluaran untuk ikan lebih tinggi di wilayah perkotaan dibandingkan dengan wilayah pedesaan.

Kebutuhan Konsumsi Ikan Ideal

Konsumsi ikan ideal dihitung berdasarkan komposisi konsumsi energi ikan aktual terhadap konsumsi energi pangan hewani sebesar 12% AKE (Tabel 19).Berdasarkan perhitungan, konsumsi ikan ideal adalah 32,70 kg/kapita/tahun atau setara dengan 89,98 gram/kapita/hari. Sementara, berdasarkan Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan target konsumsi ikan tahun 2013 adalah 35,14 kg per kapita per tahun. Angka konsumsi ikan ideal diharapkan dapat menjadi target konsumsi ikan nasional. Oleh karena itu, penetapan target konsumsi ikan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu memperhatikan konsumsi ideal.

Tabel 19 Komposisi konsumsi pangan hewani ideal berdasarkan 12% AKE 2000 Kal (Angka Kecukupan Energi)

Jenis Konsumsi aktual Konsumsi ideal

Kal/kap/hr % Kal/kap/hr g/kap/hr Kg/kap/tahun

Ikan 74 45,13 108 89,58 32,70 Ruminansia 10 6,11 15 7,09 2,59 Unggas 32 19,19 46 26,30 9,60 Telur 24 14,68 35 24,17 8,82 Susu 25 14,89 36 58,57 21,38 Total 165 100,00 240 205,71 75,08

(52)

Tabel 20 Tingkat kecukupan protein berdasarkan konsumsi protein ikan ideal (12,9 g/kapita/hari)

Tahun Konsumsi protein aktual (g/kap/hari) TKP (%)

Pedesaan Perkotaan Nasional Pedesaan Perkotaan Nasional 2005 13,98 13,03 13,50 108,4 101,0 104,7

Angka konsumsi ikan ideal dapat digunakan sebagai pembanding dengan konsumsi ikan aktual untuk menunjukkan apakah kondisi konsumsi ikan aktual sudah dapat memenuhi kebutuhan (Tabel 21).Selain itu, konsumsi ikan ideal dapat digunakan untuk menetapkan target peningkatan konsumsi untuk tahun-tahun berikutnya.

Tabel 21 Perbandingan konsumsi ikan aktual terhadap konsumsi ikan ideal 12% AKE 2000 Kal (kg/kap/tahun)

Tahun Konsumsi ikan aktual Selisih (%)

*)

Pedesaan Perkotaan Nasional Pedesaan Perkotaan Nasional

2005 26,40 26,46 26,34 -23,86 -23,58 -24,15

selisih terhadap konsumsi ikan ideal (32,70 kg/kapita/tahun)

Konsumsi ikan aktual masih belum memenuhi konsumsi ikan ideal.Secara nasional, rata-rata selisih antara konsumsi ikan aktual dengan konsumsi ikan ideal masih sekitar 25,58% per tahun. Rata-rata selisih konsumsi ikan aktual di perkotaan terhadap konsumsi ikan ideal 23,35% per tahun. Rata-rata selisih konsumsi ikan aktual di pedesaan terhadap konsumsi ikan ideal 27,29% per tahun. Berdasarkan wilayah, konsumsi ikan aktual di perkotaan maupun di pedesaan masih perlu ditingkatkan untuk dapat memenuhi konsumsi ikan ideal. Perlu dukungan semua pihak agar dapat meningkatkan konsumsi ikan di Indonesia agar sesuai dengan konsumsi ikan ideal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendukung program Gemarikan yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

(53)

ideal dijadikan sebagai target konsumsi ikan pada tahun 2015. Tahun dasar yang digunakan dalam perhitungan ini adalah tahun 2011 karena tidak tercapainya target dari proyeksi sebelumnya. Sasaran angka konsumsi ikan nasional hingga tahun 2015 diharapkan dapat tercapai.

Tabel 22 Sasaran/proyeksi angka konsumsi ikan nasional (kg/kapita/tahun)

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Proyeksi sebelumnya 27,11 27,91 28,71 29,51 30,30 31,10 31,90 32,7 Rrealisasi 27,11 25,18 26,25 26,27 27,87 29,48 31,09 32,7 Proyeksi baru 0,00 -2,73 -2,46 26,27 27,87 29,48 31,09 32,7

Sejalan dengan sasaran angka konsumsi ikan yang semakin meningkat untuk dapat memenuhi angka konsumsi ideal, implikasi pengembangan teknologi untuk peningkatan produksi ikan menjadi lebih penting di masa depan. Teknologi manajemen perikanan merupakan yang paling diperlukan termasuk teknologi informasi sehingga kegiatan perikanan dapat terdokumentasi dengan baik. Selain itu, perlu dilakukan fungsi perencanaan dan pengawasan kebijakan perikanan di antara kementerian terkait, tidak hanya kementerian perikanan (Delgado et al 2003).

Tabel 23 Sasaran kebutuhan konsumsi ikan nasional (juta ton/tahun)

Tahun Jumlah Penduduk Kebutuhan ikan

2013 242.376.900 7,15 2014 245.021.000 7,62 2015 247.623.200 8,10

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keragaan Konsumsi Ikan di Indonesia tahun
Tabel 2 Jenis data yang digunakan, tahun dan sumber data penelitian
Tabel 3 (lanjutan)
Tabel4 Kategori jenis ikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari tugas akhir ini bertujuan untuk mencari desain optimal dari struktur basement, yang kuat untuk menahan beban akibat struktur atas serta mampu menahan tekanan tanah

Setelah pelacakan koordinat apabila ditemukan data jejak koordinat dalam periode tertentu, maka sistem akan menampilkan peta dengan garis berwarna merah yang merupakan

Seluruh staf pengajar di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara khususnya program studi D3 Ilmu Komputer yang. telah benyak memberikan ilmu

Aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan,

Manfaat produk asuransi secara umum meliputi penerimaan ganti rugi oleh sebab- sebab kerugian yang dijamin dalam polis dan peningkatan nilai tunai hasil investasi dari

Kesehatan Jiwa dipimpin oleh Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak menular dan Kesehatan Jiwa yang dalam melaksanakan tugasnya berada di

DataOutputStream merupakan class yang menyediakan cara praktis untuk menuliskan tipe data primitive ke output stream, sedangkan DataInputStream berfungsi untuk membaca hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran radiografi paru meliputi dilatasi vena pulmonalis, peribronchial pattern, cotton like density, dan lobar