PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG
KABUPATEN TEGAL
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh:
Laelia Nurpratiwiningsih
3201407062
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skipsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial UNNES pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 22 September 2011
Pembimbing I
Drs. Saptono Putro, M.Si.
NIP. 19620928 1990031 002
Pembimbing II
Drs. Tukidi, M. Pd.
NIP. 19540310 1983031 002
Mengesahkan:
Ketua Jurusan Geografi
Drs. Apik Budi Santoso, M.Si.
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skipsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang dan disahkan pada:
Hari : Senin
Tanggal : 3 Oktober 2011
Penguji Utama
Dra. Pudji Hardati, M. Si
NIP. 19581004 1986032 001
Penguji I
Drs. Saptono Putro, M. Si.
NIP. 19620928 1990031 002
Penguji II
Drs. Tukidi, M. Pd
NIP. 19540310 1983031 002
Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Subagyo, M. Pd.
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulisan orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini
dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 22 September 2011
Laelia Nurpratiwiningsih
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S Ar Ra’d ayat 11). ”
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (Q.S Al-Baqarah ayat 286).”
Bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi tidak cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan perubahan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan. (Mario Teguh)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk :
1. Bapakku dan Mamaku tercinta yang selalu mendukung dan mempercayaiku dalam setiap langkahku serta selalu memberikan do’a demi kesuksesanku.
2. Mba Yuli, Mba Tia, Mas Ipunk, Mas Hendy tersayang yang selalu mendukung, membimbing dan menyayangiku.
3. Sahabat-sahabat terdekatku, Teman-teman Geo ’07, KB Sejuk Kost dan seluruh Penghuni Sejuk Kost yang tak dapat ku sebutkan satu per satu.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, dengan limpahan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pelaksanaan Program
Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal” sebagai
salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri
Semarang.
Penulis memperoleh bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih sebesar – sebesarnya kepada :
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si. selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Subagyo, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang.
3. Drs. Apik Budi Santoso, M. Si. selaku Ketua Jurusan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Saptono Putro, M. Si selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan dan
arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Drs. Tukidi, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan
arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Dra. Puji Hardati, M.Si selaku Penguji Utama atas bimbingan dan
arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Para Dosen Jurusan Geografi atas ilmu yang telah diberikan selama
menempuh studi di Jurusan Geografi.
8. Para Staf TU Jurusan Geografi atas dukungan dan bantuan yang telah
diberikan selama kuliah di Jurusan Geografi.
9. Kepala Desa Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal terkait yang
telah membantu ijin dalam penelitian diwilayah penelitian skripsi ini.
10.Kepala UPT Dikpora Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang
vii
11.Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku tercinta atas dukungan dan doa serta kasih
sayangnya, semoga engkau senantiasa berada dalam lindungan dan kasih
sayang Allah SWT.
12.Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis dapat diterima oleh
ALLAH SWT sebagai amal shaleh dan hanya ALLAH SWT yang dapat
membalas semua kebaikan bapak dan ibu semua. Akhir kata, Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, 22 September 2011
viii SARI
Laelia Nurpratiwiningsih. 2011.Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Skripsi. Jurusan Geografi. FIS. UNNES. Pembimbing I. Drs. Saptono, M. Si. Pembimbing II. Drs. Tukidi, M. Pd.
Kata kunci: Wajib Belajar 9 Tahun.
Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan, karena dengan pendidikan masyarakat akan menjadi cerdas selanjutnya akan membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 721 anak usia sekolah di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 tidak melanjutkan pendidikan. Masalah dalam penelitian: (1) bagaimana pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun? (2) faktor-faktor apa yang menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng?. Tujuan yang ingin dicapai: (1) untuk mengetahui pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun, (2) untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng.
Populasi dalam penelitian adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun baik pada tingkat SD/MI atau SMP/MTs di Kecamatan Kedungbanteng. Jumlah populasinya yaitu 721 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak
menggunakan tehnik Proportional Random Sampling. Jumlah sampel penelitian
diambil 10% dari 10 desa yang tersebar di Kecamatan Kedungbanteng yaitu 72 orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun tidak melanjutkan sekolah. Variabel yang digunakan, antara lain: karakter keluarga yang meliputi jumlah tanggungan anak dan jumlah keluarga inti, lingkungan keluarga dengan kondisi anak, tingkat pendidikan orang tua baik formal maupun nonformal, mata pencaharian orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan aksesibilitas yang digunakan anak ketika sekolah. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, wawancara, observasi dan angket. Metode dokumentasi untuk mengetahui data di Dinas Dikpora, BPPKB dan Kelurahan. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dari Kepala Sekolah dan Kepala UPTD Dikpora. Metode observasi digunakan untuk mengetahui kenyataan yang terdapat di lapangan mengenai keadaan geografis. Metode angket diberikan kepada orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah. Metode analisis data menggunakan metode deskriptif persentase.
ix
66,77% tingkat pendidikan orang tua, 65,28% mata pencaharian orang tua, 43,75% karakteristik keluarga, 63,87% lingkungan keluarga dan 61,35% aksesibilitas. Kecamatan Kedungbanteng terletak 7 km dari ibukota Kabupaten Tegal, dimana Kecamatan Kedungbanteng memiliki 10 desa dengan kondisi jalan dan kondisi rumah yang kurang baik.
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
SARI ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Penegasan Istilah ... 7
F. Sistematika Skripsi ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan ... 11
B. Pelaksanaan Wajib Belajar ... 16
C. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) 17 D. Tujuan dan Target Wajib Belajar ... 20
E. Tantangan dalam Wajib Belajar ... 21
F. Hambatan dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun .... 24
G. Penelitian Relevan ... 33
xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40
B. Variabel Penelitian ... 41
C. Definisi Operasional ... 43
D. Metode Pengumpulan Data ... 47
E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 48
F. Metode Analisis Data ... 52
G. Diagram Alir Penelitian ... 55
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ... 56
2. Kondisi Penduduk Daerah Penelitian ... 60
B. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun ... 67
1. Tingkat APK dan APM di Kabupaten Tegal ... 68
2. Perbandingan antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2010 ... 78
3. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2010 ... 80
C. Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun ... 90
1. Karakteristik Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 91
2. Kondisi Lingkungan Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 93
xii
4. Jenis Pekerjaan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15
Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 99
5. Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia
7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 100
6. Aksesibilitas yang Digunakan Anak untuk Melakukan
Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 101
D. Pembahasan ... 105
1. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ………... 105
2. Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di
Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 .... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA ... 113
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1.APK dan APM Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 3
Tabel 2.1.Beberapa Penelitian yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Program
Wajib Belajar 9 Tahun ... 37
Tabel 3.1.Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Mengikuti maupun
Tidak Mengikuti Program Wajib Belajar 9 Tahun ... 41
Tabel 3.2.Klasifikasi Pendapatan Orang Tua ... 46
Tabel 3.3.Kriteria Deskriptif Persentase ... 55
Tabel 4.1.Banyaknya Perdukuhan RT dan RW Menurut Desa/ Kelurahan di
Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 58
Tabel 4.2.Luas Penggunaan Lahan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan
Kedungbanteng Tahun 2010 (ha) ... 59
Tabel 4.3.Komposisi Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis
Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 60
Tabel 4.4.Komposisi Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Kelompok
Umur di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 62
Tabel 4.5.Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan
Kedungbanteng Tahun 2010 ... 63
Tabel 4.6.Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan
Kedungbanteng Tahun 2010 ... 64
Tabel 4.7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan
Kedungbanteng ... 65
Tabel 4.8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan
Kedungbanteng ... 66
Tabel 4.9.Data APK/APM Siswa SD/MI dan SMP/ MTs di Kabupaten Tegal
Tahun 2011 ... 69
Tabel 4.10.Tingkat APK dan APM pada jenjang SD, SMP, SD dan SMP di
Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa
xiv
Tabel 4.11.Penduduk Menurut Kelompok Umur Usia Sekolah (7-15
Tahun) di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 78
Tabel 4.12.Banyaknya SD dan SMP Menurut Statusnya di Kecamatan
Kedungbanteng Tahun Pelajaran 2010 ... 82
Tabel 4.13.Jumlah Anggota Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15
Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada Tahun 2011 ... 88
Tabel 4.14.Banyaknya Anak dari Orang Tua yang Memiliki Anak Usia
7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 92
Tabel 4.15.Dukungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak
Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten
Tegal Tahun 2011... 93
Tabel 4.16.Pengaruh Tempat Tinggal Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak
Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten
Tegal Tahun 2011... 94
Tabel 4.17.Kesadaran Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun
yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng
Kabupaten Tegal Tahun 2011 tentang Pendidikan ... 95
Tabel 4.18.Lingkungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang
Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng
Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 96
Tabel 4.19.Pendidikan Formal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15
Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 93
Tabel 4.20. Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia
7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 97
Tabel 4.21.Lamanya Pendidikan Formal Orang Tua yang Mempunyai Anak
Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di
xv
Tabel 4.22.Lamanya Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki
Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di
Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2011 ... 98
Tabel 4.23.Jenis Pekerjaan Pokok Orang Tua yang Memiliki Anak Usia
7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 99
Tabel 4.24.Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15
Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 100
Tabel 4.25. Klasifikasi Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia
7-15 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal
Tahun 2011 ... 101
Tabel 4.26.Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari
Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng
Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 102
Tabel 4.27.Jarak yang Ditempuh Anak Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk
Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di
Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 102
Tabel 4.28.Kendaraan yang Digunakan Anak untuk Melakukan Perjalanan
dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng
Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 103
Tabel 4.29.Transportasi Umum yang Melewati Rumah Anak Usia 7-15
tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 104
Tabel 4.30.Aksesibilitas yang Digunakan Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak
Melanjutkan Sekolah dalam Melakukan Perjalanan dari Rumah
Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten
Tegal tahun 2011 ... 104
Tabel 4.31.Jumlah Penduduk Usia Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1.Kerangka Berfikir Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9
Tahun ... 37
Gambar 4.1.Peta Administrasi Kecamatan Kedungbanteng ... 57
Gambar 4.2.Grafik Perbandingan antara Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2010 ... 61
Gambar 4.3.Peta Pencapaian APK dan APM di Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 72
Gambar 4.4.Peta Pencapaian APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 77
Gambar 4.5.Grafik Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 … .. 79
Gambar 4.6.Diagram Perbandingan Antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 ... 80
Gambar 4.7.Peta Persebaran SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 81
Gambar 18.1.Penggunaan Sawah di Kecamatan Kedungbanteng ... 158
Gambar 18.2.Aktivitas Petani di Kecamatan Kedungbanteng ... 158
Gambar 18.3.Keadaan Jembatan di Kecamatan Kedungbanteng ... 158
Gambar 18.4.Kondisi Jalan di Kecamatan Kedungbanteng ... 158
Gambar 18.5.Kondisi SMP Negeri 1 Kedungbanteng ... 158
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Metode Pengumpulan Data Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9
Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 117
2. Lembar Observasi ... 119
3. Lembar Dokumentasi ... 120
4. Kisi-kisi Instrument Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 121
5. Wawancara Untuk Kepala UPT Dikpora ... 123
6. Wawancara Untuk Kepala Sekolah ... 124
7. Angket Penelitian ... 125
8. Uji Validitas dan Reabilitas ... 132
9. Perhitungan Validitas Angket ... 136
10. Perhitungan Reabilitas Angket ... 138
11. Tabulasi Pengisian Angket Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal ... 140
12. Hasil Tabel Rata-rata Analisis Angket Tahun 2011 ... 144
13. Perhitungan APK dan APM ... 150
14. Daftar Nama Anak yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 ... 152
15. Daftar Nama Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah ... 155
16. Surat Ijin Penelitian ... 156
1 A.Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan
nasional, karena dengan adanya pendidikan bagi masyarakat akan menjadikan
masyarakat lebih maju dalam pemikirannya. Pemikiran masyarakat yang maju
akan membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi.
Pendidikan juga tidak lepas dari peran pemerintah. Pemerintah mengutamakan
pentingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat dengan meningkatkan mutu
pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap
warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas
hidup bangsa Indonesia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam
ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah
peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan
pendidikan lain yang sederajat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:36).
Salah satu indikator penuntasan program wajib belajar 9 tahun diukur
dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMP/sederajat. Penuntasan
progam wajib belajar 9 tahun yang bermutu pada tahun 2006-2009 bertujuan
untuk meningkatkan APK SMP/MTs/setara hingga mencapai minimal 95%. Pada
tahun 2009 APK nasional telah mencapai 98,11%, sehingga program wajib belajar
9 tahun telah tuntas sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan pemerintah
Indonesia dan bahkan target itu dapat dicapai 7 tahun lebih awal dibandingkan
dengan komitmen internasional yang dideklarasikan di Dakar mengenai
Education for All (EFA) tahun 2000 yang mewajibkan semua negara di dunia harus menuntaskan wajib belajar 9 tahun paling lambat 2015 nanti (Departemen
Pendidikan Nasional, 2010).
Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)
memiliki arti yang berbeda. Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah
siswa berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu
terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikan tertentu. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa
dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk
di usia yang sama. APK dan APM dimaksudkan untuk mengetahui sukses
tidaknya upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada tingkat SD dan
Seluruh penduduk Kabupaten Tegal berhak untuk memperoleh pendidikan
yang layak. Pemerintah berkewajiban untuk selalu meningkatkan partisipasi
sekolah penduduk. Ratusan siswa SD di Kabupaten Tegal pada tahun 2010 sesuai
data dari Dinas Dikpora, siswa yang tidak melanjutkan ke SMP sebanyak 2000
orang (Putra, 2011). Kecamatan Kedungbanteng merupakan salah satu Kecamatan
di Kabupaten Tegal. Wilayah ini memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu
43.402 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 498 jiwa/km2. Jumlah penduduk
yang sedikit diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya
dan dapat memanfaatkan serta mengelola Sumber Daya Alam yang ada pada
daerah sekitarnya. Keberadaan sekolah di wilayah ini diharapkan dapat
menunjang pendidikan sehingga anak dapat melanjutkan sekolah.
Tingkat APK dan APM pada jenjang SD dan SMP di Kecamatan
Kedungbanteng menurut Dinas Dikpora Kabupaten Tegal Tahun 2010, termasuk
dalam urutan ke 10 apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yang
berada di Kabupaten Tegal. Data APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng
tahun 2010 disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. APK dan APM Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010
Angka Partisipasi
Jenjang Pendidikan
APK (%) APM (%)
SD 104,93 101,57
SMP 70,76 69,07
Sumber: Dinas Dikpora Kabupaten Tegal Tahun 2010
Tingkat APK SD di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan
5% anak kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun di Kecamatan
Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan jumlah murid SMP di Kecamatan
Kedungbanteng yang ada baru 71% dari penduduk umur 13-15 tahun. Pencapaian
APK SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 mengindikasikan belum
semua anak kelompok umur yang sesuai memperoleh pendidikan. Tingkat APM
SD di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan lebih dari 100% anak
berumur 7-12 tahun terserap di SD, sedangkan APM SMP di Kecamatan
Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 70% anak penduduk di Kecamatan
Kedungbanteng berumur 13-15 tahun telah terserap di SMP.
Peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan lewat pendidikan
menghadapi beberapa kendala diantaranya faktor lingkungan fisik maupun non
fisik. Penuntasan keberhasilan wajib belajar 9 tahun dapat dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal (dalam diri) dan faktor eksternal (luar diri) siswa.
Faktor internal, meliputi: kemampuan, minat, motivasi, nilai-nilai dan sikap,
ekspektasi (harapan), dan persepsi siswa tentang sekolah. Faktor eksternal,
meliputi: latar belakang ekonomi orangtua, persepsi orangtua tentang pendidikan,
jarak sekolah dari rumah, hubungan guru-murid, usaha yang dilakukan
pemerintah. Banyaknya siswa yang tidak berhasil dalam belajar, termasuk
banyaknya anak-anak yang tidak sekolah bisa dilihat dari kedua aspek tersebut
(Alwen, 2007: 2).
Pendidikan sangat penting bagi masyarakat, maka dari itu peneliti tergugah
untuk mengadakan penelitian mengenai pendidikan pada suatu tempat. Fenomena
yang terjadi di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal adalah APK pada
anak usia 7-15 tahun yang belum memperoleh pendidikan. Dari penjelasan
tersebut, maka peneliti memilih judul “Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal”.
B.Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. tingkat APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada
tahun 2010 termasuk dalam urutan ke 10 dengan memiliki jumlah penduduk
usia 7-15 tahun paling sedikit apabila dibandingkan dengan kecamatan lain
yang berada di Kabupaten Tegal.
2. tingkat APK SMP di Kecamatan Kedungbanteng tidak sesuai dengan target
pemerintah yaitu jumlah murid SMP di Kecamatan Kedungbanteng yang ada
baru 71% dari penduduk umur 13-15 tahun, padahal pemerintah pada tahun
2009 menargetkan tingkat APK SMP sebesar 95%.
3. tingkat APM SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 70%
anak penduduk di Kecamatan Kedungbanteng usia 13-15 tahun telah terserap
di tingkat SMP, sisanya 30% penduduk di Kecamatan Kedungbanteng usia
13-15 tahun belum memperoleh pendidikan di tingkat SMP.
4. di Kecamatan Kedungbanteng masih terdapat anak usia 7-15 tahun yang tidak
sekolah, padahal pemerintah telah menetapkan program wajib belajar 9 tahun.
Permasalahan yang akan diteliti berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan adalah:
1. bagaimana pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan
2. faktor-faktor apa yang menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun
di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan masalah yang muncul adalah:
1. untuk mengetahui pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal.
2. untuk mengidentifikasikan hambatan-hambatan pelaksanaan program wajib
belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian adalah manfaat teoritis dan
manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Dinas Pendidikan, dapat memberikan informasi faktual tentang
kondisi fisik dan kondisi sosial ekonomi terhadap program wajib belajar 9
tahun agar dapat memberikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan .
b. Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai program wajib
belajar 9 tahun dan menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat di bangku
perkuliahan, serta membuktikan kesesuian teori dengan di lapangan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, dapat memberikan masukan tentang visi pendidikan
sehingga dapat menyukseskan dan mendukung pelaksanaan program wajib
b. Bagi siswa, dapat memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat
dalam mengikuti program wajib belajar 9 tahun.
E.Penegasan Istilah
Peneliti agar lebih mudah dalam melakukan penelitian, maka perlu
menegaskan beberapa istilah. Penegasan istilah dalam penelitian ini yaitu wajib
belajar 9 tahun, jumlah tanggungan orang tua, pendidikan orang tua, lingkungan
keluarga, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas.
1. Wajib belajar 9 tahun
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti
oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
daerah (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:216). Pendidikan minimal
yang dimaksud dalam penelitian adalah penduduk di Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang berusia 7-15 tahun harus mengikuti
program wajib belajar 9 tahun sampai dengan tamat.
2. Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun
Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dalam
penelitian adalah jumlah tanggungan orang tua, pendidikan orang tua,
lingkungan keluarga, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan
aksesibilitas.
a. Jumlah Tanggungan Orang Tua
Jumlah tanggungan orang tua dalam penelitian adalah jumlah
anak yang dimiliki oleh orang tua anak usia 7-15 tahun yang tidak
b. Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua dalam penelitian, dilihat dari pendidikan
formal maupun pendidikan nonformal orang tua. Pendidikan formal yang
pernah ditempuh oleh orang tua, antara lain: pada jenjang SD, SMP,
SMA, Perguruan Tinggi maupun tidak pernah mengikuti sekolah.
Pendidikan nonformal yang pernah diikuti oleh orang tua, seperti: kursus
mengetik, kursus menjahit, kursus elektro ataupun kursus lainnya yang
pernah diikuti oleh orang tua.
c. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga dalam penelitian merupakan suatu tempat
tinggal dimana anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah tinggal.
Lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif
bagi anak, berupa: dukungan keluarga, keadaan tempat tingal maupun
kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan.
d. Jenis Pekerjaan Orang Tua
Jenis pekerjaan orang tua dalam penelitian adalah kegiatan yang
dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan sumber penghasilan hidup
sehari-hari yaitu pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan orang tua.
e. Pendapatan Orang Tua
Pendapatan adalah hasil yang berupa uang atau barang yang
diterimakan sebagai balas jasa atau kontra prestasi (BPS, 1996:8).
yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja baik dari
penghasilan pokok ataupun sampingan.
f. Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem
pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan
transportasi yang menghubungkannya (Tamin, 2000: 32). Faktor-faktor
yang menentukan aksesibilitas dalam penelitian ini adalah jarak yang
ditempuh anak untuk sekolah, waktu tempuh yang diperlukan anak untuk
sekolah, biaya/ongkos perjalanan yang dibutuhkan untuk sekolah dan
fasilitas transportasi yang digunakan anak ketika sekolah.
F. SISTEMATIKA SKRIPSI
Hasil penelitian agar lebih mudah dalam mempelajari, maka peneliti
membuat sistematika penulisan skripsi. Isi dari sistematika mewakili bab yang ada
dalam skripsi yang dibuat peneliti. Sistematika penulisan skripsi disusun menjadi
3 bagian yaitu: pendahuluan, isi dan penutup.
1. Bagian pendahuluan skripsi
Pendahuluan terdiri dari: halaman judul, sari penelitian, halaman
pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel
atau grafik dan daftar lampiran.
2. Bagian isi skripsi
BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah penelitian,
perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian
BAB II : Landasan teori yang berisi tentang pengertian pendidikan,
pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, tujuan dan target wajib belajar 9
tahun, tantangan wajib belajar 9 tahun, dan hambatan program wajib
belajar 9 tahun.
BAB III : Metodologi penelitian yang berisi tentang populasi dan sampel
penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik
pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, teknik
analisis data, dan diagram alir penelitian.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang uraian hasil
penelitian dan pembahasan.
BAB V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
11 A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan sangat dibutuhkan dalam penunjang pembangunan nasional
Indonesia. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang berbunyi: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendaliaan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(Departemen Pendidikan Nasional, 2010:12).
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas sehingga mewujudkan keinginan,
kebutuhan, dan kemampuan individu, sehingga tercipta pola hidup pribadi dan
sosial yang baik. Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen
Pendidikan Nasional, 2010:17).
Implikasi penyelenggaraan pendidikan meliputi: 1)kurikulum yang
dirancang dan diterapkan, 2)sistem evaluasi dan promosi yang dianut,
3)pendidikan dan tenaga kependidikan, terutama guru yang ditempuh,
4)pembiayaan pendidikan, dan 5)manajemen penyelenggaraan pendidikan
nasional (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI, 2007:21).
Tim Redaksi NPM (2009) menyatakan bahwa strategi penuntasan wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun dapat dibagi menjadi 3 pilar pembangunan
pendidikan, yaitu: 1)perluasan dan pemerataan pendidikan, 2)mutu, relevansi, dan
daya saing pendidikan, dan 3)tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa jalur
pendidikan terdiri dari atas pendidikan formal, pendidikan informal, dan
pendidikan nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan atau
melalui jarak jauh.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:98). Jadi,
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya dengan kegiatan yang sistematis, berstruktur,
tinggi dan yang setaraf dengannya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang
pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,
sampai pendidikan tinggi.
a. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
ketrampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat,
serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah
(Ihsan, 1995:23). Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan
yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan baik untuk
pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus
disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini
dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat
merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar sekolah yang dapat
merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa.
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI) atau bentuk lain yang sederajat, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (Departemen
Pendidikan Nasional, 2010:24).
b. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan
dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja (Ihsan,
1995:22). Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan
selain untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan tinggi juga
untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah kejuruan
diselenggarakan untuk mengikuti lapangan kerja atau mengikuti pendidikan
keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah dapat
merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa.
Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
menyebutkan bahwa Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
(Departemen Pendidikan Nasional, 2010:25).
c. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi
yang bersifat akademik dan atau professional sehingga dapat menerapkan,
mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni
dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan
manusia. (Ihsan, 1995:23).
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi,
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Departemen
Pendidikan Nasional, 2010:26).
2. Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (Departemen Pendidikan Nasional,
2010:30). Pendidikan informal dengan kata lain adalah proses yang
berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap,
ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup
sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan
keluarga, hubungan dengan tetanga, lingkungan pekerjaan, dan permainan,
pasar, perpustakaan, dan media masa.
3. Pendidikan Nonformal
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis
taklim serta satuan pendidikan yang sejenis (Departemen Pendidikan Nasional,
2010:31). Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Fungsi pendidikan nonformal adalah mengembangkan potensi peserta didik
dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik.
B.Pelaksanaan Wajib Belajar
UU No. 47 tahun 2008 tentang wajib belajar mengamanatkan bahwa
setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pasal 1 menyebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal
yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah
dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah, bentuk SD dan MI/ bentuk lain yang
sederajat serta SMP dan Madrasah Tsanawiyah/ bentuk lain yang sederajat.
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia bukanlah
wajib belajar dalam arti compulsory education, seperti yang dilaksanakan di
negara-negara maju, dengan ciri-ciri: (1) ada unsur paksaan agar peserta didik
bersekolah, (2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar, (3) tolak ukur
wajib belajar 9 tahun adalah tidak ada orang tua yang terkena sanksi, karena telah
mendorong anaknya tidak bersekolah, dan (4) ada sanksi bagi orang tua yang
membiarkan anaknya tidak sekolah (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI,
2007:121).
Pelaksanaan pendidikan dasar untuk semua tentunya diperlukan
Pembangunan yang diadopsi oleh Sidang Umum bulan Desember Tahun 1986.
Kewajiban Negara dalam hal ini kewajiban pemerintah daerah untuk
melaksanakan wajib belajar diperlukan hal-hal sebagai berikut: 1)tersedianya
sarana, seperti: gedung sekolah dan tempat pelaksanaan wajib belajar lainnya
(appealability), 2)keterjangkauan (accessability) sarana pelaksanaan wajib
belajar), 3)penerimaan (acceptability) yaitu diterima tidaknya bentuk
kelembagaan pendidikan oleh rakyat, dan 4)kesesuaian (adaptability) yaitu
kesesuaian lembaga-lembaga pendidikan dengan kebutuhan lingkungannya
(Tilaar, 2006:165).
Program pendidikan wajib belajar 9 tahun pada hakekatnya berfungsi
memberikan pendidikan dasar bagi setiap warga negara Indonesia yang berusia
7-15 tahun agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan
kemampuan dasar yang diperlukan untuk dapat berperan serta dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
C.Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)
Pembangunan manusia adalah proses agar manusia mampu memiliki lebih
banyak pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan
sebagainya. Badan Pusat Statistik (2010) menjelaskan konsep Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) adalah mengukur pencapaian keseluruh negara atau
provinsi. IPM mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi
di negara atau provinsi tertentu. IPM direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu umur
panjang dan sehat (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup yang layak
panjang dan sehat adalah angka harapan hidup. Dimensi pengetahuan diukur
dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi
kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchsing power parity/
PPP).
Keberhasilan Indonesia untuk menurunkan peringkatnya selama periode
2007-2009 dari urutan ke-55 (2007) menjadi ke-60 (2008) dan ke-62 (2009)
mengalami kenaikan lagi pada tahun pertama periode kedua pemerintahan
Presiden SBY. Tahun 2010, peringkat Indonesia naik satu tingkat menjadi urutan
ke-61. Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) merilis, indeks
pembangunan manusia (IPM) Indonesia berada di urutan ke-124 dari 187 negara
yang disurvei. IPM Indonesia hanya 0,617, jauh di bawah Malaysia di posisi 61
dunia dengan angka 0,761. UNDP menggunakan versi rata-rata lama sekolah 5,8
tahun diukur dari penduduk usia 25 tahun ke atas, sementara Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan memakai data Susenas 2010 Badan Pusat Statistik,
yaitu rata-rata lama sekolah 7,9 tahun diukur dari penduduk usia 15 tahun ke atas
(Arif, 2011).
Strategi pokok yang dituangkan dalam Repelita VI dirumuskan karena
masih ditemukannya masalah mendasar dalam bidang pendidikan. Program
pendidikan diperlukan indikator yang handal. Indikator proses pendidikan
menunjukkan keadaan proses pendidikan yang diimplementasikan terjadi di
masyarakat. Sumber data yang dipakai berasal dari sensus atau survey dengan
dibutuhkan dalam mengetahui indikator proses pendidikan, antara lain: APK,
APM dan rata-rata lama sekolah.
a. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Indikator APK mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang
pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang
pendidikan tersebut, tetapi indikator ini lebih banyak bercerita tentang
keberhasilan sistem pendidikan dalam mendidik anak dan remaja, bukan pada
penduduk dewasa. APK memberikan gambaran secara umum tentang
banyaknya anak yang sedang/telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu.
APK biasanya diterapkan untuk jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SLTA.
Husaini (2010:20) dalam menghitung nilai APK menggunakan rumus sebagai
berikut:
b. Angka Partisipasi Murni (APM)
Indikator APM menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu
kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan
kelompok umurnya. APM selalu lebih rendah dibanding APK karena
pembilangnya lebih kecil (sementara penyebutnya sama). APM membatasi usia
murid sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga angkanya lebih kecil karena
menunda saat mulai bersekolah, murid tidak naik kelas, berhenti/keluar dari
sekolah untuk sementara waktu, dan lulus lebih awal. APM diterapkan untuk
jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menegah. Husaini (2010:20)
c. Rata-rata lama sekolah
Rata-rata lama sekolah menggambarkan tingkat pencapaian setiap
penduduk dalam kegiatan bersekolah. Semakin tinggi angka lamanya
bersekolah semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah dicapai penduduk.
Indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel
secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Rata-rata lama sekolah mayoritas penduduk di Indonesia masih relatif
rendah dan dalam kondisi memprihatinkan, yakni baru mencapai semester satu
kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rata-rata lama sekolah
penduduk usia 15 tahun ke atas yakni 7,5 tahun atau setara dengan kelas dua
SMP atau semester satu sekolah menengah pertama (EKSPOSnews, 2011).
D.Tujuan dan Target Wajib Belajar
Tim Redaksi NPM (2009:145) mengungkap bahwa penuntasan program
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu pada tahun 2006-2009
bertujuan untuk:
1. meningkatkan Angka Partisipasi Kasar SMP/ MTs setara hingga mencapai
minimal 95%.
2. menurunkan angka putus sekolah SMP dari 2,83% menjadi 2%.
3. meningkatkan kualitas lulusan dengan indikator 70% peserta Ujian Nasional
4. melengkapi sarana pendidikan sehingga 75% SMP memenuhi Standar Nasional
Pendidikan, antara lain: minimal 80% SMP mempunyai perpustakaan, 50%
SMP memiliki Laboratorium IPA, 50% SMP memiliki laboratorium bahasa,
dan 80% SMP mempunyai ruang ketrampilan yang memadai.
5. menyelenggarakan minimal satu rintisan SMP bertaraf internasional di setiap
kabupaten/ kota.
6. terbentuk dan berfungsinya jaringan sistem informasi pendidikan di setiap
propinsi di seluruh Indonesia dengan baik.
7. meningkatnya mutu pengelolaan SMP dengan 70% SMP Menjalankan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan baik.
8. meningkatkan kesadaran akan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Wajib belajar berfungsi untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi warga negara Indonesia.
Tujuan program wajib belajar 9 tahun adalah memberikan kesempatan pendidikan
minimal bagi setiap warga negara Indonesia agar dapat mengembangkan potensi
yang ada pada dirinya dan dapat hidup mandiri di dalam masyarakat. Pendidikan
minimal yang dimaksud adalah masyarakat yang berusia 7-15 tahun wajib
mengikuti program wajib belajar 9 tahun yaitu 6 tahun di tingkat SD/MI/sederajat
dan 3 tahun di tingkat SMP/MTs/sederajat.
E.Tantangan dalam Wajib Belajar
Tim Redaksi NPM (2009:149) mengungkapkan bahwa penuntasan wajib
Kasar (APK) pada tingkat SMP sebesar 95% dihadapkan pada sejumlah tantangan
dalam pelaksanaanya.
1. Masih ada sekitar 1,9 juta anak usia 13-15 tahun belum tertampung
Masih terdapat anak yang belum sekolah karena berbagai alasan, masih masih
ada sekitar 1,9 juta anak usia 13-15 tahun di berbagai daerah di Indonesia
belum memperoleh layanan pendidikan SMP atau sederajat.
2. APK SMP dari 146 kabupaten di bawah 75%
Tahun 2005 APK SMP secara nasional telah mencapai 85,22%. Namun
demikian, masih terdapat 146 kabupaten yang angka APK SMP-nya masih
rendah di bawah 75%, di bawah APK nasional. Tanpa upaya-upaya khusus,
kabupaten-kabupaten tersebut akan terlalu sulit untuk mencapai APK 95%
pada tahun 2008/2009. Selain itu, angka absolut anak yang belum tetampung
pada daerah padat penduduk masih sangat tinggi.
3. Kondisi geografis yang sulit
Anak-anak usia 13-15 yang belum mendapatkan layanan pendidikan umumnya
berdomisili di daerah terpencil, terisolir, dan terpencar-pencar dalam komunitas
kecil. Kondisi geografis yang tidak terjangkau membuat anak sulit berangkat
sekolah. Kondisi geografis daerah mereka tinggal merupakan kendala dalam
pengadaan layanan pendidikan bagi mereka yang membutuhkan.
4. Kemiskinan
Kemiskinan sebagai akibat dari krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih
dan penyesuaian harga BBM dan TDL, jumlah keluarga miskin di Indonesia
sekolah (angka putus sekolah pada tahun 2005 sebesar 2,83%) dan
ketidakmampuan orang tua menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih
tinggi.
5. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan
Sebagian masyarakat, terutama yang berpendidikan rendah, masih memandang
bahwa pendidikan kurang penting. Mereka beranggapan bahwa bekerja lebih
menguntungkan bagi anak tanpa menyadari bahwa pendidikan lebih
menguntungkan untuk jangka panjang.
6. Peran PEMDA belum optimal
Sebagian besar PEMDA Tingkat II belum optimal dalam melaksanakan
kewajiban dalam pembangunan pendidikan dengan baik. Sejumlah PEMDA
Tingkat II bahkan terkesan mengabaikan sektor pendidikan. Hal ini terlihat,
antara lain: masih rendahnya alokasi APBD dan perhatian birokrat pada sektor
pendidikan. Penyebab utama dari rendahnya partisipasi ini adalah kurangnya
pemahaman mereka akan tugas dan tanggung jawabnya dalam
penyelenggaraan pendidikan, sehingga banyak tugas dan tanggungjawab yang
tidak dilaksanakan dengan baik.
7. Peran perguruan tinggi perlu dioptimalkan
Perguruan tinggi idealnya memerankan dirinya secara aktif sebagai agen dan
katalisator perubahan dalam berbagai bidang, termasuk dalam penuntasan
wajib belajar. Namun demikian, selama ini peran yang mereka mainkan masih
yang secara nyata dan signifikan memberi kontribusi kepada penuntasan wajib
belajar sangat lemah.
8. Sarana dan prasarana pendidikan kurang memadai
Daerah-daerah terpencil dan terisolir sarana dan prasarana pendidikannya
masih sangat terbatas. Gedung sekolah masih belum memadai atau bahkan
belum ada, belum didukung oleh fasilitas pembelajaran yang memadai.
Sebagia akibatnya, sebagian anak usia sekolah terpaksa tidak memperoleh
layanan pendidikan atau mendapatkan layanan pendidikan dengan kualitas
memadai.
F. Hambatan dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun
Keberhasilan Program Wajib Belajar 9 Tahun, menurut Sukardi (2010)
dapat dibagi menjadi 2 faktor, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal merupakan faktor yang dipengaruhi dari dalam individu. Faktor internal,
meliputi: kemampuan anak, minat sekolah, ekspektasi (harapan) anak, persepsi
siswa tentang sekolah dan aspirasi/ cita-cita anak. Faktor eksternal yang
dipengaruhi oleh keadaan dari luar individu tersebut, meliputi: kondisi geografis,
kondisi sosial ekonomi, keutuhan keluarga, persepsi orang tua, dan ketersedian
sarana prasarana.
Penelitian Abdillah (2010) menyebutkan bahwa permasalahan dalam
program wajib belajar 9 tahun, antara lain: tingkat pendidikan orang tua
mempunyai angka partisipasi yang rendah, mata pencaharian/pekerjaan dan
pendapatan orang tua mempunyai angka partisipasi yang sangat rendah,
angka partisipasi lingkungan tempat tinggal rendah, kesadaran orang tua tentang
pentingnya pendidikan terhitung rendah, faktor aksesibilitas tidak terlalu menjadi
suatu masalah.
Penelitian pada skripsi ini akan mengkaji 6 (enam) permasalahan yang
diduga menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dilihat dari faktor
eksternalnya, yakni: karakteristik keluarga, lingkungan keluarga, pendidikan
orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas yang
digunakan anak untuk melakukan perjalanan menuju ke sekolah.
1. Karakter Keluarga
Kondisi sosial adalah keadaan yang berkaitan dengan masyarakat,
kondisi ini selalu mengalami perubahan melalui proses dan interaksi sosial.
Interaksi sosial berarti proses hubungan yang saling mempengaruhi, bisa terjadi
antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok
dengan kelompok (Subandiroso, 1987:45).
Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari suami,
istri dan anak yang belum dewasa. Setiap keluarga memiliki karakter keluarga
tersendiri. Apabila salah satu dari unsur-unsur tersebut tidak ada, misal ada ibu
namun tidak ada ayah (baik karena meninggal atau bercerai), maka keluarga
tersebut tidak bisa dikatakan sebagai keluarga yang utuh lagi. Ini disebut
keutuhan keluarga secara stuktur. Disamping itu, ada pula keutuhan dalam
interaksi, yaitu adanya interaksi sosial yang wajar (harmonis). Ketidakutuhan
keluarga tentunya berpengaruh negatif bagi perkembangan sosial seorang anak
Keluarga inti terdiri dari beberapa individu, yaitu ayah, ibu dan anak.
Setiap individu menjadi tanggungan dalam keluarga tersebut. Jumlah
tanggungan adalah banyaknya orang yang menjadi tanggung jawab (secara
materi) oleh orang tua. Semakin banyak jumlah tanggungan, maka semakin
banyak pula dana yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Rismawati (2010:20) mengatakan jumlah tanggungan keluarga digolongkan
menjadi 4, yaitu 1) lebih dari 10 orang berarti sangat banyak tanggungan, 2)
7-9 orang berarti banyak tanggungan, 3) 5-6 orang berarti tanggungan sedang,
dan 4) 1-4 orang berarti tanggungan sedikit .
2. Lingkungan Keluarga
Kondisi sosial, interaksi sosial dapat dilakukan pada keluarga. Keluarga
dilihat dari segi pendidikan merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial) dan
keluarga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan hidup bersama
(sistem sosial), keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ikatan kekeluargaan
membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan
antar pribadi, kerjasama, disiplin, tingkah laku yang baik serta pengakuan akan
kewibawaan. Tugas utama keluarga bagi pendidikan adalah sebagai peletak
dasar bagi pendidik akhlak dan pandangan hidup keagamaan, sifat dan tabiat
anak sebagian besar diambil dari kedua orangtuanya dan dari anggota keluarga
yang lain (Hasbullah, 2009:89).
Lingkungan keluarga adalah daerah atau kawasan tempat suatu
kelompok sosial terkecil yang terdiri dari keluarga dan anak, dimana anak
perubahan–perubahan baru yang akan diperlukan dalam masyarakat. Di dalam keluarga anak belajar bersikap, berfikir dan bergaul dengan sesamanya, agar
anak dapat berfikir dan bergaul dengan baik diperlukan peranan keluarga untuk
membimbing dan mengarahkannya demi keberhasilan pendidikan anak.
Bagi keluarga yang tidak mampu, akan merasa berat dalam memenuhi
biaya pendidikan. Keputusan untuk tidak menyekolahkan anak sebagai akibat
adanya nilai ekonomis anak yang tinggi bagi orang tua. Masih adanya
anggapan orang tua bahwa pendidikan tinggi tidak menjamin hari depan yang
lebih baik (Rismayanti, 2010:20).
3. Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua
dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan
anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya
(Rokhana, 2005:19).
Pendidikan orang tua dapat berpengaruh terhadap pola asuh orang tua
terhadap anak. Bagaimana orang tua dapat memberikan pendidikan di dalam
keluarga, sekolah maupun dalam bermasyarakat. Jenjang pendidikan yang
didapat orang tua antara lain: SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi. Hal
ini dapat diperoleh dari ijasah terakhir yang diterima orang tua.
4. Jenis Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis yang menguraikan fungsi,
pekerjaan tertentu lainnya (Handoko, 1997:47). Pekerjaan dapat dikatakan
adalah pencaharian, barang yang dijadikan pokok penghidupan, suatu yang
dijadikan untuk mendapatkan nafkah. Jenis pekerjaan orang tua merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan sumber
penghasilan hidup. Jenis pekerjaan dapat berupa pekerjaan pokok ataupun
sampingan. Macam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan oleh orang tua,
antara lain: polisi, tentara, guru, pegawai bank, karyawan, pengusaha,
pedagang, petani, dll.
5. Pendapatan Orang Tua
Faktor ekonomi keluarga banyak menentukan dalam belajar anak.
Misalnya anak dalam keluarga mampu dapat membeli alat-alat sekolah
lengkap, sebaliknya anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat membeli
alat-alat itu. Dengan alat-alat serba tidak lengkap inilah maka hati anak-anak menjadi
kecewa, mundur, putus asa sehingga dorongan belajar mereka kurang (Ahmadi,
2007:266).
Profesor P.A Samuel mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah suatu
studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan
atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan sumber daya yang terbatas
tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai cara
untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendiskripsikannya
untuk kebutuhan konsumsi, sekarang dan di masa datang, kepada berbagai
Kondisi ekonomi adalah kondisi yang menghendaki seseorang, suatu
masyarakat membuat keputusan tentang cara terbaik untuk melakukan sesuatu
kegiatan ekonomi. Sedangkan kegiatan ekonomi didefinisikan sebagai kegiatan
seseorang atau suatu masyarakat untuk memproduksikan barang dan jasa
maupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan jasa tersebut (Sukirno,
1996:4). Jadi, kondisi ekonomi adalah keadaan seseorang dalam hal keuangan
rumah tangga. Kegiatan ekonomi yang dapat berlangsung karena aktivitas
manusia dalam memenuhi kebutuhan. Kondisi ekonomi keluarga meliputi
usaha orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup (pekerjaan orang tua),
pendapatan efektif (penghasilan orang tua) dan pemenuhan kebutuhan rumah
tangga.
Rokhana (2005:8) mengungkapkan bahwa pendapatan yaitu seluruh
penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari
hasil sendiri. Pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang
bekerja. Orang tua dengan penghasilan yang tinggi akan mampu memenuhi
berbagai macam sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar anak.
Pendapatan orang tua merupakan sebuah penghasilan yang didapat orang tua
sebagai hasil jerih payahnya selama bekerja. Pendapatan orang tua dapat
diperoleh selama tiap hari, tiap minggu, atau tiap bulan setelah bekerja.
Klasifikasi pendapatan dapat didasarkan pada Upah Minimum Regional
(UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK). Pendapatan keluarga
dikatakan tinggi bila pendapatan tiap bulan lebih besar dari UMK, sedangkan
Sumardi dan Hans Evert (1983;15) menyebutkan bahwa tingkat
ekonomi masyarakat disesuaikan dengan pendapatan dibagi menjadi 3
tingkatan yaitu ekonomi tinggi, ekonomi sedang dan ekonomi rendah.
a. Ekonomi tinggi
Golongan yang berpenghasilan tinggi adalah golongan yang
mempunyai penghasilan atas pekerjaannya jauh lebih besar dibandingkan
dengan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial
yang sedapat mungkin harus dipenuhi. Kebutuhan esensial ini seperti
makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, partisipasi,
transportasi, perawatan pribadi dan rekreasi.
b. Ekonomi sedang/ menengah
Golongan berpenghasilan sedang sudah dekat dengan golongan yang
berpenghasilan tinggi. Ini berarti golongan yang berpenghasilan ekonomi
sedang cenderung masih dapat menyisihkan hasil kerjanya untuk kebutuhan
lain yang sifatnya tidak esensial.
c. Ekonomi rendah
Ekonomi rendah adalah golongan miskin yang memperoleh
pendapatannya sebagai imbalan atas pekerjaanya yang jumlahnya sangat
sedikit apabila dibandingkan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan
esensial tidak dapat terpenuhi maksimal.
6. Aksesibilitas
Lingkungan tempat tinggal adalah tempat anak–anak tinggal,
sangat mempengaruhi kegiatan belajar anak. Anak–anak yang tinggal di daerah kumuh akan ikut terbawa pada kondisi yang tidak mementingkan kegiatan
belajar (Kamanto, 1988:90).
Kondisi lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat
dalam proses pendidikan. Lingkungan berfungsi sebagai wadah atau lapangan
terlaksananya proses pendidikan. Lingkungan fisik berupa alam atau benda
fisik, seperti rumah, pakaian, tanah datar, pegunungan, sawah dan lain-lain
(Hasbullah;2007).
Letak merupakan suatu keadaan relatif pada suatu wilayah. Letak dapat
dilihat pada letak bujur maupun letak lintangnya. Dari letak tersebut dapat
dilihat kondisi wilayah tersebut. Sedangkan topografi adalah kondisi alam yang
merintangi atau mempersulit perjalanan antar dua daerah (Soekadijo,
2000:137).
Aksesibilitas adalah kemudahan pencapaian terhadap suatu daerah.
Semakin dekat dengan jarak antar daerah berarti semakin mudah kontak terjadi
(Bintarto, 1979:16). Jarak antara rumah dengan sekolah dapat mempengaruhi
minat siswa dengan sekolah, sehingga menimbulkan sikap dan motivasi yang
baik terhadap orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah terdekat.
Jarak menjadi salah satu faktor dalam aksesibilitas. Jarak adalah sebagai
sesuatu yang dapat diukur, adalah dasar dari studi geografi. Jarak menjadi
objek utama dalam pembicaraan mengenai karateristik suatu kawasan di atas
dicapai dan membutuhkan banyak biaya. Dengan jarak yang jauh maka untuk
ke sekolah dibutuhkan biaya yang lebih.
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan
tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang
menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau
kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain
dan „mudah‟ atau „susah‟nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasi (Tamin, 2000:32).
Miro (2005:20) menyebutkan faktor-faktor yang menentukan tinggi
rendahnya aksesibilitas, sebagai berikut ini:
a. Faktor waktu tempuh
Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi
dan sarana transportasi yang dapat diandalkan. Contohnya adalah dukungan
jaringan jalan yang berkualitas yang menghubungkan daerah asal dengan
daerah tujuan. Cepat lamanya waktu yang diperlukan dapat mempengaruhi
anak untuk mau melakukan perjalanan ke sekolah.
b. Faktor biaya/ongkos perjalanan
Biaya perjalanan ini berperan dalam menentukan mudah tidaknya
tempat tujuan dicapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau
mengakibatkan orang (terutama kalangan ekonomi bawah) enggan atau
bahkan tidak melakukan perjalanan. Begitu pula dengan biaya perjalanan
yang dibutuhkan oleh seorang anak untuk mencapai sekolah mereka.
ongkos/ biaya yang lebih banyak jika dibandingkan dengan letak sekolah
yang dekat dengan mereka.
c. Fasilitas transportasi
Fasilitas transportasi adalah sektor yang sangat penting karena
transportasi sebagai sarana seseorang untuk melakukan perjalanan.
Keterkaitan fasilitas transportasi dengan pendidikan adalah bahwa
tercukupinya sarana dan prasarana transportasi mempengaruhi anak untuk
melanjutkan pendidikannya di sekolah.
G.Penelitian Relevan
Peneliti memperluas pengetahuan dengan menambahkan penelitian
terlebih dahulu sebagai pembanding dalam penelitiannya. Pembanding dilihat
mulai dari judul penelitian, tujuan, variabel, metode, dan hasil penelitian.
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang lain memiliki karakteristik
No Judul Oleh Tahun Variabel Metode Kesimpulan
1. Pencapaian Program
Wajib Belajar 9
Tahun di Kecamatan
Bodeh Kabupaten
Pemalang
Duana Bagus Abdillah
2010 a. Pencapaian program
wajib belajar 9 tahun:
− Nilai APK dan APM
− Ketersediaan alat-alat
penunjang program wajib belajar 9 tahun
b. Permasalahan dalam
program wajib belajar 9 tahun:
− Tingkat pendidikan
orang tua
− Pekerjaan dan
pendapat orang tua
− Karakteristik keluarga
− Pengaruh lingkungan
tempat tinggal