• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Keluarga Miskin Terhadap Pemberain ASI Ekslusif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Keluarga Miskin Terhadap Pemberain ASI Ekslusif"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU

KELUARGA MISKIN TERHADAP PEMBERIAN

ASI EKSKLUSIF

Oleh :

Ai Nurhayati

A 5610331

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

DAN SUMDERDAYA KELUARGA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Konseling Gizi pada Ibu Keluarga Miskin terhadap Pemberian ASI Eksklusif adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2008

Ai Nurhayati

(3)

ii

AI NURHAYATI. The Effect of Nutrition Counseling on Exclusive

Breastfeeding of of Poor Families Mothers. Under direction of

HARDINSYAH, HIDAYAT SYARIEF and SITI MADANIJAH.

The study was done in Sub-district of Darmaga, Municipality of Bogor, and was aimed to analyze the influence of nutrition counseling on exclusive breastfeeding of poor families mothers.

The design of the study was a Randomized Controlled Trial with 60 samples, consisted of 31 mothers treated nutrition counseling as a treatment group, and 29 mothers as a controlled group. The nutrition counseling was done through home visit 7 times any the study-consisted of twice before during and 5 times after delivery. The study was done for 15 months. The data collected was then analyzed statistically by descriptive and inferential analysis.

The result of the study shows that the level of nutrition knowledge, attitude, and practice of mothers on exclusive breastfeeding (who treated by nutrition counseling) was significantly higher than the controlled group.

The number of matter exclusive breastfeeding using prospective method was 25,8% and 3,4% in treatment and control groups respectively. While using cross sectional method was 70,9% and 10% in treatment and control groups respectively. Exclusive breastfeeding practice was effected by nutrition counseling (p=0.038) with OR of 9.7 (95%; CI 1,1-83,7). It indicates that mothers who were given nutrition counseling 10 times more likely practice exclusive breastfeeding.

(4)

iii

Pemberian ASI Eksklusif. Dibimbing oleh : HARDINSYAH, HIDAYAT SYARIEF dan SITI MADANIYAH.

Air Susu Ibu (ASI) telah terbukti bermanfaat bagi optimalisasi imunitas, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dengan mengeluarkan Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004. Praktek pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih memprihatinkan. Pemberian ASI pada bayi erat kaitannya dengan keputusan ibu bayi. Keputusan ibu dalam praktek pemberian ASI dipengaruhi oleh pengetahuan ibu mengenai ASI. Ibu pada keluarga miskin mempunyai presepsi yang negatif terhadap ASI, oleh karena itu ibu perlu memperoleh informasi yang tepat tentang ASI khususnya ASI eksklusif. Konseling merupakan pendekatan komunikasi interpersonal yang sering digunakan dalam peningkatan pengetahuan serta perubahan sikap dan perilaku di bidang kesehatan. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan memberikan konseling gizi pada ibu keluarga miskin dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor yang bertujuan : 1) Menganalisis pengetahuan gizi yang mendukung pemberian ASI ekslusif pada ibu yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi, 2) Menganalisis sikap gizi yang mendukung pemberian ASI ekslusif pada ibu yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi, 3)Menganalisis praktek gizi yang mendukung pemberian ASI ekslusif pada ibu yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi, 4)Menganalisis konsumsi dan status gizi Ibu pada kelompok yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi, 5)Menganalisis konsumsi, status gizi dan kesehatan bayi pada kelompok yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi, 6)Menganalisis pengaruh konseling gizi terhadap status pemberian ASI ekslusif 6 bulan.

Disain penelitian adalah Randomized Controlled Trial dengan 60 sampel yang terdiri dari 31 ibu diberi konseling gizi sebagai kelompok perlakuan dan 29 ibu tidak diberi konseling gizi sebagai kelompok kontrol. Pemberian konseling gizi dilakukan sebanyak 7 kali selama penelitian menggunakan metode kunjungan rumah (home visit), dengan perincian 2 kali selama hamil dan 5 kali setelah melahirkan. Penelitian dilaksanakan selama 15 bulan efektif. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia.

(5)

iv

ditunjukkan pada ibu yang diberi konseling gizi sebagian besar termasuk pada periode inisiasi cepat, sebaliknya pada kelompok kontrol pemberian ASI sebagian besar pada periode inisiasi lambat. Penundaan inisiasi ASI pada bayi kelompok kontrol akan mendorong ibu untuk memberikan makanan prelaktal, sehingga pada bayi kelompok kontrol sebagian besar bayi menerima makanan prelaktal. Seluruh ibu yang diberi konseling gizi memberikan kolostrum kepada bayinya, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 89,7%. Pemberian MP-ASI dini kepada bayi sebelum bayi berusia 6 bulan dilakukan oleh ibu dari kedua kelompok, tetapi pada bayi kelompok kontrol dilakukan lebih cepat (70,7±44,6 hari atau sekitar 2 bulan) dibandingkan kelompok perlakuan (99,1±60,8 hari atau sekitar 3 bulan)

Mutu gizi yang dikonsumsi ibu pada kedua kelompok pada umumnya termasuk mutu gizi sangat kurang. Mutu gizi yang sangat kurang disebabkan karena pangan yang dikonsumsi kurang bervariasi dan kurang mencukupi. Meskipun demikian, status gizi sebagian besar ibu pada kedua kelompok berada pada kategori normal.

Rata-rata konsumsi zat gizi bayi kelompok ibu yang diberi konseling gizi dan bayi kelompok ibu yang tidak diberi konseling gizi tidak jauh berbeda (p>0,05) tetapi pemenuhan konsumsi bayi dari ASI lebih tinggi persentasenya pada bayi kelompok ibu yang diberi konseling. Zat gizi dalam ASI merupakan zat gizi yang mudah diserap dan dimetabolisme, sehingga rata-rata pertambahan berat badan dan panjang badan bayi lebih besar pada bayi kelompok ibu yang diberi konseling gizi.

Frekuensi sakit yang diderita bayi lebih sering terjadi pada bayi kelompok kontrol dibandingkan bayi kelompok perlakuan. Pada bayi kelompok kontrol 3 anak berulang 2 kali sakit dan 2 anak berulang 3 kali sakit, sedangkan pada bayi kelompok perlakuan 3 anak berulang 2 kali sakit. Meskipun demikian, status gizi bayi mulai usia 0-6 bulan pada kedua kelompok berdasarkan indikator BB/U, P/U dan BB/PB sebagian besar berada pada kategori normal.

(6)

v

dengan memberikan sangsi apabila dilanggar, perlunya peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang ASI eksklusif pada bidan atau tenaga kesehatan. Konseling gizi tentang ASI eksklusif dapat dapat diterapkan di masyarakat melalui Pos Kesehatan Desa (POSKESDES) yang kewenangannya pada petugas kesehatan dan kegiatannya sehari-hari oleh kader. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan gizi tentang ASI eksklusif dilakukan juga pada Kader dengan melakukan pelatihan sebagai ujung tombak di masyarakat atau menggunakan Kader yang telah berhasil mempraktekkan ASI eksklusif dan mempunyai anak yang sehat sebagai contoh..

(7)

vi

EKSKLUSIF

AI NURHAYATI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

vii

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, M.Sc. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, M.S

(9)

viii Nomor Pokok : A 561030031

Disetujui Komisi pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

ix

karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Penelitian disertasi ini terlaksana berkat bimbingan Bapak Prof.Dr.Ir. Hardinsyah, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, penulis dengan tulus menyampaikan terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti kegiatan penelitian dan menggunakan sebagian data penelitian ”Studi Pengaruh Pemberian Biskuit dan Mie yang Diperkaya Zat Gizi Mikro terhadap status Gizi Mikro Ibu dan Anak”, memberikan kesempatan untuk lebih menambah keilmuan melalui seminar, lokakarya dan penelitian, serta memberikan bimbingan dan motivasi selama menyelesaikan disertasi ini. Bapak Prof.Dr.Ir. Hidayat Syarief.MS sebagai anggota komisi, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan, masukan dan saran yang sangat berarti bagi penulisan disertasi ini. Ibu Dr.Siti Madanijah, MS sebagai anggota komisi, penulis mengucapkan terimakasih atas segala bimbingan, masukan, saran dan motivasi serta kesabaran ibu selama membimbing penulis dalam penyelesaian disertasi ini.

Masukan yang berharga dalam perbaikan dan pengembangan disertasi ini penulis peroleh dari yang terhormat Prof.Dr.drh. Clara M.Kusharto,M.Sc. sebagai penguji dalam prelim lisan dan sidang tertutup, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu Dr.Ir.Diah K.Pranadji,MS yang memberikan masukan ketika menjadi pembahas pada saat kolokium, dan Bapak Dr.Ir.Drajat Martianto MS sebagai dosen wali untuk semua nasihat dan saran selama perkuliahan. Seluruh staf pengajar GMK yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menempuh perkuliahan S3.

Bapak Dr.Hadi Riyadi, Dr.Ahmad Sulaeman, Dr.Budi Setiawan, Dr.Dadang Sukandar, Dr.Dodik Briawan,MCN dan Ibu dr.Yekti MS sebagai anggota peneliti ”Studi Pengaruh Pemberian Biskuit dan Mie yang Diperkaya Zat Gizi Mikro terhadap status Gizi Mikro Ibu dan Anak” dan Ir. Laily Amalia,MSi., penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

(11)

x

Dra.Esi E.MSi, Dr.Ir.Sri P.MSi, Dr.Ir.Yuliana,MSi, Dr.Ir.Suryono,MSi, serta Dr.Ir.Prihananto,MSi.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada suami tercinta Drs. Edris Isriyanto, MM atas ijinnya, bantuan dan dukungan moril maupun materil serta pengertiannya selama penulis menempuh studi. Kedua buah hati ibu, Alif Hanan Isnuriyanti Edris dan Sadad Abshar AL Edris atas ’pengertian’ dan prestasi yang dicapai dalam keterbatasan perhatian ibu. Kedua orang tua penulis yang tak henti mendoakan dan memberikan dorongan kepada penulis, kakak dan adik-adik penulis, Mba Chie dan Mas Kris yang selalu membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dan seluruh keluarga besar penulis, terima kasih semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya. Kepada almarhumah Ibu Mertua Hj.Isyami Edris, terima kasih bantuan dan dorongannya sewaktu beliau masih ada, semoga Allah SWT menerima amal ibadah ibu.

Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan memberikan dorongan selama menyelesaikan disertasi ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

Bogor, Januari 2008 Penulis

(12)

xi

dari enam bersaudara dari Bapak Hardja Muhamad Salim dan Ibu Engkan Sumekar. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Tata Boga Jurusan PKK FPTK UPI, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkan pada tanggal 2 Februari 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi yang sama diperoleh pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

(13)

xii Praktek pemberian ASI Eksklusif ... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Ekslusif... Masalah dalam Pemberian ASI Eksklusif ... Konseling Gizi ...

Pengertian dan Tujuan Konseling Gizi... Media Konseling Gizi ... Konseling Gizi untuk Meningkatkan pemberian ASI Eksklusif ...

KERANGKAN PEMIKIRAN... Validitas Data dan Kontrol Kualitas Data ... Pengolahan dan Analisa Data ...

(14)

xiii

Status Gizi Ibu... Konsumsi, Kesehatan Bayi dan Status Gizi...

Konsumsi Bayi... Kesehatan Bayi... Status Gizi Bayi... Pengaruh Konseling Gizi terhadap Pemberian ASI Eksklusif 6 Bulan...

KESIMPULAN DAN SARAN ...

(15)

xiv

1 Penelitian pemberian konseling dalam meningkatkan prevalensi ASI eksklusif ... 2 Jadwal kegiatan penelitian konseling gizi... 3 Jenis dan cara pengumpulan data... 4 Materi konseling gizi... 5 Standar Indeks Ponderal bayi laki-laki dan perempuan... 6 Distribusi penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Dramaga 7 Pendapatan keluarga berdasarkan pengeluaran pangan dan non pangan 8 Besar keluarga dan karakteristik ibu pada kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol... 9 Karakteristik bayi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 10 Paritas, berat badan dan panjang badan bayi lahir antara kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol... 11 Presentase jawaban pengetahuan gizi yang benar berdasarkan hasil

pre-test dan post-pre-test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol 12 Kategori pengetahuan gizi berdasarkan hasil pre-test dan post-test pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 13 Presentase jawaban sikap gizi yang benar berdasarkan hasil pre-test

dan post-test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 14 Kategori sikap gizi berdasarkan hasil pre-test dan post-test pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 15 Presentase jawaban praktek gizi yang benar berdasarkan hasil pre-test

dan post-test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 16 Periode inisiasi ASI pertama pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 17 Pemberian prelaktal pada bayi dan jenisnya... 18 Waktu pemberian MP-ASI pada kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol... 19 Jenis MP-ASI dan bulan pemberian pada kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol... 20 Frekuensi dan durasi pemberian ASI per hari menurut usia bayi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ... 21 Kategori pengetahuan gizi berdasarkan hasil pre-test dan post-test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 22 Rata-rata konsumsi zat gizi ibu antara kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol... 23 Rataan Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) ibu antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ... 24 Nilai Rata-Rata Tingkat Konsumsi Gizi (NRKG) ibu antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 25 Perubahan berat badan dan IMT ibu dari setelah melahirkan sampai

anak usia 6 bulan... 26 Status gizi ibu berdasarkan rata-rata Indeks Masa Tubuh (IMT)...

(16)

xv

29 Mordibitas bayi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 30 Distribusi status gizi bayi berdasarkan BB/U, PB/U dan BB/PB antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 31 Rata-rata indeks ponderal bayi perempuan antara kelompok perlakuan

dan kelompok kontrol... 32 Rata-rata indeks ponderal bayi laki-laki antara kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol... 33 Nilai odd-ratio dan nilai p untuk pemberian ASI eksklusif dengan

metoda cross-sectional... 34 Katagori pengetahuan, sikap dan praktek gizi berdasarkan status

pemberian ASI ... 35 Kategori status gizi bayi berdasarkan status pemberian ASI... 36 Hasil uji regresi logistik pengaruh konseling gizi pada pemberian ASI

(17)

xvi

1 Peluang meninggal karena infeksi pada bayi yang tidak diberi ASI... 2 Model faktor penentu perilaku pemberian ASI... 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam

menyusui………...…… 4 Contoh lembaran dalam bentuk kartu di negara India dan Afrika... 5 Skema perubahan perilaku... 6 Diagram pohon berbagai kemungkinan yang mempengaruhi perilaku

pemberian ASI eksklusif ... 7 Kerangka penelitian pengaruh konseling gizi terhadap pemberian

ASI eksklusif ... 8 Cara penarikan contoh... 9 Waktu pemberian konseling kepada Ibu pada saat hamil dan setelah melahirkan... 10 Pendorong pengambil keputusan pemberian MP-ASI dini pada

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 11 Perbedaan (delta) rata-rata skor pengetahuan gizi, sikap gizi dan

praktek gizi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 12 Perbedaan penurunan berat badan ibu antara kelompok perlakuan

dan kelompok kontrol... 13 Presentase pemenuhan konsumsi zat gizi bayi dari ASI untuk setiap

bulannya antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 14 Persentase rata-rata pemenuhan konsumsi zat gizi ASI dari total

konsumsi zat gizi bayi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 15 Pertambahan berat badan bayi antara kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol... 16 Selisih rata-rata pertambahan BB bayi kelompok perlakuan

dibandingkan kelompok kontrol... 17 Distribusi rata-rata panjang badan bayi menurut umur antara

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 18 Selisih rata-rata pertambahan panjang badan bayi kelompok

perlakuan dibandingkan kelompok kontrol... 19 Sebaran nilai Z-Score bayi kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol berdasarkan indikator BB/U... 20 Sebaran nilai Z-Score bayi kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol berdasarkan indikator PB/U... 21 Sebaran nilai Z-Score bayi kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol berdasarkan indikator BB/PB... 22 Perubahan indeks ponderal berdasarkan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol... 23 Pemberian ASI eksklusif antara kelompok perlakuan dan kontrol... 24 Presentase penurunan pemberian ASI saja per bulan antara

(18)

xvii

Halaman

1 Data Jumlah Keluarga di Kabupaten Bogor... 135

2 Peta Dramaga... 136

3 Kartu Konseling... 137

4 Protokol Konseling ... 139

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) telah terbukti bermanfaat bagi optimalisasi imunitas, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. Selain itu, pemberian ASI menciptakan ikatan cinta kasih antara ibu dan anak, mempercepat pemulihan kesehatan ibu nifas, menunda kehamilan dan mengurangi risiko kanker payudara (Unicef 1997; Prentice 2000; WHO 2001; Black dan Victora 2002; Depkes 2002). WHO merekomendasikan pemberian ASI yang benar yaitu pemberian ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai berusia 6 bulan. Pemberian ASI dimulai dalam 30 menit setelah bayi lahir dengan teknik menyusu yang benar, pemberian sesering dan sekehendak bayi (WHO 2001). Sejalan dengan hal ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dengan mengeluarkan Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004.

Di negara berkembang, terutama bagi keluarga miskin, ASI merupakan “jaring pengaman” alami untuk melawan pengaruh kemiskinan terhadap bayi. ASI mengeluarkan bayi dari pengaruh kemiskinan untuk beberapa bulan pertama yang penting (Lazarov, 2000). Hal ini berkaitan bahwa ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai bayi berusia 6 bulan, sehingga pada keluarga miskin tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli makanan bagi bayi. Selain itu, menurut WHO (2003) bagi keluarga miskin pemberian ASI ekslusif sampai 6 bulan akan lebih bermakna karena dapat mencegah kejadian infeksi, termasuk diare, dan menghemat pengeluaran keluarga.

(20)

ekslusif pada bayi 4-5 bulan 23,9% pada tahun 1997 dan 13,9% tahun 2003;

dan pada bayi 6-7 bulan 13,9% tahun 1997 dan 7,8% tahun 2003. Penelitian Hardinsyah dkk (2001) di kota Bogor menemukan pemberian ASI ekslusif antara 4 - 5 bulan adalah 23,9%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2004) di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor hanya 2,6% bayi yang disusui secara eksklusif sampai 4 bulan. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nutrition & Health Surveilancce System kerjasama dengan Balitbangkes dan Hellen Keller Internasional pada tahun 2002 di 4 perkotaan yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar dan 8 perdesaan di Sumbar, lampung, Banten, Jateng, Jabar, Jatim, NTB, Sulsel, menunjukkan bahwa cakupan ASI ekslusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1% - 13% sedangkan di perdesaan 2% - 13%.

Pemberian ASI pada bayi erat kaitannya dengan keputusan ibu bayi. Penelitian Hannon et al (1997) di Amerika Serikat menemukan bahwa faktor utama yang mempengaruhi keputusan ibu dalam pemberian ASI, yaitu pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI. Hal senada dikemukakan oleh Dermer (2001) bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan ibu memberikan ASI adalah kurangnya informasi tentang manfaat ASI. Sedangkan menurut Killewo

et al (2002) faktor yang mempengaruhi keputusan pemberian ASI di daerah

perdesaan Bangladesh adalah persepsi ibu tentang ASI eksklusif. Ibu yang mempunyai persepsi negatif tentang ASI adalah ibu dari keluarga yang berpendidikan dan berpendapatan rendah (Ruowei et al, 2002)

(21)

merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai asupan gizi dan mengidentifikasi area perubahan yang diperlukan. Konselor gizi memberikan informasi, dukungan dan ikut membantu klien membuat dan memelihara perubahan yang dibutuhkan tersebut.

Perubahan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, yang pada awalnya selama 4 bulan, memerlukan kesiapan. Kesiapan individu untuk berubah menurut Murphy (2005) dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, keterampilan, kepercayaan, nilai, motivasi dan tingkat percaya diri dan harga diri (self-esteem) dan juga membutuhkan persetujuan dari yang lain. Pendekatan dalam konseling gizi dilakukan secara individual, sehingga diharapkan dapat membantu kesiapan ibu melakukan perubahan perilaku melalui tahapan perubahan pengetahuan, sikap dan praktek yang mendukung pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Rogers (Notoatmodjo 2003) bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Sampai saat ini penelitian tentang konseling dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif lebih banyak berbasis klinik atau rumah sakit oleh tenaga kesehatan di daerah miskin perkotaan di mancanegara dan umumnya adalah konseling laktasi (Morrow et al 1999; Hider et al 2000; Aidam et al

(22)

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konseling gizi pada ibu keluarga miskin perdesaan terhadap pemberian ASI eksklusif. Secara khusus tujuannya adalah :

1. Menganalisis pengetahuan gizi pada ibu yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi

2. Menganalisis sikap gizi pada ibu yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi

3. Menganalisis praktek gizi pada ibu yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi

4. Menganalisis konsumsi dan status gizi Ibu pada kelompok yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi

5. Menganalisis konsumsi, status gizi dan kesehatan bayi pada kelompok yang diberi konseling gizi dan yang tidak diberi konseling gizi

6. Menganalisis pengaruh konseling gizi terhadap status pemberian ASI ekslusif 6 bulan.

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan tentang dimensi konseling gizi dalam perubahan pengetahuan gizi, sikap gizi dan praktek gizi yang mendukung pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Selain itu juga sebagai masukan bagi penyempurnaan program dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif di masyarakat.

Hipotesis

Hipotesis 1 :

(23)

Hipotesis 2 :

Sikap gizi ibu akan lebih baik pada ibu yang diberi konseling gizi dibandingkan ibu yang tidak diberi konseling gizi

Hipotesis 3 :

Praktek gizi ibu akan lebih baik pada ibu yang diberi konseling gizi dibandingkan ibu yang tidak diberi konseling gizi

Hipotesis 4 :

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Komposisi dan Kandungan Gizi ASI

Air susu ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang paling sempurna bagi bayi dan anak. Sempurna bukan hanya karena lengkapnya kandungan zat gizi yang ada pada ASI, namun lebih dari itu ASI mengandung zat kekebalan yang mampu melindungi bayi dan anak dari berbagai macam penyakit infeksi, dan ASI memberikan sentuhan emosional bagi bayi dan anak serta ibu yaitu rasa terlindungi, aman dan damai (Depkes 1991).

Komposisi ASI menurut stadium laktasi adalah kolostrum, air susu transisi, air susu mature. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali di sekresi oleh kelenjar mamma dari hari pertama sampai hari kelima masa laktasi. Kolostrum merupakan cairan kental dengan warna kekuningan dan lebih kuning dibandingkan ASI yang mature. Kolostrum yang disekresi pada hari pertama, kualitasnya lebih baik dibandingkan yang disekresi pada hari kedua sampai keempat. Protein pada kolostrum adalah protein globulin. Kolostrum mengandung antibodi yang mampu memberikan perlindungan pada bayi sampai 6 bulan. Komposisi gizi kolostrum lebih tinggi dibandingkan komposisi ASI

mature. Volume kolostrum berkisar antara 150 – 300 gram per hari (Lawrence

1985).

ASI masa transisi merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI mature. ASI ini diproduksi dari hari kelimasampai hari kesepuluh. Kadar protein ASI mature lebih rendah dibandingkan kolostrum yaitu 1,1gram berbanding 2,2 gram per 100 ml, tetapi kadar lemak dan laktosanya semakin tinggi dari kolostrum. ASI mature merupakan air susu yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya. Komposisi relatif konstan dan warnanya lebih putih kekuningan yang merupakan pembentukan garam kalsium, kaseinat, riboflavin dan karoten (Prentice 2001).

(25)

amylase berfungsi untuk mencerna polisakarida, lipase berfungsi untuk mencerna lemak dan anti infeksi, protease berfungsi sebagai proteolisis,

santhin oksidase berfungsi sebagai karier zat besi, glutathione peroksidase

berfungsi sebagai karier selenium, alkalin phosphatase berfungsi sebagai karier zinc dan magnesium, antiprotease berfungsi sebagai proteksi bioaktif komponen enzim, immunoglobulin dan hormon pertumbuhan,

sulfhidriloksidase berfungsi untuk mempertahankan struktur dan fungsi protein

ASI, serta lisozim dan peroksidase berfungsi sebagai bakterisidial (Prentice 2001).

ASI Eksklusif

Pengertian ASI Eksklusif

Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration) tahun 1990 merupakan salah satu hasil kolaborasi antara organisasi internasional, pemerintah dan LSM yang bersama-sama mendukung negara-negara untuk menentukan standar meningkatkan keadaan gizi. Deklarasi Innocenti bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 4 – 6 bulan. Setelah berumur 4 – 6 bulan, bayi diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang benar dan tepat serta ASI diteruskan sampai bayi berusia 2 tahun.

UNICEF dan World Health Assembly (WHA) pada tahun 1999 memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif menjadi 6 bulan. WHO tetap merekomendasikan bayi harus diberi ASI eksklusif dari mulai lahir sampai usia 4 – 6 bulan (WHO 1999). WHO berpendapat rekomendasi tersebut masih perlu dikaji lagi meskipun cukup informasi ilmiah dan pemahaman yang lebih baik terhadap pengaruh secara individual dan populasi dari pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

(26)

pemberian ASI eksklusif menjadi 6 bulan, maka ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif dari mulai lahir sampai 6 bulan.

ASI eksklusif (exclusive breastfeeding) menurut WHO (2003) yaitu bayi hanya diberi ASI saja sebagai sumber makanan tanpa cairan atau makanan lainnya kecuali obat-obatan, suplemen vitamin dan mineral yang diberikan karena alasan medis. Bayi yang menerima ASI sebagai sumber makanan tetapi juga menerima air, sari buah, vitamin dan mineral serta obat-obatan disebut predominan (predominant breastfeeding).

Pada umumnya rekomendasi menggunakan istilah “sekitar”, “sampai”, “sedikitnya” untuk pengenalan MP-ASI, sehingga ada yang memberikan lebih awal pada saat memasuki 6 bulan, atau setelah bayi berusia 6 bulan. Bagaimanapun tidak bisa persis pada hari atau jam berikutnya melengkapi 6 bulan pemberian ASI eksklusif. Keuntungan ASI eksklusif sampai 6 bulan akan jauh lebih baik bagi bayi yang dilahirkan dengan risiko yang tinggi (misalnya yang dilahirkan pada lingkungan yang kurang higienis) dibandingkan bayi yang lahir pada kelompok mampu dan lingkungan yang bersih (WHO 2003)

Manfaat ASI Eksklusif

ASI eksklusif memberikan banyak keuntungan baik dari segi gizi maupun kesehatan bayi. ASI tersedia dalam keadaan bersih sebagai sumber energi, semua zat gizi esensial dan air. ASI mengandung zat kekebalan dan komponen yang menguntungkan bagi bayi. Keuntungan ASI dari segi kesehatan adalah mengurangi angka kesakitan dan kematian karena diare, infeksi saluran pernapasan, dan kasus penyakit lainnya (Lung’aho 2001).

(27)

kanker ovarium, menghemat uang dan membantu mengendalikan kesuburan (Phatak 2001)

Pemberian ASI eksklusif akan bermanfaat bagi bayi, ibu, keluarga dan pada akhirnya bagi negara. Bayi yang diberi ASI akan tercukupi kebutuhannya sampai usia 6 bulan, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi. Berdasarkan hasil kajian meta analisis tentang perkembangan intelektual bayi yang diberi ASI dan tidak diberi ASI yang dikemukakan oleh Anderson (1999) bahwa perkembangan intelektual anak lebih baik pada anak yang diberi ASI berdasarkan skor perkembangan kognitif anak. Anak yang memperoleh ASI mempunyai skor 3,16 point lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak diberi ASI.

Bayi yang tidak diberi ASI lebih besar peluang meninggal karena penyakit infeksi pada tahun pertama kehidupannya (Gambar 1). Risiko kematian semakin besar pada bayi yang berusia lebih muda. Bayi yang tidak diberi ASI pada bulan pertama kehidupannya mempunyai risiko 6 kali lebih besar dibandingkan bayi yang diberi ASI. Risiko akan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia bayi (WHO 2000).

Gambar 1 Peluang meninggal karena infeksi pada bayi yang tidak diberi ASI (WHO 2000).

0 1 2 3 4 5 6 7

0-1 2-3 4-5 6-8 9-12

(28)

Manfaat memberikan ASI eksklusif bagi ibu adalah mengurangi pendarahan, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, menurunkan berat badan, mengurangi kemungkinan menderita kanker, memberi kepuasan pada ibu, praktis dan ekonomis. ASI memberikan manfaat ekonomi karena akan mengurangi biaya pengeluaran terutama untuk membeli susu. Lebih jauh, bagi negara pemberian ASI dapat menghemat devisa negara, menjamin tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas, menghemat subsidi biaya kesehatan masyarakat, dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat gangguan plastik sebagai bahan peralatan susu formula. Dengan demikian menyusui bersifat ramah lingkungan (Depkes 2002).

Praktek Pemberian ASI Eksklusif

Menyusui merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak 230 juta tahun yang lalu oleh golongan mamalia. Hal ini lebih dikarenakan kewajiban untuk memberikan makan pada anak-anaknya. Industri dalam bidang makanan mulai terjadi saat revolusi industri pada abad 19. Pabrik pengolahan susu mengalami kemajuan pesat dan kemudian mengembangkan serta memproduksi susu sesuai dengan kebutuhan khusus, misalnya susu untuk bayi yang baru dilahirkan. Promosi yang agresif tidak hanya membuat ibu-ibu tertarik untuk memberikan bayinya susu botol, tetapi juga membuat percaya bahwa susu formula sungguh praktis, aman dan bagi yang bekerja dapat segera kembali bekerja tanpa harus menyusui (Phatak 2001). Kondisi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap praktek pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya.

(29)

sebanyak 47%, di Pakistan hanya 25% dilaporkan ibu yang memberikan ASI dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan dan di Srilangka 55% bayi diberi kolostrum. Praktek pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 4-6 bulan, rata-rata hanya 0,5 bulan di Pakistan, di Srilangka 1,2 bulan (Mason et al. 2001)

Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI Sedunia tahun 2000 dengan tema “Memberi ASI adalah hak azasi ibu; Mendapatkan ASI adalah hak azasi bayi” (Depkes 2002). Hal senada dikemukan oleh Engesveen (2005) bahwa pemberian ASI merupakan hak azasi anak dan pemberian ASI memberikan kontribusi kepada pencapaian Millenium

Development Goals (MDGs) karena ASI merupakan komponen penting dalam

strategi mencegah kelaparan pada bayi.

Hasil penelitian tentang praktek menyusui menunjukkan selama tahun pertama kehidupan bayi 98% bayi di Afrika, 96% bayi di Asia dan 90% bayi di Amerika Selatan mendapatkan ASI selama beberapa periode. Periode ASI eksklusif pada umumnya masih rendah. Di beberapa negara yang umumnya secara tradisional memberikan ASI lebih lama seperti di Indonesia, Kenya, Peru dan Philipina, cairan tambahan segera diberikan pada minggu-minggu pertama kehidupannya. Contohnya di Peru, dari 99% bayi yang diberi ASI, dalam bulan pertama kehidupannya 83% menerima air atau teh sebagai tambahan ASI (WHO 1997).

Pemberian ASI eksklusif yang rendah juga dialami oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Departemen Kesehatan Amerika dalam pencapaian

healthy people 2010 menargetkan pemberian ASI oleh ibu setelah melahirkan

(30)

yang menyusui hanya sebesar 21% pada ibu yang berpendapatan rendah dan 22% pada ibu yang berkulit hitam (Guise et al. 2003)

Penelitian yang dilakukan Lung’aho (2001) mengidentifikasi beberapa praktek spesifik dan intervensi dalam menunjang keberhasilan pemberian ASI eksklusif , yaitu :

1. Segera disusui setelah bayi dilahirkan, karena akan menstimulasi pengeluaran oxytocin dan mengembalikan kekuatan kontraksi uteri. Kondisi ini membantu mengontrol pendarahan pada masa nifas.

2. Memberikan kolostrum, keuntungan imunologi bagi bayi dan dapat membantu mencegah pemberian prelaktal. Prelaktal dapat mengganggu pencernaan bayi yang baru lahir oleh patogen.

3. Frekuensi menyusui ’on-demand’ siang dan malam akan mencukupi kebutuhan bayi. Produksi ASI tergantung ’supply and demand’. Semakin sering bayi mengisap, ASI akan lebih banyak diproduksi. Frekuensi menyusui menurun akan mendorong terjadinya peradangan dan lecet.

4. Posisi menyusui yang tepat akan mengurangi masalah ketidakcukupan ASI seperti yang sering dikeluhkan ibu menyusui. Posisi menyusui yang baik juga akan menurunkan masalah puting.

WHO dan UNICEF (1989) mengemukakan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui yaitu: Setiap fasilitas yang menyediakan pelayan persalinan dan perawatan bayi baru lahir seyogianya ;

1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara rutin disampaikan kepada semua staf pelayanan kesehatan untuk diketahui.

2. Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan dan melaksanakan kebijakan tersebut.

3. Menjelaskan kepada seluruh ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui.

4. Membantu ibu-ibu untuk mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan.

(31)

6. Tidak memberikan makanan atau minuman apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir, kecuali bila ada indikasi medis.

7. Melaksanakan rawat gabung, memungkinkan/mengijinkan ibu dan anak untuk selalu bersama selama 24 jam.

8. Mendukung ibu agar dapat memberi ASI sesuai dengan keinginan dan kebutuhan bayi (on demand).

9. Tidak memberikan dot dan empeng kepada bayi yang disusui.

10.Membentuk kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu-ibu yang pulang dari rumah sakit atau klinik untuk selalu berhubungan ke kelompok tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI secara optimal merupakan pilihan ibu, dimana pilihan tersebut dilatarbelakangi pengalaman sebelumnya yang dipengaruhi oleh faktor sosial, fisik, dan logistik. Pengaruh tersebut mungkin dirasakan atau tidak dirasakan oleh ibu. Meskipun demikian, hal ini bisa sebagai dukungan atau penghalang dalam memberikan ASI (WHO 2003). Model faktor penentu yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI terhadap bayi dikemukakan oleh Lutter (2000) seperti yang disajikan pada Gambar 2.

(32)

Gambar 2 Model faktor penentu perilaku pemberian ASI pada bayi (Lutter 2000)

Faktor penentu dasar akan mempengaruhi pada faktor penentu antara, kemudian akan mempengaruhi pada faktor penentu secara langsung yaitu pilihan ibu dalam memberikan ASI secara optimal atau tidak. Selain itu faktor penentu antara juga akan mempengaruhi pada peluang ibu untuk melaksanakan pilihannya. Pilihan ibu dalam pemberian ASI kepada bayi dan peluang untuk melaksanakan pilihan tersebut saling mempengaruhi yang pada akhirnya akan menentukan perilaku ibu terhadap pemberian ASI pada bayi. Ada tiga faktor besar yang mempengaruhi pemberian ASI pada bayi menurut Morrow et al (1995) yaitu ketidaktahuan ibu akan mekanisme pemberian ASI, tuntutan ekonomi, dan psikososial dan latar belakang kebudayaan/adat istiadat. Dermer (2001) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan ibu memberikan ASI atau tidak antara lain :

Perilaku Pemberian ASI pada Bayi

Pilihan Ibu

Kesempatan untuk melaksanakan

pilihan

Informasi praktek pemberian makan pada bayi dan dukungan fisik dan sosial selama hamil, melahirkan

dan setelah melahirkan

• Keluarga, medis, dan norma budaya

• Kondisi demografi dan ekonomi

• Tekanan komersial

• Peraturan nasional dan internasional Faktor penentu

langsung

Faktor penentu antara

(33)

1. Tingginya dominasi kampanye dari industri susu formula

2. Kurangnya dukungan kepada ibu dari orang atau kelompok yang bisa membantu ibu untuk mengambil keputusan pemberian ASI

3. Kurangnya informasi tentang manfaat ASI bagi bayi dan informasi tentang cara menyusui yang berhasil.

4. Kurangnya dukungan dari tenaga medis tentang kampanye ASI karena pada kenyataannya masih banyak tenaga medis yang mendorong ibu untuk memberikan susu formula

5. Media massa dapat memberikan pengaruh kepada ibu dalam menentukan keputusannya memberikan ASI atau tidak dengan informasi yang dikandungnya

Keberhasilan, berhenti lebih awal dan kegagalan menyusui menurut EbrahinG.J. (1979) merupakan gambaran sikap ibu terhadap penyusuan yang dipengaruhi beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi sikap tersebut antara lain, nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat, pengalaman masa kanak-kanak, hubungan dalam keluarga, menyusui yang berhasil dalam kehamilan terdahulu, hubungan dalam keluarga, nasihat dan pengalaman selama kehamilan dan persalinan, dukungan emosional dalam masa postnatal, persoalan dan kesulitan fisik serta kondisi bayi (Gambar 3).

(34)

Gambar 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam menyusui (Ibrahim G.J. 1979)

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Penelitian yang telah dilakukan di NTB dengan metode kohort, baik di daerah rural maupun urban menunjukkan bahwa ASI ekslusif hanya berkisar ± 2% (angka resmi dari Dinas Kesehatan diatas 30%). Alasan rendahnya pemberian ASI eksklusif di perkotaan adalah karena ibu harus kembali bekerja, sedangkan alasan rendahnya pemberian ASI eksklusif di perdesaan adalah karena pengaruh faktor sosial, kekerabatan, adat dan religi (Hananto dan Kasniyah 1991).

Faktor kekerabatan sosial atau gotong royong antara lain terlihat di masyarakat di Jawa dan Sumatra. Pada waktu seorang ibu melahirkan, para tetangga berdatangan untuk membantu merawat ibu dan bayinya. Ada yang memberi madu, kelapa muda, pisang atau nasi yang dihaluskan. Pada saat itu ibu masih kesakitan dan belum begitu kuat, sehingga perawatan bayi dilakukan oleh nenek, keluarga suami, ataupun tetangga (Hananto dan Kasniyah 1991).

Sikap Ibu Bayi lapar dan rewel

(35)

Rendahnya persentase ibu yang mempraktekkan pemberian ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan di beberapa negara mempunyai alasan yang sama. Beberapa alasan yang dikemukakan adalah bahwa makanan prelaktal perlu diberikan pada tiga hari pertama karena ASI belum keluar, air merupakan suatu yang esensial dalam pola makan bayi, ASI saja tidak cukup untuk bayi, perlu diberi sesuatu selain ASI agar pertumbuhannya lebih baik dan makanan yang tabu dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui sehingga kecukupan gizi ibu tidak terpenuhi (Haider et al 2002).

Bila tidak ada kelainan pada payudara, maka kuantitas dan kualitas ASI tergantung dari banyak hal, yang terpenting adalah faktor psikhis (ketenangan), status gizi ibu, dan makanan ibu. Namun penelitian-penelitian di India menunjukkan bahwa walaupun ibu itu menderita kekurangan gizi mereka dapat dengan mudah memberikan ASI sebanyak 400 - 600 cc per hari dengan kualitas yang cukup baik dalam hal protein, lemak dan karbohidrat tetapi kadar vitamin dan mineralnya lebih rendah (Hariyono 1977).

Tidak semua ibu dapat memberikan ASI kepada anaknya yang disebabkan ibu tidak mampu menghasilkan ASI yang cukup atau sama sekali tidak mampu memproduksi ASI. Selain itu bisa juga dikarenakan kondisi kesehatan ibu yang menyebabkan ASI tidak boleh diberikan kepada anaknya. Ibu yang menderita sakit kuning, demam tinggi, buah dada membengkak dan bernanah (abses), menderita penyakit gondok dan sedang mendapat pengobatan antitiroid atau menderita penyakit menahun yang sangat melemahkan keadaan ibu, menyebabkan anak tidak boleh diberi ASI (Oswari 1986).

(36)

Masalah dalam Pemberian ASI Eksklusif

Dua minggu pertama setelah melahirkan merupakan masa yang perlu mendapat perhatian, bimbingan dan dukungan kepada ibu menyusui. Hal ini dikarenakan pada masa ini banyak masalah yang berhubungan dengan proses menyusui. Masalah dalam menyusui dapat ditimbulkan karena ada hambatan fisik, psikis ataupun teknis. Masalah fisik yang sering dihadapi oleh ibu menyusui menurut Depkes (2002) adalah puting susu datar atau terbenam, puting susu nyeri, puting susu lecet dan payudara bengkak. Masalah psikis merupakan masalah internal ibu yaitu motivasi, pengetahuan, kepercayaan diri dan keputusan untuk memberikan ASI sesuai sistem nilai yang dianut. Masalah teknis berhubungan dengan keterampilan ibu dalam proses menyusui.

Puting susu datar atau terbenam merupakan masalah anatomis yang merupakan kelainan dari puting susu. Pada umumnya ibu-ibu tidak mempunyai kelainan anatomis payudara. Kelainan ini akan menghambat kemudahan bayi untuk menyusu, tetapi ibu tetap dapat memberikan ASI meskipun pada awalnya bayi akan menemukan kesukaran tetapi setelah beberapa minggu puting susu yang datar akan menonjol keluar.

Puting susu nyeri (sore nipple) dan puting susu lecet (cracked nipple) dikarenakan posisi bayi saat menyusu salah, yaitu bahwa puting tidak masuk dalam mulut bayi sampai pada areola sehingga bayi hanya menghisap pada puting susu saja. Hisapan bayi yang terus menerus pada tempat tertentu akan menimbulkan rasa nyeri waktu dihisap. Penyebab lain yang dapat menimbulkan puting susu nyeri adalah penggunaan sabun, lotion, krem dan alkohol pada saat membersihkan puting susu sehingga terjadi iritasi (Perinasia 1992). Puting susu lecet selain karena posisi menyusui yang salah, juga dapat disebabkan oleh

thrush (candidates) atau dermatitis (Depkes 2002).

(37)

dan puting susu yang salah, produksi ASI berlebih, terlambat menyusui, pengeluaran ASI yang jarang dan waktu menyusui yang terbatas.

Menyusui adalah suatu pengalaman belajar dan bagi beberapa ibu menyusui adalah suatu masa penuh tantangan. Salah satu kendala dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang menyusui, rasa cemas yang berlebihan tidak dapat menghasilkan ASI yang cukup karena kurangnya informasi dan dukungan yang baik sehingga ibu ragu akan kualitas dan kuantitas ASI serta kurangnya motivasi ibu untuk menyusui (Perinasia 1990; Welford 2001)

Konseling Gizi

Pengertian dan Tujuan Konseling Gizi

Konseling (counsel) berasal dari bahasa Latin consilium yang berarti ”bersama-sama” atau ”bercakap bersama”. Kata konseling menurut WHO (1993) terkadang diterjemahkan berbeda. Beberapa bahasa menterjemahkan konseling sebagai pemberian nasihat (advising). Konseling berbeda dari sekedar memberi nasehat sederhana. Seseorang yang memberikan nasehat, maka dia akan mengatakan apa yang dipikirkan dan apa yang harus dikerjakan. Hal ini berbeda apabila seseorang melakukan konseling, maka dia tidak akan mengatakan apa yang harus dilakukan, tetapi akan membantu memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya.

Definisi konseling sekarang ini lebih menekankan pada kualitas hubungan antara konselor dan klien. Definisi konseling menurut Jones (dalam

(38)

Counselor Association (ASCA) (dalam Ali M. 2007) adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.

Adanya perbedaan definisi konseling menurut Ali M.(2007) ditimbulkan karena perkembangan ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan pandangan ahli yang merumuskan tentang konseling dan aliran dan teori yang dianutnya. Dalam bidang konseling terdapat berbagai aliran dan teori, yang kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa model kategori pula. Ada ahli yang mengklasifikasikan konseling berdasarkan fungsinya menjadi tiga kelompok, yaitu; suportif, reedukatif, dan rekonstruktif. Konseling juga dibedakan berdasarkan metodenya, yaitu metode direktif dan non-direktif. Pengelompokkan konseling ada pula yang berdasarkan penekanan masalah yang dipecahkan, yaitu ; penyesuaian pribadi, pendidikan dan karir. Pengelompokkan konseling berdasarkan pada kawasan atau ranah perilaku yang merupakan kepeduliannya, yaitu konseling yang berorientasi pada ranah kognitif dan ranah afektif.

Konseling yang berhubungan dengan perilaku akan lebih efektif apabila menggunakan teknik konseling individual. Konseling individual adalah kunci semua kegiatan konseling yang bermakna pertemuan konselor dengan klien secara individual dan konselor berupaya memberikan bantuan untuk mengembangkan pribadi klien serta klien dapat mengantisipasi masalah-masalah yang dihadapinya (Sofyan 2004).

(39)

Konseling gizi menurut Gustafson (http://www.eatright.org ) merupakan proses yang berkelanjutan yang dilakukan oleh tenaga ahli, biasanya seorang ahli diet, bekerja secara individual untuk menilai asupan makan dan mengidentifikasi area perubahan yang diperlukan. Konselor gizi memberikan informasi, materi pendidikan, dukungan dan ikut membantu individu membuat dan memelihara perubahan diet yang dibutuhkan.

Tujuan dari konseling gizi adalah menolong seseorang membuat dan memelihara perubahan pengaturan makan. Seseorang yang mempunyai masalah gizi, memerlukan perubahan untuk makan yang lebih sehat. Seorang konselor menurut Sofyan (2004) akan mendengarkan apa yang dikatakan kliennya, dan konselor mencoba memahami apa yang klien rasakan. Konselor membantu klien untuk meningkatkan kepercayaan, sehingga klien dapat mengontrol situasi yang diinginkan.

Hubungan konseling bersifat interpersonal. Hubungan konseling terjadi dalam bentuk wawancara secara tatap muka antara konselor dengan klien. Hubungan itu tidak hanya bersifat kognitif dan dangkal, tetapi juga melibatkan semua unsur kepribadian dari kedua belah pihak yang meliputi; pikiran, perasaan, pengalaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain.

Keefektifan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dan kliennya. Dilihat dari segi konselor, kualitas hubungan itu tergantung kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik konseling dan kualitas pribadinya.

Media Konseling Gizi

Media merupakan saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan (FAO 1994). Hal ini diperlukan untuk membedakan antara dua saluran komunikasi yaitu tatap muka (face to face) dan media masa (mass media).

(40)

dalam bentuk hasil cetakan, gambar dan audio-visual. Media pendukung ini akan menjadi mengayaan bagi konselor dan juga bagi klien.

Media pendukung yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan dapat berupa hasil cetak berupa lembaran kartu, lembaran koran atau boklet. Lembaran kartu yang berisi pesan yang akan disampaikan dalam proses konseling akan memudahkan penyampaian pesan oleh konselor kepada klien, dan memberikan persepsi kepada klien dari visual apa yang ingin kita capai. Lembaran berupa kartu telah dipergunakan diberbagai negara dalam mendukung pemberian ASI yaitu di negara Bolivia, Afrika Selatan dan Timur, Ethiophia, Ghana, India, Jordan, Nepal dan Madagascar. Gambar pada kartu dapat berbeda sesuai dengan pesan yang akan disampaikan. Gambar dan pesan dalam kartu konseling dapat diadaptasi sesuai dengan kebiasaan dimana kartu akan digunakan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Contoh gambar dalam kartu konseling di negara India dan Afrika

Gambar 4 merupakan contoh gambar dalam lembaran kartu konseling yang dipergunakan dalam konseling untuk negara India, ibu yang menyusui sebagai model menggunakan baju Sari khas India, sedangkan di Afrika ibu sebagai model berkulit hitam dengan pakaian khas negara Afrika yang berwarna terang. Kartu yang digunakan dalam lembaran kartu yang dipergunakan dalam konseling di berbagai negara mempunyai pesan gambar yang sama, tetapi tampilan model menunjukkan ciri dari setiap negara.

(41)

Konseling Gizi Untuk Meningkatkan Pemberian ASI Eksklusif

Konseling dilakukan dengan berorientasi individual dalam hal ini membantu individu untuk merubah perilaku ke arah yang lebih baik, seperti yang dikemukakan oleh WHO (1993) bahwa konseling sangat penting bagi situasi dimana perilaku seseorang akan mempengaruhi kesehatan. Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini (Bappenas, 2000). Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan, sikap dan keterampilan atau tindakan. Oleh karena itu perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu pastilah terkonseptualisasikan dari ketiga ranah tersebut. Perilaku memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, merupakan respon yang didasari oleh seberapa jauh pengetahuan tentang ASI eksklusif, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap ASI eksklusif 6 bulan dan seberapa besar keterampilan dalam melaksanakan atau melakukan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan.

Perubahan perilaku yang diharapkan, dapat terjadi melalui perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan atau masing-masing berpengaruh langsung terhadap perilaku, walaupun kondisi yang berpengaruh secara langsung tidak mudah. Secara skematis dapat digambarkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Skema perubahan perilaku

P

S

K

PERILAKU

PERILAKU

P S K

(42)

Perubahan perilaku memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, dapat terjadi melalui perubahan pengetahuan, sikap dan praktek atau masing-masing berpengaruh langsung terhadap perilaku memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan. Pengetahuan tentang ASI eksklusif sampai 6 bulan dapat diperoleh salah satunya melalui informasi, dimana informasi itu merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau penyempurnaan informasi sebelumnya. Sikap merupakan kecenderungan evaluatif terhadap pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan. Hal ini menunjukkan kesetujuan dan ketidaksetujuan akan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Praktek adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku dalam hal ini pola tingkah laku yang mendukung pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan.

Perubahan perilaku seseorang memerlukan kesiapan, oleh karena itu dalam proses konseling diperlukan pehamanan akan perubahan tersebut. Kesiapan individu untuk berubah menurut Murphy (2005) dipengaruhi tingkat pengetahuan, keterampilan, persepsi, kepercayaan, nilai, motivasi dan tingkat percaya diri dan harga diri (self-esteem) dan juga membutuhkan persetujuan dari yang lain.

Untuk memahami perubahan perilaku individu yang berhubungan dengan masalah perilaku sehat dikembangkan beberapa model teori tentang perubahan perilaku yang berorientasi individual. Konseling gizi tentang ASI eksklusif yang dilakukan pada ibu agar dapat meningkatkan pemberian ASI eksklusif dapat dijelaskan dengan mengacu pada Transtheoretical Model

(Prochaska JO & Velicer WF 1997; Murphy EM 2005; Stang J & Story M 2005 ) yang meliputi lima tahap, yaitu ;

1. Precontemplation adalah tahapan di mana ibu tidak berniat untuk mengubah

perilaku. Pada tahap ini ibu tidak peduli pada permasalahan atau bahwa ada suatu kebutuhan untuk perubahan, sehingga ibu memberikan makanan atau cairan selain ASI kepada bayinya. Hal ini dikarenakan kurang informasi atau tidak mengetahui konsekuensi dari perilaku mereka.

(43)

kontra terhadap perubahan. Ketika banyak yang pro maka peluang untuk berubah akan lebih besar, sedangkan apabila banyak yang kontra maka menurunkan peluang terjadinya perubahan. Oleh karena itu, konselor dalam melakukan konseling menunjukkan manfaat yang akan diperoleh bagi ibu, bayi dan keluarga apabila memberikan ASI eksklusif.

3. Persiapan (preparation) adalah tahapan dimana ibu berniat untuk mulai bertindak dalam waktu dekat ini. Ibu sudah merencanakan beberapa tindakan, seperti melakukan konsultasi dengan konselor, melakukan perawatan payudara, berkomunikasi dengan tenaga medis atau membeli buku untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dirinya sendiri. 4. Tindakan (action) adalah tahapan dimana ibu sudah melakukan perubahan

dengan memberikan ASI eksklusif. Selama ibu menyusui perlu dilakukan dukungan kepada ibu agar mampu memberikan ASI eksklusif. Sejak tindakan dapat diobservasi, perubahan perilaku sering disamakan dengan tindakan. Tetapi di dalam Transtheoretical Model, tindakan hanya salah satu dari lima langkah.

5. Pemeliharaan (maintenance) adalah tahapan dimana ibu mencegah kembali pada perbuatan sebelumnya yaitu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya, atau ibu menceritakan kepada ibu-ibu lain tentang pemberian ASI eksklusif.

Penerimaan ibu terhadap perubahan pemberian ASI eksklusif dengan durasi yang lebih panjang memerlukan suatu proses dan tidak akan menerima secara tiba-tiba. Menurut Murphy EM (2005) tingkat perubahan tersebut pada setiap individu akan bervariasi, tergantung tingkat motivasi atau kesiapan untuk menerima perubahan. Tahapan ini bisa membantu bagaimana konselor dapat membantu mengembangkan perubahan. Penerimaan perubahan terjadi tidak selalu satu arah dan meningkat, tetapi penerimaan perubahan bisa terjadi menurun ke tahap sebelumnya terutama ketika sudah pada tahapan tindakan

(action) dan pemeliharaan (maintenance) ke tahapan sebelumnya. Hal ini

(44)

banyak yang pro akan mendukung perubahan itu terjadi, sedangkan apabila banyak yang kontra akan menghambat perubahan itu sendiri.

Perubahan tidak terjadi dapat juga dikarenakan masyarakat memiliki semacam keengganan untuk berubah yaitu resistensi sosial. Resistensi sosial menurut Susanto (1984) karena; (1) mereka terikat karena sistem nilai (value

system) yang relatif langgeng; (2) mereka berfikir dari aspek keamanan batiniah

dan kurang berani mengambil resiko dari suatu yang baru (konsep safety first) khususnya jika mereka tidak melihat adanya keuntungan relatif (relative

advantage) yang dapat dinikmati secara psikologis dan lahiriyah.

Resistensi sosial menurut Lippit (dalam Susanto 1984) dapat disebabkan oleh delapan faktor. Pertama, karena tujuan pembaharuan tidak diinformasikan dengan cukup jelas dan dimengerti oleh masyarakat. Kedua, karena tokoh-tokoh dalam masyarakat baik formal maupun informal tidak diikutsertakan. Ketiga, Jika usul program karena kepentingan pribadi. Keempat, jika norma-norma budaya, pranata sosial dan kebiasaan masyarakat diabaikan. Kelima, jika terdapat komunikasi yang kurang baik antara pengelola program dengan masyarakat sasaran. Keenam, jika terdapat kekhawatiran akan kegagalan baik dari pengelola program maupun dari masyarakat. Ketujuh, jika biaya perubahan itu terlalu mahal, atau imbalan yang diperoleh masyarakat dari perubahan tersebut kurang memadai. Kedelapan, jika keadaan sekarang telah memuaskan bagi sebagian besar masyarakat.

(45)

Penelitian tentang konseling laktasi dalam meningkatkan ASI eksklusif dilakukan juga di Bangladesh oleh Haider et al (2002). Konseling dilakukan sebanyak 15 kali Konseling dilakukan oleh konselor yang di ambil dari masyarakat setempat, yaitu ibu yang sudah mempunyai pengalaman menyusui dengan pendidikan minimum 4 tahun, punya keinginan untuk menolong ibu lain memberikan ASI, tinggal di daerah setempat, dan bersedia mengikuti pelatihan tentang ASI. Konselor mendapat gajih setiap bulannya. Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian sebelumnya, bahwa pada kelompok ibu yang mendapat konseling lebih tinggi persentase pemberian ASI eksklusifnya dibandingkan kelompok kontrol.

Penelitian konseling laktasi yang dilakukan oleh Leite et al (20005) di Fortaleza Brazil, menunjukkan bahwa ibu yang diberi konseling menyusui bayi secara eksklusif sebanyak 25 % dan 20 % pada ibu yang tidak diberi konseling gizi. Konseling dilakukan sebanyak 6 kali setelah melahirkan dengan melakukan kunjungan rumah.

(46)

Tabel 1 Penelitia pemberian konseling laktasi dalam meningkatkan prevalensi ASI eksklusif

Study

(design) Subjek Intervensi Hasil

Morrow et

Konselor di ambil dari masyarakat setempat

Group 3 sebagai kontrol

Ibu yang memberikan ASI sebanyak 68 % pada kelompok

Intervensi dan 63% pada kelompok kontrol, anak atau kurang dan tidak mempunyai penyakit yang serius, lahir normal tidak cacat dengan berat 1800 gram atau lebih

Konselor di ambil dari masyarakat setempat kemudian di latih , home visit sebanyak 15 kali; 2 kali pada kehamilan tri semester ketiga, 4 kali dalam 1 bulan setelah melahirkan dan 1 kali setiap 2 minggu sampai usia bayi 5 bulan

Prevalensi pemberian ASI eksklusif 70 % pada kelompok

intervensi dan 6 % pada kelompok kontrol dengan berat < 3000 g, lahir tidak kembar dan bayi serta ibu yang tidak memiliki masalah kesehatan

Konselor di ambil dari masyarakat setempat kemudian di latih, home visit sebanyak 6 kali yaitu pada hari ke 5, 15, 30, 60, 90 dan 120 setelah melahirkan

Ibu yang menyusui bayinya sebanyak 65 % pada kelompok

(47)

KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan literatur kepustakaan, disusun diagram pohon tentang berbagai kemungkinan faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif (Gambar 6). Menurut Delp et al. ( Hardinsyah, 1996) berdasarkan diagram pohon maka dapat dibangun kerangka operasional pemikiran, dalam hal ini kerangka pemikiran mengenai pengaruh konseling gizi terhadap pemberian ASI eksklusif pada ibu keluarga miskin (Gambar 7).

ASI eksklusif dianjurkan diberikan selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi ternyata belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal oleh ibu. Kondisi ini bisa dilihat dari masih rendahnya pemberian ASI khususnya ASI eksklusif berdasarkan data SDKI tahun 2003. Berdasarkan Visi Indonesia Sehat 2010, pada tahun 2010 seharusnya pemberian ASI eksklusif mencapai 80%, tetapi berdasarkan SDKI pada tahun 2003 baru 55% ibu-ibu yang memberikan ASI secara eksklusif.

Keberhasilan menyusui, menghentikan menyusui dan gagal menyusui bayinya secara eksklusif oleh ibu sangat tergantung keputusan ibu yang merupakan gambaran perilaku ibu dalam praktek menyusui. Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan ibu untuk memberikan ASI. Faktor yang diduga berkaitan dengan perilaku ibu dalam memberikan atau tidak memberikan ASI meliputi kesehatan bayi, kesehatan ibu, produksi ASI, sikap ibu terhadap ASI, pengetahuan ibu tentang ASI dan kesempatan memberikan ASI.

(48)

demam tinggi, buah dada membengkak dan bernanah (abses) menyebabkan anak tidak boleh diberi ASI (Oswari 1986).

Produksi ASI dipengaruhi konsumsi gizi, status gizi ibu, kesehatan ibu, kondisi bayi dan kekhawatiran ibu. Ibu yang terlalu khawatir akan mempengaruhi proses pemberian dan pengeluaran ASI. Tidak adanya motivasi, kekhawatiran ibu yang berlebihan akan menghambat pembentukan ASI. Kekhawatiran ibu umumnya terjadi karena kurangnya informasi dan dukungan yang baik

Sikap ibu terhadap ASI dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kebiasaan khususnya kebiasaan memberikan makanan atau minuman prelaktal, keberadaan motivator dan keberadaan pengasuh. Pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan gizi ibu tentang ASI karena dengan pendidikan yang cukup akan mempengaruhi pemahaman ibu terhadap suatu informasi. Keberhasilan, berhenti lebih awal dan kegagalan menyusui menurut EbrahinG.J. (1979) merupakan gambaran sikap ibu terhadap penyusuan yang dipengaruhi nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat, pengalaman masa kanak-kanak, hubungan dalam keluarga, dan menyusui yang berhasil dalam kehamilan terdahulu. Alasan ibu menghentikan pemberian ASI menurut Haider et al

(2002) adalah bahwa makanan prelaktal perlu diberikan pada tiga hari pertama karena ASI belum keluar.

(49)

Gambar 6 Diagram pohon berbagai kemungkinan yang mempengaruhi

Pengetahuan Gizi Status ekonomi Pengetahuan Gizi & Kes

Perilaku Pemberian ASI Eksklusif

Kurang gizi masa hamil

Pengetahuan

Pengetahuan Gizi & kes.

Besar keluarga Status ekonomi

Gizi & Kesehatan ibu Besar keluarga

Pengalaman Masa Lalu

Pendidikan Keberadaan Pengasuh Akses Pelayanan

(50)
(51)

32 ASI Eksklusif

Konseling Gizi

Pengetahuan Gizi

Sikap Gizi

Praktek Gizi :

- Pemberian Kolostrum - Pemberian Prelaktal - Frekuensi Menyusui - Durasi Menyusui Karakteristik Ibu :

- Pendapatan - Pendidikan - Pengetahuan ASI

eksklusif

- Sikap terhadap ASI eksklusif

- Praktek yang mendukung ASI eksklusif

Konsumsi Ibu

Status Gizi Ibu

Konsumsi MP-ASI

Status Gizi Bayi

Kesehatan Bayi

(52)

Definisi Operasional

Konseling gizi adalah suatu proses kegiatan komunikasi interpersonal antara konselor dan klien (ibu) untuk memberikan informasi berupa pengetahuan gizi, serta memberikan motivasi dan saran dalam memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.

Konseling laktasi adalah bagaimana melakukan tiap keterampilan dalam proses menyusui yang dapat disesuaikan menurut kondisi setempat.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sebagai sumber makanan tanpa cairan atau makanan lainnya kecuali obat-obatan, suplemen vitamin dan mineral yang diberikan karena alasan medis sampai bayi berusia 6 bulan.

Berusia 6 bulan adalah usia bayi yang dihitung dari sejak lahir sampai memasuki minggu ketiga bulan keenam.

Keluarga Miskin adalah keluarga yang dinyatakan miskin berdasarkan kepemilikan kartu miskin dan atau yang dinyatakan miskin berdasarkan pernyataan perangkat desa (kader dan ketua rukun warga) karena status ekonominya lebih rendah dibandingkan lingkungan sekitar.

Pengetahuan gizi ibu adalah wawasan pengertian atau pemahaman ibu yang berhubungan dengan ASI eksklusif, yang dinyatakan dengan skor dari setiap jawaban pertanyaan yang meliputi pengertian ASI eksklusif, waktu pemberian ASI, durasi pemberian ASI eksklusif, manfaat ASI eksklusif, pengertian kolostrum, manfaat pemberian kolostrum, makanan prelaktal, konsumsi ibu dan perawatan payudara. Sikap ibu yang mendukung pemberian ASI eksklusif adalah kecenderungan

(53)

makanan selain ASI, ibu perlu mengkonsumsi makanan 4 sehat untuk produksi ASI, ibu perlu makan lebih banyak dari biasanya, ibu perlu merawat payudara untuk kelancaran menyusui, ibu harus dalam keadaan situasi yang tenang ketika menyusui dan ibu perlu istirahat agar produksi ASI lancar.

Praktek ibu yang mendukung pemberian ASI eksklusif adalah tindakan ibu yang berhubungan dengan pencapaian pemberian ASI eksklusif, yang dinyatakan dengan nilai skor dari setiap jawaban pertanyaan meliputi praktek bayi segera disusui setelah dilahirkan, bayi diberi kolostrum, bayi tidak diberi makanan prelaktal, bayi disusui sekehendak bayi dan semau bayi, tidak memberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan, ibu menyusui dalam keadaan tenang dan ibu merawat payudara. Praktek ibu yang mendukung pemberian ASI eksklusif sebelum dilakukan konseling gizi merupakan jawaban atas praktek ibu pada anak sebelumnya.

Durasi pemberian ASI adalah lamanya ibu memberikan ASI kepada bayinya per kali pemberian

Durasi pemberian ASI per hari adalah lamanya ibu memberikan ASI kepada bayinya dalam satu hari

Durasi pemberian ASI selama konseling gizi adalah lamanya ibu memberikan ASI kepada bayinya selama intervensi berlangsung. Akumulasi lamanya ibu memberikan ASI selama konseling gizi menjadi variabel yang dimasukkan dalam pengolahan data secara statistik

Frekuensi pemberian ASI adalah jumlah pemberian ASI per hari pada bayi Frekuensi pemberian ASI selama intervensi adalah jumlah pemberian ASI

kepada bayi selama konseling gizi. Akumulasi jumlah ibu memberikan ASI selama konseling gizi menjadi variabel yang dimasukkan dalam pengolahan data secara statistik

(54)

Pemberian MP-ASI dini adalah pemberian makanan pada bayi selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan.

Status gizi ibu adalah keadaan tubuh ibu yang diukur secara antropometri dengan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Berat lahir adalah ukuran berat bayi dalam satuan gram yang diukur dalam kurun waktu 48 jam setelah dilahirkan.

Kesehatan bayi adalah ada tidaknya gangguan fisik dan psiologis yang dialami bayi sehingga dapat mempengaruhi proses menyusu.

Konsumsi zat gizi adalah jenis dan jumlah zat gizi yang dikonsumsi berdasarkan recall 1x24 jam setiap bulannya selama intervensi berlangsung.

Besar keluarga adalah jumlah individu yang tinggal/menetap bersama dalam satu rumah dan hidup dari penghasilan keluarga

(55)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain Randomized Controlled Trial

(Bisma Murti, 2003) yaitu studi eksperimental yang menggunakan prosedur acak untuk mengalokasi contoh pada perlakuan dan kontrol. Subyek penelitian yaitu ibu-ibu yang diberi konseling sebagai kelompok perlakuan dan ibu-ibu yang tidak diberi konseling sebagai kelompok kontrol.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian ”Studi Pengaruh Pemberian Biskuit dan Mie yang Diperkaya Zat Gizi Mikro terhadap status Gizi Mikro Ibu dan Anak” yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk, atas kerjasama Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan World Food Programme (WFP)-Indonesia. Penelitian dilakukan di daerah pinggiran kota Bogor, Jawa Barat. Untuk itu dipilih satu kecamatan yang terletak di pinggiran kota Bogor (berdasarkan status sosial ekonomi dan kondisi demografi) sebagai lokasi penelitian. Kecamatan terpilih dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan penelitian pemberian konseling pada ibu untuk dapat memberikan ASI eksklusif.

Kecamatan terpilih yang menjadi wilayah penelitian yaitu yang mempunyai 1) memiliki jumlah keluarga miskin terbanyak, yang menunjukkan bahwa di kecamatan tersebut terdapat ibu hamil yang dapat dipilih yang berasal dari keluarga miskin; 2) tidak sedang ada kegiatan intervensi berupa pendidikan gizi pada ibu hamil 3) kemudahan dalam logistik saat pelaksanaan intervensi. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka kecamatan yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Dramaga (Lampiran 1)

Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor terdiri dari sepuluh desa (Lampiran 2) yaitu Desa Sukadamai, Desa Cikarawang, Desa Babakan. Desa Dramaga, Desa Ciherang, Desa Neglasari, Desa Sinarsari, Desa Petir, Desa Purwasari dan Desa Sukawening. Seluruh desa sebagai lokasi penelitian, yaitu Desa Cikarawang, Desa Babakan. Desa Dramaga, Desa Ciherang, Desa Neglasari, Desa Sinarsari, Desa Petir, Desa Purwasari dan Desa Sukawening. Penelitian dilaksanakan selama 15 bulan (Tabel 2).

(56)

Tabel 2 Jadwal kegiatan penelitian konseling gizi

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Sosialisasi penelitian 2 Pengumpulan

Data dasar 3 Pemberian Konseling Gizi 4 Pemantauan

Pemberian ASI

5 Pemantauan kesehatan , konsumsi Ibu dan bayi 6 Pengukuran

Antropometri Ibu dan Bayi 7 Pengumpulan

Data akhir

Penelitian dilaksanakan selama 15 bulan yaitu dari bulan November 2004 - Pebruari 2006. Penelitian diawali dengan mensosialisasikan kembali kepada ibu hamil dan anggota keluarga yang lain tentang pemberian konseling gizi. Mensosialisasikan kembali penelitian ini, karena kesediaan ibu yang didukung oleh suami dengan menandatangani informed consent dilakukan pada saat sosialisasi penelitian Hardinsyah dkk.

Gambar

Gambar 2   Model faktor penentu perilaku pemberian ASI pada bayi (Lutter
Gambar 3  Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam menyusui (Ibrahim G.J
Gambar 4  Contoh gambar dalam kartu konseling di negara India dan Afrika
Gambar 5  Skema perubahan perilaku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada beberapa penelitian lain juga memperlihatkan bahwa buku sebagai bahan ajar masih mengandung teks dan ilustrasi yang bias gender yakni (1) Ng Yun Jin dkk menunjukkan

Peningkatan usia ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium

dilakukan di sekolah adalah menghu-bungkan kegiatan PJAS ini dengan beberapa mata pelajaran yang berkaitan. Misalnya, pelajaran IPA berkaitan dengan kesehatan tubuh

Beberapa penelitian di atas memberikan sebuah pemahaman bahwa manajemen pemasaran dalam konteks rumah sakit merupakan upaya yang dapat dilakukan agar

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif antara profitabilitas dan pertumbuhan penjualan terhadap harga saham.. Dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 5%

Dari Pasal 28 (2) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut dapat ditafsirkan bahwa terhadap suami istri yang bertindak dengan niat baik dalam arti

Berangkat dari adanya kecenderungan minat masyarakat yang lebih memilih menyekolahkan putra-putrinya di lembaga pendidikan umum, akhirnya para kepala madrasah harus

Nilai maksimal kontribusi energi sarapan responden pada penelitian ini adalah 50,10% hal ini termasuk dalam kategori kontribusi energi sarapan yang baik, namun sudah