• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH Trichoderma spp. TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA VARIETAS FEROSA DAN LARIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH Trichoderma spp. TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA VARIETAS FEROSA DAN LARIS"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH Trichoderma spp. TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum capsici) PADA VARIETAS FEROSA DAN LARIS

Oleh Anise Wulandari

(2)

menurunkan keparahan penyakit hanya pada pengamatan 87 hst. Aplikasi T. viride, dan T. koningii pada varietas Ferosa dapat meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah buah.

(3)
(4)

PENGARUH

Trichoderma

spp. TERHADAP PENYAKIT

ANTRAKNOSA (

Colletotrichum capsici

) PADA TANAMAN

CABAI VARIETAS FEROSA DAN LARIS

(Skripsi)

Oleh

Anise Wulandari

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Panjang, kota Bandar Lampung Provinsi Lampung pada tanggal 31 Desember 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Bariyanto dan Ibu Sri Sugiastuti.

Penulis menempuh pendidikan dini di TK Aisyah Panjang dan pendidikan dasar di SD Dwi Warna Panjang. Kemudian melanjutkan kesekolah lanjutan tingkat pertama di SMP 12 Bandar Lampung pada tahun 2003-2006. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke sekolah tingkat lanjut di SMA YP UNILA Bandar Lampung pada tahun 2006-2009. Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penulis praktik umum di Balai Penelitian Tanaman Hias Cianjur Jawa Barat, lalu kuliah kerja nyata di Pekon Banjarmanis Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

(8)

“kami bukanlah orang yang baik, namun kami akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya” (alfiyan noor)

Orang yang percaya pada Allah telah menjamin rizkinya, maka ia akan mendapat limpahan rizki dari Allah. (M. Agus Syafii)

Jangan pernah lupakan saat yang indah bersama sohibmu dan dengarkanlah pendapat sohbmu, karena pendapat sohibmu belum tentu buruk (Era)

(9)

Bismillahirohmanirohim

Tulisan skripsi ini kupersembahkan untuk

Ibu saya tersayang Sri Sugiastuti

Bapak saya tersayang Bariyanto

dan adikku Ridho Pambudi

I LOVE U, Saranghae

(10)

SANWACANA

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P., sebagai dosen pembimbing utama skripsi yang telah memberikan arahan, masukan, dan bimbingan kepada penulis 2. Bapak Ir. Efri,M.S., sebagai dosen pembimbing kedua skripsi saya yang

telah memberikan arahan, masukan dan bimbingan kepada penulis

3. Ibu Dr. Ir. Suskandini Ratih D.,M.P., sebagai dosen penguji saya yang telah memberi kritikan dan masukan kepada penulis

4. Bapak Prof. Dr. Ir.Muhajir Utomo, M.Sc., sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, masukan, nasihat dan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku ketua Bidang ProteksiTanaman 6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan

Agroteknologi.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(11)

9. Winda, Eka Rohmawati, Fikriyah teman satu penelitian yang banyak membantu saya dalam penelitian

10.Iriany, Wanti, Nung, atas persahabatan, perhatian, dan kebersamaannya selama kuliah

11.Maya, Tivanny, Uti, Desye, Ambar, Puput, Mira, Lilis, Ida, Titin, Deciana, Fathia, teman-teman SE yang selalu mendukung saya dalam mengerjakan skripsi

12.Kepada teman-teman angkatan 2009 dan 2010 yang banyak memotivasi penulis

13.Semua pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis

(12)

vi

III. BAHAN DAN METODE 3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

3.2Bahan dan Alat ... 12

3.3Metode Penelitian ... 12

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 13

3.4.1 Sterilisasi tanah. ... 13

3.4.2 Pembuatan Media Potato Sugar Agar (PSA) ... 14

3.4.3 Penyiapan Trichoderma spp. dan C. capsici... 14

3.4.4 Persiapan Media Tanam ... 15

3.4.5 Penyemaian ... 15

(13)

vii

3.4.7 Aplikasi Trichoderma spp. ... 15

3.4.8 Inokulasi Colletotrichum capsici ... 16

3.5Pengamatan ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 18

4.1.1 Keparahan Penyakit Antraknosa ... 18

4.1.2 Pertumbuhan Tanaman ... 19

4.2Pembahasan ... 20

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 23

5.2Saran ... 23

PUSTAKA ACUAN ... 24

(14)

ix DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori (skor) keparahan penyakit antraknosa ... 17 2. Keparahan penyakit antraknosa (C. capsici) pada

buah cabai ... 18 3. Pertumbuhan tanaman cabai 101 hst ... 19 4. Keparahan Penyakit Antraknosa (%) pada cabai Pengamatan

73 hst atau 7 hsi C. capsici ... 28 5. Analisis Ragam Keparahan Penyakit Antraknosa pada cabai

Pengamatan 73 hst C. capsici ... 28 6. Hasil Uji BNT 5% Keparahan Penyakit Antraknosa pada Cabai

Pengamatan 73 hst C. capsici ... 28 7. Keparahan Penyakit Antraknosa (%) pada cabai Pengamatan

80 hst C. capsici ... 29 8. Analisis Ragam Keparahan Penyakit Antraknosa pada cabai

Pengamatan 80 hst C. capsici ... 29 9. Hasil Uji BNT 5% Keparahan Penyakit Antraknosa pada Cabai

Pengamatan 80 hst C. capsici ... 29 10. Keparahan Penyakit Antraknosa (%) pada cabai Pengamatan 87

hst C. capsici ... 30 11. Analisis Ragam Keparahan Penyakit Antraknosa pada cabai

Pengamatan 87 hst C. capsici ... 30 12. Hasil Uji BNT 5% Keparahan Penyakit Antraknosa pada Cabai

Pengamatan 87 hst C. capsici ... 30 13. Keparahan Penyakit Antraknosa (%) pada cabai Pengamatan

(15)

ix 14. Analisis Ragam Keparahan Penyakit Antraknosa pada cabai

Pengamatan 94 hst C. capsici ... 31

15. Hasil Uji BNT 5% Keparahan Penyakit Antraknosa pada Cabai Pengamatan 94 hst C. capsici ... 31

16. Keparahan Penyakit Antraknosa (%) pada cabai Pengamatan 101 hst C. capsici ... 32

17. Analisis Ragam Keparahan Penyakit Antraknosa pada cabai pengamatan 101 hst C. capsici ... 32

18. Hasil Uji BNT 5% Keparahan Penyakit Antraknosa pada Cabai pengamatan 101 hst C. capsici ... 32

19. Pengamatan Tinggi Tanaman cabai 101 hst ... 33

20. Analisis Ragam Tinggi Tanaman cabai 101 hst ... 33

21. Hasil Uji BNT 5% Tinggi Tanaman cabai 101 hst ... 33

22. Pengamatan Jumlah Buah pertanaman 101 hst ... 34

23. Analisis Ragam Jumlah Buah pertanaman 101 hst ... 34

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Cabai (Capsicum annum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Produksi cabai besar segar dengan tangkai tahun 2012 sebesar 130,13 ribu ton dengan luas panen cabai besar tahun 2012 sebesar 22,71 ribu hektar, dan rata-rata produktivitas 5,73 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2011, terjadi peningkatan produksi sebesar 11,00ribu ton (9,23 persen). Kenaikan ini disebabkan kenaikan produktivitas sebesar 0,42 ton per hektar (7,91 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 252 hektar (1,12 persen) dibandingkan tahun 2011 (Balai Penelitian Benih Selektani, 2013).

(18)

2

benih atau melalui kulit buah . Inokulum potogen tular benih pada cabai biasanya berupa miselium atau spora yang dorman pada permukaan benih, atau berupa miselium yang dorman pada embrio. Colletotrichum pada buah masuk ke dalam ruang biji (Semangun, 2000).

Pengendalian penyakit antraknosa masih bertumpu pada penggunaan fungisida. Penggunaan pestisida kimia secara terus-menerus ternyata tidak efektif dan dapat mengakibatkan timbulnya resistensi dan berbahaya bagi lingkungan (Nurhayati, 2007). Beberapa fungisida dipandang tidak lagi untuk mengendalikan antraknosa. Ketidak efektifan fungisida yang berbahan aktif benomil, kintozeb dan blastisidin di daerah Sumatera Barat, Brebes, Demak, tampak dari kerugian yang terjadi berturutan mencapai kerugian sebesar 35%, 45%, 65% (Marlina dkk., 2012).

Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengendalian yang ramah lingkungan, yaitu dengan cara menanggulangi infeksi patogen yang timbul dengan menggunakan agensia hayati. Salah satu agensia hayati yang sering digunakan untuk

mengendalikan penyakit tanaman adalah Trichoderma spp.

(19)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma harzianum, Trichoderma viride, Trichoderma koningii terhadap penyakit antraknosa (C. capsici) pada dua varietas cabai yaitu Ferosa dan Laris.

1.3 Kerangka Pemikiran

Menurut Azmi dan Krestini (2011), ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit pada berbagai genotipe tanaman tidak akan sama. Ketahanan terhadap suatu penyakit dikendalikan oleh gen-gen ketahanan yang terekspresi kedalam morfologi tanaman yang akan mendukung terjadinya mekanisme ketahanan terhadap penyakit antraknosa. Selain ketahanan alami tanaman terdapat pula ketahanan yang terimbas dari adanya suatu aplikasi senyawa atau agensia hayati tertentu.

Menurut Alfano dkk. (2007), Trichoderma spp. dapat mengimbas ketahanan tanaman tomat terhadap penyakit Xanthomonas vesicatoria. Jamur Trichoderma spp. tersebut memberikan tambahan ketahanan padatomat secara terimbas Trichoderma spp. dapat menyebabkan efek sistemik dalam tanaman tomat maupun tanaman lain yang dapat terinfeksi oleh X. vesicatoria.

(20)

4

penyakit antraknosa. Disamping itu T. harzianum dapat meningkatkan produksi buah cabai varietas Man dum.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Pengaruh T. harzianum, T. viride, dan T. koningii berbeda-beda dalam meningkatkan ketahanan tanaman cabai terhadap penyakit antraknosa 2. Varietas Ferosa dan Laris memiliki ketahanan yang berbeda terhadap

penyakit antraknosa

3. Aplikasi T. harzianum, T. viride, dan T.koningii berpengaruh untuk

(21)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cabai

Klasifikasi ilmiah cabai adalah Kingdom : Plantae

Divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum L.

Jenis cabai yang dibudidaya akan adalah cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. Cabai memiliki kandungan gizi dan vitamin diantaranya kalori, protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1, C dan beta karoten. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat‐obatan atau jamur. Penentuan umur panen cabai biasanya 70‐90 hari tergantung varietasnya, yang ditandai dengan 60% cabai sudah berwarna merah. Cabai yang dijadikan benih adalah cabai yang dipanen jika sudah berwarna merah (Sari, 2009).

(22)

6

sentra produksi utama cabai merah antara lain Jawa Barat (Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi, Cianjur dan Bandung), Jawa Tengah (Brebes, Magelang dan Temanggung) dan Jawa Timur (Malang dan Banyuwangi). Sentra utama cabai keriting adalah Bandung, Brebes, Rembang, Tuban, Rejanglebong,Solok, Tanah Datar, Karo, Simalungun, Banyuasin dan Pagar Alam (BPTP Jawa Tengah ,2010).

2.2 Varietas-varietas Cabai

Varietas terdiri dari sejumlah genotipe yang berbeda, masing-masing genotype mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Setiap varietas memiliki perbedaan genetik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil serta kemampuan adaptasi suatu varietas berbeda-beda. Varietas bermutu (varietas unggul) mempunyai salah satu sifat keunggulan dari varietas lokal. Keunggulan tersebut dapat tercermin pada sifat pembawaannya yang dapat menghasilkan buah yang berproduksi tinggi, respons terhadap pemupukan dan resisten terhadap hama dan penyakit (Hayati dkk., 2012).

(23)

7

Penelitian tanaman sayuran telah berhasil merakit dan melepas varietas unggul cabai merah baru seperti Branang,Gantari dan Lembang-1, tetapi varietas tersebut beradaptasi baik di dataran tinggi dengan ketinggian 850 – 1.300 m dpl. Upaya untuk meningkatkan produktivitas cabai salah satunya dengan menambah luas areal pertanaman. Selama ini cabai banyak diusahakan di dataran rendah dan dataran tinggi, padahal cabai memiliki peluang diusahakan secara produktif di dataran menengah. Di daerah Pulau Jawa pada tahun 1987, luas pertanaman cabai merah 56% dijumpai di dataran rendah, 18% dataran menengah, dan 26% di dataran tinggi (Setiawan dkk., 2012).

Menurut Muhria (2003) dalam Melpin (2008), suatu varietas disebut tahan apabila:

1. Memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghidar, atau pulih kembali dari serangan hama atau penyebab penyakit pada keadaan yang akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan,

2. Memiliki sifat-sifat genetik yang disebabkan oleh serangga hama,

3. Memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, yang dapat menguangi kemungikinan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang, atau 4. Mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan

(24)

8

2.3 Penyakit Antraknosa (C. capsici)

Klasifikasi ilmiah C. capsici Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota Kelas : Deuteromycetes Ordo : Melanconiales Famlli : Melanconiaceae Genus : Colletotrichum

Spesies : Colletotrichum capsici

Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh jamur C.capsici. Tanaman yang tahan terhadap penyakit adalah tanaman yang mampu menghambat perkembangan patogen sehingga patogen tersebut tidak dapat berkembang dan menyebar.

Gambar 1. Buah cabai yang terinfeksi C. capsici (Sumber : Nasa, 2013)

(25)

9

dari sekelompok konidium jamur. Infeksi yang berat dapat menyebabkan buah mengering dan keriput sehingga buah yang seharusnya berwarna merah menjadi seperti jerami (Semangun, 2000).

2.4 Trichoderma spp.

Klasifikasi ilmiah Trichoderma spp. Kingdom : Fungi

Jamur Trichodema spp. dapat digunakan sebagai agensia hayati yang efektif mengendalikan berbagai penyakit tanaman. Salah satu spesies Trichoderma adalah T.harzianum yang dapat ditemukan hampir di semua jenis tanah dan di berbagai habitat. Trichoderma tumbuh sangat baik dan berlimpah di dalam tanah di sekitar perakaran yang sehat. T. harzianum menghasilkan antibiotik yang bersifat mengambat perkecambahan spora jamur (Murkalinadkk., 2010).

T.viride merupakan isolat jamur endofit dan jamur ini bersifat antagonis. Jamur saprofit antagonis dapat menekan jamur patogen tular tanah melalui tiga

(26)

10

Koloni T. koningii berkembang pesat, dengan miselium udara sedikit, pada awalnya berwarna krem, secara bertahap dengan berubah menjadi kehijauan, pertama di sebagian koloni, kemudianseluruh koloni. Secara mikroskopis, hifa hialin memiliki lebar sampai dengan 10 μm, konidiofor bercabang menyerupai piramida,bercabang di sudut kanan sebelum ujung cabang (Jamila, 2011).

Gambar 3 . Trichoderma secara mikroskopis Sumber: Hook, Mycobank 2000 dalam jamila 2011

Menurut Lologau (2010), aplikasi T. harzianum dengan konsentrasi biakan padat 40 g/l air mampu mengurangi jumlah tanaman yang terserang penyakit busuk buah kakao. T. harzianum konsentrasi 20, 30 dan 40 g/l air efektif mengurangi jumlah buah yang terserang penyakit dan menekan intensitas serangan

Phytopthora.palmivora semua perlakuan mempunyai pengaruh yang sama terhadap jumlah buah yang terbentuk.

2.5 Ketahanan Terimbas

Pengendalian dengan pengimbasan ketahanan, merupakan bagian dari

(27)

11

yang berhubungan dengan mekanisme pertahanan terhadap patogen. Ketahanan terimbas akan mengurangi gejala penyakit tanaman dan menyebabkan tanaman menjadi tahan terhadap penyakit. Perubahan struktural inang terkait dengan perubahan reaksi biokimia dalam tanaman sehingga senyawa kimia tertentu membentuk struktur ketahanan. Trichoderma yang diaplikasikan ke tanaman mengeluarkan senyawa kimia yaitu senyawa fenol, senyawa fenol dapat bersifat racun langsung terhadap patogen sehingga berfungsi sebagai fitoaleksin,

lignifikasi atau suberisasi dinding sel. Peningkatan enzim kitinase akan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap Colletotrichum lagenarium (Sumardiyono, 2000).

Kemampuan mengimbas ketahanan, di samping kompetensi rizosfer, pada Trichoderma juga memungkinkan proteksi tanaman dalam jangka waktu yang lama. Kemampuan Trichoderma spp. untuk menimbulkan ketahanan terimbas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu substrat tempat penanaman, aras ketahanan tanaman terhadap penyakit, dan kemampuan Trichoderma untuk berkembang di lapangan (Maryono dan Ginting, 2012).

(28)

12

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2013. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan kloroks, akuades, media PSA, varietas cabai Ferosa dan Laris, pupuk NPK, tempat bibit berupa anyaman bambu, tanah steril, isolat C. capsici dan isolat Trichoderma spp. Alat-alat yang

digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, bunsen, pinset, bor gabus, jarum ose, korek api, laminar air flow, autoklaf, tabung reaksi, timbangan, panci,

kompor, gelas ukur, mikropipet, nampan, alat tulis, cangkul, koret, polibag, ajir dan gembor.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah varietas,terdiri atas

(29)

13

koningii (T3). Dengan demikian terdapat 8 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan (Gambar 4):

Gambar 4. Denah Percobaan Keterangan: V = varietas, T = Trichoderma, U = ulangan

Data yang diperoleh dianaisis dengan sidik ragam (Anova). Nilai tengah masing-masing perlakuan diuji dengan uji BNT pada taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Sterilisasi Tanah

(30)

14

3.4.2 Pembuatan Media Potato Sukrosa Agar (PSA)

Dalam satu liter akuades dikomposisikan dari 200 g kentang, 20 g agar, 20 g sukrosa dan 1,4 ml asam laktat. Kentang dikupas dan dibersihkan, kemudian dipotong seperti dadu kecil dan ditimbang sebanyak 200 g. Potongan kentang dimasukkan ke dalam panci yang berisi akuades 1000 ml dan dimasak sampai kentang matang dan lunak, kemudian diambil sari dari kentang tersebut dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 liter. Sukrosa dan agar ditimbang masing-masing 20 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi sari kentang hingga volume menjadi1 liter. Larutan tersebut diaduk hingga homogen. Erlenmeyer ditutup menggunakan kertas alumunium foil sebelum dimasukkan ke dalam autoklaf, kemudian erlemeyer disterilkan dengan autoklaf dan dipanaskan selama 120 menit pada suhu 1210C dan 1 atm. Setelah disterilkan, dimasukkan 1,4 ml asam laktat ke dalam erlenmeyer tersebut dan selanjutnya media siap digunakan.

3.4.3 Penyiapan Trichoderma spp. dan C. capsici

(31)

15

3.4.4 Persiapan Media Tanam

Penelitian ini menggunakan polibag sebanyak 24 polibag berukuran 10 kg. Masing-masing polibag diisi dengan tanah steril. Sebelum dimasukkan kedalam polibag tanah tersebut diaduk merata.

3.4.5 Penyemaian

Penyemaian dilakukan menggunakan tanah yang steril. Benih cabai yang digunakan terlebih dahulu disemai dengan menggunakan anyaman bambu yang diisi dengan tanah steril, masing-masing benih cabai disemai dan diberi label. Penyemaian cabai diletakkan pada tempat yang tidak terpapar sinar matahari langsung.

3.4.6 Penanaman dan Perawatan

Setelah 28 hari benih cabai disemai, lalu dipindahkan ke polibag yang telah berisi tanah steril. Tanaman cabai disiram setiap hari pada pagi atau sore hari.

Penyulaman dilakukan pada saat bibit rusak ataupun mati. Pada saat tanaman cabai berumur 53 hari dilakukan pemupukan. Pupuk yang diberikan ialah pupuk NPK. Penyiangan gulma dilakukan seminggu sekali dengan cara mencabut gulma dan dikoret.

3.4.7 Aplikasi Trichoderma spp.

(32)

16

dilakukan dengan cara disiramkan pada saat bibit cabai dipindah tanam ke dalam polibag. Penyiraman Trichoderma kedalam tanah sebanyak 10 ml per tanaman.

3.4.8 Inokulasi C. capsici

Inokulasi C. capsici dilakukan 45 hari setelah pindah tanam atau ketika tanaman berumur 73 hari. Inokulasi patogen dilakukan sebanyak 3 kali dengan cara menyemprotkan suspensi patogen kebagian daun dan buah cabai. Isolat patogen berumur 10 hari inkubasi.

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada seminggu setelah pengaplikasian patogen. Variabel yang diamati yaitu keparahan penyakit antraknosa, tinggi tanaman dan jumlah buah cabai. Tinggi tanaman cabai diukur dari pangkal batang tanaman sampai titik tumbuh tanaman, pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali. Jumlah buah dihitung pada saat buah mulai muncul. Keparahan Penyakit (%) dihitung dengan rumus sebagai berikut (Efri, 2010):

KP =

Keterangan:

KP = Keparahan penyakit

n = Jumlah buah yang bergejala dalam setiap kategori v = Kategori (skor) gejala pada buah cabai

N = Jumlah buah yang diamati

(33)

17

Tabel 1. Kategori (skor) keparahan penyakit antraknosa.

Skor Keterangan

(34)

23

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. T. viride dapat meningkatkan ketahanan tanamana cabai terhadap penyakit antraknosa pada varietas Ferosa dan Laris, sedangkan T. harzianum dan T. koningii hanya meningkatkan ketahanan tanaman pada varietas Ferosa 2. T. viride dan T. koningii dapat meningkatkan tinggi tanaman, dan

meningkatkan jumlah buah cabai pada varietas Ferosa.

5.2 Saran

(35)

PUSTAKA ACUAN

Alfano, G. M.L. Lewis Ivey, C. Cakir, J.I.B. Bos, S.A. Miller, L.V. Madden , S. Kamoun, dan H. A. J. Hoitink 2007. Systemic Modulation of Gene

Expression in TomatobyTrichodermahamatum382. Phytopathology. 97(24): 429-437.

Azmi, C. dan E. H. Krestini. 2011. Pengujian Ketahanan Lima Klon Cabai

(Capsicum spp.) Terhadap Serangga Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici). Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Jawa Barat.

Balai Penelitian Benih Selektani. 2013. Deskripsi Cabai Merah. Medan.Balai Penelitian Benih Selektani.

BalaiPengkajianTeknologiPertanianJawa Tengah. 2010. Budidaya dan pasca panen cabai merah (Capsicum annuumL.).

BadanPenelitiandanPengembanganPertanianBalaiPengkajianTeknologiPerta nian.Jawa Tengah.

Efri. 2010. Pengaruh Ekstrak Berbagai Bagian Tanaman Mengkudu

(Morinda citrifolia) Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Cabe (Capsicum annuum L.). J.HPT Tropika10 (1): 52-58 Hayati, E., T. Mahmud, Riza F. 2001. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Varietas

Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Floratek 7: 173-181.

Harman, G.E., Howell, C.R., Viterbo, A., Chet I., Lorito, M. 2004. Trichoderma Species Opportunistic, Avirulent Plant Symbionts. Natural Riview Microbiology2 : 43-26.

Jamila, R. 2011. PotensiTrichodermaharzianum(T38) dan Trichodermapseudokoningii(T39) Sebagai Antagonis

(36)

25

Jayadi, H. 2009. Pengaruh Pupuk Organik Cair VinaseTerhadap Pertumbuhan Beberapa Varietas TanamanCabai di Dataran Tinggi Girimulyo Kulon Progo. Yogyakarta. FMIPA Biologi Yogyakarta.

Kieu Oanh, L., Vichai K., Chainarong R., &Sirikul W. 2006.Influence of Biotic and Chemical PlantInducers on Resistanceof Chilli to Anthracnose.Kasetsart40: 39-48.

Lologau, B. A. 2010. Efektifitas Beberapa KonsentrasiTrichodermaTerhadap Serangan Penyakit Busuk BuahKakao. Prosiding Seminar

IlmiahdanPertemuanTahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Teknologi Pertanian. Sulawesi Selatan Marlina, Hasfah,S., Rahmah. 2012. Efektivitas Lateks Pepaya (Carica papaya)

Terhadap Perkembangan Colletotricum capsici pada Buah Cabai. Jurnal Penelitian Universitas Jambi 14(1): 57-62.

Maryono T., Ginting C. 2012. Penurunan Keparahan Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Lada Akibat Aplikasi Bahan Organik dan Trichoderma harzianum. J. HPT Tropika12 (2): 32-41.

Melpin, E. G. 2008. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik. (Skripsi). Fakultas Pertanian Juruasan HPT. Universitas Sumatera Utara

Mukarlina, Siti K., Reny R. 2010.

UjiAntagonisTrichodermaharzianumTerhadapFusariumspp. PenyebabPenyakitLayupadaTanamanCabai (Capsicum annum) SecaraInVitro.Fitomedia 7(2): 80-85.

Nasa. 2013. Pengendalian Penyakit Patek (Antraknosa) Pada Tanaman Cabai. Dalam: http://nasa88.files.wordpress.com/2013/11/penyakit-antraknosa-cabai.jpg. diakses tanggal 9 April 2014.

Nurbailis . 2010. PemanfaatanJerami PadiSebagai Medium Perbanyakan

Trichodermaharzianumdan Aplikasinya Pada Tanaman Cabai. Kumpulan ArtikelKegiatanPengabdiankepadaMasyarakat,

LembagaPengabdiankepadaMasyarakat.UniversitasAndalas,

Nurhayati. 2007. Pertumbuhan Colletrotichum capsici Penyebab Antraknosa Buah Cabai Pada Berbagai Media Yang Mengandung Ekstrak

(37)

26

Pery. 2013. Peran Jamur Trichoderma Dalam Pertanian.

file:///H:/Peran%20Jamur%20Trichoderma%20Dalam%20pertanian%20~ %20gerbang%20pertanian.htm. Diakses pada tanggal 17 April 2014 pukul 13.35 wib.

Sabili, H. 2012. Enzim Polefenol oksidase dan Mekanisme Resistensi.

file:///F:/enzim-polifenol-oksidase-dan-mekanisme.html. diakses pada tanggal 21 Maret 2014 pukul 14.45 Wib.

Saraswati, R., E. Husen, dan R. D. M. Simanungkalit. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah . Bogor. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.

Sari, R. M. 2009. Resiko Harga Cabai Mera Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia. (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Semangun, H. 2000. Penyakit-PenyakitTanamanHortikulturaDi Indonesiake-4 .Yogyakarta.GadjahMada University Press.

Setiawan, A. B., Setyastuti, P., Toekijdo. 2012. Pertumbuhandan Hasil Benih Lima VarietasCabaiMerah(Capsicum annuumL.) di Dataran Menengah.

Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Sudantha, M. 2010. Pengaruh AplikasiJamur Trichodermaspp. dan Serasahdalam Meningkatkan Ketahanan Terinduksi Tanaman Vanili Terhadap Penyakit Busuk Batang Fusarium.Agretoktos20(1): 9-18.

Sumardiyono, C. 2000. Ketahanan Terimbas, Kendala dan Prospeknya Dalam Pengendalian Penyakit Tumbuhan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Taufik, M., S.H. Hidayat, G. Suastika, S.M. Sumarawdan S. Sujiprihati.2005.KajianPlant Growth

PromotingRhizobacteriasebagaiagensproteksi cumber mosaic virus danChilliveinal mottle virus padacabai. Hayati 12 (4) : 139-144.

Taufik, M. 2011. Aplikas Rizobakteri dan Trichoderma spp. Terhadap Petumbuhan Tanaman dan Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang dan Kuning pada Tanaman Lada (piper ningrum L.) . Seminar danPertemuanTahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan danDinas Perkebunan

Gambar

Tabel
Gambar 3 . Trichoderma secara mikroskopis Sumber: Hook, Mycobank 2000 dalam jamila 2011
Gambar 4. Denah Percobaan

Referensi

Dokumen terkait

Keuntungan teknologi ini adalah menggunakan energi cahaya yang bisa didapat dari matahari (gratis dan terus menerus ada) ataupun dari sinar UV, hampir tidak ada

The aims of this study are to find out the portrayals of the characters and the biblical values conveyed through the five people that Eddie meets in heaven in Mitch Albom’s The

Nilai korelasi antara variabel pula didukung dari hasil nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,349 atau 34.90%, artinya besarnya proporsi yang dapat dijelaskan

 Dalam sebulan terakhir yield SUN jangka pendek naik antara 20 sampai dengan 40 bps kecuali untuk tenor 1 tahun dan 2 tahun yang masing-masing turun sebesar 45

Bentuk evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini melakui penyebaran kuisioner kepada para peserta mengenai pelatihan seminar yang telah

Permasalahan yang ada di Dinas Peternakan Kabupaten Trenggalek sesuai dengan pasal 6 tentang syarat-syarat permohonan izin usaha peternakan dan kewajiban pemegang

Jika kita mengacu pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa 8 ³%XPL GDQ DLU GDQ NHND\DDQ DODP \DQJ WHUNDQGXQJ di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

Niels Murder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1984), 52.. bentuk aspek keagamaan sebagaimana yang dikemukakan oleh