• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

LEGAL PROTECTION OF WITNESSES AND REPORTING THE CRIME OF MONEY LAUNDERING

Etika Merlina , Firganefi , Eko Raharjo E-mail :merlina_etika@yahoo.co.id

Abstract

Protection of witnesses and complainants will provide a guarantee to provide a true testimony as a form of law enforcement and justice, in particular the protection of witnesses and complainants. Issues raised in this research is how the protection of the law against witnesses and complainants in money laundering as well as how the process of implementing legal protection of witnesses and complainants. Approach to the problem used in this thesis is a normative juridical approach and empirical jurisdiction. Results of research and discussion in mind that the efforts of legal protection for witnesses and complainants in money laundering given the Indonesian National Police and the public prosecutor in the form of a guarantee of security protection, the right of identity concealment, and evacuation shelter while. The process of granting protection to witnesses and the reporting of money laundering in the Indonesian National Police refers to Police Chief Regulation No. 17 of 2005 on the Special Protection Against Rapporteur and witnesses in Money Laundering. This procedure starts with applying for protection, after which it will be done clarification of the truth of the report and request for protection of witnesses and complainants. For stopping the protection of witnesses and complainants based assessment republic Indonesian police officers are authorized

(2)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Oleh

ETIKA MERLINA

Hukum pidana Indonesia mengatur tentang kajian saksi berkaitan dengan pembuktian perkara pidana atau hukum pembuktian. Perlindungan saksi dan pelapor akan memberikan jaminan untuk memberikan kesaksian-kesaksian yang benar sebagai wujud dari penegakan hukum dan keadilan, khususnya perlindungan terhadap saksi dan pelapor. Keberadaan saksi dalam proses pengadilan merupakan hal yang sangat penting karna putusan pengadilan yang berkualitas tidak lepas dari pertimbangan hukum tentang saksi secara kuantitas dan kualitas baik dalam tahap penyidikan maupun dalam tahap penuntutan selama masa proses peradilan berlangsung. Tidak banyak orang yang bersedia mengambil resiko untuk melaporkan suatu tindak pidana jika dirinya, keluarganya dan harta bendanya tidak mendapat perlindungan dari ancaman yang mungkin timbul karena laporan dan kesaksian yang dilakukannya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang serta bagaimanakah proses pelaksanaan perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor di Kepolisian Daerah (Polda) Lampung dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung.

Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif. Selain itu penulis juga menggunakan pendekatan yurisdis empiris sebagai bahan penunjang. Sumber dan jenis data adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan yang dilakukan pada Kepolisian Daerah (Polda) Lampung dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung sedangkan data skunder diperoleh dari hasil studi pustaka. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan cara memeriksa dan mengoreksi data, setelah itu data diolah dan diadakan analisis secara kualitatif.

(3)

Etika Merlina

Pencucian Uang. Proses pemberian perlindungan terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 17 Tahun 2005 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang telah memuat suatu rumusan dalam prosedur pemberian perlindungan khusus Mekanisme atau prosedur ini dimulai dengan mengajukan permohonan perlindungan, setelah itu akan dilakukan klarifikasi atas kebenaran laporan dan permohonan perlindungan terhadap saksi dan pelapor. Untuk pemberitahuan secara tertulis terhadap saksi dan pelapor dilakukan paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam sebelum pelaksanaan perlindungan. Sedangkan di Kejaksaan untuk prosedur tatacara pemberian perlindungan terhadap saksi dan pelapor tidak diatur dalam peraturan khusus melainkan berdasarkan inisiatif jaksa sendiri yang dibantu oleh aparat keamanan untuk nantinya membaca apakah saksi perlu dilindungi sementara atau sampai perahasiaan identitasnya saja.

Agar perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang berjalan dengan baik maka penulis menyarankan berkaitan dengan hak-hak yang diperoleh seharusnya lebih diperluas seperti misalnya mencakup hak untuk mendapat informasi mengenai perkembangan perkara dalam putusan pengadilan, hak untuk perahasiaan identitas secara mutlak, dan hak untuk memberikan kesaksian secara tidak langsung. Memberikan kesaksian secara tidak langsung maksudnya adalah saksi dalam menyampaikan kesaksiannya dapat dilakukan ditempat yang terpisah dengan media teleconference. Ketersediaan mekanisme melindungi saksi dan pelapor amat penting untuk memberikan sebuah keyakinan pada publik akan adanya jaminan ketika peran partisipasi publik terhadap upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang dipergunakan, untuk itu proses pemberian perlindungan saksi dan pelapor oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penuntut Umum dan Hakim

(4)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Oleh:

ETIKA MERLINA SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

(Skripsi)

Oleh

ETIKA MERLINA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)
(7)

MOTO

Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar .

(Al-Baqarah: 153)

Tidak ada keluarga yang sempurna

tapi tanpa keluarga hidup kita tidak akan lengkap

(Mario Teguh)

Sabar adalah sisi lain dari kekuatan dan ikhlas adalah obat hati yang

menenangkan .

(8)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang Masalah ... 1

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pencucian Uang ... 18

1. Definisi Tindak Pidana Pencucian Uang... 18

2. Tahapan-tahapan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang ... 21

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang... 22

4. Hukum Pencucian Uang di Indonesia ... 23

B. Penyidik Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang ... 24

C. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ... 26

D. Perlindungan Hukum Bagi Saksi dan Pelapor Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang ... 29

E. Pentingnya Perlindungan Hukum Bagi Saksi Dan Pelapor ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 37

B. Sumber dan Jenis Data ... 38

C. Penentuan Narasumber ... 39

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 40

(9)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Narasumber... 42 B. Upaya Perlindungan Hukum bagi Saksi dan Pelapor Dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang ... 43 C. Proses Pelaksanaan Perlindungan Terhadap Saksi Dan Pelapor

Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kepolisian Negara Republik

Indonesia………... 52

V. PENUTUP

A. Simpulan... 60 B. Saran ... 62

(10)
(11)

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya serta kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di hari akhir kelak.

Kupersembahkan karya ini kepada:

Terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua ku serta nenekku tercinta yang telah membesarkan penuh dengan kasih sayang tulus, membimbing, mendidik serta senantiasa

mendoakan dan menantikan kelulusanku

MURSALIN NURLINA Hj. SITI ZAHRA

Kakak dan adik-adikku tersayang yang selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi kepada penulis.

LISA FITRIA MERLINA ANDRI ALFARISY

FAHMI RIANDO SUCI PARADUNI ROZY KALBAR

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Krui Pesisir Barat, pada tanggal 05 Oktober 1992, anak kedua dari Lima bersaudara dari pasangan Bapak Mursalin dan Ibu Nurlina.

(13)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu

Alhamdulliahirobbil’alamin, Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT atas berkah dan rahmat Nya lah sehinnga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan, partisipasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karna itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitna Harianto, M.S.selakuRektorUniversitas Lampung

2. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(14)

4. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

5. Ibu Melly Aida, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik, terimakasih atas bimbingannya.

6. Ibu Firganefi , S.H.,M.H. selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta saran-saran guna kelengkapan skripsi ini.

7. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku pembimbing II yang selalu dengan sabar memberikan bimbingan, dorongan, motivasi dan semangat sehinnga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H dan Ibu Dona Raisa Monica, S.H.,M.H selaku pembahas I dan II yang selalu memberikan saran dan kritik kepada penulis.

9. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis.

10. Bapak Nawardin, S.H. selaku Kanit I Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Lampung yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset dalam penulisan skripsi ini.

(15)

12. Yang terhormat Ayahanda dan Ibunda tercinta, terimakasih untuk segala doa dan dukungannya, terimakasih atas semua kasih sayang serta kesabarannya.dalam mendidik saya.

13. Kakak-kakakku, adik-adikku, dan ponakanku ( ngah Lisa Fitria Merlina, dongah Wawan Kurniawan, adik Andri Alfarisy, Fahmi Riando, Suci Paraduni, adek Fhatin Syah Alam dan Aqila Khairani) yang tersayang yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan keceriaan, kebersamaan serta memberikan kedamaian hati

14. Sahabat terbaik sekaligus teman seperjuanganku (Dina Anggraini, Fitri Afrida, Emilia Sari, Haryanti, Nurhanna, Ratih Anggraini, Desi Ratna sari dan Ririn Ferdiantina) yang tidak henti-hentinya selalu memberikan motivasi dan semangat dari awal perkuliahan hingga sekarang.

15. Sahabat sekaligus keluarga baru di Asrama Putri 43A ( Melya sari, Wita Herlina, Sri Lestari, Sopa Diarti dan Melda Yanti) yang selalu ada dalam setiap keadaan apapun, terimakasih atas semangat, dukungan, doa dan motivasinya.

16. Rozy Kalbar yang selalu ada dalam setiap keadaan, memberikan semangat, motivasi, kebersamaan dan kedamaian hati serta mengajarkan makna dari sebuah keikhlasan dan kesabaran kepada penulis

(16)

18. Teman-teman sekaligus keluarga baru di Kulyah Kerja Nyata (KKN) Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Mareta, Elita, Anggun, Resti, Aldi, Rifki, Rizki, Adi, Ferman Iqbal serta bapak Darjo dan ibu Tiul.

19. Untuk Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah mengajarkanku arti berjuang, bertahan, dan berhati ikhlas.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Dalam penulisan ini tentunya masih banyak kekurangan. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan teimakasih semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan kebaikan

bagi kita semua. Amiin Ya Rabbal’alamin

Bandar Lampung, Agustus 2015

Penulis,

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi seperti saat ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi sangat dituntut untuk terus berkembang agar mempermudah manusia di dalam menjalani kehidupan. Akan tetapi, berkembangnya teknologi juga mempengaruhi perkembangan tindak pidana yang semakin kompleks.tindak pidana pencucian uang merupakan contoh tindak pidana yang sangat kompleks, bahkan dunia internasional telah menggolongkan tindak pidana pencucian uang sebagai kejahatan yang sangat berbahaya karna dapat mengganggu sistem keuangan suatu Negara.

Kualifikasi tindak pidana pencucian uang dirumuskan sebagai penempatan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain. Berdasarkan ketentuan ini maka adanya perbuatan korupsi tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu cukup kalau ada pengetahuan atau dugaan bahwa uang haram tersebut berasal dari perbuatan korupsi, yaitu bila sudah terdapat bukti permulaan yang cukup.1

Dengan demikian pembuktian dalam tindak pidana pencucian uang akan mengalami kesulitan mengingat bahwa tindak pidana ini merupakan white collar crimedengan sarana dan modus operandi yang canggih. Oleh karna itu semua unsur penegak hukum dalam perkara seperti ini harus mempunyai keahlian dan

1

(18)

2

keterampilan yang khusus dan perlu dibantu oleh ahli sistem keuangan. Sutherland memberikan pengertian white collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai status social ekonomi yang tinggi dan terhormat dan melakukan kejahatan tersebut dalam kaitannya dengan pekerjaannya (Crime Committed by a person of respectability and high socio economic status in the cause of his occupation).2

Beberapa alasan mengapa kejahatan yang termasuk white collar crime harus mendapat perhatian serius: 3

1. Ada paradigma baru bahwa kausa kejahatan itu tidak hanya disebabkan oleh kemiskinan, tetapi bisa juga dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai status sosial ekonomi yang tinggi.

2. Perluasan subjek hukum pidana.

3. Perluasan terhadap pengertian kejahatan.

Tindak pidana pencucian uang bukan saja merupakan kejahatan nasional tetapi juga kejahatan transnasional karna menyebabkan ketidakstabilan perekonomian dan integritas sistem keuangan yang dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka dari itu tindak pidana pencucian uang harus diberantas dan dicegah agar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasikan sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamanan negara terjaga.4

Akan tetapi kejahatan tindak pidana pencucian uang ini merupakan jenis tindak kejahatan yang sulit untuk mengungkap pelakunya.Pencegahan dan

(19)

3

pemberantasan tindak pidana pencucian uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum.

Di Indonesia tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ( selanjutnya disebut sebagai UU TPPU) yang diundangkan pada 22 Oktober 2010 menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang sebelumnya juga telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional. Berdasarkan UU TPPU Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tindak pidana pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.

(20)

4

Proses penanganan perkara tindak pidana pencucian uang secara umum tidak ada bedanya dengan penanganan perkara tindak pidana lainnya. Hanya saja, dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang melibatkan satu institusi yang relatif baru yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Keterlibatan PPATK lebih pada pemberian informasi keuangan yang bersifat rahasia (financial intelligence) kepada penegak hukum terutama kepada penyidik tindak pidana pencucian uang.

Kasus tindak pidana pencucian uang yang pernah terjadi di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung yaitu pada Februari 2015 Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung menangkap tersangka bandar besar narkoba Hartoni alias Toni Sapujagat. Tersangka dikenakan Pasal 114 Ayat (2) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, polisi menyita tujuh mobil mewah dari rumah Toni.terdiri dari Lexus, Suzuki Swift, Honda Jazz, Mistubishi Strada., dua mobil Toyota Fortuner dan Toyota Avanza. Selain itu dua rumah mewah milik Heriyanto di Tegineneng yang diperkirakan seharga Rp 400 juta dan rumah di daerah Rajabasa seharga Rp 800 juta, puluhan STNK dan sertifikat tanah juga disita polisi. Penyidik melayangkan surat panggilan untuk 13 saksi termasuk istri dan anak-anak Toni Sapujagat. Namun dari 13 saksi yang telah dilayangkan surat panggilan hanya 3 saksi saja yang hadir.5

Tidak banyak orang yang bersedia mengambil resiko untuk melaporkan suatu tindak pidana jika dirinya, keluarganya dan harta bendanya tidak mendapat perlindungan dari ancaman yang mungkin timbul karena laporan yang dilakukan.

5

(21)

5

Perihal pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini bagi mereka yang mentransfer, menghibahkan, membayarkan, menitipkan, menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran dan yang menikmati hasil serta menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang sehingga sangat sulit membuktikan telah terjadi tindak pidana pencucian uang karna yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang tersebut akan takut untuk melaporkan.

Begitu juga dengan saksi jika tidak mendapat perlindungan yang memadai, akan enggan memberikan keterangan sesuai dengan fakta yang dialami, dilihat dan dirasakan sendiri. Kajian tentang saksi berkaitan dengan pembuktian perkara pidana atau hukum pembuktian, ini berarti cakupan kajiannya terbatas, yakni bagaimana memberikan perlindungan kepada orang yang berhak memberikan kesaksian dalam perkara pidana dari ancaman, intimidasi atau pembalasan yang menyebabkan saksi tidak dapat memberikan kesaksian secara bebas dan benar.

(22)

6

benar sebagai wujud dari penegakan hukum dan keadilan. Khususnya perlindungan terhadap saksi dan pelapor. Dalam penyidikan dan pemeriksaan dipersidangan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang dilarang menyebutkan nama atau alamat saksi dan pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahui identitas saksi dan pelapor

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 secara tegas menyatakan bahwa setiap pelapor dan saksi dalam perkara tindak pidana pencucian uang wajib diberikan perlindungan khusus baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. Perlindungan khusus yang dimaksud dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(23)

7

penting karna putusan pengadilan yang berkualitas tidak lepas dari pertimbangan hukum tentang saksi secara kuantitas dan kualitas. Berdasarkan hal di atas maka perlu adanya perlindungan saksi dan pelapor bagi tindak pidana pencucian uang.

Mengenai perlindungan terhadap pelapor dalam tindak pidana pencucian uang diatur dalam undang-undang TPPU Pasal 83 ayat (1) yang menjelaskan bahwa pejabat dan pegawai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan pihak pelapor danpelapor. Berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang TPPU penyidik dalam kasus tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-undang ini. Penyidik tindak pidana asal diantaranya yaitu: Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

(24)

8

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah:

a) Bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang?

b) Bagaimanakah proses pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor pada kasus tindak pidana pencucian uang?

2. Ruang Lingkup Penelitian

(25)

9

C. Tujuan dan kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah

a. Untuk mengetahui upaya perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang.

b. Untuk mengetahui proses pelaksanaan yang perlindungan saksi dan pelapor pada kasus tindak pidana pencucian uang

2. Kegunaan Penelitian

Secara garis besar dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Secara Teoritis

Secara teoritis diharapkan penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi kalangan hukum dalam mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang hukum tentang perlindungan saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang.

b. Kegunaan Praktis

(26)

10

D. Kerangka Teoritis Dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikai terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.6

Setiap peneliti selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang kuat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan konstruksi data.

Perlindungan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu perlindungan hukum dan perlindungan khusus terhadap ancaman.Perlindungan hukum dapat berupa kekebalan yang diberikan kepada pelapor dan saksi untuk tidak dapat digugat secara perdata atau dituntut secara perdata sepanjang yang bersangkutan memberikan kesaksian atau laporan dengan iktikad baik atau yang bersangkutan tidak sebagai pelaku tindak pidana itu sendiri.

Perlindungan hukum lain adalah berupa larangan bagi siapapun untuk membocorkan nama pelapor atau kewajiban merahasiakan nama pelapor disertai dengan ancaman pidana terhadap pelanggarannya. Semua saksi, pelapor dan korban memerlukan perlindungan hukum ini. Sementara perlindungan khusus kepada saksi, pelapor dan korban diberikan oleh Negara untuk mengatasi kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan harta benda,termasuk

6

(27)

11

pula keluarga. Kebutuhan perlindungan saksi sebenarnya sudah direspon dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadulan Hak Asasi Manusia khususnya dalam Pasal 34 yang menentukan bahwa saksi dan korban pelanggaran HAM berat berhak mendapatkan perlindungan fisik dan mental dari ancaman gangguan teror, dan kekerasan dari penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan tersebut dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.

Peraturan tersebut memiliki keterbatasan cakupan yaitu hanya perlindungan saksi dan korban kejahatan HAM berat saja.peraturan tersebut tidak manjangkau untuk kasus-kasus diluar HAM berat. Sampai kemudian muncul Undang-Undang perlindungan saksi dan korban yaitu undang-undang nomor 13 tahun 2006 yang sisi substansinya sudah memasukan aspek-aspek teknis kelembagaan dan prosedur untuk melaksanakan perlindungan saksi dan korban.

(28)

12

Pasal 84

(1) Setiap Orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang wajib diberi pelindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelindungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan

Pasal 86

(1) Setiap Orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan tindak pidana Pencucian Uang wajib diberi pelindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelindungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi. Menurut Pasal 1 butir 27 Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yang dimaksud keterangan saksi adalah “salah satu bukti dalam

perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan

(29)

13

Pasal 1 angka 24 Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menyatakan laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Uraian di atas menjelaskan bahwa saksi dan pelapor dalam perkara tindak pidana pencucian uang pada dasarnya mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan sebelum, selama maupun sesudah persidangan berlangsung.

Tata cara pemberian perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Hukum Terhadap Saksi dan Pelapor Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Peranan aparat penegak hukum dalam hal ini sangatlah penting sebab tanpa adanya peranan dari aparat penegak hukum maka efektifitas dalam menjalankan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak akan berjalan dengan baik.

Menurut Soerjono Soekanto, masalah pokok dari upaya penegak hukum sebenarnya terletak pada faktor yang mempengaruhinya. Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif ataupun dampak negatifnya terletak pada faktor0faktor tersebut. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:7

a. Faktor Hukum yaitu Undang-undang

b. Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

7

(30)

14

c. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegak hukum

d. Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin diteliti atau ingin diketahui.8Adapun pengertian dasar dari istilah yang ingin atau yang akan digunakan dalam penulisan adalah:

a) Perlindungan Hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau lembaga lainnya.9

b) Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/atau ia alami sendiri.10

c) Pelapor adalah setiap orang yang :

a. Karna kewajibannya berdasarkan peraturan perundang-undangan menyampaikan laporan kepada PPATK tentang transaksi keuangan mencurigakan atau transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam undang-undang; atau

8

Ibid., hlm. 132 9

Lihat Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

10

(31)

15

b. Secara sukarela melaporkan kepada penyidik tentang adanya dugaan terjadinya tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.11

d) Tindak Pidana Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan,atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang syah.12

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap tulisan ini secara keseluruhan dan mudah dipahami, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang memuat latar belakang masalah penulisan skripsi ini yaitu mengenai pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang. Bab ini juga memuat permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, serta menguraikan kerangka teoritis, konseptual dan sistematika penulisan, dimana permasalahan dalam skripsi ini adalah mengenai pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang tersebut.

11

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor Dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang.

12

(32)

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pengantar pemahaman ke dalam pengertian-pengertian umum tentang pokok bahasan antara lain mengenai pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang, selain itu bab ini juga akan membahas mengenai pengertian saksi dan pelapor serta hak-hak saksi dan pelapor dalam sistem peradilan pidana pada kasus tindak pidana pencucian uang.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai metode penulisan, yaitu pendekatan masalah, sumber data, penentuan populasi dan sampel dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan yang memuat tentang upaya perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum serta proses pelaksanaan yang dilakukan dalam memberikan perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang. Jawaban dari permasalahan tersebut diberikan oleh responden dari pihak aparat penegak hukum yang kemudian dianalisis.

V. PENUTUP.

(33)

17

(34)

18

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

1. Definisi Tindak Pidana Pencucian Uang

Dewasa ini perlawanan terhadap kegiatan pencucian uang (money loundering) secara internasional semakin meningkat bahkan dibanyak negara maupun secara regional hal tersebut telah menjadi salah satu agenda politik yang selalu dibahas. Hal yang mendorong sejumlah pemerintah untuk memerangi pencucian uang terutama adalah kepedulian terhadap kejahatan yang \terorganisir (organized crime).

Yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang adalah tindakan memproses sejumlah besar uang ilegal hasil tindak pidana menjadi dana yang kelihatannya bersih atau sah menurut hukum, dengan menggunakan metode yang canggih, kreatif dan kompleks, atau tindak pidana pencucian uang sebagai suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.1 Menurut Sutan Remy Sjahdeini terdapat 10 (sepuluh) faktor pendorong yaitu:2

1. Faktor globalisasi

Globalisasi pada perputaran sistem keuangan internasional merupakan impian para pelaku money lounderingdan dari kegiatan criminal ini arus uang yang

1

Azis Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus.Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm. 19 2

Sutan Reny Sjahdeini,Seluk beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan Terorisme.

(35)

19

berjalan jutaan dolar pertahun berasal dari pertumbuhan ekonomi dimana uang yang sehat pada setiap negara sebagai dasar pada daerah pasar global. 2. Faktor cepatnya kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi yang paling mendorong maraknya pencucian uang adalah teknologi dibidang informasi yaitu dengan munculnya internet yang memperlihatkan kemajuan yang luar biasa.

3. Faktor rahasia bank yang begitu ketat

Ketatnya suatu peraturan bank dalam hal kerahasiaan atas nasabah dan data-data rekeningnya menyebabkan para pemilik dana gelap sulit dilacak dan disentuh.

4. Faktor belum diterapkan azasKnow Your Customer

Perbankan dan Penyedia Jasa Keuangan lainnya belum secara sungguh-sungguh menerapkan sistem ini, sehingga seseorang dapat menyimpan dana dari suatu bank dengan menggunakan nama samaran (anonim).

5. Faktorelectronic banking

Dengan diperkenalkannya sistem ini dalam perbankan maka diperkenankannya ATM (Automated Teller Machine) dan wire transfer. Electronic memberikan peluang bagi pencucian uang model baru dengan menggunakan jaringan internet yang disebutcyber laundering.

6. Faktorelectronic money ataue-money

(36)

20

jaringan internet, pelaku tersebut juga sebagai cyberspace atau cyber laundering.

7. Faktorlayering

Penggunaan secara berlapis pihak pemberi jasa hukum (lawyer) dimana sumber pertama sebagai pemilik sesungguhnya atau siapa sebagai penyimpan pertama tidak diketahui lagi jelas, karena deposan yang terakhir hanyalah sekedar ditugasi untuk mendepositkannya disuatu bank.Pemindahan demikian dilakukan beberapa kali sehingga sulit dilacak petugas.

8. Faktor pemberi jasa hukum (lawyer)

Adanya faktor ketentuan hukum bahwa hubungan lawyerdengan klien adalah hubungan kerahasiaan yang tidak boleh diungkapkan.Akibatnya, seorang

lawyertidak bisa dimintai keterangan mengenai hubungan dengan kliennya. 9. Faktor kesungguhan pemerintah

Adanya ketidak sungguhan dari negara-negara untuk melakukan pemberantasan praktik pencucian uang dengan sistem perbankan.Ketidak seriusan demikian adalah karena suatu negara memandang bahwa penempatan dana-dana di suatu bank sangat diperlukan untuk pembiayaan pembangunan.

10. Faktor peraturan setiap negara

Belum adanya peraturan-peraturan money launderingdi dalam suatu negara tertentu, sehingga menjadikan praktikmoney launderingmenjadi subur.

(37)

21

aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah.

Oleh karena itu, tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Tahapan-tahapan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pencucian uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan yaitu:3

a. Penempatan Uang (Placement)

Upaya menempatkan dana tunai yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana dalam bentuk yang lebih mudah untuk dipindahkan dan tidak dicurigai. Pada tahap placement ini, pelaku tindak pidana pencucian uang memasukan dana ilegalnya kerekening perusahaan fiktif atau mengubah dana menjadi monetary instrument seperti Traveler’s cheques, money order, dan negotiable instruments

lainnya kemudian menagih uang itu serta mendepositokannya ke dalam rekening-rekening perbankan (bank accounts) tanpa diketahui.

b. Pelapisan Uang (Layering)

Jumlah dana yang sangat besar dan ditempatkan pada suatu bank tentu akan menarik perhatian dan menimbulkan kecurigaan pihak otoritas moneter Negara

3

(38)

22

bersangkutan akan asal-usulnya. Karena itu, pelaku melakukan pelapisan

(layering) atau juga disebut heavy soaping melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk memutuskan atau memisahkan hubungan antara dana yang tersimpan di bank dan tindak pidana yang menjadi sumber dana tersebut. Tujuannya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana. Adanya jumlah uang yang berbeda-beda dengan frekuensi transfer dana yang tinggi semakin mempersulit proses pelacakan. Perpindahan dana tersebut tidak dilakukan satu kali saja melainkan berkali-kali dengan tujuan mengacaukan alur transaksi, sehingga tidak dapat dikejar ataupun diikuti alurnya.

c. Penyatuan Uang (Integration/ Repatriation/ Spin Dry)

Upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah secara hukum, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, untuk membiayai kegiatan-kegiatan bisnis yang sah, atau bahkan untuk membiayai kembali kagiatan tindak pidana.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang

Berdasarkan ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 UU TPPU, yang termasuk ke dalam unsur-unsur tindak pidana pencucian uang adalah:

a. Setiap orang baik perseorangan maupun korporasi dan personil pengendali korporasi.

(39)

23

harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU TPPU c. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,

sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU TPPU

d. Bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak-tindak pidana sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU TPPU

4. Hukum Pencucian Uang di Indonesia

Perlindungan saksi dan pelapor dalam kasus tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dimana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:

1. Tindak Pidana Pencucian Uang Aktif

(40)

24

2. Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif.

Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini(Pasal 5 UU TPPU).

3. Bagi Mereka yang Menikmati Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang

Pasal 4 UU TPPU, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

B. Penyidik Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang

Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.4 Berdasarkan Pasal 7 dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

4

(41)

25

ayat (1) huruf a karna kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang.

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

i. Mengadakan penghentian penyidikan.

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

(42)

26

Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Dalam ketentuan undang-undang tindak pidana pencucian uang penanganan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pencucian uang berada dibawah kewenangan kepolisian disamping dibentuk lembaga Financial Investigation Unit (FIU) yaitu Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).5Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya. Berkenaan dengan tugas penyidikan dalam tindak pidana pencucian uang, polisi harus memperoleh alat bukti yang akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkapkan di persidangan dan untuk perkara pencucian uang bukanlah masalah mudah apalagi harus dikaitkan dengan kejahatan asalnya. Peran polisi juga sangat dominan manakala berkaitan dengan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana di luar negeri. Kemudian, di bidang teknologi informasi memungkinkan kejahatan pencucian uang bisa terjadi melampaui batas kedaulatan suatu negara. Karena itu, untuk mencegah dan memberantasnya memerlukan kerja sama antarnegara.

C. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia ada di tangan sebuah lembaga yang disebut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).Nama lembaga ini dalam bahasa inggris

5

(43)

27

adalah Indonesian Finanacial Transaction Reports and Analysis Centre.PPATK sebagai intermediator (penghubung) antara financial sector dan law enforcement/judicial sector. Dalam kedudukan ini, PPATK berada di tengah-tengah antara sektor keuangan dan sektor penegakan hukum untuk melakukan seleksi melalui kegiatan analisis terhadap laporan (informasi) yang diterima, yang hasil analisisnya untuk diteruskan kepada penegak hukum. Dalam kegiatan analisis tersebut, PPATK menggali informasi keuangan dari berbagai sumber baik dari instansi dalam negeri maupun luar negeri

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) adalah lembaga independen, bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang sesuai dengan UU TPPU. PPATK merupakan lembaga intelijen di bidang keuangan (financial intelligence unit-FIU) yang dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh 4 Wakil Kepala. PPATK dalam melaksanakan tugasnya dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun dan PPATK bertanggung jawab langsung kepada Presiden, hal tersebut tertuang dalam Pasal 37 UU TPPU.

Dalam Pasal 40 UU TPPU untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut:

(44)

28

d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1).

Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 UU TPPU huruf a, PPATK berwenang:

a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu.

b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan.

c. Mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait.

d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang.

e. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum Internasional yang berkaitan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang, dan;

g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

(45)

29

dengan kejahatan lanjutan sebagaimana ditentukan dalam undang-undang pencucian uang. Apabila laporan PPATK terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum maka Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menagih tindak lanjut laporan hasil analisis transaksi yang mencurigakan yang dilaporkan kepada aparat penegak hukum, kejaksaan, kepolisian dan komisi pemberantasan korupsi. Aparat penegak hukum harus menjelaskan secara detail, mengapa laporan hasil analisis (LHA) transaksi mencurigakan tidak ditindaklanjuti. Argumentasi para penegak hukum selalu menyatakan bahwa LHA transaksi yang mencurigakan belum memiliki cukup bukti. PPATK mempunyai dasar hukum untuk menagih tindak lanjut laporan LHA transaksi yang mencurigakan yang dilaporkan kepada penegak hukum.Sebagaimana tertuang dalam Pasal 44 ayat (1) UU TPPU.

D. Perlindungan Hukum Bagi Saksi dan Pelapor Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang

(46)

30

Dengan adanya pemberian perlindungan khusus tersebut diharapkan baik pelapor dan saksi bisa mendapatkan jaminan rasa aman dari berbagai bentuk ancaman yang membahayakan diri, jiwa, harta benda dan keluarganya dan dapat memberikan keterangan yang benar tanpa adanya tekanan, sehingga proses peradilan terhadap tindak pidana pencucian uang dapat dilaksanakan dengan baik. Perlindungan terhadap saksi dan pelapor dapat digunakan dalam proses peradilan agar saksi dan pelapor dapat memberikan keterangan yang sebenar-benarnya mengenai apa yang terjadi, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun guna menemukan kebenaran materiil sesuai dengan tujuan hukum acara pidana di Indonesia.

E. Perlindungan Hukum Bagi Saksi dan Pelapor

Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP, menyatakan: laporan adalah pemberitahuan yang di sampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pihak pelapor meliputi:

a. penyedia jasa keuangan: 1. bank;

2. perusahaan pembiayaan;

3. perusahaan asuransi dan perusahaan pialangasuransi; 4. dana pensiun lembaga keuangan;

(47)

31

7. kustodian; 8. wali amanat;

9. perposan sebagai penyedia jasa giro; 10. pedagang valuta asing;

11. penyelenggara alat pembayaran menggunakankartu; 12. penyelenggarae-moneydan/ataue-wallet;

13. koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; 14. pegadaian;

15. perusahaan yang bergerak di bidangperdagangan berjangka komoditi; atau 16. penyelenggara kegiatan usaha pengirimanuang.

b. penyedia barang dan/atau jasa lain: 1. perusahaan properti/agen properti; 2. pedagang kendaraan bermotor;

3. pedagang permata dan perhiasan/logam mulia; 4. pedagang barang seni dan antik; atau

5. balai lelang

Alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana yaitu:

a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat

(48)

32

e. Keterangan terdakwa6

Sedangkan untuk alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa:7

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana atau;

b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronikdengan alat optik atau alat yang serupa optik dandokumen.

Kekuatan alat bukti terhadap suatu kasus sangat bergantung pada kualitas sikap penegak hukum, dan hubungan dengan warga masyarakat serta partisipasimasyarakat.Suatu sikap, tindak atau prilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap atau prilaku pihak lan menuju ke satu tujuan yang dikehendaki.8

Seperti diketahui dalam pembuktian tidaklah mungkin dan dapat tercapai kebenaran mutlak (absolut).Semua pengetahuan kita hanya bersifat relatif, yang didasarkan pengalaman, penglihatan dan pemikiran yang tidak selalu pasti benar. Keterangan saksi merupakan satu dari lima alat bukti yang dibutuhkan dalam mengungkapkan perkara pidana. Dalam Pasal 185 KUHAP menyebutkan:

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang

pengadilan”. Dapat tidaknya seorang saksi dipercaya, tergantung dari banyak hal

yang harus diperhatikan oleh hakim.

6

KUHAP Pasal 184

7

Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

8

(49)

33

Dalam Pasal 185 ayat (6) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikatakan dalam menilai keterangan saksi hakim harus sungguh-sungguh memperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan saksi yang lain. b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain

c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi memberikan keterangan tertentu

d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat atau tidaknya keterangan saksi itu dipercaya.

Keterangan saksi harus diberikan atau dibacakan dimuka persidangan agar hakim dapat menilai bahwa keterangan yang diberikan oleh saksi bukan keterangan palsu.Mengenai siapa yang disebut sebagai saksi, dalam Pasal 1 butir 26 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan saksi adalah“orang

yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendri

dan ia alami sendiri”. Saksi sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 26

KUHAP dalam memberikan keterangan dimuka pengadilan wajib diberikan perlidungan saksi.

(50)

34

semua orang dapat menjadi saksi, kecuali mereka yang tercantum dalam Pasal 168 KUHAP, yaitu:

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa. b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara

ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Pasal 171 KUHAP menambahkan pengecualian dengan:

1. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin.

2. Orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.

Mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum. Keterangannya hanya dipakai sebagai petunjuk saja.

Agar suatu kesaksian mempunyai kekuatan sebagai alat bukti, maka harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

a. Syarat Objektif:

(51)

35

3) Mampu bertanggungjawab, yakni berumur 15 tahun atau sudah pernah kawin atau tidak sakit ingatan.

b. Syarat Formal

1) Kesaksian harus diucapkan dalam siding

2) Kesaksian tersebut harus diucapkan dibawah sumpah c. Syarat Subyektif/material:

1) Saksi menerangkan apa yang ia dengar, ia lihat, dan yang ia alami sendiri 2) Dasar-dasar atau alasan mengapa saksi tersebut melihat, mendengar dan

mengalami sesuatu yang diterangkan tersebut.

Pasal 170 KUHAP menyebutkan bahwa mereka karena pekerjaan, harkat, martabat, atau jabatannya diwujudkan menyimpan rahasia dapat mengajukan permintaan untuk dibebaskan dari kewajiban memberikan keterangan sebagai saksi.Menurut penjelasan pasal tersebut, pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 160 ayat (3) KUHAP menjelaskan bahwa sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing bahwa ia memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari yang sebenar-benarnya.

Dalam Pasal 171 KUHAP ditambahkan pengecualian untuk memberikan kesaksian di bawah sumpah ialah:

(52)

36

b. Orang yang sakit ingatannya atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali.

(53)

37

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga tercapai tujuan penelitian1. Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan sebagai bahan penunjang penulis juga menggunakan pendekatan masalah secara yuridis empiris.

Pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri teori-teori, konsep-konsep serta peraturan-peraturan yang berkenaan dengan masalah perlindungan hukum bagi pelapor dan saksi dalam tindak pidana pencucian uang.

Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan mengadakan penelitian lapangan, yaitu melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik lapangan mengenai pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang. Dengan mengadakan pendekatan masalah secara yuridis normatif dan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan

1

(54)

38

cermat tentang segala sesuatu gejala keadaan objek yang diteliti. Oleh karna itu maka jenis dan sifat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari dua sumber data, yaitu data lapangan dan kepustakaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pemberi data atau orang yang terlibat langsung dalam memberikan data yang ada hubungannya dengan masalah perlindungan bagi saksi dan korban dalam tindak pidana pencucian uang.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari :2

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari norma, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, sera bahan hukum lain seperti Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Bahan hukum primer yang penulis gunakan meliputi:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

2

(55)

39

c) Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder meliputi peraturan pemerintah, keputusan presiden dan keputusan menteri.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari:

a) Literatur b) Kamus

c) Internet, surat kabar dan lain-lain

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah pihak-pihak yang dijadikan sumber informasi didalam suatu penelitian dan memiliki pengetahuan serta informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Narasumber dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Anggota Polisi Dit Res Kriminal Khusus Polda Lampung : 1 Orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 Orang 3. Dosen bagian hukum pidana Universitas Lampung : 1 Orang+

(56)

40

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mencatat, mengutip hal-hal penting terhadap beberapa buku literatur, peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi pembahasan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan dilakukan dengan wawancara (interview) adalah usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, untuk menjawab secara lisan pula. Wawancara akan dilakukan terhadap seluruh responden. Penulis akan melakukan wawancara dengan pertanyaan secara mendalam, dalam hal ini penulis menggunakan pedoman wawancara agar masalah dapat terjawab.

2. Pengolahan Data

(57)

41

1. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasannya dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan;

2. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan dan mengklasifikasikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan;

3. Sistematisasi, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan, sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

(58)

60

V. PENUTUP

A. Simpulan

Hasil penelitian, tentang perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

(59)

61

Kepolisian Nomor 17 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor Dan Saksi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan untuk perlindungan terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang oleh penuntut umum berupa perahasiaan identitas serta apabila dalam suatu kasus pelapor berasal dari dalam instansi yang dilaporkan maka pelapor tidak akan dijadikan saksi dipengadilan dan identitas sang pelapor akan dirahasiakan.

(60)

62

terhadap saksi dan pelapor harus ada inisiatif dari jaksa sendiri yang dibantu oleh aparat keamanan untuk nantinya membaca apakah saksi perlu dilindungi sementara atau sampai identitasnya dirahasiakan saja.

A. Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan upaya dan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap saksi dan pelapor dalam tindak pidana pencucian uang sebagai berikut:

1. Upaya perlindungan terhadap saksi dan pelapor harus dilakukan secara menyeluruh karena tidak banyak orang yang bersedia mengambil resiko untuk melaporkan dan memberikan kesaksian terhadap suatu tindak pidana jika dirinya, keluarganya, dan harta bendanya tidak mendapatkan perlindungan dari ancaman yang mungkin timbul karena laporan serta kesaksian yang dilakukannya. Berkaitan dengan hak-hak yang diperoleh seharusnya lebih diperluas seperti misalnya mencakup hak untuk mendapat informasi mengenai perkembangan perkara dalam putusan pengadilan, hak untuk perahasiaan identitas secara mutlak, dan hak untuk memberikan kesaksian secara tidak langsung. Memberikan kesaksian secara tidak langsung maksudnya adalah saksi dalam menyampaikan kesaksiannya dapat dilakukan ditempat yang terpisah dengan media

teleconference.

(61)

63

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Moeljatno, 2009,Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta, Bumi Aksara. Muhammad, Abdulkadir, 2004,Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Raja

Grafindo Persada..

Prodjohamidjojo, Martiman, 2001,Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Dalik Korupsi, Bandung, Mandar Maju

Remy, Sutan S, 2007,Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti

Setiadi, Edi, 2010,Hukum Pidana Ekonomi,Bandung, Graha Ilmu,

Soekanto, Soerjono, 1983Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.. Jakarta, Rajawali pers

Soekanto, Soerjono,1985, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono, 1986,Pengantar Penelitian Hukum.UI. Jakarta

Sutedi, Andrian, 2008,Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung, PT Citra Aditya Bakti

Syamsuddin,Azis, 2011,Tindak Pidana Khusus, Jakarta, Sinar Grafika. Teguh Prasetyo.Hukum Pidana. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2012

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 17 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor Dan Saksi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang

(63)

Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Website

http://id.wikipedia.org/wiki/pencucian_uang, diakses pada 4 Februari 2014, jam 09.20 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dimana peran orang tua (ibu) yang mayoritas ibu dari anak dengan perkembangan sosial baik sudah mampu memberikan perhatian dan kasih sayang

(1) Ruang lingkup perjanjian ini adalah PIHAK KEDUA akan melakukan pelayanan medis dan atau pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan lingkup kredensial yang

square diperoleh nilai ρ=0.000< α (0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan antara paritas dengan kejadian plasenta previa di Rumah Sakit Flora Kabupaten Karo. Mengacu

Membantu Kepala Sekolah dalam mengembangkan rencana dan kegiatan lanjutan yang berhubungan dengan pelaksanaaan kepada masyarakat sebagai akibat dari komunikasi

standar kompetensi tenaga pendidik Meningkatkan kualitas SDM tenaga pendidik melalui studi lanjut, sertifikasi kompetensi, peningkatan jabatan akademik serta keterlibatan dalam

Pengertian Penuntutan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Dalam kaitannya dengan ketiga hal tersebut (kebutuhan personal, organisasional, dan tujuan) adalah bahwa kebutuhan para pekerja dari setiap personal harus mendapat

Saya Rizki Isnandi Aziz mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia sedang melakukan penelitian mengenai