• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONSUMSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN GAS ELPIJI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KONSUMSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN GAS ELPIJI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS KONSUMSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP

PENGGUNAAN GAS ELPIJI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA

Skripsi

Oleh :

INDAH NOVADA MAULINA

NIM. I 0306005

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

vi

ABSTRAK

Indah Novada Maulina, NIM : I 0306005. ANALISIS KONSUMSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN GAS ELPIJI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2010.

Program konversi minyak tanah ke gas elpiji bukan hanya sekedar program penghematan energi, tetapi juga suatu kebijakan merubah perilaku. Hal ini terlihat dari sikap pro dan kontra masyarakat. Kondisi ini juga terjadi di kota Surakarta, dimana konversi minyak tanah ke gas elpiji baru dilakukan pada pertengahan tahun 2009. Adanya perbedaan penerimaan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan, pendidikan, dan sosialisasi yang didapatkan oleh masyarakat. Masalah transformasi perilaku masyarakat ini tentu juga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat, hal ini selaras dengan prinsip pemasaran bahwa kegiatan konsumsi dipengaruhi oleh perilaku konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku dan tingkat konsumsi masyarakat kota Surakarta dalam mengunakan gas elpiji. Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan dalam 4 tahapan, yaitu: penentuan sampel, kuesioner, analisis cluster dan analisis konsumsi. Dalam pengambilan jumlah sampel, menggunakan rumus Taro Yamane, yang dilanjutkan dengan teknik area

dan purposive sampling. Kuesioner mengacu pada model perilaku Kotler, dimana perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Analisis cluster digunakan untuk mengetahui bagaimana karakteristik masyarakat pengguna gas elpiji di kota Surakarta. Selanjutnya dilakukan perhitungan guna mengetahui berapa jumlah konsumsi gas elpiji di kota Surakarta.

Jumlah Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 400 responden. Dari hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat Surakarta paling banyak menggunakan tabung gas ukuran 3 kg, memakai gas atas keinginan sendiri, melakukan aktivitas memasak setiap hari dan motivasi penggunaan dikarenakan praktis, murah dan mudah didapatkan. Mayoritas masyarakat menganggap gas elpiji lebih murah, mudah didapatkan, lebih ramah lingkungan dan praktis dari minyak tanah. Masyarakat pengguna gas elpiji di kota Surakarta terbagi atas 3 cluster. Cluster 1 mempunyai karakteristik usia, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di atas rata-rata populasi. Cluster 2, usia, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di bawah rata-rata populasi. Cluster 3, usia dan pendapatan di bawah rata-rata populasi namun jumlah anggota keluarga di atas rata-rata populasi. Konsumsi penggunaan gas elpiji tidak dipengaruhi oleh jumlah pendapatan dan usia, tetapi dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang dimiliki. Kebutuhan gas elpiji per keluarga sebesar 11,6 kg/bulan, konsumsi gas elpiji perorangan sebesar 2,9 kg/bulan dan konsumsi gas elpiji masyarakat kota Surakarta sebesar 1.541.582 kg/bulan.

Kata kunci : Perilaku Masyarakat, Karakteritik Masyarakat,Tingkat Konsumsi. xvii + 113 hal; 48 gambar; 13 tabel; 7 lampiran

(3)

commit to user

vii

ABSTRACT

Indah Novada Maulina, NIM: I 0306005. ANALYSIS OF CONSUMPTION

AND SOCIETY BEHAVIOR TO USE LPG IN SURAKARTA. Thesis.

Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, University, in October 2010.

Kerosene to LPG is not just a program energy savings, but also a policy to change behavior. This condition can seen from the attitude of the pros and cons of society. This condition also occurs in the Surakarta city , where the conversion of kerosene to LPG new conducted in mid 2009. The difference of this revenue influenced by the level of knowledge, income, education, and socialization that obtained by the public. Transformation problem society behavior is certainly also going to affect the index of public consumption, it is balance with the marketing principle that consumption activities are influenced by consumer behavior.

This purpose of this research is to determine how the behavior and index of people in Surakarta city public consumption in using LPG gas. For knowing this research , performed in 4 steps , consist of : the determination sample, questionnaire, cluster analysis and consumption analysis. In taking the sample size, used a formula Taro Yamane, who that is continued with the area and purposive sampling technique. Questionnaire reference Kotler behavioral model, where consumer behavior is influenced by cultural factors, social, personal and psychological. Cluster analysis is used to find out how the characteristics of the LPG user community in the Surakarta city. Then, calculate to find out how many LPG consumption in the Surakarta city.

There are 400 respondents which is used as sample in this research. This research produces note that the most widely used Surakarta 3 kg gas cylinder size with their own desire, to do all their activities. Their motivation use LPG because they can cook every day with practical, inexpensive and easily obtained. The majority of the people considered gas LPG is cheaper, easily available, more environmentally friendly and practical of kerosene. LPG user community in the Surakarta city can be divided into 3 clusters. Cluster 1 has the characteristics of age, revenue and number of family members above the average population. Cluster 2, age, income and family member below the average population. Cluster 3, age and income below the average population but the number of family members above the average population. The consumption of using LPG is not affected by the amount of income and age, but it influence depend on the number of their family . Based on this research, it can be known that every family needs LPG gas at 11.6 kg per month, consumption of LPG for individuals at 2.9 kg / month and the LPG consumption of urban communities Surakarta amounted to 1,541,582kg/month.

Keywords: society behavior, public characteristic, index consumption. xvii + 113 p.; 48 pictures; 13 tables; 7 attachments

(4)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari

penelitian, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, tujuan dan

manfaat dari penelitian yang dilakukan dan sistematika penulisan untuk

menyelesaikan penelitian.

1.1 Latar Belakang

Energi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan

masyarakat. Hampir semua sektor kehidupan (industri, rumah tangga, transportasi,

jasa, dan lain-lain) tidak bisa dipisahkan dari sektor energi. Saat ini Indonesia

sedang mengalami krisis energi. Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2005 rata-rata produksi minyak bumi

dan kondensat sebesar 991 ribu barel per hari (bph), pada tahun 2006 sebesar

945 ribu bph, sedangkan pada tahun 2007 hanya memproduksi 896 ribu bph.

Sementara itu, kebutuhan konsumsi energi nasional sekitar 1,3-1,35 juta bph.

Terdapat selisih yang cukup tajam antara tingkat produksi yang ideal dengan

kebutuhan. Ketimpangan antara tingkat produksi dan konsumsi energi tersebut

mengakibatkan krisis energi skala nasional khususnya pada energi BBM. Hal ini

membuat pemerintah mencanangkan program konversi bahan bakar khususnya

konversi pengunaan minyak tanah ke gas elpiji secara bertahap (Edi, 2009).

Program konversi minyak tanah ke gas elpiji dicanangkan sebagai program

peningkatan kesejahteraan rakyat, penghematan energi, serta program

penghematan subsidi minyak tanah (Perpres Nomor 5 Tahun 2006). Namun pada

kenyataannya, program konversi minyak tanah ke gas elpiji bukan hanya sekedar

kebijakan penghematan energi, tetapi juga suatu kebijakan merubah perilaku

masyarakat yang semula menggunakan minyak tanah beralih ke penggunaan

elpiji. Hal ini ditandai dari sikap pro dan kontra masyarakat. Ada masyarakat yang

menerima dalam artian menggunakan paket elpiji yang diberikan oleh pemerintah,

dan ada juga masyarakat yang menolak untuk menggunakan paket elpiji

(5)

commit to user

I-2

mencoba beralih dari minyak ke gas elpiji, kembali menggunakan bahan bakar

minyak tanah (Sunarti, 2007).

Kondisi ini juga terjadi di daerah Surakarta, dimana konversi minyak tanah

ke gas elpiji baru dilakukan pada pertengahan tahun 2009. Keengganan

masyarakat beralih menggunakan gas elpiji dikarenakan masyarakat telah terbiasa

menggunakan minyak tanah, selain untuk kebutuhan memasak juga sebagai

penerangan. Minyak tanah dinilai lebih murah dan efisien,karena bisa dibeli per

liter secara eceran. Gas elpiji juga dianggap kurang aman oleh masyarakat

dikarenakan sering bocor dan meledak (Syaraf, 2009). Adanya perbedaan

penerimaan masyarakat ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan,

pendapatan, tingkat pendidikan dan sosialisasi yang didapatkan oleh masyarakat

(Yumantoko, 2008).

Masalah transformasi perilaku masyarakat ini tentu akan berpengaruh

terhadap tingkat konsumsi masyarakat terhadap gas elpiji. Dimana ini selaras

dengan prinsip pemasaran bahwa kegiatan konsumsi dipengaruhi oleh perilaku

konsumen (Kotler, 1997). Hal ini tentu juga akan berpengaruh terhadap

keberhasilan atau tercapainya target awal dari program konversi minyak tanah ke

elpiji. Apalagi saat ini, pemerintah kota Surakarta akan menghadapi sistem

rayonisasi elpiji yang akan mengakibatkan berkurangnya kuota yang diberikan

untuk Kota Surakarta (Fid, 2010). Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan elpiji sesuai dengan kebutuhan rill masyarakat Surakarta

agar tidak terjadi kelangkaan gas elpiji.

Bertitik tolak dari uraian diatas maka dilakukan riset pemasaran guna

mengetahui bagaimana perilaku dan tingkat konsumsi masyarakat dalam

menggunakan gas elpiji dengan judul “Analisis Konsumsi Dan Perilaku

Masyarakat Terhadap Penggunaan Gas Elpiji di Kota Surakarta”.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku masyarakat

dan indeks konsumsi dalam menggunakan gas elpiji di wilayah kotamadya

(6)

commit to user

I-3

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui perilaku masyarakat dalam menggunakan gas elpiji rumah tangga

di wilayah kota Surakarta.

2. Mengetahui tingkat konsumsi masyarakat dalam menggunakan gas elpiji

rumah tangga di wilayah kota Surakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat

kebijakan-kebijakan tentang pengendalian persediaan sumber daya energi terhadap

konsumsi energi gas elpiji beberapa tahun kedepan.

2. Sebagai bahan evaluasi tingkat konsumsi gas elpji masyarakat, sehingga

pemerintah dapat menjaga keseimbangan supply dan demand gas elpiji. 3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para distributor elpiji di

kota Surakarta dalam menentukan segmentasi konsumen.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini dibuat batasan-batasan untuk menghindari

permasalahan yang terlalu luas dan supaya hasil analisis yang didapatkan sesuai

dengan tujuan. Batasan masalah yang digunakan, yaitu:

1. Responden yang diambil berdasarkan data demografi yaitu jumlah kepala

keluarga, dan wilayah yang diteliti berdasarkan keurbanan suatu daerah.

2. Gas elpiji rumah tangga meliputi gas elpii dengan ukuran 3 kg dan 12 kg.

1.6 Asumsi-asumsi

Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Responden memiliki interpretasi yang sama dengan maksud peneliti terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuisioner.

2. Jawaban yang diberikan responden dapat mewakili pendapat mereka sendiri

(7)

commit to user

I-4

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan

tugas akhir ini, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, manfaat penelitian, perumusan

masalah, asumsi-asumsi, sistematika penulisan yang dipergunakan

dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat uraian konsep, teori dan fakta serta studi sejenis

sebelumnya yang mendukung penelitian. Sumber pustaka dapat

diambil dari buku, jurnal ilmiah, seminar, majalah, surat kabar, dan

lain-lain.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses

pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flow chart

dan tiap tahapnya dijelaskan secara singkat, padat dan jelas.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menjelaskan proses pengumpulan dan validasi data-data, baik

data primer (langsung) atau data sekunder (tidak langsung) dan

menjelaskan proses pengolahan data.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini berisi uraian analisis dan interpretasi hasil pengolahan data

serta validasi hasil terhadap lingkungan penelitian nyata (real word)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan serta

(8)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas konsep, teori dan fakta yang digunakan dalam penelitian

sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisa

permasalahan yang ada serta penelitian sejenis yang pernah dilakukan.

2.1 Perilaku Konsumen

Beberapa ahli mendefinisikan perilaku konsumen. Kotler (1997)

menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah bagaimana konsumen memilih,

membeli dan memanfaatkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginannya.

Menurut Engel, et al (2003), perilaku konsumen didefinisikan sebagai

tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi serta

menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan

menyusul tindakan tersebut. Sedangkan Hawkins, et al (2001) berpendapat bahwa

perilaku konsumen merupakan studi mengenai individu, kelompok, dan organisasi

serta proses mereka ketika menyeleksi, menggunakan dan menghabiskan produk,

jasa, pengelolaan atau ide untuk memuaskan kebutuhan.

Sumarwan (2003) menarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah

semua kegiatan, tindakan, proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut

pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan

produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.

Perilaku konsumen merupakan hal kompleks dan dipengaruhi banyak

faktor. Pendekatan pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan harus

benar-benar dirancang dengan baik dengan memperhatikan faktor-faktor perilaku

konsumen tersebut (Kotler, 1997).

Beberapa sifat dari perilaku konsumen yaitu:

1. Consumer Behavior Is Dynamic

Perilaku konsumen dikatakan dinamis karena proses berpikir, merasakan, dan

aksi dari setiap individu konsumen, kelompok konsumen, dan perhimpunan

besar konsumen selalu berubah secara konstan. Sifat yang dinamis demikian

(9)

commit to user

II-2

sekaligus sulit. Suatu strategi dapat berhasil pada suatu saat dan tempat tertentu

tapi gagal pada saat dan tempat lain. Karena itu suatu perusahaan harus

senantiasa melakukan inovasi-inovasi secara berkala untuk meraih

konsumennya.

2. Consumer Behavior Involves Interactions

Dalam perilaku konsumen terdapat interaksi antara pemikiran, perasaan, dan

tindakan manusia, serta lingkungan. Semakin dalam suatu perusahaan

memahami bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi konsumen semakin

baik perusahaan tersebut dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan

konsumen serta memberikan value atau nilai bagi konsumen.

3. Consumer Behavior Involves Exchange

Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dalam kata lain

seseorang memberikan sesuatu untuk orang lain dan menerima sesuatu sebagai

gantinya.

2.1.1 Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Konsumen akan melalui beberapa tahapan dalam melakukan tindakan

pembelian sampai akhirnya konsumen memutuskan apakah ia akan membeli atau

tidak. Menurut Kotler (2008), ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses

pembelian, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Secara skematik, tahapan

tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1 Proseskeputusan pembelian konsumen

Sumber: Kotler, 2008

Model ini menekankan proses pembelian sejak sebelum pembelian sampai setelah

pembelian. Setiap konsumen akan melewati kelima tahap ini untuk setiap

pembelian yang mereka buat. Konsumen membalik tahap-tahap tersebut pada

pembelian yang lebih rutin. Uraian mengenai proses keputusan pembelian

(10)

commit to user

II-3 1. Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau

kebutuhan. Menurut Kotler (2007), kebutuhan dapat dicetuskan oleh stimulus,

baik internal maupun eksternal. Stimulus internal adalah kebutuhan dasar yang

timbul dari dalam diri seperti lapar, haus dan sebagainya. Sedangkan stimulus

eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan karena dorongan eksternal.

Sedangkan menurut Engel, et al (2003), pengenalan kebutuhan pada akhirnya

bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan

aktual (situasi konsumen sekarang) dengan keadaan yang diinginkan. Ketika

ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, maka kebutuhan

akan dikenali.

2. Pencarian Informasi

Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari

informasi yang lebih banyak. Menurut Engel, et al (2003), konsumen akan

mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal)

atau melakukan pengumpulan informasi dari lingkungan sekitarnya (pencarian

eksternal). Pencarian internal adalah pencarian informasi melalui ingatan untuk

melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan. Apabila pencarian

internal tidak mencukupi, maka konsumen memutuskan untuk mencari

informasi tambahan melalui pencarian eksternal dari lingkungan.

3. Evaluasi Alternatif

Menurut Engel et, al (2003), tahap ini didefinisikan sebagai proses dimana

suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan

konsumen. Untuk memilih alternatif, konsumen akan menggunakan beberapa

kriteria evaluasi yang berbeda, misalnya nama, merek, asal produk dan

sebagainya. Dengan kriteria tersebut konsumen akan memilih salah satu dari

beberapa alternatif yang ada. Sedangkan menurut Kotler (2007), proses

evaluasi konsumen adalah proses yang berorientasi kognitif, yaitu mereka

menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk terutama

berdasarkan kesadaran dan rasional. Beberapa konsep dasar dalam memahami

proses evaluasi konsumen yaitu pertama konsumen berusaha memenuhi suatu

(11)

commit to user

II-4

ketiga konsumen memandang setiap produk sebagai sekumpulan atribut

dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang

digunakan untuk memuaskan kebutuhan.

4. Keputusan Pembelian

Pembelian menurut Engel, et al (2003), yaitu suatu proses keputusan konsumen

apabila memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti dapat diterima bila

perlu. Menurut Kotler (2007), dalam tahap evaluasi konsumen membentuk

preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Selanjutnya konsumen

membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai.

Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi antara niat pembelian dan keputusan

pembelian (gambar 2.2). Faktor pertama adalah faktor sikap atau pendirian

orang lain. Faktor ini mempengaruhi alternatif yang disukai konsumen dan

motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin

kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan

konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan maksud

pembeliannya. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan

keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi. Adanya

faktor ini akan dapat mengubah rencana pembelian suatu produk yang akan

dilakukan konsumen.

Gambar 2.2 Tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan

pembelian

Sumber: Kotler, 2008

5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami tingkat kepuasan

(12)

commit to user

II-5

cukup berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca

pembelian. Dalam hal ini pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian,

tindakan pasca pembelian dan pemakaian serta pembuangan pasca pembelian.

Menurut Mowen dan Minor (1998), kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai

keseluruhan sikap konsumen yang didapatkan dari barang dan jasa setelah

mereka menggunakannya. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas

pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komentar

negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum. Hal ini

merupakan suatu upaya untuk mempertahankan pelanggan yang menjadi unsur

penting dalam strategi pemasaran.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Mempelajari dan menganalisis perilaku konsumen bukanlah suatu yang

mudah dilakukan karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh dan saling

berinteraksi satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam

mengambil keputusan membeli dan mengkonsumsi suatu produk tertentu adalah

kebudayaan, sosial, personal dan psikologikal (Kotler, 2008), yang dapat dilihat

pada gambar 2.3.

Budaya

Budaya

Sosial

Kelompok referensi

Pribadi

Usia Psikologis

Subbudaya Keluarga

Tahap siklus hidup Motivasi

Pekerjaan Persepsi

Situasi Ekonomi Pembelajaran Pembeli

Kelas

sosial Peran dan status

Gaya hidup Kepercayaan

Kepribadian Sikap

Konsep diri

Gambar 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Sumber: Kotler, 2008

Peran faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda. Dengan

kata lain, ada faktor yang dominan pada pembelian suatu produk sementara faktor

lain kurang bepengaruh. Contoh, pilihan wanita terhadap lipstik kurang

dipengaruhi oleh keluarga, yang mungkin berpengaruh adalah faktor sosial lain,

(13)

commit to user

II-6

faktor keluargalah yang paling berpengaruh. Faktor kebudayaan kecil

pengaruhnya (Simamora, 2002).

A. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor yang berpengaruh paling luas dan mendalam

pada perilaku konsumen. Yang termasuk ke dalam faktor kebudayaan adalah

budaya (suatu simbol dan fakta yang kompleks yang diciptakan manusia dan

diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku

manusia dalam masyarakat yang ada), sub budaya (ciri sosialisasi yang khas

bagi masing-masing anggotanya yaitu bangsa, ras, geografi), dan kelas sosial

(kelas dimana orang tersebut berada), dimana kesemuanya turut

mempengaruhi perilaku konsumen.

1. Budaya

Budaya adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang paling

dasar. Makhluk paling rendah biasanya dituntun oleh naluri. Sedangkan

manusia, perilaku biasanya dipelajari dri lingkungan sekitarnya. Sehingga

nilai, persepsi, preferensi dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada

daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada dilingkungan

yang lain pula. Sehingga pemasar sangat berkepentingan untuk melihat

pergeseran budaya tersebut agar dapat menyediakan produk-produk baru

yang diinginkan konsumen.

2. Sub Budaya

Budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil

yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku

anggotanya atau sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan

pengalaman hidup dan situasi yang umum. Sub budaya meliputi

kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Seperti

kelompok kebangsaan yang bertempat tinggal disuatu daerah mempunyai

cita rasa dan minat etnik yang khas. Demikian pula halnya dengan

kelompok keagamaan. Daerah geografi adalah daerah subbudaya

tersendiri. Banyaknya subbudaya ini merupakan segmen yang penting dan

pemasar sering menemukan manfaat dengan merancang produk yang

(14)

commit to user

II-7 3. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif permanen dan

teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya memiliki nilai, minat dan

perilaku yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan hanya oleh satu

faktor, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan,

pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Dalam beberapa

sistem sosial, anggota kelas yang berbeda memegang peran tertentu dan

tidak dapat mengubah posisi sosial mereka. Kelas sosial juga

memperlihatkan preferensi produk dan merk yang berbeda.

B. Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti referensi

keluarga, peranan, dan status sosial konsumen.

1. Kelompok referensi

Perilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil.

Kelompok yang berpengaruh langsung dan dimana seseorang menjadi

anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Sebaliknya, kelompok

referensi bertindak sebagai titik perbandingan atau titik referensi langsung

(berhadapan) atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau perilaku

seseorang. Orang sering dipengaruhi oleh kelompok referensi dimana ia

tidak menjadi anggotanya. Pemasar dalam hal ini berupaya

mengidentifikasikan kelompok referensi dari pasar sasarannya. Kelompok

ini dapat mempengaruhi orang pada perilaku dan gaya hidup. Mereka

dapat mempengaruhi pilihan produk dan merk yang akan dipilih seseorang

2. Keluarga

Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga

adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam

masyarakat. Keluarga orientasi adalah keluarga yang terdiri dari orang tua

yang memberikan arah dalam hal tuntutan agama, politik ekonomi dan

harga diri.

3. Peran dan Status

Seseorang dapat menjadi anggota banyak kelompok seperti keluarga, klub,

(15)

commit to user

II-8

didefinisikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang

diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang di sekitarnya.

Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum

yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Orang biasanya memilih

produk sesuai dengan perandan status mereka.

C. Faktor Personal

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor personal seperti umur dan

siklus hidup, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan

konsep diri.

1. Umur dan Siklus Hidup

Orang akan mengubah barang atau jasa yang mereka beli sepanjang

kehidupan meraka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai

dengan usia. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga

pemasar hendaknya mengembangkan produk dan rencana pemasaran yang

sesuai untuk setiap tahap itu.

2. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.

Dengan demikian pemasar dapat mengidentifikasikan kelompok yang

berhubungan dengan jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata

terhadap produk mereka.

3. Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar

barang-barang yang sensitif terhadap pendapatan dapat memperhatikan

gejala pendapatan pribadi, tabungan, dan suku bunga. Jika indikator

ekonomi menunjukka resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah

untuk merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan harga kembali untuk

produk mereka secara seksama.

4. Gaya Hidup

Orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial dan pekerjaan yang sama

mungkin mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda. Gaya hidup adalah

pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam keadaan psikografisnya.

(16)

commit to user

II-9

kegiatan, minat dan pendapatnya. Gaya hidup menangkap sesuatu yang

lebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang. Gaya hidup

menampilkan profil seluruh pola tindakan dan interaksi seseorang di

dunia. Jika digunakan secara cermat, konsep gaya hidup data membantu

pemasar memahami nilai konsumen yang berubah dan bagaimana gaya

hidup mempengaruhi perilaku pembelian.

5. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian setiap orang yang berbeda-beda mempengaruhi perilaku

pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik

yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan bertahan lama

terhadap lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan

dalam karakteristik perilaku seperti kepercayaan diri, dominasi,

kemampuan bersosialisasi, dan sifat agresif. Kepribadian dapat digunakan

untuk menganalisis perilaku konsumen untuk produk atau pilihan merk

tertentu.

D. Faktor Psikologis

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti motivasi,

persepsi, proses belajar, sikap dan kepercayaan.

1. Motivasi

Sesorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan. Salah satunya dalah

kebutuhan biologis, timbul dari dorongan tertentu seperti rasa lapar, haus

dan ketidaknyamanan. Kebutuhan lainya adalah kebutuhan psikologis,

timbul dari kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki.

Kebutuhan menjadi motif ketika kebutuhan itu mencapai tingkat intensitas

yang kuat. Motivasi adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang

mengarahkan seseorang mencari kepuasan.

2. Persepsi

Seseorang yang termotivasi akan siap bereaksi. Bagaimana seseorang itu

akan bertindak dipengaruhi oleh persepsi mengenai situasi. Dua orang

dalam kondisi motivasi yang sama dan tujuan situasi yang sama mungkin

bertindak secara berbeda karena perbedaan persepsi meraka terhadap

(17)

commit to user

II-10

menginterpretasikan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang

berarti mengenai dunia.

3. Proses Belajar

Proses belajar menjelaskan perubahan alam perilaku seseorang yang

timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku manusia adalah hasil

proses belajar. Secara teori pembelajaran seseorang dihasilkan melalui

dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan, dan penguatan. Para pemasar

dapat membangun permintaan akan produk dengan menghubungkannya

dengan dorongan yang kuat, dengan menggunakan isyarat motivasi dan

memberikan penguatan positif.

4. Sikap dan Kepercayaan

Dengan melalui proses belajar, seseorang akan mempunyai sikap dan

kepercayaan tertentu. Sikap adalah kesiapan mental yang diorganisasikan

melalui pengalaman dan memiliki pengaruh tertentu pada tanggapan

seseorang terhadap suatu objek dan situasi yang berhubungan dengannya.

Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk akan terbentuk melalui

sikap positif terhadap produk, yang didukung dengan adanya pengenalan

dan pemahaman yang baik terhadap produk tersebut. Selain itu,

kepercayaan terhadap produk juga dipengaruhi oleh faktor kepuasan yang

diperoleh konsumen. Kepercayaan terhadap produk akan membawa

konsumen tetap membeli atau menggunakan produk tersebut

(Simamora, 2002).

2.2 Konversi Minyak Tanah Ke Gas Elpiji

2.2.1 Pengertian Minyak Tanah dan Gas Elpiji

Minyak tanah yang sering digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak

atau penerangan merupakan cairan bahan bakar yang jernih, tidak berwarna, tidak

larut dalam air, berbau, dan mudah terbakar. Minyak tanah termasuk dalam

golongan petroleum terdestilasi hidrokarbon. Memiliki berat jenis 0,79, titik didih 1630 C – 2040 C, dan titik beku 540 C.

(18)

commit to user

II-11

butana (C4H12) yang dicairkan. Elpiji lebih berat dari udara dengan berat jenis sekitar 2,01, tekanan uap elpiji cair dalam tabung sekitar 5,0 – 6,2 Kg / Cm2.

2.2.2 Pengertian Konversi Tanah Ke Gas Elpiji

Konversi minyak tanah ke gas elpiji adalah sebuah transisi perubahan

pemakaian energi dari yang semula menggunakan minyak tanah sebagai bahan

bakar utama kini menggunakan gas elpji. Program ini mulai disosialisasikan oleh

pemerintah pada pertengahan tahun 2006. Program ini diluncurkan dengan tujuan

selain untuk menghemat anggaran pemerintah, juga untuk menghemat

pengeluaran keluarga dan rumah tangga.

Ada beberapa pengertian konversi minyak tanah yang diungkapkan oleh

beberapa tokoh ekonomi yang sekilas tampak berbeda, namun sebenarnya

memiliki inti yang sama.

Menurut Anggito Abimanyu, Kepala Badan Fiskal (BKF) Departemen

Keuangan, mengungkapkan bahwa :

Konversi minyak tanah merupakan upaya mengerem peningkatan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi melalui penyediaan tabung gas dan sosialisasi.

Pendapat tersebut serupa dengan yang disampaikan oleh Fadhil Hasan,

Ekonomi Senior Indef ini mengungkapkan bahwa :

Program konversi minyak tanah menjadi elpiji merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak sehingga dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.

Sedangkan menurut Pertamina sebagai salah satu pihak yang ditunjuk

pemerintah dalam pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji

mengungkapkan bahwa :

Program konversi minyak tanah ke gas elpiji merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi subsidi BBM, dengan mengalihkan minyak tanah ke elpiji. Program ini diimplementasikan dengan membagikan paket tabung elpiji beserta isinya, kompor gas dan aksesorinya kepada rumah tangga dan usaha mikro pengguna minyak tanah.

Tidak banyak ahli atau pakar yang mengungkapkan definisi konversi

minyak tanah ke elpiji, namun dari tiga pendapat yang diuraikan tersebut dapat

(19)

commit to user

II-12

program yang dibuat oleh pemerintah sebagai upaya untuk menghemat bahan

baker bersubsidi melalui penggunaan gas elpiji yang dinilai lebih irit.

2.2.3 Alasan Dilakukannya Prrogram Konversi Minyak Tanah Ke elpiji

Beberapa hal yang menjadi alasan bagi pemerintah dalam mengambil

kebijakan tentang program konversi minyak tanah antara lain :

1. Subsidi elpiji lebih rendah daripada subsidi minyak tanah.

2. Elpiji lebih sulit dioplos dan disalahgunakan.

3. Elpiji lebih bersih daripada minyak tanah, sehingga dapat mengurangi tingkat

polusi udara.

4. Subsidi elpiji sudah berhasil diterapkan di negara –negara lain seperti India

dan Brasil.

5. Pelaksana program konversi minyak tanah ke elpiji.

Pemerintah menunjuk beberapa pihak atau instansi sebagai pelaksana

program konversi minyak tanah ke elpiji, sehingga program tersebut dapat

berjalan sesuai dengan harapan pemerintah, pihak atau instansi yang ditunjuk oleh

pemerintah tersebut, yaitu :

1. Kementrian Negara Koperasi dan UKM (KUKM)

Instansi ini bertugas mengadakan kompor dan aksesorinya berupa regulator dan

selang serta mendistribusikannya bersama tabung dari pertamina.

2. PT. Pertamina (Persero)

Pertamina dalam program ini bertugas untuk :

a. Menyediakan tabung elpiji 3 kg untuk perdana ditambah kebutuhan tabung

untuk rolling.

b. Menyediakan gas elpiji 3 kg sebagai pengganti minyak tanah.

c. Mempersiapkan infrastruktur dan jalur distribusinya.

3. Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan

Instansi ini bertugas untuk melakukan sosialisasi program peralihan

penggunaan minyak tanah ke elpiji.

2.2.4 Sasaran Program Konversi Minyak Tanah Ke Gas Elpiji

1. Rumah tangga

Rumah tangga yang berhak menerima paket elpiji 3 kg beserta kelengkapannya

(20)

commit to user

II-13 a. Ibu rumah tangga

b. Pengguna minyak tanah murni

c. Kelas sosial C1 ke bawah (Pengeluaran konsumsi 1,5 juta / bulan)

d. Penduduk resmi setempat dengan melampirkan KTP atau KK atau surat

keterangan dari kelurahan setempat.

2. Usaha Mikro

Usaha mikro yang berhak menerima paket elpiji 3 kg beserta kelengkapannya

harus memenuhi persyaratan dan kriteria sebagai berikut :

a. Usaha mikro tersebut merupakan pengguna minyak tanah untuk bahan

baker memasak dalam usahanya.

b. Penduduk resmi setempat dengan melampirkan KTP atau KK atau surat

keterangan dari kelurahan setempat.

c. Melampirkan surat keterangan usaha dari kelurahan setempat.

2.2.5 Dasar Pelaksanaan Program Konversi Minyak Tanah Ke Gas Elpiji

1. Surat Menteri ESDM, No. 3249/26/mem/2006, tanggal 31 Agustus 2006.

Perihal: Hasil rapat Koordinasi Terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden

mengenai diversifikasi minyak tanah ke elpiji (pertamina dituntut untuk

melaksanakan konversi minyak tanah ke elpiji bagi konsumen rumah tangga).

2. Surat Wakil Presiden RI No. 20/WP/9/2006, tanggal 1 September 2006.

Perihal: Konversi pemakaian minyak tanah ke elpiji.

2.3 Teknik Sampling

Dalam suatu penelitian, jumlah keseluruhan unit analisis, yaitu objek yang

akan diteliti, disebut populasi. Secara ideal, sebaiknya kita meneliti seluruh

anggota populasi. Akan tetapi, seringkali populasi penelitian sangat besar

sehingga tidak mungkin untuk diteliti seluruhnya dengan waktu, biaya dan tenaga

yang tersedia. Dalam keadaan demikian, maka penelitian dilakukan terhadap

sampel, yaitu sebagian dari populasi yang telah memenuhi kriteria untuk diteliti.

Keuntungan dari teknik sampling antara lain mengurangi biaya, mempercepat

waktu penelitian dan dapat memperbesar ruang lingkup penelitian

(21)

commit to user

II-14

2.3.1 Menentukan Populasi dan Ukuran Sampel

Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 1997). Populasi

dalam setiap penelitian harus disebutkan secara jelas yaitu yang berkenaan dengan

besarnya anggota populasi serta wilayah penelitian yang dicakup. Tujuan

diketahuinya ukuran populasi ialah agar kita dapat menentukan besarnya ukuran

sampel yang diambil dari anggota populasi dan membatasi berlakunya daerah

generalisasi. Terdapat banyak rumus dalam menentukan ukuran sampel

diantaranya, rumus empiris oleh Issac dan Michael (Sukardi, 2004), rumus Slovin

(Umar, 2004) dan Taro Yamane (Rahmat, 2001).

2.3.2 Teknik Pengambilan Sampling

Terdapat banyak cara untuk memperoleh sampel yang diperlukan dalam

penelitian. Ada 2 macam metode pengambilan sampel (Aaker, 1995) yaitu

pengambilan sampel secara acak (probability sampling) dan pengambilan sampel secara tidak acak (nonprobability sampling).

A. Probability Sampling

probability sampling adalah cara pengambilan sampling yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi, memiliki

peluang yang spesifik dan bukan nol untuk terpilih sebagai sampel. Pengambilan

sampel secara acak, terdiri dari:

1. Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling), adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian

atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk

dipilih sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang dikehendaki

dibagi dengan ukuran populasi.

2. Pengambilan sampel acak sistematis (systematic sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana titik mula pengambilan sampel dipilih

secara random dan kemudian setiap nomor dengan interval tertentu dari daftar

(22)

commit to user

II-15

3. Pengambilan sampel acak terstratifikasi (stratified sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana terlebih dahulu dilakukan pembagian

anggota populasi ke dalam kelompok-kelompok kemudian sampel diambil

dari setiap kelompok tersebut secara acak. Stratifikasi atau pembagian ini

dapat dilakukan berdasarkan ciri/karakteristik tertentu dari populasi yang

sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Pengambilan sampel kelompok (cluster sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana sampling unitnya bukan individual melainkan

kelompok individual (cluster) berdasar ciri/karakteristik tertentu. Selanjutnya dari cluster-cluster yang ada, dipilih satu cluster secara acak, kemudian

diambil sampel secara acak dari cluster terpilih ini. Hal ini dimungkinkan

karena masing-masing cluster dianggap homogen sehingga tidak diperlukan

dilakukan pengambilan sampel pada semua cluster.

5. Pengambilan sampel secara bertahap (double sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama

dilakukan untuk mendapatkan informasi awal. Tahap selanjutnya dilakukan

wawancara ulang dengan tambahan untuk mendapatkan informasi yang lebih

detail.

6. Pengambilan sampel berdasarkan wilayah (area sampling). Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar

di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV

ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata

tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat.

Prosedurnya :

1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.

2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten?,

Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)

3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel

penelitiannya.

4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak

(23)

commit to user

II-16

Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil

datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

B. Non Probability Sampling

Pengambilan sampel secara tidak acak (non probability sampling) adalah metode sampling yang setiap anggota populasinya tidak memiliki peluang yang

sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan probabilitas anggota populasi tertentu

untuk terpilih tidak diketahui. Pengambilan sampel secara tidak acak terdiri dari:

1. Accidental sampling (convenience sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana sampel yang diambil merupakan sampel yang

paling mudah diperoleh atau dijumpai.

2. Purposive sampling (judgmental sampling), adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana pemilihan sampel dilakukan dengan memilih orang-orang

yang terseleksi oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki sampel

tersebut yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri

atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

3. Quota sampling, adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana sampel diambil dari suatu sub populasi yang mempunyai karakteristik-karakteristik

tertentu dalam batasan jumlah atau kuota tertentu yang diinginkan.

4. Snowball sampling, adalah suatu teknik pengambilan sampel yang sangat sesuai digunakan untuk mengetahui populasi dengan ciri-ciri khusus yang sulit

dijangkau. Pemilihan pertama dilakukan secara acak, kemudian setiap

responden yang ditemui diminta untuk memberikan informasi mengenai

rekan-rekan lain yang mempunyai kesamaan karakteristik yang dibutuhkan.

2.4 Metode Pengumpulan Data

Data dapat dikumpulkan dengan beberapa cara, dengan cara dan sumber

yang berbeda. Metode pengumpulan data terdiri dari:

2.4.1 Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara

(24)

commit to user

II-17

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai

responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan,

kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti

melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga responden). Beberapa tips saat melakukan wawancara adalah mulai dengan

pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan

multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum building raport, ulang

kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi

negatif.

2.4.2 Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang

(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan

perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan

gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk

membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan

pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran

tersebut. Bungin (2007) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat

digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak

terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.

1. Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan

data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan

dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam

keseharian responden.

2. Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa

menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat

harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu

(25)

commit to user

II-18

3. Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok

terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi adalah topografi,

jumlah dan durasi, intensitas atau kekuatan respon, stimulus kontrol (kondisi

dimana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.

2.4.3 Kuesioner

Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang

memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan

karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh

oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Dengan menggunakan

kuesioner, analis berupaya mengukur apa yang ditemukan dalam wawancara,

selain itu juga untuk menentukan seberapa luas atau terbatasnya sentimen yang

diekspresikan dalam suatu wawancara.

a. Penggunaan kuesioner tepat bila :

1. Responden (orang yang merespon atau menjawab pertanyaan) saling

berjauhan.

2. Melibatkan sejumlah orang di dalam proyek sistem, dan berguna bila

mengetahui berapa proporsi suatu kelompok tertentu yang menyetujui atau

tidak menyetujui suatu fitur khusus dari sistem yang diajukan.

3. Melakukan studi untuk mengetahui sesuatu dan ingin mencari seluruh

pendapat sebelum proyek sistem diberi petunjuk-petunjuk tertentu.

4. Ingin yakin bahwa masalah-masalah dalam sistem yang ada bisa

diidentifikasi dan dibicarakan dalam wawancara tindak lanjut.

b. Jenis pertanyaan dalam kuisoner

Perbedaaan pertanyaan dalam wawancara dengan pertanyaan dalam kuesioner

adalah dalam wawancara memungkinkan adanya interaksi antara pertanyaan

dan artinya. Dalam wawancara analis memiliki peluang untuk menyaring

suatu pertanyaan, menetapkan istilah-istilah yang belum jelas, mengubah arus

pertanyaan, memberi respons terhadap pandanmgan yang rumit dan umumnya

bisa mengontrol agar sesuai dengan konteksnya. Beberapa diantara

peluang-peluang diatas juga dimungkinkan dalam kuesioner. Jadi bagi penganalisis

(26)

commit to user

II-19

pertanyaan-pertanyaan dari responden diantisipasi dan susunan pertanyaan

direncanakan secara mendetail. Jenis-jenis pertanyaan dalam kuesioner,

sebagai berikut:

1. Pertanyaan terbuka: pertanyaan-pertanyaan yang memberi pilihan-pilihan

respons terbuka kepada responden. Pada pertanyaan terbuka antisipasilah

jenis respons yang muncul. Respons yang diterima harus tetap bisa

diterjemahkan dengan benar.

2. Pertanyaan tertutup: pertanyaan-pertanyaan yang membatasi atau menutup

pilihan-pilihan respons yang tersedia bagi responden.

c. Petunjuk-petunjuk yang harus diikuti saat memilih bahasa untuk kuesioner

adalah sebagai berikut :

1. Gunakan bahasa responden kapanpun bila mungkin. Usahakan agar

kata-katanya tetap sederhana.

2. Bekerja dengan lebih spesifik lebih baik daripada ketidak-jelasan dalam

pilihan kata-kata. Hindari menggunakan pertanyaan-pertanyaan spesifik.

3. Pertanyaan harus singkat.

4. Jangan memihak responden dengan berbicara kapada mereka dengan

pilihan bahasa tingkat bawah.

5. Hindari bias dalam pilihan kata-katanya. Hindari juga bias dalam

pertanyaan –pertanyaan yang menyulitkan.

6. Berikan pertanyaan kepada responden yang tepat (maksudnya orang-orang

yang mampu merespons). Jangan berasumsi mereka tahu banyak.

7. Pastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut secara teknis cukup akurat

sebelum menggunakannya.

8. Gunakan perangkat lunak untuk memeriksa apakah level bacaannya sudah

tepat bagi responden.

d. Skala Dalam Kuesioner

Penskalaan adalah proses menetapkan nomor-nomor atau simbol-simbol

terhadap suatu atribut atau karakteristik yang bertujuan untuk mengukur

atribut atau karakteristik tersebut. Alasan penganalisis sistem mendesain skala

(27)

commit to user

II-20

1. Untuk mengukur sikap atau karakteristik orang-orang yang menjawab

kuesioner.

2. Agar respoden memilih subjek kuesioner.

Menurut Hair (1988) ada empat macam skala yang dapat digunakan, sebagai

berikut:

1. Nominal

Skala nominal digunakan untuk mengklasifikasikan sesuatu. Skala

nominal merupakan bentuk pengukuran yang paling lemah, umumnya

semua analis bisa menggunakannya untuk memperoleh jumlah total untuk

setiap klasifikasi. Contoh : Apa jenis perangkat lunak yang paling sering

anda gunakan ? 1 = Pengolah kata, 2 = Spreadsheet, 3 = Basis Data,

4 = Program e-mail.

2. Ordinal

Skala ordinal sama dengan skala nominal, juga memungkinkan

dilakukannya kalsifikasi. Perbedaannya adalah dalam ordinal juga

menggunakan susunan posisi. Skala ordinal sangat berguna karena satu

kelas lebih besar atau kurang dari kelas lainnya.

3. Interval

Skala interval memiliki karakteristik dimana interval di antara

masing-masing nomor adalah sama. Berkaitan dengan karakteristik ini, operasi

matematisnya bisa ditampilkan dalam data-data kuesioner, sehingga bisa

dilakukan analisis yang lebih lengkap.

4. Rasio

Skala rasio hampis sama dengan skala interval dalam arti interval-interval

di antara nomor diasumsikan sama. Skala rasio memiliki nilai absolut nol.

Skala rasio paling jarang digunakan.

e. Merancang Kuesioner

Merancang formulir-formulir untuk input data sangat penting, demikian juga

merancang format kuesioner juga sangat penting dalam rangka

mengumpulkan informasi mengenai sikap, keyakinan, perilaku dan

(28)

commit to user

II-21 1. Format kuesioner sebaiknya adalah :

a. Memberi ruang kosong secukupnya,

b. Menunjuk pada jarak kosong disekeliling teks halaman atau layar.

Untuk meningkatkan tingkat respons gunakan kertas berwarna putih

atau sedikit lebih gelap, untuk rancangan survey web gunakan tampilan

yang mudah diikuti, dan bila formulirnya berlanjut ke beberapa layar

lainya agar mudah menggulung kebagian lainnya.

c. Memberi ruang yang cukup untuk respons,

d. Meminta responden menandai jawaban dengan lebih jelas.

e. Menggunakan tujuan-tujuan untuk membantu menentukan format.

f. Konsisten dengan gaya.

2. Urutan Pertanyaan

Dalam mengurutkan pertanyaan perlu dipikirkan tujuan digunakannya

kuesioner dan menentukan fungsi masing-masing pertanyaan dalam

membantu mencapai tujuan.

a. Pertanyaan-pertanyaan mengenai pentingnya bagi responden untuk

terus, pertanyaan harus berkaitan dengan subjek yang dianggap

responden penting.

b. Item-item cluster dari isi yang sama.

c. Menggunakan tendensi asosiasi responden.

d. Kemukakan item yang tidak terlalu kontroversial terlebih dulu.

2.5 Pengujian Data

Sebelum melakukan pengolahan data, kuesioner yang disebarkan kepada

para resonden diuji datanya, yang meliputi:

2.5.1 Uji validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen ukur dalam melakukan fungsi ukurnya

(Azwar, 1997). Validitas menunjukkan sejauh mana suatu instrumen ukur itu

dapat mengukur apa yang ingin diukur. Suatu tes atau instrumen ukur dapat

dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan

fungsi alat ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud

(29)

commit to user

II-22

relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas

rendah.

Cara yang digunakan adalah dengan analisis item, dimana setiap nilai yang

ada pada setiap butir pertanyaan dikorelasikan dengan nilai total seluruh butir

pertanyaan untuk suatu variabel dengan menggunakan rumus korelasi product moment :

(

) ( ) ( )

( )

[

]

[

( )

2

]

Y 2 Y N 2 X 2 X N Y X XY N r S -S × S -S S × S -S = Persamaan (2.1) Dimana :

r = koefisien korelasi item dengan total pertanyaan

N = jumlah responden

X = skor pertanyaan

Y = skor total sampel

Nilai r yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai r pada tabel r product moment. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat dianggap valid bila memiliki konsistensi internal, yaitu mengukur aspek yang sama. Apabila dalam

perhitungan ditemukan pernyataan yang tidak valid, kemungkinan pernyataan

tersebut kurang baik susunan katanya atau kalimatnya, karena kalimat yang

kurang baik dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda.

2.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen

ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Bila suatu

instrumen ukur dipakai dua kali – untuk mengukur konsep yang sama dan hasil

pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka instrumen ukur tersebut

reliabel. Reliabilitas diartikan sebagai tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran

(Azwar, 1997).

Secara teoritis, besarnya koefisien korelasi/reliabilitas berkisar antara

0.00 – 1.00. Namun pada kenyataannya, koefisien 0.00 dan 1.00 tidak pernah

tercapai dalam pengukuran, karena konsistensi (maupun ketidakkonsistensian)

yang sempurna tidak dapat terjadi dalam pengukuran aspek-aspek psikologis dan

(30)

commit to user

II-23

terdapat berbagai sumber eror yang sangat mempengaruhi kecermatan hasil

pengukuran.

Reliabilitas dapat dilakukan dengan menghitung koefisien Cronbach’s Alpha. Rumus untuk menghitung koefisien Cronbach’s Alpha adalah dengan persamaan : ÷÷ ø ö çç è æ S -= t v i v n n 1 1 a persamaan (2.2) dimana:

n = jumlah variabel/atribut

vi = varians variabel/atribut

vt = varians nilai total

2.5.3 Uji Outlier

Outlier adalah nilai ekstrim yang diperoleh untuk suatu variabel pada case tertentu. Pengertian ekstrim bukan merupakan ekstrim absolut tetapi ekstrim

relatif terhadap sebagian besar nilai-nilai lainnya untuk variabel yang sama.

Outlier dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Outlier tipe 1, outlier yang terjadi karena kesalahan prosedur seperti kesalahan memasukkan data/coding. Outlier tipe 1 sedapat mungkin harus dihilangkan. 2. Outlier tipe 2, adalah outlier yang terjadi karena kejadian yan luar biasa, yaitu

secara kebetulan terpilih nilai ekstrim. Outlier tipe 2 dapat dikeluarkan dari sampel jika tidak diinginkan ada nilai ekstrim, tentunya dengan pertimbangan

yang logis.

3. Outlier tipe 3, outlier yang terjadi karena kejadian yang luar biasa dimana nilai ekstrim tersebut tidak dapat dijelaskan atau secara nalar mesnya nilai akstrim

tersebut tidak pernah mucul (bukan bagian populasi). Outlier tipe 3 harus segera dikeluarkan dari sampel karena tidak logis.

4. Outlier tipe 4, outlier dimana nilainya sendiri tidak ekstrim tetapi kombinasinya dengan nilai variabel-variabel lain menjadi aneh atau tidak

(31)

commit to user

II-24

Setelah mendapatkan deskritif dari data penelitian, langkah selanjutnya adalah

melakukan standarisasi data (z score), yang dirumuskan, sebagai berikut:

s X x

z= - persamaan (2.3)

N

x x

x x

X- = 1+ 2 + 3+....+ N

persamaan (2.4)

(

)

1

2 1

-=

å

N x x

s persamaan (2.5)

Keterangan:

z = nilai z score data

X = nilai rata-rata

σ = standar deviasi x = nilai data

N = jumlah data

Evaluasi adalah nilai ambang batas dari z-score ini berada pada rentang

3 sampai dengan 4 (Hair, dkk, 1995). Oleh karena itu kasus-kasus atau

observasi-observasi yang mempunyai z-score > 3,0 akan dikategorikan

outliers.

2.6 Analisis Multivariat

Analisis multivariat adalah semua metode statistik yang secara simultan

menganalisis lebih dari dua variabel. Metode-metode analisis multivariat

dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

1. Metode dependence

Metode dependence adalah metode analisis multivariat yang jelas-jelas memisahkan antara variabel dependen dan variabel independen. Dalam

kelompok pertama ini, satu atau beberapa variabel diperlakukan sebagai

variabel dependen sedangkan sisanya sebagai variabel independen. Yang

termasuk dalam kelompok dependen adalah multiple regression analysis,

(32)

commit to user

II-25 2. Metode interdependence

Metode interdependence adalah metode-metode analisis multivariat yang tidak memisahkan variabel-variabel menjadi variabel independen dan variabel

dependen. Dalam kelompok ini tidak ada istilah variabel independen dan

variabel dependen. Diantaranya adalah analisis faktor, cluster dan

multidimentionalscalling.

2.7 Analisis Cluster

Analisis cluster merupakan teknik multivariate yang tujuan utamanya adalah untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik

yang dimiliki masing-masing objek (Hair, et al, 1998). Berdasarkan kriteria

tertentu, analisis cluster mengklarisifikasikan objek (dapat berupa responden,

produk, atau entity) sehingga setiap objek yang berada dalam satu grup akan bersifat saling memiliki kemiripan (homogen/similar), sedangkan objek-objek

antar grup akan bersifat heterogen. Berdasarkan hal ini, analisis cluster akan berusaha meminimumkan variansi di dalam cluster (within-cluster) dan memaksimumkan variansi antar grup (between-cluster). Seperti halnya analisis faktor, pada analisis cluster tidak ada variabel yang didefinisikan bebas atau tergantung, semua variabel diperhitungkan secara simultan.

Salah satu sifat analisa cluster adalah ‘more an art than a science’ (Hair, et al, 1998) sehingga dapat dengan mudah mengalami salah terap

(misapplied). Ukuran kesamaan atau logaritma yang berbeda dapat mempengaruhi hasil. Untuk mengatasi hal ini, harus dilakukan analisis cluster berulang-ulang dengan menggunakan merode yang berbeda-beda sehingga dapat menemukan

pola tersembunyi dalam pengelompokan objek-objek yang ada. Menurut

(Hair, et al, 1998) langkah-langkah analisis cluster dapat dibagi dalam enam tahap, yaitu:

1. Penentuan Tujuan Analisis

Tujuan analisis cluster ada tiga, yaitu taxonomy description yang merupakan analisis cluster dilakukan dengan tujuan eksplorasi (exploratory purpose), yaitu untuk mengklasifikasikan objek-objek kedalam beberapa grup. Data

(33)

commit to user

II-26

selanjutnya. Relationship identification yaitu analisis cluster yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan kemiripan (similarity) dan perbedaan (differences)

2. Penyusunan Desain Riset Analisis

Desain riset analisis cluster meliputi pendeteksian outlier, pengukuran kemiripan objek dan penstandarisasian data. Dalam pendeteksian outlier,

outlier dapat merubah struktur asli dan menghasilkan cluster yang tidak representatif terhadap struktur populasi yang sesungguhnya, oleh karena itu

pendeteksian terhadap outlier sangat diperlukan. Outlier dapat dideteksi dengan menggunakn grafik, dimana dari grafik tersebut dapat diketahui adanya

objek-objek yang mempunyai profil yang berbeda, yang ditunjukkan dari nilai yang

sangat ekstrim pada satu atau beberapa variabel.

Pada analisis cluster, konsep kemiripan adalah sangat mendasar. Kemiripan interobjek adalah pengukuran kesesuaian atau kemiripan antara objek yang

akan dikelompokkan. Kemiripan interobjek dapat dilihat dari tiga ukuran, yaitu

korelasi dan jarak untuk data metrik, serta asosiasi untuk data nonmetrik.

Untuk mengetahui kemiripan dapat dilihat dari koefisien korelasi antara

pasangan objek. Korelasi yang tinggi mengindikasikan kemiripan, dan

sebaliknya korelasi yang rendah mengindikasikan perbedaan. Tetapi,

pengukuran korelasi ini sangat jarang digunakan karena penekanan aplikasi

analisis cluster adalah pada jarak objek bukan pola nilainya.

Pengukuran jarak berdasar kemiripan yang mewakili kemiripan sebagai

kedekatan observasi dengan yang lain. Pengukuran jarak sesungguhnya adalah

pengukuran terhadap perbedaan, dimana semakin besar nilainya menunjukkan

semakin kurang kemiripannya. Jarak dikonversikan sebagai pengukuran

kemiripan dengan menggunakan hubungan kebalikan. Pengukuran asosiasi

berdasar kemiripan digunakan untuk membandingkan objek yang termasuk

data nonmetrik (nominal dan ordinal). Pengukuran ini dapat menilai tingkat

kepercayaan atau kesesuaian antara pasangan responden.

Sebelum proses penstandarisasian data dimulai, perlu ditentukan lebih

dahulu apakah data perlu distandarisasikan atau tidak. Pertimbangan antara lain

(34)

commit to user

II-27

besarnya variabel. Variabel dengan standar deviasi yang besar mempunyai

[image:34.595.122.512.218.669.2]

pengaruh yang lebih terhadap nilai akhir kemiripan dan bila dilihat melalui

grafik, tidak akan terlihat adanya perbedaan pada dimensi sehubungan dengan

letaknya. Proses standarisasi dapat terbagi menjadi dua, yaitu standarisasi

variabel dan standarisasi observasi/objek. Standarisasi variabel adalah

perubahan dari setiap variabel menjadi skor standar (Z score) dengan mengurangi mean dan membaginya dengan standar deviasi setiap variabel.

Standarisasi observasi dilakukan terhadap responden atau objek. Standarisasi

ini sangat diperlukan, jika clustering dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi

kepentingan relatif suatu variabel terhadap variabel lainnya.

Menurut Dillon dalam proses clustering, teknik yang dapat dilakukan untuk

pengukuran jarak, antara lain:

a. Interval

1. Euclidian Distance

D(X,Y) =

å

(

Xi -Yi

)

2 persamaan (2.6)

2. Squared Euclidian Distance

D(X,Y) =

(

å

Xi -Yi

)

2

b. Frekuensi

1. Chi Square

D(X,Y) =

(

( )

)

( )

( )

(

)

( )

÷÷ø ö ç ç è æ -+ -

å

å

i i i i i i Y E Y E Y X E X E

X 2 2

persamaan (2.7)

c. Biner

1. Squared Euclidian Distance

D(X,Y) = b + c persamaan (2.8)

2. Euclidian Distance

D(X,Y) = b+c persamaan (2.9)

3. Pengujian Asumsi

Analisis cluster tidak termasuk teknis statistik inferensia, dimana parameter analisis ini adalah seberapa besar sampel dapat mewakili populasi. Analisis

cluster mempunyai sifat matematik dan bukan dasar statistik. Syarat

(35)

commit to user

II-28

memberikan pengaruh yang kecil sehingga tidak perlu diuji. Adapun hal-hal

yang perlu diuji adalah kerepresentatifan sampel dan multikolonieritas. Dalam

kepresentatifan sampel, sampel dikumpulkan dan cluster diperoleh dengan harapan dapat mewakili struktur populasi. Baik atau tidaknya analisis cluster

sangat tergantung pada seberapa representatif sampel, sehingga sampel harus

diuji kerepresentatifannya terlebih dahulu. Sementara itu, dalam

multikolonieritasan, variabel-variabel yang bersifat multikolonier secara

implisit mempunyai bobot lebih besar. Multikolinieritasan bertindak ebagai

proses pembobotan yang berpengaruh pada analisis, sehingga variabel-variabel

yang digunakan terlebih dahulu harus diuji tingkat multikolinieritasannya.

4. Pembentukan Cluster (Partisi) dan Penilaian Overall Fit

Proses partisi (partitioning) dan penilaian overall fit dimulai setelah variabel-variabel

Gambar

grafik, tidak akan terlihat adanya perbedaan pada dimensi sehubungan dengan
Tabel 2.1 Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian
Gambar 3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
Tabel 3.1 Variabel yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

In 1968, Baker [1] showed, using estimates for linear forms in logarithms of algebraic numbers, that Thue equation can be solved effectively.. The result of Baker implies that

Kerusakan mesin atau peralatan dapat menyebabkan waktu terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian

Sehubungan dengan evaluasi Dokumen Penawaran Saudara untuk Paket Pemeliharaan Berkala Ruas Jalan Deket – Soko dan Soko – Karangbinangun (DAK) pada Dinas Pekerjaan Umum Bina

ilayah Indonesia merupakan lautan dan dari kilang minyak dan bahan bakar impor diangkut ke depot dengan menggunakan sarana angkut bahan bakar Gambaran ringkas pola transportasi

“Kalau dengan media dan pers yang ada, alhamdulillah hubungan pihak Danarhadi tidak mengalami hambatan, kami selalu mengadakan upaya untuk menjalin kerjasama yang baik

Sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan analisis potensi sumber daya sungai Code sebagai pendukung kegiatan wisata kota Yogyakarta dan untuk

Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang responden kebanyakan adalah remaja usia <18 tahun (73,0 %), pendidikan SMA (59,0%), tidak bekerja (72,0%), tidak menikah (57,0%),