• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG PEMBELAJARAN PENJASORKES DI SEKOLAH LUAR BIASA SE KOTA SURAKARTA TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI TENTANG PEMBELAJARAN PENJASORKES DI SEKOLAH LUAR BIASA SE KOTA SURAKARTA TAHUN 2010"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

STUDI TENTANG PEMBELAJARAN PENJASORKES

DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KOTA SURAKARTA

TAHUN 2010

Skripsi

Oleh

ABDUL QOWY

NIM : K 5603021

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

STUDI TENTANG PEMBELAJARAN PENJASORKES DI SEKOLAH

LUAR BIASA SE-KOTA SURAKARTA TAHUN 2010

Oleh :

ABDUL QOWY

NIK : K 5603021

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Jurusan

Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)
(5)

commit to user

v ABSTRAK

ABDUL QOWI, STUDII TENTANG PEMBELAJARAN PENJASORKES

DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KOTA SURAKARTA TAHUN 2010.

Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas

Maret Surakarta, Agustus 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Penerapan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan bidang studi pendidikan jasmani olahraga dan

kesehatan pada Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2010. (2)

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani olahraga dan

kesehatan pada Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2010. (3) Prasarana

dan sarana pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada Sekolah Luar Biasa

Se-Kota Surakarta tahun 2010. (4) Strategi penggelolaan dan model pembelajaran

pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada Sekolah Luar Biasa Se-Kota

Surakarta tahun 2010.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskr iptif dengan menggunakan

teknik survei. Subjek penelitian ini adalah guru Penjasorkes, Kepala Sekolah, TU

dan Siswa pada Sekolah Luar Biasa Se -Kota Surakarta sejumlah 40 orang, tiap

sekolah diwakilkan 4 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

dengan menggunakan angket.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)

Seluruh Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2010 dalam proses

pembelajaran Penjasorkes sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. (2) Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2010 dalam

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Penjasorkes masih mengalami kendala,

yaitu terdapat 20 orang (50%) yang mengatakan tidak mencukupi dan 15 orang

(37,5%) yang mengatakan kurang mencukupinya jumlah guru Penja sorkes yang

berdampak pada kurang efektifnya penyampaian materi pelajaran Penjasorkes

kepada siswa. (3) Kurangnya prasarana dan sarana Penjasorkes di sekolah

mempengaruhi kegiatan belajar mengajar Penjasorkes pada Sekolah Luar Biasa

(6)

commit to user

vi

2010 sudah melaksanakan strategi pengelolaan dan model pembelajaran

penjasorkes dengan baik, yaitu metode mengajar yang digunakan sudah sesuai

dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan materi yang diberikan sudah

(7)

commit to user

vii MOTTO

Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan anda dan pindahlah kepada apa, yang

tidak meragukan.

(Penulis)

Cacat atau tidak bukanlah ukuran kemampuan seseorang

(Prof. Dr. Soeharso)

Dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang

yang berlebih-lebihan

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

- Bapak dan Ibu tercinta

- Kakak dan adikku tercinta

- ”Seseorang” yang menjadi inspirasiku

- Teman-te man Angkatan 2003

- Adik-Adik JPOK FKIP UNS

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan

skripsi ini. Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan,

tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas maret

Surakarta

2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Universitas Sebelas

Maret

4. Drs. H. M. Mariyanto, M.Kes sebagai pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi

5. Islahuzzaman N, S.P d. M.Or selaku pembimbing II yang dengan sabar

memberikan bimbingan dan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberi bantuan ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu.

7. Bapak dan Ibu Kepala Sekolah SLB Se-Kota Surakarta yang telah

memberikan ijin untuk mengadakan penelitian dalam rangka penyusunan

skripsi.

8. Bapak dan Ibu Guru Penjasorkes, Staf TU, Siswa SLB Se-Kota Surakarta

9. Teman-teman seperjuangan (POK 2003 dan Redbull Futsal Team)

10. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini

Semoga se gala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT

dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

(10)

commit to user

x DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Penjasorkes ... 7

2. Penjasorkes Adaptif ... 8

3. Ruang Lingkup Peserta Penjasorkes Adaptif ... 10

a. Tuna Netra ... 10

b. Tuna Rungu ... 12

c. Tuna Wicara ... 13

(11)

commit to user

xi

e. Tuna Daksa ... 16

4. Prasarana dan Sarana Penjasorkes Adaptif ... 16

a. Prasarana Penjasorkes ... 16

b. Sarana Penjasorkes ... 17

c. Prasarana dan Sarana Penjasorkes Adaptif ... 18

5. Strategi Pengelolaan dan Model Pembelajaran Penjasorkes Adaptif ... 18

a. Pemilihan Materi dan Faktor Pertimbangan ... 18

b. Program Penjasorkes Untuk Anak dengan ... 19

c. Pembelajaran Individu ... 20

d. Metode Pembelajaran ... 22

e. Pengembangan Strategi Pembelajaran ... 26

B. Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Subyek Penelitian ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 37

B. Hasil Analisis Data ... 41

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 54

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ... 55

B. Implikasi ... 55

C. Saran ... 56

Daftar Pustaka ... 57

(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sarana Prasarana di SLB/E YP Surakarta ... 119

Gambar 2. Sarana Prasarana di SLB/E YP Surakarta ... 119

Gambar 3 Kegiatan Penelitian di SLB/E YP Surakarta ... 120

Gambar 4: Sarana Prasarana di SLB/E YP Surakarta ... 120

Gambar 5 : Kegiatan Penelitian di SLB/BC YSD Surakarta ... 121

Gambar 6: Kegiatan Penelitian di SLB/BC YSD Surakarta ... 121

Gambar 7 : Kegiatan Penelitian di SLB/CG YPPCG Surakarta ... 122

Gambar 8: Kegiatan Penelitian di SLB/BC Panca Bakti Mulia Surakarta . 122 Gambar 9 : Kegiatan Penelitian di SLB/BC Panca Bakti Mulia Surakarta 123 Gambar 10: Kegiatan Penelitian di SLB/BC Panca Bakti Mulia Surakarta 123 Gambar 11 : Kegiatan Penelitian di SLB/E Bhina Putra Surakarta ... 124

Gambar 12: Kegiatan Penelitian di SLB/E Bhina Putra Surakarta ... 124

Gambar 13 : Kegiatan Penelitian di SLB/AB YAAT Surakarta ... 125

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kategori dan Aktivitas Gerak untuk Anak dengan Kebutuhan

Khusus ... 19

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Instrumen ... 34

Tabel 3. Range Kategori Reliabilitas ... 35

Tabel 4. Perhitungan Frekuensi dan Persentase Pada Instrument A

(KTSP) ... 37

Tabel 5. Perhitungan Frekuensi dan Persentase pada Instrumen B

(Prasarana dan Sarana Olahraga) ... 38

Tabel 6. Perhitungan Frekuensi dan Persentase Pada Instrumen C

(PKBM) ... 39

Tabel 7. Perhitungan Frekuensi dan Persentase pada Instrumen D

(Strategi Pengelolaan dan Model Pembelajaran) ... 40

Tabel 8. Frekuensi dan Persentase Faktor Penerapan KTSP ... 42

Tabel 9. Frekuensi dan Persentase Faktor Kesulitan dalam Penerapan

KTSP ... 42

Tabel 10. Frekuensi dan Persentase Faktor Kesiapan Siswa dalam

Penerapan KTSP ... 43

Tabel 11. Frekuensi dan Persentase Faktor Kendala Siswa dalam

Penerapan KTSP ... 43

Tabel 12. Frekuensi dan Persentase Pemahaman dan Rutinitas Guru

dalam Penyusunan Silabus ... 44

Tabel 13. Frekuensi dan Persentase Faktor Rutinitas Guru dalam

Penyusunan RPP ... 44

Tabel 14. Frekuensi dan Persentase Faktor Pelatihan-Pelatihan

Penjasorkes Adaptif untuk Mendukung KTSP ... 45

Tabel 15. Frekuensi dan Persentase Faktor Teguran Kepala Sekolah

(14)

commit to user

xiv

Tabel 16. Frekuensi dan Persentase Faktor Kesulitan Berinteraksi dengan

Siswa dalam Pelaksanaan KTSP ... 46

Tabel 17. Frekuensi dan Persentase Faktor Keadaan Sarana dan

Prasarana Pendukung Proses Pelaksanaan Penjasorkes ... 46

Tabel 18. Frekuensi dan Persentase Faktor Sarana Pendukung Kegiatan

Penjasorkes yang Berkaitan dengan Keadaan Siswa ... 47

Tabel 19. Frekuensi dan Persentase Faktor Penyampaian Materi yang

Berhubungan dengan Prasarana dan Sarana Olahraga ... 47

Tabel 20. Frekuensi dan Persentase Faktor Keadaan Sarana dan

Prasarana Olahraga yang berkaitan dengan Standarisasi

Pelaksanaan Penjasorkes ... 48

Tabel 21. Frekuensi dan Persentase Alat-alat Olahraga yang dimodifikasi

Tabel 22. Frekuensi dan Persentase Berkaitan dengan Jumlah Alat

Olahraga yang Dimiliki ... 48

Tabel 23. Frekuensi dan Persentase Faktor yang Berkaitan dengan

Jumlah Guru Penjasorkes ... 50

Tabel 24. Frekuensi dan Persentase Berkaitan dengan Penerapan

Pengajaran Penjasorkes ... 50

Tabel 25. Frekuensi dan Persentase Berkaitan dengan Pelaksanaan

Pengajaran Penjasorkes yang Menggunakan Alat Bantu ... 51

Tabel 26. Frekuensi dan Persentase Berkaitan dengan Interaksi Guru

yang Memungkinkan tercapainya Kompetensi Belajar ... 51

Tabel 27. Frekuensi dan Persentase Faktor Teknik Pengajaran yang

Dapat Mencapai Keberhasilan KTSP ... 52

Tabel 28. Frekuensi dan Persentase Faktor Metode Mengajar ... 52

Tabel 29. Frekuensi dan Persentase Faktor Partisipasi Pihak Sekolah

dalam Kejua raan Olahraga ... 53

Tabel 30. Frekuensi dan Persentase Faktor Prestasi Olahraga Sekolah ... 53

Tabel 31. Frekuensi dan Persentase Faktor Pendanaan Terhadap

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrument Pertanyaan Try Out ... 59

Lampiran 2. Instrumen Angket Try Out ... 61

Lampiran 3. Uji Validitas ... 87

Lampiran 4. Perhitungan Validitas Tiap Butir Soal ... 89

Lampiran 5. Uji Reliabilitas ... 97

Lampiran 6. Kisi-kisi Instrument Angket Penelitian ... 99

Lampiran 7. Daftar Angket Penelitia n ... 101

Lampiran 8. Data hasil Penelitian ... 117

(16)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan anugerah dari Tuhan Yang

Maha Esa. Salah satu usaha bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan itu

adalah usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan

upaya untuk peningkatan Sumber Daya Manusia yang mamapu mengembangkan

dan merealisasikan gagasan dalam masyarakat adil dan makmur. Pendidikan pada

dasarnya diberikan pa da siapa saja, bukan hanya untuk individu yang normal

tetapi juga untuk penderita cacat. Oleh karena itu pendidikan merupakan

kebutuhan pokok bagi setiap individu yang maju, sesuai dengan kebijaksanaan

pemerintah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003

tentang sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 5 ayat 1 dan 2 menyatakan

bahwa : ”(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu, (2) Warga yang memiliki kelainan fisik, emosional,

mental, int elektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 32 ayat 1 menyatakan bahwa :

”Pendidikan khusus dan pendidikan pelayanan khusus merupakan pendidikan bagi

peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses

pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang Pendidikan

Luar Biasa pasal 2 menyatakan bahwa :

(17)

Dari sistem perundang-undangan diatas menunjukkan bahwa setiap warga

negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam menerima pengajaran dan

pendidikan, tidak terkecuali anak luar biasa. Berkaitan dengan penjasorkes

adaptif, perlu ditegaskan bahwa anak yang memiliki kecacatan mempunyai hak

yang sama dengan anak yang tidak cacat dalam memperoleh pendidikan dan

pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan. Anak yang cacat, sesuai dengan

kecacatannya akan memperoleh pembinaan melalui penjasorkes yang menjadi

tugas utama guru. Layanan tersebut perlu diberikan secara elegan kepada mereka

yang kurang beruntung dan memiliki kecacatan sebab mereka juga merupakan

anak-anak bangsa yang men jadi harapan orang tua, masyarakat dan negara.

Mereka juga dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang mempunyai

percaya diri dan harga diri yang tinggi dalam memimpin dan mengabdikan dirinya

untuk pembangunan bangsa indonesia pada masa yang akan datang.

Penjasorkes bagi anak cacat juga bersifat holistik, seperti tujuan

penjasorkes untuk anak-anak normal, yaitu mencakup tujuan untuk meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan jasmani, ketrampilan gerak dan intelektual.

Proses pendidikan itu penting untuk menanamkan nilai-nilai sikap positif terhadap

keterbatasan kemampuan baik dari segi fisik maupun mentalnya sehinga mereka

mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya dan harga

diri.

Menurut Beltasar Tarigan (2000: 10) menyatakan bahwa : ”Penjas adaptif

bertujuan untuk merangsang perkembangan anak secara menyeluruh, dan diantara

aspek penting yang dikembangkan adalah konsep diri yan positif”. Oleh karena itu

para guru penjasorkes adaptif sebaiknya membantu peserta didiknya agar tidak

merasa rendah diri dan terisolasi dari lingkungannya. Kepada peserta didik

diberikan kesempatan untuk melakukan aktifitas jasmani malalui berbagai macam

olahraga dan permainan. Pemberian kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa

mereka memiliki hak dan kewajiban yan sama dengan anak-anak normal, melalui

aktifitas penjasorkes adaptif yang mengandung unsur kegembiraan dan

kesenangan, anak-anak dapat memahami dan mengatasi masalah-masalah yang

(18)

Adanya beberapa macam cabang olahraga yang harus diajarkan dalam

penjasorkes bagi peserta didik cacat membutuhkan prasarana dan sarana yang

memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Penyediaan prasarana dan sarana

yang memadai akan mencerminkan kualitas pendidikan, sehingga tujuan

pendidikan akan tercapai dengan baik. Namun sebaliknya prasarana dan sarana

yang kurang memadai dan tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik akan

berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan.

Prasarana dan sarana penjasorkes bagi peserta didik cacat pada dasarnya

sama dengan prasarana dan sarana penjasorkes bagi peserta didik normal. Agar

pelaksanaan program penjasorkes bag] peserta didik cacat dapat berjalan dengan

baik, maka prasarana dan sarana penjasorkes bagi peserta didik cacat perlu

dimodifikasi dan disesuaikan dengan karakteristik peserta didik sehingga dapat

memudahkan peserta didik untuk mengikuti kegiatan penjasorkes di sekolahnya.

Merencanakan dan melaksanakan program penjasorkes bagi peserta didik

cacat memerlukan pemikiran dan ketelitian. Program pembelajaran penjasorkes

akan berhasil apabila fokus kegiatan ditujukan pada perbaikan tingkat kemampuan

dan meminimalkan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam kehidupannya.

Secara umum materi pembelajaran penjasorkes bagi peserta didik cacat

yang terdapat dalam kurikulum, sama dengan materi pembelajaran peserta didik

normal. Namun yang membedakannya adalah strategi pengelolaan dan model

pembelajaran yang berbeda dan disesuaikan dengan jenis dan tingkat

kecacatannya. Artinya jenis olahraga yang terdapat dalam kurikulum dapat

diberikan dengan berbagai penyesuaian.

Di kota Surakarta terdapat 15 Sekolah Luar Biasa baik negeri maupun

swasta. Sekolah Luar Biasa yang ada di Kota Surakarta, yaitu :

1. Yayasan Anak-Anak Tuna Rungu Wicara (SLB/AB YAAT)

2. Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara (SLB/B YRTRW)

3. Yayasan Setia Dharma (Tuna Grahita) SLTP LB/SMLB-C

4. Yayasan Pendidikan Sosial Luar Biasa (Tuna Grahita) SLB/C-YPSLB

5. Yayasan Pendidikan Anak Cacat/SLB D YPAC (Tuna Daksa)

(19)

7. Yayasan Prayuana, SLB E (Cacat Tuna Laras)

8. Yayasan Pemeliharaan Pendidikan Cacat Ganda SLB-C/G – UPPCG

9. Panca Bakti Mulia (Tuna Grahita) SLB-BC

10. SLB Negeri Surakarta

Permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas melatar

belakangi judul penelitian ”Studi Tentang Pembelajaran Penjasorkes di Sekolah

Luar Biasa Se-Kota Surakarta Tahun 2009”.

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini

dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Perlunya kualifikasi Guru Penjasorkes Sekolah Luar Biasa Se -Kota Surakarta

2. Perlunya Penjasorkes bagi anak cacat yang disesuaikan

3. Perlunya pelaksanaan Penjasorkes bagi anak cacat berjalan dengan baik

dibutuhkan prasarana dan sarana yang sesuai

4. Perlunya strategi dan model pembelajaran penjasorkes bagi anak cacat yang

disesuaikan dengan jenis dan tingkat kecacatan.

5. Belum diketahuinya pembelajaran penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Se-Kota

Surakarta tahun 2009

6. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan bidang studi Penjasorkes pada

Sekolah Luar Biasa Se -Kota Surakarta tahun 2009.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, agar tidak menyimpang dari judul dan

tujuan penelitian tersebut, pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan bidang studi Penjasorkes pada

Sekolah Luar Biasa Se -Kota Surakarta tahun 2009.

2. Pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta ta hun

2009

3. Prasarana dan sarana penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta

(20)

4. Strategi pengelolaan dan model pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar

Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2009.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan bidang studi

Penjasorkes pada Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2009?

2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Penjasorkes di Sekolah

Luar Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2009?

3. Bagaimana prasarana dan sarana Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Se-Kota

Surakarta tahun 2009?

4. Bagaimana Strategi pengelolaan dan model pembelajaran Penjasorkes di

Sekolah Luar Biasa Se -Kota Surakarta tahun 2009.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui model pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa

Se-Kota Surakarta tahun 2009

2. Untuk mengetahui prasarana dan sarana Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa

Se-Kota Surakarta tahun 2009

3. Untuk mengetahui pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Se-Kota

Surakarta tahun 2009

4. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan bidang studi Penjasorkes pada

Sekolah Luar Biasa Se -Kota Surakarta tahun 2009.

F. Manfaat Penelitian

Setelah hasil penelitian ini selesai, diharapkan mempunyai manfaat

(21)

1. Dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan Penjasorkes pada Sekolah Luar

Biasa Se-Kota Surakarta tahun 2009

2. Dapat dijadikan masukan bagi guru Penjasorkes pada Sekolah Luar Biasa

Se-Kota Surakarta untuk lebih kreatif dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar

3. Mengetahui pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Se-Kota

Surakarta tahun 2009

4. Mengetahui prasarana dan sarana Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa Se-Kota

Surakarta tahun 2009

5. Mengetahui strategi pengelolaan dan model pembelajaran Penjasorkes di

Sekolah Luar Biasa Se -Kota Surakarta tahun 2009.

6. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang karya ilmiah untuk

(22)

commit to user

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Penjasorkes

Pendidikan jasmani adalah terjemahan dari physical education yang

digunakan di Amerika. Makna dari pandidikan jasmani adalah pendidikan

mengenai fisik dan mental seseorang. Jadi pendidikan adalah proses pengubahan

sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha untuk

mendewasakan anak melalui pengajaran dan pelatihan. Dengan demikian

pendidikan jasmani adalah suatu proses aktivitas jasmani, yang dirancang dan

disusun secara sistematis, untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan,

meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, kecerdasan dan

pembentukan watak, serta nilai dan sikap yang positif bagi setiap warga negara

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Menurut Syarifuddin dan Muhadi,

(1992: 4) menyatakan bahwa :

“Tujuan umum pendidikan jasmani di sekolah adalah memacu kepada pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional, dan sosial yang selaras daiam uoaya membentuk dan mengembangkan kemampuan gerak dasar, menanamkan nilai, sikap dan membiasakan hidup sehat, memacu perkembangan dan aktivitas sistem peredaran darah, pencernaan, pernapasan, dan persyarafan. Pendidikan jasmani dapat pula menanamkan nilai-nilai disiplin, kerjasama, spotifitas, tenggang rasa, dapat meningkatkan keterampilan, meningkatkan kesegaran jasmani, meningkatkan pengetahuan pendidikan jasmani, menanamkan kegemaran untuk melakukan aktivitas jasmani”.

Oleh karena itu apabila program pengajaran pendidikan jasmani yang

diselenggarakan di sekolah dapat terorganisir dengan baik, akan dapat

memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam pertumbuhan dan

perkembangan siswa baik pertumbuhan jasmani dan rohani yang harmonis

maupun dalam rangka menyiapkan siswa secara fisiologis yang mengara h pada

usaha -usaha keras yang sangat berguna untuk meningkatkan kemantapan jasmani

dan rohani dalam membantu mengembangkan kemampuan dan kepribadian yang

(23)

Pendidikan sebagai suatu proses pembianan manusia yang berlangsung

seumur hidup, pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang diajarkan di

sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui

aktivitas pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan

secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina

pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis yang lebih baik, sekaligus

membentuk pola hid up sehat dan bugar sepanjang hayat.

Tidak ada pendidikan yang tidak mempunyai sasaran pedagogis, dan tidak

ada pendidikan yang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani olahraga dan

kesehatan karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk

mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan

perkembangan zaman. Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan

makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif.

Pandangan ini telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak,

budi pekerti, seni, psikomotor, serta life skill. Dengan diterbitkannya

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan

Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standa r Nasional Pendidikan akan

memberikan peluang untuk menyempurnakan kurikulum yang komprehensif

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Penjasorkes merupakan media untuk pertumbuhan fisik, perkembangan

psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai

(sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup

sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas

fisik dan psikis yang seimbang.

2. Penjasorkes Adaptif

Anak luar biasa dalam lingkungan pendidikan dapat diartikan seseorang

yang memiliki ciri-ciri penyimpangan mental, fisik, emosi, atau tingkah laku yang

membutuhkan modifikasi dan pelayanan khusus agar dapat berkembang secara

(24)

cacat fisik, cacat mata, termasuk buta atau setengah buta, cacat pada tulang,

termasuk lumpuh karena gangguan otak, tuli, termasuk tuli total dan tuli sebagian,

cacat pada alat bicara, epilepsi, gangguan emosi, dan cacat bawaan.

Perbedaan utama anak cacat dengan anak normal terletak pada keadaan

atau kondisi fisik termasuk alat-alat fisik yang tidak lengkap sehingga ia tidak

dapat melakukan tugas dan fungsinya seperti yang dilakukan anak normal.

Ketidak lengkapan alat-alat tubuh tersebut menyebabkan ia tidak dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya secara wajar, sehingga tidak dapat disamakan dengan

anak-anak atau orang dewasa normal.

Menurut Arma Abdoellah (1996 : 3) menyatakan bahwa : “Pendidikan

jasmani disesuaikan (adapted physical education) adalah pendidikan melalui

program aktivitas jasmani tradisional yang dimodifikasi untuk memungkinkan

individu dengan kelainan memperoleh kesempatan untuk berpatisipasi dengan

aman, sukses, dan memperoleh kepuasan”.

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 1) menyatakan bahwa : “Pendidikan

jasmani adaptif merupakan salah satu bentuk layanan dalam bidang pendidikan,

sehingga potensi orang cacat dapat tumbuh dan berkembang secara optimal”.

Dari beberapa teori diatas jelas terdapat pendidikan yang ditujukan kpada

anak yang memiliki kecacatan. Tujuan pendidikan jasmani adaptif bagi anak cacat

juga bersifat holistik seperti tujuan pendidikan jasmani untuk anak-anak normal

yaitu mencakup tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

jasmani, keterampilan gerak, sosial dan intelektual. Disamping itu, proses

pendidikan itu penting untuk menanamkan nilai-nilai dan sikap positif terhadap

keterbatasan kemampuan baik dari segi fisik atau mentalnya sehingga mereka

mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga

diri.

Menurut Arma Abdoellah (1996 : 4) menyatakan bahwa : ”Tujuan

pendidikan jasmani bagi yang berkelainan adalah untuk membantu mereka

mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional dan sosial

yang sepadan dengan potensi mereka melalui program aktivitas pendidikan

(25)

Beltsar Tarigan (2000 : 10) menyatakan bahwa : ”Penjas adaptif bertujuan untuk

merangsang perkembangan anak secara menyeluruh, dan diantara aspek penting

yang dikembangkan adalah konsep diri yang positif”.

Dari penjelasan diatas para guru pendidikan jasmani adaptif sebaiknya

membantu peserta didiknya agar tidak merasa rendah diri dan terisolasi dari

lingkungannya. Kepada peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan

aktivitas jasmani melalui berbagai macam olahraga dan permainan. Pemberian

kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban

yang sama dengan anak-anak normal. Melalui aktivitas pendidikan jasmani dan

kesehatan adaptif yang mengandung unsur kegembiraan dan kesenangan,

anak-anak dapat memahami dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam

kehidupan.

3. Ruang Lingkup Peserta Penjasorkes Adaptif

Siapa saja yang termasuk peserta penjasorkes adaptif, perlu

diidentifikasikan dan dikategorikan sesuai dengan kecacatannya. Prinsip

pengajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik juga berlaku dalam

penjasorkes adapti£ Adapun jenis jenis kecacatan peserta penjasorkes adaptif

sebagai berikut :

a. Gangguan Penglihatan atau Tuna Netra

Kerusakan penglihatan dapat mempengaruhi berbagai penampilan anak.

Oleh sebab itu anak yang mengalami kerusakan penglihatan harus mendapat

perhatian dari guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, termasuk

penggunaan metode pendekatan yang spesifik sesuai karakteristiknya yang cukup

unik itu.

Menurut Tien Supartinah (1995 : 16) menyatakan bahwa : ”Anak tuna

netra tidak hanya anak yang tidak mampu melihat sama sekali (buta), tetapi juga

anak yang hanya mampu melihat dalam keterbatasan (low vision)”.

Dari pengertian yang telah disebutkan dapat disaimpulkan bahwa anak

tuna netra adalah anak yang memiliki penglihatan tidak normal, biasanya diukur

(26)

selain indera penglihatan seperti pendengaran, perabaan, dan penciuman.

Gangguan penglihatan atau kebutaan artinya adalah adanya kerusakan pada mata,

sehingga tidak dapat melihat dan dampaknya merugikan terhadap penampilan

anak se lama masa pendidikan. Terdapat bebrapa istilah yang berbeda mengenai

kebutaan atau gangguan penglihatan. Namun secara umum, gangguan penglihatan

dapat dilihat dariketajaman penglihatan berdasarkan ”snellen chart”. Seseorang

yang memiliki penglihatan normal mampu membaca deretan huruf tertentu dari

jarak 20 kaki. Kemampuan penglihatan seperti ini disebut penglihatan 20/20,

semakin besar bilangan penyebut berarti semakin berkurang penglihatannya.

Sebagai contoh seseorang memperoleh skor 20/70 (dari hasil tes snellen)

maka hasil ini dapat diartikan bahwa anak tersebut baru bisa membaca pada jarak

20 kaki, sedangkan mata normal dapat membaca pada jarak 70 kaki (1 kaki = 30

cm). Bagi orang yang buta legal skornya paling baik 20/200, artinya dia harus

berada pada jarak 20 kaki untuk membaca huruf, sedangkan mata normal dapat

membaca dari jarak 200 kaki.

Demikian beberapa contoh klasifikasi penglihatan yang dapat diketahui

berdasarkan ”Tes Snellen ”. Paparan ini sekedar sebagai pengetahuan, sebab yang

paling penting bagi seorang guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

adalah bagaimana menyikapi dan memperlakukan siswa penderita gangguan

penglihatan agar dapat berpartisipasi aktif dalam proses belajar pendidikan

jasmani olahraga dan kesehatan sehingga pertumbuhan dan perkembangan

fisiknya berjalan dengan baik.

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 18) menyatakan bahwa :

”Gangguan penglihatan secara langsung memperoleh mutu gerakan dan kemampuan perseptual motorik karena seseorang tidak mampu mempersepsi rangsang visualsecara normal. Tugas guru pendidikan jasmani adaptif adalah membangkitkan sikap positif dan motivasi siswa untuk tetap berpartisipasi secara aktif sesuai dengan kemampuannya”.

Oleh karena itu seorang guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan,

seharusnya memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi dan interaksi

secara baiki dengan para siswa yang mengalami gangguan penglihatan. Dan yang

(27)

terhadap mereka serta memberikan motivasi bahwa gangguan penglihatan

bukanlah suatu kejadian yang tidak dapat dikompensasikan.

Prinsip pengajaran sesuai dengan karakteristik siswa yang mengalami

gangguan atau cacat penglihatan juga berlaku dan sangat relevan. Baik segi

aktifitas yang terpilih dari metode yang digunakan, keduanya dirancang dengan

memperhatikan kecacatan penglihatan.

Jenis olahraga yang cocok bagi penderita gangguan penglihatan adalah

olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan jantung paru. Hal ini

sesuai denga n kebutuhan dan kebiasaan hidup sehari-hari yang memerlukan

tingkat kebugaran yang lebih baik dibandingkan dengan anak normal. Sebab

dalam melaksanakan tugas sehari-hari, mereka yang mengalami gangguan

penglihatan memerlukan usaha-usaha yang lebih banyak dan kompleks, serta

memerlukan energi yang lebih besar pula. Oleh karena itu olahraga yang

disarankan adalah olahraga yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani,

misalnya lari ditempat, atau lari menempuh jarak tertentu melalui berbagai

penyesuaian alat bantu.

b. Gangg uan Pendengaran atau Tuna Rungu

Gangguan pendengaran merupakan salah satu hambatan yang sangat

berarti untuk melakukan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu

dampak gangguan pendengaran adalah sering terjadi salah faham sehingga

berpengaruh terhadap penyesuaian diri. Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 20)

menyatakan bahwa :

”Ada dua kategori gangguan pendengaran yaitu : pertama disebut ”tuli” dan yang kedua sulit mendengar, artinya seseorang bisa mende ngar apabila suara kita keras. ”Tuli” berari ada kerusakan pada alat pendengaran yang cukup berat sehingga tidak bisa menerima informasi bahasa termasuk memprosesnya. Sedangkan ”sulit mendengar” berarti ada kerusakan pada alat pendengaran yang sifatnya bisa tetap dan tidak teta p, namun tidak sama dengan tuli”.

Bagaiman proses terjadinya kerusakan pendengaran dan cara memberikan

(28)

ciri-ciri dan tanda-tanda yang ditunjukkan oleh anak yang mengarah kepada

kelainan pende ngaran perlu mendapat perhatian sehingga kerusakan tidak parah

dapat dicegah dengan menyuruh anak pergi ke dokter THT (Tenggorokan Hidung

dan Telinga). Tanda -tanda adanya gangguan awal pada pendengaran adalah pada

setiap pembicaraan, kepala diarahkan pada sumber suara, pertanyaan minta

diulang, kurang konsentrasi, rasa sakit pada telinga, melamun dan lain-lain.

Masalah dasar yang dihadapi guru pendidikan jasmani dan kesehatan

terhadap anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah bagaimana

melakukan komunikasi seefektif mungkin. Bila kemudian tidak lancar, maka

program pembelajaran tidak berjalan dengan lancar. Untuk memperlancar

komunikasi dengan siswa, para guru penjas dapat melakkukannya dengan cara

memberikan isyarat-isyarat melalui tangan. Disamping itu pula dilakukan dengan

cara menempelkan materi pembelajaran di papan pengumuman, misalnya konsep

melalui kualitas gerak, kesadaran, tubuh, dan ruang, serta lebih baik lagi bila

disertai lagi dengan gambar -gambar yang dapat menarik perhatian.

Olahraga yang cocok untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran,

kelihatnannya hampir sama dengan gangguan penglihatan. Karakteristik dan

kebiasaan hidup mereka sehari-hari adalah lebih banyak duduk dan diam. Oleh

sebab itu fokus aktivitas lebih dituju kan pada aspe k peningkatan kebugaran

jasmani.

c. Tidak Mampu Bicara atau Tuna Wicara

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 22) menyatakan bahwa :

(29)

Berbicara merupakan perilaku untuk menyusun suara melalui bahasa lisan.

Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi atau

mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi atau mengalami kesulitan

dalam mengeluarkan dan mengatur suaranya disebut tidak mampu berbicara atau

berbahasa. Untuk menghadapi anak yang mengalami gangguan berbicara, para

guru pendidikan jasmani dan kesehatan harus mampu mengkomunikasikan

program dengan baik malalui pendekatan yang sering dilakukan pada anak-anak

normal. Tingkat kesulitan komunikasi lebih baik bila dibandingkan dengan anak

yang mengalami gangguan pendengaran.

Aktivitas jasmani yang diberikan kepada siswa yang tidak mampu

berbicara, dititik beratkan pada upaya-upaya peningkatan kebugaran jasmanidan

keterampilan gerak dasar. Umumnya semua jenis olah raga dapat diberikan, dan

tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Semua anak

memiliki seperangkat kebutuhan keterampilan, dan keterbatasan-keterbatasan

dalam penjasorkes. Yang jelas, guru penjasorkes harus mampu menterjemahkan

informasi yang berkaitan dengan keunikan keunikan setiap anak kedalam

pembelajaran yang berorientasi pada perbaikan dan perkembangan fisik, mental,

sosial, dan intelektual anak menuju masa depan yang lebih cerah.

d. Cacat Mental atau Tuna Grahita

Menurut Mohammad Amin (1995 :34) menyatakan bahwa : ”Anak tuna

grahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam fungsi kecerdasan, sosial,

emosi, kepribadian, dan fungsi mental lain sehingga anak tidak dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya”.

Menurut Tjutju Soetjihati Soemantri (1996 : 38) menyatakan bahwa :

”Anak tuna grahita merupakan kondisi anak yang kecerdasannya dibawah

rata-rata, yang ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketida kcakapan dalam

(30)

Sedangkan menurut Munzayanah (2000 : 34) menyatakan bahwa : ”Anak

tuna grahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam bidang intelektual serta

seluruh kepribadiannya sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuata nnya

sndiri di dalam masyarakat” .

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa anak tuna grahita

adalah kondisi anak yang abnormal dimana mereka memiliki ketidakmampuan

atau hambatan dalam fungsi intelektual, sosial, emosional, dan kepribadiannya

sehingga mereka mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan

sekitarnya.

Ada dua faktor dominan yang dianggap sebagai penyebab keterbelakangan

mental. Kategori petama adalah kerusakan otak dan kategori kedua adalah budaya

dan keluarga. Kerusakan otak yang mengacu pada keterbelakangan mental

disebabkan kecelakaan atau bisa juga mengalami kerusakan sebelumnya, selama

atau setelah kelahiran. Sedangkan kategori budaya atau keluarga disebabkan oleh

lingkungan dan genetik.

Siswa yang mengalami keterbelakangan mental, tidak bisa memadukan

informasi seperti rata-rata yang dapat dilakukan siswa normal pada umumnya.

Oleh karena itu guru pendidikan jasmani dan kesehatan harus memberikan materi

pembelajaran secara bagian dan disederhanakan. Waktu partisipasi dalam suatu

aktivitas lebih lama, instruksi harus sering diulang, dan menggunakan kalimat

pendek. Apabila berhasil dalam suatu keterampilan, berikan pujian atas usaha

yang dia lakukan.

Dalam memantapkan persepsi dalam suatu teknik atau aktifitas, lakukan

demonstrasi sehingga para siswa dapat melihat secara jelas teknik yang benar dan

melakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang mengalami

keterbelakangan mental yang ringan dan sedang, tetap dapat mengikuti aktifitas

pandidikan jasmani dan kesehatan. Sehingga seorang guru pendidikan jasmani

dan kesehatan harus hati-hati terhadap perubahan-perubahan tingkah laku, yang

(31)

Olahraga yang cocok bag] mereka adalah olahraga yang sifatnya non kompetitif.

Dalam setiap aktivitas, lebih banyak ditekankan pada permainan yang dapat

menimbulkan kesenangan dan perkecil aktifitas yang bersifat kompetisi.

e. Cacat Fisik atau Tuna Daksa

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 26) menyatakan bahwa :

”Seorang yang memiliki kondisi fisik (fungsional) tidak berfungsi, baik disebabkkan oleh salah satu struktur anatomi hilang, atau satu dari beberapa bagian tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana fungsinya, maka orang tersebut dikatakan cacat fisik. Misalnya lumpuh, kaki atau tangan tidak sempurna, atau adanya kelainan anggota badan” .

Cacat fisik dapat terjadi akibat kecelakaan, adanya penyakit tertentu

gangguan selama dalam kandungan, atau gangguan pada saat lahir dan setelah

lahir. Secara umum, anak yang memiliki cacat fisik dapat dilibatkan dalam

aktifitas penjasorkes, namun perlu dilakukan penyesuaian baik jenis atau

intensitasnya termasuk juga peralatan yang digunakan harus disesuaikan.

Sekarang ini kita melihat bahwa banyak anak-anak atau orang dewasa cacat yang

berprestasi dalam bidang olahraga. Organisasi yang membina olahraga bagi

anak-anak cacat disebut BPOC (Badan Pembina Olahraga Cacat) dan anggotanya

dalam KONI adalah mewakili badan fungsional.

4. Prasarana dan Sarana Penjasorkes Adaptif

a. Prasarana Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

Kelangsungan proses belajar mengajar pendidikan jasmani olahraga dan

kesehatan tidak terlepas dari prasarana yang baik dan memadai. Prasarana yang

memadai baik kualitas dan kuantitasnya mempengaruhi proses pembelajaran

pendidikan jasmani dan kesehatan sehingga dapat berjalan dengan baik.

Menurut Ratal Wirjosantoso (1984 : 112) menyatakan bahwa : ”Prasarana

atau fasilitaas olahraga adalah suatu bentuk yang tetap atau permanen, baik untuk

ruangan-ruangan di dalam (indoor) maupun untuk ruangan di luar (outdoor),

misalnya gymnasium., kolam renang, lapangan-lapangan permainan dan

(32)

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 893)

menyatakan bahwa : ”Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang

utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dan lain

sebagainya)”.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa,

prasarana merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kegiatan olahraga

dan sebagai faktor utama terselenggaranya kegiatan olahraga yang sifatnya

permanen seperti gedung, lapangan, kolam renang, aula, dan lain sebagainya.

Prasarana tidak dapat dipindah-pindahkan dari satu tempat ketempat yang lain.

Tesedianya prasarana yang baik dan ideal maka kegiatan penjasorkes dapat

berjalan dengan baik.

b. Sarana Penjasorkes

Menurut Ratal Wijasantoso (1984 : 113) menyatakan bahwa :

”Sarana pendidikan jasmani dapat berbentuk perlengkapan-perlengkapan atau equipment dan alat-alat atau supplies. Perlengkapan adalah perkakas yang kurang permanen dibandingkan dengan prasarana atau fasilitas. Berbagai perlengkapan dapat dikemukakan disini antara lain : bangku Swedia, jenjang, peti lompat, kuda-kuda, palang sejajar, palang titian, trampolin, matras, palang tunggal, dan lain-lain. Sedangkan alat-alat supplies adalah sarana olahraga yang dipakai relatif dalam waktu pendek misalnya bola, baik bola besar maupun bola kecil, raket, net atau jaring, jaring bola basket, pemukul kasti, softball dan baseball”.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 999)

menyatakan bahwa : ”Sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat

dalam mencapai maksud dan tujuan”.

Berdasarkan pendarat diatas carana penjasorkes merupakan

perlengkapan-perlengkapan yang mendukung kegiatan pembelajaran penjasorkes yang sifatnya

dinamis dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Sarana

penjasorkes merupakan media atau alat peraga dalam penjasorkes. Tersedianya

sarana penjasorkes yang ideal dan sesuai dengan peserta didik, maka proses

(33)

c. Prasarana dan Sarana Pen jasorkes Adaptif

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 63) menyatakan bahwa : ”Secara umum,

peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan program pendidikan jasmanai, perlu

dimodifikasi, bahkan dibutuhkan peralatan khusus”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, prasarana dan sarana

penjasorkes bagi anak cacat pada dasarnya sama dengan prasarana dan sarana

penjasorkes bagi anak normal. Agar pelaksanaan program penjasorkes bagi anak

cacat berjalan dengan baik, maka prasarana dan sarana penjasorkes bagi anak

cacat perlu dimodifikasi dan disesuaika n dengan krakteristik peserta didik

sehingga dapat memudahkan peserta didik mengikuti kegiatan penjasorkes di

sekolahnya.

5. Strategi Pengelolaan dan Model Pembelajaran Penjasorkes Adaptif

Proses pencapaian tujuan pengajaran membutuhkan pengelolaan

pengajaran, termasuk penerapan model pembelajaran yang tepat, baik ditinjau dari

substansi atau tugas-tugas ajar maupun karakteristik peserta didik. Adapun

usaha-usaha dalam melakukan strategi pengelolaan dan model pembelajaran penjasorkes

adaptif adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan Materi dan Faktor Pertimbangan

Setiap siswa mmpunyai kebutuhan yang berbeda-beda antara satu dengan

yang lainnya, dan oleh sebab itu program pembelajaran akan lebih efektif bila

diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kecaca tannya.

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 38) menyatakan bahwa :

”Ada beberapa faktor yang perlu mendapat pertimbangan dalam menentukan jenis dan materi pembelajaran penjas bagi siswa: a) pelajari rekomendasi dan diagnosis dokter yang menanganinya, b) temukan faktor dan kelemahan-kelemahan siswa berdasarkan hasil tes pendidikan jasmani, c) olahraga kesenangan apa yang paling diminati siswa”.

Dengan memperhatikan hal diatas dapat membantu dalam pemilihan

materi yang tepat dapat membantu dalam perbaikn penyim pangan postur tubuh,

(34)

b. Program Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan untuk Anak

Cacat

Merencana dan melaksanakan program penjasorkes bagi siswa cacat,

memerlukan pemikiran dan ketelitian. Program pembelajaran akan berhasil

apabila fokus kegiatan ditujukan pada perbaikan tingkat kemampuan dan

meminimalkan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam kehidupannya.

Secara umum mated pembelajaran penjasorkes bagi siswa cacat yang

terdapat dalam kurikulum, sama dengan materi pembelajaran siswa normal.

Namun yang membedakan adalah strategi dan model pembelajaran yang berbeda

dan disesuaikan dengan jenis kecacatannya. Artinya jenis olahraga yang terdapat

dalam kurikulum dapat diberikan dengan berbagai penyesuaian.

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 40) menyatakan bahwa : ”Program

pendidikan jasmani untuk anak cacat, dibagi menjadi tiga kategori yaitu,

pengembangan gerak dasar, olahraga dan permainan, dan yang terakhir adala h

kebugaran dan kemampuan gerak”.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat aktivitas gerak yang dilakukan dalam

program pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan untuk anak cacat, seperti

[image:34.612.128.511.223.462.2]

tertera pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Kategori dan aktifitas gerak untuk anak dengan kebutuhan khusus.

No KATEGORI AKTIVITAS GERAK

1 Perkembangan gerak - Gerakan-gerakan yang tidak berpindah tempat

- Gerakan-gerakan yang berpindah tempat

- Gerakan-gerakan keseimbangan

2 Olahraga dan Permainan - Olaraga perminan yang bersifat rekreatif - Permainan lingkaran

- Olahraga senam dan aerobik

- Kegiatan yang menggunakan musik dan tari

- Olahraga permainan di air

- Olahraga dan permainan yang menggunakan

(35)

3 Kebugaran dan kemampuan gerak

- Aktivitas yang meningkatkan kekuatan - Aktivitas yang meningkatkan kelentukan

- Aktivitas yang meningkatkan kelincahan - Aktivitas yang meningkatkan kecakapan

- Aktivitas yang meningkatkan daya tahan

c. Pembelajaran Individu

Pembelajaran individual dimaksudkan agar kebutuhan setiap individu

dapat terpenuhi sesuai dengan jenis dan tingkat kecacatannya. Kelihatannya

model pembelajaran seperti ini merupakan tantangan bagi guru pendidikan

jasmani olahraga dan kesehatan dalam mengelola layanan pendidikan.

Pembelajaran dalam konteks ini bukan berarti melakukan pembelajaran

kepada siswa satu demi satu. Tetapi dalam proses pembelajaran tersebut, guru

pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan perlu merencanakan aktivitas jasmani

yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis kecacatan siswa.

Agar program dapat memenuhi kebutuhan setiap individu, guru

pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sebaiknya memperhatikan berbagai

faktor yang meliputi : pemahaman terhadap individu, kebutuhan-kebutuhan

individu, keterbatasan-keterbatasan individu dan kemampuan individu serta

pengembangan strategi yang tepat, sangat menentukan dalam mencapai tujuan.

Dalam suatu kelas, seluruh siswa dapat dilibatkan secara keseluruhan, namun

tingkat kecacatan, kualitas latihan, intensitas latihan, bahasa yng digunakan serta

kinerja yang diharapkan dari setiap siswa berbeda dari setiap satu dengan yang

lainnya.

Kita mengenal berbagai gaya mengajar, teknik -teknik dan metode

pengajaran materi dalam proses pembelajaran. Biasanya setiap guru memiliki

kecenderungan untuk mengembangkan satu gaya yang berkaitan dengan setiap

pribadinya. Akan tetapi perlu dipahami bahwa seorang guru pendidikan jasmani

olahraga dan kesehatan sebaiknya mampu menggunakan berbagai metode dalam

(36)

Yang dimaksud metode pembelajaran yaitu adalah cara-cara menajar yang

dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi dan tugas-tugas belajar secara

sistematis sehingga siswa dapt menyerap dan menguasai isi pembelajaran dengan

mudah. Oleh kerena itu pemilihan materi yang tepat sangat berkaitan dengan

materi dan tujuan pembelajaran.

Sedangkan strategi pembelajaran adalah suatu kerangka instruksional yang

diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga siswa memperoleh kesempatan

melakukan pengalaman belajar secara maksimal.

Strategi pembelajaran yang digunakan dapat merubah dari suatu kegiatan

kepada kegiatan berikutnya, dari seorang siswa ke siswa lainnya. Karena

keanekaragaman tingkat dan jenis kecacatan siswa, maka guru pendidikan jasmani

olahraga dan kesehatan adaptif harus memiliki berbagai strategi sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berlangsung secara dinam is.

Berkitan dengan materi pembelajaran, seorang guru pendidikan jasmani

olahraga dan kesehatan harus mampu dan terampil memilih materi yang akan

diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kecacatan siswa.

Bahan dan materi pembelajaran harus direncanaka n dengan sebaikbaiknya

termasuk susunan dan rangkanya yang didesain secara sistematis yaitu dimulai

dari yang mudah ke yang sukar, dan yang sederhana ke yang kompleks dan yang

ringan ke yang berat. Hal ini berarti bahan dan materi pembelajaran diusahakan

secara bertahap, semakin lama semakin menngkat.

Pengetahuan mengenai hasil yang dicapai oleh siswa dalam pelaksanaan

tugas sangat penting dalam upaya menegaskan tujuan yang telah digariskan.

Informasi mengenai hasil atau penampilan siswa dalam setiap tugas yang

diberikan, sangat berguna dalam mengambil keputusan dalam upaya mengubah

strategi dan lingkungan belajar yang lebih efektif dan efisien.

Penyampaian informasi umpan balik dan hasil evaluasi dapat disampaikan

dengan berbagai strategi misalnya melalui pengajaran interaktif yaitu penyesuaian

proses pembelajaran dengan respon yang dilakukan siswa atau siswa

(37)

berguna untuk memberikan tanggungjawab pengajaran kepada siswa dan guru

bertindak sebagai fasilitator.

d. Metode Pembelajaran

Menurut Beltasar Tarigan (2000 : 42) menyatakan bahwa : ”Untuk

membantu para guru mengembangkan strategi pembelajaran, ada tiga metode

yang dapat diterapkan dalam pembelajaran penjas bagi siswa-siswa penyandang

cacat, yaitu: 1) metode bagian dan metode keseluruhan, 2) metode gabungan, 3)

metode dengan penyampaian, penjelasan dan peragaan”.

Selain tiga metode yang terdapat diatas, ada juga metode yang sering

digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

yaitu metode dengan penyampaian penjelasan dan peragaan.

Adapun penjelasan dari metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:

1) Metode Bagian dan Metode Keseluruhan

Dalam metode bagian, tugas-tugas gerak dipelajari dan dilatih bagian demi

bagian. Biasanya metode ini diterapkan apabila struktur gerak cukup kompleks

sehingga diharapkan dengan mempelajari bagian demi bagian akan memberi hasil

optimal.

Misalnya untuk menguasai suatu gerak yang rumit dan kompleks dalam

olahraga senam, dapat dilakukan dengan pendekatan bagian atau parsial. Contoh

lain dalam pembelajaran keterampilan menggiring, menembak, dan mengoper

dalam olahraga basket, dilakukan pendekatan bagian perbagian sebelum diberikan

pengalaman permainan basket secara utuh.

Artinya setelah siswa mempelajari dan menguasai bagian-bagian dari

suatui aktifitas gerak dalam olahraga permainan, maka selanjutnya bagian-bagian

tersebut digolongkan kembali menjadi aktifitas yang lengkap dan menyeluruh.

Prosedur pelaksanaan metode keseluruhan adalah melatih seluruh tugas

gerak yang diinstruksikan oleh seorang guru dengan frekuensi pengulangan yang

disesuaikan dengan kebutuhan, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(38)

Metode keseluruhan sangat coc ok digunakan untuk anak cacat, namun

tergantung dari berat ringannya tugas gerak yang dilakukan dan kondisi kecacatan

yang diderita anak. Semakin rendah kompleksitas tugas gerak secara keseluruhan,

dan semakin kecil taraf gangguan yang diderita anak, maka pendekatan

pembelajaran secara keseluruhan akan berlangsung secara baik.

Anak-anak cacat keterbelakangan mental yang cukup berat, sebaiknya

diberikan pelajaran atau latihan keterampilan gerak secara keseluruhan. Misalnya

tugas gerak dalam bola tangan atau bola basket.

Pemecahan suatu struktur gerak atau pola gerak menjadi bagian-bagian,

kurang bermanfaat bagi siswa yang kurang mampu memproses informasi dengan

baik seperti anak yang mengalami keterbelakangan mental.

Metode pembelajaran keseluruhan, kelihatannya juga lebih

menguntungkan apabila diterapkan kepada siswa yang mengalami cacat fisik,

tetapi intelegensinya normal atau diatas normal. Sebab melalui metode

keseluruhan anak-anak cacat fisik dapat melakukan berbagai kreatifitas dengan

cara memodifikasi tugas gerak atau mengadakan penyesuaian-penyesuaian tugas

gerak secara signifikan.

Dalam upaya meningkatkan perolehan keuntungan penggunaan metode

keseluruhan dan bagian, para guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

perlu menganalisis terhadap teknik gerakan yang akan dilakukan. Apabila teknik

gerakan yang akan dipelajari sederhana maka metode keseluruhan akan

memberikan keuntungan yang lebih besar. Sedangkan apabila teknik

gerakancukup rumit, maka metode bagian lebih besar keuntungan. Namun jenis

tingkat kecacatan siswa juga harus mendapat perhatian dalam menetapkan metode

pembelajaran sehingga memperoleh keuntungan secara maksimal.

Agar proses pembelajaran teknik dan tugas gerakan berlangsun,g dengan

efektif dan efisien, dapat dipertimbangkan variasi dalam penggunaan metode

keseluruhan dan bagian. Artinya seorang guru pendidikan jasmani olahraga dan

kesehatan dapat menetapkan metode keseluruhan, kemudian berubah menjadi

metode bagian dan selanjutnya kembali lagi menerapkan metode keseluruhan. Hal

(39)

kemudian masing-masing tugas tersebut diajarkan bagian demi bagian dan

selanjutnya bagian-bagian yang telah dikuasai teresebut digabungkan kembali satu

struktur yang utuh.

Proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara membagi-bagi dalam

beberapa komponen, erat kaitannya dengan pelaksanaan tugas gerak secara

keseluruhan. Sebagai contoh dapat dilihat pada lompat. Struktur gerak atau pola

dalam melompat dapat diperagakan secara keseluruhan, kemudian diajarkan

tentang bagaimana sikap mengayun tangan atau lengan, mencondongkan badan ke

depan, meloncat dengan kedua kaki serta posisi mendarat dengan kedua kaki yang

mengoper.

Teknik-teknik tersebut dianjurkan dan dipraktekkan oleh siswa bagian

demi bagian. Selanjutkan diajarkan dan dilatih mengenai cara melompat secara

keseluruhan dengan menggabungkan kembali bagian-bagian yang telah dipelajari

sebelumnya.

2) Kombinasi Gabungan

Memodifikasi metode dengan cara mengubahnya menjadi kombinasi

keseluruhan - bagian - keseluruhan, umumnya memberikan kemudahan dan

keuntungan bagi siswa penyandang cacat.

Semakin mudah langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan pada

anak-anak cacat, semakin besar peluangnya untuk menguasai tugas-tugas gerak

yang diajarkan. Kecepatan laju penyampaian instruksi dan jumlah pengulangan

serta reinforsmen (reinforcement) yang diberikan dalam proses pembelajaran

berbanding terbalik antar satu dengan yang lainnya terhadap kemajuan dan

keberhasilan yang dicapai siswa penyandang cac at.

Hal ini berarti semakin lambat penyampaian instruksi yang dilakukan

guru, dan semakin banyak frekuensi pengulangan oleh siswa, maka semakin baik

kemajuan yang dicapai oleh siswa penyandang cacat.

Disamping penggunaan metode keseluruhan - bagian - keseluruhan yang

cukup efektif pada siswa penyandang cacat, metode bagian progresif dapat

(40)

Bagian pertama dan kedua, diajarkan secara terpisah dan kemudian

digabungkan, dievaluasi dan disempurnakan. Selanjutnya diajarkan bagian ketiga,

dan digabungkan kembali dengan materi bagian pertama dan kedua yang telah

dikuasai sebelumnya. Pola pembelajaran ini terus dilanjutkan sampai seluruh

bagian dari suatu tugas gerak selesai diajarkan secara lengkap dan menyeluruh.

Metode bagian progresif cukup efektif diterapkan pada siswa penyandang cacat,

terutama anak yang mengalami kesulitan dalam pemprosesan informasi, kesulitan

membuat urutan-urutan gerak dan kesulitan dalam mengintegrasikan informasi

atau tugas gerak. Kesulitan-kesulitan seperti ini umumnya ditemui pada anak-anak

yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar dan gangguan

emosional.

Anak-anak yang mengalami gangguan keterbelakangan mental, dapat

diajarkan tentang bagaimana sikap berdiri yang baik untuk melompat dan

mengayunkan lengan sekaligus melompat (kombinasi dari kedua gerak).

Selanjutnya diajarkan tentang bagaimana cara melompat dengan kedua kaki dan

mendarat dengan kedua kaki.

3) Metode dengan Penyampaian, Penjelasan dan Peragaan

Metode ini sudah sering dipergunakan dalam proses pembelajaran

penjasorkes. Namun faktor penting dalam penerapan adalah penekanan pada

kombinasi penjelasan (baik secara verbal, tertulis atau manual) yang dilanjutkan

dengan peragaan atau demonstrasi tugas gerak yang sebenarnya.

Sebagai contoh guru penjasorkes dapat menguraikan dan menjelaskan

konsep servis bawah pada permainan bola voli, (dapat dilakukan secara lisan atau

tertulis). Untuk memperkuat pemahaman siswa tentang konsep servis tersebut,

maka guru melakukan demonstrasi atau peragaan teknik gerakan servis bawah.

Peragaan dapat juga dilakukan oleh siswa lainnya yang diperkirakan dapat

memberikan contoh gerakan teknik servis yang baik.

Disamping itu, guru dapat membuat variasi dengan cara memberikan

penjelasan-penjelasan seperlunya selama melakukan demonstrasi sehingga para

(41)

Melalui penjelasan baru dan demonstrasi, para siswa penyandang cacat

lebih terdorong dan termotivasi untuk melakukan tugas gerak, sehingga memiliki

peluang lebih besar untuk memperoleh hasil dalam setiap pembelajaran.

Bagi sebagian anak, terutama yang tidak bisa berbicara (tuna wicara atau

bisu), tuli (tuna rungu) dan keterbelakangan mental, penjelasan-penjelasan yang

diberikan secara sistematis dan runtut kelihatannya kurang bermanfaat. Namun

demikian, peragaan dan demonstrasi yang dapat dilihat dan diamati dari berbagai

arah, sangat membantu terhadap pemantapan persepsi tentang suatu tugas gerak

yang tidak dapat mereka tangkap melalui penjelasan. Se baliknya bagi anak-anak

yang mengalami kelainan visual, akan lebih bermakna informasi melalui

penjelasan dibandingkan melalui peragaan atau domonstrasi.

Untuk menghadapi berbagai kasus lainnya seperti gangguan emosional

yang berat, tuna rungu, tuna netra, keterbelakangan mental yang parah atau

penyandang cacat ganda, diperlukan tambahan dan penyesuaian dalam

memberikan instruksi.

Oleh karena itu dituntut kreatifitas dan kejelian dari seorang guru

penjasorkes dalam memilih suatu metode yang paling cocok sesuai dengan jenis

dan tingkat kecacatan siswa.

e. Pengembangan Strategi Pembelajaran

Pengembangan strategi pembelajaran dalam upaya memenuhi

kebutuhan-kebutuhan setiap siswa, guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan perlu

melakukan modifikasi, baik pendekatan lingkungan maupun fasilitas belajar.

1) Teknik Memodifikasi Pembelajaran

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para siswa penyandang cacat

dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, para guru

sebaiknya malakukan modifikasi dan penyesuaia n-penyesuaian terutama

mengenai sifat-sifat (perilaku) yang berkaitan dengan suasana dan kondisi yang

dihadapi dalam pembelajaran.

Jenis dan taraf modifikasi yang dilakukan dapat bervariasi dan dapat

(42)

dimiliki anak penyandang cacat. Sebagai dampak penyesuaian tersebut akan

terjadi berbagai variasi yang akan menambah semarak suasana pembelajaran

penjasorkes adaptif.

Kelihatannya masalah ini erat hubungannya dengan metode yang telah

dibahas sebelumnya, namun teknik-teknik yang dapat digunakan dalam

pembelajaran sering tidak diperhatikan guru penjasorkes. Apabila seorang guru

telah memiliki keterampilan dalam melaksanakan teknik-teknik penguraian

pembelajaran, maka sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran.

Faktor-faktor yang perlu dimodifikasi dan disesuaikan para guru dalam

meningkatkan komunikasi dengan siswa adalah sebagai berikut:

a) Penggunaan bahasa

b) Membuat konsep yang konkret

c) Membuat urutan tugas

d) Ketersediaan waktu belajar

e) Pendekatan ”multisensori”

2) Teknik Memodifikasi Lingkungan Belajar

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani olahraga

dan kesehatan bag] siswa yang memungkinkan mengalami kesulitan belajar, tidak

mampu berkonsentrasi dalam waktu lama, atau mengalami keterbelakangan

mental, maka suasana dan lingkungan belajar perlu diubah sehingga

kebutuhan-kebutuhan anak dapat terpenuhi secara baik untuk memperoleh hasil yang

maksimal. Beberapa teknik memodifikasi lingkungan belajar siswa sehingga

tercipta suasana belajar yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa adalah

sebagai berikut:

a) Modifikasi fasilitas dan peralatan

b) Memanfaatkan ruang secara maksimal

c) Menghindarkan gangguan dan pemusatan konsentrasi

(43)

3) Teknik Memodifikasi Aktifitas Belaj ar

Pada umumnya setiap aktifitas fisik dapat dimodifikasi, namun perlu

diingat bahwa tujuan modifikasi adalah menciptakan suasana pembelajaran yang

kondusif sehingga anak-anak cacat berpartisipasi aktif. Modifikasi-modifikasi

dalam pembelajaran penjasorkes adaptif perlu dilakukan dengan

mempertimbangkan partisipasi aktif dan pengalaman belajar siswa.

Teknik memodifikasi aktivitas belajar adalah sebagai berikut:

a) Pengaturan posisi dan waktu berpartisipasi

b) Modifikasi peralatan dan peraturan

B. Kerangka Pemikiran

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang

atau kelompok dalam usaha untuk mendewasakan anak melalui pengajaran dan

pelatihan. Penjasorkes adalah suatu proses aktivitas jasmani, yang dirancang dan

disusun secara sistematik, untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan,

meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, kecerdasan dan

pembentukan watak, serta nilai dan sikap yang positif bagi setiap warga negara

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Anak yang memiliki kecacatan mempunyai hak yang sama dengan anak

yang normal dalam memperoleh pendidikan dan pembelajaran pada setiap jenjang

pendidikan. Tidak terkecuali penjasorkes, penjasorkes bagi anak cacat sering

disebut juga dengan penjasorkes adaptif. Penjasorkes adaptif merupakan salah

satu bentuk layanan dalam bidang pendidikan, sehingga potensi orang cacat dapat

tumbuh dan berkembang secara optimal.

Siswa penjasorkes adaptif, perlu diidentifikasikan dan dikategorikan sesuai

dengan kecacatannya. Tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna

daksa, dan yang lainnya memerlukan prinsip pengajaran yang disesuaikan dengan

karakteristiknya.

Prasarana dan sarana penjasorkes bagi anak cacat pada dasarnya sama

dengan prasarana dan sarana penjasorkes bagi anak normal. Agar pelaksanaan

(44)

dan sarana penjasorkes bagi anak cacat perlu dimodifikasi dan disesuaikan dengan

karakteristik pesertat didik sehingga dapat memudahkan peserta didik mengikuti

kegiatan penjasorkes di sekolahnya. Proses pencapaian tujuan pengajaran juga

membutuhkan strategi pengelolaan dan model pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik peserta didik.

Dari penjelasan diatas para guru pendidikan jasmani adaptif sebaiknya

membantu peserta didiknya agar tidak merasa rendah diri dan terisolasi dari

lingkungannya. Kepada peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan

aktivitas jasmani melalui berbagai macam olahraga dan permainan. Pemberian

kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban

yang sama dengan anak-anak normal. Melalui aktivitas pendidikan jasmani dan

kesehatan adaptif yang mengandung unsur kegembiraan dan kesenangan,

anak-anak dapat memahami dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam

(45)

commit to user

30 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1 . Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Se-Kota Surakarta, yang

terdiri dari 10 Sekolah Luar Biasa baik negeri maupun swasta, yaitu :

1. Yayasan Anak-Anak Tuna Rungu Wicara (SLB/AB YAAT)

2. Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara (SLB/B YRTRW)

3. Yayasan Setia Dharma (Tuna Grahita) SLTP LB/SMLB-C

4. Yayasan Pendidikan Sosial Luar Biasa (Tuna Grahita) SLB/C-YPSLB

5. Yayasan Pendidikan Anak Cacat/SLB D YPAC (Tuna Daksa)

6. Yayasan Bhina Putra, SLB E (Cacat Tuna Laras)

7. Yayasan Prayuana, SLB E (Cacat Tuna Laras)

8. Yayasan Pemeliharaan Pendidikan Cacat Ganda SLB-C/G – UPPCG

9. Panca Bakti Mulia (Tuna Grahita) SLB-BC

10. SLB Negeri Surakarta

2. Waktu Penelitian

Pengambilan data penelitian di dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 20

Januari 2010

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan teknik survei. Menurut Sugiyanto (1995: 52) menyatakan bahwa

: ”Metode survei adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan

data yang relatif terbatas dari sejumlah kasus yang jumlahnya relatif banyak, pada

dasarnya survei berguna untuk mengetahui apa yang ada tanpa mempertanyakan

(46)

C. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini subyek yang diambil adalah Guru Penjasorkes,

Siswa, Kepala Sekolah dan Staf Tata Usaha pada Sekolah Luar Biasa Se-Kota

Surakarta.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari Guru

Penjasorkes, Siswa, Kepala Sekolah, Staf Tata Usaha sebagai responden, berupa

informasi yang diberikan dalam butir-butir pertanyaan yang dimuat dalam angket.

2 . Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulan data penelitian ini adalah :

a. Kuesioner

Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 140) menyatakan bahwa : ”Kuesioner

adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi

dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia

ketahui”. Dilihat dari cara menjawab, kuesioner atau angket dapat dibedakan

kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup. Kuesioner terbuka yaitu kuesioner yang

memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya

sendiri. Kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya

sehingga responden tinggal memilih.

Langkah-langkah dalam membuat angket adalah sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan angket

Menentukan tujuan angket terlebih dahulu akan memberikan arahan dalam

penelitian ini, mendapatkan item-item pertanyaan sesuai dengan

komponen-kom

Gambar

Tabel 1. Kategori dan aktifitas gerak untuk anak dengan kebutuhan khusus.
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Instrumen
Tabel 3. Range Kategori Reliabilitas
Tabel 4. Perhitungan Frekuensi dan Persentase pada Instrumen A (KTSP)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesis yang berjudul “ PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MOBILE LEARNING BERBASIS ADOBE FLASH PADA MATA PELAJARAN TIK KELAS X di SMA N 5 SEMARANG ” ini adalah karya

Sektor perkhidmatan telah dikenal pasti sebagai pemacu penting pertumbuhan ekonomi negara dalam tempoh RMKe- 10. Sektor ini dijangka berkembang pada 7.2 peratus setahun dan

Dari pembahasan di atas dapat disusun pertanyaan penelitian pada penelitian ini, yaitu bagaimana relevansi materi bidang manajemen konstruksi program magister Universitas

Jenis hama yang sering dikendalikan oleh masyarakat di Wilayah Bogor terutama Daerah Sindang Barang dan Balio adalah kecoa, nyamuk, rayap, dan lalat, meskipun tikus juga

Oleh karena itu, orang Melayu amatlah berhati-hati, hemat dan cermat dalam memilih dan menilai seseorang untuk dijadikan pemimpin orang Melayu memegang amanah

08 Retribusi Pengangkutan Sampah dari Sumbernya dan/atau Lokasi Pembuangan Sementara ke Lokasi Pembuangan/Pembuangan Akhir

Berdasarkan metode cross-sectional study maupun multivariate yang digunakan dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan

Proses registrasi calon mahasiswa baru program Sarjana dan Diploma yang dinyatakan diterima dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (1) mengisi biodata secara online