• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Abu, Kealkalian Abu dan Sari Kopi Pada Kopi Aceh Dan Kopi Sidikalang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetapan Kadar Abu, Kealkalian Abu dan Sari Kopi Pada Kopi Aceh Dan Kopi Sidikalang"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Abu

Kadar Abu = �2−�0

�1−�0× 100%

Keterangan:

W0 = Bobot cawan kosong, dinyatakan dalam gram

W1 = Bobot cawan dan sampel sebelum diabukan, dinyatakan dalam gram

W2 = Bobot cawan dan sampel sesudah diabukan, dinyatakan dalam gram

(2)

Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Kealkalian Abu

Kadar Kealkalian Abu = V2−V1

W × NNaOH× 100 g

Keterangan:

W = Bobot contoh sampel, dalam gram

V1 = Volume yang diperlukan untuk titrasi sampel

V2 = Volume NaOH yang di perlukan pada titrasi blanko

(3)
(4)

Lampiran 4. Gambar Sampel Kopi

Gambar Kopi Bubuk Sidikalang

(5)

Lampiran 5. Gambar Alat

Gambar oven

(6)

Penetapan Kadar Abu

Pembakaran sampel kopi sebelum dimasukkan ke dalam tanur

(7)

Penetapan Kadar Kealkalian abu

Pereaksi yang digunakan Abu + HCl 0,5N yang dipanaskan

(8)

Penetapan Kadar Sari

Sebelum Pemanasan pengujian kadar sari

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Aak. (1980). Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Badan Standarisasi Nasional. (1992). Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. (2004). Kopi Bubuk. SNI 01-3542-2004. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Budiman, H. (2015). Prospek Tinggi dari Bertanam Kopi Pedoman Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Perkebunan Kopi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Gafar, P.A. (2014). Karakterisasi Kopi Bubuk dari Berbagai Kategori Mutu Bahan Baku Kopi Robusta (Coffea robusta). Palembang: Balai Riset dan Standarisasi Industri Palembang.

Haryono, B dan Kurniati, D. (2013). Seri Tanaman Baku Industri Kopi. Jakarta: PT. Trisula Adisakti.

Kopkar, S.M. (1984). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Najiyati, S dan Danarti. (1997). Kopi, Budi Daya dan Penanganan Lepas panen. Jakarta: Penebar Swadaya.

Panggabean, E. (2011). Buku Pintar Kopi. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Rahardjo, P. (2012). Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rahmat, R. (2014). Untung Selangit dari Agribisnis Kopi. Yogyakarta: Pustaka Nasional.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.

[USDA] United States Department of Agriculture. (2002). Plants profile for Coffea Arabica L. Diakses tanggal 4 Agustus 2016.

(10)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Makanan Minuman dan Hasil Pertanian (MMHP) Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Medan yang berada di Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan, pada bulan Maret 2016.

3.2 Alat – Alat

Alat-alat yang digunakan adalah buret, desikator, erlenmeyer, gelas ukur, kertas saring, klem, krus porselin, neraca analitik, oven, spatula, statif, tanur.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah akuades, HCl 0,5 N, indikator Phenolftalein dan NaOH 0,5 N.

3.4 Sampel

Sampel yang digunakan adalah kopi bubuk Aceh dan kopi bubuk Sidikalang.

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Penetapan Kadar Abu

(11)

sampel (Kopi) ke dalam cawan dan timbang (W1). Kemudian arangkan di atas api

nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimun 550oC sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur di buka sedikit, agar oksigen bisa masuk). Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap (SNI 01-2891-1992).

Perhitungan:

Kadar abu = W 1−W 0

W 2−W 0 x 100%

Keterangan:

W0 = bobot cawan kosong, dinyatakan dalam gram

W1 = bobot cawan dan sampel sebelum diabukan, dinyatakan dalam gram

W2 = bobot cawan dan sampel sesudah diabukan, dinyatakan dalam gram

3.5.2 Penetapan Kadar Kealkalian Abu

Pipet 20 ml HCl 0,5 N dan masukkan ke dalam cawan berisi abu (dari sisa penetapan abu) CATATAN: Pakai cawan porselin untuk pengabuan tadi. Panaskan di atas penangas air panas selama lebih kurang 10 menit. Saring dan cuci dengan air panas hingga bebas asam (pH filtrat = pH akuades) . Titrasi hasil saringan dengan NaOH 0,5 N dengan indikator PP. Kerjakan blanko (sampel dan HCl 0,5N dititrasi dengan NaOH 0,5N dengan indikator PP ) (SNI 01-2891-1992). Perhitungan:

Kealkalian abu = V1− V2

(12)

Keterangan:

W adalah bobot cuplikan, dalam g

V1 adalah volume yang diperlukan untuk titrasi sampel

V2 adalah volume NaOH yang diperlukan pada titrasi blanko

N adalah normalitas NaOH

3.5.3 Penetapan Kadar Sari Kopi

Timbang dengan teliti ± 2 gram sampel. Masukkan dalam gelas piala 500 ml. Tambahkan 200 ml air mendidih, diamkan selama 1 jam. Saring larutan sampel ke dalam labu ukur 500 ml, bilas dengan air panas sampai larutan berwarna jenih. Biarkan larutan sampai suhu kamar, tambahkan air dan tepatkan sampai garis tanda. Pipet 50 ml larutan ke dalam pinggan porselin yang telah diketahui bobotnya. Panaskan di atas penangas air sampai mengering, kemudian masukkan ke dalam open pada suhu 105°C ± 2°C selama 2 jam. Dinginkan dalam desikator dan timbang hingga bobot tetap (SNI 01-3542-2004).

Perhitungan:

% sari kopi = W1 x 500

W2 x 50x 100%

Keterangan:

W1 adalah bobot ekstrak

(13)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Hasil Penetapan kadar Abu

Hasil penetapan kadar abu yang dilakukan pada kopi bubuk Aceh dan kopi bubuk Sidikalang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar abu

No. Sampel Kadar Abu Persyaratan

SNI-01-3542-2004

1 Kopi Aceh 4.59%

Maks. 5%

2 Kopi Sidikalang 3.16%

Percobaan penetapan kadar abu pada sampel kopi bubuk dilakukan dengan metode gravimetri. Kadar abu yang terukur dari prosedur pengujian merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada kopi bubuk (Gafar, 2014). Kadar abu kopi Aceh dan kopi Sidikalang memenuhi syarat SNI-01-3542-2004.

(14)

4.1.2 Hasil Penetapan Kadar Kealkalian Abu

Hasil penetapan kadar kealkalian abu yang dilakukan pada kopi bubuk Aceh dan kopi bubuk Sidikalang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil penetapan kadar kealkalian abu

Sampel Volume Titrasi Kealkalian abu (ml N NaOH/100g)

Persyaratan SNI 01-3542-2004

Kopi Aceh 18,75 ml 62,53

57- 64 Kopi Sidikalang 19,75 ml 40,10

Dari hasil penetapan kadar sari diperoleh kealkalian abu kopi Aceh memnuhi persyaratn SNI 01-3542-2004 yaitu 62,53 sedangkan pada kopi Sidikalang tidak memenuhi persyaratan SNI yaiitu 40,10. Kealkalian abu atau kebasaan abu tergantung dari kandungan abu tersebut. Kealkalian abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan (Gafar, 2014).

Pada kopi Sidikalang diperoleh hasil tidak memenuhi persyaratan hal ini disebabkan karena ada penambahan bahan lain selain kopi pada kopi bubuk Sidikalang misalnya penambahan jagung.

4.1.3 Hasil Penetapan Kadar Sari Kopi

Hasil penetapan kadar sari kopi yang dilakukan pada kopi bubuk Aceh dan kopi bubuk Sidikalang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil penetapan kadar sari kopi

No. Sampel Kadar Sari Kopi Persyaratan

SNI-01-3542-2004

1 Kopi Aceh 35,45 %

20 – 36

(15)

Kadar sari adalah jumlah kandungan senyawa dalam contoh kopi bubuk yang dapat tersari dalam pelarut tertentu dalam hal ini air. Kadar sari menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Kadar sari kopi bubuk sangat mempengaruhi aroma seduhannya (Gafar,2014). Kadar sari yang diperoleh pada kopi Aceh yaitu 35,45% hal ini menunjukkan kopi Aceh memenuhi syarat SNI 01-3542-2004 sedangkan pada kopi Sidikalang tidak memenuhi syarat kadar sari yang diperoleh yaitu 62,88 %.

(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kadar abu pada kopi bubuk Aceh memenuhi persyaratan yaitu 4,59%. Pada kopi bubuk Sidikalang memenuhi persyaratan yaitu 3,16%.

Kadar kealkalian abu pada kopi bubuk Aceh memenuhi persyaratan yaitu 62,53 ml NaOH/100g. Pada kopi bubuk Sidikalang tidak memenuhi persyaratan yaitu 40,10 ml NaOH/100g.

Kadar sari kopi pada kopi bubuk Aceh memenuhi persyaratan yaitu 35,45%. Pada kopi bubuk Sidikalang tidak memenuhi persyaratan yaitu 62,88%.

5.2 Saran

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

Di Indonesia kopi mulai di kenal pada tahun 1696, yang di bawa oleh VOC. Tanaman kopi di Indonesia pertama kali di produksi di pulau Jawa dan hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Najiyati dan Danarti, 1997).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

(18)

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea L.

Spesies : Coffea arabica L.

Tanaman kopi terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah dan biji yang tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan dapat tumbuh mencapai tinggi 12 m serta memiliki daun berbentuk bulat telur dengan ujung yang agak meruncing. Buah kopi berbentuk bulat seperti kelereng dengan diameter sekitar 1 cm yang merupakan bagian utama dari pohon ini, karena bagian inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan minuman. Saat masih muda, kulit kopi berwarna hijau kemudian menjadi kuning dan setelah masak berwarna merah. Biji kopi merupakan bagian dalam dari buah kopi yang berwarna coklat kehijauan. Lapisan luar biji kopi berupa kulit ari yang sangat tipis dan bagian dalam berupa endospermae yang membentuk belahan tepat dibagian tengah buah, sehingga buah tampak terbelah sama besar (Rahmat, 2014).

(19)

Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta dan liberika. Umumnya, penggolongan kopi berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 1997).

Menurut Aak (1980), terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan, yakni:

1. Kopi Arabika

Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di dunia maupun di Indonesia khususnya.Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut. Sedangkan di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000 – 1750 m dari permukaan laut. Jenis kopi cenderung tidak tahan Hemilia Vastatrix. Namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat.

Kopi arabika merupakan jenis kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Kopi jenis ini berasal dari Ethiopia. Ciri-ciri kopi jenis arabika adalah sebagai berikut:

a) Aromanya wangi dan sedap seperti perpaduan antara bunga dan buah, b) Hidup di daerah sejuk dan dingin,

c) Rasa kopi arabika lebih halus, dan

(20)

Jenis kopi ini berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah Liberika.Pohon kopi liberika tumbuh dengan subur di daerah yang memilki tingkat kelembapan yang tinggi dan panas.Kopi liberika penyebarannya sangat cepat. Kopi ini memiliki kualitas yang lebih buruk dari kopi Arabika baik dari segi buah dan tingkat rendemennya rendah.

Karakteristik biji kopi liberika hampir sama dengan jenis arabika. Pasalnya, liberika merupakan pengembangan dari jenis arabika. Kelebihannya, jenis liberika lebih tahan terhadap serangan hama Hemelia vastatrixi dibandingkan dengan kopi jenis arabika (Panggabean, 2011).

3. Kopi Canephora (Robusta)

Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama robusta dipergunakan untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah nama botanis. Jenis kopi ini berasal dari Afrika, dari pantai barat sampai Uganda.Kopi robusta memiliki kelebihan dari segi produksi yang lebih tinggi di bandingkan jenis kopi arabika dan liberika.

Kandungan kafein dalam kopi robusta lebih tinggi jika dibandingkan dengan kopi arabika. Ciri-ciri kopi robusta adalah sebagai berikut:

a) Rasanya seperti cokelat,

b) Aroma yang dihasilkan khas dan manis, dan

c) Memiliki tekstur yang lebih kasar (Haryono dan Kurniati, 2013). 4. Kopi Hibrida

(21)

dengan induk hibridanya. Oleh karena itu, pembiakannya hanya dengan cara vegetatif seperti stek atau sambungan.

2.2 Kopi Aceh

Kopi yang berasal dari daerah Tanah Gayo Aceh tengah ini menjadi salah satu jenis kopi yang paling banyak dikonsumsi masyarakat maupun yang diekspor ke luar negeri. Kopi Gayo memiliki ciri unik dengan kekhasan aroma yang berbeda dengan kopi-kopi lain di Indonesia. Kopi Gayo menghasilkan sebagian besar jenis kopi Arabika terbaik. Cita rasa kopi Gayo sendiri terasa lebih pahit dengan tingkat keasaman rendah. Aromanya yang sangat tajam menjadikan jenis kopi ini disukai. Meskipun rasanya pahit, kopi Gayo memberi aroma gurih pada setiap tegukan (Yuliandri, 2015).

2.3 Kopi Sidikalang

(22)

2.4 Kopi Bubuk

Menurut SNI 01-3542-2004 kopi bubuk adalah biji kopi yang disangrai kemudian digiling dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu tanpa mengurangi rasa dan aromanya serta tidak membahayakan kesehatan.

Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana, dimana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas, pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dan alat-alat sederhana. Pembuatan kopi bubuk dibagi tiga tahap yaitu tahap penyangraian, pendinginan dan tahap penggilingan (Najiyati dan Danarti, 1997).

2.4.1 Proses Pengolahan Kopi Bubuk

Menurut Pangabean (2012) proses pengolahan kopi bubuk terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu sebagai berikut:

1. Penyangraian

Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik untuk membentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu penyangraian ditentukan atas dasar warna biji kopi penyangraian atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman.

(23)

Setelah proses penyangraian selesai, biji kopi harus segera didinginkan dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong. Selama pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai.

Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Hal ini untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna, rasa dan tingkat kematangan biji yang diinginkan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk pendinginan biji sangrai antara lain pemberian kipas atau dengan menaruhnya ke bidang datar.

3. Penghalusan/Penggilingan Biji Kopi Sangrai

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut dalam air seduhan.

2.4.2 Manfaat dan Efek Negatif Kopi Untuk Kesehatan

(24)

juga memiliki efek negatif yaitu dapat menimbulkan jantung berdebar-debar dan sulit tidur (Budiman, 2015).

2.4.3 Syarat Mutu Kopi Bubuk

Persyaratan mutu pada kopi bubuk dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Persyaratan Mutu Kopi Bubuk

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

I II

10 Cemaran mikroba:

10.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 106 Maks. 106

10.2 Kapang koloni/g Maks. 104 Maks. 104

*Untuk yang dikemas dalam kaleng Sumber:SNI 01-3542-2004

2.5 Penetapan Kadar kopi

2.5.1 Penetapan Kadar Abu

(25)

(1989) penetapan kadar abu dapat dilakukan secara langsung (cara kering) dan secara tidak langsung (cara basah) sebagai berikut:

1. Penetapan kadar abu secara langsung (cara kering)

Prinsip penetapan kadar abu langsung adalah dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500o-600oC yang kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran.

Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan labih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, kemudian dinaikkan suhunya.

2. Penetapan kadar abu secara tidak langsung (cara basah)

Prinsip penetapan kadar abu tidak langsung adalah memberikan reagen kimia

tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Bahan kimia yang sering

digunakan untuk pengabuan basah yaitu :

a. Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat

terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat.

b. Campuran asam sulfat dan potasium sulfat berfungsi untuk mempercepat reaksi

pada sampel.

c. Campuran asam sulfat dan asam nitrat, yang berfungi untuk mempercepat proses

pengabuan

d. Penggunaan asam perklorat dan asam nitrat, yang berfungsi untuk bahan yang

(26)

2.5.2 Gravimetri

Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat dengan cara menimbang hasil reaksi pengendapan. Dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,1995).

Pada dasarnya pemisahan zat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Mula-mula cuplikan zat dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lalu ditambahkan zat pengendap. Endapan yang terbentu disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan dan setelah dingin ditimbang (Rivai,1995).

2.5.3 Titrimetri

Titrimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).

Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik (Khopkar,1984).

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi, Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab qahwa yang berarti kekuatan. Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh bangsa Ethiopia di benua Afrika (Budiman, 2015).

Kopi (Coffea sp.) sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aroma harum, rasa khas nikmat, serta khasiatnya yang menyegarkan badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan banyak digemari (Najiyati dan Danarti, 1997).

Kopi bubuk adalah biji kopi yang sudah diproses dan digiling halus dalam bentuk butiran-butiran kecil sehingga mudah diseduh dengan air panas dan dikonsumsi (Najiyati dan Danarti, 1997).

Indonesia adalah Negara yang diberkahi dengan letak geografis dan struktur tanah baik tempat bertumbuhnya kopi. Terdapat bermacam jenis kopi di Indonesia, kopi Aceh dan kopi Sidikalang merupakan jenis kopi yang banyak diminati masyarakat. Meningkatnya konsumsi masyarakat akan permintaan kopi maka penanaman kopi terus berkembang.

(28)

bubuk adalah kadar abu, kadar kealkalian abu dan kadar sari. Berdasarkan hal tersebut, penulis perlu melakukan percobaan ini untuk mengetahui kadar abu, kadar kealkalian abu dan kadar sari pada kopi bubuk Aceh dan kopi bubuk Sidikalang.

1.2 Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah kadar abu, kealkalian abu dan kadar sari pada kopi bubuk Aceh dan Kopi bubuk Sidikalang memenuhi persyaratan SNI 01-3542-2004.

1.3 Manfaat

(29)

PENETAPAN KADAR ABU, KEALKALIAN ABU DAN SARI KOPI PADA KOPI ACEH DAN KOPI SIDIKALANG

ABSTRAK

Kopi (Coffea spp.) sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi.Aroma harum, rasa khas nikmat, serta khasiatnya yang menyegarkan badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan banyak digemari. Kopi Aceh dan kopi Sidikalang merupakan jenis kopi yang banyak diminati masyarakat. Menurut SNI 01-3542-2004 salah satu persyaratan kopi bubuk adalah kadar abu, kadar kealkalian abu dan kadar sari.

Penetapan kadar abu pada kopi bubuk dilakukan dengan metode gravimetri. Prinsip penetapan kadar abu yaitu pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan organik tidak. Penetapan

kadarkealkalian abu ditetapkan dengan titrasi asam basa dan penetapan kadar sari kopi dilakukan dengan metode gravimetri dimana kopi diekstraksi dengan air.

Diperoleh hasil kadar abu pada kopi Aceh memenuhi persyaratan SNI yaitu yaitu 4,59% dan pada kopi bubuk Sidikalang memenuhi persyaratan yaitu 3,16%.Kadar kealkalian abu pada kopi bubuk Aceh memenuhi persyaratan yaitu 62,53 ml NaOH/100g dan pada kopi bubuk Sidikalang tidak memenuhi persyaratan yaitu 40,10 ml NaOH/100g. Kadar sari kopi pada kopi bubuk Aceh memenuhi persyaratan yaitu 35,45% dan kopi bubuk Sidikalang tidak memenuhi persyaratan yaitu 62,88%.

(30)

PENETAPAN KADAR ABU, KEALKALIAN ABU DAN SARI

KOPI PADA KOPI ACEH DAN KOPI SIDIKALANG

TUGAS AKHIR

OLEH:

RIZA DWI YANA SIPAHUTAR NIM 132410028

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(31)

PENETAPAN KADAR ABU, KEALKALIAN ABU DAN SARI

KOPI PADA KOPI ACEH DAN KOPI SIDIKALANG

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RIZA DWI YANA SIPAHUTAR NIM 132410028

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

(32)
(33)
(34)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapatmenyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Abu, Kealkalian Abu dan Sari Kopi Pada Kopi Aceh Dan Kopi Sidikalang”. Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyusun tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Maruahal Situmorang, M.Si., Kepala Baristand Industri Medan. 5. Bapak Kusno, ST., Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Baristand

Industri Medan, yang telah memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

(35)

Pembimbing PKL di Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Baristand Industri Medan.

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

8. Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2013, yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada orang tua tersayang ayahanda Mayasin Sipahutar dan Ibunda Asmi Br. Tarigan atas doa dan dukungan baik moril maupun materil, juga kepada kakak dan adik tersayang Rukmayani Sipahutar, Amd.Rad dan Muhammad Zabbar Sipahutar yang selalu memberi masukan, dorongan dan motivasi pada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaar bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

(36)

PENETAPAN KADAR ABU, KEALKALIAN ABU DAN SARI KOPI PADA KOPI ACEH DAN KOPI SIDIKALANG

ABSTRAK

Kopi (Coffea spp.) sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi.Aroma harum, rasa khas nikmat, serta khasiatnya yang menyegarkan badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan banyak digemari. Kopi Aceh dan kopi Sidikalang merupakan jenis kopi yang banyak diminati masyarakat. Menurut SNI 01-3542-2004 salah satu persyaratan kopi bubuk adalah kadar abu, kadar kealkalian abu dan kadar sari.

Penetapan kadar abu pada kopi bubuk dilakukan dengan metode gravimetri. Prinsip penetapan kadar abu yaitu pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan organik tidak. Penetapan

kadarkealkalian abu ditetapkan dengan titrasi asam basa dan penetapan kadar sari kopi dilakukan dengan metode gravimetri dimana kopi diekstraksi dengan air.

Diperoleh hasil kadar abu pada kopi Aceh memenuhi persyaratan SNI yaitu yaitu 4,59% dan pada kopi bubuk Sidikalang memenuhi persyaratan yaitu 3,16%.Kadar kealkalian abu pada kopi bubuk Aceh memenuhi persyaratan yaitu 62,53 ml NaOH/100g dan pada kopi bubuk Sidikalang tidak memenuhi persyaratan yaitu 40,10 ml NaOH/100g. Kadar sari kopi pada kopi bubuk Aceh memenuhi persyaratan yaitu 35,45% dan kopi bubuk Sidikalang tidak memenuhi persyaratan yaitu 62,88%.

(37)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Tujuan... 2

1.3 Manfaat... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kopi ... 3

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 3

2.1.2 Jenis-Jenis Kopi ... 4

2.2 Kopi Aceh ... 7

2.3 Kopi Sidikalang ... 7

2.4 Kopi Bubuk ... 7

(38)

2.4.3 Syarat Mutu Kopi Bubuk ... 9

2.5 Penetapan Kadar kopi ... 10

2.5.1 Penetapan Kadar Abu ... 10

2.5.2 Gravimetri ... 11

2.5.3 Titrimetri ... 12

BAB III METODE PENGUJIAN ... 13

3.1 TempatdanWaktuPengujian ... 13

3.2 Alat-alat ... 13

3.3 Bahan ... 13

3.4 Sampel ... 13

3.5 ProsedurKerja ... 13

3.5.1 Penetapan Kadar Abu ... 13

3.5.2 Penetapan Kadar Kealkalian Abu ... 14

3.5.3 Penetapan Kadar Sari Kopi ... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1 HasildanPembahasan ... 16

4.1.1 HasilPenetapan Kadar Abu ... 16

4.1.2 HasilPenetapan Kadar Kealkalian Abu ... 16

4.1.3 HasilPenetapan Kadar Sari Kopi ... 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 19

5.1 Kesimpulan ... 19

5.2 Saran ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 20

(39)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Persyaratan Mutu Kopi Bubuk ... 10

4.1 Hasil Penetapan Kadar Abu ... 16

4.2 Hasil Penetapan Kadar Kealkalian Abu ... 17

(40)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Perhitungan Penetapan Kadar Abu ... 21

2 Perhitungan Penetapan Kadar Kealkalian Abu ... 22

3 Perhitungan Penetapan Kadar Sari Kopi ... 23

4 Gambar Sampel Kopi ... 24

Gambar

Gambar Kopi Bubuk Sidikalang
Gambar oven
Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar abu
Tabel 4.2 Hasil penetapan kadar kealkalian abu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam pengembangan kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah mempunyai prospek yang baik, terutama terpenuhinya syarat tumbuh tanaman (tanah dan iklim), tersedianya lahan,

Peningkatan harga kopi arabika dunia sebesar 10% menyebabkan harga kopi arabika di Indonesia juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 0.0256%. Begitupula dengan harga

Setelah pemanasan contoh pada pengujian

formulasi Unihaz 3,4,5,6 dan 7 efektif mengendalikan gulma di lahan kopi rakyat baik yang ditanam di dataran sedang maupun dataran tinggi dan berbeda tidak nyata

E-book Morfologi Biji Kopi Arabika (Coffea arabica) di Kawasan Lereng Argopuro ini berisikan tentang pengertian kopi dan jenis kopi apa saja yang ditanam di kawasan lereng

Kopi arabika yang dihasilkan dari kawasan dataran tinggi Gayo biasanya disebut dengan kopi Gayo (Gayo Coffee). Nama Gayo mengacu kepada suatu dataran tinggi yang

Meski sudah mendapat pengakuan sebagai penghasil kopi arabika terbaik di dunia, dan hamparan kebunnya sangat luas, namun produktivitas kopi arabika Gayo masih

Kopi jenis robusta dan kopi yang ditanam di daerah kering biasanya menghasilkan buah pada Kopi jenis robusta dan kopi yang ditanam di daerah kering biasanya menghasilkan buah pada