KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT ROKAN HULU
S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
110200475
INDA PUSPITA SARI HASIBUAN
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA
BANK PERKREDITAN RAKYAT ROKAN HULU
Oleh
110200475
INDA PUSPITA SARI HASIBUAN
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001
Dosen Pembimbing I
NIP. 196603031985081001 Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum
Dosen Pembimbing II
NIP. 196801281994032001 Puspa Melati Hasibuan, SH., M. Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
*Inda Puspita Sari Hasibuan **Hasim Purba ***Puspa Melati Hasibuan
Pemberian kredit yang terjadi di Rokan Hulu oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Usaha tidak selalu dapat berjalan lancar dan baik, suatu saat jika pemberi pinjaman kredit atau kreditur mengalami kesulitan untuk meminta angsuran dari warga Rokan Hulu yang mengajukan pinjaman atau disebut dengan debitur karena kelalaian dan atau kesengajaan debitur dan atau adanya sesuatu hal lain yang sifatnya memaksa serta tiba-tiba. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu, pemberian kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan, sebagai dasar untuk memecahkan masalah. Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat.
Hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan
Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Pemberian Kredit oleh
Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, terlebih dahulu calon debitur harus mempunyai jaminan yang dijadikan sebagai alas hak (document of title) atas barang yang dapat dipergunakan sebagai agunan. Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dilakukan secara bertahap
yaitu sebagai berikut tahap pengajuan permohonan kredit. Hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Dalam praktik pelaksanaan perjanjian kredit di Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ditemukan beberapa permasalahan yang timbul antara lain:Pihak pemegang Hak Tanggungan kesulitan mengawasi penggunaan barang jaminan yang dititipkan pemberi Hak Tanggungan, karena meskipun pemberi Hak tanggungan berkewajiban memelihara, namun kadang ada pemberi Hak Tanggungan yang beritikat kurang baik, sehingga mempergunakan barang jaminannya seenaknya sehingga akan menurunkan nilai barang. Pihak pemegang Hak Tanggungan cukup kesulitan untuk melakukan pengawasan secara langsung akan penggunaan kredit yang dicairkan.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Pemberian Kredit, Hak Tanggungan * Mahasiswa Fakultas Hukum
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad
dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah
Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan
Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.
Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi
ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian
penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan
penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis
terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih kapada :
1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan sekaligus sebagai dosen pembimbing I.
6. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi
menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai
dengan menyelesaikan skripsi ini.
8. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda
Ir. H. Kamaluddin Hasibuan, M.Si dan Ibunda Alm. Hj. Siti Delima Siregar,
abangda Irfan Abdullah Hasibuan, SP, Nazwa Shafina Hasibuan, Mhd.
Fahrizal yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih
sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.
9. Buat teman-teman stambuk 011, Agung Firmansyah, Arman Waruwu, Adriza
Mutaqin Siregar, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas
dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita
lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon
maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan
kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.
Medan, Juli 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 9
C. Tujuan Penulisan ... 10
D. Manfaat Penulisan ... 11
E. Metode Penelitian ... 11
F. Keaslian Penulisan ... 14
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT ... 19
A. Pengaturan Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat .... 19
B. Bentuk Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat ... 25
C. Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat 30 D. Kedudukan Jaminan pada Perjanjian Kredit Bank pada Bank Perkreditan Rakyat. ... 34
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN ... 39
A. Pengertian dan Ciri-ciri serta Sifat Hak Tanggungan ... 39
C. Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan ... 48
1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan ... 48
2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan ... 49
3. Eksekusi Hak Tanggungan ... 50
BAB IV PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN . HAK TANGGUNGAN PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT ROKAN HULU ... 56
A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat ... 56
B. Tata Cara Pemberian Kedit dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dan Pemberian Kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ... 62
C. Hambatan-Hambatan yang dihadapi dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
*Inda Puspita Sari Hasibuan **Hasim Purba ***Puspa Melati Hasibuan
Pemberian kredit yang terjadi di Rokan Hulu oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Usaha tidak selalu dapat berjalan lancar dan baik, suatu saat jika pemberi pinjaman kredit atau kreditur mengalami kesulitan untuk meminta angsuran dari warga Rokan Hulu yang mengajukan pinjaman atau disebut dengan debitur karena kelalaian dan atau kesengajaan debitur dan atau adanya sesuatu hal lain yang sifatnya memaksa serta tiba-tiba. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu, pemberian kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan, sebagai dasar untuk memecahkan masalah. Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat.
Hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan
Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Pemberian Kredit oleh
Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, terlebih dahulu calon debitur harus mempunyai jaminan yang dijadikan sebagai alas hak (document of title) atas barang yang dapat dipergunakan sebagai agunan. Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dilakukan secara bertahap
yaitu sebagai berikut tahap pengajuan permohonan kredit. Hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Dalam praktik pelaksanaan perjanjian kredit di Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ditemukan beberapa permasalahan yang timbul antara lain:Pihak pemegang Hak Tanggungan kesulitan mengawasi penggunaan barang jaminan yang dititipkan pemberi Hak Tanggungan, karena meskipun pemberi Hak tanggungan berkewajiban memelihara, namun kadang ada pemberi Hak Tanggungan yang beritikat kurang baik, sehingga mempergunakan barang jaminannya seenaknya sehingga akan menurunkan nilai barang. Pihak pemegang Hak Tanggungan cukup kesulitan untuk melakukan pengawasan secara langsung akan penggunaan kredit yang dicairkan.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Pemberian Kredit, Hak Tanggungan * Mahasiswa Fakultas Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena
pendapatan terbesar bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bentuk bunga,
provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan
menentukan keuntungan dan kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena
itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari
perencanaan besarnya kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit,
analisis pemberian kredit, sampai kepada pengendalian atas kredit yang macet.
Pemberian kredit merupakan fungsi strategis yang dimiliki bank dan fungsi ini
pula yang seringkali menjadi penyebab bangkrutnya sebuah bank”.1
Untuk mengurangi risiko atas kerugian terhadap pemberian kredit, Bank
harus melakukan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya. Untuk memperoleh
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur, maka sebelum memberikan
kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, jaminan dan prospek usaha dari debitur.
Salah satu unsur penting dalam pemberian kredit adalah jaminan
(collateral). Istilah jaminan berasal dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau
1
cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya
kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang
bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atas utang yang diterima
debiturnya terhadap krediturnya2
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, maka lahirlah
undang-undang yang mengatur hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah. Sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan ini
kita masih menggunakan peraturan yang lama sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 57 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, bahwa selama undang-undang mengenai Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) sebagaimana
dikehendaki dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan
mengenai Hypotheek dalam Buku II KUHPerdata, Credietverband dalam
Staatsblad 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.
.
3
2
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 66
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, maka
terwujudlah sudah unifikasi hukum tanah nasional yang merupakan salah satu
tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria dan seluruh ketentuan mengenai
Hypotheek dan Credietverband tidak diberlakukan lagi dan sebagai gantinya
3
diberlakukan ketentuan di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, sehingga
Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah. 4
Kelahiran Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah merupakan suatu
jawaban atas amanah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
Undang-Undang Pokok Agraria yaitu adanya unifikasi dalam lembaga jaminan di
Indonesia, di samping untuk memenuhi kebutuhan akan modal yang semakin
besar untuk keperluan pembangunan. Keberadaan Undang-Undang Hak
Tanggungan bagi sistem Hukum Perdata khususnya Hukum Jaminan yaitu dalam
rangka memberikan kepastian hukum yang seimbang dalam bidang pengikatan
jaminan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit
kepada kreditur, debitur maupun pemberi Hak Tanggungan dan pihak ketiga yang
terkait.
Hal tersebut mengingat bahwa dalam perjanjian kredit senantiasa
memerlukan jaminan yang cukup aman bagi pengembalian dana yang disalurkan
melalui kredit. Adanya jaminan ini sangat penting kedudukannya dalam
mengurangi risiko kerugian bagi pihak bank (kreditur). Adapun jaminan yang
ideal dapat dilihat dari :
1. Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukan ;
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk
meneruskan usahanya;
4
3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu,
maka diuangkan untuk melunasi utang si debitur.5
Diantara berbagai hal yang diatur dalam UUHT, tiga hal yang perlu
mendapat perhatian yaitu mengenai perkembangan dan penegasan obyek Hak
Tanggungan, masalah yang berkenaan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) yang substansi dan syarat berlakunya berbeda dengan
praktek yang berlaku selama ini, dan penegasan tentang kekuatan eksekutorial
Sertipikat Hak Tanggungan. Dalam Pasal 14 UUHT dikatakan bahwa Sertipikat
Hak Tanggungan berfungsi sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang
memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”, dan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai
pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Dengan
demikian apabila ternyata di kemudian hari debitur ciderajanji, akan memberikan
kemudahan dan kepastian hukum dalam penyelesaian hutang piutang karena tanpa
melalui proses gugatan terlebih dahulu, sehingga adanya kekuatan eksekutorial
pada Sertipikat Hak Tanggungan merupakan landasan hukum bagi kreditur
sebagai upaya untuk mempercepat pelunasan kredit.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT bahwa apabila debitur cidera janji,
maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek
Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
5
R.Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan)
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Namun dalam
kenyataannya yang terjadi tidak selalu sesuai dengan apa yang termuat dalam
undang-undang tersebut diatas. Dalam suatu pemberian kredit, bank atau pihak
pemberi selalu berharap agar debitur dapat memenuhi kewajibannya untuk
melunasi tepat pada waktunya terhadap kredit yang sudah diterimanya. Dalam
praktek, tidak semua kredit yang sudah dikeluarkan oleh bank dapat berjalan dan
berakhir dengan lancar. Tidak sedikit pula terjadinya kredit bermasalah
disebabkan oleh debitur tidak dapat melunasi kreditnya tepat pada waktunya
sebagaimana yang telah disepakati dalam Perjanjian Kredit antara pihak debitur
dan perusahaan perbankan. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kredit
bermasalah misalnya karena debitur tidak mampu atau karena mengalami
kemerosotan usaha dan gagalnya usaha yang mengakibatkan berkurangnya
pendapatan usaha debitur atau memang debitur segaja tidak mau membayar
karena karakter debitur tidak baik.
Bank dan lembaga keuangan (bukan bank) lainnya dalam menyalurkan
dana pinjaman kepada masyarakat akan mendapatkan konpensasi dalam bentuk
bunga pinjaman, provisi dan pendapatan lainnya, yangmana kesemuanya itu
merupakan pendapatan. Karena dana yang disalurkan adalah dana masyarakat,
maka didalam menyalurkan dananya kepada masyarakat selalu menggunakan
prinsip kehati-hatiannya. Pada umumnya bank atau lembaga bukan bank laninya
tidak akan berani memberikan kredit yang sumbernya dari dana masyarakat
Adapun peranan penting dari jaminan tersebut adalah guna
memberikanhak dan kekuasaan kepada bank selaku kreditur untuk mendapatkan
pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut, apabila pihak peminjam
(debitur) cidera janji tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian. Hal itu mungkin saja terjadi, karena tidak semua
nasabah yang mendapatkan pinjaman dari bank dapat menggunakan dananya
dengan benar dan berhasil.
Jaminan dalam transaksi bisnis sangatlah penting, begitu pula dengan
perkreditan sebagai sumber pembiayaan yang berfungsi menunjang kegiatan
bisnis itu sendiri. Salah satu masalah hukum yang belum tuntas penangananya
adalah masalah dibidang hukum jaminan, dimana masalah ini memerlukan
pemikiran yang serius. Hukum jaminan memiliki kaitan yang sangat erat dengan
bidang hukum benda dan bidang hukum perbankan. Dalam bidang perbankan,
hukum jaminan kaitannya terletak pada fungsi perbankan sebagai penghimpun
dan penyalur dana masyarakat dalam bentuk kredit yang mana merupakan tulang
punggung bagi dunia usaha dan pembangunan ekonomi suatu negara.
Lembaga Bank dan bukan bank didalam menyalurkan pinjaman (kredit)
mempunyai tingkat risiko (degree of risk) yang sangat tinggi, sehingga sudah
selayaknyalah bertindak ekstra hati-hati dan obyektif didalam menyetujui dan atau
menolak permohonan pengajuan pinjaman (kredit) oleh pihak debitur. Sikap
kehati-hatian itu dipandang perlu karena bank atau bukan bank adalah lembaga
perbankan merupakan kegiatan menghitung, mengidentifikasikan dan sekaligus
mengatasi risiko agar menjadi manageable.
Pelaksanaan pemberian kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu
Usaha tidaklah selalu berjalan dengan lancar dan baik, suatu saat jika pemberi
pinjaman kredit atau kreditur mengalami kesulitan untuk meminta angsuran dari
debitur yang mengajukan pinjaman atau disebut dengan debitur karena kelalaian
dan atau kesengajaan debitur dan atau adanya sesuatu hal lain yang sifatnya
memaksa serta tiba-tiba, misalnya terjadi bencana alam, tanah longsor, kebakaran,
gempa bumi maupun banjir yang melanda di Rokan Hulu. Debitur kehilangan
sebagian bahkan seluruh harta kekayaannya yang mereka miliki, pihak kreditur
(bank) tidak dapat begitu mudah memaksa debitur untuk segera melunasi hutang
karena keadaan debitur tidak memungkinkan untuk segera melunasi hutang akan
tetapi debitur tetap mempunyai kewajiban untuk mengembalikan kredit yang telah
diterima berikut bunganya sesuai dengan perjanjian.6
Syarat-syarat kredit diantaranya yaitu adanya penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang, adanya persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, adanya
kewajiban melunasi utang, adanya jangka waktu tertentu, adanya pemberiaan
bunga kredit. Oleh karena itu dalam penyaluran kredit diperlukan perjanjian kredit
yang merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan kreditur yang
melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban membayar
6
kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan
kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.7
Penyaluran kredit merupakan kegiatan yang berisiko bagi bank oleh
karena itu perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum jaminan yang jelas
dan lengkap, mengingat setiap penyaluran kredit memerlukan jaminan yang kuat.8
Salah satu jaminan yang sering digunakan adalah luas atas tanah atau
disebut juga dengan hak tanggungan. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria berikut
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Pertimbangan lain karena Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai title
eksekutorial, dan yang lebih penting adalah hak tanggungan telah diatur dalam
undang-undang, serta harga dari tanah yang menjadi obyek hak tanggungan
cenderung terus meningkat. Dalam perbankan, perjanjian kredit yang tidak diikuti
dengan perjanjian Hak Tanggungan akan mempunyai risiko yang tinggi terhadap
bank itu sendiri (kreditur). Kreditur pemegang hak tanggungan merupakan
kreditur separatis yang mempunyai preferensi terhadap Hak Tanggungan yang
7
Legal Banking, Perjanjian Kredit dan Penggakuan Hutang,
Diakses tanggal 14 Juli 2015
8
dipegangnya. Dalam perjanjian Hak Tanggungan disebutkan bahwa apabila
debitur wanprestasi, kreditur dengan kekuasaan sendiri dapat menjual obyek hak
tanggungan, sebagai salah satu ciri danpreferensi hak tanggungan dan merupakan
perwujudan dari asas droit de preference. Asas ini berlaku bagi. hipotik yang telah
digantikan oleh hak tanggungan sepanjang yang menyangkut tanah.9
Permasalahan yang mungkin muncul dalam penyaluran kredit diantaranya
adalah 1) Tidak didaftarkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) ke Kantor Pertanahan guna penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan, 2)
Objek Hak Tanggungan telah dijual debitur. (3) Debitur wanprestasi karena
berbagai faktor, 4) Beralihnya Objek Hak Tanggungan karena Pemberi Kuasa
telah meninggal atau objek Hak Tanggungan menjadi tanah warisan dari berbagai
pihak, 5) Objek Hak Tanggungan disewakan tanpa persetujuan Pemberi Pinjaman.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dalam penulisan hukum
(skripsi) ini memilih judul Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian
Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan
Hulu.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :
9
Sultan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas. Ketentuan-ketentuan Pokok dan
1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan
jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ?
2. Bagaimana tata cara pemberian kedit dengan jaminan hak tanggungan
pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu?
3. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian
kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat
Rokan Hulu?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit
dengan jaminan hak tanggungan pada bank prekreditan rakyat Rokan Hulu.
2. Untuk mengetahui tata cara pemberian kedit dengan jaminan hak tanggungan
pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.
3. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara
teoritis maupun praktis.
1. Manfaat teoritis
a. Hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu
terhadap pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan
pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai
tinjauan yuridis terhadap pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan
hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.
2. Manfaat praktis
Diharapkan dapat memberikan masukan kepada pelaku usaha atau
masyarakat perbankan untuk lebih teliti dalam pengikatan benda jaminan
dengan Hak Tanggungan.
E. Metode Penulisan
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara
menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian.
Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk
memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan pelaksanaan
pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan. 10
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan
yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai
10
peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan
jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan, sebagai dasar
untuk memecahkan masalah. Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan
pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat
perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai
perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Berbagai
temuan di lapangan yang bersifat individual atau kelompok akan dijadikan bahan
utama dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada
ketentuan yang berlaku.
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini
melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami
dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud
untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh,
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan hak tanggungan.11 Penelitian ini akan dibantu dengan kajian dari
sisi normatif, yaitu nilai ideal sesuai dengan apa yang seharusnya berlaku menurut
aturan hukum positif.
11
3. Sumber Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dilapangan,
diamati dan dicatat gejala hukum yang terjadi yang berasal dari informan
yang menjadi sumber dalam penelitian ini.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi dan
studi kepustakaan serta berbagai macam dokumen tertulis lainnya yang
didapatkan pada lokasi penelitian dan memiliki relevansi dengan objek
penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan skripsi ini, terdapat dua teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Sasaran penelitian kepustakaan ini terutama untuk mencari landasan teori
dari objek kajian dengan cara:
1) mempelajari buku-buku yang berhubungan baik langsung dengan objek
dan materi skripsi ini.
2) Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Dalam penelitian ini, peneliti ke Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu
guna melakukan wawancara / Interview secara langsung pada Kepala Bagian
Kredit Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dengan Agie selaku Kepala Bagian
Umum yang berhubungan dengan masalah yang terkait pada penelitian skripsi ini.
5. Teknik Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan
dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan
menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya
melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar
sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan
bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna
mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan
saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang
dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.12
F. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
penulisan skripsi terkait dengan Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan
Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan
12
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
Rakyat Rokan Hulu, telah dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis
diantaranya adalah :
1. Fachrizal, Deri NIM 090200402, tahun 2013 dengan judul Tinjauan Yuridis
Terhadap Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan Dalam
Mengatasi Kredit Macet (Studi Pada Bank Danamon Cab. Pembantu
Sukaramai). Permasalahan dalam penelitian Prosedur Pengikatan Sertifikat
Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Perjanjian Kredit pada Bank Danamon
Cabang Pembantu Sukaramai. Kendala-kendala Hak Tanggungan dalam
Pemenuhan Hak-Hak Para Pihak Dalam Proses Eksekusi Hak Tanggungan
pada Bank Danamon Cabang Pembantu Sukaramai. Kekuatan Eksekutorial
Sertifikat Hak Tanggungan pada Bank Danamon Cabang Pembantu
Sukaramai. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis adalah permasalahan
hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit, tata cara pemberian
kredit, hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian
kredit.
2. Simbolon Satilda T. NIM 090200298, tahun 2014 dengan judul Pemberian
Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna
Bangunan (Studi pada Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Prosedur Pemberian Kredit dengan
Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan pada Bank
Internasional Indonesia Kendala dalam perjanjian Menggunakan Hak
Indonesia, Tbk Cabang Medan. Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian
Kredit menggunakan Jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna
Bangunan pada Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan. Perbedaan
penelitian yang dilakukan penulis adalah permasalahan hak dan kewajiban
para pihak dalam pemberian kredit, tata cara pemberian kredit,
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit.
3. Nasution, Ahmad Huda Dayan, NIM 070200368 tahun 2012, dengan judul
Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Eksekusi Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan Hak Tanggungan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
Prosedur Umum Pemberian Kredit Dengan Jaminan di Indonesia. Kedudukan
Kreditur Pemegang Hak Tanggungan. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan
dan Perlindungan bagi Kreditur Pemegang Hak Tanggungan. Perbedaan
penelitian yang dilakukan penulis adalah permasalahan hak dan kewajiban
para pihak dalam pemberian kredit, tata cara pemberian kredit,
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit.
Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun
tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian
penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah
ide penulis sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat
dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan
yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub
bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam
skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan
penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan, keaslian
penelitian dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK
Bab ini berisikan Pengaturan Perjanjian Kredit Bentuk Perjanjian
Kredit, Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN
Bab ini berisikan mengenai pengertian hak tanggungan ciri-ciri dan
sifat hak tanggungan, objek hak tanggungan, subjek hak
tanggungan dan proses pembebanan hak tanggungan, tahap
pemberian hak tanggungan, tahap pendaftaran hak tanggungan dan
eksekusi hak tanggungan
BAB IV PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN
HAK TANGGUNGAN PADA BANK PERKREDITAN
Bab ini berisikan menguraikan tentang hak dan kewajiban para
pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan
pada Bank Prekreditan Rakyat dan tata cara pemberian kedit
dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat
Rokan Hulu dan Pemberian Kredit oleh Bank Prekreditan Rakyat
Rokan Hulu pembuatan akta pemberian hak tanggungan,
pendaftaran akta pemberian hak tanggungan serta
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat
Rokan Hulu
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab
ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.
Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran
merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan
dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya
TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK
A. Pengaturan Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat
Perjanjian kredit (PK) menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah
satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga
KUHPerdata. Dalam bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan pada
hakikatnya merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur
dalam Pasal 1757 sampai 1769 KUHPerdata. Namun demikian dalam praktek
perbankan modern, hubungan hukum dalam kredit tidak semata-mata berbentuk
hanya perjanjian pinjam meminjam saja melainkan adanya campuran dengan
bentuk perjanjian yang lainnya seperti perjanjian pemberian kuasa, dan perjanjian
lainnya. Dalam bentuk yang campuran demikian maka selalu tampil adanya suatu
jalinan diantara perjanjian yang terkait tersebut.
Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313
KUHPerdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
R. Subekti memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal.13
13
Abdul Kadir Muhammad memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu
persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.14
Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat sahnya suatu perjanjian
adalah :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat berarti bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus
benar-benar menyetujui isi perjanjian tersebut. Jadi, apa yang dikehendaki oleh
pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya secara bebas atau suka
rela. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata kata sepakat tidak sah apabila diperoleh
karena paksaan, kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud paksaan adalah paksaan
rohania atau paksaan jiwa, bukan paksaan badan (fisik) misalnya, seseorang
diancam atau ditakut-takuti sehingga menyetujui suatu perjanjian. Sedang
kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf mengenai barang yang menjadi
pokok perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian
sedemikian rupa, sehingga apabila tidak khilaf ia tidak akan memberikan
persetujuan. Penipuan terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan
keterangna palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk
memberikan persetujuan.
14
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya
adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa
orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
a. Orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang dibawah pengampuan
Kecakapan harus ada pada subjek yang membuat perjanjian karena ia
harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya akibat adanya
perjanjian tersebut. KUHPerdata memberikan batas usia dewasa yaitu 21 atau
sudah kawin, sedangkan UU Perkawinan memberikan batas usia dewasa itu 18
tahun. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang boros
atau yang tidak sehat pikirannya, karenanya orang ini tidak dapat berbuat bebas
terhadap kekayaannya sehingga ia berada dibawah pengawasan pengampunya
3. Suatu hal tertentu
Pasal 1333 dan Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan bahwa paling tidak
objek perjanjian itu harus dapat ditentukan jenisnya, baik benda itu berwujud
maupun tidak berwujud. Objek perjanjian dapat berupa benda-benda yang baru
akan ada di kemudian hari.
4. Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal adalah maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri. Dalam
Pasal 1335 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian dinyatakan tidak
palsu atau sebab yang terlarang. Perjanjian yang dibuat tanpa sebab, misalnya,
jika dibuat suatu perjanjian novasi atau suatu perjanjian yang tidak ada
sebelumnya. Perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu untuk menutupi
sebab yang sebenarnya, misalnya, jual beli narkotika untuk sebab pengobatan
ternyata untuk pemakaian secara bebas, sedang sebab yang terlarang adalah sebab
yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif
karena menyangkut orang atau subjek yang membuat perjanjian, bila syarat ini
tidak dipenuhi maka perjanjian atas permohonan yang bersangkutan dapat
dimintakan pembatalanya kepada hakim yang berlaku sejak putusan hakim
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sedang syarat ketiga dan keempat
disebut syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian dan bila salah satu
dari syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum dimana
perjanjian itu dianggap tidak pernah ada sejak semula dan pembatalan ini juga
harus dimintakan kepada hakim dimana syarat-syarat yang terdapat pada Pasal
1320 KUHPerdata berlaku juga di dalam perjanjian kredit yang merupakan
perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian yang diatur dalam
bagian khusus harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata.15
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan menyatakan bahwa
yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
15
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga.16
Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang
sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan
sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut. 17
1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak
penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian
disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang
dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan
misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan
fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC).
2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam merupakan dasar
dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk
perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk
kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia.
16
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka 11.
17
Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH
Perdata, Buku Ketiga tentang Perikatan. Perjanjian kredit yang dibuat secara
sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank
dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian
yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang berjanji.
3. Adanya kewajiban melunasi hutang Pinjam-meminjam uang adalah suatu
hutang bagi peminjam. Pinjam meminjam wajib melunasinya sesuai dengan
yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur wajib
melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran
yang telah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian
kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang
diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu hutang yang
harus dibayar kembali oleh debitur.18
4. Adanya jangka waktu tertentu Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka
waktu tertentu. Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas
pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah
kredit yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun.
Kredit jangka menengah adalah yang mempunyai jangka waktu di atas satu
tahun sampai dengan tiga tahun, dan kredit jangka panjang adalah kredit yang
18
mempunyai jangka waktu di atas tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit
ditetapkan berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank dan
mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan membayar
dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit
tentang jangka waktu tertentu dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit
harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
5. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu
bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan
suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan
harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun,
sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggu naan uang bank oleh
debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian
kredit dilakukan pembayarannya oleh debitur, merupakan salah satu sumber
pendapatan yang utama bagi bank.19
B. Bentuk Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat
Setiap kredit yang telah disepakati oleh pemberi kredit (kreditur) dan
penerima kredit (debitur) maka wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu
perjanjian kredit. Perjanjian itu sendir diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata.
19
Perjanjian kredit sendiri berakar pada perjanjian pinjam meminjam sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata.
Pasal 8 ayat (2) huruf a UU Perbankan menjelaskan bahwa pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan dalam bentuk tertulis. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa bank dalam memberikan kredit wajib mempergunakan
perjanjian kredit dalam bentuk tertulis.
Bentuk perjanjian kredit secara tertulis tersebut bertujuan untuk
memudahkan pihak bank maupun nasabah dalam pelaksanaan kredit, karena
dalam isi perjanjian dapat diketahui secara jelas mengenai subjek, objek, maupun
hal-hal lain yang diperjanjikan. Bentuk perjanjian ini juga dianggap lebih aman
bagi para pihak apabila dibandingkan dengan bentuk lisan, karena dengan bentuk
tertulis tersebut para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan,
dan ini merupakan bukti yang kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu terhadap
kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh para
pihak.
Perjanjian kredit dapat dilakukan secara lisan atau tertulis yang terpenting
memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian,
perjanjian yang dilakukan secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti,
karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak
yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian lisan tentu
sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori ini
pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi
apapun haruslah dibuat secara tertulis yang digunakan sebagai alat bukti.
Menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh tabungan
atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat
perjanjian kredit sebagai alat bukti.
Dasar hukum yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah :
1. Instruksi presidium
Kabinet Nomor 115/EK/IN/10/1996 Tanggal 10 Oktober 1996,
menegaskan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai
bentuk tanpa ada perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur, nasabah
atau bank-bank sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam
memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad
kreditnya.
2. Surat Keputusan Direksi bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 27/17/UPB Tanggal 31 Maret 1995 tentang
Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Bagi
Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan
disepakti pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit)
secara tertulis.
3. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap bank devisa No.
03/1093/UPK/PKD Tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang
keputusan-keputusan tersebut maka pemberian kredit oleh bank kepada
debiturnya menjadi pasti bahwa:
a) Perjanjian diberi nama perjanjian kredit
b) Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis
Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai
alat bukti. Setiap kredit yang diberikan harus dituangkan dalam perjanjian kredit
secara tertulis yang sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di bawah
tangan. Menurut Pasal 1874 KUHPerdata yang dimaksud akta di bawah
tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui
perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti.
Pengikatan yang dilakukan antara bank dan nasabah tanpa dihadapan
notaris.20
20
Jopie Jusuf, Kriteria Jitu Memperoleh kredit bank, Elex Media Komputindo, Jakarta 2003, hal 165.
Artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank
kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah
dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir
perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan
ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. bentuk perjanjian
kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah
kredit yang isinya sudah disiapkan bank kemudian disodorkan kepada setiap
calon debitur untuk dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian
kredit tersebut yang sebelumnya syarat-syarat tersebut tidak pernah
dirundingkan atau dinegosiasikan dengan calon debitur. Debitur mau tidak
mau harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir
perjanjian kredit karena calon debitur dalam posisi lemah karena sangat
membutuhkan kredit sehingga apapun persyaratan yang tercantum dalam
formulir perjanjian kredit calon debitur dapat menyetujui
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau pengikatan yang
dilakukan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil.
Pasal 1868 KUH Perdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang
berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Yang
menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam
praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank
kemudian diberikan kepada kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta
notaril dimana notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa
yang diinginkan para pihak yang bersangkutan dalam bentuk akta notaris atau
akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta
otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan
jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal
dari satu bank).21 Perjanjian Kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit
secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun akta notariil.
C. Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat
Pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur tentunya memiliki
asas atau prinsip. Layaknya perjanjian pada umumnya maka pmberian kredit yang
dituangkan dalam bentuk perjanjian pun wajib mengikuti asas dan prinsip kontrak
yang baik. Namun selain asas atau prinsip kontrak yang baik pada umumnya,
dalam pemberian kredit juga terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
sesuai dengan fungsi perbankan dan perkreditan. Pada dasarnya ada dua prinsip
utama yang menjadi pedoman dalam pemberian kredit, yaitu:22
1. Prinsip kepercayaan
Ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah
debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa
kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan
peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang
bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
Prinsip kehati-hatian bank dalam menjalankan kegiatan usahanya,
termasuk pemberian kredit kepada debitur harus selalu berpedoman dan
21
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003. hal 101
22
menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam
bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua
persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian
kredit oleh bank yang bersangkutan.
Sementara itu, selain kedua prinsip umum tersebut, berdasarkan penjelasan
Pasal 8 UU Perbankan, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit
adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah
debitur, yang kemudian dikenal dengan sebutan dengan Prinsip 5 C, yaitu:23
1. Penilaian watak (Character)
Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk
mengetahui kejujuran atau itikad baik calon debitur untuk melunasi atau
mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian
hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang telah
terjalin antara bank dan calon (debitur) atau informasi yang diperoleh dari pihak
lain yang mengetahui moral, kepribadian, dan perilaku calon debitur dalam
kehidupan kesehariannya.
2. Penilaian kemampuan (Capacity)
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debiturnya dalam bidang
usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang
akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya
dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.
23
Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala
besar. Demikian juga jika trend bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya
tidak diberikan. Kecuali jika penurunan itu karena kekurangan biaya sehingga
dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka
Trend atau kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin membaik.
3. Penilaian modal (Capital)
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara
menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui
kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyeek
atau usaha calon debitur yang bersangkutan. Dalam praktek selama ini bank
jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan
nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya
itu dapat dibiayai dengan kredit bank. Jadi bank fungsinya adalah hanya
menyediakan tambahan modal, biasanya lebih sedikit dari pokoknya.
4. Penilaian agunan (Collateral)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya
wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah
dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit yang diberikan kepadanya.
Untuk itu sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan
maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan
tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau
5. Penilaian prospek usaha (Condition of Economy)
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar begeri baik
masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil
proyek atau usaha calon debitur yang akan dibiayai bank dapat diketahui.
Selain Prinsip 5 C tersebut, dalam pemberian kredit kepada nasabah
debitur, bank juga menerapkan prinsip lain, yaitu Prinsip 5 P, yaitu:24
1. Party (para pihak)
Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap
pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu
“kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya,
kemampuannya, dan sebagainya.
2. Purpose (tujuan)
Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak
kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif
yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan. Dan harus pula diawasi
agar kredit tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan
dalam perjanjian kredit.
3. Payment (pembayaran)
Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon
debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan
bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur
24
yang bersangkutan. Jadi harus dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberian
kredit nanti, debitur punya sumber pendapatan, dan apakah pendapatan tersebut
mencukupi untuk membayar kembali kreditnya.
4. Profitability (perolehan laba)
Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam
suatu pemberian kredit. Untuk itu kreditur harus mengantisipasi apakah laba yang
akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah
pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kredit, cash flow, dan
sebagainya.
5. Protection (perlindungan)
Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur.
Untuk itu perlindungan dari kelompok perusahaan, atau jaminan dari holding, atau
jaminan pribadi pemilik perusahaan penting untuk diperhatikan. Terutama untuk
berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal di luar skenario atau di luar prediksi semula.
D. Kedudukan Jaminan pada Perjanjian Kredit Bank pada Bank
Perkreditan Rakyat
Hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang
sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang.
Materi atau isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat
penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan,
lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.
Diikatnya perjanjian antara pihak debitur dan kreditur dengan hak
tanggungan tidak lain dimaksudkan untuk dapat mempermudah eksekusi benda
jaminan dalam proses pengembalian piutang kreditur oleh debitur. Eksekusi
haktanggungan merupakan sarana untuk percepatan proses pengembalian hutang
debitur.
Namun pada kenyataannya seringkali terdapat permasalahan dimana pihak
debitur mempunyai utang kepada lebih dari satu kreditur, dalam hal ini
dimungkinkan salah satu kreditur dari sekian banyak kreditur mengajukan
kepailitan.Hal ini mempunyai konsekuensi terhadap para kreditur, termasuk
terhadap kreditur pemegang hak tanggungan.
Di dalam KUHPerdata tercantum beberapa ketentuan yang dapat
digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan hukum
KUHPerdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur
tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (gadai dan
hipotek) dan pada Buku Ketiga yang mengatur tentang penanggungan utang
adalah sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip hukum jaminan
Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh
ketentuan-ketentuan KUHPerdata adalah sebagai berikut:25
25
a. Kedudukan harta pihak peminjam
Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta pihak
peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan
jaminan (tanggungan) atas utangnya. Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa
semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak
bergerak baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan
jaminan atas perikatan utang pihak peminjam.
Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu ketentuan pokok
dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang
berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal
1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang
pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih
akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak
untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak
peminjam dikemudian hari.
Sebagaimana dalam praktik sehari-hari yang dapat disebut sebagai harta
yang akan ada di kemudian hari adalah misalnya berupa warisan, penghasilan gaji,
atau tagihan yang akan diterima pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131
KUHPerdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian
kredit perbankan. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang dicantumkan sebagai
klausul dalam perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian disebut
sebagai isi yang naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang
perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak menjadi masalah
kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti demikian sudah diatur oleh
ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan memperhatikan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata
bila dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan lebih baik ketentuan
tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam perjanjian pinjaman uang, termasuk
dalam perjanjian kredit.
b. Kedudukan pihak pemberi pinjaman
Kedudukan pihak pemberi piinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat
diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan Pasal
1132 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman
dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu :
1) Mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing;
dan
2) Mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang
lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam
menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan
harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya
piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak pemberi pinjaman itu
mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan. Dalam praktik perbankan pihak
pemberi pinjaman disebut kreditur dan pihak peminjam disebut nasabah debitur
lazim disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang
mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Mengenai alasan
yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang tercantum pada bagian akhir
ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata adalah berdasarkan ketentuan dari peraturan
perundang-undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
Pasal 1133 KUHPerdata, yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau
hipotek.
c. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi
pinjaman.
Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek
jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang
demikian diatur oleh Pasal 1154 KUHPerdata tentang Gadai, Pasal 1178
KUHPerdata tentang Hipotek. Larangan bagi pihak pemberi pinjaman untuk
memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan
dalam ketentuan-ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan melindungi
kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila
nilai objek jaminan melebihi besarnya nilai utang yang dijamin. Pihak pemberi
pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang
serta-merta menjadi pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar
janji. Ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas tentunya akan dapat mencegah
tindakan sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN
A. Pengertian dan Ciri-ciri serta Sifat Hak Tanggungan
Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir (1) UUHT adalah : “hak
tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan atas tanah, yang
selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditur
tertentu dengan kreditur-kreditur lainnya”.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah yang
dimaksudkan sebagai pelunasan hutang tertentu, yang diberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu (kreditur pemegang hak tanggungan)
dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.
Hak tanggungan ini lahir setelah keluarnya Undang-Undang Hak
Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996. Sebelumnya, Undang-Undang Pokok Agraria
lewat Pasal 57, agar segera dibentuk suatu Undang-Undang Hak Tanggungan
yang merupakan sistem jaminan hutang yang menjadikan tanah sebagai objek
jaminan tersebut. Sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4
Tahun 1996, terhadap jaminan atas tanah yang berlaku adalah hipotik yang
berdasarkan S. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan S. 1937-190 di mana,
baik hipotik maupun criedietverband tersebut memang sudah berlaku sejak
sebelum lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria.26
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan.
Yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah: “Hak jaminan yang dibebankan
hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk
pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, dari rumusan Pasal 1
butir (1) UUHT dapat diketahui bahwa:27
Berdasarkan UUHT, Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah
yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai
sifat dan ciri-ciri sebagai berikut :
“pada dasarnya suatu hak tanggungan
adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, dengan
objek jaminan berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA”.
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
pemegangnya (kreditur tertentu).
2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu
berada.
26
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal 143-144.
27