• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT ROKAN HULU

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

110200475

INDA PUSPITA SARI HASIBUAN

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA

BANK PERKREDITAN RAKYAT ROKAN HULU

Oleh

110200475

INDA PUSPITA SARI HASIBUAN

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I

NIP. 196603031985081001 Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum

Dosen Pembimbing II

NIP. 196801281994032001 Puspa Melati Hasibuan, SH., M. Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

*Inda Puspita Sari Hasibuan **Hasim Purba ***Puspa Melati Hasibuan

Pemberian kredit yang terjadi di Rokan Hulu oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Usaha tidak selalu dapat berjalan lancar dan baik, suatu saat jika pemberi pinjaman kredit atau kreditur mengalami kesulitan untuk meminta angsuran dari warga Rokan Hulu yang mengajukan pinjaman atau disebut dengan debitur karena kelalaian dan atau kesengajaan debitur dan atau adanya sesuatu hal lain yang sifatnya memaksa serta tiba-tiba. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu, pemberian kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan, sebagai dasar untuk memecahkan masalah. Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat.

Hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan

Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Pemberian Kredit oleh

Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, terlebih dahulu calon debitur harus mempunyai jaminan yang dijadikan sebagai alas hak (document of title) atas barang yang dapat dipergunakan sebagai agunan. Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dilakukan secara bertahap

yaitu sebagai berikut tahap pengajuan permohonan kredit. Hambatan-hambatan

yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Dalam praktik pelaksanaan perjanjian kredit di Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ditemukan beberapa permasalahan yang timbul antara lain:Pihak pemegang Hak Tanggungan kesulitan mengawasi penggunaan barang jaminan yang dititipkan pemberi Hak Tanggungan, karena meskipun pemberi Hak tanggungan berkewajiban memelihara, namun kadang ada pemberi Hak Tanggungan yang beritikat kurang baik, sehingga mempergunakan barang jaminannya seenaknya sehingga akan menurunkan nilai barang. Pihak pemegang Hak Tanggungan cukup kesulitan untuk melakukan pengawasan secara langsung akan penggunaan kredit yang dicairkan.

Kata Kunci : Pelaksanaan, Pemberian Kredit, Hak Tanggungan * Mahasiswa Fakultas Hukum

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad

dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan

Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi

ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian

penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan

penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis

terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan

terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

(5)

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan sekaligus sebagai dosen pembimbing I.

6. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi

menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai

dengan menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda

Ir. H. Kamaluddin Hasibuan, M.Si dan Ibunda Alm. Hj. Siti Delima Siregar,

abangda Irfan Abdullah Hasibuan, SP, Nazwa Shafina Hasibuan, Mhd.

Fahrizal yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih

sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

9. Buat teman-teman stambuk 011, Agung Firmansyah, Arman Waruwu, Adriza

Mutaqin Siregar, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas

dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita

lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon

maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan

kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Juli 2015 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 10

D. Manfaat Penulisan ... 11

E. Metode Penelitian ... 11

F. Keaslian Penulisan ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT ... 19

A. Pengaturan Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat .... 19

B. Bentuk Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat ... 25

C. Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat 30 D. Kedudukan Jaminan pada Perjanjian Kredit Bank pada Bank Perkreditan Rakyat. ... 34

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN ... 39

A. Pengertian dan Ciri-ciri serta Sifat Hak Tanggungan ... 39

(7)

C. Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan ... 48

1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan ... 48

2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan ... 49

3. Eksekusi Hak Tanggungan ... 50

BAB IV PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN . HAK TANGGUNGAN PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT ROKAN HULU ... 56

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat ... 56

B. Tata Cara Pemberian Kedit dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dan Pemberian Kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ... 62

C. Hambatan-Hambatan yang dihadapi dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

(8)

ABSTRAK

*Inda Puspita Sari Hasibuan **Hasim Purba ***Puspa Melati Hasibuan

Pemberian kredit yang terjadi di Rokan Hulu oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Usaha tidak selalu dapat berjalan lancar dan baik, suatu saat jika pemberi pinjaman kredit atau kreditur mengalami kesulitan untuk meminta angsuran dari warga Rokan Hulu yang mengajukan pinjaman atau disebut dengan debitur karena kelalaian dan atau kesengajaan debitur dan atau adanya sesuatu hal lain yang sifatnya memaksa serta tiba-tiba. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu, pemberian kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan, sebagai dasar untuk memecahkan masalah. Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat.

Hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada bank perkreditan rakyat dan tata cara pemberian kedit dengan jaminan

Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Pemberian Kredit oleh

Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, terlebih dahulu calon debitur harus mempunyai jaminan yang dijadikan sebagai alas hak (document of title) atas barang yang dapat dipergunakan sebagai agunan. Prosedur pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di PT. Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dilakukan secara bertahap

yaitu sebagai berikut tahap pengajuan permohonan kredit. Hambatan-hambatan

yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu. Dalam praktik pelaksanaan perjanjian kredit di Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ditemukan beberapa permasalahan yang timbul antara lain:Pihak pemegang Hak Tanggungan kesulitan mengawasi penggunaan barang jaminan yang dititipkan pemberi Hak Tanggungan, karena meskipun pemberi Hak tanggungan berkewajiban memelihara, namun kadang ada pemberi Hak Tanggungan yang beritikat kurang baik, sehingga mempergunakan barang jaminannya seenaknya sehingga akan menurunkan nilai barang. Pihak pemegang Hak Tanggungan cukup kesulitan untuk melakukan pengawasan secara langsung akan penggunaan kredit yang dicairkan.

Kata Kunci : Pelaksanaan, Pemberian Kredit, Hak Tanggungan * Mahasiswa Fakultas Hukum

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena

pendapatan terbesar bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bentuk bunga,

provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

menentukan keuntungan dan kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena

itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari

perencanaan besarnya kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit,

analisis pemberian kredit, sampai kepada pengendalian atas kredit yang macet.

Pemberian kredit merupakan fungsi strategis yang dimiliki bank dan fungsi ini

pula yang seringkali menjadi penyebab bangkrutnya sebuah bank”.1

Untuk mengurangi risiko atas kerugian terhadap pemberian kredit, Bank

harus melakukan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya. Untuk memperoleh

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur, maka sebelum memberikan

kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,

kemampuan, modal, jaminan dan prospek usaha dari debitur.

Salah satu unsur penting dalam pemberian kredit adalah jaminan

(collateral). Istilah jaminan berasal dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau

1

(10)

cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya

kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang

bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atas utang yang diterima

debiturnya terhadap krediturnya2

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, maka lahirlah

undang-undang yang mengatur hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang

berkaitan dengan tanah. Sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan ini

kita masih menggunakan peraturan yang lama sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 57 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, bahwa selama undang-undang mengenai Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) sebagaimana

dikehendaki dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan

mengenai Hypotheek dalam Buku II KUHPerdata, Credietverband dalam

Staatsblad 1908-542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.

.

3

2

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal 66

Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut, maka

terwujudlah sudah unifikasi hukum tanah nasional yang merupakan salah satu

tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria dan seluruh ketentuan mengenai

Hypotheek dan Credietverband tidak diberlakukan lagi dan sebagai gantinya

3

(11)

diberlakukan ketentuan di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, sehingga

Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah. 4

Kelahiran Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah merupakan suatu

jawaban atas amanah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan

Undang-Undang Pokok Agraria yaitu adanya unifikasi dalam lembaga jaminan di

Indonesia, di samping untuk memenuhi kebutuhan akan modal yang semakin

besar untuk keperluan pembangunan. Keberadaan Undang-Undang Hak

Tanggungan bagi sistem Hukum Perdata khususnya Hukum Jaminan yaitu dalam

rangka memberikan kepastian hukum yang seimbang dalam bidang pengikatan

jaminan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit

kepada kreditur, debitur maupun pemberi Hak Tanggungan dan pihak ketiga yang

terkait.

Hal tersebut mengingat bahwa dalam perjanjian kredit senantiasa

memerlukan jaminan yang cukup aman bagi pengembalian dana yang disalurkan

melalui kredit. Adanya jaminan ini sangat penting kedudukannya dalam

mengurangi risiko kerugian bagi pihak bank (kreditur). Adapun jaminan yang

ideal dapat dilihat dari :

1. Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukan ;

2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk

meneruskan usahanya;

4

(12)

3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu,

maka diuangkan untuk melunasi utang si debitur.5

Diantara berbagai hal yang diatur dalam UUHT, tiga hal yang perlu

mendapat perhatian yaitu mengenai perkembangan dan penegasan obyek Hak

Tanggungan, masalah yang berkenaan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan (SKMHT) yang substansi dan syarat berlakunya berbeda dengan

praktek yang berlaku selama ini, dan penegasan tentang kekuatan eksekutorial

Sertipikat Hak Tanggungan. Dalam Pasal 14 UUHT dikatakan bahwa Sertipikat

Hak Tanggungan berfungsi sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang

memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”, dan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai

pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Dengan

demikian apabila ternyata di kemudian hari debitur ciderajanji, akan memberikan

kemudahan dan kepastian hukum dalam penyelesaian hutang piutang karena tanpa

melalui proses gugatan terlebih dahulu, sehingga adanya kekuatan eksekutorial

pada Sertipikat Hak Tanggungan merupakan landasan hukum bagi kreditur

sebagai upaya untuk mempercepat pelunasan kredit.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT bahwa apabila debitur cidera janji,

maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek

Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta

5

R.Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan)

(13)

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Namun dalam

kenyataannya yang terjadi tidak selalu sesuai dengan apa yang termuat dalam

undang-undang tersebut diatas. Dalam suatu pemberian kredit, bank atau pihak

pemberi selalu berharap agar debitur dapat memenuhi kewajibannya untuk

melunasi tepat pada waktunya terhadap kredit yang sudah diterimanya. Dalam

praktek, tidak semua kredit yang sudah dikeluarkan oleh bank dapat berjalan dan

berakhir dengan lancar. Tidak sedikit pula terjadinya kredit bermasalah

disebabkan oleh debitur tidak dapat melunasi kreditnya tepat pada waktunya

sebagaimana yang telah disepakati dalam Perjanjian Kredit antara pihak debitur

dan perusahaan perbankan. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kredit

bermasalah misalnya karena debitur tidak mampu atau karena mengalami

kemerosotan usaha dan gagalnya usaha yang mengakibatkan berkurangnya

pendapatan usaha debitur atau memang debitur segaja tidak mau membayar

karena karakter debitur tidak baik.

Bank dan lembaga keuangan (bukan bank) lainnya dalam menyalurkan

dana pinjaman kepada masyarakat akan mendapatkan konpensasi dalam bentuk

bunga pinjaman, provisi dan pendapatan lainnya, yangmana kesemuanya itu

merupakan pendapatan. Karena dana yang disalurkan adalah dana masyarakat,

maka didalam menyalurkan dananya kepada masyarakat selalu menggunakan

prinsip kehati-hatiannya. Pada umumnya bank atau lembaga bukan bank laninya

tidak akan berani memberikan kredit yang sumbernya dari dana masyarakat

(14)

Adapun peranan penting dari jaminan tersebut adalah guna

memberikanhak dan kekuasaan kepada bank selaku kreditur untuk mendapatkan

pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut, apabila pihak peminjam

(debitur) cidera janji tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah

ditetapkan dalam perjanjian. Hal itu mungkin saja terjadi, karena tidak semua

nasabah yang mendapatkan pinjaman dari bank dapat menggunakan dananya

dengan benar dan berhasil.

Jaminan dalam transaksi bisnis sangatlah penting, begitu pula dengan

perkreditan sebagai sumber pembiayaan yang berfungsi menunjang kegiatan

bisnis itu sendiri. Salah satu masalah hukum yang belum tuntas penangananya

adalah masalah dibidang hukum jaminan, dimana masalah ini memerlukan

pemikiran yang serius. Hukum jaminan memiliki kaitan yang sangat erat dengan

bidang hukum benda dan bidang hukum perbankan. Dalam bidang perbankan,

hukum jaminan kaitannya terletak pada fungsi perbankan sebagai penghimpun

dan penyalur dana masyarakat dalam bentuk kredit yang mana merupakan tulang

punggung bagi dunia usaha dan pembangunan ekonomi suatu negara.

Lembaga Bank dan bukan bank didalam menyalurkan pinjaman (kredit)

mempunyai tingkat risiko (degree of risk) yang sangat tinggi, sehingga sudah

selayaknyalah bertindak ekstra hati-hati dan obyektif didalam menyetujui dan atau

menolak permohonan pengajuan pinjaman (kredit) oleh pihak debitur. Sikap

kehati-hatian itu dipandang perlu karena bank atau bukan bank adalah lembaga

(15)

perbankan merupakan kegiatan menghitung, mengidentifikasikan dan sekaligus

mengatasi risiko agar menjadi manageable.

Pelaksanaan pemberian kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu

Usaha tidaklah selalu berjalan dengan lancar dan baik, suatu saat jika pemberi

pinjaman kredit atau kreditur mengalami kesulitan untuk meminta angsuran dari

debitur yang mengajukan pinjaman atau disebut dengan debitur karena kelalaian

dan atau kesengajaan debitur dan atau adanya sesuatu hal lain yang sifatnya

memaksa serta tiba-tiba, misalnya terjadi bencana alam, tanah longsor, kebakaran,

gempa bumi maupun banjir yang melanda di Rokan Hulu. Debitur kehilangan

sebagian bahkan seluruh harta kekayaannya yang mereka miliki, pihak kreditur

(bank) tidak dapat begitu mudah memaksa debitur untuk segera melunasi hutang

karena keadaan debitur tidak memungkinkan untuk segera melunasi hutang akan

tetapi debitur tetap mempunyai kewajiban untuk mengembalikan kredit yang telah

diterima berikut bunganya sesuai dengan perjanjian.6

Syarat-syarat kredit diantaranya yaitu adanya penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang, adanya persetujuan

atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, adanya

kewajiban melunasi utang, adanya jangka waktu tertentu, adanya pemberiaan

bunga kredit. Oleh karena itu dalam penyaluran kredit diperlukan perjanjian kredit

yang merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan kreditur yang

melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban membayar

6

(16)

kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan

kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.7

Penyaluran kredit merupakan kegiatan yang berisiko bagi bank oleh

karena itu perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum jaminan yang jelas

dan lengkap, mengingat setiap penyaluran kredit memerlukan jaminan yang kuat.8

Salah satu jaminan yang sering digunakan adalah luas atas tanah atau

disebut juga dengan hak tanggungan. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria berikut

atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah

itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

Pertimbangan lain karena Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai title

eksekutorial, dan yang lebih penting adalah hak tanggungan telah diatur dalam

undang-undang, serta harga dari tanah yang menjadi obyek hak tanggungan

cenderung terus meningkat. Dalam perbankan, perjanjian kredit yang tidak diikuti

dengan perjanjian Hak Tanggungan akan mempunyai risiko yang tinggi terhadap

bank itu sendiri (kreditur). Kreditur pemegang hak tanggungan merupakan

kreditur separatis yang mempunyai preferensi terhadap Hak Tanggungan yang

7

Legal Banking, Perjanjian Kredit dan Penggakuan Hutang,

Diakses tanggal 14 Juli 2015

8

(17)

dipegangnya. Dalam perjanjian Hak Tanggungan disebutkan bahwa apabila

debitur wanprestasi, kreditur dengan kekuasaan sendiri dapat menjual obyek hak

tanggungan, sebagai salah satu ciri danpreferensi hak tanggungan dan merupakan

perwujudan dari asas droit de preference. Asas ini berlaku bagi. hipotik yang telah

digantikan oleh hak tanggungan sepanjang yang menyangkut tanah.9

Permasalahan yang mungkin muncul dalam penyaluran kredit diantaranya

adalah 1) Tidak didaftarkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(SKMHT) ke Kantor Pertanahan guna penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan, 2)

Objek Hak Tanggungan telah dijual debitur. (3) Debitur wanprestasi karena

berbagai faktor, 4) Beralihnya Objek Hak Tanggungan karena Pemberi Kuasa

telah meninggal atau objek Hak Tanggungan menjadi tanah warisan dari berbagai

pihak, 5) Objek Hak Tanggungan disewakan tanpa persetujuan Pemberi Pinjaman.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dalam penulisan hukum

(skripsi) ini memilih judul Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian

Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan

Hulu.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan

peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :

9

Sultan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas. Ketentuan-ketentuan Pokok dan

(18)

1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit dengan

jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu ?

2. Bagaimana tata cara pemberian kedit dengan jaminan hak tanggungan

pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu?

3. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian

kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat

Rokan Hulu?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit

dengan jaminan hak tanggungan pada bank prekreditan rakyat Rokan Hulu.

2. Untuk mengetahui tata cara pemberian kedit dengan jaminan hak tanggungan

pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.

3. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit

dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

a. Hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu

(19)

terhadap pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan

pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai

tinjauan yuridis terhadap pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan

hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu.

2. Manfaat praktis

Diharapkan dapat memberikan masukan kepada pelaku usaha atau

masyarakat perbankan untuk lebih teliti dalam pengikatan benda jaminan

dengan Hak Tanggungan.

E. Metode Penulisan

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara

menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian.

Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk

memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan

dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan pelaksanaan

pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan. 10

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan

yuridis empiris. Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai

10

(20)

peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan

jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna Bangunan, sebagai dasar

untuk memecahkan masalah. Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan

pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat

perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai

perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Berbagai

temuan di lapangan yang bersifat individual atau kelompok akan dijadikan bahan

utama dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada

ketentuan yang berlaku.

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini

melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami

dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud

untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh,

mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian kredit

dengan jaminan hak tanggungan.11 Penelitian ini akan dibantu dengan kajian dari

sisi normatif, yaitu nilai ideal sesuai dengan apa yang seharusnya berlaku menurut

aturan hukum positif.

11

(21)

3. Sumber Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dilapangan,

diamati dan dicatat gejala hukum yang terjadi yang berasal dari informan

yang menjadi sumber dalam penelitian ini.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi dan

studi kepustakaan serta berbagai macam dokumen tertulis lainnya yang

didapatkan pada lokasi penelitian dan memiliki relevansi dengan objek

penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini, terdapat dua teknik pengumpulan data yang

digunakan yaitu:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Sasaran penelitian kepustakaan ini terutama untuk mencari landasan teori

dari objek kajian dengan cara:

1) mempelajari buku-buku yang berhubungan baik langsung dengan objek

dan materi skripsi ini.

2) Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

(22)

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Dalam penelitian ini, peneliti ke Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu

guna melakukan wawancara / Interview secara langsung pada Kepala Bagian

Kredit Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu dengan Agie selaku Kepala Bagian

Umum yang berhubungan dengan masalah yang terkait pada penelitian skripsi ini.

5. Teknik Analisis Data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan

dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan

menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya

melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar

sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan

bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna

mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan

saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang

dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.12

F. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakan yang

dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

penulisan skripsi terkait dengan Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan

Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan

12

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai

(23)

Rakyat Rokan Hulu, telah dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis

diantaranya adalah :

1. Fachrizal, Deri NIM 090200402, tahun 2013 dengan judul Tinjauan Yuridis

Terhadap Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan Dalam

Mengatasi Kredit Macet (Studi Pada Bank Danamon Cab. Pembantu

Sukaramai). Permasalahan dalam penelitian Prosedur Pengikatan Sertifikat

Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Perjanjian Kredit pada Bank Danamon

Cabang Pembantu Sukaramai. Kendala-kendala Hak Tanggungan dalam

Pemenuhan Hak-Hak Para Pihak Dalam Proses Eksekusi Hak Tanggungan

pada Bank Danamon Cabang Pembantu Sukaramai. Kekuatan Eksekutorial

Sertifikat Hak Tanggungan pada Bank Danamon Cabang Pembantu

Sukaramai. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis adalah permasalahan

hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian kredit, tata cara pemberian

kredit, hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian

kredit.

2. Simbolon Satilda T. NIM 090200298, tahun 2014 dengan judul Pemberian

Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna

Bangunan (Studi pada Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan).

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Prosedur Pemberian Kredit dengan

Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Hak Guna Bangunan pada Bank

Internasional Indonesia Kendala dalam perjanjian Menggunakan Hak

(24)

Indonesia, Tbk Cabang Medan. Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian

Kredit menggunakan Jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak Guna

Bangunan pada Bank Internasional Indonesia, Tbk Cabang Medan. Perbedaan

penelitian yang dilakukan penulis adalah permasalahan hak dan kewajiban

para pihak dalam pemberian kredit, tata cara pemberian kredit,

hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit.

3. Nasution, Ahmad Huda Dayan, NIM 070200368 tahun 2012, dengan judul

Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Eksekusi Perjanjian Kredit

Dengan Jaminan Hak Tanggungan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah

Prosedur Umum Pemberian Kredit Dengan Jaminan di Indonesia. Kedudukan

Kreditur Pemegang Hak Tanggungan. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan

dan Perlindungan bagi Kreditur Pemegang Hak Tanggungan. Perbedaan

penelitian yang dilakukan penulis adalah permasalahan hak dan kewajiban

para pihak dalam pemberian kredit, tata cara pemberian kredit,

hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit.

Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun

tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian

penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah

ide penulis sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

(25)

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat

dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan

yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub

bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam

skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan

penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan, keaslian

penelitian dan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK

Bab ini berisikan Pengaturan Perjanjian Kredit Bentuk Perjanjian

Kredit, Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN

Bab ini berisikan mengenai pengertian hak tanggungan ciri-ciri dan

sifat hak tanggungan, objek hak tanggungan, subjek hak

tanggungan dan proses pembebanan hak tanggungan, tahap

pemberian hak tanggungan, tahap pendaftaran hak tanggungan dan

eksekusi hak tanggungan

BAB IV PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN

HAK TANGGUNGAN PADA BANK PERKREDITAN

(26)

Bab ini berisikan menguraikan tentang hak dan kewajiban para

pihak dalam pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan

pada Bank Prekreditan Rakyat dan tata cara pemberian kedit

dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat

Rokan Hulu dan Pemberian Kredit oleh Bank Prekreditan Rakyat

Rokan Hulu pembuatan akta pemberian hak tanggungan,

pendaftaran akta pemberian hak tanggungan serta

hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit

dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat

Rokan Hulu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab

ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.

Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran

merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan

dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya

(27)

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pengaturan Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat

Perjanjian kredit (PK) menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah

satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga

KUHPerdata. Dalam bentuk apa pun juga pemberian kredit itu diadakan pada

hakikatnya merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur

dalam Pasal 1757 sampai 1769 KUHPerdata. Namun demikian dalam praktek

perbankan modern, hubungan hukum dalam kredit tidak semata-mata berbentuk

hanya perjanjian pinjam meminjam saja melainkan adanya campuran dengan

bentuk perjanjian yang lainnya seperti perjanjian pemberian kuasa, dan perjanjian

lainnya. Dalam bentuk yang campuran demikian maka selalu tampil adanya suatu

jalinan diantara perjanjian yang terkait tersebut.

Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313

KUHPerdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

R. Subekti memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal.13

13

(28)

Abdul Kadir Muhammad memberikan rumusan perjanjian yaitu suatu

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.14

Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat sahnya suatu perjanjian

adalah :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat berarti bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus

benar-benar menyetujui isi perjanjian tersebut. Jadi, apa yang dikehendaki oleh

pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya secara bebas atau suka

rela. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata kata sepakat tidak sah apabila diperoleh

karena paksaan, kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud paksaan adalah paksaan

rohania atau paksaan jiwa, bukan paksaan badan (fisik) misalnya, seseorang

diancam atau ditakut-takuti sehingga menyetujui suatu perjanjian. Sedang

kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf mengenai barang yang menjadi

pokok perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian

sedemikian rupa, sehingga apabila tidak khilaf ia tidak akan memberikan

persetujuan. Penipuan terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan

keterangna palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk

memberikan persetujuan.

14

(29)

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya

adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa

orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :

a. Orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang dibawah pengampuan

Kecakapan harus ada pada subjek yang membuat perjanjian karena ia

harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya akibat adanya

perjanjian tersebut. KUHPerdata memberikan batas usia dewasa yaitu 21 atau

sudah kawin, sedangkan UU Perkawinan memberikan batas usia dewasa itu 18

tahun. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang boros

atau yang tidak sehat pikirannya, karenanya orang ini tidak dapat berbuat bebas

terhadap kekayaannya sehingga ia berada dibawah pengawasan pengampunya

3. Suatu hal tertentu

Pasal 1333 dan Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan bahwa paling tidak

objek perjanjian itu harus dapat ditentukan jenisnya, baik benda itu berwujud

maupun tidak berwujud. Objek perjanjian dapat berupa benda-benda yang baru

akan ada di kemudian hari.

4. Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal adalah maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri. Dalam

Pasal 1335 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian dinyatakan tidak

(30)

palsu atau sebab yang terlarang. Perjanjian yang dibuat tanpa sebab, misalnya,

jika dibuat suatu perjanjian novasi atau suatu perjanjian yang tidak ada

sebelumnya. Perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu untuk menutupi

sebab yang sebenarnya, misalnya, jual beli narkotika untuk sebab pengobatan

ternyata untuk pemakaian secara bebas, sedang sebab yang terlarang adalah sebab

yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif

karena menyangkut orang atau subjek yang membuat perjanjian, bila syarat ini

tidak dipenuhi maka perjanjian atas permohonan yang bersangkutan dapat

dimintakan pembatalanya kepada hakim yang berlaku sejak putusan hakim

memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sedang syarat ketiga dan keempat

disebut syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian dan bila salah satu

dari syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum dimana

perjanjian itu dianggap tidak pernah ada sejak semula dan pembatalan ini juga

harus dimintakan kepada hakim dimana syarat-syarat yang terdapat pada Pasal

1320 KUHPerdata berlaku juga di dalam perjanjian kredit yang merupakan

perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian yang diatur dalam

bagian khusus harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1338 ayat

(1) KUHPerdata.15

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan menyatakan bahwa

yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan

15

(31)

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga.16

Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang

sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan

sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut. 17

1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak

penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian

disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang

dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan

misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan

fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC).

2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam merupakan dasar

dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk

perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk

kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia.

16

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka 11.

17

(32)

Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH

Perdata, Buku Ketiga tentang Perikatan. Perjanjian kredit yang dibuat secara

sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank

dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata menetapkan suatu perjanjian

yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang berjanji.

3. Adanya kewajiban melunasi hutang Pinjam-meminjam uang adalah suatu

hutang bagi peminjam. Pinjam meminjam wajib melunasinya sesuai dengan

yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur wajib

melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran

yang telah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian

kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang

diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu hutang yang

harus dibayar kembali oleh debitur.18

4. Adanya jangka waktu tertentu Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka

waktu tertentu. Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas

pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka

pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah

kredit yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun.

Kredit jangka menengah adalah yang mempunyai jangka waktu di atas satu

tahun sampai dengan tiga tahun, dan kredit jangka panjang adalah kredit yang

18

(33)

mempunyai jangka waktu di atas tiga tahun. Jangka waktu suatu kredit

ditetapkan berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank dan

mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan membayar

dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit

tentang jangka waktu tertentu dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit

harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban

masing-masing pihak.

5. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu

bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan

suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan

harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun,

sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggu naan uang bank oleh

debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian

kredit dilakukan pembayarannya oleh debitur, merupakan salah satu sumber

pendapatan yang utama bagi bank.19

B. Bentuk Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat

Setiap kredit yang telah disepakati oleh pemberi kredit (kreditur) dan

penerima kredit (debitur) maka wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu

perjanjian kredit. Perjanjian itu sendir diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata.

19

(34)

Perjanjian kredit sendiri berakar pada perjanjian pinjam meminjam sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata.

Pasal 8 ayat (2) huruf a UU Perbankan menjelaskan bahwa pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan dalam bentuk tertulis. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa bank dalam memberikan kredit wajib mempergunakan

perjanjian kredit dalam bentuk tertulis.

Bentuk perjanjian kredit secara tertulis tersebut bertujuan untuk

memudahkan pihak bank maupun nasabah dalam pelaksanaan kredit, karena

dalam isi perjanjian dapat diketahui secara jelas mengenai subjek, objek, maupun

hal-hal lain yang diperjanjikan. Bentuk perjanjian ini juga dianggap lebih aman

bagi para pihak apabila dibandingkan dengan bentuk lisan, karena dengan bentuk

tertulis tersebut para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan,

dan ini merupakan bukti yang kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu terhadap

kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh para

pihak.

Perjanjian kredit dapat dilakukan secara lisan atau tertulis yang terpenting

memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian,

perjanjian yang dilakukan secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti,

karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak

yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian lisan tentu

sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori ini

(35)

pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi

apapun haruslah dibuat secara tertulis yang digunakan sebagai alat bukti.

Menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh tabungan

atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat

perjanjian kredit sebagai alat bukti.

Dasar hukum yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah :

1. Instruksi presidium

Kabinet Nomor 115/EK/IN/10/1996 Tanggal 10 Oktober 1996,

menegaskan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai

bentuk tanpa ada perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur, nasabah

atau bank-bank sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam

memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad

kreditnya.

2. Surat Keputusan Direksi bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 27/17/UPB Tanggal 31 Maret 1995 tentang

Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Bagi

Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan

disepakti pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit)

secara tertulis.

3. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap bank devisa No.

03/1093/UPK/PKD Tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang

(36)

keputusan-keputusan tersebut maka pemberian kredit oleh bank kepada

debiturnya menjadi pasti bahwa:

a) Perjanjian diberi nama perjanjian kredit

b) Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis

Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai

alat bukti. Setiap kredit yang diberikan harus dituangkan dalam perjanjian kredit

secara tertulis yang sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di bawah

tangan. Menurut Pasal 1874 KUHPerdata yang dimaksud akta di bawah

tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui

perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti.

Pengikatan yang dilakukan antara bank dan nasabah tanpa dihadapan

notaris.20

20

Jopie Jusuf, Kriteria Jitu Memperoleh kredit bank, Elex Media Komputindo, Jakarta 2003, hal 165.

Artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank

kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah

dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir

perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan

ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. bentuk perjanjian

kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah

(37)

kredit yang isinya sudah disiapkan bank kemudian disodorkan kepada setiap

calon debitur untuk dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian

kredit tersebut yang sebelumnya syarat-syarat tersebut tidak pernah

dirundingkan atau dinegosiasikan dengan calon debitur. Debitur mau tidak

mau harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir

perjanjian kredit karena calon debitur dalam posisi lemah karena sangat

membutuhkan kredit sehingga apapun persyaratan yang tercantum dalam

formulir perjanjian kredit calon debitur dapat menyetujui

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau pengikatan yang

dilakukan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil.

Pasal 1868 KUH Perdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang

berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Yang

menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam

praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank

kemudian diberikan kepada kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta

notaril dimana notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa

yang diinginkan para pihak yang bersangkutan dalam bentuk akta notaris atau

akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta

otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan

jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal

(38)

dari satu bank).21 Perjanjian Kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit

secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun akta notariil.

C. Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat

Pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur tentunya memiliki

asas atau prinsip. Layaknya perjanjian pada umumnya maka pmberian kredit yang

dituangkan dalam bentuk perjanjian pun wajib mengikuti asas dan prinsip kontrak

yang baik. Namun selain asas atau prinsip kontrak yang baik pada umumnya,

dalam pemberian kredit juga terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan

sesuai dengan fungsi perbankan dan perkreditan. Pada dasarnya ada dua prinsip

utama yang menjadi pedoman dalam pemberian kredit, yaitu:22

1. Prinsip kepercayaan

Ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah

debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa

kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan

peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang

bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu

yang telah ditentukan.

Prinsip kehati-hatian bank dalam menjalankan kegiatan usahanya,

termasuk pemberian kredit kepada debitur harus selalu berpedoman dan

21

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003. hal 101

22

(39)

menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam

bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua

persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian

kredit oleh bank yang bersangkutan.

Sementara itu, selain kedua prinsip umum tersebut, berdasarkan penjelasan

Pasal 8 UU Perbankan, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit

adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah

debitur, yang kemudian dikenal dengan sebutan dengan Prinsip 5 C, yaitu:23

1. Penilaian watak (Character)

Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk

mengetahui kejujuran atau itikad baik calon debitur untuk melunasi atau

mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian

hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang telah

terjalin antara bank dan calon (debitur) atau informasi yang diperoleh dari pihak

lain yang mengetahui moral, kepribadian, dan perilaku calon debitur dalam

kehidupan kesehariannya.

2. Penilaian kemampuan (Capacity)

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debiturnya dalam bidang

usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang

akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya

dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.

23

(40)

Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala

besar. Demikian juga jika trend bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya

tidak diberikan. Kecuali jika penurunan itu karena kekurangan biaya sehingga

dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka

Trend atau kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin membaik.

3. Penilaian modal (Capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara

menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui

kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyeek

atau usaha calon debitur yang bersangkutan. Dalam praktek selama ini bank

jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan

nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya

itu dapat dibiayai dengan kredit bank. Jadi bank fungsinya adalah hanya

menyediakan tambahan modal, biasanya lebih sedikit dari pokoknya.

4. Penilaian agunan (Collateral)

Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya

wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah

dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit yang diberikan kepadanya.

Untuk itu sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan

maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan

tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau

(41)

5. Penilaian prospek usaha (Condition of Economy)

Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar begeri baik

masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil

proyek atau usaha calon debitur yang akan dibiayai bank dapat diketahui.

Selain Prinsip 5 C tersebut, dalam pemberian kredit kepada nasabah

debitur, bank juga menerapkan prinsip lain, yaitu Prinsip 5 P, yaitu:24

1. Party (para pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu

“kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya,

kemampuannya, dan sebagainya.

2. Purpose (tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak

kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif

yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan. Dan harus pula diawasi

agar kredit tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan

dalam perjanjian kredit.

3. Payment (pembayaran)

Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon

debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan

bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur

24

(42)

yang bersangkutan. Jadi harus dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberian

kredit nanti, debitur punya sumber pendapatan, dan apakah pendapatan tersebut

mencukupi untuk membayar kembali kreditnya.

4. Profitability (perolehan laba)

Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam

suatu pemberian kredit. Untuk itu kreditur harus mengantisipasi apakah laba yang

akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah

pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kredit, cash flow, dan

sebagainya.

5. Protection (perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur.

Untuk itu perlindungan dari kelompok perusahaan, atau jaminan dari holding, atau

jaminan pribadi pemilik perusahaan penting untuk diperhatikan. Terutama untuk

berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal di luar skenario atau di luar prediksi semula.

D. Kedudukan Jaminan pada Perjanjian Kredit Bank pada Bank

Perkreditan Rakyat

Hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang

sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang.

Materi atau isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat

(43)

penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan,

lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.

Diikatnya perjanjian antara pihak debitur dan kreditur dengan hak

tanggungan tidak lain dimaksudkan untuk dapat mempermudah eksekusi benda

jaminan dalam proses pengembalian piutang kreditur oleh debitur. Eksekusi

haktanggungan merupakan sarana untuk percepatan proses pengembalian hutang

debitur.

Namun pada kenyataannya seringkali terdapat permasalahan dimana pihak

debitur mempunyai utang kepada lebih dari satu kreditur, dalam hal ini

dimungkinkan salah satu kreditur dari sekian banyak kreditur mengajukan

kepailitan.Hal ini mempunyai konsekuensi terhadap para kreditur, termasuk

terhadap kreditur pemegang hak tanggungan.

Di dalam KUHPerdata tercantum beberapa ketentuan yang dapat

digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan hukum

KUHPerdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur

tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (gadai dan

hipotek) dan pada Buku Ketiga yang mengatur tentang penanggungan utang

adalah sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip hukum jaminan

Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh

ketentuan-ketentuan KUHPerdata adalah sebagai berikut:25

25

(44)

a. Kedudukan harta pihak peminjam

Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta pihak

peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan

jaminan (tanggungan) atas utangnya. Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa

semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak

bergerak baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan

jaminan atas perikatan utang pihak peminjam.

Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu ketentuan pokok

dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang

berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal

1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang

pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih

akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak

untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak

peminjam dikemudian hari.

Sebagaimana dalam praktik sehari-hari yang dapat disebut sebagai harta

yang akan ada di kemudian hari adalah misalnya berupa warisan, penghasilan gaji,

atau tagihan yang akan diterima pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131

KUHPerdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian

kredit perbankan. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang dicantumkan sebagai

klausul dalam perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian disebut

sebagai isi yang naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang

(45)

perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak menjadi masalah

kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti demikian sudah diatur oleh

ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan memperhatikan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata

bila dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan lebih baik ketentuan

tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam perjanjian pinjaman uang, termasuk

dalam perjanjian kredit.

b. Kedudukan pihak pemberi pinjaman

Kedudukan pihak pemberi piinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat

diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan Pasal

1132 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman

dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu :

1) Mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing;

dan

2) Mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang

lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam

menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan

harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya

piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak pemberi pinjaman itu

mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan. Dalam praktik perbankan pihak

pemberi pinjaman disebut kreditur dan pihak peminjam disebut nasabah debitur

(46)

lazim disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang

mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Mengenai alasan

yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang tercantum pada bagian akhir

ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata adalah berdasarkan ketentuan dari peraturan

perundang-undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh

Pasal 1133 KUHPerdata, yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau

hipotek.

c. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi

pinjaman.

Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek

jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang

demikian diatur oleh Pasal 1154 KUHPerdata tentang Gadai, Pasal 1178

KUHPerdata tentang Hipotek. Larangan bagi pihak pemberi pinjaman untuk

memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan

dalam ketentuan-ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan melindungi

kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila

nilai objek jaminan melebihi besarnya nilai utang yang dijamin. Pihak pemberi

pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang

serta-merta menjadi pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar

janji. Ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas tentunya akan dapat mencegah

tindakan sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak

(47)

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN

A. Pengertian dan Ciri-ciri serta Sifat Hak Tanggungan

Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir (1) UUHT adalah : “hak

tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan atas tanah, yang

selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada

hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut

benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, untuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditur

tertentu dengan kreditur-kreditur lainnya”.

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah yang

dimaksudkan sebagai pelunasan hutang tertentu, yang diberikan kedudukan yang

diutamakan kepada kreditur tertentu (kreditur pemegang hak tanggungan)

dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.

Hak tanggungan ini lahir setelah keluarnya Undang-Undang Hak

Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996. Sebelumnya, Undang-Undang Pokok Agraria

lewat Pasal 57, agar segera dibentuk suatu Undang-Undang Hak Tanggungan

yang merupakan sistem jaminan hutang yang menjadikan tanah sebagai objek

jaminan tersebut. Sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4

Tahun 1996, terhadap jaminan atas tanah yang berlaku adalah hipotik yang

(48)

berdasarkan S. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan S. 1937-190 di mana,

baik hipotik maupun criedietverband tersebut memang sudah berlaku sejak

sebelum lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria.26

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan.

Yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah: “Hak jaminan yang dibebankan

hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak

berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk

pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, dari rumusan Pasal 1

butir (1) UUHT dapat diketahui bahwa:27

Berdasarkan UUHT, Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah

yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai

sifat dan ciri-ciri sebagai berikut :

“pada dasarnya suatu hak tanggungan

adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului, dengan

objek jaminan berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA”.

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

pemegangnya (kreditur tertentu).

2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu

berada.

26

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal 143-144.

27

Referensi

Dokumen terkait

Tercatat 10 insiden angin puyuh menyebabkan satu kematian dan 121 orang mengungsi - enam persen dari jumlah total orang yang terkena dampak bencana alam pada bulan Mei..

Tingkat teknologi yang berhubungan dengan jumlah dan jenis produk antara atau input dari pemimpin adalah N L. Pengikut

Google Cloud Messaging ( GCM ) adalah suatu layanan yang berguna mengirimkan data pesan singkat dari server ke pengguna pada perangkat android. GCM dapat mengirimkan

 Digunakan untuk mencatat pengakuan beban perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar

In order to study the capabilities of both methods for the investigation of small scale wind field structures, we present a direct comparison of observations obtained by

01 20 29 158 Alokasi Pemanfaatan Penerimaan Sewa Tanah Eks Bondo Desa (Bagi Hasil Lelang Tanah Eks Bondo Desa) Kelurahan Wuryorejo. Meningkatnya pelayanan

A web interface that enables user-friendly spatiotemporal queries is implemented at the front- end, while a series of data mining functionalities extracts aggregated

Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka perwujudan karya seni lukis dalam penciptaan ini rnerupakan aktivitas kreatif yang melibatkan unsur rohani dan fisik yaitu