• Tidak ada hasil yang ditemukan

Malaria Pascabencana Alam di Kabupaten Nias Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Malaria Pascabencana Alam di Kabupaten Nias Selatan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Malaria Pascabencana Alam di Kabupaten Nias Selatan

Lambok Siahaan

Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan

Abstrak: Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah endemis malaria di Provinsi Sumatera Utara, dengan angka Monthly Malaria Incidence (MoMI) sebesar 124,24% pada 2005. Peningkatan angka MoMI dipengaruhi oleh perubahan berbagai aspek sebagai dampak langsung dari gempa bumi tektonik yang diikuti dengan tsunami, 26 Desember 2004 dan gempa bumi susulan pada bulan Maret 2005. Lingkungan berubah menjadi lebih kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan vektor penyakit, termasuk malaria. Hidup di pengungsian serta menurunnya daya beli penduduk mempunyai dampak pada daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Begitu pula dengan rusaknya sarana dan prasarana kesehatan, sangat berpengaruh pada pencegahan dan penanganan penyakit infeksi. Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada 1147 orang penduduk pada 8 desa di 3 kecamatan mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2006. Pemeriksaan dilakukan di balai desa atau dengan mengunjunginya ke rumah bila tidak dapat berjalan menuju balai desa. Dari 731 orang yang ikut pemeriksaan darah, diperoleh 380 orang penderita malaria, yaitu 244 orang terinfeksi Plasmodium falciparum, 59 orang terinfeksi Plasmodium vivax dan 77 orang terinfeksi keduanya. Prevalensi malaria tertinggi dijumpai di desa Hiliamaetaniha dan terbanyak pada kelompok umur 25-34 tahun. Gejala klinis yang dikeluhkan umumnya adalah demam, menggigil, pusing, badan pegal, lemas, dan gangguan pencernaan. Dari 380 orang penderita malaria, hanya 64,7% yang datang dengan gejala klinis demam, selebihnya tidak demam sama sekali. Sebaliknya 66,1% dari sampel yang bukan penderita malaria, datang dengan gejala klinis demam. Penderita malaria yang tidak datang dengan gejala klinis demam, umumnya menunjukkan gejala klinis seperti badan pegal (10%), pusing (7,1%), gangguan pencernaan (3,7%), lemas (3,2%) dan gabungan gejala tersebut.

Kata kunci: Nias Selatan, malaria klinis, gejala klinis malaria, tanda klinis malaria

Abstract: South of Nias regency is an endemic malaria in North Sumatera, that Monthly Malaria Incidence (MoMI) was 124,24% in 2005. The rise of MoMI was depend on alteration of several factors as the result of tectonic quake followed by tsunami, in December 26th 2004 and continuation earth quake in March 2005. The alteration made better natural environment for growth and development of vectors, included malaria vectors. Live as refugee in evacuation area and decrease of purchasing power, influenced immunity against infectious diseases. Broken down of health facility also influenced the prevention and treatment of infectious diseases. The study was done from August to December 2006, with 1147 subjects from 8 villages in 3 subdistricts were enrolled in the study. The examination was done in rural-owned building where the people conducted a public gathering or by visiting the patients directly to their house. Three hundred and eighty subjects were got malaria, from 731 examine-subject, consist of 244 subjects were falciparum malaria, 59 subjects were vivax malaria and 77 subjects got mixture infection. The high prevalency was found in Hiliamaetaniha village and in 25-34 years age group. The most symptoms were fever, chill, headache, myalgia, weakness and abdominal dyscomfort. From 380 malaria patients, there were only 64,7% got fever. On the contrary, 66,1% from sample who were not malaria patients, got fever. The other malaria patients had several signs such as myalgia (10%), headache (7,1%), abdominal dyscomfort (3,7%), weakness (3,2%) and combination of all signs.

(2)

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman masyarakat di daerah tropis dan subtropis terutama pada bayi, anak balita, dan ibu melahirkan.1

Di seluruh dunia setiap tahunnya ditemukan 500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1 juta orang meninggal dunia.2

Di Indonesia, menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 70 juta penduduk yang tinggal di daerah endemis malaria.3

Sementara itu pada tahun 2004, diperkirakan 50 orang menderita malaria per 1000 orang penduduk di Indonesia. Dan pada tahun 2005, diperkirakan 167 dari 293 kabupaten/kota di Indonesia, merupakan wilayah endemis malaria.1

Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah endemis malaria di Propinsi Sumatera Utara, dengan angka Monthly Malaria Incidence (MoMI) sebesar 124,24% pada 2005. Peningkatan angka MoMI dipengaruhi oleh perubahan berbagai aspek sebagai dampak langsung dari gempa bumi tektonik yang diikuti dengan tsunami, 26 Desember 2004 dan gempa bumi susulan pada bulan Maret 2005. Lingkungan berubah menjadi lebih kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan vektor penyakit, termasuk malaria. Hidup di pengungsian serta menurunnya daya beli penduduk mempunyai dampak pada daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Begitu pula dengan rusaknya sarana dan prasarana kesehatan, sangat berpengaruh pada pencegahan dan penanganan penyakit infeksi.4

Tingginya kasus malaria klinis merupakan sesuatu yang perlu segera disingkapi. Hal ini bisa saja terjadi oleh karena resistensi obat atau karena ’kesalahan diagnosa’, terutama bila menegakkan diagnosa malaria hanya berdasarkan gejala klinis dan tanda klinis saja. Padahal gejala klinis dan tanda klinis malaria pada daerah endemis, umumnya tidaklah khas dan hampir sama seperti gejala dan tanda klinis pada penderita infeksi lainnya, terutama pada fase awal infeksi.5,6

Pengenalan gejala klinis yang khas di daerah endemis malaria merupakan salah satu cara untuk penanganan penyakit malaria secara cepat, tepat, dan rasional. Seleksi awal penderita yang disangkakan sebagai penderita malaria klinis, merupakan suatu hal yang perlu

dimiliki oleh petugas kesehatan di lapangan, sebelum akhirnya dikonfirmasikan pada pemeriksaan mikroskopis yang masih merupakan standar diagnostik malaria.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat insidensi malaria di Kabupaten Nias Selatan pascabencana alam, serta melakukan pengamatan pada gejala dan tanda klinis yang paling banyak muncul pada penderita malaria tersebut.

BAHAN DAN CARA

Penelitian dilakukan secara cross sectional dan merupakan bagian dari rangkaian penelitian malaria yang dilaksanakan di 8 desa pada 3 kecamatan di Kabupaten Nias Selatan mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2006.

Populasi penelitian adalah penduduk yang bertempat tinggal di tempat penelitian. Populasi terjangkau adalah pasien dengan keluhan demam atau riwayat demam satu minggu terakhir. Subjek penelitian adalah penderita malaria yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, yaitu dengan menemukan Plasmodium spp. pada sediaan darahnya.

Sampel dengan keluhan demam atau riwayat demam satu minggu terakhir dengan atau tanpa tanda-tanda klinis malaria, diperiksa secara simultan untuk menegakkan diagnosa malaria. Pemeriksaan itu meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan apusan darah tepi malaria (sediaan tebal dan tipis). Sebelum pemeriksaan dilakukan, sampel diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan sambil menanyakan kesediaannya untuk ikut dalam penelitian. Kesediaan untuk ikut penelitian ditandai dengan penandatanganan informed consent (Gambar 1).

Gambar 1. Alur pemeriksaan pasien

Penderita Malaria Gejala Klinis

Tanda Klinis

Pemeriksaan Apusan Darah (Mikroskopis) Pemeriksaan Fisik

Anamnesa

Bukan Penderita Malaria

Obat Antimalaria Populasi Penelitian

(3)

Anamnesa pribadi meliputi identitas pribadi, keluhan penyakit saat ini, riwayat penyakit-penyakit kronik terdahulu, riwayat penyakit malaria, dan riwayat penggunaan obat antimalaria.

Pemeriksaan fisik diagnostik yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk mendapatkan tanda objektif (tanda klinis) dan dikaitkan dengan kebutuhan pada penelitian.

Pemeriksaan apusan darah meliputi pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis. Darah diambil dari ujung jari yang telah ditusuk dengan menggunakan lancet steril setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan memakai kapas alkohol. Darah tetes pertama dibuang dan selanjutnya diletakkan pada dua object glass, masing-masing di bagian tengahnya sebanyak ± 2 tetes. Untuk apusan darah tebal tetesan darah tersebut diaduk dengan menggunakan ujung object glass yang lain. Sementara itu untuk apusan darah tipis diratakan dengan menggunakan tepi sisi object glass dengan cara mendorong dari satu arah ke arah yang berlawanan. Kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering, apusan darah tipis di-fiksasi dengan metanol sebelum diberi pewarnaan, sementara apusan darah tebal langsung diberi pewarnaan. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan Giemsa 10%

selama 10-15 menit, lalu dibilas dengan air kran yang mengalir. Setelah kering, slide siap untuk diperiksa dengan pembesaran mikroskop sebesar 1000x, untuk melihat ada tidaknya Plasmodium sp. serta menghitung kepadatannya.7

Penderita malaria diberikan pengobatan malaria sesuai dengan standar pengobatan, dan bila bukan menderita malaria, akan diobati sesuai dengan penyakitnya.8

Sebelum diberikan pengobatan, terlebih dahulu diberikan penjelasan kepada sampel tentang kegunaan obat dan efek samping yang dapat terjadi.

Data yang diperoleh diolah secara deskripsi sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. menunjukkan bahwa populasi penelitian yang paling banyak adalah perempuan, kelompok umur 5-14 tahun dan di desa Botohilitano.

Tabel 2. dan Tabel 3. menunjukkan bahwa penderita malaria terbanyak dijumpai pada perempuan, kelompok umur 25-34 tahun dan di desa Hiliamaetaniha. Sementara itu, spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum.

Tabel 1.

Distribusi populasi penelitian

< 5 tahun 5-14 tahun 15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45 - 54 tahun > 55 tahun Laki-laki Perempuan

Sihareo 13 (16%) 33 (40,7%) 12 (14,8%) 5 (6,2%) 9 (11,1%) 3 (3,7%) 6 (7,4%) 27 (33,3%) 54 (66,&%) 81 (100%)

Golambanua II 7 (9,3%) 10 (13,3%) 13 (17,3%) 14 (18,7%) 12 (16%) 11 (14,7%) 8 (10,7%) 32 (42,7%) 43 (57,3%) 75 (100%)

Hilisimetano 50 (17,9%) 89 (31,8%) 24 (8,6%) 52 (18,6%) 39 (13,9%) 17 (6,1%) 9 (3,2%) 83 (29,6%) 197 (70,4%) 280 (100%)

Soonogeo 6 (10,9%) 10 (18,2%) 12 (21,8%) 7 (12,7%) 9 (16,4%) 6 (10,9%) 5 (9,1%) 24 (43,6%) 31 (56,4%) 55 (100%)

Hilisitaro 12 (13,5%) 16 (18%) 15 (16,9%) 18 (20,2%) 13 (14,6%) 7 (7,9%) 8 (9%) 36 (40,4%) 53 (59,6%) 89 (100%)

Bawamatulo 0 (0%) 2 (2,9%) 17 (24,3%) 14 (20%) 16 (22,9%) 13 (18,6%) 8 (11,4%) 23 (32,9%) 47 (67,1%) 70 (100%)

Hiliamaetaniha 16 (14%) 2 (1,8%) 16 (14%) 29 (25,4%) 24 (21,1%) 18 (15,8%) 9 (7,9%) 49 (43%) 65 (57%) 114 (100%)

Botohilitano 25 (6,5%) 117 (30,5%) 54 (14,1%) 73 (19,1%) 48 (12,5%) 35 (9,1%) 31 (8,1%) 130 (33,9%) 253 (66,1%) 383 (100%) T o t a l 129 (11,2%) 279 (24,3%) 163 (14,2%) 212 (18,5%) 170 (14,8%) 110 (9,6%) 84 (7,3%) 404 (35,2%) 743 (64,8%) 1147 (100%)

Desa Kelompok Umur Jenis Kelamin Total

Tabel 2.

Distribusi penderita malaria

Periksa

Darah P.falciparum P.vivax Campuran Total

Sihareo 32 16 1 3 20 (62,5%)

Golambanua II 34 13 3 5 21 (61,8%)

Hilisimetano 165 47 6 27 80 (48,5%)

Soonogeo 23 0 0 0 0 (0%)

Hilisitaro 47 18 3 3 24 (51,1%)

Bawamatulo 26 0 0 0 0 (0%)

Hiliamaetaniha 74 34 9 8 51 (68,9%)

Botohilitano 330 116 37 31 184 (55,8%)

T o t a l 731 244 (64,2%) 59 (15,5%) 77 (20,3%) 380

(4)

Tabel 3.

Perbandingan karakteristik dasar

Laki-Laki Perempuan Total (%) Laki-Laki Perempuan Total

a. < 5 tahun 13 57 70 (9,6%) 5 17 22 (5,8%)

b. 5-14 tahun 54 163 217 (29,7%) 13 28 41 (10,8%)

c. 15 - 24 tahun 22 82 104 (14,2%) 13 28 41 (10,8%)

d. 25 - 34 tahun 47 106 153 (20,9%) 36 52 88 (23,2%)

e. 35 - 44 tahun 54 57 111 (15,2%) 34 40 74 (19,5%)

f. 45 - 54 tahun 9 42 51 (7%) 16 48 64 (16,8%)

g. > 55 tahun 9 16 25 (3,4%) 21 29 50 (13,2%)

Total 208 (28,5%) 523 (71,5%) 731 (100%) 138 (36,3%) 242 (63,7%) 380 (100%)

Karakteristik Periksa Darah Penderita Malaria

Tabel 4.

Gejala dan tanda klinis

Jumlah Proporsi Jumlah Proporsi

Gejala Klinis

Demam + Gejala Lain 151 20,7% 52 13,7%

Gabungan Gejala Tanpa Demam 57 7,8% 43 11,3%

Demam 327 44,7% 194 51,1%

Menggigil 0 0% 0 0,0%

Badan Pegal 79 10,8% 38 10,0%

Pusing 59 8,1% 27 7,1%

Gangguan Pencernaan 29 4,0% 14 3,7%

Lemas 29 4,0% 12 3,2%

Tanda Klinis

Kenaikan Suhu Tubuh 582 79,6% 239 62,9%

Pembesaran Limfa 0 0% 0 0%

Karakteristik Periksa Darah (n=731) Penderita Malaria (n=380)

Tabel 5.

Perbandingan gejala klinis demam

Demam Tidak Demam

Malaria 246 (64,7%) 134 (35,3%) 380 (100%)

Bukan Malaria 232 (66,1%) 119 (33,9%) 351 (100%) Total Diagnosis Mikroskopis Gejala Klinis

Tabel 4. menunjukkan bahwa gejala klinis yang paling banyak dijumpai pada sampel yang diperiksa darahnya adalah demam (dengan atau tanpa gejala lain) yaitu sebanyak 65,4%. Sementara itu pada penderita malaria, 64,8% diantaranya dengan gejala klinis demam. Penderita malaria yang tidak datang dengan gejala klinis demam, umumnya menunjukkan gejala klinis seperti Badan Pegal (10%), Pusing (7,1%), Gangguan Pencernaan (3,7%), Lemas (3,2%), dan gabungan gejala tersebut.

Pada pemeriksaan suhu tubuh (tanda klinis) dijumpai kenaikan suhu tubuh pada 79,6% sampel yang diperiksa darahnya. Sementara itu, kenaikan suhu tubuh juga dijumpai pada 62,9% penderita malaria.

Tabel 5. menunjukkan bahwa dari 351 orang yang bukan penderita malaria, 66,1% diantaranya datang dengan gejala klinis demam. Sebaliknya dari 380 orang penderita malaria, 35,3% diantaranya tanpa gejala klinis demam.

DISKUSI

(5)

darah, hanya sekitar 7,8% dari keseluruhan penderita malaria klinis yang ada. 4

Sebaliknya, prevalensi penderita malaria dalam penelitian ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kasus malaria klinis sepanjang tahun 2003-2005. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Besarnya data penderita malaria klinis tersebut terjadi karena penentuan diagnosa malaria klinis, hanya berdasarkan gejala klinis, tanpa pemeriksaan apusan darah. 2. Musim hujan sangat berpengaruh pada

pembentukan perindukan nyamuk sebagai vektor pembawa penyakit malaria. Rendahnya prevalensi ini juga dimungkinkan karena penelitian dilakukan pada masa transisi musim kemarau ke awal musim hujan, sehingga belum banyak terbentuk tempat perindukan vektor.

3. Penentuan tempat penelitian lebih berdasarkan pada pertimbangan transportasi menuju lokasi dan biaya operasional, sehingga tempat yang terpilih, bukanlah desa dengan insiden tertinggi yang pernah dilaporkan, melainkan desa dengan insiden menengah ke bawah.

Spesies yang dijumpai pada penelitian ini adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Dengan jumlah kasus terbanyak adalah malaria oleh karena Plasmodium falciparum. Hal ini sesuai dengan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan tahun 2005.4

Secara umum, prevalensi penderita malaria pada semua desa hampir sama, yaitu di atas > 45%, kecuali pada dua desa, yaitu Soonogeo dan Bawamatulo. Khusus pada dua desa tersebut, tidak dijumpainya kasus malaria lebih dimungkinkan karena faktor jumlah sampel yang diperiksa masih relatif sedikit. Dan selama masa penelitian dilakukan, penduduk yang berpartisipasi juga sangat sedikit.

Peluang terjadinya penyakit malaria sangat ditentukan oleh seberapa besar penderita kontak dengan vektor pembawa penyakit, yang lebih banyak beraktivitas pada malam hari. Pada penelitian ini, kasus malaria terbanyak dijumpai pada kelompok umur 25-34 tahun dan 35-44 tahun, yang tentunya sangat berhubungan dengan aktivitas pada malam hari atau pekerjaan yang berpeluang untuk kontak dengan vektor. Sementara itu,

tingginya kasus malaria pada perempuan lebih dimungkinkan karena komposisi penduduk yang memang lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

Gejala klinis yang dijumpai umumnya adalah demam, menggigil, badan pegal, pusing, gangguan pencernaan, dan lemas. Demam sebagai salah satu gejala klasik malaria, tidak selalu harus ada pada penderita malaria, terutama di daerah endemis malaria.5

Dari 380 orang penderita malaria, hanya 64,7% yang datang dengan gejala klinis demam, selebihnya tidak demam sama sekali. Sebaliknya, 66,1% dari sampel yang bukan penderita malaria, datang dengan gejala klinis demam (Tabel 5.).

Selain demam, gejala klinis seperti: badan pegal, pusing, gangguan pencernaan dan lemas, juga harus diperhatikan sebagai gejala klinis malaria, terutama di daerah endemis malaria. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa gejala klinis pada penderita malaria yang tidak mengalami demam, umumnya adalah 10% dengan gejala klinis badan pegal, 7,1% dengan gejala klinis pusing, 3,7% dengan gejala klinis gangguan pencernaan dan 3,2% dengan gejala klinis lemas.

Gejala klinis malaria yang bervariasi ini pun diperoleh pada berbagai penelitian yang dilakukan di berbagai tempat. Penelitian yang dilakukan pada anak penderita malaria di Gambia pada tahun 2000, diperoleh hasil bahwa 58,3% penderita malaria tersebut menderita demam, 86% mengalami pusing dan 60,7% mengalami gangguan pencernaan.9

Sementara itu, penelitian di Thailand melaporkan bahwa gejala klinis penderita malaria umumnya adalah demam (42,3%), pusing (98,3%), badan pegal (96,6%), menggigil (88,4%), dan gangguan pencernaan (29,3%).10

Penelitian lain yang dilakukan di Nigeria pada tahun 2005 juga mendapatkan hasil bahwa dari penderita malaria yang ada, 100% mengalami demam, 69,6% mengalami pusing dan 50,4% mengalami gangguan pencernaan.11

(6)

klinis), hanya 239 orang (97,2%) yang mengalami kenaikan suhu tubuh (tanda klinis). Sehingga dalam pemeriksaan pasien malaria, sangat diperlukan pemeriksaan suhu tubuh dengan menggunakan alat ukur termometer, yang lebih bersifat objektif.

Dalam penelitian ini tidak dijumpai adanya pembesaran limfa. Hal ini biasanya berhubungan dengan kronisitas penyakit dan imunitas tubuh.

KESIMPULAN

Pengenalan gejala klinis yang khas di daerah endemis malaria sangat membantu dalam penanganan penyakit malaria secara cepat, tepat, dan rasional guna menurunkan angka kesakitan dan kematian karena malaria. Tenaga kesehatan di daerah endemis diharapkan dapat mengenal gejala dan tanda klinis yang khas pada daerahnya, sebagai langkah awal diagnostik malaria klinis sebelum dikonfirmasikan pada pemeriksaan apusan darah (mikroskopis). Oleh karena itu, pengamatan lebih lanjut untuk menemukan gejala dan tanda klinis yang khas pada tiap daerah endemis perlu dilakukan, sambil terus membenahi laboratorium diagnostik malaria di daerah daerah endemis malaria.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Gebrak Malaria, Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria di Indonesia, Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Edisi Kedua, 2005, Hal: 1-2, 15-16.

2. Davis TME, Malaria treatment: Available from URL:http://www.rph.wa.gov.au/labs/ haem/malaria/treatment.html, 2002.

3. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Profil Kesehatan Indonesia 2001, Menuju Indonesia Sehat 2010, 2002.

4. Hakim L, Laporan Akhir Pendampingan Penanggulangan Malaria Kabupaten Nias Selatan Propinsi Sumatera Utara, Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006

5. Harijanto PN, Gejala Klinik Malaria, Dalam: Harijanto PN (editor) Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000, Hal: 151-160.

6. Purwaningsih S, Diagnosis Malaria, Dalam: Harijanto PN (editor) Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000, Hal: 185-187.

7. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia, Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2006.

8. PAPDI, Konsensus Penanganan Malaria, 2003, Hal: 9-21

9. Seidlein LV, et al, Efficacy of artesunate plus pyrimethamine-sulphadoxine for uncomplicated malaria in Gambian children, The Lancet, Jan 29, 2000, pp 352

10.Erhart LM, et al, Hematologic and clinical indices of malaria in a semi-immune population of western Thailand, Am.J.Trop.Med.Hyg, 70(1), 2004, pp 8-14

Gambar

Gambar 1. Alur pemeriksaan pasien

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan paparan diatas, untuk mengetahui bagaimana gambaran literasi sains siswa dengan menggunakan model inkuiri, maka penelitian ini mengangkat judul “Deskripsi

Bibit yang benihnya berasal dari sumber benih KRK, ARA, dan AJA memiliki respon yang tidak berbeda nyata terhadap indeks mutu bibit dikarenakan bibit yang benihnya

20. Amalu Ahlil Madinah : Khas Mazhab Maliki Yang Paling menonjol dan membedakan dengan mazhab lain adalah penggunaan amalu ahlil Madinah. Imam Malik hidup di Madinah

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa latar belakang pendidikan tidak berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi, hasil ini dibuktikan dengan nilai

Alhamdulillahirabbil’alamin Penulis haturkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan

Merupakan kegiatan dengan mendatangkan pakar/ahli atau peneliti dari luar negeri untuk memberikan materi pendidikan dalam suatu pelatihan yang sudah dirancang atau kegiatan

Materi pokok yang akan di pelajari adalah bagaimana Saudara mampu memotivasi kepala sekolah untuk melakukan refleksi pada tugas pokonya, Adapun yang menjadi