Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
INVENTARISASI MAKANAN TRADISIONAL KHAS TOBA
SAMOSIR DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TIPA-TIPA DI
TOBA SAMOSIR
SKRIPSI
OLEH
RUTKAYA SIMANUNGKALIT 040304048
SEP-AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
1. Distribusi Penduduk menurut mata pencaharian tahun 2006 ... 23
2. Karakteristik sampel di desa Marom ... 25
3. Resep na niura... 29
4. Resep arsik ... 31
5. Komposisi dadih dan yoghurt ... 31
6. Resep benti ... 32
7. Resep ombus-ombus ... 34
8. Resep Daun Singkong Tumbuk / Ikkau Rata ... 37
9. Analisis B/C Ratio Pembuatan tipa-tipa ... 42
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1. Skema kerangka pemikiran ... 17
2. Buah Andaliman ... 26
3. Daun Andaliman ... 26
4. Na tinombur ... 29
5. Arsik ... 31
6. Dali ni horbo ... 32
7. Ombus-ombus ... 34
8. Hudon Tano ... 36
9. Losun ... 36
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Kegunaan Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 4
2.2 Landasan Teori... 12
2.3 Kerangka Pemikiran ... 16
2.4 Hipotesis Penelitian ... 18
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode penentuan daerah penelitian ... 19
3.2. Metode Penelitian ... 19
3.3. Data dan Sumber Data ... 19
3.4. Metode Analisis Data ... 20
3.5. Defenisi Dan Batasan Operasional... 21
3.5.1 Defenisi ... 21
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 23
4.1.1 Letak Geografis, Batas Dan Luas Wilayah ... 23
4.1.2 Keadaan Penduduk ... 23
4.1.3 Sarana Dan Prasarana... 24
4.2 Karakteristik Sampel ... 24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Inventarisasi Makanan Tradisional Toba Samosir ... 25
5.1.1. Pangan Hewani ... 28
5.1.2. Pangan Padi-padian ... 33
5.1.3. Pangan Sayuran... 39
5.1.4. Minuman Tradisional ... 40
5.2. Analisis Benefit Cost Ratio makanan tradisional tipa-tipa ... 42
5.3. Pengembangan Makanan Tradisional Tipa-tipa ... 45
5.3.1. Masalah-masalah yang dihadapi Produsen tipa-tipa ... 45
5.3.2. Strategi yang perlu dilakukan dalam Pengembangan makanan tradisional Tipa-tipa ... 48
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 62
6.2 Saran ... 62
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Adapun judul Skripsi ini adalah ”ANALISIS B/C RATIO DAN
PENGEMBANGAN MAKANAN TRADISIONAL TIPA-TIPA” dengan Kasus
Desa Marom, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba Samosir.
Penulis mengucapkan mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak DR. Satianegara Lubis, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing.
2. Ibu Emalisa, SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing.
3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P sebagai ketua Departemen Sosial
Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian khususnya dan di Fakultas Pertanian Umumnya
5. Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dan seluruh staff yang telah banyak
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Kepala Desa Marom yang telah banyak mendukung penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga berterima kasih kepada para responden yang telah
memberikan waktu dan kesempatan pada penulis selama penelitian dalam rangka
untuk penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih yang terbesar penulis ucapkan kepada Ayahanda T.M.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
dan kasih sayangnya yang sungguh tidak ternilai untuk penulis. Terima kasih juga
untuk semua my lovely big bro’ Min, Gen, Ges, dan Botak 
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat, KTB, koordinasi
UP FP 2007/2008 dan 2008/2009, adik-adikq (appiri awa Eva, pariban awa Heru,
adikq Irvan dan ito awa Robin) dan seluruh mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
khususnya stambuk 2004 yang selalu memberi keceriaan.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna.Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
skripsi ini. Akhir Kata penulis mengucapkan terima kasih untuk pembaca dan
semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Segala kemuliaan bagi Dia, Raja
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting
dari keseluruhan pembangunan nasional. Beberapa alasan yang mendasari
pentingnya pembangunan pertanian di Indonesia : (1) potensi sumber dayanya
yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,
(3) besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, (4) besarnya penduduk yang
menggantungkan hidupnya pada sektor ini, (5) perannya dalam penyediaan
pangan masyarakat, dan (6) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan
(Hanani, 2003).
Sektor pertanian merupakan sumber pendapatan lebih dari 65 % rakyat
Indonesia yang melibatkan diri dalam usaha sebagai petani, usaha kecil dan
koperasi (Zulkarnaini, 2002). Oleh karena itu, untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi sebaiknya tidak hanya berpihak dan berpusat pada pengusaha besar yang
akan mengakibatkan sebagian besar perekonomian dikuasai sedikit pengusaha
besar dibanding pengusaha kecil dan menengah, tetapi juga dengan memberi
perhatian yang besar untuk mengembangkan usaha kecil atau dengan kata lain
pemberdayaan ekonomi rakyat.
Sebagai negara agraris, Indonesia sebenarnya punya banyak potensi
sumber pangan yang dapat dimanfaatkan. Potensi ketersediaan pangan yang
beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya menyebabkan Indonesia kaya akan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
tersebut, baik dari segi jenis makanan maupun cara memasak dan cita rasanya.
Dimana, sebagian besar dari makanan tradisional tersebut hanya dikenal dan
dikonsumsi secara lokal tetapi di beberapa daerah telah menjadikan usaha
pengembangan makanan tradisional sebagai salah satu peluang bisnis.
Kabupaten Toba Samosir memiliki makanan tradisional yang menjadi ciri
khasnya. Makanan tradisional itu beragam,salah satu diantaranya adalah Tipa-tipa
yang sentra produksinya berada di desa Marom, kecamatan Uluan, Kabupaten
Toba Samosir. Tipa-tipa diproduksi sebagai usaha kecil rumah tangga di desa
Marom. Membuat tipa-tipa berawal dari kebiasaan masyarakat Batak untuk
membuat tipa-tipa setiap masa panen selesai. Pada akhirnya, masyarakat desa
Marom membuat Tipa-tipa sebagai usaha kecil rumah tangga dan telah berjalan
selama berpuluh-puluh tahun.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisis finansial usaha tipa-tipa
dan strategi apa yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usaha kecil ini.
1.2. Identifikasi Masalah
Setelah dilihat dari uraian pada latar belakang maka dapat disimpulkan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana inventarisasi makanan tradisional khas Toba Samosir?
2) Bagaimana analisis benefit cost ratio (B/C Ratio) makanan tradisional
tipa-tipa khas Toba Samosir ?
3) Bagaimana strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usaha
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009 1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1) Untuk menginventarisasi makanan tradisional khas Toba Samosir .
2) Untuk mengetahui benefit cost ratio (B/C Ratio) makanan tradisional tipa-tipa
khas Toba Samosir
3) Untuk menentukan strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
usaha makanan tradisional khas tipa-tipa Toba Samosir.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dikemudian hari dapat dipergunakan
sebagai:
1) Bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak yang ingin mengembangkan
usaha pembuatan tipa-tipa.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN.
Tinjauan Pustaka
Sistem perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi campuran
(mixed economy system). Sistem ekonomi campuran diartikan sebagai sebuah
sistem yang mengambil kebaikan liberalisme dan nilai filosofis dari sosialisme.
Inilah yang sering disebut sebagai sistem ekonomi Pancasila dalam spirit
demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi menuntut peran serta rakyat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dan meletakkan rakyat sebagai aktor utama
dalam rangka merealisasikan keseluruhan ide dan gagasan pembangunan.
Pembangunan yang harus bermula dan berpulang ke pangkuan rakyat.
Pembangunan yang menghadirkan rakyat sebagai subjek, dan bukan objek.
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan pembangunan tidak bisa tanpa peran
rakyat. Kebijakan yang tidak saja berpihak pada rakyat secara luas terutama yang
miskin secara ekonomi, melainkan juga mesti bersumber pada rakyat (Safi’i,
2007)
Peran usaha kecil sangat penting dalam menumbuhkan dan
mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan merupakan sektor usaha yang
strategis dan potensial dalam menciptakan lapangan kerja, mendorong
pertumbuhan ekonomi, mempercepat proses pemerataan dan memberikan
pelayanan ekonomi kepada masyarakat luas. Hal ini memberikan legitimasi
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
bagi usaha kecil agar dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh, sehat, dan
mandiri, serta dapat berkembang menjadi usaha besar (Prawirokusumo, 2001).
Bahwa sebagai daerah otonom, daerah harus mampu dalam mengatur dan
menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah dengan membiayai sendiri
kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi
ketergantungan kepada pemerintah pusat (Salam, 2004). Kebijakan pembangunan
ekonomi daerah dalam perspektif otonomi, berakar dari konsep desentralisasi,
yakni pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat terhadap
pemerintah daerah. Konsep desentralisasi sendiri merupakan kebalikan dari sistem
sentralisasi dimana seluruh kewenangan dikuasai oleh pemerintah pusat.
Desentralisasi adalah suatu sistem dalam mana bagian dari tugas-tugas negara
diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau institusi yang mandiri (Kaho,
1998). Masyarakat dan pemerintah harus memanfaatkan peluang untuk
melaksanakan pembangunan dengan ditetapkan otonomi daerah melalui
peningkatan kapabilitas dan kompetensi diri dengan memanfaatkan potensi
sumberdaya ekonomi daerah, sehingga dapat mempercepat upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut dapat dijadikan sumber pembiayaan
pembangunan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui upaya
pemberdayaan masyarakat.
Pemahaman tentang ekonomi rakyat dapat dipandang dari dua pendekatan
:pertama, pendekatan kegiatan ekonomi dari pelaku ekonomi berskala kecil,
disebut perekonomian rakyat. Berdasarkan pendekatan ini, pemberdayaan
ekonomi rakyat dimaksudkan adalah pemberdayaan pelaku ekonomi berskala
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
pembangunan yang demokratis, disebut pembangunan partisipatif (participatory
development). Sedangkan partisipasi menurut Sastrodipoetra (1988) adalah
keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggung jawab
terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan
pendekatan kedua ini, maka pemberdayaan ekonomi rakyat dimaksud adalah
menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pembangunan. Hal ini bermakna
bahwa ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang mengikutsertakan seluruh
lapisan masyarakat dalam proses pembangunan dimana seluruh lapisan tersebut
tanpa kecuali sebagai penggerak pembangunan. Pendekatan kedua ini sering
disebut sebagai ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi kerakyatan (Rusli
Zainal, 2002). Petani, pengusaha kecil dan koperasi adalah sebagai pelaku
ekonomi kerakyatan dalam rangka pembangunan daerah.
Dalam GBHN 1999-2004 juga mengarahkan bahwa arah pembangunan
ekonomi nasional adalah :
(1) Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan
kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan
keunggulan komperatif sebagai negara maritim dan agraris, sesuai kompetensi dan
produk unggulan di setiap daerah;
(2) Memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih efisien,
produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif
dan peluang usaha seluas-luasnya.
Sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam GBHN 1999-2004, bahwa
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
produk unggulan di setiap daerah yang melibatkan pengusaha kecil, menengah
dan koperasi. Terdapat dua pembenaran untuk pilihan ini: melibatkan aktor utama
(petani) secara langsung, dan memanfaatkan kekayaan hayati setempat. Dari
pengembangan produk unggulan daerah, akan menopang ekonomi rakyat yang
menuju kesejahteraan.
Sektor pertanian sebagai sektor utama dalam menopang ekonomi rakyat
Indonesia menjadi sangat strategis peranannya. Peran strategis yang disandangnya
sudah sewajarnya bila mendapat perhatian yang serius baik dari kalangan
pemerintah maupun dari masyarakat Indonesia. Menurut Yasin (1998), terdapat
beberapa permasalahan dalam pembangunan pertanian, yaitu:
1. Tingkat pendidikan petani yang rendah menyebabkan terbatasnya
kemampuannya untuk memanfaatkan perubahan yang terjadi dengan cepat.
Hal ini berkaitan dengan penguasaan pengetahuan den keterampilan yang
masih terbatas serta kurang adaptif terhadap perubahan yang terjadi.
2. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi belum dapat memenuhi kebutuhan
usaha dengan harga yang wajar dan tersedia pada waktu dibutuhkan.
3. Letak lahan pertanian yang dikelola petani berpencaran dengan luasan yang
sempit dan dikelola mengarah pada usaha intensif.
4. Teknologi yang diterapkan petani dan pengrajin agroindustri masih sangat
sederhana, sedangkan paket teknologi yang disediakan belum dapat
beradaptasi dengan kondisi sosial ekonomi daerah.
5. Produktivitas tenaga kerja, modal dan tanah dari usaha pertanian masih
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
6. Kontinuitas jumlah produksi dan jaminan mutu produksi pertanian belum
dapat memenuhi kebutuhan konsumen di pasar domestik dan internasional.
7. Kelembagaan sosial dan ekonomi, seperti kelompok tani dan koperasi
belum dapat mendukung kegiatan usaha pertanian dan agroindustri, termasuk
pemasaran.
8. Komoditas pertanian dan produk agroindustri yang cepat mengalami
kerusakan sehingga memperendah nilai jualnya.
9. Harga jual komoditas pertanian dan produk agroindustri selalu mengalami
fluktuasi sehingga usaha tersebut kurang dapat merangsang pengembangan
usaha secara berkelanjutan.
10. Modal yang dialokasikan dari bagian pendapatan pada usaha pertanian masih
terbatas dan kemampuan untuk meraih modal pinjaman dari lembaga
perbankan masih banyak mengalami hambatan.
11.Posisi petani sebagai pengusaha kecil yang lemah dibandingkan pengusaha
besar dalam melakukan tawar–menawar ketika memasarkan produk pertanian
ataupun membeli sarana dan prasarana produksi.
Pertanian primer sebagai basis andalan pembangunan ekonomi nasional
merupakan paradigma lama, sehingga sesegera mungkin diarahkan pada
paradigma baru, yakni menjadikan agribisnis sebagai basis pembangunan
ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kontribusi pertanian
(produk primer) dewasa ini adalah kecil dan semakin mengecil dalam
perekonomian daerah dan nasional, namun kontribusi agribisnis sangat besar dan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Agribisnis sebagai suatu sistem terdiri dari empat subsistem, yaitu:
Pertama, subsistem hulu (up stream agribusiness), meliputi kegiatan ekonomi
yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi primer seperti industri
pupuk, obat-obatan, benih/bibit, alat dan mesin pertanian serta industri lainnya.
Kedua, subsistem usahatani (on farm agribusiness) yang pada masa lalu disebut
sebagai sektor pertanian primer, merupakan kegiatan proses produksi mulai dari
pengolahan tanah, penanaman sampai kepada pemanenan. Dengan demikian pada
kegiatan usahatani paling tidak melibatkan tiga komponen utama, yaitu petani,
tanah dan tanaman/ternak/ikan yang selalu disebut sebagai tritunggal usahatani.
Ketiga, subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan
ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik
dalam bentuk siap dimasak maupun dikonsumsi beserta kegiatan pemasarannya
baik pada pasar domestik maupun pasar internasional. Dan keempat, subsistem
jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi,
penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan,
kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan lain-lain ( Saragih, 1998).
Berbicara mengenai sektor pertanian tidak lepas dari masalah pangan.
Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan
bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan tubuh yang
rusak. Pangan dikenal sebagai pangan pokok jika dimakan secara teratur oleh
suatu kelompok penduduk dalam jumlah cukup besar untuk menyediakan bagian
terbesar dari konsumsi energi total yang dihasilkan oleh makanan. Pangan
menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi. Zat gizi
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh. Pangan telah
dikelompokkan menurut berbagai cara yang berbeda. Salah satu cara untuk
mengelompokkannnya adalah :
1. padi-padian
2. akar-akaran, umbi-umbian dan pangan berpati
3. kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak
4. sayur-sayuran
5. buah-buahan
6. pangan hewani
7. lemak dan minyak
8. gula dan sirop
(Harper,et.al, 1986).
Salah satu ukuran pokok dari tingkat kesejahteraan masyarakat adalah
kemampuannya untuk mendapatkan pangan yang cukup, bergizi, aman, sesuai
selera dan keyakinannya. Pangan mempunyai peranan yang sangat besar dalam
kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia., baik sebagai produsen, pedagang
maupun konsumen. Dengan demikian, gangguan yang terjadi pada produksi dan
pemasaran bahan pangan, serta perubahan dalam harga pangan, akan
menimbulkan keresahan dalam masyarakat ( Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi, 1979).
Kemampuan untuk mendapatkan pangan sebagaimana dimaksud akan
tergantung pada: (1) kemampuan daya beli masyarakat di satu sisi dan (2)
kemampuan untuk menyediakan dan mendistribusikan pangan tersebut ke seluruh
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
dapat memberi pengaruh besar yang dapat melemahkan ketahanan nasional
(Amang, 1995).
Indonesia dengan keanekaragaman sumber daya hayatinya, baik nabati
maupun hewani, diantaranya sudah sejak lama dipergunakan sebagai sumber
pangan penduduk setempat. Berbagai jenis sumber pangan ini, pada umumnya
hanya dipergunakan masyarakat sebagai sumber pangan tambahan dan dalam
jumlah terbatas. Hanya beberapa kelompok masyarakat saja yang
mempergunakannya sebagai sumber pangan pokok. Terbatasnya pengkonsumsian
berbagai sumber pangan ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena
terbatasnya jumlah sumber yang tersedia; karena adanya kandungan bahan kimia
sehingga sumber tersebut hanya dapat dimakan dalam jumlah yang terbatas;
karena rasa, warna dan bentuk yang tidak sesuai dengan selera, atau karena
sumber tersebut tidak tersedia secara terus-menerus.
(Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1979)
Pengembangan tanaman pangan sesuai karakteristik wilayah
masing-masing juga bisa tercipta dengan mudah. Pemanfaatan dua musim tanam akan
lebih berhasil guna. Jika tercipta industri dari hulu sampai ke hilir maka akan
membuka ribuan bahkan jutaan lapangan kerja baru (Siswono, 2005).
Pengembangan pangan ini diprioritaskan pada kegiatan pokok, antara lain:
pengembangan pola konsumsi pangan, pengembangan pemanfaatan pekarangan,
pengembangan pangan lokal dan pengembangan makanan tradisional
(Soekartawi, 1995).
Makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat. Banyak makanan
tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya yaitu mempunyai
karakteristik sensori, bergizi, dan mempunyai sifat fisiologis berkhasiat bagi
kesehatan, maka seharusnya banyak makanan tradisional yang dapat
dikategorikan sebagai makanan fungsional.
Perkembangan budaya, seiring dengan modernitas memberikan berbagai
pengaruh terhadap perkembangan dan penerimaan makanan tradisional oleh
masyarakat. Pembauran budaya antar suku dan bangsa serta membaiknya keadaan
ekonomi meningkatkan variasi penyajian makanan selain makanan tradisional di
meja keluarga Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan berkurangnya peran
beberapa makanan tradisional yang mengarah pada proses kepunahan. Jarang
dipraktekkannya ritual kebudayaan untuk acara keluarga mendorong semakin
tidak dikenalnya lagi makanan tradisional yang terkait dengan budaya oleh
keluarga muda yang mengejar kepraktisan (Pusat Kajian Makanan Tradisional,
2003).
Landasan Teori
Pengembangan pangan lokal merupakan pengembangan pola konsumsi
pada tingkat yang lebih luas dari keluarga. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi setempat sekaligus sebagai fondasi dalam pengembangan agribisnis
pangan.
Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat (kelompok etnik) yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara
memiliki beranekaragam makanan tradisional. Akan tetapi, sebagian besar dari
makanan tradisional tersebut hanya dikenal dan dikonsumsi secara lokal. Potensi
ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya
menyebabkan Indonesia kaya akan makanan khas atau makanan tradisonal di
masing-masing daerah. Kekayaan tersebut, baik dari segi jenis makanan maupun
cara memasak dan citarasanya. Sebagian diantaranya berpotensi untuk
dikembangkan menjadi usaha rakyat. Makanan tradisional adalah makanan dan
minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan
secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau
masyarakat Indonesia. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah
dikenal masyarakat setempat dengan bahan-bahan yang diperoleh dari sumber
lokal yang memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat
setempat.
Dengan sentuhan teknologi dan pengelolaan yang lebih baik, makanan
tradisional dapat dikembangkan lebih lanjut, selain untuk memperbaiki kandungan
gizinya, juga untuk menjangkau pasar yang lebih luas di luar konsumen
tradisionalnya. Sehingga makanan tradisional juga tersedia di daerah-daerah yang
lain (Hariyadi, 2007).
Mengingat penting dan strategisnya ekonomi rakyat, khususnya usaha
kecil dengan memperhatikan berbagai tantangan dan peluang maka di dalam
pemberdayaan ekonomi rakyat perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif
serta bersama-sama masyarakat dan dunia usaha itu sendiri melakukan pembinaan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Ekonomi rakyat adalah ekonomi pribumi (people’s economy is
indegeneous economy), bukan aktivitas yang berasal dari luar aktivitas masyarakat
(external economy). Ekonomi rakyat dimaksudkan sebagai perekonomian atau
perkembangan ekonomi kelompok masyarakat yang berkembang relatif lambat,
sesuai dengan kondisi yang melekat pada kelompok masyarakat tersebut
(Zulkarnain, 2002).
Dalam proses pembangunan ekonomi kerakyatan diperlukan peran aktif
sebagian besar pelaku ekonomi, dalam hal ini adalah usaha kecil yang banyak
dilakukan oleh masyarakat desa. Pembangunan desa tidak hanya menyangkut
produksi pertanian saja, tetapi mencakup seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat desa secara terpadu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa.
Dengan demikian desa tidak lagi hanya objek pembanguan melainkan subjek
pembangunan yang ikut merencanakan, mengendalikan dan mengawasi dan juga
mengenyam sendiri hasil-hasil pembangunan (Gilarso, 1992).
Memanfaatkan potensi daerah adalah salah satu langkah yang dapat
ditempuh, yaitu dengan mengembangkan apa yang menjadi kekhasan daerah
untuk dijadikan sebagai usaha yang menopang kesejahteraan rakyat. Makanan
tradisional adalah salah satu peluang usaha yang dapat menopang kesejahteraan
rakyat. Usaha makanan tradisional dapat dinilai kelayakannya dengan
menggunakan salah satu instrumen kelayakan bisnis yaitu dengan menilai benefit
cost ratio-nya (B/C Ratio). B/C Ratio merupakan salah satu aspek keuangan untuk
menilai kemampuan usaha dalam memperoleh pendapatan serta besarnya biaya
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
B/C Ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya yang
dikorbankan (Kasmir dan Jakfar, 2003).
B/C Ratio = Total Benefit Total Biaya
Dimana, :
Jika B/C Ratio = 1, usaha tersebut tidak menguntungkan dan tidak merugi (impas)
Jika B/C Ratio < 1, usaha tersebut tidak layak (rugi)
Jika B/C Ratio > 1, usaha tersebut layak.
Menyadari pentingnya peran usaha kecil, perlu upaya yang terus
menerus dan memberdayakan mereka, terlebih lagi dalam menghadapi tantangan
dan memanfaatkan peluang yang ada.
Kerangka Pemikiran
Salah satu kekayaan hayati suatu bangsa adalah makanan tradisionalnya,
yang apabila dikembangkan akan dapat mendukung ekonomi rakyat, terlebih jika
pembuatan makanan tradisional itu telah dijadikan sebagai usaha rakyat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Dengan menginventarisasi makanan tradisional akan dapat diketahui
berbagai jenis makanan tradisional suatu daerah. Inventarisasi makanan
tradisional yang dilakukan adalah makanan tradisional khas Toba Samosir. Tipa-
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
dijadikan sebagai mata pencaharian penduduk desa Marom untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam pengembangannya menjadi usaha kecil yang tangguh adalah
penting untuk menganalisis usaha Tipa-tipa itu sendiri. analisisi yang dilakukan
terdiri dari dua analisis. Pertama, menilai kelayakan usahanya dari segi aspek
keuangan yaitu menilai kemampuan usaha dalam memperoleh pendapatan serta
besarnya biaya yang dikeluarkan. Perbandingan total penerimaan dan total biaya
yang biasa disebut B/C Ratio (Benefit Cost Ratio) dengan menganalisis biaya apa
saja yang dikorbankan, yaitu biaya bahan baku, tenaga kerja dan penyusutan
peralatan. Sedangkan total penerimaan yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh
dari harga jual per satuan produk.
Kedua, analisis SWOT yaitu melihat berbagai Strength (kekuatan),
Weaknesses (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threats (ancaman) dalam
memproduksi Tipa-tipa. Dimana untuk mengembangkan usaha tipa-tipa tidak
akan terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi oleh pengusaha itu sendiri serta
berbagai tantangan dan peluang yang ada.
Diharapkan dari kedua analisis ini didapatkan strategi untuk
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Inventarisasi makanan tradisional Tobasa
Tipa - tipa
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran
Pengembangan Tipa-tipa Analisis usaha Tipa-tipa
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
III. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penentuan daerah penelitian
Penelitian dilakukan di dusun Marom Timur, desa Marom, kecamatan
Uluan, kabupaten Toba Samosir. Pemilihan daerah penelitian ini ditentukan secara
purposive area sampling, dikarenakan daerah ini adalah sentra produksi makanan
tradisional Tipa-tipa.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survai, yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi untuk mewakili seluruh
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
(Singarimbun, 1989). Unit analisa dari penelitian adalah produsen Tipa-tipa. Desa
marom terdiri dari 3 dusun, yaitu dusun Marom timur, dusun Marom tengah, dan
dusun Marom barat. Jumlah populasi di dusun timur adalah sebanyak 5 (lima)
rumah tangga yang semuanya dijadikan sebagai sampel penelitian.
3. 3 Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh langsung di lapangan, yaitu dengan teknik wawancara dan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Wawancara (interview) dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi (data) dari responden dengan cara bertanya langsung
secara bertatap muka (Suyanto, 2005). Data sekunder diperoleh dari media
elektronik. Data yang dibutuhkan, antara lain adalah:
 Jenis-jenis makanan tradisional, mulai dari bahan dasar sampai dengan bahan
siap konsumsi.
 Besarnya biaya yang dikorbankan dan keuntungan yang diperoleh oleh pelaku
usaha makanan tradisional.
3.4. Metode Analisis Data
Analisis data untuk identifikasi masalah ke-1 dilakukan berdasarkan
analisis deskripsi, berupa penyajian dan penjelasan terhadap data yang diperoleh
sesuai dengan kondisi di lapangan.
Analisis data untuk identifikasi masalah ke-2 dilakukan pendekatan
melalui 1 (satu) indikator, yaitu Benefit Cost Ratio (B/C Ratio).
B/C Ratio = Total Benefit Total Biaya
Dari segi aspek finansial:
Jika B/C Ratio = 1, usaha tersebut tidak menguntungkan dan tidak merugi (impas)
Jika B/C Ratio < 1, usaha tersebut tidak layak (rugi)
Jika B/C Ratio > 1, usaha tersebut layak.
Hipotesis yang digunakan adalah usaha makanan tradisional tipa-tipa layak untuk
dijalankan.
Analisis data untuk identifikasi masalah ke-3 dilakukan berdasarkan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
(kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threats (ancaman) dalam memproduksi
Tipa-tipa.
3.5.Definisi dan Batasan Operasional.
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini,
maka dibuat defenisi dan batasan operasional.
3.5.1. Definisi.
1. Produksi adalah setiap usaha manusia yang, baik secara langsung atau tidak
langsung, menghasilkan barang dan jasa supaya (lebih) berguna untuk memenuhi
suatu kebutuhan manusia.
2. Tenaga kerja (human resources) adalah segala usaha manusia, baik jasmani
maupun rohani, yang dicurahkan dalam proses peningkatan kegiatan ekonomi.
3. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan yang
memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta
turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan.
4. Inventarisasi adalah pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai
makanan tradisional untuk perencanaan dan pengembangan makanan tradisional
tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan serba guna.
5. Pangan pokok adalah jenis pangan jika dimakan secara teratur oleh suatu
kelompok penduduk dalam jumlah cukup besar untuk menyediakan bagian
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
6. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau
mengubah bentuk pangan.
7. Makanan tradisional adalah makanan yang dikonsumsi masyarakat golongan
etnik dan wilayah yang spesifik, diolah dari resep yang dikenal masyarakat,
bahan-bahannya diperoleh dari sumber lokal dan memiliki rasa yang relatif sesuai
dengan selera masyarakat setempat.
3.5.2. Batasan operasional
Adapun yang menjadi batasan opersional penelitian ini adalah:
1. Penelitian merupakan kegiatan menginventarisasi berbagai jenis makanan
tradisional khas Toba Samosir.
2. Analisis finansial (B/C Ratio) usaha makanan tradisional Tipa-tipa.
3. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2008.
4. Daerah tempat penelitian adalah desa Marom, kecamatan Uluan, kab. Toba
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian desa Marom 4.1.1. Letak Geografis, Luas dan Batas wilayah
Desa Marom adalah salah satu desa di kecamatan Uluan. Secara astronomis,
kecamatan Uluan terletak pada 2023’- 2030’ LU dan 99004’- 99009’ BT. Berada
pada 500-1500 m dpl dengan luas kecamatan 109 km2. Secara administratif,
batas-batas kecamatan Uluan:
Sebelah Utara : Danau Toba
Sebelah Timur : Porsea
Sebelah Selatan : Lumban Julu
Sebelah Barat : Danau Toba
Marom memiliki luas wilayah 21 km2 dengan rasio terhadap luas
kecamatan sebesar 19,27 %.
4.1.2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk desa Marom 1.001 jiwa dengan kepadatan penduduk 48
jiwa/km2 (BPS,2006) dengan rasio terhadap jumlah penduduk kecamatan Uluan
sebesar 12,02 % (jumlah penduduk kecamatan Uluan 8.325 jiwa dengan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian penduduk utama di daerah penelitian adalah bertani,
tetapi ada juga yang bekerja sebagai PNS, ABRI, industri dan lain-lain.
Tabel 1.Distribusi penduduk menurut mata pencaharian tahun 2006.
No. Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Bertani 238 79,33
2. Industri 27 9
3. PNS dan ABRI 9 3
4. Lainnya 26 8,66
5. Perdagangan - 0
JUMLAH 300 99,99
Sumber : BPS, Uluan dalam angka 2006
Mayoritas penduduk desa Marom hidup dari pertanian. Hal itu dapat
dilihat dari Tabel 1. dimana penduduk desa yang bekerja sebagai petani sebanyak
238 jiwa (79,33%), penduduk yang bekerja dalam industri sebanyak 27 jiwa (9%),
penduduk yang bekerja sebagai PNS/ABRI sebanyak 9 jiwa (3%), lainnya
sebanyak 26 jiwa (8,66%) dan tidak ada penduduk yang bekerja dalam
perdagangan.
4.1.3. Sarana dan Prasarana
Marom memiliki sarana kesehatan berupa 2 Posyandu dengan 1 orang
sebagai tenaga medis yaitu bidan, 1 Polindes (Pondok Bersalin Desa), 1 Sekolah
Dasar dan 4 rumah ibadah (gereja).
4.2. Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel dicirikan oleh faktor umur, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan, dan lama berusaha. Karakteristik sampel dapat dilihat pada
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Tabel 2. Karakteristik Sampel di desa Marom
No. Uraian Range Rataan
1. Umur (tahun) 44-55 49,8
2. Tingkat pendidikan (tahun) 6-9 6,6
3. Jumlah tanggungan (jiwa) 1-5 3
4. Lama berusaha (tahun) 19-30 26,2
Sumber: data diolah dari lampiran 1
Dari Tabel 2. dapat diketahui bahwa rata-rata umur sampel di desa Marom
adalah 49,8 tahun. Hal ini berarti bahwa sampel di daerah penelitian masih
tergolong usia yang produktif sehingga masih potensial untuk mengembangkan
usaha tipa-tipa.
Rata-rata tingkat pendidikan sampel di daerah penelitian adalah 6,6 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sampel setingkat dengan SD
(Sekolah Dasar), sedangkan rata-rata jumlah tanggungan sampel adalah 2,8 jiwa.
Rata-rata pengalaman berusaha sampel adalah 26,2 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel telah memiliki pengalaman yang tergolong lama
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Inventarisasi Makanan Tradisional Toba Samosir
Masakan Toba mengalami stigma yang sama dengan masakan Bali dan
Manado. Banyak yang menduga bahwa masakan dari ketiga daerah itu selalu
mengandung bahan-bahan yang tidak halal. Padahal, bila mengenalinya dengan
baik, ketiga daerah itu memiliki kekayaan kuliner yang sangat kaya dengan
makanan-makanan yang dapat disajikan secara halal (Silaban, 2006)
Jenis-jenis makanan tradisional di kabupaten Toba Samosir adalah tidak
jauh berbeda dengan jenis makanan tradisional yang ada di daerah Tapanuli Utara,
sebab mayoritas penduduk adalah sama dengan mayoritas penduduk di Toba
Samosir yaitu Batak Toba.
Jeruk sundai, asam gelugur, dan andaliman adalah bumbu-bumbu khas
yang banyak hadir dalam masakan Toba. Orang Batak juga suka memakai kucai
dalam masakan mereka, seperti tampak hadir dalam ikan arsik, naniura,
natinombur, dali ni horbo, dan lain-lain. Untuk menciptakan keasamannya dipakai
jeruk sundai dan asam gelugur (Garcinia atrovridis). Untuk kepedasan yang khas,
selain cabai dipakai juga andaliman (Zanthoxylum piperitum, juga sering disebut
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Andaliman merupakan rempah-rempah khas dari Sumatera Utara (rempah-rempah
yang hanya tumbuh di tanah Batak), sebagai bumbu penyedap masakan untuk
memberikan rasa pedas yang khas (di lidah seperti ”menyengat” dan
menggetarkan), buahnya bulat kecil-kecil berwarna hijau (berwarna hitam setelah
kering dijemur). Kunci makanan khas Batak itu ada di andaliman. Tanpa
andaliman, misalnya : sangsang, panggang, arsik, natimombur, na niura dan
lainnya pasti hambar rasanya. Khasnya ada di andaliman, karena rasanya
menggetarkan lidah. Buah andaliman, kaya vitamin C dan E guna meningkatkan
daya tahan tubuh.
Asam gelugur sebenarnya adalah tanaman serbaguna yang perlu
dipopulerkan kembali karena semakin jarang adanya. Sebagai elemen
penghijauan, pohonnya sangat cantik. Di Malaysia, tanaman asam gelugur disebut
“Si Pohon Indah dari Semenanjung”. Buahnya dapat dipakai sebagai bumbu
masak, selai, sirup, dan manisan. Rasa asamnya khas dan beda dari asam jawa
atau tamarind (Sihotang, 2008).
Gambar 2. Buah Andaliman.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
5.1.1. Pangan Hewani.
Terdapat beberapa jenis pangan hewani yang menjadi makanan tradisional
khas Toba Samosir, yaitu na tinombur, na niura, ikan arsik, dan dali ni horbo.
Pada dasarnya resep masakan ini banyak menghindari penggunaan minyak goreng
dalam pengolahannya. Berikut jenis-jenis makanan tradisional Toba Samosir :
a. Na Tinombur.
Arti harafiahnya: yang di-tombur. Ikan yang dijadikan natinombur dapat
dari ikan apa saja, misalnya: ikan mujair, ikan mas, ikan lele, dan sebagainya.
Ikannya bisa digoreng, bisa pula dibakar - tergantung kesukaan masing-masing.
Tombur-nya adalah sambal atau bumbu yang dilumurkan di atasnya.
Jika ikan natinombur dibuat dari ikan lele maka sekilas tampak seperti lele
penyet Madiun. Nyata sekali kesamaan bahan dasar sambalnya yang sama-sama
dibuat dari kemiri. Kualitas sambal tombur memiliki citarasa yang complicated.
Secara umum sambal tombur ini memang mirip dengan bumbu naniura. Tetapi,
natinombur tidak semasam naniura. Ada rasa tajam-pedas yang mencuat dari
natinombur, menandakan penggunaan andaliman dalam jumlah yang cukup
banyak.. Bahan untuk membuat tombur sangatlah rumit, seperti tercermin pada
citarasanya. Untuk menciptakan keasamannya dipakai jeruk sundai dan asam Gambar 3. Daun Andaliman.
Rempah-rempah yang
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
gelugur (Garcinia atrovridis). Untuk kepedasan, selain cabe dipakai juga
andaliman (Zanthoxylum piperitum, juga sering disebut Szechuan peppercorn).
Bumbu-bumbu tombur lain adalah sereh, kunyit, lengkuas, daun jeruk, dll.
Gambar 4. Na Tinombur
b. Na niura
Hidangan ini biasanya dibuat dari ikan mas. Keunikan dari makanan
tradisional ini adalah na niura tidak dimasak. Ikan mas utuh, atau dipotong-potong
bila besar. Direndam selama semalam dalam bumbu-bumbu yang terutama terdiri
atas asam jumba. Rendaman asam jumba itulah yang secara kimiawi membuat
ikan mentah itu tidak terasa amis dan alot seperti layaknya ikan mentah. Hampir
setiap rumah mempunyai resep naniura sendiri, sehingga cukup sulit mencari
standar baku naniura. Berikut tabel resep na niura:
Tabel 3. Resep na niura
No. Bahan dan bumbu Takaran
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
2. Cabai 1 ons
3. Bawang merah 1 ons
4. Bawang putih 1 ons
5. Kemiri 2 biji
6. Andaliman 2 sdm
7. Kunyit 1 sdm
9. Air perasan asam jumba 10 buah
10. Garam 1 ½ sdm
Cara membuat:
1. Ikan dibersihkan terlebih dahulu dengan membuang seluruh bagian dalam
ikan dan ikan digurat untuk membuang sisiknya. Kemudian ikan dibelah dari
kepala hingga ekor lalu duri ikan dibuang.
2. Ikan diasami dan dibiarkan ± 3 jam (sampai ikan setengah matang).
3. bawang merah, bawang putih, kemiri, digongseng kemudian digiling halus.
cabai, kunyit, dan andaliman digiling halus. Diberi garam dan dicampur
dengan ikan dan dibiarkan 2 jam hingga akhirnya ikan benar-benar matang.
4. Siap untuk disajikan.
c. Ikan arsik
Ikan arsik adalah suatu bentuk makanan khas dari masyarakat Batak, yang
juga adalah bagian dari upacara adat Batak. Ada sedikit perbedaan antara arsik
Karo dan Tobasa. Biasanya arsik Karo lebih kering, sedangkan arsik Toba lebih
berkuah dan encer. Jenis bumbunya pun sedikit berbeda. Kebanyakan arsik dibuat
dari ikan mas, direbus atau dikukus dalam kuah bumbu kuning.
Masyarakat Batak biasanya memasak ikan ini tanpa dibersihkan sisiknya.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
pun, tidak boleh dibuka supaya keharumannya tetap terjaga. Bahkan akan lebih
enak lagi kalau dimasak secara tradisional menggunakan kayu bakar.
Memasaknya cukup lama sampai-sampai tulang ikan pun hancur hingga bisa
dimakan. Berikut resep membuat ikan mas arsik:
Tabel 4. Resep Ikan Mas Arsik
No. Bahan dan bumbu Takaran
1. Ikan mas/gabus 1 kg
2. Sereh 2 batang
3. Daun salam 2 lembar
4. Kunyit 1 sdm
5. Jahe 1 sdm
6. Andaliman 1 sdt
7. Kemiri 2 butir
8. Bawang merah 1 sdm
9. Bawang putih 1 sdm
10. Asam glugur 1 lembar
11. Cabai merah 1 sdm
12. Buah kecombrang 5 buah
13. Lengkuas 1 ons
14. Kucai 2 ons
Cara membuat:
1. Ikan dibalur dengan semua bumbu yang telah dihaluskan cabe merah, kunyit,
jahe, kemiri, andaliman, bawang merah, bawang putih, garam, daun salam.
Lengkuas, sereh dan buah kecombrang dimemarkan.
2. Letakkan di wajan/kuali berisi air ± 800 cc dan diamkan selama ± 30 menit.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 5. Ikan arsik
d. Dali ni horbo
Dali ni horbo atau susu kerbau merupakan produk olahan susu fermentasi
tradisional yang berpotensi sebagai pangan probiotik. Dali merupakan produk
susu fermentasi tradisional seperti yoghurt yang terdapat di daerah Sumatera
Utara, yang proses pembuatannya sangat sederhana. Susu yang digunakan berasal
dari susu kerbau yang diperah langsung. Dali belum begitu dikenal secara meluas
seperti halnya keju, yoghurt atau kefir. Produk olahan susu seperti ini yang berasal
dari Sumatera Barat disebut dadih dan dari Sulawesi Selatan disebut dengan
dangke.
Tabel 5. Komposisi Kimia Dadih dan Yoghurt
Komposisi Kimia Dadih Yoghurt
Kadar Air (%) 84,35 90,78
Protein (%) 5,93 3,91
Lemak (%) 5,42 0,07
Karbohidrat (%) 3,34 4,32
pH 4,10 3,40
Keasaman Tertitrasi (sebagai asam laktat) 1,28 1,49
Sumber: Yudoamijoyo,dkk (1983)
Pada awalnya, memang tidak mudah menyukai hidangan ini (acquired
taste). Rasanya cenderung tawar. Susu kerbau dikoagulasikan dengan perasan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 6. Dali ni horbo
e. Sangsang
Salah satu dari jenis makanan khas masyarakat Batak Toba,. Sangsang
adalah pangan hewani (daging babi). Jenis hidangan ini identik dengan upacara
adat Batak Toba, baik adat pernikahan, adat duka (upacara penguburan), dan acara
keluarga lainnya. Sangsang adalah pangan hewani yang diolah dari daging babi
yang dicincang, dan bumbu masak seperti andaliman, cabai, bawang merah,
bawang putih, serai dan terutama dimasak dengan darah hewan ini (dalam bahasa
Batak Toba disebut bontar).
5.1.2. Pangan padi-padian
Terdapat beberapa jenis pangan padi-padian yang menjadi makanan
tradisional khas Toba Samosir, yaitu benti, ombus-ombus, dan tipa-tipa. Pada
dasarnya resep masakan ini berbahan dasar padi, baik beras maupun pulut dalam
pengolahannya. Berikut jenis-jenis makanan tradisional Toba Samosir :
a. Benti
Tampilan kue ini persis sama dengan Ombus-ombus. Kue ini
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
dikukus. Benti dan ombus-ombus hampir sama, perbedaannya bahwa benti (kue
bugis) menggunakan tepung ketan, sementara ombus-ombus menggunakan tepung
beras.
Tabel 6. Resep benti
No. Bahan Takaran
1. Tepung ketan 1 kg
2. Santan kental 250 cc
3. Kelapa muda 1 buah
4. Gula aren 250 gr
5. Gula putih 150 gr
6. Garam 1 sdt
Cara:
1. Tepung ketan dan sedikit garam dibuat adonan yang dapat dipulung dengan
santan hangat.
2. Isi dengan inti yang sudah dipulung bulat-bulat, tutup lalu bulatkan pula. Taruh
di daun pisang yang sudah dipotong persegi –persegi lebar, Bungkus bentuk
persegi lalu kukus. Kalau sudah matang bungkusnya tentu keriput-keriput,
rapikan ini lalu potong ujung daunnya.
Membuat intinya:
Kelapa dikupas, lalu diparut. gula aren dan gula pasir dicampur. Dengan
sedikit air masukkan kelapanya, beri satu sendok tepung ketan supaya kental,
aduk-aduk sampai benar-benar kental diatas api kecil. Kalau sudah dingin, pulung
bulat-bulat.
b. Ombus-ombus
Merupakan makanan tradisional berbahan dasar tepung beras.
Siborong-Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
borong (daerah yang termasuk kabupaten Tapanuli Utara). Lebih enak saat
disajikan dalam keadaan panas.
Tabel 7. Resep ombus-ombus No. Bahan Takaran
1. Tepung beras 1/2 kg
2. Kelapa ½ buah
3. Kelapa muda 1 buah
4. Gula aren 250 gr
5. Garam Secukupnya
6. Daun pisang Secukupnya
7. Minyak goreng 1 sdm
Cara membuat :
1. Tepung beras diuleni dengan santan (yang telah diberi garam secukupnya),
dituang sedikit demi sedikit, hingga akhirnya menjadi adonan.
2. Membuat isi (inti), parutan kelapa muda dicampur dengan irisan gula merah
dan sedikit air, kemudian digongseng sampai tercampur dengan baik dan
kelapa mulai mengeluarkan minyak.
3. Taruh adonan pada daun pisang yang telah dipotong persegi lebar-lebar dan
sebelumnya telah diolesi dengan minyak goreng agar tidak lengket.
4. Bungkus berbentuk kerucut, lalu kukus.
5. Ombus-ombus akan matang setelah 20-30 menit. Hidangkan panas-panas.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 7. Ombus-ombus
c. Tipa-tipa
Tipa-tipa adalah makanan tradisional yang telah dijadikan sebagai usaha
kecil di kabupaten Toba Samosir yang pada awalnya membuat tipa-tipa
merupakan kebiasaan pada masyarakat Batak pada saat musim panen selesai
sebagai makanan kecil sebagaimana kebiasaan ini juga terdapat di masyarakat
Karo yang menyebut tipa-tipa sebagai beras pahpah. Tipa-tipa biasanya dimakan
dengan campuran parutan kelapa dan gula aren. Toba Samosir dikenal sebagai
daerah penghasil tipa-tipa yang sentra produksinya berada di desa Marom,
kecamatan Uluan,. Tipa-tipa bentuknya pipih, berwarna putih dan renyah apalagi
jika masih baru ditumbuk.
Dalam usaha pembuatan tipa-tipa ini pun masih menggunakan peralatan
seadanya dan memakai peralatan tradisional, yaitu periuk yang terbuat dari tanah
liat (dalam bahasa Batak disebut hudon tano) dan lumpang (dalam bahasa Batak
disebut losung) untuk menumbuk padi yang baru digongseng. Sedangkan tungku
yang dipakai untuk menggoseng hanya terdiri dari batu yang disusun
menggantikan fungsi tungku. Bahan bakarnya adalah kayu-kayu atau bambu yang
dikumpulkan dari lahan kosong atau hutan yang masih tergolong dekat dengan
lokasi desa penelitian. Terkadang, bahan bakarnya juga memakai serbuk padi
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Tipa-tipa belum sepopuler kacang Sihobuk yang juga adalah produk lokal
masyarakat Batak (Tapanuli Utara) tetapi pemasaran tipa-tipa ini telah melintasi
wilayah Porsea itu sendiri, yaitu sampai pada kecamatan sekitarnya yaitu
kecamatan Laguboti dan kecamatan Balige dengan kemasan yang sederhana.
Bahan:
Padi (beras atau pulut). Tipa-tipa yang dibuat di desa Marom terbuat dari padi
beras
Cara membuat tipa-tipa:
1.Padi direndam selama 2 hari 2 malam
2. Dicuci bersih
3. Padi digongseng selama ± 3 menit (sebanyak setengah cangkir setiap satu kali
penggongsengan)
4. Dalam keadaan panas, padi langsung ditumbuk dengan lumpang.
5. Ditampi, untuk memisahkan kulit padi dan hasil (tipa-tipa). Gambar 8. Hudon tano.
Peralatan tradisional rumah tangga pada masyarakat Batak yang terbuat dari tanah liat.
Gambar 9. Losung
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Gambar 10. Menggongseng padi. padi digongseng ± 3 menit dengan menggunakan 2 periuk (Hudon tano) sekaligus, dan batu disusun layaknya tungku.
Gambar 11. Menumbuk padi. Padi yang telah digongseng ditumbuk dengan lumpang oleh 2 orang sekaligus, hingga kulit terkelupas dari padi dan padi itu pun bentuknya menjadi pipih (Tipa-tipa).
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009 5.1.3 Pangan sayuran
Ada satu jenis makanan tradisional yang barbahan dasar sayur dimana
masyarakat Toba Samosir menyebutnya dengan ikkau rata.
Tabel 8. Resep Daun Singkong Tumbuk / Ikkau Rata
No. Bahan Takaran
Gambar 13. Tipa-tipa yang sudah dikemas.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
1. Daun singkong 100 gr
2. Ikan asap 100 gr
3. Bawang merah 10 butir
4. Cabai hijau 5 buah
5. Terong telunjuk 5 buah
6. Tekokak 100 gr
7. Kelapa 1 butir
8. Garam 1 sdt
Cara Membuat :
1. Daun singkong dan tekokak dibakar hingga layu.
2. Dari 1 butir kelapa dibuat 400 ml santan
3. Tumbuk kasar daun singkong, bawang merah, cabai hijau, terong, dan tekokak
4. Didihkan santan bersama garam lalu masukkan campuran daun singkong.
5. Tambahkan ikan asap, aduk sampai bumbu meresap.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
5.1.4. Minuman tradisional Tuak
Tuak merupakan sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (
Arenga pinnata). Dalam bahasa Indonesia, sadapan dari enau atau aren disebut
nira. Nira tersebut manis rasanya, sedangkan ada dua jenis tuak sesuai dengan
resepnya, yaitu yang manis dan yang pahit (mengandung alkohol). Di Indonesia,
tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah
yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 m di atas permukaan laut. Pada
daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500m dan lebih dari
800m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang
memuaskan. Pohon enau atau aren dinamai bagot dalam bahasa Batak Toba. Di
Medan yang hampir sama tingginya dengan permukaan laut, bagot tidak
bertumbuh. Oleh karena itu, masyarakat Medan mengambil sadapan dari pohon
kelapa. Namun setelah diproses, minuman itu tetap dinamai tuak dalam
masyarakat Batak Toba. Penyadap tuak disebut paragat ( agat = semacam pisau
yang dipakai waktu menyadap tuak) dalam bahasa Batak Toba. Setelah dipukul
tandan berulang-ulang dengan alat dari kayu yang disebut balbal-balbal selama
beberapa minggu, baru dipotong mayangnya. Kemudian membungkus ujung
tandan tersebut dengan obat (kapur sirih atau keladi yang ditumbuk) selama
dua-tiga hari. Dengan prosedur ini barulah mulai datang airnya dengan lancar. Seorang
paragat menyadap tuak dua kali sehari, yaitu pagi dan sore.Tuak yang ditampung
pagi hari dikumpulkan di rumah paragat. Setelah ujicoba rasanya, paragat
memasukkan ke dalam bak tuak sejenis kulit kayu yang disebut raru supaya cocok
rasanya dan alkoholnya. Raru inilah yang mengakibatkan peragian. Resep
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
masing-masing boleh dikatakan "rahasia perusahaan," maka tidak tentu siapa pun
bisa berhasil sebagai paragat. Paragat harus belajar dahulu cara kerjanya.
Biasanya anak seorang paragat mengikuti orang tuanya untuk belajar "rahasia"
tersebut. Tidak ada paragat perempuan, mungkin karena kegiatan paragat
sehari-hari yang turun ke jurang, menaiki pohon bagot dan membawa tuak yang
tertampung ke kampung sangat keras untuk perempuan. Sebagian paragat
membuka kedai tuak sendiri, tetapi pada umumnya sebagian besar paragat
menjual tuak kepada kedai atau agen tuak. Cara produksi tuak dari pohon kelapa
hampir sama dengan tuak dari bagot.
Kebiasaan Minum Tuak dalam Kehidupan Sehari-hari
Di daerah Tapanuli Utara dan Tobasa, biasanya laki-laki yang
menyelesaikan kerjanya berkumpul di kedai pada sore hari. Biasanya kaum wanita
Batak Toba tidak minum tuak. Namun demikian, menurut tradisi Batak Toba,
wanita yang baru melahirkan anak minum tuak untuk memperlancar air susunya
dan berkeringat banyak.
Penggunaan Tuak dalam Upacara Adat
Tuak yang ada hubungannya dengan adat adalah tuak tangkasan: tuak
yang tidak bercampur dengan raru. Tuak termasuk sebagai minuman adat pada
dua upacara adat resmi, yaitu (1) upacara manuan ompu-ompu dan (2) upacara
manulangi. Ketika orang yang sudah bercucu meninggal, ditanam beberapa jenis
tanaman di atas tambak. Tambak pada aslinya merupakan kuburan dari tanah yang
terlapis, tetapi kuburan modern yang terbentuk dari semen pula disebut tambak.
Menurut aturan adat, air dan tuak harus dituangkan pada tanaman di atas tambak.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
mengandung alkohol. Dalam upacara manulangi, para keturunan dari seseorang
nenek memberikan makanan secara resmi kepada orang tua tersebut yang sudah
bercucu, dimana turunannya meminta restu, nasehat dan pembagian harta,
disaksikan oleh pengetua-pengetua adat. Pada waktu memberikan makanan harus
disajikan air minum serta tuak.
Analisis Benefit Cost Ratio makanan tradisional tipa-tipa
Analisis Benefit Cost Ratio adalah analisis finansial untuk menilai
kelayakan usaha yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya. Untuk
menghitung B/C Ratio tipa-tipa ini akan dilihat dari biaya produksi tipa-tipa dan
total penerimaannya.
Biaya produksi
Biaya produksi dalam usaha pembuatan tipa-tipa meliputi biaya input
produksi (bahan baku dan tenaga kerja) dan biaya penyusutan peralatan. Input
produksi berupa bahan baku adalah padi yang dibeli sampel dari petani yang ada
di sekitar tempat tinggal mereka.
Biaya tenaga kerja
Suatu proses produksi tidak dapat berjalan tanpa adanya tenaga kerja.
Sedangkan tenaga kerja yang dipakai dalam usaha pembuatan tipa-tipa adalah
tenaga kerja dalam keluarga. Bahwa peranan tenaga kerja yang berasal dari
keluarga petani sendiri memegang peranan yang sangat penting karena turut
menyumbang dalam kegiatan produksi. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga
merupakan sumbangan keluarga pada proses produksi dan tidak pernah dinilai
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009 Biaya penyusutan
Semua alat yang digunakan dalam proses produksi tipa-tipa ini
merupakan alat yang merupakan masih tergolong dalam alat tadisional yaitu
periuk (disebut hudon tano dalam bahasa Batak) dan lumpang. Penilaian atas
alat-alat ini dilakukan dengan perhitungan penyusutan. Nilai biaya penyusutan
peralatan diihitung dengan menggunakan metode garis lurus (the straight line
method).
Nilai penyusutan (Rp) = Jumlah barang (unit) x harga pembelian (Rp)
Umur ekonomis peralatan (tahun)
Biaya penyusutan ini dihitung per bulan. Umur tahan pakai untuk
masing-masing alat yang digunakan adalah periuk umur pakainya 2 bulan dan lumpang.
Lumpang ini ada yang terdiri dari 4 lubang dengan umur pakai 2 tahun.
Biaya utilities
Sampel tidak memiliki biaya utilities seperti air, listrik dan telepon sebab
air didapat dengan cuma-cuma dari sungai yang mengalir di desa tempat
penelitian. Sampel tidak menggunakan jasa listrik PLN dalam proses produksinya,
begitu juga dengan telepon, sampel tidak menggunakan layanan komunikasi ini
dalam menjalankan usahanya.
Tabel 9. Analisis B/C Ratio Pembuatan tipa-tipa.
Sampel Biaya produksi/bulan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
5. 896.000 27.916 262.500 32.000 1.218.416 1.980.000
Jumlah 5.296.000 156.666 1.321.500 128.000 6.934.166 12.120.000
Rataan 1.059.200 31.333 264.300 32.000 1.386.833 2.424.000
B/C Ratio
1,747
Sumber : Data diolah dari lampiran 6 & 7
B/C Ratio = Total Benefit Total Cost
= Total penerimaan
Total biaya produksi
= total penerimaan
Biaya bahan baku + penyusutan peralatan + tenaga kerja + transportasi
= 2.424.000,-
1.059.200 + 31.333,334 +264.300+ 32.000
= 2.424.000,-
1.386.833,3
= 1,747
Tabel 9. menunjukkan bahwa perbandingan antara penerimaan dan total biaya
produksi pembuatan tipa-tipa adalah 1,747 yang artinya setiap biaya dikeluarkan
sebesar Rp. 1.000,- akan mengakibatkan penerimaan sebesar Rp. 1.747,-
Pengembangan Makanan Tradisional Tipa-Tipa
Dalam pengembangan makanan tradisional juga banyak ditemukan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
maupun masalah eksternal. Masalah-masalah tersebut dapat menghambat
pengembangan usaha makanan tradisional dalam peranannya sebagai pendukung
ekonomi rakyat.
5.3.1. Masalah-masalah yang dihadapi produsen Tipa-tipa
Berikut ini diuraikan masalah-masalah yang dihadapi oleh produsen
tipa-tipa dalam menjalankan usahanya, antara lain :
a. Bahan baku yang tidak tersedia setiap waktu
Bahan baku Tipa-tipa adalah padi yang dibeli dari penduduk lokal. Pada
umumnya, produsen Tipa-tipa adalah petani tetapi mereka membeli padi untuk
membuat Tipa-tipa dengan alasan mereka akan rugi jika menggunakan padi hasil
produksi sendiri. Kesulitan dalam memperoleh bahan terjadi pada saat musim
tanam, sehingga banyak petani yang enggan menjual padinya.
b. Hanya mengandalkan tenaga kerja dalam keluarga
Produsen Tipa-tipa yang terdapat di desa Marom hanya mengandalkan
tenaga kerja dalam keluarga, yaitu peran istri dan anak-anak yang masih
bersekolah (yang masih tinggal bersama keluarga). Maka, waktu untuk produksi
adalah waktu setelah jam sekolah berakhir. Jika anak-anak belum pulang sekolah
maka kegiatan produksi tidak dimulai. Waktu yang ada untuk produksi setiap hari
(kecuali hari Rabu dan Minggu) adalah rata-rata 4 jam setiap orang anak (dimulai
dari jam 14.00 sampai 18.00).
c Adanya kesulitan memperoleh peralatan produksi
Produsen menemui kesulitan untuk mendapatkan hudon tano (peralatan