NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN-CERPEN HARIAN LAMPUNG POST EDISI SEMESTER PERTAMA TAHUN 2013
DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA
Oleh
FAUZIE PURNOMO SIDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat utuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN-CERPEN LAMPUNG POST EDISI SEMESTER PERTAMA TAHUN 2013 DAN
KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA
Oleh
FAUZIE PURNOMO SIDI
Masalah dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 dan kelayakannya sebagai alternatif bahan ajar sastra di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 dan menilai kelayakannya sebagai alternatif bahan ajar sastra di SMA.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Adapun sumber data penelitian adalah cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik analisis teks. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan cara membaca satu per satu cerpen, menandai dan mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam cerpen. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dan memberi simpulan hasil analisis nilai pendidikan karakter serta menilai kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA.
Waktu Matahari Sepenggalan Naik karya Rilda A. Taneko dengan lima nilai pendidikan karakter. Nilai pendidikan karakter tersebut diklasifikasikan meliputi nilai religius, disiplin, peduli sosial, dan tanggung jawab.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
HALAMAN JUDUL ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
PERSEMBAHAN ... vi
MOTO ... vii
SANWACANA ... vii
DAFTAR ISI ... xii
I. PENDAHULUAN………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.4.1 Manfaat Teoretis ... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. LANDASAN TEORI ... 8
2.1 Hakikat Sastra ... 8
2.2 Nilai-nilai Karya Sastra... 10
2.3 Pengertian Cerita Pendek ... 11
2.3.1 Ciri-ciri Cerita Pendek ... 12
2.3.2 Unsur-unsur Cerita Pendek ... 12
2.4 Pengertian Nilai Pendidikan Karakter ... 17
2.5 Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran ... 21
2.6 Pembelajaran Cerpen berdasarkan kurikulum 2013 di SMA ... 25
III. METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Rancangan Penelitian ... 31
3.2 Data dan Sumber Data ... 32
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 33
IV. PEMBAHASAN ... 36
4.1 Cerpen-cerpen Lampung Post Semester Pertama Tahun 2013 ... 36
4.1.1 Cerpen “Warisan Kematian” Karya Skylashtar Maryam ... 37
“ ” Karya Rilda
4.1.6 Cerpen “Bloody Valentine” Karya Tita Tjindarbumi ... 50
4.1.7 Cerpen “Sebuah Tikaman” Karya Riki Utomi ... 51
4.1.8 Cerpen “Hujan Kisah Bola Daging Mangkuk Cap Ayam” ... 53
4.1.9 Cerpen “Seutas Kenangan Melilit Leher Loya” Isbedy S ... 54
4.1.10 Cerpen “Perjalanan Pulang” Karya M. Joenoes Joesoef ... 55
4.1.11 Cerpen “Perempuan Pencatat Kenangan” Karya Badul M. .. 56
4.1.12 Cerpen “Ampun, Njaluk Urip” Karya Tandi Skober ... 59
4.1.13 Cerpen “Jalan Pulang” Karya Aris Kurniawan ... 61
4.1.14 Cerpen “Perempuan Plastik” Karya Tita Tjindarbumi ... 63
4.1.15 Cerpen “(Tidak) Pulang” Karya Yetti A.K. ... 64
4.1.16 Cerpen “Wanita Ini Membawa Senjata” Karya Sungging .... 65
4.1.17 Cerpen “Dua Paket Cerita Mini” Karya Satmoko Budi ... 66
4.1.18 Cerpen “Bujang Lapuk” Karya Isbedy Stiawan Z.S. ... 69
4.1.19 Cerpen “Porphyria: Penggemar Pertama” Karya Rilda A. ... 70
4.1.20 Cerpen “Rosa‟ Karya Alexander G.B, ... 72
4.1.21 Cerpen “Ujian Prabasiwi” Karya Tarpin A. Nasri ... 73
4.1.22 Cerpen “Anak Ibu” Karya Benny Arnas ... 75
4.1.23 Cerpen “Di Suatu Hikayat, Aku dan Emak Bercerita” ... 78
4.1.24 Cerpen “Mayat-mayat dari Lubang Gunung” ... 79
4.2 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen Lampung Post ... 80
4.2.1 Nilai Religius ... 80
4.2.2 Nilai Jujur ... 84
4.2.3 Nilai Disiplin ... 87
4.2.4 Nilai Kerja Keras ... 89
4.2.5 Nilai Mandiri ... 91
4.2.6 Nilai Demokratis ... 93
4.2.7 Nilai Cinta Tanah Air ... 94
4.2.8 Nilai Bersahabat ... 95
4.2.9 Nilai Cinta Damai ... 97
4.2.10 Nilai Gemar Membaca ... 99
4.2.11 Nilai Peduli Sosial ... 100
4.2.12 Nilai Tanggung Jawab... 104
4.3 Kelayakan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Cerpen-Cerpen Lampung Post sebagai Bahan Ajar Sastra di Sekolah Menengah Atas Berdasarkan Kurikulum 2013……….. 107
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 179
5.1 Simpulan………... 179
5.2 Saran………. 180
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Kesusastraan sebagai hasil seni bahasa merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan sosial dan budaya manusia. Karya sastra merupakan hasil karya seni
manusia yang secara langsung atau tidak langsung dapat memberikan berbagai pengalaman yang dapat diinterpretasikan sebagai nuansa kehidupan di alam. Karya
sastra juga dapat menjadi cerminan masyarakat di dalam kehidupan sosial.
Salah satu karya sastra yang dapat menjadi cerminan kehidupan masyarakat adalah cerpen. Pengarang selalu berusaha untuk menampilkan cerminan kehidupan manusia di dunia nyata ke dalam karyanya. Meskipun cerpen merupakan bentuk prosa yang
bersifat fiksi, namun berbagai segi kehidupan manusia dipaparkan didalamnya. Situasi sosial dalam masyarakat, nilai, norma, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat hampir selalu memiliki andil dalam sebuah karya sastra cerpen. Hal
tersebut dapat memberikan sumbangan penting cerpen dalam pembentukan kepribadian masyarakat atau pembacanya.
Cerpen juga merupakan salah satu karya sastra yang dapat diajarkan di SMA. Siswa
dalamnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen antara lain, nilai watak, nilai
estetis, nilai intelektual, nilai keagamaan, dan nilai konseptual lainnya. Salah satu dari nilai konseptual yang dirasa penting untuk diteliti oleh penulis adalah nilai-nilai
pendidikan karakter.
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, ada peneliti yang menggunakan istilah nilai pendidikan karakter dan ada juga yang menggunakan istilah nilai karakter. Dalam
penelitian ini, penulis beranggapan bahwa istilah nilai pendidikan karakter dan nilai karakter memiliki pengertian yang sama serta dapat saling menggantikan satu sama lain.
Saat ini pendidikan karakter merupakan basis program pembelajaran yang dirumuskan pemerintah. Pemerintah memandang penting hal tersebut karena melihat adanya kemerosotan karakter bangsa saat ini. Banyaknya kasus korupsi, pembalakan
liar, aksi kekerasan, dan tingginya tingkat kriminalitas cukup menjadi bukti akan krisisnya moral dan karakter bangsa saat ini. Belum lagi masalah moral yang terjadi pada pelajar calon penerus bangsa.
Dewasa ini, masalah yang sering terjadi pada remaja khususnya pelajar adalah
ketidakmampuan mereka untuk mengendalikan diri. Hal ini dapat ditandai dengan banyaknya pelajar yang mudah marah dan terprovokasi sehingga berlanjut pada
ketika ujian, bolos sekolah, serta etika ketika berinteraksi terhadap guru dirasa cukup
mengkhawatirkan.
Salah satu upaya untuk membangun dan mengembangkan karakter pelajar yang baik, mulia dan unggul adalah melalui penggunaan cerpen sebagai bahan ajar yang
memiliki nilai-nilai pendidikan karakter di dalamnya. Bahan ajar cerita pendek dalam pembelajaran sastra diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan pendidikan
karakter pada siswa di sekolah. Nilai-nilai pendidikan karakater yang terkandung dalam cerpen dapat membantu menanamkan karakter dalam diri siswa.
Siswa dalam pembelajaran sastra di Kurikulum 2013 ditekankan untuk terlibat dalam
pembelajaran secara lebih intens, kreatif, dan mandiri. Peserta didik dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi inti. Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu.
Rumusan keempat kompetensi inti tersebut adalah kompetensi inti sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat kompetensi inti tersebut merupakan salah satu upaya untuk mendidik karakter siswa yang dicapai melalui
pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Di dalam sebuah karya sastra khususnya cerpen memungkinkan hadirnya keempat kompetensi inti tersebut.
Penulis memilih cerpen-cerpen yang terdapat dalam Harian Lampung Post sebagai
sumber data pada penelitian ini. Pada saat ini Lampung Post merupakan satu-satunya media massa harian lokal yang menerbitkan cerpen setiap minggu. Selain itu, peminat
memilih media massa ini karena Lampung Post merupakan media massa lokal,
sehingga cerpen yang terbit di Lampung Post cenderung mencerminkan budaya masyarakat Lampung.
Dalam penelitian ini penulis hanya mengkaji kumpulan cerpen Harian Lampung Post
edisi semester pertama tahun 2013. Cerita pendek yang terbit di Lampung Post pada bulan Januari hingga Juni 2013 berjumlah dua puluh empat. Cerpen-cerpen itu adalah (1) “Warisan Kematian”, (2) “Suara dari Masa Lalu”, (3) “Secarik Kertas dalam
Perkabungan”, (4) “Sukma Hilang dalam Kabut”, (5) “Waktu Matahari Sepenggalan Naik”, (6) “Bloody Valentine”, (7) “Sebuah Tikaman”, (8) “Hujan dan Kisah Bola
Daging di Mangkuk Cap Ayam”, (9) “Seutas Kenangan yang Melility Leher Loya”, (10) “Perjalanan Pulang”, (11) “Perempuan Pencatat Kenangan”, (12) “Ampun
Njaluk Urip”, (13) “Jalan Pulang”, (14) “Perempuan Plastik”, (15) “(Tidak) Pulang”, (16) “Wanita Ini Membawa Senjata”, (17) “Dua Paket Cerita Mini”, (18) “Bujang
Lapuk”, (19) “Porphyria: Penggemar Pertama”, (20) “Rosa”, (21) “Ujian Prabasiwi”, (22) “Anak Ibu”, (23) “Di Suatu Hikayat Aku dan Emak Bercerita”, dan (24) “
Mayat-Mayat dari Lubang Gunung”.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan karakter
dalam cerpen-cerpen ini perlu dilakukan. Hal tersebut penting karena merosotnya karakter bangsa khususnya pelajar saat ini. Penelitian mengenai nilai pendidikan karakter dalam cerpen akan membantu menyediakan bahan ajar bagi guru untuk
Penelitian yang berisi muatan pendidikan karakter telah banyak diteliti. Hasil yang
didapat pun rata-rata menggembirakan, yakni melalui bahan ajar muatan karakter diyakini mampu mengembangkan karakter siswa. Namun, permasalahannya guru
harus secara cermat memilih bahan aja untuk diintegrasikan ke dalam pendidikan karakter. Banyak bahan ajar yang belum memenuhi standar tersebut. Dari sekian banyak bahan ajar, bahan ajar sastra merupakan salah satu yang paling tepat. Hal ini
terjadi karena bahan ajar sastra memiliki nilai yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas penulis tertarik untuk mengangkat judul “Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen-Cerpen Harian Lampung Post Edisi
Semester Pertama Tahun 2013 dan Kelayakannya sebagai Bahan Ajar di SMA”
dalam penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah menjadi “Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian Lampung
Post edisi semester pertama 2013 dan kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA?”. Adapun pertanyaan penelitian yang berdasarkan rumusan masalah di atas adalah 1. bagaimanakah cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun
2013?
2. bagaimanakah nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian
Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013?
3. bagaimanakah kelayakan cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dipaparkan sebagai berikut
1. mendeskripsikan cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama
tahun 2013;
2. mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013;
3. menentukan kelayakan cerpen-cerpen Harian Lampung Post semester pertama tahun 2013 sebagai alternatif bahan ajar di SMA.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoretis maupun praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu sastra pada kajian nilai-nilai dalam karya sastra khususnya pada nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerita pendek.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk membantu guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA dalam memilih bahan pengajaran yang terintegrasi
dengan pendidikan karakter serta membantu pembaca dalam menginterpretasi kumpulan cerpen Harian Lampung Post Edisi Semester Pertama Tahun 2013, khususnya dalam memahami nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut
1. sumber data penelitian ini adalah cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi
semester pertama tahun 2013;
2. objek penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013. Nilai-nilai pendidikan
karakter tersebut penulis batasi menjadi delapan belas nilai, yaitu nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Selanjutnya,
II. LANDASAN TEORI
Sebelum melakukan pembahasan penelitian, peneliti akan memaparkan teori-teori
yang digunakan dalam penelitian ini. Teori-teori yang dikemukakan berupa pendapat yang didasarkan oleh penemuan dan penelitian terdahulu yang didukung
data dan argumentasi. Penelitian tentu membutuhkan sebuah landasan teori agar mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pengetahuan yang tepat.
2.1 Hakikat Sastra
Sastra, susastra, dan kesusastraan memiliki pengertian yang berbeda. Memahami hakikat sastra merupakan modal utama dalam menginterpretasikan suatu karya sastra. Dalam KBBI (2001: 1000), sastra merupakan bahasa yang dipakai di kitab
(bukan bahasa sehari-hari). Susastra merupakan karya sastra yang isi dan bentuknya sangat serius, berupa ungkapan pengalaman jiwa manusia yang ditimba dari kehidupan kemudian direka dan disusun dengan bahasa yang indah sebagai
sarananya sehingga mencapai syarat estetika yang tinggi. Kesusastraan adalah ilmu atau pengetahuan tentang segala hal yang bertalian dengan susastra.
Dalam Kosasih (2012: 1), disebutkan bahwa secara etimologis atau asal-usulnya,
istilah kesusastraan berasal dari bahasa Sansekerta, yakni susastra. Su memiliki arti „bagus‟ atau „indah‟, sedangkan sastra berarti „buku‟, „tulisan‟, atau „huruf‟.
Adapun imbuhan ke-an pada kata kesusastraan berarti segala sesuatu yang
berhubungan dengan tulisan yang indah. Istilah kesusastraan kemudian diartikan sebagai tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis
dalam bahasa yang indah.
Menurut Ahmad (1994: 9), sastra adalah salah satu daripada hasil-hasil ciptaan kebudayaan, pancaran kemampuan kreatif penciptanya. Setiap hasil kebudayaan
mempunyai organisasi atau bentuknya. Baik sebuah sajak kanak-kanak yang mudah ataupun sebuah prosa yang kompleks. Karya sastra memiliki struktur sendiri yang memiliki perbedaan dengan karya lain yang menggunakan bahasa
sebagai medianya. Dalam sebuah puisi ada rima sebagai unsur terkecil yang menyumbang kepada pembentukan makna dalam struktur yang lebih besar. Sama
halnya dengan sebuah prosa yang memiliki unsur-unsur pembentuk seperti, tema, penokohan, alur, dan unsur pembentuk lainnya yang berfungsi membentuk suatu karya sastra yang utuh.
Sastra menggunakan kata sebagai alat ucapnya. Kata dalam sastra memiliki dua
belah sisi, yaitu kata bukan hanya berisi fonetik, melainkan juga berisi semantik. Kata bukan hanya bunyi yang bisa dinyatakan bunyi di atas kertas, tetapi juga
dunia yang dibawa kandungan pengertiannya. Alat seni lain, seperti dalam musik atau lukisan tidak membawa pengertian itu (Sastrowardoyo, 1999: 9).
Di dalam memahami hakikat sastra, penulis merumuskan secara longgar
2.2 Nilai-nilai Karya Sastra
Sastra akan memiliki manfaat di dalam kehidupan manusia jika didukung dengan kegiatan apresiasi sastra. Tentunya sastra sebagai institusi sosial yang
menggunakan bahasa sebagai medianya harus diapresiasi jika kita ingin mendapatkan manfaatnya. Proses apresiasi terhadap karya sastra dapat berjalan secara optimal apabila dilakukan secara benar. Apresiasi terhadap karya sastra
dapat dicapai apabila pembaca merasakan keterlibatan jiwa dengan karya sastra itu, dapat menikmati berbagai aspek karya sastra, menghargai kemampuan teknis
penulis dalam menentukan gagasan, dan dapat menentukan relevansi karya sastra dengan kehidupan pembaca. Dengan merasakan relevansi itu maka pembaca akan
dapat menyadari kebermaknaan karya sastra itu dalam kehidupan.
Karya sastra juga merupakan cerminan kehidupan manusia. Dari karya sastra kita dapat mengambil pelajaran, karena di dalamnya terdapat ajaran moral, estetika, dan berbagai hal yang menyangkut tata pergaulan sesama umat manusia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastralah yang dapat dijadikan pelajaran tersebut.
Karya yang baik akan memiliki keseimbangan antara unsur hiburan dan pelajaran
yang terdapat di dalamnya. Semua disajikan dengan baik dan terintegrasi dengan semua unsur intrinsik yang ada. Jika antara unsur hiburan dan nilai dalam karya sastra tidak seimbang, maka karya sastra tidak mampu membuat membantu
kualitas pribadi pembacanya. Hal tersebut akan terjadi jika hanya unsur hiburan yang ditonjolkan dalam suatu karya sastra. Namun, jika unsur nilainya saja yang
hal menarik di dalam karya tersebut, melainkan hanya merasa terdoktrin dengan
nasihat atau ajaran di dalamnya.
Menurut Kosasih (2012: 47), nilai dari sebuah cerpen tidak hanya berkaitan dengan keindahan bahasa dan kompleksitas jalinan cerita. Nilai atau sesuatu yang
berharga dalam cerpen juga berupa pesan atau amanat. Wujudnya ada yang berkenaan dengan masalah budaya, moral, agama, atau politik. Realitas
pesan-pesan itu mungkin berupa pentingnya menghargai tetangga, perlunya menjalin kesetiaan pada kekasih, ketawakalan kepada Tuhan, dan sebagainya, Hanya saja kadang-kadang kita tidak mudah untuk merasakan kehadiran pesan-pesan itu.
Karya-karya semacam itu perlu kita hayati benar-benar.
Masih banyak nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Nilai-nilai tersebut tergantung pada titik tolak dan sudut pandang masing-masing. Dalam penelitian
ini, nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen yang menjadi sorotan utama penelitian.
2.3 Pengertian Cerita Pendek
Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk
prosa yang pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif. Menurut Edgar Allan Poe (dalam Suyanto, 2012: 46), sastrawan kenamaan Amerika, ukuran pendek ini
adalah selesai dibaca sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam.
Cerita pendek merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif. Namun, pada umumnya
setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500 – 5000 kata. Karena itu, cerita pendek
sering diungkapkan dengan cerita yang dapat dibaca sekali duduk (Kosasih, 2012: 34).
Cerita pendek menurut Hamid Hasan Lubis (1994: 151), adalah cerita yang
pendek yang menceritakan sesuatu yang penting-penting saja, untuk menjelaskan pengalaman jiwa dan kejadian yang berlaku.
Oleh karena itu, cerita pendek pada umumnya bertemakan sederhana. Jumlah
tokohnya terbatas. Jalan ceritanya sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.
Dari berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud
cerpen adalah cerita yang bertemakan sederhana dengan mengambil suatu sudut permasalahan dalam ruang lingkup yang terbatas dan dapat dibaca dalam sekali duduk.
2.3.1 Ciri-ciri Cerita Pendek
Cerita pendek akan lebih mudah dikenali jika kita telah mengetahui ciri-cirinya.
Mengenai hal tersebut, di bawah ini penulis kemukakan ciri-ciri cerita pendek. Menurut pendapat Sumardjo dan Saini (1997 : 36), cerita pendek memiliki ciri, ceritanya pendek, bersifat rekaan, bersifat naratif, dan memiliki kesan tunggal.
Pendapat lain mengenai ciri-ciri cerita pendek dikemukakan pula oleh Lubis dalam Tarigan (1985 : 177) sebagai berikut: (1) cerita pendek harus mengandung
yang terutama menguasai jalan cerita, (3) cerita pendek harus mempunyai seorang
yang menjadi pelaku atau tokoh utama, (4) cerita pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.
Selanjutnya, menurut Morris dalam Tarigan (1985 : 177), ciri-ciri cerita pendek adalah sebagai berikut. (1) Ciri-ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, and intensity), (2) Unsur-unsur cerita pendek adalah
adegan, toko, dan gerak (scena, character, and action), (3) Bahasa cerita pendek harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incicive, suggestive, and alert).
Dapat disimpulkan juga bahwa cerpen memiliki beberapa ciri, yaitu (1) alur lebih sederhana (2) tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang (3) latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif terbatas (Kosasih, 2012:
34). Keseluruhan ciri-ciri yang penulis kemukakan di atas akan penulis jadikan landasan untuk menentukan karya sastra yang akan penulis teliti, yaitu cerita
pendek.
2.3.2 Unsur-unsur Cerita Pendek
Cerita pendek merupakan karya sastra yang memiliki kesatuan yang utuh.
Kesatuan yang utuh itu dibangun oleh unsur-unsur yang saling terpadu. Unsur-unsur pembentuk cerita pendek adalah alur, penokohan, latar, gaya bahasa, sudut
pandang, tema, dan amanat.
1. Alur
Alur (plot) merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan
jika jalan cerita tidak digerakkan oleh berbagai alasan tertentu. Jadi, sumber
adanya cerita adalah konflik dan konflik inilah merupakan inti dari plot.
Secara umum, alur terbagi ke dalam beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut antara lain, bagian pengenalan situasi cerita, pengungkapan peristiwa, menuju
pada adanya konflik, puncak konflik, dan penyelesaian.
Berdasarkan periode pengembangannya, alur cerpen dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu alur normal, alur sorot balik, dan alur maju-mundur. Alur
normal terjadi dengan dimulainya pengarang dalam melukiskan suatu keadaan, lalu peristiwa yang bersangkut-paut mulai bergerak, menuju ke konflik, ke puncak
konflik, hingga akhirnya maju ke penyelesaian. Namun, alur sorot balik merupakan kebalikan dari alur normal. Pada alur sorot balik cerita dimulai dari proses penyelesaian hingga akhirnya ke babak awal pengenalan isi cerita. Berbeda
halnya dengan alur maju-mundur. Alur maju-mundur menceritakan kejadian-kejadian mulai dari bagian tengah ke bagian ke penyelesaian lalu berbalik ke situasi awal hingga kembali ke pada awalnya konflik.
Tidak semua unsur alur itu terdapat di dalam sebuah cerpen. Pengarang juga tidak
semuanya mengikuti urutan di atas. Setiap pengarang bebas mengembangkan cerita sesuai dengan selera dan kemampuan imajinasi masing-masing.
2. Penokohan
Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita (Kosasih, 2012:36). Istilah penokohan lebih
masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan
pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1998: 166).
Ada beberapa cara yang pengarang gunakan untuk menggambarkan dan
mengembangkan tokoh-tokoh dalam suatu cerita. Minderop (dalam Suyanto, 2012: 47) mengemukakan metode-metode karakterisasi tokoh, yaitu dengan cara
metode telling, yaitu suatu pemaparan watak tokoh dengan mengandalkan eksposisi dan komentar langsung dari pengarang. Metode showing, yakni penggambaran karakterisasi tokoh dengan cara tidak langsung, tapi dengan cara
disajikan antara lain melalui dialog antar tokoh.
3. Latar
Dalam Kosasih (2012: 38), dikemukakan bahwa latar atau setting merupakan
tempat dan waktu berlangsungnya kejadian dalam cerita. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 2016), latar atau seting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memiliki fungsi untuk mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita ataupun pada karakter
tokoh.
Latar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Dalam tulisan Suyanto (2012: 50-51), dijelaskan bahwa latar tempat, yaitu latar
peristiwa sejarah, penggambaran situasi malam, pagi, siang, sore, dan lain-lain.
Terakhir yaitu latar sosial yang merupakan keadaan yang berupa adat istiadat, budaya, nilai-nilai, dan sejenisnya yang ada di tempat peristiwa.
4. Gaya Bahasa
Pengarang selalu ingin ceritanya memiliki kesan yang kuat bagi pembaca. Cara untuk membuat cerita pendek menjadi berkesan adalah dengan menolah
semaksimal mungkin gaya bahasa yang digunakan dalam membuat cerita. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap (Suyanto, 2012: 51). Untuk mencapai efek
estetis dan kekuatan daya ungkap suatu cerita, pengarang memberdayakan unsur-unsur gaya bahasa, yaitu dengan diksi, pencitraan, majas, dan gaya retoris.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang jika dilihat dari sudut pengarang bercerita terbagi menjadi da\ua, yaitu pencerita intern dan ekstern. Pencerita intern adalah pencerita yang hadir di dalam teks sebagai tokoh. Cirinya dengan memakai kata ganti aku. Pencerita
ekstern bersifat sebaliknya, ia tidak hadir dalam teks dan menyebut tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga atau menyebut nama (Suyanto, 2012: 53).
6. Tema
Menurut Kosasih (2012: 40), mendefinisikan bahwa tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, baik
Tema tidak tertulis secara tersurat di dalam cerita. Agar dapat menyikap suatu
tema cerpen, harus terlebih dahulu mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai pengarang dalam mengembangkan cerita pendeknya. Proses penyikapan suatu
tema bisa melalui alur cerita, melalui tokoh cerita, atau melalui perkataan yang dipergunakan pengarang. Tema dalam suatu cerita akan dapat diketahui setelah seluruh unsur cerpen itu dikaji.
7. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat dibalik
kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema cerita.
Demikianlah unsur-unsur yang membentuk suatu cerita pendek. Teori tentang
unsur-unsur tersebut akan menjadi landasan yang membantu penulis dalam penelitian ini.
2. 4 Pengertian Nilai Pendidikan Karakter
Sebelum kita masuk dalam pengertian nilai pendidikan karakter, penulis akan
menjelaskan dahulu mengenai pengertian nilai. Menurut Frankena (dalam Kaelan, 2010: 87), nilai atau “Value” termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan
tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai. Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam
Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu (Kaelan, 2010: 87).
Dalam Kosasih (2012: 46), dikemukakan bahwa nilai adalah sesuatu yang penting, berguna, atau bermanfaat bagi manusia. Semakin tinggi kegunaan suatu benda, maka semakin tinggi pula nilai dari benda itu. Sebaliknya, rendah
kegunaan suatu benda maka semakin rendah pula nilai itu. Bernilai tidaknya suatu benda atau yang lainnya ditentukan oleh sudut pandang tertentu.
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu,
untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat selanjutnya mengatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang
ada pada manusia, yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan memiliki nilai apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran),
indah (nilai astetis), baik (nilai moral), religius (nilai agama) (Darmodiharjo, dkk, 1991: 50).
Manusia yang mengadakan penilaian terhadap sesuatu yang bersifat rohaniah
penilaiannya tidak sama bagi manusia yang satu dengan yang lain. Jadi,
bergantung kepada manusia yang mengadakan penilaian itu (Darmodiharjo, dkk, 1991: 51-52).
Setelah membahas mengenai hakikat nilai maka penjelasan akan masuk ke dalam
pengertian mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dirasa penting dalam pembentukan karakter bangsa memiliki berbagai macam istilah dan
pemahaman. Namun istilah karakter lebih kuat karena melekat di dalam diri setiap individu.
Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti
watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Dalam bahasa Inggris, diterjemahkan menjadi character. Character berarti tabiat, budi pekerti, watak. Sedangkan dalam bahasa Arab, karakter diartikan ‘khuluq, sajiyyah, thab’u’ (budi pekerti, tabiat atau watak). Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat dengan kepribadian.
Dalam Fitri (2012: 20), secara terminologi, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri.
Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap,
akhlak dan budi pekerti sehingga karakter bangsa sama dengan akhlak bangsa atau
budi pekerti bangsa.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (dalam Gunawan, 2012: 23), adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan
budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras,
dan sebagainya. Aristoteles berpendapat bahwa karakter itu erat kaitannya dengan kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku.
Menurut Elkind dan Sweet (dalam Gunawan 2012: 23), pendidikan karakter
adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis. Seorang guru menginginkan karakter yang baik bagi muridnya. Guru menginginkan muridnya mampu untuk memilih mana yang benar
dan yang salah, memahami dan peduli terhadap kebenaran, dan mampu mengamalkan kebenaran-kebenaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi anak,
supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks
Koesoema (2012: 9), mengatakan bahwa setiap proses pendidikan adalah
pendidikan karakter. Pendidikan karakter terjadi dengan lebih alamiah ketika dilaksanakan secara natural dan informal. Oleh sebab itu , mata pelajaran khusus
tentang pendidikan karakter tidak diperlukan. Tidak perlu ada usaha-usaha terprogram dalam pengembangan pendidikan karakter. Dalam hal ini, proses yang dibutuhkan, bukan program yang berujung pada formalisme. Pendidikan karakter
bisa terjadi di mana-mana, setiap prilaku mendidik sudah termasuk proses pengembangan karakter siswa.
Russel Williams, menggambarkan karakter laksana „otot‟, yang akan menjadi
lembek jika tidak di latih. Dengan latihan demi latihan, maka karakter akan lebih kuat dan akan mewujud menjadi kebiasaan. Orang yang berkarakter tidak
melaksanakan suatu aktivitas karena takut hukuman, tetapi karena mencintai kebaikan.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan nilai pendidikan karakter adalah sikap atau sifat yang berguna
untuk membentuk kepribadian manusia yang berbudi pekerti.
2. 5 Nilai-nilai Pendidikan Karaker dalam Pembelajaran
Konsep pendidikan karakter memang dapat berbeda satu sama lain. Perbedaan itu
tergantung dari sudut pandang dalam meyakini pendidikan karakter serta dasar pijakannya. Dalam hal ini perbedaan juga terdapat dalam merinci dan
Character Educatian Partnership (CEP), sebuah program nasional pendidikan
karakter di Amerika Serikat, mendefinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah gerakan nasional untuk mengembangkan sekolah-sekolah agar dapat
menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis, tanggung jawab dan kemauan untuk merawat satu sama lain dalam diri anak-anak muda, melalui keteladanan dan pengajaran tentang karakter yang baik, dengan cara memberikan penekanan
pada nilai-nilai universal yang diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan negara bagian yang sifatnya intensional dan
proaktif untuk menanamkan dalam diri para siswa nilai-nilai moral inti, seperti perhatian dan perawatan, kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan rasa hormat
terhadap diri dan orang lain (Koesoema, 2012: 57).
Character Count di Amerika sebagaimana dikutip oleh Majid (dalam Gunawan,
2012: 32), mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar yang harus ditanamkan kepada siswa, mencakup sepuluh karakter utama, yang
mencakup (1) dapat dipercaya, (2) rasa hormat dan perhatian, (3) tanggung jawab, (4) jujur, (5) peduli, (6) kewarganegaraan, (7) ketulusan, (8) berani, (9) tekun, (10) integritas.
Selain itu, ada juga pendapat yang mengajukan pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk pada sifat-sifat Allah yang terdapat dalam asma al-husna (nama-nama Allah yang baik) yang berjumlah 99. Menurut Ari
Ginanjar (dalam Gunawan, 2012: 32), dari sekian banyak karakter tersebut, ia merangkumnya menjadi tujuh karakter dasar, yakni: (1) jujur, (2) tanggung jawab,
Lebih lanjut, Kemendiknas (dalam Gunawan, 2012: 32), melansir bahwa
berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter
yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia, (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan kebangsaan.
Berdasarkan keberagaman nilai budaya yang berorientasi karakter, secara umum Kemendiknas (2010) merumuskan delapan belas nilai pendidikan karakter yang
[image:31.595.116.515.521.743.2]harus dikembangkan pada diri anak, Kedelapan belas nilai pendidikan karakter ini tentu saja dapat pula dikembangkan melalui proses membaca pemahaman termasuk juga dalam membaca sastra atau cerpen.
Tabel Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
NILAI DESKRIPSI
1.Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
3.Toleransi Sikap dan perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain. 4.Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6.Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7.Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8.Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban diri dengan orang lain. 9.Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10.Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok.
11. Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
15.Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi diri. 16.Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18.Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, nilai-nilai pendidikan karakter yang dipilih
penulis untuk dikaji dalam skripsi ini adalah delapan belas nilai sesuai rumusan Kemendiknas. Penulis memilih kedelapan belas nilai pendidikan karakter itu sebagai kajian dalam penelitian ini karena nilai-nilai tersebut cukup lengkap dan
sesuai dengan kebutuhan pelajar di Indonesia. Selain itu, berdasarkan hasil survei penulis ke beberapa sekolah di Bandarlampung, para guru menggunakan delapan
belas pendidikan karakter tersebut sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
2.6 Pembelajaran Cerpen Berdasarkan Kurikulum 2013 di SMA
Menurut pendapat Amri dan Ahmadi (2010: 159), bahan ajar adalah segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan
bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan
pemecahan masalah belajar.
Teknik penyusunan bahan ajar menurut Amri dan Iif (2010: 161), yaitu (1) analisis KD (Kurikulum Dasar), (2) analisis sumber belajar, (3) pemilihan dan
penentuan bahan ajar. Selain teknik, diperlukan langkah-langkah tepat dalam menyusun bahan ajar. Menurut Prastowo (2012: 49), langkah-langkah utama
terdiri atas tiga tahap penting yang meliputi analisis kebutuhan bahan ajar, menyusun peta bahan ajar, dan membuat bahan ajar berdasarkan struktur masing-masing bentuk bahan ajar.
Dalam pembelajaran sastra, cerpen merupakan salah satu sumber belajar yang dapat digunakan untuk menyusun bahan ajar. Hal tersebut terjadi karena banyaknya cerpen yang berkembang pesat di masyarakat. Salah satu bentuk
perkembangan cerpen-cerpen tersebut adalah melalui media cetak. Namun demikian, tidak semua cerpen dapat dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra di SMA. Dikatakan layak atau tidaknya sebuah bahan ajar yang digunakan
dalam pembelajaran sastra haruslah berdasarkan kriteria tertentu. Dalam menentukan kelayakan bahan ajar terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan. Dalam penelitian ini kriteria utama adalah kesusuaian bahan ajar dengan kurikulum yang digunakan, yaitu kurikulum 2013.
Selanjutnya adalah kriteria yang berkaitan dengan fokus penelitian penulis, bahwa
tidak hanya berguna untuk menambah pengetahuan siswa, namun berguna juga
untuk membentuk karakter bangsa. Pembahasan mengenai teori pendidikan karakter secara mendalam telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Pembatasan
nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi acuan penulis juga sudah dibahas terlebih dahulu. Nilai-nilai pendidikan karakter yang penulis maksud adalah nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung
jawab.
Kurikulum 2013 merupakan sebuah pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran secarta lebih intens, kreatif, dan mandiri. Peserta didik dilibatkan langsung di dalam proses pembelajaran. Dalam pendekatan ini, keberhasilan akan tampak jika peserta didik mampu melakukan langkah-langkah saintifik mulai dari
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Tentu saja Kurikulum 2013 tidak melunturkan nilai-nilai pendidikan karakter di dalamnya.
Kurikulum 2013 tidak secara eksplisit mencantumkan kompetensi dasar yang berkaitan dengan karya sastra. Guru harus cermat agar pembelajaran sastra mendapatkan porsi yang maksimal dalam pembelajaran. Hal itu berguna karena
Bahan pengajaran sastra yang akan diberikan kepada siswa haruslah mengandung
nilai-nilai dan sesuai dengan kemampuan siswa sehingga siswa dapat mengapresiasi karya sastra dengan baik. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai.
Kompetensi inti mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA, berdasarkan Kurikulum 2013 terdiri atas empat kompetensi inti. Kompetensi inti tersebut, sebagai berikut: menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya;
menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia; memahami,
menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah; Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
Dari keempat kompetensi itu diturunkan menjadi berbagai macam kompetensi
dasar yang menunjang pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Dalam penelitian ini, penulis menentukan kelayakan
berdasarkan kompetensi dasar yang menyinggung pembelajaran cerpen di dalamnya. Karena nilai pendidikan karakter dalam cerpen merupakan fokus dalam penelitian ini.
Di sekolah pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter tidak diberikan secara khusus, tetapi pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter merupakan kesatuan dari pembelajaran interpretasi isi cerpen. Tidak terdapat materi nilai-nilai
pendidikan karakter yang disinggung langsung dalam silabus. Materi mengenai nilai-nilai dalam cerpen terdapat pada kompetensi dasar yang berkaitan dengan
menginterpretasi makna teks cerpen. Melalui bahan ajar yang digunakan, nilai-nilai pendidikan karakter akan dipahami oleh siswa dan harapannya nilai-nilai-nilai-nilai tersebut akan diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Silabus
dalam Kurikulum 2013 pun terbagi menjadi bagian wajib dan peminatan. Dalam bagian ini penulis hanya menggunakan silabus wajib sebagai patokan terhadap kelayakan nilai-nilai pendidikan karakter pada cerpen-cerpen Lampung Post edisi
semester pertama 2013. Mengetahui isi kurikulum merupakan hal penting dalam penyusunan bahan ajar. Hal tersebut berkaitan dengan teknik serta
langkah-langkah dalam penyusunan bahan ajar, yaitu berkaitan dengan analisis kurikulum. Analisis kurikulum ditujukan untuk menentukan kompetensi-kompetensi yang
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : XI
Semester : Ganjil
Kompetensi Dasar : 4.1 Menginterpretasi makna teks cerita pendek, baik secara lisan maupun tulisan.
Materi Pokok : - Pemahaman isi teks cerpen
- Interpretasi isi (unsur instrinsik dan ekstrinsik)
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : XI
Semester : Ganjil
Kompetensi Dasar : 3.3 Menganalisis teks cerita pendek, baik melalui lisan maupun tulisan
Materi Pokok : - Analisis isi teks cerita pendek - Analisis bahasa teks cerita pendek
Materi pembelajaran yang dipaparkan pada kompetensi dasar tersebut erat
kaitannya dengan pembelajaran nilai-nilai dalam cerita pendek walaupun tidak secara eksplisit tertuang ke dalam kompetensi dasar. Pembelajaran mengenai nilai-nilai dalam cerita pendek pada Kurikulum 2013 ini termasuk ke dalam
pelajaran mengenai interpretasi isi pada cerpen. Alokasi waktu yang diperlukan dalam pembelajaran ini menyesuaikan dengan isi materi yang pada umumnya
III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Wuradji (dalam Jabrohim, 2012: 1), mengatakan bahwa penelitian adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan masalah dengan dukungan
data sebagai landasan dalam mengambil kesimpulan. Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini, suatu metode yang bertujuan
untuk penggambaran sesuatu secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai kenyataan yang ada di dalam sumber data tertentu.
Kegiatan analisis data pada penelitian kualitatif merupakan bagian integral dari pengumpulan data di lapangan. Pada penelitian kualitatif, kegiatan analisis
dilakukan secara simultan sepanjang proses penelitian (Anggoro, 2007: 618). Menurut Margono (2010: 35), penelitian kualitatif perhatiannya lebih banyak ditujukan pada pembentukan teori substantif berdasarkan konsep-konsep yang
timbul dari data empiris. Penelitian bersifat deskriptif analitik. Data yang diperoleh (berupa kata-kata, gambar, perilaku) tidak dituangkan dalam bentuk
bilangan atau angka statistik, melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih dari sekadar angka atau frekuensi. Peneliti segera melakukan
Menurut Moleong (2010: 6), metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang
bermaksud membuat deskripsi atau gambaran untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain. Peneliti memilih metode deskriptif kualitatif karena data penelitian ini dideskriptifkan melihat kenyataan sesungguhnya yang berupa tulisan, lalu dianalisis dan ditafsirkan dengan objektif untuk kemudian
dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa.
3.2 Data dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang berisi kata-kata
bukan angka atau numerik. Data kualitatif terdapat pada bagian teks cerpen yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan karakter
tersebut penulis batasi menjadi delapan belas nilai, yaitu nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Jadi, data yang akan penulis bahas pada penelitian ini hanya kutipan yang mengandung delapan belas nilai tersebut.
Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi Semester Pertama Tahun 2013. Cerpen yang dianalisis berjumlah dua puluh empat cerita pendek. Cerpen-cerpen tersebut, yaitu (1) “Warisan Kematian” karya
Skylashtar Maryam, (2) “Suara dari Masa Lalu” karya Alexander G.B., (3) “Secarik Kertas dalam Perkabungan” karya Iqbal Khoirurroziqin, (4) “Sukma
Sepenggalan Naik” karya Rilda Taneko,(6) “Bloody Valentine” karya Tita
Tjindarbumi, (7) “Sebuah Tikaman” karya Riki Utomi, (8)” Hujan dan Kisah Bola Daging di Mangkuk Cap Ayam” karya Ika Nurliana, (9) “Seutas Kenangan yang
Melility Leher Loya” karya Mashdar Zainal, (10) “Perjalanan Pulang” karya M. Joenoes Joesoef, (11) “Perempuan Pencatat Kenangan” karya Badrul Munir Chair, (12) “Ampun, Njaluk Urip” karya Tandi Skober, (13) “Jalan Pulang” karya Aris
Kurniawan, (14) “Perempuan Plastik” karya Tita Tjindarbumi, (15) “(Tidak) Pulang” karya Yetti A.K., (16) “Wanita Ini Membawa Senjata” karya Sungging
Raga, (17) “Dua Paket Cerita Mini” karya Satmoko Budi Santoso, (18) “Bujang Lapuk” karya Isbedy Stiawan Z.S., (19) “Porphyria: Penggemar Pertama” Rilda
A.O. Taneko, (20) “Rosa” karya Alexander G.B., (21) “Ujian Prabasiwi” karya Tarpin A. Nasri, (22) “Anak Ibu” karya Benny Arnas, (23) “Di Suatu Hikayat Aku dan Emak Bercerita” karya Guntur Alam, dan (24) “Mayat-Mayat dari
Lubang Gunung” karya Ganda Pekasih.
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan adalah teknik analisis teks. Teknik analisis teks ini digunakan untuk mendeskripsikan delapan belas
nilai-nilai pendidikan karakter (religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab) yang terkandung dalam
pendidikan karakter. Satuan bahasa berbentuk kutipan teks dalam cerpen baik
berupa kalimat, kumpulan kalimat, bahkan berbentuk paragraf.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data terbagi menjadi sepuluh tahap.
1. Mengumpulkan sumber data yaitu berupa cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013. Penulis mengumpulkan cerpen-cerpen
tersebut melalui sistem daring. Satu per satu cerpen penulis unduh dari salah satu blog yang menyajikan cerpen-cerpen Harian Lampung Post.
2. Membaca dengan cermat setiap cerpen dan langsung mengumpulkan data
dengan mencari serta menandai penggalan-penggalan cerpen yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter.
4. Memberi kode pada penggalan-penggalan cerpen yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter.
5. Menganalisis dan menginterpretasi datayang sesuai dengan kata kunci yang
dibuat sesuai landasan teori.
6. Mengelompokkan nilai-nilai pendidikan karakter cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.
7. Membahas satu persatu cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.
8. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.
9. Menilai kelayakan cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama
10. Menyimpulkan hasil analisis tentang nilai-nilai pendidikan karakter cerpen-
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal.
1. Dalam cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013
terdapat dua belas jenis nilai pendidikan karakter yang tersebar ke dalam lima belas cerpen. Akan tetapi, tidak ditemukan nilai pendidikan karakter
pada sembilan cerpen lainnya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang ditemukan, yaitu religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, cinta tanah air, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
2. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 hadir dengan berbagai macam cara.
Ada yang tampak melalui kata-kata tokoh dalam cerpen, melalui peristiwa dalam cerpen, ada yang hadir secara implisit, dan ada juga yang tampak
melalui perbuatan tokoh dalam cerpen. Nilai pendidikan karakter yang paling baik dijadikan bahan ajar adalah nilai pendidikan karakter yang hadir lewat perbuatan tokoh dalam cerpen. Hal tersebut memudahkan siswa untuk
3. Lima belas cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 yang
mengandung nilai pendidikan karakter di dalamnya layak dijadikan bahan ajar sastra di SMA. Cerpen-cerpen tersebut dapat dimanfaatkan guru sebagai
bahan ajar sastra yang menunjang pembelajaran berbasis pendidikan karakter pada silabus kurikulum 2013 SMA.
4. Cerpen yang mengandung nilai pendidikan karakter paling kuat adalah cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik”. Cerpen tersebut memiliki nilai
pendidikan karakter dengan jumlah data terbanyak. Selain itu, seluruh nilai
pendidikan karakter dalam cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” tampak melalui perbuatan tokoh dalam cerpen.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal.
1. Penulis cerpen disarankan untuk memperhatikan dan memberikan sentuhan
mengenai kandungan nilai-nilai pendidikan karakter dalam setiap cerpen yang diciptakannya.
2. Pembaca harus lebih kritis dalam menginterpretasi kandungan nilai dalam
cerpen karena nilai yang terkandung dalam cerpen hadir dalam berbagai macam cara, baik secara implisit maupun eksplisit. Jika kandungan nilai
pendidikan karakter dalam cerpen cerpen dapat diinterpretasi dengan baik, mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang
sangat bijak.
pertama tahun 2013 yang layak dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia untuk mendukung pembelajaran berbasis pendidikan karakter. Guru dapat menggunakan cerpen-cerpen tersebut sesuai dengan kebutuhan mengenai
karakter apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran.
4. Selanjutnya, penulis menyarankan penggunaan cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” untuk digunakan sebagai bahan ajar pilihan pertama. Hal
tersebut penulis sarankan karena cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” memiliki nilai pendidikan karakter paling kuat dibanding cerpen-cerpen
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama.
Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Metode dan Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ahmad, Ali. 1994. Pengajian Kesusastraan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia
Alwi, Hasan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Amri, Sofan & Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan
Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Anggoro, M. Toha. 2007. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka. Darmodihardjo, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Fitri, Agus Zaenul. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Jabrohim.2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.
Koesoema A., Doni. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.
Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya..
Lubis, Hamid Hasan. 1994. Glosarium Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
M.S, Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Sastra.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Prastowo, Andi. 2012. Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.
Rahmanto, Bernandus. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Sastrowardoyo, Subagio. 1999. Sekilas Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sumardjo, Jacob & Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh dalam Cerpen Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Unila. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar