• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Haji Ngeteng Karya Eko Kusumawijaya dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Kelas XII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Haji Ngeteng Karya Eko Kusumawijaya dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Kelas XII"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM NOVEL HAJI NGETENG KARYA EKO KUSUMAWIJAYA DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR

MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA KELAS XII

Oleh

RENDI DESWANTONI

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter pada novel Haji Ngeteng karya Eko Kusumawijaya dan kelayakannya sebagai bahan ajar mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA kelas XII. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai

pendidikan karakter pada novel Haji Ngeteng karya Eko Kusumawijaya dan kelayakannya sebagai salah satu bahan ajar mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA kelas XII.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Haji Ngeteng karya Eko Kusumawijaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam novel Haji Ngeteng karya Eko Kusumawijaya terdapat nilai-nilai pendidikan karakter. Jumlah nilai-nilai pendidikan karakter yang ditemukan sebanyak tujuh

(2)

toleransi sebanyak tiga data, (4) disiplin sebanyak lima data, (5) kerja keras sebanyak tujuh data (6)

kreatif sebanyak empat data, (7) mandiri sebanyak tiga data, (8) demokratis sebanyak empat data, (9) rasa

ingin tahu sebanyak sembilan data, (10) semangat kebangsaan sebanyak empat data, (11) menghargai

prestasi sebanyak dua data, (12) bersahabat/komunikatif sebanyak tiga data, (13) cinta damai sebanyak

satu data, (14) gemar membaca sebanyak tiga data, (15) peduli lingkungan sebanyak satu data, (16) peduli

sosial sebanyak enam data, dan (17) tanggung jawab sebanyak dua data. Novel Haji Ngeteng karya Eko

Kusumawijaya layaka untuk dijadikan sebagai salah satu bahan ajar mata pelajaran bahasa Indonesia di

(3)
(4)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

DALAM NOVEL HAJI NGETENG KARYA EKO KUSUMAWIJAYA DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR

MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA KELAS XII

(Skripsi)

Oleh Rendi Deswantoni

0813041045

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

MOTO

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.”

(Soekarno)

“Hidup ini terlalu singkat untuk menjadi orang lain.”

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan Alhamdulillah yang penuh rasa syukur, atas segala rahmat

yang diberikan Allah swt., segenap jiwa dan raga dengan penuh cinta dan kasih

sayang, aku persembahkan karya ini kepada mereka semua yang terukir dalam di

hati.

1. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Siti Aliyah dan Ayahanda Ikhsan yang

dengan penuh kesabaran selalu berdoa dan menanti keberhasilanku.

2. Adik-adik tersayang, Rohma Nur Irmala, M. Septian Rachmandika, dan

Fajri Habib Firdausy;

3. Keluarga besar Muawannah dan Nawawi;

4. Sayu Ketut Wahyuni, perempuan baik hati pemberi tambahan motivasi;

(10)

SANWACANA

Syukur Alhamdulillah hanyalah tertuju kepada Allah swt.. Berkat rahmat dan

hidayah-Nya saya dapat menyusun skripsi ini.

Skripsi dengan judul ”Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Haji Ngeteng

Karya Eko Kusumawijaya dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia di SMA” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak. Sehubungan dengan itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada

pihak-pihak berikut.

1. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum. selaku pembimbing I dan ketua Program

Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung, yang telah

banyak membimbing, mengarahkan, dan memberi saran kepada penulis

dengan penuh kesabaran selama proses pengerjaan skripsi ini.

2. Dr. Muhammad Fuad, M. Hum. selaku pembimbing II sekaligus selaku Ketua

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, yang juga telah banyak membimbing,

mengarahkan, dan memberi saran kepada penulis dengan penuh kesabaran

selama proses pengerjaan skripsi ini.

3. Dr. Munaris, M.Pd. selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik

yang membangun.

(11)

5. Seluruh dosen Program Studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang

telah mendidik dan memberikan berbagai ilmu pengetahuan dengan penuh

ketulusan.

6. Seluruh rekan-rekan Bahasa dan Sastra Indonesia 2008, semua kakak tingkat

dan adik tingkat yang telah banyak membantu. Terima kasih banyak atas

kerjasama, kebersamaannya, dan dukungannya selama ini.

7. Teman-teman PPL dan KKN Kecamatan Gedung Surian Kabupaten Lampung

Barat, terima kasih atas segala suka duka selama tiga bulan bersama.

8. Almamater tercinta Universitas Lampung;

9. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu;

10.Lebih dari itu semua, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua ku, Ibunda Siti Aliyah dan Ayahanda Ikhsan, adik-adikku tersayang, Rohma Nur Irmala, A.Md.Kep., M. Septian Rachmandika, Fajri Habib Firdausy untuk ketulusan cinta dan kasih sayang.

Semoga segala bantuan, bimbingan, motivasi, dan kasih sayang yang telah

diberikan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah swt.. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya dalam upaya

meningkatkan mutu pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.

Bandarlampung, November 2014

(12)

RIWAYAT HIDUP DAN PENDIDIKAN

Penulis dilahirkan di Desa Bagelen Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran pada

tanggal 17 Desember 1988. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, buah hati

dari pasangan Ikhsan dan Siti Aliyah.

Penulis memulai pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) di SDN 4 Bagelen yang

diselesaikan pada tahun 2000. Penulis melanjutkan jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP) di SLTPN 1 Gedong Tataan yang diselesaikan pada tahun 2003. Pada jenjang Sekolah

Menengah Atas (SMA), penulis mengenyam pendidikan pada jenjang ini di SMAN 1 Gadingrejo

yang diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lampung melalui jalur tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2008.

Penulis juga pernah melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di Sekolah Menengah

(13)

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian Novel ... 8

2.2 Unsur Novel ... 9

2.3 Pendidikan Karakter ... 10

2.4 FungsiPendidikan Karakter ... 12

2.5 TujuanPendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013 ... 13

2.6 Hakikat Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam karya Sastra ... 14

2.6.1 Religius ... 18

2.6.2.Jujur ... 19

2.6.3 Toleransi ... 20

2.6.4 Disiplin ... 21

2.6.5 Kerja Keras ... 22

2.6.6 Kreatif ... 23

2.6.7 Mandiri ... 24

2.6.8 Demokratis ... 24

2.6.9 Rasa Ingin Tahu ... 25

2.6.10 Semangat Kebangsaan ... 26

2.6.11 Menghargai Prestasi ... 27

2.6.12 Bersahabat/Komunikatif ... 28

2.6.13 Cinta Damai ... 29

2.6.14 Gemar Membaca ... 30

2.6.15 Peduli Lingkungan ... 31

2.6.16 Peduli Sosial ... 31

2.6.17 Bertanggung Jawab ... 32

(14)

2.8.2 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Berdasarkan

Pendidikan Karakter ... 37

2.8.3 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Ditinjau Dari Aspek Kesastraan ... 38

III. METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Desain Penelitian ... 42

3.2 Sumber Data ... 42

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 43

3.4 Indikator Nilai-Nilai Pendidikan karakter ... 43

IV. PEMBAHASAN ... 45

4.1 Bahasan Penelitian ... 45

4.2 Kelayakan Novel Haji Ngeteng Karya Eko Kusumawijaya Sebagai Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA ... 93

4.2.1 Kelayakan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Haji Ngeteng Karya Eko Kusumawijaya Berdasarkan Kurikulum ... 94

4.2.2 Kelayakan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Haji Ngeteng Karya Eko Kusumawijaya Berdasarkan Pendidikan Karakter ... 95

4.2.3 Kelayakan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Haji Ngeteng Karya Eko Kusumawijaya Berdasarkan Kesastraan ... 97

4.3 Contoh Bahan Ajar Berdasarkan Hasil dan Pembahasan ... 103

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 110

5.1 Simpulan ... 110

5.2 Saran ... 111

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

dan segala macam kehidupannya. Di samping berfungsi sebagai media untuk

me-nampung teori atau sistem berpikir manusia, sastra juga mampu menjadi wadah

penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh manusia tentang

kehidupan secara utuh.

Setiap kejadian di lingkungan sekitar dan pengalaman-pengalaman hidup yang

dialami oleh seseorang menjadi harta yang berpotensi untuk diolah menjadi

se-buah karya sastra. Karya sastra merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan

seseorang yang sering kali menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap

latar belakang dan keyakinan pengarang.

Sastra adalah ciptaan kreatif imajinatif manusia bertolok dari kehidupan nyata

yang ditulis atau dicetak serta memiliki ekspresi estetis, misalnya puisi, drama,

dan cerita rekaan termasuk novel di dalamnya. Ekspresi estetis merupakan upaya

pengeluaran pengalaman, perasaan, dan pikiran dari dalam diri manusia. Sebagai

salah satu produk sastra, novel berperan dalam menyampaikan keindahan bahasa

(16)

Perkembangan novel di Indonesia cukup pesat, terbukti dengan banyaknya novel

baru yang diterbitkan. Novel-novel tersebut memiliki bermacam-macam tema dan

isi, antara lain tentang fenomena sosial yang pada umumnya terjadi dalam

masya-rakat, termasuk yang berhubungan perasaan dan kejiwaan. Hal ini sangatlah

me-narik karena jiwa adalah hakikat kehidupan makhluk bernyawa yang memiliki

rasa-karsa, yakni manusia.

Novel juga merupakan ungkapan fenomena sosial dalam aspek-aspek kehidupan

yang dapat digunakan sebagai sarana mengenal manusia dan zamannya. Namun

demikian, novel sebagai salah satu bentuk karya sastra diharapkan memunculkan

nilai-nilai positif bagi penikmatnya. Hal ini akan mendorong penikmat novel

untuk berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari di era apa pun itu.

Satu hal yang tidak mungkin terlepas dari penciptaan karya sastra berupa novel

adalah kejiwaan, baik kejiwaan pengarang, kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam

karya sastra maupun kejiwaan pembaca. Sastra merupakan pencerminan dari segi

kehidupan manusia yang di dalamnya memuat sikap, tingkah laku, pemikiran,

pe-ngetahuan, tanggapan, perasaan, imajinasi mengenai manusia dan lingkungan

sekitarnya. Demikian juga yang terjadi pada novel sebagai salah satu produk

sastra tersebut. Pengarang berusaha merefleksikan segi-segi kehidupan manusia

itu ke dalam karya sastra sehingga terciptalah sebuah karya sastra yang menarik

untuk diteliti.

Di tengah fenomena sosial yang terjadi dewasa ini, hadirlah sebuah karya sastra

(17)

untuk menceritakan sisi tentang arti sebuah perjuangan yang berlandaskan

keya-kinan yang murni. Novel yang mengangkat rapat sisi religi dan fitrah manusia

sebagai mahluk hidup yang memiliki organ tubuh yang lazim disebut dengan hati.

Sebuah novel yang memeriakan makna proses putar tiap episode kehidupan.

Sebuah novel dengan judul Haji Ngeteng.

Pemilihan novel Haji Ngeteng dilatar belakangi oleh adanya keinginan untuk me-mahami nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dari alur cerita berikut

perilaku tokoh-tokoh dalam novel ini. Haji Ngeteng memunyai nilai didik positif yaitu penjelasan mengenai nilai-nilai keikhlasan diri seseorang terhadap din dan

kehidupan secara komprehensif. Keteladanan semacam ini yang dapat dijadikan

panutan atau inspirasi bagi penikmatnya.

Lintas budaya antarnegara yang bergerak dengan mudah begitu efektif dalam

mengikis jati diri bangsa. Hal itu terjadi secara perlahan namun pasti. Dengan

asumsi seperti ini, penulis termotivasi untuk menghidupkan kembali nilai-nilai

pendidikan karakter di tengah kehidupan siswa salah satunya melalui pengkajian

nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel ini. Hal ini menjadi

alasan diangkatnya nilai-nilai pendidikan karakter sebagai bahan kajian penelitian

novel ini.

Terlebih pemerintah melalui Mentri Pendidikan Nasional pada pertengahan tahun

2010 mencanangkan penerapan kurikulum pendidikan berbasis karakter bagi

semua tingkat pendidikan. Program ini dinilai penting dalam mengantarkan

generasi bangsa menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat. Pendidikan karakter

(18)

satunya juga melibatkan figur seorang guru di dalamnya. Dalam hal ini, guru

membantu membentuk watak peserta didik agar senantiasa menjadi insan yang

berpikir dan bertindak positif.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan, karya sastra berupa novel yang hendak

dijadikan bahan ajar bagi peserta didik hendaknya berisikan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa. Di satu sisi seorang

guru menyampaikan materi untuk mempertajam daya kognitif siswa dan di sisi

lain seorang guru dapat menyampaikan pesan moral yang harapannya bermanfaat

bagi perkembangan karakter siswa. Keberhasilan yang dimaksud bukan hanya

keberhasilan membentuk kecerdasan peserta didik dalam mengapresiasi sastra,

akan tetapi juga membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi pribadi yang

bermoral.

Perlu diakui juga bahwa sebelumnya sudah ada beberapa penelitian serupa terkait

nilai-nilai pendidikan karakter dalam sebuah karya sastra berupa novel. Namun,

penelitian tersebut memiliki landasan dan novel yang berbeda meskipun memiliki

ruh yang sama yaitu mengkaji kedalaman nilai pendidikan karakter di dalamnya.

Hadirnya pengkajian nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Haji Ngeteng ini menjadi hal yang akan memperkaya penelitian serupa yang telah dilakukan. Novel

ini menyumbangkan banyak nilai kehidupan terutama hal yang berkenan dengan

pendidikan karakter yang membentuk diri menjadi pribadi yang taat kepada ajaran

(19)

Terkait dengan pembelajaran sastra di sekolah, novel merupakan sebuah karya

sastra yang kerap digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar mata

pelajaran bahasa Indonsia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam silabus

Kurikulum 2013 jenjang SMA kelas XII semester genap, terdapat Kompetensi

Dasar memahami dan mampu membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan)

terhadap suatu karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan

mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk menilai karya sastra.

Selain menyentuh ranah sastra dan kebahasaan, nilai-nilai pendidikan karakter

dirasa sangat penting untuk ditanamkan dalam diri siswa termasuk mereka yang

sedang duduk pada jenjang pendidikan SMA. Dengan demikian, penulis merasa

tertarik untuk menyusun sebuah skripsi dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Haji Ngeteng Karya Eko Kusumawijaya dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Pendidikan Karakter Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Kelas XII.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut. “Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Haji Ngeteng karya

Eko Kusumawijaya dan kelayakannya sebagai bahan ajar pendidikan karakter

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter

dalam novel Haji Ngeteng karya Eko Kusumawijaya dan kelayakannya sebagai bahan ajar pendidkan karakter mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA Kelas

XII.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

a. Digunakan untuk menunjang referensi di bidang kesastraan khususnya

mengenai penggunaan nilai-nilai pendidikan karakter dalam sebuah

karya sastra berupa novel.

b. Digunakan sebagai dasar bagi penelitian bahasa selanjutnya, khusunya

penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan karakter dalam sebuah karya

sastra.

c. Memperkaya hasil penelitian tentang nilai-nilai pendidikan karakter

dalam sebuah karya sastra.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi bagi pembaca tentang nilai-nilai pendidikan

karakter dalam sebuah karya sastra.

b. Sebagai bahan pembelajaran untuk guru bahasa Indonesia dalam

mem-berikan materi pelajaran khususnya nilai-nilai dalam karya sastra pada

(21)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sumber data penelitian ini adalah novel Haji Ngeteng karya Eko Kusumawijaya.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi yang ditulis dalam bentuk sebuah cerita. Sebuah

novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuannya dalam kehidupan

sehari-hari. Banyak cerita yang terdapat dalam sebuah novel tetapi biasanya seorang

penulis novel mengangkat cerita yang dekat dengan latar belakang kehidupannya.

Kata novel berasal dari bahasa Italia yakni novella yang berarti "sebuah kisah” atau “sepotong berita". Cerita tersebut berkenaan tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Novel cenderung didefinisikan

sebagai cerita tentang bagian kehidupan seseorang dengan menonjolkan

perwatakan atau sifat tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.

Sebuah pendapat diungkapkan Zainudin (1991:106) yang mengartikan novel

sebagai bentuk karangan prosa yang pengungkapannya tidak panjang lebar seperti

roman, biasanya melukiskan atau mengungkapkan suatu peristiwa atau suatu

kejadian yang luar biasa pada diri seseorang.

Novel adalah karya sastra narasiyang menceritakan kehidupan tokoh nyata yang

umumnya merupakan tanggapan pengarang terhadap lingkungan yang ada di

(23)

dalam menceritakan para tokoh, gerak serta kesederhanaan hidup nyata yang

representatif dalam suatu alur atau keadaan yang agak kacau atau kusut.

Sumarjo (1984:85) berpendapat bahwa pengertian roman dan novel adalah sama

saja. Istilah roman dikenal oleh bangsa Indonesia dari masa sebelum perang dunia

kedua karena istilah itu memang dipakai di negeri Belanda dan Prancis atau

daratan Eropa umumnya. Setelah perang dunia kedua, banyak sastra berbahasa

Inggris masuk Indonesia dan dipelajari oleh banyak sastrawan Indonesia.

Istilah untuk roman dalam bahasa Inggris dan Amerika adalah novel, pada sebuah

roman terdapat banyak pelaku cerita sehingga pengarang dapat memasukkan

pelaku sebanyak mungkin ke dalam ceritanya. Dari masing-masing cerita punya

jalan ceritanya sendiri-sendiri, pada akhirnya cerita mereka bertemu dan biasanya

diakhiri dengan kematian. Ada juga dalam novel tidak diceritakan dari awal dan

diakhiri kematian, tetapi dalam novel paling banyak mengandung dua pelaku

penting termasuk seseorang menjadi pelaku utama.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis mengacu pada teori yang diungkapkan

oleh Zainudin (1991:106) karena lebih spesifik dan kompleks yang mengartikan

novel sebagai bentuk karangan prosa yang pengungkapannya tidak panjang lebar

seperti roman, biasanya melukiskan atau mengungkapkan suatu peristiwa atau

suatu kejadian yang luar biasa pada diri seseorang.

2.2Unsur Novel

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik.

(24)

saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan.

Unsur-unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni unsur

intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri,

tetapi secara tidak langsung memengaruhi karya sastra. Secara lebih khusus, unsur

ini memengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra dan cukup berpengaruh

terhadap bangun cerita yang dihasilkan. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut misalnya

biografi pengarang, keadaan psikologi, ekonomi, politik, agama, sosial, dan

pendidikan di dalamnya.

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun dari dalam karya sastra itu sendiri.

Unsur ini dapat mewujudkan sebuah totalitas yang memunyai nilai estetik

antarunsurnya dan berkaitan satu sama lain. Unsur-unsur ini juga yang

menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara

faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Kepaduan antar berbagai

unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud (Nurgiyantoro,

2010:210). Unsur intrinsik dalam karya sastra misalnya tokoh, alur, penokohan,

latar, dan tema.

2.3 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter

kepada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran

individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan

(25)

lingkungan maupun bangsa, sehingga dapat terwujud insan kamil. Agar lebih

mendalam memahami penidikan karakter, terlebih dahulu penulis jabarkan

beberapa pendapat terkait definisi pendidikan karakter.

Karakter lebih bersifat subjektif, sebab berkaitan dengan struktur antropologis

manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasannya sehingga ia

mengukuhkan keunikannya berhadapan dengan orang lain. Sementara, pendidikan

senantiasa berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia. Manusia sejak

kelahirannya sudah membutuhkan kehadiran orang lain dalam menopang

hidupnya. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika

relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun

dari luar dirinya. Agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya

sehingga ia dapat semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri

sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Secara singkat

pendidikan karakter bisa diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu

dapat dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama orang lain dalam

dunia ini pendidikan (Doni dalam Aqib, 2011:39).

Pengertian karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu

(manusia). Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda

atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang

bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu (Kartajaya dalam Gunawan,

(26)

Secara rinci, pendidikan karakter didefinisikan sebagai suatu sistem penanaman

nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan,

kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik

terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi manusia insan kamil (Prasetyo dan Rivashintha dalam

Kurniawan, 2013:30).

2.4 Fungsi Pendidikan Karakter

Dalam mengembangkan sebuah kurikulum, pemerintah telah memikirkan secara

matang fungsi kurikulum yang akan diberlakukan. Seperti fungsi pendidikan

karakter yang tengah gencar diberlakukan pada saat ini. Adapun tiga fungsi

pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

1.pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi

berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan

perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;

2. perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab

dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan

3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain

yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang

bermartabat (Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan

(27)

2.5Tujuan Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013

Seperti halnya dengan kurikulum yang telah berlaku sebelumnya, pendidikan

karakter memiliki tujuan tersendiri dalam pengembangannya. Berikut beberapa

tujuan pendidikan karakter yang akan dicapai:

1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia

dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan

sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai

generasi penerus bangsa;

4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,

kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa

kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010: 7).

Selain itu, pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 bertujuan untuk

meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada

pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu,

dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan

pendidikan. Melalui implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi

sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan kontekstual

(28)

pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi

nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari

(Mulyasa, 2014:7).

2.6Hakikat Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Karya Sastra

Karya sastra merupakan produk kreativitas pengarang. Dengan kreativitas

tersebut, seorang pengarang tidak hanya mampu menyajikan keindahan rangkaian

cerita, tetapi juga dapat memberikan pandangan pendidikan karakter yang

berhubungan dengan renungan tentang agama, filsafat, serta beraneka ragam

pengalaman tentang masalah kehidupan. Bermacam-macam wawasan itu

disampaikan pengarang lewat rangkaian kejadian, tingkah laku, dan perwatakan

para tokoh ataupun komentar yang diberikan pengarangnya.

Dari karya sastra, pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang

mendalam tentang manusia, dunia, dan kehidupan. Hal ini sesuai dengan tujuan

pengajaran umum bahasa dan sastra Indonesia, yaitu siswa mampu menikmati,

menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan

kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan

dan kemampuan berbahasa (Depdiknas, 2006: 1).

Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang

menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu

karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada

(29)

ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam

tujuan pendidikan nasional.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia

diidentifikasikan berasal dari empat sumber. Pertama, agama. Masyarakat

Indonesia merupakan masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu,

masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan.

Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan

kaidah yang berasal dari agama.

Kedua, Pancasila. NKRI ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan

dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD

1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD

1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai

yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan

seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan menyiapkan peserta didik

menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan,

kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai

warga negara.

Ketiga, budaya. Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup

bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat

tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu

(30)

budaya yang sedemikian penting dalam kehidupan bermasyarakat mengharuskan

bdaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Keempat, tujuan Pendidikan Nasional. UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sitem Pendidikan Nasional meruuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional

yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, ”Pendidikan nasional berfungsi mengem

-bangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”

Tujuan pendidikan nasional sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki oleh

setiap warga negara Indonesia dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di

berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai

kemanusiaan yang harus dimiliki oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu,

tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling oprasional dalam

pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, teridentifikasi sejumlah nilai untuk

(31)
[image:31.595.109.523.110.760.2]

Tabel Deskripsi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

No Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianut.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan

agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya

sunguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung

pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang

menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, atau didengar. 10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas diri dan kelompok.

11. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

12. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

13. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran diri.

14. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi diri.

(32)

terjadi.

16. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

17. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan YME.

Sumber: Kurniawan, 2013:41

2.6.1 Religius

Penempatan nilai religius pada urutan pertama tampaknya memiliki maksud

bahwa nilai religius adalah hal utama dalam membangun karakter. Inilah pondasi

karakter seorang manusia. Religius sendiri merupakan sikap dan perilaku yang

patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut. (Kurniawan 2013:41)

Contoh 2.6.1 (a):

Ajaran kami untuk menundukkan dunia, bukan kami yang tunduk kepada dunia. Bila kilauan dunia menyilaukan pandangan kami, bila taburan permata dunia mendebarkan hati kami, ingatkan kami ya Allah. Ingatkan bahwa keridaan-Mu dan kasih sayang-Mu lebih besar dari pada sekadar dunia yang pasti akan kami tinggalkan. (Farid, 2009:28).

Contoh 2.6.1 (b):

Terlalu banyak kerugian yang akan kamu peroleh jika kamu meninggal-kan salat. Kerugian itu tidak kamu sadari bahayanya kecuali saat nanti engkau harus berdiri di hadapan Sang Maha Perkasa di hari akhir. Saat kamu diadili, saat setiap detil perbuatanmu diperiksa dan benar-benar tak ada satu pun yang luput dari pertanggungjawaban. (Fatih, 2010:49).

Data di atas mencerminkan sikap keyakinan seseorang terhadap ajaran agama

yang dianutnya. Sebuah perasaan harap-harap cemas dalam menjaga hubungan

manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa selama berada dalam fase kehidupan

dunia menuju kehidupan akhirat. Sikap semacam ini adalah cerminan nilai religius

(33)

2.6.2 Jujur

Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan. (Kurniawan 2013:41). Jujur merupakan hal yang sederhana tetapi

sangat sulit untuk dilakukan. Hanya orang-orang yang merasa selalu diawasilah

yang akan bersikap jujur.

Secara kasat mata, aktivitas manusia diawasi juga oleh manusia. Pada

kenyataannya, pengawas berupa makhluk bernama manusia tersebut sangat

terbatas. Pada keterbatasan tersebut, banyak peluang untuk tidak jujur terhadap

hal yang dilakukan. Namun bagi orang-orang yang merasa selalu diawasi oleh

Tuhannya, maka ia akan senantiasa bersikap jujur.

Contoh 2.6.2 (a):

Hal itu dicontohkan ketika seorang anak gembala di jaman Khalifah Umar, dia diuji oleh Khalifah agar berbuat kebohongan. Dengan tegas ia

menolak, ”Fa ’ainallah?” (kalau begitu, dimana Allah?). Artinya,

penggembala itu bisa berbohong kepada majikannya, tetapi tidak kepada Allah, sebab Dia selalu mengawasi keadaan kita, dimanapun. (Waskito, 2011:197).

Contoh 2.6.2 (b):

Satu hal juga yang saya pintakan kepada para siswa ketika mengerjakan soal kuis harian, yakni saya minta mereka menuliskan pengalaman dan perasaan mereka ketika mengerjakan kuis tersebut. Jika jujur, maka mereka harus mengatakannya. Apabila tak jujur, mereka juga harus berterus terang tentang hal itu. (Prastyo, 2012:22).

Data tersebut menggambarkan sikap jujur. Kutipan diatas mengakui pengawasan

Tuhan Yang Maha mengetahui dibandingkan dengan pengawasan manusia yang

bersifat terbatas. Demikian halnya pada contoh data yang kedua bahwa kejujuran

(34)

2.6.3 Toleransi

Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,

etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

(Kurniawan, 2013:41). Hal ini merupakan sikap memberikan respek/hormat

terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku,

dan agama. Sama halnya dengan sikap nasionalis, hal ini tentu sangat sesuai

dengan situasi yang ada di negara tercinta Indonesia. Negeri elok yang sarat

dengan ragam bahasa, lingkungan fisik, sosial, dan budaya.

Contoh 2.6.3 (a):

Mereka adalah sama-sama pendukung tim nasioanal Indonesia. Berasal dari tim manapun adalah anak-anak bangsa yang membela satu bendera, Indonesia. Tidak ada hal yang salah maupun aneh ketika seorang

penonton datang ke stadion menggunakan baju bernama dan bernomor punggung Christian Gonzales. Sama halnya ketika pendukung yang lain datang menggunakan seragam merah putih bernama Irfan, Firman, Okto, Maman, Hamka, maupun nama saya sendiri. (Pamungkas, 2010:208).

Contoh 2.6.3 (b):

Suasana keberagaman para pemain Timnas U-19 menggambarkan Indonesia mini dalam satu kebersamaan yang dilandasi kesetaraan. Tak ada yang lebih rendah tak ada yang lebih tinggi statusnya. Semua setara dan sama, tak peduli dari bagin Indonesia mana mereka berasal.

(Gunawan dan Utomo, 2014:44).

Jauh hari dahulu kala, bahasa Sansekerta populer digunakan di tanah air dan

hingga kini ada sebuah semboyan yang diambil dari bahasa tersebut. Semboyan

yang sangat luhur guna menyadarkan diri akan arti saling menghargai di tengah

(35)

2.6.4 Disiplin

Disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan (Kurniawan 2013:41). Nilai disiplin pasti

memiliki alasan kuat dijadikan sebagai salah satu nilai pendidikan karakter.

Sebab, disiplin adalah salah satu kunci untuk membangun sebuah bangsa agar

menjadi bangsa yang bermartabat. Kedisiplinan adalah awal dari kesuksesan.

Anak yang dibiasakan disiplin sejak dini memiliki modal untuk menatap masa

depan yang cerah (Hernandez, 2013:55).

Contoh 2.6.4 (a) :

Ivan Kolev lebih menyerupai seorang sipir penjara atau baby sitter daripada seorang pelatih sepak bola. Dia akan menyatroni kamar setiap pemain dan memastikan setiap pemain tidur tepat waktu setiap

malamnya.(Pamungkas, 2011:70).

Contoh 2.6.4 (b) :

Secara sederhana, seorang pemain harus menghargai semua hal yang terkait dengan profesinya. Karena sepak bola adalah olah rga yang

membutuhkan kondisi fisik prima, konsekuensi atas penjagaan fisik adalah mutlak. (Gunawan dan Utomo, 2014: 163).

Data tersebut mendefinisikan kedisiplinan seseorang pelatih sepak bola yang

mengabdikan dirinya megelola sebuah tim. Normalnya, pelatih sepak bola hanya

aktiv saat di lapangan. Ada waktu untuk bermain, ada juga waktu untuk belajar,

dan tidak lupa juga ada waktu untuk beristirahat. Kesemuanya butuh keteraturan

(36)

2.6.5 Kerja Keras

Kerja keras merupakan suatu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh

dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas

(belajar/peke-rjaan) dengan sebaik-baiknya (Kemendiknas dalam Gunawan 2012:33). Sikap

kerja keras sanat penting dalam pendidikan karakter. Sebab, mewarisi sikap ini

berarti seseorang siap untuk menhadapi hiruk pikuk kehidupan.

Contoh 2.6.5 (a) :

Aku berhasil mendapatkan pekerjaan, betapapun remeh dan singkat. Aku berdagang bermacam-macam barang, bekerja sebagai tukang kayu, pembuat tong, penjaja ikan keliling, pengrajin logam, pemotong rumput, pembantu tukang tungku batubara, pedagang minyak keliling, dan pengasah pisau. ( Masao, 2011:14).

Contoh 2.6.5 (b) :

Pengalaman hidup Oweng menempa dirinya menjadi sosok yang pantang menyerah. Sebelum menjadi staf pemerintah kota, berbagai pekerjaan telah dijalani Oweng. ( Gunawan dan Utomo, 2014: 87).

Kerja keras menjadikan seseorang menjadi pribadi yang kuat. Dewasa ini banyak

hal yang ditawarkan kepada khalayak ramai terkait berbagai macam pola hidup

yang penuh kemudahan. Hal ini bukan sesuatu yang dilarang. Hanya saja, jika

tidak disikapi dengan bijak kebiasaan seperti ini membentuk karakter manja.

Maka untuk mengantisipasi atau setidaknya mengimbanginya, perlu adanya upaya

penanaman nilai kerja keras. Kerja keras dalam konteks khusus semisal kegiatan

belajar dan bekerja keras dalam arti luas demi menggapai cita-cita.

2.6.6 Kreatif

Kreatif merupakan tindakan berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

(37)

manusia berkesempatan menuangkan kreatifitas karena dianugrahi organ tubuh

yang sangat penting. Organ tersebut adalah otak. Otak inilah yang digunakan

manusia untuk berpikir menghadapi segala tantangan dalam hidup.

Contoh 2.6.6 (a):

”Aku dengar kau sudah menemukan cara jitu dalam hal pengadaan kayu bakar!” katanya.

”Ya, tuanku,” jawabku. ”Mulai sekarang Bentneg Kiyosu tidak perlu membayar biaya bahan bakar sepeser pun secara langsung. Meski demikian, kita harus mengeluarkan biaya penggantian berupa bibit pohon. ” Dari mimik Lord Nobunaga, aku bisa menebak apa yang dipikrkannya, orang ini berbeda dari pengikutku yang lain. ( Masao, 2011: 43).

Contoh 2.6.6 (b):

”Saya memang tidak hanya melatih fisik dalam artian sempit. Konsep latihan fisik yang saya terapkan juga bertujuan melatih kecerdasan pemain dalam memanfaatkan kekuatan dan ketahanan fifik mereka, jelas coach Nur.

Pelatih yang satu ini memang selalu mencari terobosan dan konsep alternatif sesuai kebutuhan program latihan yang dirancang. (Gunawan dan utomo, 2014: 18).

Contoh data tersebut yang menggambarkan sebuah pemikiran kreatif. Pada situasi

tertentu, seseorang dituntut untuk mampu menemukan jalan keluar atas

permasalahan yang dihadapi dengan cara jitu. Kemampuan berpikir kreatif

mampu membawa seseorang keluar dari masalah dengan cara yang sangat cantik.

2.6.7 Mandiri

Mandiri adalah suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas (Kurniawan, 2013:41). Manusia sebagai

selalu memunyai keinginan untuk meningkatkan kemajuan prestasi serta taraf

(38)

macam cara. Keinginan tersebut haruslah dilakukan dengan cara baik yang

dikemas dalam sebuah kemandirian

Contoh 2.6.7 (a):

Akhirnya mereka melepas saya untuk pergi meski dengan perasaan khawatir karena pada saat itu saya masih berumur 19 tahun. Agak nekat dan berisiko memang, tetapi keinginan saya untuk menggali kemampuan samapai batas maksimal mampu mengalahkan logika saya pada waktu itu. Berangkat melalui Terminal Salatiga kota, menumpang bus Raya Indah jurusan Solo-Jakarta, akhirnya saya pun bertolak ke ibu kota. (Pamungkas, 2012:131).

Contoh 2.6.7 (b):

Di sakuku hanya ada uang enam puluh euro lebih sedikit dan

seluruhnya memang direncanakan sejak lama untuk membelikan Ayah kaus Luis Figo. Tanda tangan asli orang Portugal itu telah

mengacaukan semuanya. Namun, sebagi backpacker, kiranya aku sedikit banyak tahu cara untuk survive dan mencari uang di jalanan. (Hirata, 2011:77).

Mandiri dapat dilakukan dengan berbagai tindakan. Salah satunya dapat

dibuktikan dengan merantau untuk kemudian menemukan sendiri cara

mempertahankan kelangsungan hidup, terlebih jika hal itu dilakukan pada saat

usia muda. Seperti pada cotoh yang tertera, dengan kegiatan seperti itu sikap

mandiri akan terbentuk pada diri seseorang.

2.6.8 Demokratis

Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak

dan kewajiban diri dan orang lain (Kurniawan, 2013:41). Sikap yang terbuka,

memberi kesempatan, mengajak individu-individu lainnya untuk mengungkapkan

pendapat dan pandangannya terhadap hal-hal tertentu. Sikap arif yang patut

(39)

Contoh 2.6.8 (a):

Duduk di balairung, beberapa pejabat agung. Bersabdalah

Bundakandung: “Wahai Malin Deman, anak kandung. Sudah dengar kabar yang tersiar? Solusi anak kandung ingin Bunda kandung dengar.” (Soekri, 2010:181).

Contoh 2.6.8 (b):

Saya begitu bangga saat dia berbicara kepada saya dan saya pun

menyimak satu per satu kata-katanya. Dia tahu caranya berbicara kepada para pemain. Dia mengerti mereka, tidak memandang rendah mereka. (Four Four Two, November 2013:26).

Istilah demokratis sangat akrab di kalangan masyarakat. Wajar saja karena negara

Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis. Hanya saja, demokratis

tidak selalu melulu tentang pemerintahan. Sikap demokratis justru berlaku hingga

lapisan kehidupan secara luas sampai lingkup paling bawah. Sebab, cara berpikir,

bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban diri dan orang lain

berlaku secara menyeluruh. Seperti halnya memberikan kesempatan orang lain

untuk berpendapat dalam mengambil sebuah keputusan dan tidak merasa diri

lebih tinggi dan orang lain lebih rendah. Hal ini terlihat seperti pada contoh data

yang tertera.

2.6.9 Rasa Ingin Tahu

Ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui

lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar

(Kurniawan, 2013:41). Sikap ingin tahu harus ditanamkan kepada siswa-siswa

sebagai generasi penerus agar mereka tidak merasa cepat puas dan mampu

menggali potensi yang mereka miliki hingga batas maksimal. Ini merupakan tugas

(40)

Contoh 2.6.9 (a):

Dia segera memulihkan harga diriku dengan berkata bahwa dia melihat Kevin Keegan dalam diriku. “Terutama dari belakang”, katanya. Akibat ucapan pelatih Toharun itu, kemana-mana kucari foto Kevin Keegan dan akhirnya berhasil kudapatkan dari sebuah majalah. (Hirata, 2010:55).

Contoh 2.6.9 (b):

Bekas anak buah Satsuma tersebut juga berperan sebagai pemandu Nobunaga dalam penaklukan Banshu, bagian barat daya Kyoto. Ia mengumpulkan informasi selengkap mungkin tentang musuh dan menganalisisnya dengan seksama. (Masao, 2011:224).

Sikap ingin tahu adalah bahan bakar untuk mengasah kemampuan diri seseorang

sampai batas maksimal. Sikap semacam ini dirasa penting ada pada tiap diri siswa

agar mereka mampu menggali potensi yang mereka miliki. Seperti pada data di

atas, keingin tahuan mampu membuat seseorang bereaksi proaktif guna

mendapatkan informasi yang ingin didapat.

2.6.10 Semangat Kebangsaan

Semangat kebngsaan merupakan cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya (Kurniawan, 2012: 41). Hal ini tentu sangat sesuai dengan situasi

yang ada di negara tercinta Indonesia. Negeri elok yang sarat dengan ragam

bahasa, lingkungan fisik, sosial, dan budaya. Meskipun beragam, kita tidak boleh

mengunggulkan atau mendahulukan kepentingan diri atau kelompok di atas

kepentingan bangsa.

Contoh 2.6.10 (a):

(41)

membuat kami merasa sebagai satu kesatuan walau kala itu kami terdiri dari berbagai suku. (Pamungkas, 2010:76).

Contoh 2.6.10 (b):

“Kami melewati berbagai penderitaan dan berjuang agar terus bertahan bersama-sama sebagai satu tim. Cita-cita kami adalah menjadikan Timnas ini sebagai tim yang bisa lolos World Cup, menjadi kebanggaan bangsa dan negara, tegas coach Guntur. (Gunawan dan Utomo,

2014:52).

Data di atas merupakan contoh semangat kebangsaan. Setiap warga negara

Indonesia pastilah memiliki keragaman namun sesungguhnya warga negara

Indonesia itu satu. Walaupun berbeda asal muasal, mereka berasal adalah bagian

dari negara yang tercintai, Indonesia. Sikap inilah yang harus ada pada tiap diri

siswa yang juga merupakan warga negara yang harus memiliki sikap semangat

kebangsaan.

2.6.11 Menghargai Prestasi

Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta

menghormati keberhasilan orang lain. Inilah bentuk sikap apresiatif terhadap

kayra dan prestasi orang lain. Hal ini dirasa sangat penting sebab penghargaan

berarti mengakui keberadaan sekaligus memotifasi untuk terus berkarya dan

berprestasi.

Contoh 2.6.11 (a):

(42)

Contoh 2.6.11 (b):

“Saya pernah dikontrak sebagai pelatih tetapi didiamkan saja selama sebulan. Sampai saya menemukan satu kesempatan untuk membuktikan kemampuan dan kapasitas saya, barulah kemudian head coach saya waktu itu memberi peran besar dan mengapresiasi kemampuan saya sebagai pelatih fisik, “ kenang coach Nur sambil tersenyum.(Gunawan dan Utomo, 2014: 30).

Karya dan prestasi merupakan kristalisasi pemikiran dan keringat dari seorraang

individu atau kelompok. Terlepas bersifat individu atau kelompok, sikap

menghargai karya dan prestasi patut ditanamkan kepada siswa. Sebab,

penghargaan berarti mengakui keberadaan sekaligus memotifasi diri sendiri dan

orang lain untuk terus berkarya dan berprestasi.

2.6.12 Bersahabat/Komunikatif

Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperhatikan rasa senang

berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. (Kurniawan, 2013:42).

Sebagai bangsa Timur, bersahabat/komunikatif merupakan sikap yang sangat

dijunjung tinggi. Sikap ini dilakukan oleh banyak orang terdahulu dan patut

dilestarikan oleh pewaris generasi yang akan datang.

Contoh 2.6.12 (a):

Sambil tersenyum ceria dan pura-pura tidak menyadari sikapnya yang ketus, aku menyapa dengan nada paling akrab yang bisa kuberikan. “Halo, aku Hideyoshi. Aku diberi tugas mengurus persediaan kayu bakar, tapi aku sama sekali tidak berpengalaman. Maukah kau mengajariku seluk beluk pekerjaan ini?” (Masao, 2011:41).

Contoh 2.6.12 (b):

(43)

Bersikap bersahabat/ komunikatif merupakan salah satu syarat mutlak untuk

mendapatkan respon yang baik dari seseorang, siapapun itu dan dalam rangka

apapun itu. Data di atas adalah salah satu contoh sikap bersahabat/komunikatif.

Tanpa peduli terhadap situasi, sikap ini harus dijunjung tinggi sebagai rasa hormat

terhadap sesama.

2.6.13 Cinta Damai

Cinta damai merupakan sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang

lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Kurniawan, 2013:41). Cinta

damai merupakan sikap yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kehidupan tidak akan pernah berjalan harmonis jika seseorang tidak memiliki

rasa cinta damai terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Contoh 2.6.13 (a):

Kami percaya bahwa ilmu bela diri selalu menjadi bagian dari keluhuran budi manusia. Sesuai ilmu sejarah yang kami baca, ilmu bela diri muncul karena manusia menginginkan sebuah kedamaian dan keselarasan satu sama lain. Ilmu bela diri seharusnya digunakan untuk membela

kebenaran dan membantu yang tertindas. (gunawan dan Utomo, 2014:186)

Contoh 2.6.13 (b):

Duduk di balairung, beberapa pejabat agung. Bersabdalah

Bundakandung: “Wahai Malin Deman, anak kandung. Sudah dengar kabar yang tersiar? Majapahit akan menyerang Pagaruyung. Bagaimana kita dapat membendung? Masyarakat kita tak pernah ingin berperang. Kedamaian selalu jadi impian alang-kepalang.” (Soekri, 2010:181).

Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Kelebihan bukan berarti digunakan untuk menindas dan kekurangan bukan berarti

(44)

sebuah pertikaian atau bahkan peperangan. Seorang yang bijak pasti menjadikan

kekurangan dan kelebihan untuk saling melengkapi satu sama lain sebagai bentuk

cerminan perilaku cinta damai terhadap sesama dan lingkungan sekitarnya.

2.6.14 Gemar Membaca

Gemar membaca merupakan sebuah kebiasaan menyediakan waktu untuk

membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya (Kurniawan,

2013:42). Berdasarkan hal ini, maka sangat penting jika gemar membaca

merupakan salah satu nilai yang harus ditanamkan pada diri peserta didik. Sebab,

ia akan menumbuhkan jiwa cinta terhadap ilmu. Mencintai ilmu dapat membuka

wawasan terkait ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi diri siswa tersebut juga

untuk lingkungan

Contoh 2.6.14(a):

Sebagai seorang pelatih sekaligus pengajar, coach Nur memiliki budaya membaca dan cara berpikir yang rasional. Koleksi buku di rumahnya lumayan banyak, mulai dari komik, sastra, sampai filsafat (Gunawan dan Utomo, 2014:19).

Contoh 2.6.14(b):

Dokter Alfan mengikuti beberapa kursus tambahan untuk meningkatkan keahliannya sebagai dokter tim sepak bola. Ia juga belajar menambah pengetahuan dan ilmunya dengan banyak membaca buku-buku pendukung. (Gunawan dan Utomo, 2014:36).

Data tersebut menggambarkan situasi gemar membaca. Membaca menjadi salah

satu gaya hidup yang akan memberikan banyak manfaat baik untuk diri sendiri

(45)

2.6.15 Peduli Lingkungan

Nilai karakter peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitar kehidupan manusia dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah

terjadi (Kurniawan, 2113:42)

Contoh 2.6.15(a):

Sikap kami sudah jelas, Taman Hutan Kota itu adalah ruang terbuka hijau. Adanya pengalihan fungsi hutan kota yang dilakukan PT Hasil Karya Kita Bersama tidak mendasar, dan pemberian izin kepada perusahaan jelas melanggar Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kota Bandar Lampung. ( Tribun, Agustus 2013). Contoh 2.6.15(b):

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) pernah menuding pemerintah DKI Jakarta melakukan pemutihan aturan lama dengan mengeluarkan Perda Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang 2010 yang intinya merevisi target perluasan ruang terbuka hijau. (Laksono, 2009:107).

Data di atas menunjukkan sikap peduli pada lingkungan. Kepedulian itu

dinyatakan dalam sebuah tindakan berupa mengkritisi kebijakan aturan terkait

pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan jika tidak dijaga maka akan rusak.

Maka dari itu, setiap orang harus peduli terhadap lingkungan sekitar seperti yang

tertera pada data di atas.

2.6.16 Peduli Sosial

Peduli sosial merupakan sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Kurniawan, 2013:42).

Manusia sebagai makhluk sosial pasti tidak lepas dari kehidupan manusia lainnya.

(46)

Bisa jadi ia dibutuhkan, atau pada kesempatan yang lain ia berbalik

membutuh-kan. Untuk itu, manusia harus peduli dengn keadaan sosial yang ada di

sekitar-nya.

Contoh 2.6.16 (a):

Untuk itu, Syair.org berusaha menggalakkan kampanye kepedulian terhadap AIDS melalui berbagai program seperti membuat buku kepedulian, membuat lagu kepedulian bersama band legendaris God Bless, school campaign (penyuluhan AIDS ke SMU, SMP, dan Universitas), art for AIDS dengan menggandeng para seniman,

kampanye melalui poster-poster, talk show di radio, website dan lain-lain (Pamungkas, 2010:380).

Contoh 2.6.16 (b):

Memotivasi pengikut dan membantu mereka untuk berkembang adalah tantangan yang dihadapi oleh para pemimpin setiap hari dan pada usia berapa pun. Hal yang paling penting yang bisa dilakukan oleh seorang pemimpin adalah membantu orang lain meraih sesuatu yang ku sebut sebagai kebiasaan untuk menang. Ini berarti membantu mereka mengalami kesuksesan, bahkan jika perlu dimulai dari hal-hal yang remeh. (Masao, 2011:129).

Data di atas menunjukkan sikap seseorang yang peduli sosial. Kepedulian itu

dinyatakan dalam sebuah tindakan untuk membantu orang-orang yang sedang

menderita penyakit dan mencegah penyakit tersebut dengan berbagai reaksi dan

tindakan. Keadaan sosial antara satu orang dengan orang lain tentu berbeda.

Sederhanya, peduli sosial dapat ditunjukkan dengan sikap kalangan mampu untuk

membantu kalangan yang memiliki kekurangan.

2.6.17 Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

(47)

YME (Kurniawan, 2013:42). Bertanggung jawab merupakan sikap abstrak namun

terkesan kesatria dan mulia. Bertanggung jawab berkaitan dengan berbagai lini

kehidupan.

Contoh 2.6.17 (a):

Bagi saya, keluarga adalah bagian terpenting dalam hidup. Saya sadar betul bahwa semua ini sudah menjadi bagian dari kewajiban dan tanggung jawab yang harus saya lakukan untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang saya cintai. (Pamungkas, 2011:276).

Contoh 2.6.17 (b):

Memahami fase usia perkembangan anak memang tugas orang tua. Tetapi, seorang guru pun berkepentingan untuk memahaminya. Hal ini berkaitan dengan proses belajar mengajar saat guru memiliki peran yang sangat sentral. (Hernandez, 2013:29).

Setiap orang memiliki tanggung jawab. Seseorang setidaknya bertanggung jawab

terhadap dirinya sendiri kemudian meningkat untuk bertanggung jawab kepada

orang lain. Seperti pada contoh yang tertera, membuat anggota keluarga dan

orang-orang tercinta bahagia adalah salah satu bentuk tanggung jawab seorang

kepala keluarga. Mengajar dan mendidik dengan baik adalah salah satu contoh

bentuk tanggung jawab seorang guru.

2.7 Pendekatan Karya Sastra

Abrams dalam Teeuw (2003: 43) membagi pendekatan karya sastra menjadi

empat macam, yaitu sebagai berikut.

1. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri.

Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai dunia yang otonom, tetap

tersendiri dan bersinambung, sama sekali tidak membutuhkan hal-hal lain di

(48)

2. Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada penulis,

menekankan pikiran penulis dan kehidupannya, menonjolkan peranan

pengarang di dalam interpretasi teks, serta berupaya menemukan kembali

maksud pengarang.

3. Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang menitikberatkan semesta, bahwa

karya sastra atau seni yang merupakan pembayangan atau cerminan kehidupan

nyata.

4. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitikberatkan dampak karya

sastra terhadap pembaca.

Berdasarkan keempat pendekatan tersebut, peneliti lebih memfokuskan penelitian

ini dengan menggunakan pendekatan pragmatik, yaitu pendakatan yang

meman-dang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada

pembaca. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama,

maupun tujuan yang lain.

Dalam praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra

berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama,

maupun fungsi sosial lainnya. Semakin banyak nilai pendidikan moral dan agama

yang terdapat dalam karya sastra dan berguna bagi pembacanya, makin tinggi

nilai karya sastra tersebut. Pendidikan dan pengajaran yang terkandung dapat

mengantarkan pembaca kepada suatu arah tertentu. Oleh sebab itu, karya sastra

yang baik adalah karya sastra yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang memiliki

kebijaksanaan dan kearifan sehingga pembaca dapat mengambilnya sebagai

(49)

2.8 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII

Pada dasarnya, tujuan pembelajaran sastra di sekolah menengah atas adalah untuk

menumbuhkan rasa cinta dan kegemaran siswa terhadap sastra sehingga mampu

mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap

budaya dan lingkungannya. Novel merupakan salah satu alternatif bahan ajar ke

dalam komponen dasar kegiatan belajar mengajar Bahasa Indonesia di sekolah

menengah atas (SMA). Dalam silabus Kurikulum 2013 jenjang SMA kelas XII

semester genap, terdapat Kompetensi Dasar memahami dan mampu membuat

tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya sastra (puisi, cerpen,

novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam karya sastra untuk

menilai karya sastra.

Berkenaan Kompetensi Dasar tersebut, novel dapat digunakan sebagai salah satu

bahan ajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Bahan ajar adalah segala bentuk

bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis

maupun bahan tidak tertulis (Majid, 2012:173).

Sedangkan tujuan pengajaran sastra ada empat macam, yakni (1) membantu

ketrampilan berbahasa; (2) meningkatkan kemampuan; (3) mengembangkan cipta

sastra; (4) menunjang pembentukan watak (Rahmato,1993:16). Agar tujuan itu

bisa tercapai, siswa harus memiliki rasa peka terhadap karya sastra yang berharga

(50)

Berdasarkan hal tersebut, karya sastra berupa novel yang akan dijadikan bahan

ajar di sekolah hendaknya melalui proses pertimbangan sebelum disimpulkan

layak atau tidak novel tersebut untuk dijadikan bahan ajar sastra di sekolah.

Dengan pemilihan bahan ajar yang tepat, diharapkan pembelajaran sastra di SMA

dapat lebih bermakna

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis kelayakan novel Haji Ngeteng karya Eko Kusumawijaya dari dua aspek, yaitu (1) pemilihan bahan ajar ditinjau

dari aspek kurikulum, (2) pemilihan bahan ajar ditinjau dari aspek pendidikan

karakter, dan (3) pemilihan bahan ajar sastra ditinjau dari aspek kesastraan.

2.8.1 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Berdasarkan Kurikulum

Pada dasarnya dalam memilih bahan pembelajaran, penentuan jenis, dan

kandungan materi sepenuhnya terletak di tangan guru. Namun demikian, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai dasar pegangan untuk memilih

objek bahan pelajaran yang berkaitan dengan pembinaan apresiasi siswa.Dalam

hal ini, pemilihan novel merupakan salah satu proses pemilihan bahan ajar di

sekolah. Dalam proses pemilihan itu sendiri ada beberapa hal yang harus

dipertimbangkan sebagai tolok ukur kelayakannya, terutama kesesuaiannya

dengan kurikulum yang berlaku saat ini dan kurikulum tersebut adalah Kurikulum

2013.

Dalam kurikulum 2013, mata pelajaran bahasa Indonesia silabus jenjang SMA

(51)

membuat tanggapan kritis (dalam bentuk tulisan) terhadap suatu karya sastra

(puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) dengan mengaitkan antarunsur dalam

karya sastra untuk menilai karya sastra. Selain itu, kurikulum 2013 juga

menyen-tuh ranah pendidikan karakter yang bertujuan untuk meningkatkan mutu proses

dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak

mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar

kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan (Mulyasa, 2014:7).

2.8.2 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Ditinjau dari Aspek Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan

moral dan atau pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi peserta

didik/siswa) supaya menjadi manusia yang baik. Pendidikan karakter dalam

konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang

bersumber pada ajaran agama dan kearifan budaya bangsa Indonesia. Hal ini

dilakukan dalam rangka membina kepribadian warga Negara Indonesia khususnya

generasi muda.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menyampaikan pendidikan karakter

kepada generasi muda melalui nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam sebuah

novel. Perkembangan novel di Indonesia cukup pesat, terbukti dengan banyaknya

novel baru yang diterbitkan. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra dapat

memunculkan nilai-nilai positif bagi penikmatnya sehingga mereka peka terhadap

masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan dan mendorong untuk

(52)

mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara

utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada

setiap satuan pendidikan (Mulyasa, 2014:7).

Pendidikan karakter didefinisikan sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai

karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran

atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan

YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi

manusia insan kamil (Prasetyo dan Rivashintha dalam Kurniawan 2013:30).

2.8.3 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Ditinjau dari Aspek Kesastraan

Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam memilih

bahan pembelajaran sastra, yaitu (1) aspek kebahasaan, (2) aspek

psikologis/kematangan jiwa, dan (3) aspek latar belakang kebudayaan siswa

(Rahmanto, 1993:27). Berikut penjelasan mengenai ketiga aspek tersebut.

1. Aspek Bahasa

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah

yang dibahas, melainkan juga ditentukan oleh faktor-faktor lain, seperti cara

penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan

karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Penguasaan

suatu bahasa tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang tampak jelas pada

setiap individu. Oleh karena itu, agar pembelajaran sastra dapat lebih berhasil,

(53)

pembelajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa

siswa.

Dalam segi kebahasaan, pemilihan bahan pembelajaran sastra harus memiliki

kriteria-kriteria tertentu, yaitu harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa

siswa, harus diperhitungkan kosa kata yang baru, memperhatikan segi

ketatabahasaan, serta cara pengarang menuangkan ide-idenya dalam wacana itu

sehingga pembaca dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan.

2. Aspek Psikologis

Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan melewati

tahap yang dapat dipelajari. Dalam memilih bahan pembelajaran sastra,

tahap-tahap ini harus diperhatikan. Tahap perkembangan psikologis anak sangat besar

pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal.

Tahap ini pun berpengaruh terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas,

kesiapan bekerja sama dan kemungkinan memahami situasi atau pemecahan

problem yang dihadapi. Ada empat tahap perkembangan psikologis yang penting

diperhatikan oleh guru untuk memahami psikologi anak-anak sekolah dasar dan

menengah (Rahmanto, 1993:30). Empat tahap perkembangan psikologis tersebut

adalah sebagai berikut.

a) Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak-anak belum banyak diisi dengan hal-hal

(54)

b) Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)

Anak mulai meninggalkan fantasi dan berpikir mengarah ke realitas.

Meski pandangan ke dunia ini masih sangat sederhana. Anak-anak mulai

menyenangi cerita kepahlawanan, petualangan, bahkan kejahatan.

c) Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Pada tahap ini anak mulai terlepas dari dunia fantasi. Mereka sangat

berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus

berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk

memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

d) Tahap generalisasi (16 tahun ke atas)

Pada tahap ini anak mulai tidak lagi hanya berminat pada hal-hal yang

praktis saja, tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak

dengan menganalisis suatu fenomena yang ada. Mereka berusaha

menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu dan

terkadang mengarah kepada pemikiran filsafat untuk menentukan

keputusan-keputusan moral.

Karya sastra dipilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis

pada umumnya dalam suatu kelas. Usia anak SMA berada antara tahap realistik

dan generalisasi. Tentu saja tidak semua siswa dalam satu kelas memunyai tahap

psikologis yang sama. Walaupun demikian, guru harus berusaha untuk

menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik

(55)

3. Aspek Latar Belakang Budaya

Aspek latar belakang budaya meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia

dan lingkungan geografi, seni, olahraga, legenda, moral, dan etika. Biasanya siswa

akan mudah tertarik pada karya-karya sastra yang berlatar belakang budaya yang

erat dengan kehidupan mereka. Oleh karenanya, karya sastra yang disajikan

hendaknya tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan

pembayangan yang dimiliki para siswa.

Dalam banyak hal tuntutan semacam ini baik. Tuntutan itu mencerminkan adanya

kesadaran bahwa karya sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang erat

berhubungan dengan kehidupan siswa. Selain itu, pemahaman terhadap budaya

sendiri mutlak dilakukan sebelum kita mengenal dan memahami budaya luar

(56)

III. METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai karakter yang

terkandung dalam novel Haji Ngeteng karya Eeko Kusumawijaya. Maka dari itu, perlu dig

Gambar

Tabel Deskripsi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Tabel Indikator Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Referensi

Dokumen terkait

This objectives of the study are to learn about the gender relation on the peasant household economies, access and control of the members to resources which were related to

Subjek pertama adalah remaja wanita berusia 20 tahun, tinggal di komplek perumahan Ciputat, dengan frekuensi clubbing tiga kali dalam satu minggu. Subjek kedua adalah remaja

Apakah kadar teofilin dan efedrin HCl pada sediaan tablet memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V Tahun 2014 yang ditentukan dengan metode spektrofotometri secara

Dari berbagai definisi perataan laba diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa perataan laba secara keseluruhan merupakan suatu tindakan akuntansi yang dirancang dan dilakukan oleh

Kemudian, dalam waktu yang disediakan itulah, pemain harus secepatnya menemukan bagian yang

yang dalam tata pemerintahan keraton diposisikan sebagai undang-undang

Okvitasari Nugraheni. Group Investigation: Changing Students’ Speaking Skill of the Eighth Grade Students of SMP N 1 Trucuk Viewed From Communication Apprehension. Program

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya (1) pengaruh yang signifikan mutasi pegawai terhadap kinerja pegawai pada Dinas Perhubungan Kabupaten Pacitan;