• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MEMBANTU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (STUDI PUTUSAN NOMOR:124/pid./2011/PT.TK/)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MEMBANTU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (STUDI PUTUSAN NOMOR:124/pid./2011/PT.TK/)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG

MEMBANTU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang

Nomor: 124/Pid./2011/PT.TK.) Oleh

M. Fikram Mulloh Khan

Perkembangan dalam kehidupan anak-anak dan remaja rentan sekali dengan suatu tindak pidana yang diantaranya adalah perbuatan membantu pencurian kendaraan bermotor. Perbuatan membantu pencurian kendaraan bermotor ini merupakan masalah yang serius. Seperti kasus yang diteliti oleh penulis, dimana ingin diketahui bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku membantu pencurian kendaraan bermotor dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor. Hakim keliru dalam memutus perkara anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor, terdakwa seharusnya dijatuhi pasal sebagai pelaku utama bukan sebagai pembantu pencurian kendaraan bermotor dan Hakim keliru dalam memutus perkara ini. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan mempelajari, melihat dan menelaah asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif di lapangan.

(2)

M. Fikram Mulloh Khan Hal-hal yang memberatkan antara lain bahwa perbuatan terdakwa tersebut meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa merugikan orang lain dan kemudian hal-hal yang meringankan terdakwa adalah bahwa terdakwa masih berstatus anak di bawah umur, terdakwa bersikap sopan di dalam persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, terdakwa mengaku terus terang, hakim mendapatkan saran dari pembimbing masyarakat yang mengusulkan terdakwa tidak dijatuhi pidana. Aparat penegak hukum dalam pelaksanaannya harus menggunakan aturan khusus yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Saran dalam penulisan skripsi ini yaitu Hakim agar teliti dan bersungguh-sungguh dalam memutus suatu perkara yang ditanganinya agar tidak merugikan salah satu pihak yang berperkara di pengadilan. Perlu memberikan penyuluhan hukum yang lebih banyak lagi kepada masyarakat yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, agar masyarakat dapat mencegah dan dapat meningkatkan pengetahuan akan hukum itu sendiri.

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

M. Fikram Mulloh Khan dilahirkan di Lampung, Bandar Lampung, pada tanggal 05 November1992, anak kedua dari dua

bersaudara pasangan dari Bapak Hi. M. Fariad Khan, S.E. dan Ibu Hj. Hamidah Ahmad Jonjoa, A.md.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Taman Siswa Teluk Betung yang diselesaikan pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Rawa Laut Pahoman yang diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3

Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun yang sama peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri Lokal (UML). Peneliti mengikuti kegiatan Program Kuliah Kerja Nyata periode 2013 mulai tanggal 03

(7)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmannirrohim

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kesempatan

sehingga dapat ku selesaikan sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan

kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di hari

akhir kelak. Aku persembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tua yang selalu mencintai, menyayangi, mendo’akan dan

mendidikku:

Hatta Thalib,SH.,M.H

Rita Asmayanti,S.E

Serta untuk adik-adikku yang senantiasa memberikan dukungan kepada

ku dengan kasih sayang yang tulus, serta seluruh keluarga yang melengkapi

hari-hariku:

Dwiveni Afghina Zalita

Tasya Salsabilla

Untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi serta menemaniku dalam suka dan duka dalam

(8)
(9)

SANWACANA

Assalammualaikum, Wr.Wb

Segala puji syukur hanyalah milik ALLAH SWT, Rabb seluruh Alam yang telah

memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul :

“Analisis Pertanggungjawaban Pidana Anak yang Membantu Pencurian

Kendaraan Bermotor”.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bibingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung,

untuk itu dengan kerendahan hati dan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan sebagai Pembahas Pertama.

3. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan saran dan meluangkan waktunya sehingga proses penyelesaian skripsi dapat

(10)

4. Hj. Firganefi, S.H., M.H, selaku pembimbing ke II yang telah banyak

membimbing dan mengarahkan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

5. Budi Rizki, S.H., M.H., pembahas kedua yang telah banyak memberikan

kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Rilda Muniarti, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik selama penulis

menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Guntur, S.H., M.H., selaku responden dari Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Atik Ambarsari, S.H., M.H., selaku responden dari Kejaksaan Tinggi Bandar

Lampung, Dedi Suheri, S.H. selaku responden dari Lembaga Advokasi Anak Bandar Lampung serta Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., yang telah meluangkan

waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

8. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis masih menjadi

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Teristimewa untuk Papaku tercinta Hi. M. Fariad Khan, S.E. dan mamiku tersayang Hj. Hamidah Ahmad Jonjoa, A.md. terima kasih atas semua kasih

sayang, pengorbanan serta doa tulus dari setiap sujudmu yang selalu mengiringi setiap langkahku dan menanti keberhasilanku.

(11)

Zerry, Rafik Khan, S.H., dan Hi. Fauzie Akrabi, S.H yang dengan

kesetiannya memberikan semangat serta doa yang tak pernah pudar.

11. Anak-anak Shout Store Aldi ewok, Suhendra sueng Islami, Terry

Abdulrahman, Dewaq, Agus, Aditya Rahman, Abah, Farhan Fadillah, Melian, Asep Bujil, Arif Rahmat Potel, Galip, Reyhan, Satya Sun, Dede, Kunay, Ryan kiting Thanks untuk semuanya dan tidak mungkin bisa untuk

dilupakan, semoga Shout Store makin sukses kedepannya.

12. Anak-anak Geng-gong Farechza reget M. Ilham, Febty Gabriella, Fanny naple

Malinda, Siska Anggraini, Rama, Ettfinda Kurniawan, Arjanggi boller Wijaksono, Mutia Novitri, Icha, Bobby Armand, Farah Aqielah, Tirta Khoirudin, Gilang, terima kasih untuk dukungannya selama ini, maaf kalau

selama ini banyak salah.

13. Anak-anak KPTN lebos M. Adhe Damara, Liak Novira Emir, Romy imor

Priatama, Inanya Dochi, terima kasih untk segalanya semoga kita semua jadi orang sukses setelah wisuda.

14. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 : M. Agung Maulido, Rendy

Renaldy, Mamanda Syahputra, Heryansyah, Faiz Nadiansyah, Sarwo Edy, Sudimantoro, Marison Mitra Praja, Alfin Yupiter, Novan Waidi, Ridho

Cornadi, Meitupa paldeg, Ario Baskoro, Erik Barcelona, Imam Tarbud Syafei, Anggi Beller, Farizal Syamsi, Melia, Bulan, Ivander, Gusti, Rifki

Ichtiar, Dwi Mutiara Herda, Aditya Sukimto.

(12)

16. Untuk semua panitia LUD 2014, acara kita keren.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan

terutama bagi penulis. Saran dan Krtik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga ALLAH SWT

senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum, Wr.Wb

Bandar Lampung, 10 Mei 2014

(13)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN Halaman

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian... 15

B. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 18

C. Pengertian Anak menurut Undang-Undang ... 20

D. Pengertian Pelaku dan Pembantu Menurut Pasal 55 dan 56 KUHP .. 25

E. Teori-Teori Dasar Pertimbangan Hakim... 25

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Jenis dan Sumber Data ... 32

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolaan Data ... 34

(14)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden... 37 B. Pertanggungjawaban Pidana Anak yang Membantu Pencurian

Kendaraan Bermotor... 39 C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terha-

dap Anak yang Membantu Pencurian Kendaraan Bermotor... 57 V. PENUTUP

A. Simpulan... 61 B. Saran... 62 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang

mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Generasi muda sebagai subjek

merupakan pelaku dan pelaksanaan pembangunan yang harus dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama membangun bangsanya. Undang-Undang

Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak juga

berhak mendapat perlindungan dari orang tua, keluarga dan pemerintah.

Anak sebagai salah satu subjek hukum di negara ini juga harus tunduk dan patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, teapi tentu saja ada perlakuan antara orang

dewasa dan anak dalam hal sedang berhadapan dengan hukum. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap anak sebagai bagian dari generasi muda. Melalui berbagai media masa dapat diketahui bahwa hampir setiap

harinya selalu terjadi kejahatan dengan berbagai jenisnya. Demikian dengan pelaku kejahatan itu sendiri, siapapun dapat menjadi pelaku kejahatan, apakah

(16)

2

meskipun dengan kenyataannya jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak

relatif kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak seringlah terjadi dimana-mana, dan dapat dipungkiri bahwa kejahatan

yang dilakukan oleh anak sering terjadi dimana-mana.

Atas dasar perbuatan pelaku dan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka dilakukan proses penyelidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan di

depan persidangan atau dikenal dengan sistem peadilan pidana. Pertanggungjawaban pidana sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan

bertanggung jawab dari seseorang karena telah melakukan perbuatan yang melawan hukum. Istilah baku dalam konsep psikologi adalah juvenile deliquency

yang secara etimologis dapat dijabarkan bahwa juvenile berarti anak sedangkan

deliquency berarti kejahatan. Dengan demikian, pengartian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subyek/pelakunya, maka menjadi

juvenile deliquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat. 1

Dalam studi interdisiplin ilmu pengetahuan, juvenile delinquency menjadi konsepsi yang hampir sangat sulit untuk dipahami dengan gamblang. B

Simanjuntak, memberi tinjauan secara sosiokultural tentang arti juvenile delinquency. Suatu perbuatan itu disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan

tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti sosial terkandung unsur-unsur anti normatif. 2

Pengartian secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan tetapi hanya

menyangkut aktivitasnya, yakni istilah kejahatan ( deliquency ) menjadi

1

Andi Mappiare, Psikologi remaja, Rineka Cipta Jakarta, 2012, hlm 32-33

2

(17)

3

kenakalan. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian subyek/pelakunya pun

mengalami pergeseran.

Psikolog Bimo Walgito merumuskan arti selengkapnya juvenile deliquency

sebagai berikut: tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja.3 Sedangkan

Fuad Hasan merumuskan definisi delinquency sebagai berikut: perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa

dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.4 Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat sering terjadi anak di bawah usia 16 tahun melakukan kejahatan dan pelanggaran, sehingga harus mempertanggungjawabkan secara hukum positf

melalui proses sidang persidangan.

Dalam proses ini tugas seorang hakim menjadi sangat mulia dan harus manusiawi.

Dalam menghadapi perbuatan anak di bawah usia 16 tahun, hakim harus

menyelidiki dengan sangat teliti apakah anak tersebut sudah mampu “membeda

-bedakan” secara hukum akibat dari perbuatannya atau belum.

Jika hakim berkeyakinan bahwa anak yang bersangkutan tersebut sudah mampu

“membeda-bedakan” maka ia dapat menjatuhkan pidana terhadap anak dengan

dikurangi sepertiga dari hukuman pidana biasa. Kemungkinan lainnya adalah

hakim dapat memerintahkan agar anak tersebut “diserahkan kepada negara untuk

dididik” tanpa pidana apapun. Sebaliknya, jika anak tersebut ternyata belum

3

Bimo Walgito, kenakalan anak ( Juvenile Deliquency ), Rineka Cipta Jakarta 2012, hlm: 2.

4

B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Anak ( Etimologi Juvenile Deliquency ); Rineka

(18)

4

memiliki kemampuan untuk “membeda-bedakan” akibat perbuatannya, maka

hakim dapat memerintahkan agar anak dikembalikan kepada orang tuanya atau wali yang mengasuhnya, tanpa pidana apapun. Kemungkinan-kemungkinan

perintah tersebut biasanya diberikan oleh hakim pidana.

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kota Agung Kabupaten Tanggamus, 7 Agustus 2011, terdapat laporan terhadap tersangka yang melanggar Pasal 365 ayat

(2) ke 2 KUHP juncto Pasal 56 ayat (1) KUHP tentang Memberi Bantuan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan. Terdakwa bersama-sama dengan Roli,

Sutra, Rudi, Imron, dan Chandra pada hari Minggu tanggal 7 Agustus 2011, terdakwa dan lima (5) orang lainnya bersama-sama merencanakan pencurian kendaraan bermotor terhadap seorang wanita, bahwa setelah berhasil mengambil

tas dan motor milik korban kemudian terdakwa dan teman-temannya langsung melarikan diri. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal

365 ayat (1), (2) ke-2 KUHP jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.5

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Agung tanggal 5 Oktober 2011

Nomor: 200/Pid.B/2011/PN.KTA., yang berbunyi menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “

membantu melakukan pencurian dengan kekerasan”, dan menjatuhkan pidana

kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan. Mengingat akan akta Permohonan Banding Nomor: 19/Akta.pid/2011/PN.KTA., setelah

Pengadilan Tinggi membaca dan mempelajari berkas perkara, seseorang dapat dikatakan sebagai pembantu atau memberi bantuan kepada orang lain untuk

5

(19)

5

melakukan tindak pidana, maka ia harus jelas perannya sebagai apa, harus jelas

bantuan apa yang diberikan terdakwa kepada pelaku tindak pidana, dan terjadi sebelum peristiwa pencurian terjadi, setelah kasus ini terungkap, terdakwa

bersama dengan teman-temannya merencanakan pencurian kendaraan bermotor. Dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa peran terdakwa bukan membantu melakukan tindak pidana pencurian,

lebih tepatnya dikatakan terdakwa telah turut serta melakukan perbuatan pencurian tersebut atau melakukan pencurian dengan kekerasan dalam keadaan

memberatkan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tindak pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor,

yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis

Pertanggungjawaban Pidana Anak Yang Membantu Pencurian Kendaraan

Bermotor (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 124/Pid.

/2011/PT.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Nomor

(20)

6

b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara

tindak pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Nomor 124/Pid./2011/PT.TK?

2. Ruang Lingkup

Topik penelitian ini adalah bagian dari kajian Hukum Pidana yang ruang lingkupnya membahas tentang pertanggungjawaban pidana anak yang membantu

pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 124/Pid./2011/PT.TK dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara

tindak pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor. Sedangkan ruang lingkup lokasi penelitian dilaksanakan di Wilayah Hukum Pengadilan

Tinggi Tanjung Karang Tahun 2013.

C. Tujuan dan Kegunaaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor

124/Pid. /2011/PT.TK.

(21)

7

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kajian hukum pidana yang berhubungan dengan tindak

pidana pencurian.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini dapat diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

kepada Praktisi Hukum khususnya, serta kepada masyarakat umumnya untuk mengetahui dan turut serta dalam penanggulangan anak yang membantu

pencurian kendaraan bermotor.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah kerangka acuan atau konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran yang pada dasarnya bertujuan untuk

mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.6

Teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian yaitu berupa pendapat ahli hukum tentang pertanggungjawaban pidana anak yang

membantu pencurian kendaraan bermotor, yang dapat digunakan penulis sebagai acuan dalam menganalisis permasalahan yang ada.

6

(22)

8

Moeljatno menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan

dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, ternyata dalam asas hukum yang

tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (green straf zonder schuld, ohne schuld keine straaf). 7Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan

tercela oleh masyarakat dan dipertanggungjawabkan oleh si pembuatnya dengan kata lain kesadaran jiwa orang yang dapat menilai, menentukan kehendaknya

tentang perbuatan tindak pidana yang dilakukan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas

terlebih dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana. 8

Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu :9

1. Kemampuan bertanggungjawab;

2. Tidak ada alasan pemaaf;

3. Sengaja (dolus) dan Lalai (culpa)

4. Adanya unsur kesalahan;

Pasal 55 KUHP menjelaskan Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:

1. Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana

7

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana . Rineka Cipta. Jakarta. 2005, hlm:71

8

Roeslan Saleh, Hukum Pidana. Aksara Baru. Jakarta. 1981,hlm:126

9

(23)

9

2. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau

pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan

sesuatu perbuatan.

Pasal 56 KUHP menjelaskan dihukum sebagai orang yang membantu melakukan

kejahatan :

1. Barangsiapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu.

2. Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau

keterangan untuk melakukan kejahatan itu.

Dalam perkara ini anak yang menjadi pelaku kejahatan menurut penulis masuk

kedalam Pasal 55 KUHP karena dalam melakukan kejahatan tersebut dilakukan secara bersama-sama.

Kebebasan Hakim atau pengadilan adalah “gebonden vrijheid”, yaitu kebebasan

terkait atau terbatas karena diberi batas oleh undang-undang yang berlaku dalam batas tertentu. Hakim memiliki kebebasan dalam menetapkan menentukan jenis

pidana (straaft), ukuran pidana atau berat ringannya pidana (strafmaat), cara pelaksanaan pidana (strafmodus) dan kebebasan untuk menemukan hukum

(rechtvinding).

Secara asumtif peranan hakim sebagai pihak yang memberikan pemidanaan tidak mengabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat,

sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Juncto

(24)

10

menyatakan “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,

mengikuti memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.

Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan alat bukti yang sah, hal ini

dijelaskan dalam Pasal 183 KUHAP, bahwa “ Hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Selanjutnya, alat bukti

sebagaimana dimaksud pada Pasal 183 KUHAP diatur pada ketentuan Pasal 184

KUHAP yang menyatakan alat bukti adalah sebagai berikut:

a. Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,

keterangan terdakwa.

b. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Penjelasan Pasal 184 KUHAP disebutkan bahwa: “Dalam acara pemeriksaan

cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah”. Artinya kecuali

pemeriksaan cepat, untuk mendukung keyakinan hakim diperlukan alat bukti lebih dari satu atau sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Setelah alat bukti

tersedia perlu segera dilakukan penanggulangan lebih lanjut, jangan sampai penanggulangan tindak pidana dilakukan jauh setelah peristiwa itu terjadi

sehingga mengakibatkan alat bukti menjadi hilang.

Hal ini apabila anak melakukan kejahatan terhadap anak lain yang juga memerlukan perlindungan hukum, maka sanksi pidanalah yang akan diberikan

(25)

11

bahwa semua anak, asal jiwanya sehat dianggap mampu bertanggung jawab dan

dituntut10. Seperti yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak, bahwa sanksi pidana anak adalah setengah dari orang dewasa, namun bagi

anak yang dianggap mampu bertanggungjawab tersebut masih tetap dimungkinkan untuk tindak pidana, terutama bagi anak yang sangat muda, anak tersebut belum menyadari nilai mauun akibat serta ketercelaan dari tindakan yang

ia lakukan, sehingga kesalahan ditiadakan, pengaturan atas perlindungan anak termasuk sistem pemidanaan merupakan bagian dari perlindungan anak demi

masa depan anak itu sendiri.

Soedarto menyatakan bahwa kebebasan hakim mutlak dibutuhkan terutama untuk menjamin keobjektifan hakim dalam mengambil keputusan. Hakim memberikan

keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut :11

1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa melakukan perbuatan

yang telah dituduhkan kepadanya;

2. Keputusan mengenai hukumnya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan

dapat dipidana dan akhirnya;

3. Keputusan mengenai pidananya, apakah terdakwa memang dapat dipidana.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang digunakan untuk menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan

10

Tri Andrisman, Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. 2011 ,hlm: 15

11

(26)

12

dengan istilah yang diartikan atau diteliti baik dalam penelitian normatif maupun

empiris.12

a. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang harus

dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.13

b. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (

delapan ) tahun tetapi belum mencapai 18 ( delapan belas ) tahun dan belum pernah kawin ( Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak ).

c. Anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang

melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut perturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarkat yang bersangkutan ( Pasal 1 angka (2)

Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ).

d. Membantu adalah mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan ( Pasal 56 angka (2) tentang pembantu

sesuatu kejahatan ).

e. Pencurian adalah Barangsiapa mengambil barng sesuatu yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana paling lama lima tahun dan

12

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, 1986. hlm: 132

13

(27)

13

atau denda paling banyak enam puluh rupiah ( Pasal 362 tentang pencurian

KUHP ).

E. SITEMATIKA PENULISAN

Guna memudahkan dalam membaca dan memahami isi skripsi ini, maka penulis menyusun kedalam 5 ( lima ) bab yang isinya mencerminkan susunan dari materi

yang perinciannya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang kemudian latar

belakang tersebut ditarik permasalahan dan ruang lingkupnya, dalam bab ini juga memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan kerangka

konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat hal-hal yang berhubungan dengan tinjauan pustaka yaitu tentang

pengertian pertangungjawaban pidana, pengertian tindak pidana, pengertian anak, pengertian membantu, pengertian tindak pidana pencurian, serta putusan

pengadilan.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penulisan, yaitu pendekatan masalah, sumber dan

(28)

14

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan yang memuat tentang analisis pertanggungjawaban pidana anak yang membantu pencurian

kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor 124/Pid. /2011/PT.TK dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak

pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor.

V. PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil penulis dan saran-saran yang

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan

orang lain atau merugikan kepentingan umum. Menurut Vos, tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana oleh peraturan-peraturan undang-undang,

jadi suatu kelakuan pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana. 14

Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan melanggar hukum pidana dan

diancam dengan hukuman.15 Berdasarkan pendapat para sarjana mengenai pengertian tindak pidana dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana adalah harus ada sesuatu kelakuan (gedraging), kelakuan itu harus sesuai dengan uraian

undang-undang (wettelijke omschrijving), kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak, kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku, dan kelakuan itu diancam dengan

hukuman.

14

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia,

Universitas Lampung, 2009. Hlm 70 15

(30)

16

Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti

orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu tidak sengajaan seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak

dikehendaki oleh Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur obyektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak karena

gerakkan oleh pihak ketiga.16 Melihat batasan dan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa orang yang dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana dapat

dikelompokkan kedalam beberapa macam antara lain :

1. Orang yang melakukan (dader plagen)

Orang ini bertindak sendiri untuk mewujudkan segala maksud suatu tindak

pidana.

2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plagen)

Dalam tindak pidana ini perlu paling sedikit dua orang, yakni orang yang menyuruh melakukan dan yang menyuruh melakukan, jadi bukan pelaku utama yang melakukan tindak pidana, tetapi dengan bantuan orang lain yang hanya

merupakan alat saja.

3. Orang yang turut melakukan (mede plagen)

Turut melakukan artinya disini ialah melakukan bersama-sama. Dalam tindak pidana ini pelakunya paling sedikit harus ada dua orang yaitu yang melakukan

(dader plagen) dan orang yang turut melakukan (mede plagen).

16

(31)

17

4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan

atau martabat, memakai paksaan atau orang yang dengan sengaja membujuk orang yang melakukan perbuatan. Orang yang dimaksud harus dengan sengaja

menghasut orang lain, sedang hasutannya memakai cara-cara memberi upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat dan lain-lain sebagainya.

Kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni

pelanggaran terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah. Akibat dari tindak pelanggaran tersebut maka pelaku kriminal akan diberikan sanksi hukum

atau akibat berupa pidana atau pemidanaan. Sanksi tersebut merupakan pembalasan terhadap sipembuat.

Pemidanaan ini harus diarahkan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan

masyarakat. Pemidanaan merupakan salah satu untuk melawan keinginan-keinginan yang oleh masyarakat tidak diperkenankan untuk diwujudkan

pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana tidak hanya membebaskan pelaku dari dosa, tetapi juga membuat pelaku benar-benar berjiwa luhur.

Menurut Pasal 362 KUHP yang dimaksud dengan pencurian ialah “barangsiapa

mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena

(32)

18

Unsur tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP yaitu:

1. Unsur subjektif

Menguasai benda tersebut secara melawan hukum.

2. Unsur objektif

a. Barang siapa.

b. Mengambil atau wegnemen yaitu suatu perilaku yang membuat suatu benda

berada dalam penguasaannya yang nyata, atau berada dibawah kekuasaannya atau didalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang ia inginkan

dengan benda tersebut.

c. Sesuatu benda.

d. Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.

B. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Van Hammel menyatakan bahwa pertanggungjawaban yaitu suatu keadaan normal dan kematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan

untuk:17

a. Memahai arti dan akibat perbuatannya sendiri.

b. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat.

17

Andi Hamzah. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia Indonesia Jakarta, 1985

(33)

19

c. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat

disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan.

Moeljatno menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, tenyata pula dalam asas hukum

yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (green straf zonder schuld, ohne schuld keine strafe).18

Pertanggungjawaban adalah sebagai suatu keadaan psychish sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari

sudut umum maupun dari orangnya.19

Selanjutnya, dalam hukum pidana tidak semua orang yang telah melakukan tindak pidana dapat dipidana, hal ini terkait dengan alasan pemaaf dan alasan pembenar.

Alasan pemaaf yaitu suatu alasan tidak dapat dipidananya seseorang dikarenakan keadaan orang tersebut secara hukum dimaafkan. Hal ini dapat dilihat dalam pasal

44, 48 dan 49 ayat (2) KUHP.

Selain di atas, juga alasan pembenar yaitu tidak dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana dikarenakan ada undang-undang yang mengatur

bahwa perbuatan tersebut dibenarkan. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 48, 49 ayat (1), 50 dan 51 KUHP.

18

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana . Rineka Cipta Jakarta, 1983. hlm:37

19

(34)

20

Pasal 44 KUHP:

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena

penyakit, tidak dipidana.

(2) Jika ternyata perbuatannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit,

maka hakim dapat meerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

Pasal 48 KUHP:

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.

Pasal 49 KUHP:

(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan atau harta benda sendiri

maupun orang lain, karena serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh

(35)

21

Pasal 50 KUHP:

Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.

Pasal 51 KUHP:

(1) Barangsipa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang

diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaanya

termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Tindakan kesengajaan sudah pasti harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku karena pelaku telah melakukan kesalahan yang menurut aturan dasar hukum

pidana “tidak ada pidana tanpa kesalahan”.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa untuk dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana, tidak ada alasan pemaaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, 48 dan 49(2) KUHP dan tidak ada alasan pembenaran sebagaimana dimaksud pada pasal 48, 49 (1), 50, dan 51 KUHP. Penegasan

tentang pertanggungjawaban adalah suatu hubungan antara kenyataan-kenyataan yang menjadi syarat dan akibat hukum yang diisyaratkan. Sehingga hubungan

(36)

22

C. Pengertian Anak menurut Undang-Undang

Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dalam Pasal 1 angka (2) menentukan bahwa anak adalah

seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, dan belum pernah kawin, serta pada UndangUundang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun termasuk anak yang masih berada didalam kandungan.

Dalam pengertian anak diatas terdapat perbedaan anak dalam mengenai batasan

umur seorang anak, seperti dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang pengertian anak yang dimana anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003

tentang pengertian anak adalah anak yang belum mencapai 18 (delapan belas) tahun sehingga dimana masih memerlukan pembinaan, bimbingan, dan

pengawasan dari kedua orang tua.

Menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum

ialah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Didalam Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 72 memberikan pengertian batasan-batasan pengertian anak sebagai berikut:

Pasal 45 KUHP:

(37)

23

menentukan, memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orangtuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun, yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat 2 tahun sejak dinyatakan salah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut diatas, dan putusannya menjadi tetap atau menjatuhkan pidana”. Pasal 45 KUHP diatas dapat dipandang memadai sebagai pasal yang memuat beberapa ketentuan yuridis mengenai anak dibawah usia 16 (enam belas) tahun

yang telah melakukan perbuatan pidana.

Pasal 72 Ayat (1) KUHP:

“Selama orang yang kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan, belum

enam belas tahun dan juga belum cukup umur atau orang yang dibawah pengampuan karena suatu sebab lainnya keborosan, maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah dalam perkara perdata”.

Pengertian anak dalam Hukum Perdata dimana pengertian anak sesuai ketentuan

dalam Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt)

mendudukkan anak sebagai berikut “ belum dewasa “ adalah mereka yang belum

mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah

kawin.

Ketentuan dalam Pasal 45 dan 72 ayat (1) memberikan pengertian tentang anak

jauh lebih muda umurnya dibandingkan dengan ketentuan yang disebutkan dalam pasal 330 ayat (1) Kitab Undang Hukum Perdata (KUHPdt), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003.

(38)

24

yaitu orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

D. Pengertian Pelaku dan Pembantu Menurut Pasal 55 dan 56 KUHP

Menurut ketentuan pasal 55 KUHP dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud

dengan pelaku ialah “ mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut

serta melakukan perbuatan atau mereka yang dengan memberi atau menjanjikan

sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau

keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan”.

Menurut ketentuan pasal 56 KUHP yang dimaksud dengan pembantu sesuatu

kejahatan ialah “ mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan

dilakukan dan mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

E.Teori-Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidah-kaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusan-putusannya.

Sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman adalah hakim, yang mempunyai kewenangan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan hal ini dilakukan oleh hakim mealalui putusannya. Hakim adalah orang yang

mengadili suatu perkara dalam pengadilan Mahkamah, Hakim juga berarti pengadilan. Berhakim artinya minta diadili perkaranya, dan menghakimi artinya

(39)

25

dan pengasdilan. Adakalanya istilah hakim dipakai terhadap orang budiman, ahli,

dan orang bijaksana. Ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam

suatu perkara, yaitu:

1. Teori keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat

yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tesangkut atau berakitan dengan perkara, yaitu anatara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan

korban.

2. Teori pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.

Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan

seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya

(40)

26

semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga

wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman

yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang

disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas

untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

Kewenangan hakim sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat (1) Undang – undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan sebagai berikut :

(41)

27

(2) Dalam menerapkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula

sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Pasal 183 KUHAP mengatur tentang sistem pembuktian dalam perkara pidana, dimana dalam pasal tersebut diuraikan sebagai berikut :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Sedangkan yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana yang diterangkan di dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut :

1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan terdakwa.

Dengan demikian fungsi dari seorang hakim adalah seseorang yang diberi

wewenang oleh Undang – Undang untuk melakukan atau mengadili setiap perkara yang dilimpahkan kepada pengadilan, seperti diatur dalam pokok-pokok kekuasaan kehakiman termuat dalam Pasal 1 Undang–undang Nomor 48 Tahun

2009, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana yang diserahkan kepada Badan peradilan dan ditetapkan dengan Undang – Undang. Hakim tiadak

(42)

28

tindakan hakim, untuk menerima, memeriksa dan memutuskan perkara pidana

berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak disidang pengadilan. Berdasarkan cara yang diatur dalam Pasal 1 ayat (9) KUHAP, tindakan hakim

untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Hakim tidak boleh menolak perkara dengan

alasan tidak ada aturan hukumnya atau aturan hukumnya kurang jelas dikarenakan hakim dianggap mengetahui hukum.

Seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, bahwa jika aturan hukum tidak ada maka hakim harus menggalinya dengan ilmu pengetahuan hukum, jika aturan hukum kurang jelas,

maka hakim harus menafsirkannya. Hakim sebagai pejabat Negara dan penegak hukum, wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam amsyarakat serta dalam mempertimbangkan berat atau

ringannya suatu pidana. Hakim wajib mempertimbangkan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa (Pasal 28 UU Nomor 4 tahun 2004 Juncto UU Nomor 48 tahun 2009).

Pada kenyataannya dalam praktik, walaupun telah bertitik tolak dari sikap-sikap seseorang hakim yang baik, kerangka landasan berfikir atau bertindak dan melalui

empat buah titik pertanyaan dalam putusan hakim yaitu : benarkah putusanku ini, jujurkah aku dalam mengambil keputusan, adilkah bagi pihak–pihak yang

(43)

29

aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap kurang diperhatikan hakim dalam

membuat keputusan.

Putusan hakim merupakan sebuah mahkota atau puncak dari perkara pidana, sudah tentu hakim mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek

yuridis sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis. Lazimnya dalam praktek peradilan, pada putusan

hakim sebelum pertimbangan pertimbangan yuridis dibuktikan dan dipertimbangkan maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan kombinasi dari keterangan para saksi,

keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dipersidangan. Fakta–fakta yang terungkap ditingkat penyidikan hanyalah berlaku

sebagai hasil pemeriksaan sementara, sedangkan fakta–fakta yang terungkap dalam pemeriksaan sidang yang menjadi dasar-dasar pertimbangan bagi keputusan pengadilan.

Pada hakekatnya dengan adanya pertimbangan–pertimbangan tersebut diharapkan

nantinya dihindari sedikit mungkin putusan hakim menjadi batal demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void) karena kurang pertimbangan hukum.

(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini berdasarkan pokok permasalahan

dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan

menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan permasalahan yaitu pertanggungjawaban pidana

anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor.

Pendekatan masalah secara yuridis normatif dimaksudkan untuk memperoleh

pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas mengenai gejala dan objek yang sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan atas kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Penelitian ini bukanlah

memperoleh hasil yang dapat diuji melalui statistik, tetapi penelitian ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan pengembangan teori-teori dalam

kerangka penemuan-penemuan ilmiah.20Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan perilaku hukum yang

didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.

20

(45)

31

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian ini data yang diperoleh berdasarkan data lapangan dan data pustaka. Jenis data

pada penulisan ini menggunakan dua jenis data yaitu:

1. Data primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.21 Dengan demikian data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Penulis akan mengkaji dan

meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan

mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep dan pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, yaitu pertanggungjawaban pidana anak yang membantu pencurian kendaraan

bermotor.

Jenis data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari:

21

Prof. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Karya Bandung ,

(46)

32

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP)

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Kesejahteraan Anak.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang meliputi peraturan pelaksana, Kepres dan Peraturan Pemerintah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu hasil karya ilmiah, hasil-hasil penelitian, kamus,

literatur-literatur, koran, majalah dan sebagainya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi atau universe adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.

Penentuan responden pada penulisan ini menggunakan metode pengambilan

sampel secara purvosive sampling yang berarti bahwa dalam penentuan-penentuan responden pada penulisan ini menggunakan metode pengambilan sampel secara

(47)

33

Berdasarkan sampel diatas maka yang menjadi responden dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Hakim pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang = 1 orang

b. Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Bandar Lampung = 1 orang

c. Dosen Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung = 1 orang

d. Aktivis Lembaga Advokasi Anak = 1 orang

= 4 orang

D. Posedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan

pertanggungjawaban pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer, adapun cara mengumpulkan data primer dilakukan dengan metode wawancara terpimpin,

(48)

34

2. Cara Pengolahan Data

Pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan

dan kesalahan.

b. Interpensi, yaitu mehubungkan, membandingkan, dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik suatu

kesimpulan.

c. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai dengan

pokok-pokok bahasan, sehingga memudahkan analisa data.

E. Analisis Data

Analisis akan dilakukan secara kualitatif, yaitu menggambarkan

kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dan memudahkan pembahasan. Selanjutnya diinterpretasikan secara sistematis dengan permasalahan yang ada,

terutama berkaitan dengan analisis pertanggungjawaban pidana anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor sehingga menemukan titik temu yang

kemudian untuk dapat ditarik suatu kesimpulan. Metode yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan ialah metode induktif yaitu suatu cara mengambil suatu kesimpulan dari hal-hal bersifat hukum dan kemudian diambil kesimpulan yang

(49)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Pada bab terakhir ini akan ditarik kesimpulan mengenai pertanggungjawaban

pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor. Adapun simpulan yang dapat diambil dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang

Nomor 124/Pid./2011/PT.TK ialah :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang

Nomor 124/Pid./2011/PT.TK yaitu menyatakan Husaini telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu pencurian

kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 juncto 55,56 KUHP, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara 1 (satu) bulan 3 ( tiga) minggu, menetapkan bahwa lamanya terdakwa

sebelum putusan ini mempunyai kekuatan huku tetap dikurangi seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan serata membebankan biaya perkara

kepada terdakwa sebesar Rp 2000,- (dua ribu rupiah).

2. Dasar pertibangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak yang membantu pencurian kendaraan bermotor dalam putusan Pengadilan Tinggi

Tanjung Karang Nomor 124/Pid./2011/PT.TK terdiri dari beberapa aspek yaitu tuntutan jaksa, alat bukti, hal-hal yang memberatkan serta hal-hal yang

(50)

63

terdakwa tersebut meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa merugikan

orang lain dan kemudian hal-hal yang meringankan terdakwa adalah masih berstatus anak di bawah umur, terdakwa bersikap sopan di dalam

persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, serta terdakwa mengaku terus terang.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan kepada penulis demi kelancaran dalam penegakan hukum di Indonesia adalah :

1.Meningkatkan pengetahuan aparat penegak hukum mengenai tindak pidana khusunya yang dilakukan oleh anak yaitu dengan memahami lagi aturan-aturan

yang digunakan dalam penjatuhan pidana anak dengan berpedoman kepada Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak sehingga penegakan hukum dapat berjalan dengan baik dan terciptanya hukum yang

adil.

2. Hakim dalam memutus suatu perkara yang ditangannginya agar tidak keliru dan bersungguh-sungguh dalam memutus perkara dikemudian hari, karena

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri 2009, Hukum Pidana. Buku Ajar. Universitas Lampung.

Barda Nawawi Arif. Sari Kuliah Hukum Pidana II. Fakultas Hukum Undip. 1984. Semarang.

Hamzah, Andi. 1985. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Revisi. Ghalia Indonesia Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). P.T. Bumi Aksara. Jakarta.

Soekanto, Soerjono; Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, penerbitan Universitas Indonesia, 1986, cetakan ketiga.

Sudarsono, 2008, Kenakalan Remaja: privensi, rehabilitasi, dan resosialisasi.

Rineka Cipta, Jakarta.

Sudikno, Mertokusumo, Penerapan Uitvoerbaar. Universitas Indonesia. 2009. Tsunawaini Ats Fahd, 2011. Seni Mengatasi Problematika Anak. Surakarta. Wahyudi, Setya Wahyudi; Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Anak Di Indonesia. Genta Publishung, Yogyakarta, 2011.

Undang-Undang :

Referensi

Dokumen terkait

skripsi yang berjudul “ RELEVANSI SISTEM PENJATUHAN PIDANA DENGAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP KASUS PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi di

PELAKSANAAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PENYIDIKAN TERSANGKA TINDAK PIDANA PENCURIAN.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh penulis dilapangan menyimpulkan bahwa mengenai proses penyidikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor

Faktor penghambat upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak meruapakan tugas bersama untuk

Hasil penelitian ini menunjukkan: Pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dengan pembunuhan dalam Perkara Nomor

Penulisan skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN LABUHANBATU (STUDI KASUS POLRES LABUHANBATU)”

a) Mencari keterangan-keterangan dan informasi di lapangan sehubungan telah terjadinya kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor tersebut guna menentukan suatu

Hanya atas izin Allah SWT, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PELAKU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG BERITIKAD BAIK