ABSTRAK
HUBUNGAN KONSUMSI FAST FOOD DAN SOFT DRINKS DENGAN STATUS GIZI PADA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
JIHAN NURLELA
Era industrilisasi menjadikan segala sesuatu menjadi lebih instan, termasuk mengenai fast food dan soft drinks. Harga yang terjangkau serta penyajian yang cepat mengakibatkan fast food dan soft drinks semakin disukai oleh masyarakat luas. Mengkonsumsi fast food dan soft drinks diduga dapat menyebabkan obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi fast food dan soft drink dengan status gizi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Penelitian adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan potong lintang. Sampel yang diperoleh berjumlah 107 responden dengan tingkat ketepatan relatif sebesar 0,05. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik proportionate stratified random sampling. Diperoleh hasil penelitian berupa sebanyak 78,5% responden sering mengkonsumsi fast food dan jenis fast food yang sering dikonsumsi adalah nasi goreng yaitu sebesar 55,14%. Sedangkan sebanyak 60,7% responden sering mengkonsumsi soft drinks dan jenis soft drink yang sering dikonsumsi adalah teh botol yaitu sebesar 38,32%. Tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi fast food dan soft drink dengan status gizi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dengan nilai masing-masing p=0,835 dan p=0,188.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa konsumsi fast food dan soft drink pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung tidak memiliki hubungan terhadap status gizi mahasiswa.
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN FAST FOOD AND SOFT DRINKS WITH NUTRITIONAL STATUS OF ECONOMICS AND BUSINESS
STUDENTS IN UNIVERSITY OF LAMPUNG
By
JIHAN NURLELA
The era of industrialization makes everything becomes more instant, including about fast food and soft drinks. Reasonable price and quick presentation lead to fast food and soft drinks are increasingly favored by the public. Consuming fast food and soft drinks could be expected to cause obesity.
This study was aimed to determine the relationship between fast food and soft drinks with nutritional status of Economics and Business sudents in University of Lampung. The study was analytic observational study with cross sectional approach. Samples were an obtained amounted to 107 respondents with the relative precision level 0,05. The sampling technique using proportionate stratified random sampling technique. The results obtained in the form of as much as 78,5% of respondents often consume fast food and types of fast food are often consumed was fried rice (55,14%). While as many as 60,7% of respondents often consume soft drinks and types of soft drinks were often consumed is teh botol (38,32%). There was no significant relationship between the consumption of fast food and soft drinks with the nutritional status of students of the Faculty of Economics and Business, University of Lampung with p=0.835 and p= 0.188.
From the results of this study concluded that consumption of fast food and soft drinks from students of Economics and Business Faculty, University of Lampung has no relation with the nutritional status of students.
HUBUNGAN POLA KONSUMSI FAST FOOD DAN SOFT DRINK DENGAN STATUS GIZI PADA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
JIHAN NURLELA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Jurusan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumberrejo, pada tanggal 22 April 1994, sebagai anak kedua
dari 3 bersaudara, dari Bapak H. Abdul Halim dan Ibu Hj. Kholisoh. Kakak
Penulis bernama Chusnunia Halim dan adik penulis bernama Nur Sajarotuddur.
Penulis bertempat tinggal di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Pendidikan formal penulis di awali di Taman Kanak-kanak Al-Barokah (TK) dan
penulis melanjutkan sekolah dasar (SD) di SDN 2 Sumberrejo sampai tahun 2004.
Penulis mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Futuhiyyah
yang diselesaikan pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Mayong Jepara hingga tahun 2011. Tahun 2011,
Ku persembahkan karya ini untuk bapak dan
ibuku yang telah mendidik dan melimpahkan
cinta dan kasih sayang begitu besar yang
takkan bisa dibalas dengan apapun serta
kakak dan adikku yang selalu mendukung dan
memberiku semangat.
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Hubungan Pola Konsumsi Fast Food dan Soft Drink Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung ” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung .
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
3. dr. Dian Isti Angraini, M.P.H selaku Pembimbing Utama dan atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran, dan kritik
selama menjalani perkuliahan dan dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Reni Zuraida, M.Si Pembimbing Kedua sekaligus Pembimbing Akademik
atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran, dan
terimakasih atas masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, terima
kasih atas ilmu yang telah diberikan;
7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,
terima kasih atas kerjasama dan bantuannya;
8. Kepada almarhum ayahanda tercinta Bapak H. Abdul Halim dan kepada
ibuku tercinta, ibu H. Kholisoh, terima kasih yang tak terhingga atas kasih
sayang, doa yang tulus, perjuangan yang luar biasa, kesabaran, motivasi dan
dukungan yang tiada henti untuk selalu memberikan yang terbaik dan
mempercayakan buah hatinya ini untuk mendapatkan pendidikan yang
setinggi-tingginya. Ini semua kupersembahkan hanya untuk Bapak dan Ibu;
9. Untuk mbak nunik yang tersayang, terimakasih yang tak terhingga untuk
semuanya yang telah diberikan kepadaku dengan sangat tulus dan terimakasih
untuk adik sasha yang terus memberikan semangat, motivasi dan doa
untukku.
10. Guru-guruku di TK Al- Barokah, SDN 2 Sumberrejo, SMP Futuhiyyah, dan
SMAN 1 Mayong yang telah membimbingku;
11. Keluarga besar Bapak Kadi serta masyarakat Desa Sendang Mulyo
Kecamatan Sendang Agung, terima kasih atas segala doa, dukungan, bantuan
dan motivasinya selama menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Unila
12. Sahabat dan saudaraku senasib seperjuangan Gita dewita dan Gusti ayu
terima kasih atas kebersamaan selama menjalani perjuangan panjang ini
dengan tangis, canda, dan tawa.
13. Teman-temanku rifka, ega, neola, miranda rades, dwitya, dan wowo terima
kasih atas bantuan, motivasi, tawa, dan canda yang mengiringi;
14. Sahabatku yang tidak akan pernah kulupa, melly hana septyana. Terimaskasih
yang tak terhingga atas kasih sayang, canda dan tawa yang selama ini telah
kau berikan;
15. Untuk saudara sepupuku lulu, pipit, uyun nailufar dan abdul aziz terima kasih
atas segala doa, dukungan, bantuan dan motivasinya selama ini;
16. Sahabat dan saudaraku dewi wulansari, ramid, yazid, umi farida, mbak hana,
dan ana dzikriana isdris terima kasih atas doa, kebersamaan dan motivasi
yang tiada henti;
17. Teman-teman seperjuangan KKN Sendang Mulyo, gella, ivone, harisa, intan,
bang herlambang, kak imam, kak aji, kak hafid, rafi, made, terima kasih atas
kebersamaan, kebahagiaan, pelajaran dan bantuan selama 40 hari saat KKN;
18. Rekan – rekan angkatan 2011 yang tak bisa disebutkan satu per satu,
terimakasih atas kebersamaan, kekompakan, dan kerja samanya selama ini;
19. Kakak-kakak 2002-2010 dan adik-adik 2012-2014 FK Unila, terima kasih
atas dukungan, motivasi dan semangatnya;
20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah
memberikan bantuan dan memberi semangat selama kuliah dan dalam
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Februari 2015
Penulis,
i
2.2.1. Pola Makan Seimbang ... 2.2.2. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) ...
2.4 Soft Drinks ... 2.4.1. Definisi Soft Drinks ... 2.4.2. Kandungan Soft Drinks ... 2.4.3. Komposisi Zat Gizi dalam Soft Drinks ... 2.4.4. Perilaku Konsumsi Soft Drinks ... 2.5 Kesukaan Terhadap Fast Food dan Soft Drinks ... 2.6 Status Gizi ...
2.6.1. Definisi Status Gizi ... 2.6.2. Penilaian Status Gizi ... 2.6.3. Klasifikasi Status Gizi ...
2.7 Hubungan Pengkonsumsian Fast Food dan Soft Drinks dengan
Status Gizi Remaja ...
2.8 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan ...
III. METODE PENELITIAN ... 3.1. Desain Penelitian ...
3.2. Tempat dan Waktu ...
3.3. Populasi dan Sampel ...
3.3.1 Populasi ... 3.3.2 Sampel ...
3.4. Definisi Operasional ...
3.4.1 Definisi Variabel Dependen ... 3.4.2 Definisi Variabel Independen ...
3.5. Teknik Pengumpulan Data ...
iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1. Karakteristik Umum Responden ...
4.2. Anilisis Univariat……….
4.3. Analisis Bivariat…...
4.4. Pembahasan ...
4.4.1. Karakteristik………...
4.4.2. Hubungan Mengkonsumsi Fast Fooddengan Status Gizi 4.4.3. Hubungan Mengkonsumsi Soft Drink dengan Status Gizi
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1. Kesimpulan ...
5.2. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN
50
50
52
57
60
60
62
65
70
70
70
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah porsi makanan yang dianjurkan pada usia remaja ...
2. Komposisi zat gizi pada beberapa soft drink yang paling sering
dikonsumsi ...
3. Komposisi zat gizi pada kemasan soft drink ... 4. Klasifikasi berat badan pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut
WHO (2004) ...
5. Proporsi berdasarkan jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung………..………...
6. Definisi operasional ...
7. Jurusan Responden……… ...
8. Jenis Kelamin Responden……...
9. Usia Responden...
10.Sepuluh jenis fast food tersering yang dikonsumsi
responden……….
11.Tingkat konsumsi fast food responden……… 12.Sepuluh jenis soft drink tersering yang dikonsumsi
responden……….…
13.Distribusi tingkat konsumsi soft drink………
14.Distribusi status gizi responden………...
15.Distribusi responden bedasarkan jenis kelamin dan status gizi……….
16.Tabulasi silang jenis kelamin dan kebiasaan konsumsi fast food………
17.Tabulasi silang jenis kelamin dan kebiasaan konsumsi soft drink... 18.Analisis hubungan konsumsi fast food dengan status gizi………..
19.Analisis hubungan konsumsi fast food dengan status gizi ……….
57
57
58
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik…...
Lampiran 2. Surat Izin Melakukan Penelitian…...
Lampiran 3. Calibration Certificate……... Lampiran 4. Hasil Analisis Bivariat...……….
Lampiran 5. Data Penelitian………...
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian………...
78
79
80
81
83
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka teori ...
2. Kerangka konsep ...
3. Piramida makanan gizi seimbang ...
4. Model preferensi konsumsi makanan ...
9
10
14
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food. Menurut hasil penelitian Health Education Authority 2012, usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih menu fast food (Erdiawati, 2011). Makanan cepat saji (fast food) merupakan makanan yang tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah serat. Konsumsi tinggi terhadap makanan cepat saji (fast food) diduga dapat menyebabkan obesitas karena kandungan dari makanan cepat saji (fast food) tersebut. Perdagangan dan industri pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan
masyarakat, yaitu masyarakat lebih banyak yang memilih untuk
mengkonsumsi makanan yang praktis seperti fast food dan soft drink terutama di perkotaan (Vigianto dan purwaningsih, 2010).
Konsumsi soft drink memiliki dampak buruk terhadap kesehatan dan kalangan remaja cenderung mengkonsumsi minuman ini. Minuman ringan
remaja, tambahan pemanis ini mencapai 7 hingga 14%, diantaranya fruktosa
dan sukrosa. Tingginya kadar pemanis buatan ini meningkatkan asupan
energi pada remaja. Kebiasaan mengkonsumsi soft drink, termasuk yang berlabel diet ternyata meningkatkan risiko obesitas. Risikonya bahkan lebih
tinggi dibandingkan dengan para penyuka makanan goreng (Fowler, 2008)
Sebagian besar frekuensi remaja dalam mengkonsumsi fast food direstoran waralaba berkisar antara 1-10 kali dalam sebulan. Dikota besar banyak
ditemukan konsumen yang memilih menu fast food, karena keterbatasan waktu maupun fasilitas untuk menyiapkan makanannya sendiri (Adawiyah,
2008). Makanan dikatakan bergizi jika mengandung zat makanan yang cukup
dalam jumlah dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Makanan yang
kita konsumsi setiap hari dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu
protein, karbohidrat, vitamin, mineral, air dan oksigen dan makanan berserat
(Irianto, 2010). Sedangkan fast food mengandung tinggi energi, lemak, gula dan sodium (Na), tetapi rendah serat, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan
folat. Kandungan gizi yang tidak seimbang inilah yang apabila terlanjur
menjadi pola makan, akan berdampak negatif bagi status gizi remaja
(Erdiawati et al,. 2011).
Peningkatan konsumsi soft drink di seluruh dunia telah menimbulkan kecemasan yang luar biasa di kalangan dunia kesehatan. Banyak penelitian
3
adalah meningkatnya risiko obesitas dan pertumbuhan tulang yang tidak
optimal. Dari 88 studi meta-analisis, telah diuji hubungan antara konsumsi
soft drink dengan output gizi dan kesehatan. Konsumsi soft drink dapat meningkatkan intake energi dan berat badan. Selain itu, konsumsi soft drink juga berhubungan dengan intake susu, kalsium, beberapa zat gizi lain yang dapat meningkatkan berbagai macam masalah kesehatan seperti diabetes
(Vartanian dkk., 2007).
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
memilih makanan. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat
makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan
tubuh (Irianto, 2010). Pada penelitian pendahuluan yang telah peneliti lakukan
didapatkan hasil bahwa pola konsumsi fast food dan soift drink pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung adalah dalam
kategori sering, dimana hampir seluruh mahasiswa yang mengisi kuesioner
mempunyai pola konsumsi fast food dan soft drink yang sering yaitu lebih dari 2 kali selama satu minggu. Berdasarkan latar belakang diatas, untuk
membuktikan hal tersebut pada populasi remaja lebih besar, maka dilakukan
penelitian mengenai hubungan konsumsi fast food dan soft drink dengan status gizi pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung. Penelitian yang dilakukan Rizal (2007) yang dilakukan di Fakultas
Kedokteran Unila mendapatkan hasil bahwa frekuensi konsumsi fast food pada mahasiswa yaitu seminggu sekali. Dimana jenis makanan yang sering
dilakukan Widyantara (2014) yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Unila
mendapatkan hasil bahwa sebesar 58,4% mahasiswa kedokteran memiliki
kebiasaan makan makanan fast food. Dalam penelitian ini juga disimpulkan bahwa kebiasaan makan makanan fast food tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi mahasiswanya.
1.2 Perumusan Masalah
Makanan fast food seperti fried chicken dan french fries, sudah menjadi jenis makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu makan siang atau malam remaja
di enam kota besar di Indonesia, seperti di Jakarta, Bandung, Semarang
Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Menurut penelitian tersebut 15-20%
dari 470 remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan hamburger sebagai makan siang dan 1-6% mengonsumsi hotdog, pizza dan spaghetti. Bila makanan tersebut sering dikonsumsi secara terus menerus dan berlebihan
dapat mengakibatkan gizi berlebih (Irianto, 2010).
Pada era globalisasi perkembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi
menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat. Hal tersebut
adalah salah satu penyebab perubahan perilaku kehidupan masyarakat
5
konsumsi fast food dan soft drink dengan status gizi pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang hubungan pola konsumsi fast food dan soft drinks dengan status gizi pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
1.3.2.Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran pola konsumsi makanan fast food mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;
2. Untuk mengetahui gambaran pola konsumsi soft drinks mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas lampung;
3. Untuk mengetahui gambaran status gizi mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;
4. Untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi fast food dengan status gizi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
5. Untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi soft drink dengan status gizi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1.Bagi Peneliti
Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis serta dapat
menjadi pengalaman yang bermanfaat dalam menerapkan ilmu yang
didapat selama perkuliahan.
1.4.2.Bagi Institusi Pendidikan
a. Menambah referensi kepustakaan mengenai hubungan pola
konsumsi fast food dan soft drink dengan status gizi;
b. Diharapkan dapat dijadikan sebagai data rujukan untuk penelitian
selanjutnya.
1.4.3.Bagi Pemerintah
a. Diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat sehingga
dapat dijadikan sebagai masukan dalam membuat program kesehatan
termasuk program gizi;
b. Diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat tentang pola
7
1.4.4.Bagi Subjek
Dapat memberikan gambaran tentang status gizi masing-masing
responden dan menambah wawasan mereka mengenai hal-hal yang
dapat mempengaruhi status gizi.
1.5 Kerangka Pemikiran
1.5.1. Kerangka Teori
Preferensi makanan dan minuman (food preferences) adalah sebagai tindakan/ukuran suka atau tidak sukanya terhadap makanan dan
minuman. Sikap seseorang terhadap makanan dan minuman, suka atau
tidak suka akan berpengaruh terhadap konsumsinya. Kesukaan atau
pilihan terhadap makanan tentu saja akan berpengaruh terhadap
konsumsi pangan dan kebiasaan makan seseorang (Zahrulianingdyah,
2008).
Status gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh kebiasaan perilaku
makan. Pola dan perilaku makan remaja dipengaruhi oleh banyak
faktor, termasuk pengaruh teman sebaya, pengaruh keluarga,
ketersediaan pangan, kesukaan akan makanan tertentu, pengeluaran,
yaitu individu, lingkungan dan makrosistem. Ketiga faktor tersebut
saling memengaruhi perilaku makan (Krummel, 2006).
Faktor makrosistem termasuk ketersediaan makanan, sistem produksi
dan distribusi makanan, media massa terutama iklan tentang makanan
yang secara tidak langsung banyak memengaruhi perilaku makan.
Faktor lingkungan termasuk lingkungan sosial misalnya keluarga,
teman sebaya, dan makanan di sekolah, fast food/soft drinks, norma sosial dan budaya. Faktor individu/personal yang memengaruhi
perilaku makan yaitu termasuk sikap, kepercayaan, kesukaan akan
makanan tertentu dan perubahan biologi. Untuk memperbaiki pola
makan ini, maka harus dilakukan intervensi gizi pada masing-masing
level dari personal/individu, lingkungan dan makrosistem tersebut.
Kebiasaan makan pada remaja tidak statis, berubah-ubah sesuai
dengan perkembangan kognitif dan psikososial. Aktivitas remaja
umumnya banyak dilakukan di luar rumah sehingga sering
dipengaruhi oleh teman sebaya. Pemilihan makanan tidak lagi
didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekadar bersosialisasi, untuk
9
Gambar 1. Kerangka teori Sumber: Brown (2008)
MAKROSISTEM 1. Sosio-Ekonomi-Sistem Politik
2. Produksi Pangan dan Sistem Distribusi 3. Ketersediaan Bahan Pangan
2. Norma dan nilai sosial/budaya 3. Trend dan mode makanan 4. Fast food/Soft Drinks
1.5.2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka
hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukakan
(Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka
kerangka konsep penelitian dalam ini adalah:
Gambar 2. Kerangka konsep
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas maka hipotesis
penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi fast
food dan soft drink terhadap status gizi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung.
Pola konsumsi Fast Food
Status Gizi Pola konsumsi Soft
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
Remaja berasal dari kata adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Masa remaja didefinisikan
sebagai periode antara umur 11-21 tahun dan merupakan masa perkembangan
remaja menjadi dewasa dari segi biologis, emosi, sosial dan kognitif.
Perkembangan psikososial dapat berdampak positif terhadap peningkatan
perilaku sehat seperti konsumsi makanan sehat, aktivitas fisik dan gaya hidup
sehat secara umum. Perkembangan psikososial juga sering menjadi penyebab
utama perubahan perilaku makan seperti makan berlebih, suplemen non gizi,
penggunaan zat gizi diluar kebiasaan serta mengadopsi diet sesuai kesukaan
pada makanan (Hurlock, 2009).
Menurut Brown dkk (2005), remaja mempunyai tiga tahap perkembangan,
yaitu :
a. Remaja awal (early adolescent), usia 11-14 tahun;
c. Remaja akhir (late adolescent), usia 18-21 tahun.
Setiap orang memiliki gaya hidup dan pola makan masing-masing yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keluarga dan lingkungan.
Sewaktu kecil peran orang tua sangat dominan dalam menentukan
kandungan gizi dan pola makan anak. Usia remaja anak mulai menentukan
sendiri makanan yang disukanya dan sering tanpa memperhitungkan aspek
gizi (Wahlqvist, 2012). Remaja lebih memilih minum soft drink dibandingkan dengan minum jus buah atau susu pada waktu makan siang,
makan malam dan makan makanan selingan seperti fast food (Whitney dkk., 2005).
2.2 Pola Makan Remaja
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu
(Baliwati dkk., 2004). Berdasarkan hasil penelitian Frank yang dikutip oleh
Moehyi (2004), mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan
remaja dengan ukuran tubuhnya. Makan siang dan makan malam remaja
menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan menyediakan kalori 25%. Remaja dengan gizi berlebih ternyata akan sedikit
makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada waktu siang
13
terutama pada masa remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan dari
luar. Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor penting yang turut
menentukan potensi pertumbuhan dan perkembangan remaja.
Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja
menurut Sediaoetama (2004) yang disajikan pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Jumlah porsi makanan yang dianjurkan pada usia remaja
Makanan pagi
Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup, setiap orang
memerlukan zat gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral
dan air dalam jumlah yang cukup. Ragam pangan yang dikonsumsi
harus dapat memenuhi tiga fungsi makanan atau yang dikenal tri guna
makanan yaitu zat tenaga (karbohidrat) zat pembangun (protein) dan zat
pengatur (vitamin dan mineral). Untuk dapat mencukup pangan yang
dikonsumsi sehari-hari harus beraneka ragam karena konsumsi pangan
yang beraneka ragam dapat melengkapi kekurangan zat gizi pada
pangan lain sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang. Pola
kualitas maupun kuantitas dan terdiri dari sumber karbohidrat, sumber
protein hewani dan nabati, penambah citarasa/pelarut vitamin serta
sumber vitamin dan mineral (Depkes, 2004).
Gambar 3. Piramida makanan gizi seimbang
Sumber: Departemen Kesehatan RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, 2004.
Adapun zat gizi seimbang yaitu (Depkes, 2004):
a. Karbohidrat
Merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh dalam melakukan
aktivitas fisik. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat adalah
nasi, mie, sagu, gandum, ubi dan singkong. Untuk melakukan
aktivitas fisik secara teratur, secara umum manusia membutuhkan
15
b. Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Fungsi protein untuk
tubuh adalah sebagai zat pembangunan, pertumbuhan, pemeliharaan
jaringan, menggantikan sel mati, pertahanan tubuh dan salah satu
sumber utama energi. Bahan makanan yang mengandung protein
adalah daging, ayam, telur, ikan, udang, kerang dan susu. Untuk
melakukan aktivitas fisik secara teratur, secara umum manusia
membutuhkan pengkonsumsi protein sebesar 150 gram/hari.
c. Lemak
Lemak merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur
karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi lemak dalam tubuh adalah
sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang
tertimbun di tempat-tempat tertentu. Untuk melakukan aktivitas fisik
secara teratur, secara umum manusia membutuhkan pengkonsumsian
lemak sebesar 25 gram/hari.
d. Vitamin
Vitamin merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah kecil dan harus didatangkan dari luar, karena tidak dapat
disintesis dalam tubuh. Terdapat dua jenis vitamin, yaitu vitamin
yang larut dalam lemak (A, D, E, K) dan vitamin yang larut dalam
air (C, B1, B2, asam nikotinat, piridoksin, biotin, B5, folasin,
sayur-sayuran dan buah-buahan. Untuk melakukan aktivitas fisik
secara teratur sebesar 250 gram/hari.
e. Mineral
Mineral merupakan zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk
memperlancar zat gizi, mengatur keseimbangan dan mengatur suhu
tubuh. Untuk memenuhi fungsi diatas, manusia membutuhkan
sekurang-kurangnya 2 liter atau 8 gelas setiap harinya.
2.2.2 Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
Piramida makanan digunakan sebagai pedoman untuk memilih
makanan secara kuantitatif dengan tujuan untuk memenuhi gizi
seimbang, sebagai modal untuk pertumbuhan optimal dan mengurangi
resiko terjadinya penyakit kronis. Adapun 10 pesan dasar gizi seimbang
dalam PUGS (Depkes, 2014):
a. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan;
b. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan;
c. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi;
d. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok;
e. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak;
f. Biasakan sarapan;
g. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman;
h. Biasakan membaca label pada kemasan pangan;
17
j. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan
normal
2.3 Fast Food
Suatu makanan cepat saji ditandai dengan biaya rendah, ukuran porsi yang
besar dan makanan padat energi yang mengandung tinggi kalori dan tinggi
lemak (Sharkey JR dkk., 2011). Secara umum produk fast food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast food yang berasal dari barat dan lokal. Fast food yang berasal dari barat sering juga disebut fast food modern. Makanan yang disajikan pada umumnya berupa hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan fast food lokal sering juga disebut dengan istilah fast food tradisional seperti warung tegal, restoran padang, warung sunda (Hayati, 2010). Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan di Indonesia juga
bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja
tingkat menengah ke atas, restoran makanan cepat saji merupakan tempat yang
tepat untuk bersantai. Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga
terjangkau dengan kantong mereka, servisnya cepat dan jenis makanannya
memenuhi selera (Khomsan, 2004).
Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya
pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih
tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat
mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi
golongan masyarakat. Keberadaan restoran-restoran fast food yang semakin
menjamur di kota-kota besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai macam fast
food yang dapat berupa makanan tradisional Indonesia dan makanan barat yang
terkenal dengan ayam gorengnya, disamping jenis makanan yang tidak kalah
popular seperti Hamburger, Pizza, Sandwich, dan sebagainya (Khomsan, 2004).
Ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan setiap hari. Kelebihan kalori, lemak dan natrium akan
terakumulasi di dalam tubuh sehingga akan dapat menimbulkan berbagai
penyakit degeneratif (tekanan darah tinggi, aterosklerosis, jantung koroner,
dan diabetes melitus) serta obesitas. Namun, konsumsi pangan tersebut tidak
akan merugikan jika disertai dengan menu seimbang, frekuensi yang rendah
dan disertai dengan aktivitas fisik atau olahraga yang teratur dan disesuaikan
dengan usia (Mahdiyah dkk, 2004).
2.4 Soft Drink
2.4.1 Definisi Soft Drink
Soft drink merupakan minuman berbahan dasar air yang mengandung pemanis, pewarna, perasa dan terkadang mengandung sari buah atau
bahan alami lainnya dengan tingkat keasaman tertentu (Ashurst,
19
minuman non-alkohol yang kandungannya terdiri dari air yang
ditambahkan dengan gula dan bahan perasa berupa sari buah atau
sejenisnya (Garrow, 2005).
Soft drink adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang
mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik
alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk
dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu: minuman
ringan dengan karbonasi (carbonated soft drink) dan minuman ringan tanpa karbonasi. Soft drink berkarbonasi adalah minuman yang dibuat dengan mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum.
Minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman
ringan dengan karbonasi. Kopi, teh, milkshake, susu, coklat panas, dan tap water tidak termasuk dalam kategori soft drink.
2.4.2 Kandungan Soft Drink
Berikut bahan-bahan yang terkandung dalam soft drink : 1. Air
Air merupakan kandungan terbesar di dalam soft drinks, yaitu 90%. Air yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi, yaitu: jernih,
tidak berbau, tidak berwarna, bebas dari organisme yang hidup
dalam air, alkalinitasnya <50 ppm, total padatan terlarut <500 ppm
diperlukan untuk mendapatkan kualitas air yang diinginkan, antara
lain: klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi, filtrasi
pasir, penyaringan dengan karbon aktif dan demineralisasi dengan
ion exchanger. 2. Karbondioksida
Pemberian karbondioksida ditujukan agar rasa minuman lebih
menggigit dan lebih tajam rasanya (Garrow, 2005). Karbondioksida
yang digunakan juga harus semurni mungkin dan tidak berbau. Air
berkarbonasi dibuat dengan cara melewatkan es kering (dry ice) ke dalam air es.
3. Pemanis
Bahan pemanis yang digunakan dalam soft drinks terbagi dalam dua kategori:
a. Natural (nutritive), antara lain gula pasir, gula cair, gula invert cair, sirup jagung, dengan kadar fruktosa tinggi dan dekstrosa;
b. Sintetik (non nutritive), satu-satunya yang direkomendaasikan oleh FDA (Food & Drugs Administration Standard, Amerika Serikat) adalah sakarin.
21
Selain pemanis biasa, saat ini juga terdapat soft drinks yang mengandung pemanis rendah kalori seperti aspartame, sakarin, sukralose, dan asesulfame (Herbert, 2005).
4. Penambah rasa
Penambah rasa merupakan salah satu komposisi penting dalam soft drinks. Hal ini karena kebanyakan orang lebih memilih untuk meminum minuman atau air yang berasa dibandingkan dengan
yang lain. Bahan makanan dan tambahan lainnya yang
ditambahkan dalam soft drinks terdiri dari:
a. Bahan makanan alami meliputi buah-buahan dan atau produk
dari buah-buahan, daun-daunan dan atau produk dari daun,
akar-akaran, batang atau kayu tumbuhan, dan rumput laut;
b. Bahan makanan sintetik meliputi sari kelapa, vitamin, stimulan;
c. Tambahan lainnya meliputi: pemberi rasa, pemberi asam,
pemberi aroma, pewarna, pengawet dan garam (Garrow, 2005).
5. Pemberi asam (acidulants)
Pemberi asam ditambahkan dalam minuman dengan tujuan untuk
memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula, berlaku
sebagai pengawet, dan dapat mempercepat inversi gula dalam
minuman. Acidulant yang digunakan dalam minuman harus dari jenis asam yang dapat dimakan (edible/food grade) antara lain asam sitrat, asam fosfat, asam malat, asam tartarat, asam fumarat,
digunakan dengan tujuan untuk mempertajam rasa minuman
(Wahlqvist, 2012).
6. Pemberi aroma
Pemberi aroma disiapkan oleh industri yang berkaitan dengan
industri minuman dengan formula khusus, kadang-kadang telah
ditambah dengan asam dan pewarna, dalam bentuk:
a. Ekstrak alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan
alkoholik), misalnya: jahe, anggur, lemon-lime dan lain-lain. b. Larutan alkoholik (melarutkan bahan dalam larutan air-alkohol),
misalnya: strawberry, cherry, cream soda dan lain-lain.
c. Emulsi (mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi), misalnya: untuk citrus flavor, rootbeer dan kola.
d. Fruit juices, misalnya: orange, grapefruit, lemon, lime dan grape.
e. Caffeine, sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulan). f. Ekstrak biji kola.
g. Sintetik flavor, misalnya: ethyl acetate/amyl butyrate yang memberikan aroma anggur (Wahlqvist, 2012).
7. Pewarna
Pewarna digunakan untuk meningkatkan daya tarik minuman,
banyak orang yang tidak menyadari pentingnya warna terhadap
persepsi warna minuman. Warna mempengaruhi psikologis
23
penerimaan seseorang terhadap makanan. Jika makanan tidak
terlihat baik, makanan tersebut tidak akan dibeli atau dimakan
(Wahlqvist, 2012). Berikut pewarna yang sering digunakan untuk
soft drinks:
a. Natural, misalnya dari anggur, strawberi, cherry dan lain-lain. b. Semi sintetik, misalnya warna karamel.
c. Sintetik, dari 8 jenis pewarna yang dapat dimakan (food grade), hanya 5 yang diperkenankan oleh FDA untuk digunakan sebagai
pewarna dalam soft drinks. 8. Pengawet
Soft drinks tidak akan cepat kadaluarsa karena mengandung asam dan karbondioksida. Tetapi, untuk mencegah kemungkinan tersebut
dan mencegah berubahnya rasa selama penyimpanan, maka perlu
ditambahkan pengawet, misalnya asam sitrat untuk mencegah
2.4.3 Komposisi Zat Gizi dalam Soft Drink
Beberapa komposisi zat gizi yang terkandung dalam soft drink adalah sebagai berikut:
Sumber: Komposisi zat gizi pada soft drinks (Grosvenor dan Smolin, 2004).
Tabel 3. Komposisi zat gizi pada kemasan soft drink
No. Nama Sumber: Komposisi zat gizi pada soft drinks (Grosvenor dan Smolin, 2004).
2.4.4 Perilaku Konsumsi Soft Drink
Merupakan tindakan atau perbuatan mengenai sering tidaknya
mengkonsumsi minuman bersoda dihitung per minggu (Malik, 2006).
Konsumsi soft drinks dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan kalsium karena mengandung tinggi fosfor (Soekatri dan Kartono,
25
sebanyak 17%, 2-3 kali per bulan sebanyak 33% dan tidak pernah
sebanyak 42,5% (Novianty, 2007). Siswa sering mengkonsumsi soft drink sebanyak 33,6% dan 66,4% siswa jarang mengkonsumsi soft drink (Miradwiyana, 2007).
2.5 Kesukaan Terhadap Fast Food dan Soft Drink
Preferensi makanan dan minuman (food preferences) adalah sebagai tindakan/ukuran suka atau tidak sukanya terhadap makanan dan minuman.
Sikap seseorang terhadap makanan dan minuman, suka atau tidak suka akan
berpengaruh terhadap konsumsinya. Oleh karena itu, merupakan hal penting
untuk mempelajari pangan yang disukai atau tidak disukai dan menelusuri
sebab-sebab yang melatarbelakanginya. Kesukaan atau pilihan terhadap
makanan tentu saja akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan
kebiasaan makan seseorang (Zahrulianingdyah, 2008).
Menurut Elizabeth dan Sanjur dalam Suhardjo (2009), ada tiga faktor utama
yang mempengaruhi konsumsi pangan yang dapat dilihat pada gambar 2
Gambar 4. Model preferensi konsumsi makanan
Rasa, aroma, tekstur dan penampilan makanan merupakan hal penting yang
menentukan keinginan seseorang terhadap makanan, sedangkan iklan dan
kemasan yang menarik akan mempengaruhi pemilihan terhadap makanan
tersebut (Grosvenor and Smolin, 2004). Warna akan sangat berpengaruh
terhadap konsumsi minuman karena sebagian besar orang lebih menyukai
minuman yang berwarna daripada air putih.
Hasil penelitian Prasetya (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
27
menyukai soft drinks berkarbonasi mempunyai peluang 6 kali lebih besar untuk mengkonsumsi soft drinks dibandingkan dengan siswa yang kurang menyukai soft drinks berkarbonasi.
2.6 Status Gizi
2.6.1. Definisi Status Gizi
Merupakan suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat
gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi
dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau
keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh
tubuh. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah
penting karena selain mempunyai risiko terjadinya penyakit tertentu,
juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu,
pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara
berkesinambungan. Salah satu caranya adalah dengan memperhatikan
2.6.2. Penilaian Status Gizi
Merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan
menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi
atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi
lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Penilaian langsung
a. Antropometri
Merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang
berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan
umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri
mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa,
2004). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat
ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi,
antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi
zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi
berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat
dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.
Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang
29
dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007).
c. Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium.
Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk
mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih
parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan
biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya
simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji
ini disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan
menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi untuk
mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi
yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan
perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan fungsional
(Baliwati dkk., 2004).
d. Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat
perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam
2. Penilaian tidak langsung
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status
gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa
data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat
mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,
sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan
cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan
sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati dkk., 2004).
b. Statistik vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi
melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang
berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur
tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik
pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan
dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c. Faktor ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena
masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor
ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan
budaya Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk
31
masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk
melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2004).
2.6.3. Klasifikasi Status Gizi
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan
dan kelebihan berat badan, sehingga mempertahankan berat badan
normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup
lebih panjang (Supariasa, 2004). Indeks Massa Tubuh telah
direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan pada
remaja. Keuntungan menggunakan IMT berdasarkan umur yaitu dapat
digunakan untuk remaja muda, IMT berhubungan dengan kesehatan dan
dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan laboratorium
atau pengukuran lemak tubuh. Selain menggabungkan indeks Berat
badan/Tinggi badan (BB/TB) dengan umur, indikator ini juga telah
divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total bagi mereka yang berada di
atas percentil yang normal. Indikator ini juga memberikan data dengan
kualitas tinggi dan berkesinambungan dengan indikator yang
direkomendasikan untuk dewasa. IMT dihitung dengan rumus:
Berikut adalah klasifikasi IMT berdasarkan WHO: terutama yang menyediakan menu Western Style, semakin sering ditemukan di masyarakat kota-kota besar khususnya para remaja. Selain jumlah
restoran-restoran tersebut semakin banyak di berbagai penjuru kota, menu makanan
fast food dan soft drinks umumnya cepat dalam penyajian (Khomsan, 2004). Kebiasaan makan ini ternyata menimbulkan masalah baru karena makanan
fast food dan soft drinks umumnya mengandung lemak, karbohidrat dan garam yang cukup tinggi tetapi sedikit kandungan vitamin larut air dan serat.
Bila konsumsi makanan jenis ini berlebih akan menimbulkan masalah gizi
lebih yang merupakan faktor risiko beberapa penyakit degeneratif yang saat
33
Konsumsi fast food dan soft drinks dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas. Makanan fast food dan konsumsi makanan restoran juga memiliki efek diferensial secara cross-sectional pada IMT. Peningkatan ketersediaan fast food dan akses hiburan televisi dapat berkontribusi dalam meningkatkan kejadian obesitas di Amerika Serikat (Robert, 2008). Waktu
yang dihabiskan menonton televisi dan jumlah soft drinks yang dikonsumsi secara signifikan terkait dengan obesitas (Joyce, 2009). Penelitian Amaliah
(2005) menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara
kebiasaan makan fast food dengan obesitas. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food dengan obesitas kemungkinan disebabkan karena hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi makan fast food saja, namun juga dari jenis makanan fast food yang dikonsumsi dan porsi makanan yang dihabiskan setiap kali makan.
Konsumsi fast food dan soft drinks cenderung berhubungan positif dengan peningkatan risiko kelebihan berat badan pada anak-anak tetapi berhubungan
negatif dengan tingkat ketidakbahagiaan mereka (Chang, 2010). Konsumsi
fast food di kalangan anak-anak di Amerika Serikat tampaknya memiliki efek buruk pada kualitas diet mereka sehingga bisa meningkatkan risiko obesitas
(Bowman, 2004). Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
anak mengkonsumsi lebih dari sepertiga kebutuhan kalori sehari yang berasal
konsumsi soft drink dalam jumlah kecil tidak memberikan faktor risiko terhadap kejadian obesitas pada remaja. Terakhir, penelitian yang dilakukan
oleh Widyantara (2014), menunjukkan bahwa kebiasaan makan makanan cepat
saji (fast food) pada mahasiswa FK Unila angkatan 2013 tidak memiliki
hubungan yang bermakna secara statistik dengan status gizi (p= 0,118).
2.8 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Menurut Gibson (2005), berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka
pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu
bersifat kualitatif dan kuantatif.
1. Metode kualitatif
Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi
makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali
informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode pengukuran
konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain:
a. Metode frekuensi makanan (food frequency);
b. Metode dietary history;
c. Metode telepon;
35
2. Metode Kuantitatif
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan
yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain
yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT).
Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain:
a. Metode recall 24 jam (estimated food records); b. Penimbangan makanan (food weighing); c. Metode food account;
d. Metode inventaris (inventory method); e. Pencatatan (household food records). 3. Metode Kualitatif dan Kuantitatif
Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara lain: metode
recall 24 jam, metode riwayat makan (dietary history).
Menurut Gibson (2005), berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna, maka
pengukuran konsumsi makanan terdiri atas tingkat nasional, rumah tangga dan
individu.
1. Tingkat Nasional
Untuk menghitung tingkat konsumsi masyarakat dan perkiraan kecukupan
persediaan makanan secara nasional pada suatu wilayah atau negara
Langkah-langkah perhitungan FBS:
a. Menghitung kapasitas produksi makanan dalam satu tahun (berasal dari
persediaan/cadangan, produksi dan impor bahan makanan dari negara
atau wilayah lain). Dikurangi dengan pengeluaran untuk bibit, ekspor,
kerusakan pascapanen dan transportasi, diberikan untuk makanan ternak
dan untuk cadangan.
b. Jumlah makanan yang ada tersebut dibagi dengan jumlah penduduk.
c. Diketahui ketersediaan makanan per kapita per tahun secara nasional.
Data Food Balance Sheet tidak dapat memberikan informasi tentang distribusi dari makanan yang tersedia tersebut untuk berbagai daerah,
apalagi gambaran distribusi di tingkat rumah tangga atau perorangan.
Selain itu juga tidak menggambarkan perkiraan konsumsi pangan
masyarakat berdasarkan status ekonomi, keadaan ekologi, keadaan
musim dan sebagainya. Oleh karena itu FBS tidak boleh dipakai untuk
menentukan status gizi masyarakat suatu negara atau wilayah.
2. Tingkat Rumah Tangga
Konsumsi makanan rumah tangga adalah makanan dan minuman yang
tersedia untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga atau institusi. Metode
pengukuran konsumsi makanan untuk keluarga atau rumah tangga adalah
sebagai berikut:
a. Pencatatan (food account) b. Metode pendaftaran (food list)
37
d. Pencatatan makanan rumah tangga (household food record) 3. Tingkat Individu
Beberapa metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu anatara
lain:
a. Metode food recall 24 jam
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Dalam metode ini, responden, ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil)
diminta untuk menceritakaan semua yang dimakan dan diminum selama
24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi
kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya atau dapat juga dimulai
dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam
penuh .
b. Metode Estimated Food Records
Metode ini disebut juga food records atau dietary records, yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Responden diminta
mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan.
Menimbang dalam ukuran berat pada periode tertentu, termasuk cara
persiapan dan pengelolaan makanan. Metode ini dapat memberikan
informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya tentang jumlah energi
dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu. Penjelasan lain tentang
metode ini yakni metode yang dilakukan untuk mencatat jumlah yang
yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran
Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram)
dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan
dan pengolahahan makanan tersebut.
c. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)
Responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang
dikonsumsi selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya
berlangsung beberapa hari tergantung dati tujuan, dana penelitian, dan
tenaga yang tersedia. Terdapatnya sisa makanan setelah makan juga perlu
ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan
yang dikonsumsi.
d. Metode Riwayat Makanan (Diethary History Method)
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola
kunsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bisa 1
minggu, 1 bulan, 1 tahun).
e. Metode Food Frequency Questionnaire (FFQ)
Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah
bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu. Meliputi hari,
minggu, bulan, atau tahun, sehingga diperoleh gambaran pola konsumsi
makanan secara kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang
daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada
39
Food Frequency Questionnaire (FFQ) bias digunakan untuk menilai frekuensi makanan tertentu selama waktu periode tertentu. FFQ dibuat
untuk memberikan gambaran informasi secara kualitatif tentang pola
konsumsi makanan. FFQ kualitatif terdiri dari 2 komponen, yaitu daftar
nama makanan dan frekuensi makanan untuk setiap nama makanan.
Daftar nama makanan yang tercantum dalam FFQ harus memiliki tiga
karakteristik, yaitu:
a. Makanan tersebut merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh
individu,
b. Makanan tersebut memiliki nilai gizi sesuai dengan kebutuhan
penelitian dan
c. Makanan tersebut dapat mendiskriminasi asupan setiap orang,
misalnya wortel tidak dapat membedakan individu bedasarkan asupan
karoten jika semua orang mengonsumsi wortel setiap harinya. Dengan
demikian tidak perlu dimasukkan wortel kedalam daftar nama
makanan FFQ. Sebaliknya bayam, sering dihindari atau sering
dimakan, akan memberikan informasi yang berarti meskipun rendah
kandungan karotennyadan rata-rata jarang dikonsumsi.
Untuk mengumpulkan nama-nama makanan apa saja yang akan
dimasukkan kedalam daftar, dapat dilakukan beberapa pendekatan.
Pendekatan sederhana yaitu dengan melihat daftar komposisi bahan
makanan dan mengidentifikasi makanan apa yang memiliki kandungan
dengan daftar semua nama makanan yang mungkin memiliki kandungan
zat gizi penting kemudian secara sistematis mengurangi daftar nama
makanan. Penggunaan frekuensi makan pada FFQ disesuaikan dengan
tujuan penelitian, dapat berupa perhari, perminggu, perbulan atau
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan
cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan observasi atau pengumpulan data dalam waktu yang sama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan pola konsumsi fast food dan soft drink dengan status gizi pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3.2.Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan di Fukaltas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung. Lokasi ini dipilih dengan alasan belum terdapat data penelitian
mengenai hubungan pola konsumsi fast food dan soft drink di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan antara
3.3.Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3.3.2 Sampel
Adapun jumlah sampel yang akan diambil adalah menggunakan
rumus (Dahlan, 2006):
√ √
n = Besar sampel
Zα = Deviat baku alfa
Zβ = Deviat baku beta
P1 = Proporsi pada beresiko atau kasus
Q1 = 1-P1
P2 = Proporsi pada kelompok tidak terpajan atau kontrol
Q2 = 1-P2
P = Proporsi total =
Q = 1-P
P1-P2 = Perbedaan proporsi minimal yang dianggap bermakna
Widyantara (2014), proporsi mahasiswa FK Unila angkatan 2013
memiliki kebiasaan makan fast food sering dengan status gizi berlebih 58,4% (P1) dan memiliki kebiasaan makan fast food jarang dengan gizi berlebih 41,6% (P2). Dengan kepercayaan sebesar 95% atau
tingkat kesalahan 5% dan perbedaan proporsi minimal yang dianggap
bermakna adalah 25%. Kesalahan tipe I 5%, kesalahan tipe II 20%.
43
Diketahui bahwa:
Kesalahan tipe I 5%, maka Zα = 1,96
Kesalahan tipe II 20%, maka Zβ = 0,84
P1 = Proporsi kebiasaan makan fast food sering dengan gizi berlebih
=
= 0,58
P2 = Proporsi kebiasaan makan fast food jarang dengan gizi berlebih
=
= 0,42
Q2 = 1-P2 = 1 - 0,42 = 0,58
P1-P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna,
ditetapkan 0,2
Dengan demikian:
P1 = P2 + 0,2 = 0,42 + 0,2 = 0,62
Q1 = 1-P1 = 1 - 0,62 = 0,38
P = (P1 + P2)/2 = (0,62 + 0,42)/2 = 0,52
Q = 1-P = 1-0,52 = 0,48
√ √
√ √
( )
( )
( )
n = 96,66 dibulatkan menjadi 97
Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out maka peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel keseluruhan. Sehingga jumlah
keseluruhan sampel yang akan diambil adalah 107 mahasiswa. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
Fakultas Ekonomi Jurusan Pembangunan, Jurusan Akuntansi dan
Jurusan Manajemen Universitas Lampung. Peneliti memilih metode
pengambilan sampel dengan proportionate stratified random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara menentukan karakteristik
umum dari anggota populasi lalu menentukan strata dari jenis karakter
tersebut dan barulah sampel diambil secara acak dari masing-masing
strata.
Tabel 5. Proporsi berdasarkan jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
No. Jurusan Jumlah
Mahasiswa Jumlah Sampel (n) 1. Pembangunan 456 n = 456/1.554 x 107 = 31 2. Akuntansi 461 n = 461/1.554 x 107 = 32 3. Manajemen 637 n = 637/1.554 x 107 = 44
45
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
a. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;
b. Bersedia menjadi responden saat penelitian.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
a. Mahasiswa merupakan vegetarian;
b. Mahasiswa yang mengalami diare >2 minggu selama satu bulan
terakhir disertai penurunan nafsu makan, mual-muntah serta
kehilangan berat badan secara signifikan..
3.4.Definisi Operasional
3.4.1. Definisi Variabel Dependen
Variabel dependen penelitian ini yaitu status gizi mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis.
3.4.2. Definisi Variabel Independen
Variabel independen penelitian yaitu kebiasaan konsumsi makanan
Tabel 6. Definisi operasional
47
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1. Data Primer
Data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui
indeks massa tubuh.
3.5.2. Data Sekunder
Data ini adalah jumlah populasi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis (FEB) Universitas Lampung yang didapatkan peneliti melalui
bagian akademik FEB Universitas Lampung.
3.5.3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang telah digunakan adalah lembar kuisioner (daftar
pertanyaan). Pertanyaan dibuat berdasarkan variable-variabel yang
akan diukur yang terdapat pada kerangka konsep penelitian yaitu
untuk mengetahui hubungan konsumsi fast food dan soft drinks dengan status gizi mahasiswa unila. Informed consent telah diberi bersamaan dengan kuesioner tersebut yang menjelaskan tujuan
dilakukan penelitian. Pengisian kuesioner oleh mahasiswa telah
memastikan tidak ada kecurangan yang berlaku. Data yang diperoleh
dianalisis, setelah kuesioner dikembalikan oleh mahasiswa kepada
peneliti (Perumal, 2010).
3.5.4. Teknik Penilaian/Skoring
Kuesioner terdiri dari tabel-tabel jenis fast food dan soft drinks yang akan diisi oleh responden. Apa bila jawaban responden menunjukkan
frekuensi pengonsumsian ≥2x/minggu maka sering, <2x/minggu maka
jarang (Suryaalamsyah, 2009).
3.6 Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diolah
menggunakan program analisis statistika, kemudian dianalisis sebagai
berikut:
1. Analisis Univariat
Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel bebas dan terikat
yang bertujuan untuk melihat variasi masing-masing variabel tersebut.
2. Analisis Bivariat
Analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara
variabel bebas dan variabel terikat. Hubungan antara satu keadaan dengan
keadaan yang lain dapat digunakan uji statistik chi-square. Uji Chi-Square yang merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan
49
skala kategorik. Apabila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat (nilai expected count >20%) maka dipilih uji alternatif yaitu uji Kolmogorov-Smirnov untuk tabel 2x3 dan uji Fisher Exact untuk tabel 2x2 (Dahlan, 2011). Untuk menguji kemaknaan, digunakan batas kemaknaan sebesar 5%
(α= 0,05). Hasil uji dikatakan ada hubungan yang bermakna bila nilai p≤ α
(p≤ 0,05). Hasil uji dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik apabila nilai p> α (p> 0,05) (Dahlan, 2011).
3.7 Etika penelitian
Penitilian ini telah mendapatkan surat keterangan lolos kaji etik dari Komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan
surat keterangan lolos kaji etik dengan nomor: 1930/UN26/8/DT/2014 dan
mendapatkan informed cosent dari responden pada saat pengambilan data