DETER
RMINAN
diajukan unt
JURUSA
FAK
UNIVE
NNYA DI
n dalam rang tuk mencapa
Diya 1
AN BIMBI
KULTAS
ERSITAS
I SMA SE
SKRIPSI
gka penyeles ai gelar sarjan
oleh ah Ayu Alfia 1301408004
NGAN DA
ILMU PE
S NEGERI
2013
E-KOTA
saian studi s na pendidika
ani
AN KONS
ENDIDIKA
I SEMAR
A SEMAR
strata 1 an
SELING
AN
RANG
ii
di SMA se-Kota Semarang” ini telah dipertahankan di dalam sidang Panitia Ujian
Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang, pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 2 Agustus 2013
Panitia
Ketua, Sekretaris,
Drs. Hardjono, M.Pd. Kusnarto Kurniawan, M.Pd., Kons. NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 19710114 200501 1 002
Penguji Utama,
Prof.Dr. Sugiyo, M.Si. NIP. 19520411 197802 1 001
Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II
iii
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi dengan judul
“Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya di SMA se-Kota Semarang”
ini benar-benar hasil karya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain, baik
sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juni 2013
Diyah Ayu Alfiani
iv
”Tidak ada rahasia untuk sukses. Ini adalah hasil sebuah persiapan, kerja keras, dan belajar dari kesalahan.”
“Colin Powel”
PERSEMBAHAN
♥ Kedua Orangtua ku Bapak Kuswandi dan Ibu Tetik Puji Astuti yang selalu memberikan cinta
dan kasih sayang, doa dan dukungan serta
materi yang tiada hentinya mengiringi hidupku.
♥ Kakek ku Nari Supardi dan Adikku Putri serta seluruh keluarga besarku, atas motivasi dan do’a
serta kasih sayang setulus hati.
♥ Farid yang selalu memberikan dukungan dan warna dalam hidupku.
♥ Sahabat dan teman-teman BK’08 nisa, windha, carti, danang, septri atas motivasi selama ini.
♥ Teman-teman Bimbel Geniuschool terutama rusi
dan Teman-teman kos Pink yang sudah menjadi
keluarga keduaku.
v
melimpahkan rahmat hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Perilaku Seksual Remaja dan Faktor
Determinannya di SMA se-Kota Semarang. Penelitian ini menelaah tentang
perilaku seksual remaja yang merupakan segala tingkah laku yang diakibatkan
adanya dorongan hasrat seksual seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama
jenis yang dilakukan oleh individu dalam masa peralihan dari anak-anak menuju
ke dewasa. Perilaku seksual bebas di kalangan remaja ini bagai fenomena gunung
es yang hanya tampak luarnya saja, akan tetapi persoalannya jauh lebih besar dari
perkiraan. Maka dari itu hal tersebut membutuhkan suatu pemantauan khusus agar
terkontrol dan tidak semakin membahayakan di kalangan remaja. Hal ini perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang nyata dan data empirik yang paling mutakhir agar pemahaman remaja
khususnya siswa SMA baik negeri maupun swasta tentang perilaku seksual lebih
mendalam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan berdasarkan fenomena yang ada yang
terjadi di Kota Semarang yaitu makin maraknya siswa SMA yang melakukan
perilaku seksual baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain.
Oleh karena itu, peneliti ingin memperoleh data secara empirik mengenai perilaku
seksual tersebut.
Dalam proses penulisan skripsi ini tidak banyak kendala, meskipun diakui
vi
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di
Fakultas Ilmu Pendidikan.
2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin penelitian, untuk penyelesaian skripsi
ini.
3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Ketua Jurusan BK FIP Universitas Negeri
Semarang yang banyak memberikan arahan selama menjadi siswa.
4. Drs. Suharso, M.Pd.,Kons, Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih atas
bimbingan dan arahan yang diberikan selama ini.
5. Dra. Sinta Saraswati, M. Pd.,Kons.,Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih atas
bimbingan dan arahan yang diberikan selama ini.
6. Tim Penguji yang telah menguji skripsi dan memberi masukan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen jurusan bimbingan dan konseling yang telah
memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Kepala Sekolah SMA se-kota Semarang atas ijin yang diberikan pada
vii
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan skripsi ini.
Semarang,...2013
viii
Pd., Kons., Pembimbing II: Dra. Sinta Saraswati, M. Pd., Kons.
Kata kunci : Faktor Determinan, Perilaku Seksual Remaja, SMA.
ix
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PERNYATAAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR DIAGRAM ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviv
BAB 1. PENDAHULUAN 1. 1Latar Belakang ... 1
1. 2Rumusan Masalah ... 7
1. 3Tujuan ... 7
1. 4Manfaat Penelitian ... 8
1. 5Sistematika Penulisan Skripsi ... 8
1. 6Bagian Pendahuluan ... 8
1.6.1 Bagian Isi ... 9
1.6.2 Bagian Akhir ... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1Penelitian Terdahulu ... 10
2.1.1 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja ... 10
2.1.2 Penelitian Tentang Menkonsep Ulang Perilaku Seksual Remaja ... 11
2.1.3 Penelitian Mengenai Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 12
2. 2Perilaku Seksual Remaja ... 13
2.2.1 Remaja ... 13
2.2.1.1 Pengertian Remaja ... 13
2.2.1.2 Ciri-Ciri Masa Remaja ... 15
2.2.1.3 Tugas-Tugas Perkembangan Selama Masa Remaja ... 17
2.2.1.4 Fase-Fase Perkembangan Remaja ... 18
2.2.1.5 Perubahan Selama Masa Remaja ... 19
2.2.2 Perkembangan Seksualitas Remaja ... 22
2.2.2.1 Pengertian ... 22
2.2.2.2 Perkembangan Seksualitas Remaja Laki-Laki ... 23
2.2.2.3 Perkembangan Seksualitas Remaja Perempuan ... 24
2.2.2.4 Aspek Perilaku Seksual Remaja ... 25
x
2.3.1.2 Rasa Ingin Tahu ... 32
2.3.1.4 Berkembangnya Organ Seksual ... 33
2.3.2 Faktor Eksternal ... 34
2.3.2.1 Teman Sepermainan ... 34
2.3.2.2 Orang Tua ... 34
2.3.2.3 Media dan Televisi ... 35
2.3.2.4Religiusitas ... 36
2. 4Hubungan Antara Perilaku Seksual Remaja dengan Faktor Determinannya ... 37
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Obyek Penelitian ... 40
3.1.1 Populasi ... 40
3.1.2 Sampel ... 43
3.2 Variabel Penelitian ... 45
3.2.1 Identifikasi Variabel ... 46
3.2.1.1Variabel Bebas ... 46
3.2.1.2Variabel Terikat ... 46
3.2.2 Hubungan Antar Variabel ... 46
3.2.3 Definisi Operasional Variabel Bebas dan Terikat ... 47
3.3 Desain Penelitian ... 48
3.4 Prosedur Penelitian ... 49
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 49
3.5.1 Metode Dokumentasi ... 50
3.5.2 Metode Angket ... 50
3.6 Instrumen Penelitian ... 51
3.7 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 58
3.7.1 Validitas ... 58
3.7.2 Reliabilitas ... 59
3.7.3 Hasil Uji Coba Instrumen ... 60
3.7.3.1 Uji Validitas Instrumen Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinan ... 60
3.7.3.2 Uji Reliabilitas Instrumen Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinan ... 61
3.8 Analisis Data Penelitian ... 61
3.8.1 Analisis Deskriptif ... 61
3.8.2 Analisis Regresi Ganda ... 63
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 65
xi
4.1.1.5 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Berpelukan ... 71
4.1.1.6 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Kissing ... 73
4.1.1.7 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Necking ... 74
4.1.1.8 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Petting ... 75
4.1.1.9 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Intercouse ... 76
4.1.2 Faktor Determinan Perilaku Seksual Remaja SMA se-Kota Semarang ... 77
4.1.2.1 Uji Normalitas ... 77
4.1.2.2 Uji Hesteroskedasitas ... 78
4.1.2.3 Uji Multikolinearitas ... 79
4.1.2.4 Analisis Regresi Berganda ... 81
4.1.2.5 Uji Hipotesis ... 82
4.1.2.6 Koefisien Deterrminasi ... 87
4.2 Pembahasan ... 88
4.2.1 Gambaran Tentang Perilaku Seksual Remaja ... 88
4.2.2 Gambaran Tentang Faktor Determinan Penyebab Perilaku Seksual Remaja ... 95
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 100
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 109
5.2 Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
xii
3.2 Data Sampel Berdasarkan Wilayah di Kota Semarang ... 45
3.3 Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Seksual Remaja di SMA ... 52
3.4 Kisi-Kisi Instrumen Faktor Determinan ... 55
3.5 Penskoran Kategori Jawaban ... 58
3.6 Kriteria Presentase Perilaku Seksual ... 63
4.1 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja di SMA se-Kota Semarang . 66
4.2 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Mastrubasi .. 67
4.3 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Fantasi Seksual ... 69
4.4 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Membaca dan Melihat Majalah Porno ... 70
4.5 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Berpegangan Tangan ... 71
4.6 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Berpelukan .. 72
4.7 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Kissing ... 73
4.8 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Necking ... 74
4.9 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Petting ... 75
4.10 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Intercouse . 76
4.11 Uji Multikolinieritas ... 80
4.12 Coefficients ... 81
xiii
3.2 Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen ... 51
4.1 Uji Normalitas ... 78
xiv
4.1 Bentuk Perilaku Seksual Remaja SMA se-Kota Semarang ... 75
4.2 Perilaku Seksual Masturbasi ... 77
4.3 Perilaku Seksual Fantasi Seksual ... 78
4.4 Perilaku Seksual Membaca dan Melihat Gambar Porno... 79
4.5 Perilaku Seksual Berpegangan Tangan ... 80
4.6 Perilaku Seksual Berpelukan... 81
4.7 Perilaku Seksual Berciuman ... 82
4.8 Perilaku Seksual Necking ... 83
4.9 Perilaku Seksual Petting ... 84
xv
2 Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Seksual Remaja Sebelum Uji
Coba………. 131
3 Kisi-Kisi Instrumen Angket Faktor Determinan Sebelum Uji Coba ... 136
4 Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Seksual Remaja Sesudah Uji Coba………. 142
5 Kisi-Kisi Instrumen Angket Faktor Determinan Sesudah Uji Coba ... 146
6 Angket Penelitian Sebelum Uji Coba ... 152
7 Angket Penelitian Setelah Uji Coba ... 154
10 Tes Validitas dan Reliabilitas Perilaku Seksual SMA ... 168
12 Tes Validitas dan Reliabilitas Faktor Determinan SMA ... 170
13 Hasil Tabulasi Data Perilaku Seksual SMA Negeri………….... ... 173
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa yang indah dan tidak terlupakan bagi setiap
orang. Pada masa ini kebanyakan orang mencari jati dirinya. Remaja adalah
individu yang ada pada masa peralihan di antara masa anak-anak ke masa dewasa,
remaja mengalami perubahan-perubahan cepat di segala aspek. Mereka bukan lagi
anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan
pula orang dewasa yang telah matang. Hurlock (1999:207) menyebutkan bahwa:
sesuai dengan masa remaja yang mempunyai rentang usia antara 11-24 tahun, masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa, selain mengalami perubahan fisik terdapat pula perubahan psikologis yang hampir universal, seperti: meningginya emosi, minat, peran, pola perilaku, nilai-nilai yang dianut dan bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan.
Menurut Dariyo (2004:13) remaja atau adolescentia adalah “masa transisi
atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan
adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial.”
Seiring dengan perubahan pada saat anak memasuki masa pubertas, sudah
selayaknya kewajiban orang tua lebih memperhatikan perkembangan anaknya,
baik pertumbuhan fisik atau perkembangan psikisnya. Pertumbuhan fisik remaja
yang sangat pesat seringkali menimbulkan gangguan regulasi, tingkah laku, dan
tugas perkembangan, salah satunya adalah mencapai hubungan-hubungan baru
yang lebih matang dengan teman seusianya bergaul dan menjalin hubungan
dengan individu yang berlainan jenis, tanpa menimbulkan efek samping yang
negatif.
Salah satu hubungan baru yang lebih matang dengan teman seusianya yang
dilakukan oleh individu dengan individu lain yang berlainan jenis adalah
hubungan pacaran. Menurut Muuss (dalam Ekasari, 2009:1) “pacaran dapat
meningkatkan kesempatan pada remaja untuk mempelajari aturan sosial yang baru
untuk mengerti bagaimana menerima diri sendiri atau pasangan seksualnya.”.
Pernyataan Muuss tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan remaja yang
berpacaran tanpa adanya komitmen lebih menganggap pacaran hanya untuk
kesenangan saja. Pacaran seharusnya dijadikan sebagai proses pembelajaran bagi
masing-masing individu untuk lebih mengenal dan saling mengerti kebiasaan,
kepribadian dan perasaan pasangannya. Namun pada masa sekarang hal tersebut
telah banyak bergeser bahwa pacaran dijadikan alat untuk melampiaskan
kebutuhan seksual, sehingga dalam hubungan berpacaran selain terjadi proses
saling memahami antar pasangan terjadi pula proses aktivitas seksual antara
pasangan di luar pernikahan. Hasil wawancara dengan guru BK dan beberapa
siswa menyebutkan bahwa pergaulan remaja saat ini dalam arti pacaran cenderung
sebagai alat pemuasan seksual. Seperti contoh salah satu siswa dan siswa di SMA
swasta berpacaran dengan siswa dari sekolah yang sama, kemudian hamil hal itu
diketahui pihak sekolah kemudian pihak sekolah menyarankan kepada kedua
siswi yang telah hamil menolak untuk dinikahi. Hal tersebut menjelaskan bahwa
memang remaja saat ini cenderung lebih mencari kesenangan daripada komitmen
dalam suatu hubungan.
Selain itu, kebebasan pergaulan antar lawan jenis yang berbeda dapat
disaksikan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kota-kota
besar sehingga remaja lebih cenderung terkena imbas perilaku seksual pranikah
dari pergaulan bebas, baik teman sebaya maupun lingkungan masyarakat.
Pengaruh lingkungan yang tidak baik seperti pergaulan dengan teman
sebaya yang tidak terkontrol, kurangnya pemahaman tentang agama dan moral,
kurangnya pemahaman orang tua tentang pentingnya pendidikan seks kepada
anak, kemajuan teknologi dan kebebasan media menjadi faktor yang berpengaruh
timbulnya perilaku seksual yang tidak benar pada anak dan remaja. Remaja yang
hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin dan kasus pemerkosaan adalah
contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai
akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas dan pornografi.
Di Semarang, penelitian terhadap 1086 responden pelajar SMP dan SMU
ditemukan data 4,1% remaja putra dan 5,1% remaja putri pernah melakukan
hubungan seks. Pada tahun yang sama Tjitarra mensurvei 205 remaja yang hamil
tanpa dikehendaki. Survei yang dilakukan Tjitarra juga memaparkan bahwa
mayoritas dari mereka berpendidikan SMA ke atas, 23% di antaranya berusia
15-20 tahun, dan 77% berusia 15-20 - 25 tahun (Satoto, dalam Yeni 1998).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PILAR PKBI Jawa
putri dan 250 remaja putra dari berbagai SMA di Semarang menunjukkan bahwa
90 orang (62,1%) remaja putra dan 95 orang (73%) remaja putri melakukan
ciuman dengan alasan cinta, 48 orang (33,1%) remaja putra dan 24 orang (18,5%)
remaja putri melakukan ciuman karena coba-coba, sedangkan yang melakukan
ciuman karena terpaksa sebanyak 7 orang (4,8%) remaja putra dan 11 orang
(8,5%) remaja putri.
Selain itu laporan hasil studi yang dilakukan oleh pusat informasi dan
layanan remaja (PILAR) Perkumpulan Keluarga Berencanan Indonesia (PKBI)
Jawa Tengah pada bulan Juni sampai Juli tentang perilaku seksual siswa diketahui
bahwa mereka melakukan aktivitas berpacaran dengan mengobrol 100%,
berpegangan tangan 80%, mencium pipi atau kening (69%), mencium bibir
(51%), mencium leher (28%), meraba dada/ alat kelamin (petting) sebanyak
(22%), dan melakukan hubungan seksual (intercouse) sebanyak (6,2%).
Kemudian hasil studi yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Jawa Tengah terhadap siswa menengah
pertama/ Sekolah menengah atas (SMP/ SMA) tentang pengetahuan, sikap dan
praktek terhadap kesehatan reproduksi di dapatkan bahwa sebanyak 42,5% remaja
perempuan pernah menonton gambar/ film porno. Media yang sering dipakai
adalah internet (55%), handphone (53%), VCD (46%), dan majalah/ Koran (46%).
Dan setelah menonton gambar/ film porno sebanyak 77% siswa laki-laki
mengalami dorongan seksual dan 39% siswa perempuan mengalami hal yang
Survei lain juga mencatat bahwa 40% remaja mengaku pernah
berhubungan seks sebelum nikah, menurut remaja laki-laki yang pernah
berhubungan seks, salah satu faktor yang menyebabkan mereka melakukannya
adalah karena pengaruh menonton film porno(baik dalam bentuk film maupun
video porno).(BKKBN 2006)
Survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2010 mengungkapkan bahwa
97% remaja pernah menonton atau mengakses materi pornografi, 93% remaja
pernah berciuman, 62,7% remaja pernah berhubungan badan dan 21% remaja
Indonesia telah melakukan aborsi. Data yang ironis. Pornografi memang sudah
menyebar luas di Indonesia, tidak hanya remaja, anak-anak pun sudah banyak
yang mengaksesnya.
Kota semarang merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia.
Kota ini menjadi kota yang sedang berkembang serta merupakan kota tujuan
belajar bagi pelajar dari daerah atau kota-kota kecil di sekitarnya untuk
melanjutkan jenjang pendidikan baik SMA maupun Universitas. Menjamurnya
warung internet, diskotik dan pusat hiburan malam serta penggunaan telepon
seluler yang kian merebak dimanfaatkan sebagai ajang pertemuan kaum
muda-mudi dengan segala keunikannya. Kehidupan yang penuh dengan gejolak ini
membuat kota semarang memilki kecenderungan seperti fenomena yang terjadi di
atas.
Selaras dengan keadaan tersebut telah terjadi di beberapa sekolah
menengah baik negeri maupun swasta di Kota Semarang. Pacaran di kalangan
pacaran membawa pengaruh buruk bagi remaja. Diperoleh informasi dari
beberapa siswa yang menyebutkan bahwa tiap tahun selalu ada teman atau siswa
dari sekolah tersebut yang dikeluarkan akibat KTD (Kehamilan Tidak
Diinginkan). Menurut siswa tersebut ketika peneliti melakukan wawancara
sebanyak 20 siswa tiap angkatan mengakui kalau pernah berpelukan dan
berciuman dengan sang pacar sedangkan yang melakukan hingga ke arah
hubungan seksual selayaknya suami istri berjumlah 5 orang. Selain itu ada
sekolah negeri yang siswanya terlibat dalam pembuatan video porno. Kondisi
perkembangan remaja yang berada pada masa transisi membuat mereka rentan
menghadapi stimulasi atau rangsangan dari faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual remaja. Faktor-faktor tersebut diantaranya keluarga, teman
sebaya, motivasi, rasa ingin tahu, mulai berkembangnya organ seksual, media
televisi dan religiusitas.
Perilaku seksual bebas di kalangan remaja ini bagai fenomena gunung es
yang hanya tampak luarnya saja, akan tetapi persoalannya jauh lebih besar dari
perkiraan. Maka dari itu hal tersebut membutuhkan suatu pemantauan khusus agar
terkontrol dan tidak semakin membahayakan di kalangan remaja. Hal ini perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang nyata dan data empirik yang paling mutakhir agar pemahaman remaja
khususnya siswa SMA baik negeri maupun swasta tentang perilaku seksual lebih
Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ”Perilaku Seksual Remaja dan Faktor
Determinannya Di SMA Se-Kota Semarang”
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut maka rumusan permasalahan secara
umum yang muncul yaitu: Bagaimanakah bentuk perilaku seksual remaja dan
faktor determinannya di SMA se-Kota Semarang?
Kemudian rumusan permasalahan tersebut dapat dijabarkan secara khusus
adalah sebagai berikut:
(1) Apa saja bentuk perilaku seksual remaja di SMA se-Kota Semarang?
(2) Apa saja faktor determinan penyebab remaja cenderung melakukan perilaku
seksual remaja di SMA se-Kota Semarang?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
secara umum yaitu: Mengetahui bentuk perilaku seksual remaja dan faktor
determinannya di SMA se-Kota Semarang. Kemudian tujuan tersebut dijabarkan
secara khusus adalah sebagai berikut:
(1) Mengetahui bentuk perilaku seksual yang terjadi pada remaja di SMA
se-Kota Semarang.
(2) Mengetahui faktor-faktor determinan penyebab remaja cenderung
melakukan perilaku seksual di SMA Negeri maupun Swasta se-Kota
1.4
Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengembangan ilmu Bimbingan dan Konseling yang terkait dengan perilaku
seksual remaja SMA dan faktor-faktor determinannya sebagai salah satu masalah
yang dihadapi remaja.
1.4.2 Manfaat Praktis.
(1) Bagi orangtua agar mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku
seks kepada anak-anaknya agar mereka dapat mengontrol perilaku
seksualnya
(2) Bagi guru agar lebih mengetahui gambaran dan dapat memberikan
masukan serta menerapkan metode-metode untuk mengatasi perilaku
seksual yang ada di lingkungan sekolah
(3) Bagi masyarakat agar dapat melakukan tindakan preventif untuk mencegah
semakin luasnya perilaku seksual pada remaja.
1.5
Sistematika Penelitian
Secara sistematik penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu :
bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir.
1.5.1 Bagian Pendahuluan
Bagian pendahuluan ini meliputi halaman judul, abstrak, halaman
1.5.2 Bagian Isi
Bab 1 : Pendahuluan yang menguraikan tentang latarbelakang
pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penelitian.
Bab 2 : Tinjauan pustaka yang membahas tentang teori-teori yang
melandasi penelitian, yang meliputi pengertian dan ciri-ciri
remaja, perkembangan remaja, tugas-tugas perkembangan
masa remaja, fase-fase perkembangan remaja, perkembangan
seksualitas remaja, bentuk-bentuk perilaku seksual,
aspek-aspek seksualitas remaja, dorongan dalam perilaku seksual,
resiko hubungan seksual, dan faktor determinan perilaku
seksual.
Bab 3 : Metode penelitian yang menguraikan tentang populasi dan
sampel, variabel penelitian, desain penelitian, metode
pengumpulan data, metode penyusunan instrumen, dan metode
analisis data.
Bab 4 : Hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini disajikan hasil
penelitian yang berisi data masukan selama penelitian.
Bab 5 : Kesimpulan dari pembahasan dan saran dari peneliti.
1.5.3 Bagian Akhir
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan pada latar belakang penelitian, maka dalam bab 2 ini akan
dijelaskan mengenai teori tentang perilaku seksual remaja dan faktor-faktor
determinan dari perilaku seksual remaja tersebut.
2.1
Penelitian Terdahulu
2.1.1 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Antono Suryoputro dkk yang
termuat dalam jurnal MAKARA Vol 10, No. 1 Juni 2006: 29-40 dengan judul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah:
Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan
Reproduksi” salah satu poin penelitiannya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual pra-nikah pada remaja dan hasil secara
keseluruhan termasuk kategori tinggi. Hasilnya yaitu masing-masing variabel
pengetahuan, pemahaman tingkat agama, sumber informasi, dan peran keluarga
mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja yaitu sebesar (91%). Sedangkan
sebesar (9%) dipengaruhi oleh faktor yang lain. Jika tidak ada dukungan
pengetahuan, pemahaman tingkat agama sumber informasi, dan peran keluarga
melakukan seks pranikah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seksual
pranikah remaja adalah teman sebaya, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap
terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang
dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri,
aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, status perkawinan, sosial-budaya, nilai dan
norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu.
2.1.2 Penelitian Tentang Mengkonsep Ulang Perilaku Seksual Remaja
Penelitian lain dilakukan oleh Daniel J. Whitaker dkk yang termuat dalam
jurnal Family Planning Perspectives Vol 32, No. 32 Mei-Juni 2000: 111-117
dengan judul “Reconceptualizing Adolescent Sexual Behavior: Beyond Did They
or Didn’t They?”. Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa faktor orangtua, teman
sebaya, pendidikan di sekolah dan agama mempengaruhi perilaku seksual remaja.
Data hasil penelitian yang dilakukan pada siswa SMA di Alabama New York dan
Puerto Rico tersebut menunjukkan bahwa 37% remaja belum melakukan
intercouse, 22% belum melakukan hubungan namun memliki harapan pada tahun
yang akan datang mereka akan melakukannya dan 27% remaja pernah melakukan
hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan. Upaya pencegahan perilaku
seksual pada remaja harus disesuaikan dengan kebutuhan khusus remaja dengan
perbedaan pengalaman seksual. Perbedaan seksual yang dimaksud ditinjau dari
pengalaman seksual seksual remaja,apakah mereka melakukan hubungan dengan
satu pasangan atau lebih atau mereka memang belum pernah melakukan
2.1.3 Penelitian Mengenai Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah
Penelitian dengan judul: “Hubungan Antara Tingkat Penalaran Moral
Dengan Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa Kelas XI
SMA PGRI 1 Pemalang Tahun 2008/2009” ini dilaksanakan oleh Dewi Ekasari,
mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Semarang.
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2009. Inti dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Sampel yang diambil sebanyak 164 siswa dari jumlah total 329 siswa dan
tersebar di 8 kelas IPA dan IPS. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu
skala penalaran moral dan skala sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata sikap remaja terhadap perilaku
seksual pranikah adalah 57,93% dengan jumlah 95 responden. Hal tersebut berarti
bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat penalaran moral dengan perilaku
seksual pranikah remaja. Maka dari itu pihak sekolah khususnya pembimbing
diharapkan tetap memberikan pengetahuan mengenai penanaman moral siswa
sehingga siswa dapat bersikap selektif terhadap stimulus seksual yang muncul.
Dari berbagai penjelasan tersebut merupakan bukti bahwa siswa SMA baik
Negeri dan swasta melakukan berbagai macam perilaku seksual dan untuk itu
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang
2.2
Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual remaja merupakan bagian dari perilaku sosial yang
bersifat wajar, disebut perilaku sosial karena perilaku seksual remaja melibatkan
orang lain terutama lawan jenis. Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah
laku yang diakibatkan adanya dorongan hasrat seksual seksual baik dengan lawan
jenis maupun sesama jenis yang dilakukan oleh individu dalam masa peralihan
dari anak-anak menuju ke dewasa.
2.2.1
Remaja
2.2.1.1Pengertian Remaja
Secara etimologi, kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence
yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990).
Menurut Hurlock (1999:206) “remaja diartikan tumbuh menjadi dewasa yang
mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.” Sedangkan Papalia
dan Olds (2001) mendefinisikan “masa remaja sebagai masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan atau awal
dua puluhan tahun.” Sedangkan menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan
dunia) “batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.” Selain itu Salman (dalam
Yusuf, 2009: 184) mengemukakan bahwa “remaja merupakan masa
perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah
kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang
dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan, ternyata tidak lagi cocok sebagai
patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja, sebab usia pubertas yang
dahulu terjadi pada usia belasan (15-18 tahun) kini terjadi pada awal belasan
bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah
mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja
dan siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga
bukan anak-anak lagi.
Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur,
remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam
perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang
diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk
bersikap mandiri dan dewasa.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa arti dari remaja
adalah individu yang berada pada masa transisi atau peralihan dari masa
anak-anak menuju masa dewasa yang mengalami perubahan cepat dan ditandai dengan
adanya perubahan aspek baik fisik, psikis maupun psikososial. Rentangan usia
remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun
sampai 22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal, remaja madya dan remaja
akhir, maka remaja sekolah menengah atas berada dalam usia 15/16 tahun sampai
18/19 tahun.
2.2.1.2Ciri-ciri Masa Remaja
Usia sekolah menengah atas bertepatan dengan masa remaja yang
mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri khas dan peranan yang menentukan dalam
kehidupannya dalam masyarakat orang dewasa.
Masa remaja seperti halnya semua rentang dalam kehidupan juga memilki
ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan rentang kehidupan lainnya, baik
dalam periode sebelum maupun sesudahnya, seperti yang disebutkan Soeparwoto
(dalam Ekasari, 2009:19) yaitu :
1) Masa remaja sebagai periode penting 2) Masa remaja sebagai periode peralihan 3) Masa remaja sebagai perubahan
4) Masa remaja sebagai periode bermasalah 5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas 6) Masa remaja yang menimbulkan ketakutan 7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik 8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Yusuf (2009:26) menyatakan bahwa “pada masa ini mulai tumbuh dalam
diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat
memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dukanya,
mencari sesuatu yang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja.”
Sedangkan menurut Ali dan Asrori (2006:16) ciri-ciri atau karakteristik remaja
meliputi :
1) Kegelisahan, remaja umumnya memiliki angan-angan yang ingin diwujudkannya dalam masa depan. Seringkali angan-angan atau keinginan ini diluar kemampuan dirinya sehingga mengakibatkan kegelisahana dalam diri mereka,
dan orangtua. Dan seringnya pertentangan itu terjadi mengakibatkan kebingungan dalam diri remaja maupun orang lain,
3) Mengkhayal, keinginan-keinginan remaja tidak semuanya dapat tersalurkan sepenuhnya. Hambatan-hambatan baik dari segi biaya atau yang lain mengakibatkan remaja sering megkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui fantasi. Khayalan remaja putra seringkali berkisar antara persoalan prestasi dan jenjang karier sedangkan remaja putri lebih banyak berkhayal tentang situasi yang romantis dalam kehidupan,
4) aktivitas berkelompok, banyak dari remaja yang dapat menemukan jalan keluar dari masalahnya ketika mereka berkumpul dengan teman sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Dalam kelompok semua kesulitan dapat diatasi secara bersama-sama,
5) Keinginan mencoba segala sesuatu, maksudnya adalah pada masa ini remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity). Keingintahuan yang teramat tinggi ini mengakibatkan remaja ingin bertualang menjelajah sesuatu dan mencobanya, seperti keinginannya melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa.
Ciri-ciri yang dijelaskan tersebut juga dipertegas oleh Willis (2010: 24)
yang menyebutkan bahwa “ciri-ciri masa remaja yaitu timbulnya ide-ide baru
tentang hidup berdiri sendiri, ingin melepaskan diri dari orangtua, kebebasan
dalam memilih jalan hidup sendiri, mempunyai perasaan gelisah, dan mulai
bekerjanya kelenjar seks dengan aktif.”
2.2.1.3Tugas – Tugas Perkembangan Selama Masa Remaja
Setiap individu dan berkembang selama rentang kehidupannya melalui
beberapa tahap perkembangan yang memilki serangkaian tugas perkembangan
yang harus diselesaikan secara optimal oleh masing-masing individu. Menurut
Monks (1999:258) menyebutkan bahwa “perkembangan kepribadian seseorang,
remaja mempunyai arti yang khusus, namun masa remaja mempunyai tempat
yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Lebih lanjut
status tersebut berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sebagai akibat
berkembangnya atau pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan ini sangat
diperlukan remaja untuk mempelajari apakah mereka mampu memikul
tanggungjawabnya nanti dalam masa dewasa. Lebih lanjut lagi Havighurst
mengemukakan tugas-tugas perkembangan bagi remaja usia 12-18 tahun yaitu: 1)
Perkembangan aspek-aspek biologis, 2) Menerima peranan dewasa berdasarkan
pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri, 3) Mendapatkan kebebasan emosional
dari orang tua dan/ atau orang dewasa yang lain, 4) merealisasi suatu identitas
sendiri dan dapat mengadakan partsipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri.
Selanjutnya ditekankan oleh Hurlock (1999:10) bahwa tugas-tugas
perkembangan masa remaja yaitu:
1) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
2) Mencapai peran sosial pria, dan wanita
3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif,
4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab, 5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya,
6) Mempersiapkan karier ekonomi
7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
Dari berbagai tugas perkembangan remaja yang telah djelaskan maka
tugas perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan remaja usia sekolah
menengah antara lain: 1) Perkembangan aspek biologis, 2) Mendapatkan
kebebasan/ kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya, 3)
Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria
maupun wanita.
2.2.1.4Fase – Fase Perkembangan Remaja
Fase perkembangan merupakan penahapan rentang dalam perjalanan
kehidupan individu yang diwarnai dengan ciri maupun pola tingkah laku khusus.
Hurlock (1999) menjelaskan “tahap-tahap perkembangan individu pada remaja
meliputi: 1) Pre Adolesence, pada umumnya wanita usia 11-13 tahun sedangkan
pria lebih lambat daripada itu, 2) Early Adolesence pada usia 16-17 tahun, 3) Late
Adolesence, masa perkembangan yang terkahir sampai masa usia kuliah
perguruan tinggi.”
Selain itu Yusuf (2009: 26) mengemukakan bahwa “masa remaja diperinci
menjadi beberapa masa yaitu: 1) Masa praremaja (remaja awal), 2) Masa remaja
(remaja madya), 3) Masa remaja akhir.” Tahapan dalam masa remaja tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
1) Masa Remaja Awal
Masa remaja awal atau praremaja biasanya berlangsung tidak terlalu lama dan
sering disebut masa yang negatif, karena remaja pada masa ini cenderung tidak
tenang, malas bekerja dan pesimis.
2) Masa Remaja Madya
Pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup dalam diri remaja, mulai
membutuhkan teman yang mampu memahami dan menolongnya, teman yang
pencarian sesuatu yang dapat dinilai, dijunjung dan dipuja-puja sehingga masa ini
sering disebut sebagai masa merindu puja.
3) Masa Remaja Akhir
Pada masa ini merupakan akhir dari masa remaja. Hal ini dikarenakan remaja
telah mampu mennetukan pendirian hidupnya. Tugas-tugas perkembangan telah
terpenuhi secara optimal.
2.2.1.5Perubahan Selama Masa Remaja
Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan
kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Perubahan Fisik Selama Masa Remaja
Pada saat masa puber berakhir pertumbuhan fisik masih jauh dari
sempurna dan begitu juga belum sepenuhnya ketika akhir masa awal remaja.
Dalam Desmita (2009: 190-193) menjelaskan bahwa “perkembangan fisik remaja
meliputi: 1) Perubahan dalam tinggi dan berat, 2) Perubahan dalam proporsi
tubuh, 3) perubahan pubertas, 4) Perubahan ciri-ciri seks Primer (Alat
Reproduksi), 5) Perubahan ciri-ciri seks sekunder.”
(2) Perkembangan Kognitif Selama Masa Remaja
Ditinjau dari perkembangan fisik menurut Piaget (dalam Yusuf,2009: 195)
“masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal (operasi = kegiatan-kegiatan
berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dapat dikatakan bahwa
berpikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan
ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkret. Selain itu
ditegaskan pula bahwa remaja mampu memecahkan masalah secara benar, tetapi
tidak seterampil orang dewasa yang itu menunjukkan bahwa wawasan atau
perspektif yang luas terhadap suatu masalah (Sigelman & Shaffer, 1995).
(3) Keadaan Emosi Selama Masa Remaja
Masa remaja dianggap sebagai masa “tekanan”, suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Hal
ini ditegaskan oleh Geldard (2010: 9) yang menyebutkan bahwa:
Selama masa remaja, peningkatan hormon seksual bisa mempengaruhi kondisi emosional anak muda. Salah satu asumsi menjelaskan bahwa hormon merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suasana hati dan hal ini membuat perubahan besar pada remaja seperti perubahan dalam hubungan sosial, perubahan dalam diri kepercayaan dan perilaku, dan perubahan pandangan diri.
Selain itu Yusuf (2009:196) mengemukakan “bahwa pertumbuhan
fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi
atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami
sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu dan keinginan berkenalan lebih
intim dengan lawan jenis.”
Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa keadaan emosi selama
remaja sangat erat kaitannya dengan perubahan-perubahan baik dalam fisik
(4) Perubahan Sosial
Untuk mencapai tujuan dari sosialisai dewasa, remaja harus membuat
banyak penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya,
perubahan dalam perilaku sosial dan pengelompokan sosial yang baru. Maka dari
itu remaja akan lebih banyak menggunakan waktunya berada diluar rumah dan
berkumpul bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok sehingga dapat
dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya lebih besar daripada pengaruh dari
keluarga.
Dalam Yusuf (2009:199) menjelaskan mengenai karakteristik penyesuaian
sosial remaja di tiga lingkungan yaitu :
1) Lingkungan Keluarga, misalnya menjalin hubungan baik dengan para anggota keluarga, menerima otoritas orangtua, menerima tanggungjawab dan batasan keluarga, berusaha membantu anggota keluarga.
2) Lingkungan Sekolah, misalnya mau menerima peraturan sekolah, berpartsipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah, menjalin persahabatan dengan teman, bersikap hormat terhadapa guru maupun staf lainnya.
3) Lingkungan Masyarakat, misalnya mengakui hak-hak orang lain, memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain, bersikap simpati terhadap orang lain, bersikap respek terhadap tradisi maupun kebijakan-kebijakan di masyarakat.
2.2.2
Perkembangan Seksualitas Remaja
2.2.2.1Pengertian Perkembangan Seksualitas Remaja
Perkembangan seksulaitas remaja yaitu proses matangnya fungsi-fungsi
seksual pada remaja. Perkembangan seksual pada masa remaja identik dengan
perubahan pubertas. Dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan “bahwa pubertas
(puberty) ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi
dengan pesat terutama pada awal masa remaja.” Lebih jelas lagi Desmita
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, yang ditandai dengan
perubahan pada ciri-ciri seks primer (primary seks characteristics) dan ciri-ciri
seks sekunder (secondary sex characteristics). Perubahan fisik yang terjadi dan
matangnya fungsi-fungsi seksual pada masa pubertas merupakan hal utama
munculnya dorongan seks. Sebagian remaja telah mengembangkan perilaku
seksualnya dalam bentuk pacaran atau percintaan. Namun pemuasan dorongan
seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus kurangnya
pengetahuan yang benar tentang seksualitas.. Terlepas dari keterlibatan mereka
dalam aktivitas seksual, beberapa remaja tidak tertarik pada atau tahu mengenai
gejala-gejala Penyakit Menular Seksual (PMS). Akibatnya KTD (Kehamilan tidak
diinginkan) dan timbulnya penyakit kelamin kian meningkat. Banyak pula remaja
yang memperbincangkan mengenai hubungan seks yang bagi mereka bukan lagi
hal yang tabu dan sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan hubungan seks diluar
nikah dianggap benar apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai dan
saling terkait. Dan parahnya bahwa senggama yang disertai kasih sayang lebih
diterima daripada bercumbu sekedar melepas nafsu.
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja karena adanya kematangan
hormon seksual dalam diri remaja. Konsekuensinya terjadi pertemuan
spermatozoon dengan ovum pada remaja, maka akan menyebabkan terjadinya
konsepsi yakni segala tanda awal kehamilan. Kekurangpahaman masalah seksual
akan memunculkan perilaku seksual remaja yang tidak sehat dan tidak
bertanggungjawab serta melanggar norma-norma yang ada, misalnya melakukan
seks sebelum menikah dengan pasangannya tanpa pertimbangan kemungkinan
masa depan yang kurang cerah baginya.
2.2.2.2Perkembangan Seksualitas Remaja Laki – Laki
Pada dasarnya perkembangan seksual remaja laki-laki terjadi lebih lambat
dibandingkan dengan remaja wanita, baik perkembangan fisik maupun
perkembangan kematangan seksual. Perkembangan yang terjadi pada remaja
laki-laki 2 tahun lebih lambat daripada remaja wanita. Menurut Dariyo (2004:20)
“bahwa kematangan seksual remaja ditandai dengan keluarnya air mani pertama
pada malam hari (wet dream, noctural emmision) pada laki-laki.” Istilah lain
untuk menyatakan keluarnya air mani pada ejakulasi pertama, disebut
spermarche.
Selain itu pada laki ciri-ciri seks primer yang penting pada remaja laki-laki
yaitu pertumbuhan cepat pada batang kemaluan (penis) dan kantung kemaluan
(scrotum). Pada skrotum, tedapat dua buah testis (buah pelir) yang bergantung di
bawah penis. Testis mencapai kematangan penuh pada usia 20 atau 21 tahun.
Perubahan-perubahan yang tejadi sangat dipengaruhi oleh hormon, yaitu hormon
yang diproduksi oleh kelenjar bawah otak (pituitary gland). Hormon inilah yang
menjadi perangsang bagi testis untuk menghasilkan hormon testosteron dan
androgen serta spermatozoa.
Selain perubahan secara primer, remaja laki-laki juga mengalami
perubahan ciri-ciri seks sekunder. Menurut Desmita (2009: 193) menyebutkan
ciri-ciri seks sekunder yang terlihat pada laki-laki yaitu 1) Tumbuh kumis dan janggut serta jakun, 2) Bahu dan dada melebar, 3) Suara bertambah berat, 4) Tumbuh bulu di ketiak, dada, kaki, lengan dan sekitar kemaluan, dan 5) Otot menjadi kuat. Kemudian terjadi juga perubahan dalam bentuk perilaku, contohnya perubahan mimik jika bicara, cara berpakaian, cara mengatur rambut, bahasa yang diucapkan dan tingkah laku lainnya.
2.2.2.3Perkembangan Seksualitas Remaja Perempuan
Remaja perempuan cenderung lebih cepat perkembangannya baik fisik
maupun kematangan seksualnya daripada remaja laki-laki. Itu yang menyebabkan
remaja perempuan lebih cepat dewasa. Perubahan-perubahan seks primer pada
anak perempuan ditandai dengan munculnya priode menstruasi yang biasa disebut
menarche yaitu menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang gadis. Hal
inilah yang menunjukkan bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan telah
matang sehingga memungkinkan mereka untuk hamil dan melahirkan. Menstruasi
terjadi akibat dari pengaruh perkembangan indung telur (ovarium) yang
mempunyai fungsi memproduksi hormon-hormon estrogen dan progesteron.
Desmita (2009: 193) menjelaskan “hormon progesteron bertugas mematangkan
dan mempersiapkan sel telur (ovum) sehingga siap untuk dibuahi, sedangkan
hormon estrogen merupakan hormon yang mempengaruhi pertumbuhan sifat-sifat
kewanitaan pada tubuh remaja wanita, seperti pembesaran payudara dan pinggul,
suara halus.” Selain itu hormon ini juga mengatur siklus haid. (Sarwono: 1993)
Perubahan seks sekunder pada remaja wanita ditandai dengan : 1) Pinggul
semakin membesar dan melebar, 2) Kelenjar-kelenjar pada dada menjadi berisi
berisi. Adapula perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita yaitu perubahan
dalam tingkah laku, seperti: perubahan cara bicara, cara tertawa, cara berpakaian,
cara jalan dll.
2.2.2.4Aspek – Aspek Perilaku Seksual Remaja
Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang
berkembang ditandai adanya keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan
jenis yang lebih dekat, hal itu memungkinkan terjadinya perilaku seksual. Berikut
ini akan diuraikan beberapa definisi tentang perilaku seksual yaitu sebagai
berikut:
Menurut Jatman dalam Ekasari (2009:21) mengatakan “bahwa perilaku
seksual remaja adalah suatu perkembangan pada remaja yang dipengaruhi oleh
kemasakan hormonal dan ditandai dalam kegiatannya berkelompok dengan teman
sebaya yang berlainan jenis.”
Menurut Sarwono (2002:140) “Perilaku seksual menunjukkan pada
perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis ataupun
sesama jenis.” Hal tersebut sebagai akibat langsung dari pertumbuhan hormon
kelenjar seks yang menimbulkan dorongan seksual pada seseorang yang mencapai
kematangan pada masa remaja, dengan ditandai adanya perubahan fisik. Sarwono
(2002: 164) menggambarkan bahwa “perilaku seksual pada tahap-tahapnya adalah
pelukan, pegangan tangan tangan, berciuman, meraba payudara, meraba alat
Daya tarik fisik, misalnya cara berpakaian atau berdandan merupakan awal
ketertarikan antara lawan jenis yang kemudian berlanjut dengan berpacaran
dimana ekspresi perasaan pada masa pacaran diwujudkan dengan berpegangan
tangan, berpelukan, berciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya
adalah untuk menikmati dan memuaskan dorongan seks. Aktivitas lain untuk
memenuhi kepuasan jasmani adalah melihat majalah atau film porno dan
berfantasi seksual.
Menurut Marti Blanch dan Merry dalam Pilar PKBI (1999), seksualitas
menyangkut dimensi yang sangat luas. Diantaranya adalah :
1) Dimensi Biologis: berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi dan atau alat kelamin manusia dan dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia. Termasuk di dalamnya bagaimana menjaga kesehatannya dari gangguan seperti penyakit menular seksual, dan bagaimana menfungsikannya secara optimal sebagai alat reproduksi sekaligus alat rekreasi serta dinamika munculnya dorongan seksual secara biologis. 2) Dimensi psikologis: berdasarkan dimensi ini seksulaitas berhubungan
erat dengan bagaiman manusia menjalani fungsi seksualnya sesuai dengan identitas jenis kelaminnya dan bagaimana dinamika aspek psikologis seperti kognisi, emosi, motivasi dan perilaku terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia, misalnya bagaimana seseorang berperilaku sebagai seorang laki-laki atau perempuan serta bagaimana seseorang mendapatkan keputusan psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan identitas peran jenis kelamin.
3) Dimensi Sosial: dimensi sosial melhat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana manusia beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.
2.2.2.5Bentuk – Bentuk Perilaku Seksual
Sebagian besar remaja menganggap bahwa jika mereka tidak melakukan
perilaku seksual maka aktivitas mereka akan terganggu, akhirnya mereka
mengambil jalan pintas yaitu melakukan masturbasi/ onani. Menurut Dianawati
(dalam Supriyati, 2009: 26) menyebutkan bahwa “bentuk perilaku seksual
dibedakan atas dua kategori yaitu perilaku seksual yang dilakukan sendiri dan
perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain.”
Seperti yang diuraikan tersebut mengenai bentuk-bentuk perilaku seksual
maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Perilaku seksual yang dilakukan pada diri sendiri
Perilaku seksual yang dilakukan pada diri sendiri meliputi: (1) Masturbasi
yaitu melakukan rangsangan seksual dengan berbagai cara (memasukkan alat
kelamin) untuk tujuan mengorganism, (2) Fantasai seksual, biasanya dilakukan
remaja untuk melakukan rangsangan pada diri sendiri dengan membayangkan
[image:42.612.129.510.241.557.2]sesuatu objek yang menggairahkan atau menggiurkan, dan (3) Membaca buku,
gambar-gambar porno atau melihat pornografi di internet dan VCD.
2) Perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain
Perilaku seksual yang dilakukan oleh orang lain meliputi: (1) Berpegangan
tangan, pada awal berpacaran biasanya siswa melakukan hal seperti saling
bersentuhan dan berpegangan tangan untuk saling memberikan rangsangan pada
pasangan, (2) Berpelukan, setelah mereka sudah saling berpegangan tangan
melindungi dalam berpacaran, (3) Berciuman, setelah mereka sudah berani saling
berpelukan maka mereka akan membuktikan rasa sayangnya dengan mencium
kening, pipi, lalu lanjut saling memainkan bibir pasangannya masing-masing, (4)
Necking yaitu mencium leher dan saling meraba daerah sensitif, mulai tahap ini
ada daya getar api dan gairah seksual yang telah menggoncang mereka, dan
mereka pun lantas berciuman dan saling meraba-raba daerah sensitif
masing-masing pasangannya, namun masih mengenakan pakaian, (5) Petting adalah
bermain seksual, layaknya suami istri namun masih mengenakan baju, celana, rok
atau penutup lainnya, mereka saling mencium bibir, saling memegang alat
kelamin, saling menindih, bahkan saling mempermainkan alat kelamin meskipun
tertutup kain. Perbuatan ini mereka lakukan karena mereka tidak ingin mengambil
resiko atau takut hamil, (6) Berhubungan intim (Intercouse), hubungan seksual
yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dilandasi oleh rasa cinta atau
daerah seksual yang sudah tidak bisa dibendung lagi.
Sarwono (2002: 137) mengemukakan bahwa “bentuk-bentuk perilaku
seksual bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku
berkencan, bercumbu dan bersenggama.” Terjadinya hubungan seksual dapat
terjadi melalui empat fase. Fase-fase terjadinya perilaku seksual tersebut seperti
yang dikemukan Sarwono (2002:164) adalah
1) Pelukan ringan/ pegangan tangan, pada awal berpacaran biasanya remaja melakukan hal seperti saling bersentuhan dan berpegangan tangan untuk saling memberikan rangsangan pada pasangannya, setelah mereka sudah saling berpegangan tangan biasanya remaja berani memeluk pasangannya agar merasa nyaman dan saling melindungi dalam hubungan berpacaran.
berlanjut dengan saling memainkan bibir pasangannya masing-masing dengan membuktikan rasa sayang mereka terhadap pasangan mereka masing-masing.
3) Petting (petting ringan, petting sedang dan petting berat), bermain seks, layaknya suami istri namun masih mengenakan baju, celana, rok atau penutup lainnya, mereka saling mencium bibir, saling memegang alat kelamin, saling menindih, bahkan saling memainkan alat kelamin, meskipun itu semua tertutup kain. Perbuatan ini mereka lakukan karena mereka tidak mau mengambil resiko (takut hamil)
4) Hubungan seksual (intercouse) pada tahap ini getaran dan gairah seks sudah sangat memuncak dan tidak dapat terbendung lagi, hubungan seksual atau yang disebut bersetubuh yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dilandasi oleh rasa cinta atau gairah seks yang tidak dapat terbendung lagi. Laki-laki atau perempuan berusaha mengobarkan benih-benih kenikmatan dengan daya yang semakin tinggi, dengan getaran yang semakin lama semakin menguat dan tanpa helai busana yang menempel dalam tubuh baik laki-laki ataupun perempuan bebas melakukan hubungan seks layaknya suami dan istri.
Remaja memasuki usia subur dan produktif. Artinya secara fisologis
mereka telah mencapai kematangan organ-organ reproduksi, baik remaja laki-laki
maupun wanita. Kematangan organ-organ reproduksi tersebut mendorong
individu untuk melakukan hubungan sosial baik dengan lawan jenis maupun
sesama jenis. Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan dengan
membentuk teman sebaya (peer group). Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa
bentuk-bentuk perilaku seksual adalah mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah
laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Selain itu mastrurbasi, rangsangan
erotis, terangsang oleh stimulus seksual seperti: ketegangan membaca buku porno
serta melihat film erotis dan hubungan seksual.
Adapun indikator dalam perilaku seksual yang akan diteliti adalah: 1)
perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan (cara berpakain, berdandan), 2)
porno, 5) berpegangan tangan, 6) berpelukan, 7) berciuman (kissing), 8) petting,
9) necking, dan 10) intercouse.
2.2.2.6Dorongan Perilaku Seksual Remaja
Setiap manusia khusunya remaja mempunyai dan merasakan adanya
dorongan seksual atau yang lebih dikenal sebagai gairah seksual. Menurut Aini
yang diakses dalam situs ( http://www.stikku.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/PERILAKU-SEKSUAL-REAMAJA.pdf) menyebutkan bahwa dorongan seksual adalah suatu aktivitas seksual yang sampai kepada
hubungan seksual.
Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: 1) Hormon
seks, khususnya testoteron yang mulai aktif pada masa remaja, 2) rangsangan
seksual yang diterima, 3) keadaan kesehatan tubuh secara umum, 4) Faktor
psikososial, 5) Pengalaman seksual sebelumya, 6) Perilaku ingin mencoba-coba,
remaja cenderung lebih ingin mencoba-coba hal yang baru dan menantang
terutama yang berbau seksual, 6) Anggapan teman yang merendahkan apabila
menolak hubungan seksual.
2.2.2.7Resiko Hubungan Seksual Remaja
Hubungan seksual pranikah mempunyai resiko yang besar dibandingkan
manfaat yang diperoleh. Menurut Depkes (dalam Astuti, 2009: 35) “Resiko bagi
remaja yaitu : 1) Kehamilan yang tidak diinginkan, 2) Terkena penyakit menular
seksual termasuk HIV/ AIDS, 2) Infeksi saluran reproduksi, 4) Aborsi dengan
bersalah dan berdosa, ketagihan, gangguan fungsi seksual, dan perasaan tidak
berharga.” Akibat bagi keluarga yaitu : 1) Menimbulkan aib keluarga, 2)
Menambah beban ekonomi keluarga, 3) Pengaruh buruk bagi anak yang
dilahirkan. Sedangkan akibat bagi masyarakat yaitu: 1) Meningkatkan jumlah
remaja putus sekolah sehingga kualitas masyarakat/ Sumber daya manusia
menurun, 2) Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi sehingga derajat
kesehatan reproduksi menurun, 3) Menambah beban ekonomi masyarakt sehingga
kesejahteraan masyarakat menurun.
2.3
Faktor Determinan Perilaku Seksual Remaja
Kebanyakan remaja beranggapan bahwa proses hubungan seksual itu
adalah faktor yang bersifat independen, tidak terkait dengan penyakit seksual atau
kehamilan. Dengan sifat “egosentrisme” yang masih dimiliki membuat remaja
berfikir bahwa terjadinya penyakit seksual atau kehamilan itu tidak terjadi pada
“ku” (remaja), tetapi hal tersebut terjadi pada orang lain. Perilaku seks bebas
memang kasat mata, namun itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan
didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati
secara langsung (tidak kasat mata) maupun faktor eksternal yang dapat diamati
2.3.1 Faktor Internal :
2.3.1.1Motivasi
Motivasi merupakan penggerak perilaku. Motivasi tertentu akan
mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu pula. Pada seorang
remaja, perilaku seks bebas dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan
didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya,
tanpa disertai komitmen yang jelas (romantic love), atau karena pengaruh
kelompok (konformitas). Remaja ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan
mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini
kelompoknya telah melakukan perilaku seks bebas.
2.3.1.2Rasa ingin tahu
Seorang remaja melakukan seks bebas karena didorong oleh rasa ingin
tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Ini merupakan
ciri-ciri remaja pada umumnya. Remaja ingin mengetahui banyak hal yang hanya
dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri.
Disinilah suatu masalah seringkali muncul dalam kehidupan remaja karena
mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan
fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya.
2.3.1.3Berkembangnya organ seksual
Dikatakan bahwa gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer)
berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh
pada kehidupan psikis, moral, dan sosial (Sarwono, 1991).
Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai
pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan
antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta
memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup.
Pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul
konflik dalam diri remaja (Sarwono, 1991). Masalah yang timbul yaitu akibat
adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan. Bila
dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka
dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih
sebagai pembenaran diri.
Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosialnya ialah
remaja dapat memperoleh teman baru dan mengadakan jalinan cinta dengan lawan
jenisnya. Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan
terhadap lawan jenis dan “cinta monyet” pun tidak tampak lagi. Mereka
benar-benar terpaut hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta.
Selain itu, pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (gonads) remaja,
sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan
jasmani secara menyeluruh. Energi seksual atau libido (nafsu) pun telah
mengalami perintisan yang cukup panjang. Sigmund Freud mengatakan bahwa
dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah ada sejak terbentuknya
itulah, dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam
bentuk perilaku seksual tertentu (Cohen, 2002).
2.3.2 Faktor Eksternal
2.3.2.1Teman sepermainan (peer group)
Pada masa remaja, kedekatannya dengan peergroupnya sangat tinggi
karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga
merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan
sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi.
2.3.2.2Orang tua
Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada
umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan
pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya
cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang
diberikan orang tuanya.
Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah
yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara
hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam
perkawinan (Sarwono, 1998). Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila
pengetahuan orangtua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan
cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak.
Tentang hal ini Soekanto (1996) menyimpulkan hasil penelitiannya
sebagai berikut “informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan
perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus
berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan
ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks.” Dalam hal ini, terciptanya konflik dan
gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja
untuk melakukan perilaku seks bebas.
2.3.2.3Media dan televisi
Pengaruh media dan televisi pun seringkali diimitasi oleh remaja dalam
perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja Barat,
melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan
dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh remaja tanpa
memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai, serta norma-norma dalam
lingkungan masyakarat yang berbeda. Santrock (2003: 318) menjelaskan bahwa
“Menonton seks di televisi dapat mempengaruhi perilaku remaja,...remaja yang
sering menonton televisi mendapat kesulitan untuk memisahkan dunia televisi
dengan dunia nyata.”
Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin seseorang kearah
perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab dan dapat membantu
membuat keputusan pribadi yang penting mengenai seksualitas. Sebaliknya
pengetahuan seksual yang salah dapat mengakibatkan persepsi yang salah pula
dengan segala akibatnya dan hal itu kemudian diekspresikan dalam bentuk
perilaku seksual yang buruk dengan segala akibat yang tidak diharapkan.
2.3.2.4Religiusitas
Kata religi berasal dari resiko (Latin) yang berarti mengikat atau ikatan.
Religi (Agama) pada umumnya terdapat aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakan, yang semua itu berfungsi untuk mengikat diri seseorang
atau kelompok dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam
sekitarnya ( Haryanto dalam Paat, 2009: 76). Selain itu Religius oleh Wulf (2002)
menjelaskan sebagai “perasaan keagamaan, yang berarti segala perasaan batin
yang ada hubungannya dengan Tuhan”.
Sehingga dapat dismpulkan bahwa religiusitas merupakan hubungan
antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia ataupun alam sekitarnya dimana
hubungan ini mewujudkan sikap batin yang dapat dilihat dalam ibadah yang
dilakukan setiap harinya. Dimensi-dimensi dalam tingkat religiusitas meliputi
dimensi akidah, dimensi ihsan, dimensi ilmu dan dimensi amal. Dimana
dimensi-dimensi tersebut berkaitan erat dengan keyakinan sesorang dalam agama.
Semakin tinggi nilai agama yang dimilki seseorang dalam hal ini adalah
remaja maka perilaku yang dihasilkan akan semakin terarah dan terhindar dari
perilaku menyimpang yang salah satunya adalah perilaku seksual. Contoh
seseorang yang rajin beribadah akan semakin sering mendapat pesan atau ajaran
yang melarang hubungan seks sebelum menikah sehingga remaja tersebut akan
Adapun indikator-indikator dari faktor-faktor determinan dalam perilaku
seksual yang akan diteliti yaitu: 1) Motivasi untuk melakukan perilaku seksual, 2)
Rasa ingin tahu dalam diri remaja, 3) Mulai berkembangnya organ-organ seksual,
4) Faktor Teman sepermainan (peer group), 5) Faktor Orang Tua, 6) Media dan
Televisi, 7) Tingkat Religiusitas.
2.4
Hubungan antara Perilaku Seksual Remaja Dengan Faktor
Determinannya
Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh
berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa yang penting dan khusus karena
merupakan periode pematangan organ reproduksi yang disebut masa pubertas.
Perkembangan seksual remaja ditandai dengan adanya mennarche pada wanita
dan noctual ejaculation pada pria, sehingga sejak itu fungsi reproduksi bekerja
dengan segala konsekuensinya. Idealnya remaja telah memperoleh pengetahuan
yang memadai tentang seks. Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan dalam
dirinya termasuk dorongan seks yang mulai meningkat dan sulit dikendalikan
tidak jarang hal tersebut menyebabkan konflik hebat dalam dirinya. Kemudian hal
itu diperparah dengan mudahnya remaja mengakses informasi tentang seks yang
keliru melalui media cetak dan elektronik. Informasi yang keliru akan
berpengaruh pada perilaku seksual remaja.
Selain itu faktor orang tua yang belum maksimal menanamkan pendidikan
seks sejak dini merupakan sebab yang tidak dapat dielakkan. Kesempatan untuk
berdiskusi tentang masalah reproduksi masih sangat terbatas, karena masih
orang tua merupakan pihak pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan
seksual pada anak. Kemudian ditambah dengan turunnya tingkat religuitas pada
remaja yang dibarengi dengan rendahnya iman remaja juga memberikan
kontribusi penting terhadap perilaku seksual remaja. Agama merupakan pedoman
yang harus dimilki oleh seseorang, karena dengan agama perilaku yang dihasilkan
akan terarah dan terhindar dari perilaku menyimpang seperti perilaku seksual.