ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS
SKRIPSI
Disusun Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
NIM: 100200006 NURUL ADHA NASUTION
DEPATERMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS
SKRIPSI
Disusun Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara OLEH:
NURUL ADHA NASUTION NIM: 100200006
DEPATERMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh:
Windha, SH.,M.Hum NIP. 197501122005012002
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum NIP. 195603291986011001 NIP. 197302202002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH.* Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum.*
Nurul Adha Nasution.***
*
Beras merupakan komoditi strategis sebagai bahan pangan bagi masyarakat Indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan distribusi beras menjadi penting tanggungjawab Pemerintah dalam rangka stabilitas kepentingan konsumsi masyarakat secara umum. Kurangnya pasokan beras dari petani dalam negeri, membuat Pemerintah harus mengambil kebijakan impor untuk dapat menutupi kebutuhan dalam negeri. Pada era pasar bebas kini, petani beras dalam negeri yang pada umumnya belum dapat melakukan swasembada beras dan berada dalam garis kesejahteraan yang minim merasa terancam dengan kebijakan impor beras yang dilakukan Pemerintah. Sebagai salah satu negara anggota World Trade Organiszation, mengharuskan Indonesia tunduk pada peraturan-peraturan perdagangan internasional, karena itu Pemerintah Indonesia merasa perlu mengatur tata niaga beras sebagai refleksi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana pengaturan tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas, agar dapat melindungi dan memenuhi prinsip-prinsip perlindungan konsumen bagi masyarakat Indonesia sebagai konsumen beras impor dan peran Pemerintah melindungi petani beras dalam negeri. Adapun tujuan penulisan skripsi ini agar dapat mengetahui hakikat peraturan-peraturan tata niaga beras serta perundang-undangan perlindungan konsumen. Selain itu, diharapkan dapat mengetahui sejauh mana peraturan perundang-undangan tersebut dapat menjamin perlindungan hukum bagi konsumen pada era pasar bebas sekarang ini. Metode penulisan yang digunakan adalah Metode Penelitian Hukum Normatif yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah Data Primer (sebagai data pendukung) yang didapat melalui wawancara dengan berbagai narasumber dan Data Sekunder (sebagai data utama) yang didapat dengan menganalisis terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya yang relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan Penelitian Lapangan kemudian data dianalisis secara kualitatif.
Sebagai salah satu negara anggota dan negara pendiri WTO (World Trade
Organization), yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1997 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade
Organiszation (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada
tanggal 2 November 1994, mengharuskan Pemerintah melakukan berbagai penyesuaian peraturan di Indonesia yang tidak bertentangan dengan
ketentuan-*
Dosen Pembimbing I
** Dosen Pembimbing II
ketentuan perdagangan internasional. Pemerintah untuk memagari kepentingan Indonesia terutama di sektor pertanian dan komoditi yang dianggap paling riskan adalah beras menerapkan peraturan mengenai tata niaga beras. Dalam pelaksanaan regulasi mengenai tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 Tentang Ketentuan Impor Dan Ekspor Beras. Peran Pemerintah dalam melindungi konsumen beras impor sangat penting. yaitu: Peran Pembinaan, Peran Pengawasan, Pemerintah melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Beras dan Peran Penindakan, dalam melindungi konsumen beras impor Pemerintah tidak hanya mengawasi importir saja, tetapi juga melakukan sikap penindakan dengan memberikan sanksi kepada importir yang melakukan pelanggaran atau tidak memenuhi kewajibannya. Selain itu, terkait beras yang diipor oleh Pemerintah diperuntukkan bukan untuk diperdagangkan secara bebas dipasaran, melainkan beras impor sebagai Cadangan Beras Pemerintah sebagai Stok Penyangga (Buffer Stock) untuk mencapai Ketahanan Pangan Nasional dan Stabilisasi Harga Beras dipasaran. Impor hanya dilakukan ketika stok cadangan beras nasional dari dalam negeri tidak dapat terpenuhi dari target yang ditetapkan, namun selama target pemenuhan stok dapat terpenuhi dari penyerapan produksi beras dalam negeri maka impor tidak dilakukan.
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur hamba panjatkan atas kehadirat Allah SWT sehingga
sampai detik ini Penulis mendapat banyak Rahmat dan Nikmat Allah SWT. Atas
Rahmat dan Izin Allah Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan
Salam tak lupa Penulis hanturkan kepada junjungan umat Muslim Nabi Besar
Muhammad SAW, sebagai panutan sehingga penulis bersemangat mengejar
kepandaian ilmu dan ketauladanan-Nya.
Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang
ingin menyelesaikan jenjang perkuliahan Strata-1. Adapun judul yang penulis
kemukakan pada skripsi ini : “ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS”.
Dalam penulisan skripsi ini Penulis telah banyak mendapat bantuan,
bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ucapkan
Terima Kasih yang teramat banyak dan sebaik-baiknya Kepada:
1. Orangtua Penulis yang tercinta, Ayahanda Prof. Ir. Zulkifli Nasution,
M.sc.,Ph.D dan Ibunda Herlina Simatupang Terima kasih Penulis
sampaikan yang sebesar-besarnya karena telah membesarkan Penulis
memberikan bimbingan dan nasihat serta dukungan morill maupun
materill sehingga Penulis dapat bersemangat menyelesaikan skripsi.
2. Kepada kakak kandung Penulis dr. Syifa Khairunnisa Nasution dan adik
kandung Penulis Muhammad Ikram Nasution, terimakasih atas dukungan
dan semangat yang telah kakak dan adik berikan kepada Penulis, semoga
kita menjadi anak-anak yang sukses dan dapat membanggakan hati kedua
Orangtua kita, Amin.
3. Bapak Prof. Bismar Nasuiton SH, MH Selaku Dosen Pembimbing I dan
Dosen Hukum Ekonomi. Dengan segala hormat Penulis mengucapkan
terimakasih atas bimbingan, arahan, bantuan, ilmu, wawasan serta
motivasi dan perhatian yang Bapak berikan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dan
Dosen Hukum Ekonomi. Dengan segala hormat Penulis mengucapkan
terimakasih atas bimbingan, arahan, bantuan, ilmu, wawasan serta
motivasi, perhatian dan keluangan waktu untuk membimbing yang Bapak
berikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara atas dukungan yang besar terhadap
seluruh mahasiswa/i demi kemajuan dan perkembangan pendidikan
6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Univertas Sumatera Utara. Beserta staf Bagian
Pendidikan.
7. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH.,MH.,DFM., selaku Pembantu
Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf Bagian
Keuangan.
8. Bapak Muhammad Husni, SH., MH., Selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta Staf Bagian Kemahasiswaan.
9. Bapak Prof. Samsul Arifin,SH.,MH sebagai Dosen Pembimbing
Akademik.
10.Ibu Windha, SH.,M.Hum selaku Ketua Depatermen Hukum Ekonomi dan
Dosen Hukum Ekonomi. Terimakasih atas waktu dan kesempatan yang
telah Ibu berikan.
11.Bapak Ramli Siregar, SH,M.Hum selaku Seketaris Depatermen Hukum
Ekonomi. Terimakasih atas waktu dan kesempatan yang telah Bapak
berikan.
12.Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah
mengajarkan ilmu dan wawasannya kepada Penulis.
13.Bapak Drs. Parlin Lubis selaku seksi administrasi perdagangan luar negeri,
Bapak Drs. Arief Khairul Lubis selaku seksi sosialisasi Swasembada
Perlindungan Konsumen, dan Bapak Ir. Dahler, MMA selaku Seketaris
Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara. Terimakasi telah
membantu penulis dalam pengumpulan data sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
14.Om Ir. Saiful, Msc dan Tante Ir. Oni. Terimakasi telah memberikan
motivasi dan bantuan kepada Penulis untuk mengumpulkan data, sehingga
skripsi ini dapat selesai.
15.Sahabat-sahabat Penulis tercinta, Layli Alvita Nasution, Tia Amelia, Yusfi
Astrini Karmina yang telah menemani Penulis dikala susah dan senang,
semoga persahabatan kita tetap awet hingga tua, dan rencana yang kita
dapat terwujud, dan sukses menyertai kita. Amin.
16.Sahabat-sahabat seperjuangan Penulis, abang Alif Fadillah Oemry, abang
Ariansyah Rangkuti, abang Syahrun Isa, kakak Nancy May Rizki SE.,
Pueti Julia. Terimakasih atas dukungan, motivasi yang telah diberikan,
semoga kita bisa melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi
bersama-sama lagi.
17.Kepada seluruh Stambuk 2010, khususnya Grup A dan Depatermen
Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terimakasih
telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis Menyadari ketidaksempurnaan hasil penulisan Skripsi ini karena
kesempurnaan adalah hanya milik Allah SWT, oleh sebab itu besar Penulisa
kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang membangun guna
menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik lagi. Besar harapan Penulis
Skripsi ini dapat berguna untuk dikalangan akademisi Fakultas Hukum maupun
Akhir kata, Semoga Allah SWT melimpahkan segala Rahmatan Illahi dan
Karunia-Nya kepada kita semua dan memuliakan kita dengan ilmu yang kita
miliki.
Wassalam, Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK... .. i
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI ...viii
BAB I PENDAHULUAN... . 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Keaslian Penelitian ... 11
E. Tinjauan Kepustakaan ... 13
1. Hukum Perlindungan Konsumen ... 13
2. Tata Niaga Beras ... 19
3. Pasar Bebas ... 23
4. Perdagangan Bebas ... 26
F. Metode Penelitian ... 27
1. Jenisdan Sifat Penelitian ... 27
2. Data Penelitian ... 28
3. Tekhnik Pengumpulan Data... 30
4. Analisis Data ... 31
G. Sistematika Penelitian ... 31
BAB II PENGATURAN TATA NIAGA BERAS DI INDONESIA PADA ERA PASAR BEBAS... 33
A. Pengaturan Tata Niaga Beras di Indonesia. ... 33
1. Alasan Perlu Diaturnya Tata Niaga Beras di Indonesia ... 34
2. Dasar Hukum Pengaturan Tata Niaga Beras. ... 37
3. Perkembangan Pengaturan Tata Niaga Beras ... 38
B. Ketentuan Importasi Beras Di Indonesia Pada Era Pasar Bebas. ... 39
1. Bentuk-Bentuk Keperluan Impor Beras ... 42
2. Jenis-Jenis Beras Yang Dibenarkan Diimpor. ... 44
3. Persyaratan Impor Beras ... 46
C. Hubungan Tata Niaga Beras dan Pasar Bebas. ... 51
1.Prinsip – Prinsip Perdagangan Bebas Pada Era Pasar Bebas... 53
3. Hak Negara Untuk Mengatur Tata Niaga Beras. ... 67
D. Perlindungan Terhadap Petani Dalam Negeri Terkait Liberalisasi Perdagangan Bebas ... 73
1. Perlindungan Melalui Mekanisme Tarif dan Non-Tarif ... 74
2. Perlindungan Di Luar Kebijakan Tarif dan Non-Tarif. ... 78
a. Perbaikan Iklim Usaha. ... 80
b. Akses Terhadap sumber Daya Financial ... 82
c. Program Ketahanan Pangan ... 84
BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT DENGAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS... 87
A. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia ... 87
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia ... 89
2. Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia ... 95
3. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ... 99
B. Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen ... 102
1. Hak-Hak Dasar dan Kewajiban Konsumen ... 107
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 111
3. Hal-Hal Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha ... 115
4. Ganti Rugi ... 126
5. Penyelesaian Sengketa Konsumen... 131
C. Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Pengaturan Tata Niaga Beras di Era Pasar Bebas. ... 140
1.Kepastian Tentang Importir Beras. ... 140
2. Jenis dan Mutu Beras. ... 142
3. Perlindungan Terkait Harga Jual Beras Impor ... 153
4. Hak Konsumen Atas Informasi... 156
BAB IV PERAN PEMERINTAH DALAM MELINDUNGI KONSUMEN BERAS IMPOR...160
A. Peran Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen Beras Impor ... 161
1. Peran Pembinaan ... 161
2. Peran Pengawasan. ... 166
3. Peran Penindakan ... 172
B. Peran Pemerintah Daerah ... 179
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...190
A. Kesimpulan ... 191
B. Saran. ... 193
ABSTRAK
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH.* Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum.*
Nurul Adha Nasution.***
*
Beras merupakan komoditi strategis sebagai bahan pangan bagi masyarakat Indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan distribusi beras menjadi penting tanggungjawab Pemerintah dalam rangka stabilitas kepentingan konsumsi masyarakat secara umum. Kurangnya pasokan beras dari petani dalam negeri, membuat Pemerintah harus mengambil kebijakan impor untuk dapat menutupi kebutuhan dalam negeri. Pada era pasar bebas kini, petani beras dalam negeri yang pada umumnya belum dapat melakukan swasembada beras dan berada dalam garis kesejahteraan yang minim merasa terancam dengan kebijakan impor beras yang dilakukan Pemerintah. Sebagai salah satu negara anggota World Trade Organiszation, mengharuskan Indonesia tunduk pada peraturan-peraturan perdagangan internasional, karena itu Pemerintah Indonesia merasa perlu mengatur tata niaga beras sebagai refleksi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana pengaturan tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas, agar dapat melindungi dan memenuhi prinsip-prinsip perlindungan konsumen bagi masyarakat Indonesia sebagai konsumen beras impor dan peran Pemerintah melindungi petani beras dalam negeri. Adapun tujuan penulisan skripsi ini agar dapat mengetahui hakikat peraturan-peraturan tata niaga beras serta perundang-undangan perlindungan konsumen. Selain itu, diharapkan dapat mengetahui sejauh mana peraturan perundang-undangan tersebut dapat menjamin perlindungan hukum bagi konsumen pada era pasar bebas sekarang ini. Metode penulisan yang digunakan adalah Metode Penelitian Hukum Normatif yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah Data Primer (sebagai data pendukung) yang didapat melalui wawancara dengan berbagai narasumber dan Data Sekunder (sebagai data utama) yang didapat dengan menganalisis terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya yang relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan Penelitian Lapangan kemudian data dianalisis secara kualitatif.
Sebagai salah satu negara anggota dan negara pendiri WTO (World Trade
Organization), yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1997 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade
Organiszation (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada
tanggal 2 November 1994, mengharuskan Pemerintah melakukan berbagai penyesuaian peraturan di Indonesia yang tidak bertentangan dengan
ketentuan-*
Dosen Pembimbing I
** Dosen Pembimbing II
ketentuan perdagangan internasional. Pemerintah untuk memagari kepentingan Indonesia terutama di sektor pertanian dan komoditi yang dianggap paling riskan adalah beras menerapkan peraturan mengenai tata niaga beras. Dalam pelaksanaan regulasi mengenai tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 Tentang Ketentuan Impor Dan Ekspor Beras. Peran Pemerintah dalam melindungi konsumen beras impor sangat penting. yaitu: Peran Pembinaan, Peran Pengawasan, Pemerintah melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Beras dan Peran Penindakan, dalam melindungi konsumen beras impor Pemerintah tidak hanya mengawasi importir saja, tetapi juga melakukan sikap penindakan dengan memberikan sanksi kepada importir yang melakukan pelanggaran atau tidak memenuhi kewajibannya. Selain itu, terkait beras yang diipor oleh Pemerintah diperuntukkan bukan untuk diperdagangkan secara bebas dipasaran, melainkan beras impor sebagai Cadangan Beras Pemerintah sebagai Stok Penyangga (Buffer Stock) untuk mencapai Ketahanan Pangan Nasional dan Stabilisasi Harga Beras dipasaran. Impor hanya dilakukan ketika stok cadangan beras nasional dari dalam negeri tidak dapat terpenuhi dari target yang ditetapkan, namun selama target pemenuhan stok dapat terpenuhi dari penyerapan produksi beras dalam negeri maka impor tidak dilakukan.
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan komunikasi pada era globalisasi saat ini
mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung oleh batas-batas negara.
Fenomena-fenomena regionalisme yang terjadi diberbagai belahan dunia dewasa
ini seperti ASEAN atau Uni Eropa juga semakin mengurangi ikatan batas-batas
negara. Dengan kata lain, batas-batas negara pada taraf tertentu menjadi relatif
tidak terlalu signifikan. Fenomena ini sebagian besar diwarnai pula oleh semakin
meningkatnya saling ketergantungan (interdependensi) ekonomi di dunia.
Ketergantungan ini disebabkan karena bervariasinya sumber daya alam atau
faktor-faktor dominan lainnya. Misalnya, jumlah penduduk, teknologi atau
ekonomi, antara suatu negara dengan negara lainnya.1
Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap
negara. Oleh karena itu, sangat diperlukan hubungan perdagangan antar negara
yang tertib dan adil. Untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan dibidang
perdagangan internasional diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta
memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional ini.
Perangkat hukum internasional yang mengatur hubungan dagang antar negara
terkandung dalam dokumen GATT (General Agreement on Tariffs and Trade)
1
yang ditandatangani negara-negara pada tahun 1947 dan mulai diberlakukan sejak
tahun 1948. Dari waktu ke waktu ketentuan GATT disempurnakan lewat berbagai
putaran perundingan (Round) terakhir lewat perundingan-perundingan Putaran
Uruguay (1986-1994) yang berhasil membentuk sebuah organisasi perdagangan
dunia World Trade Organization (WTO). Badan inilah yang selanjutnya akan
melaksanakan dan mengawasi aturan-aturan perdagangan internasional yang telah
dirintis GATT sejak tahun 1947. Aturan-aturan GATT 1947 diintegrasikan ke
dalam sistem WTO, yang tidak hanya mengatur perdagangan barang akan tetapi
juga perdagangan jasa, masalah hak milik intelektual, dan aspek-aspek penanaman
modal terkait.2
GATT (Persetujuan Umum Tarif dan Perdagangan) adalah suatu kesepakatan
perdagangan multilateral yang berlaku sejak tahun 1948 dengan tujuan utama:
1. Menciptakan perdagangan bebas
2. Membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara
berkembang, sehingga tercapai peningkatan kesejahteraan umat manusia.
Dengan beranggotakan 106 negara (1992) GATT sangat berpengaruh dan
menentukan hubungan perdagangan antar bangsa. Dapat dikatakan bahwa 90%
perdagangan multilateral dikuasai oleh sistem perdagangan yang diatur oleh
GATT. Selain GATT merupakan pedoman bagi hubungan antar bangsa, GATT
merupakan forum konsultasi dan perundingan dalam menghadapi masalah
2
(barier) perdagangan. Dalam kerangka forum inilah dikenal Round (putaran
perundingan) yang membahas masalah untuk menurunkan atau menghapus
hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif.3
Dengan disetujuinya hasil perundingan Uruguay Round dan dibentuknya
WTO sebagai lembaga penerus GATT maka struktur dan sistem pengambilan
keputusan yang berlaku dalam GATT juga turut disesuaikan dengan ketentuan
dalam perjanjian baru tersebut. WTO adalah suatu lembaga perdagangan
multilateral yang permanen. Sebagai suatu organisasi permanen, maka peranan
WTO akan lebih kuat dari pada GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam
struktur organisasi dan sistem pengambilan keputusan.4
Sebagai salah satu negara anggota sekaligus sebagai negara pendiri WTO
(Word Trade Organiszation), Indonesia terikat dalam perjanjian-perjanjian
perdagangan internasional. Konsekuensi penting dari keanggotaan suatu
organisasi dunia seperti WTO (Word Trade Organiszation), yang diratifikasi
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organiszation (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada tanggal 2 November 1994
mewajibkan Indonesia berhati-hati dalam memberlakukan peraturan ekonomi.5
Era Globalisasi ekonomi pada saat ini sangat erat kaitannya dengan pasar
bebas/perdagangan bebas (free trade). Pasar bebas yaitu sebuah konsep ekonomi
3
Ibid., hlm. 32. 4
Ibid., hlm. 46. 5
yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor impor
atau hambatan perdagangan lainnya. Pasar bebas membuka lebar persaingan
perdagangan antar negara secara bebas terbuka. Perdagangan ini tidak dihambat
oleh campur tangan pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun
hambatan-hambatan lainnya. Sehingga menuju pada liberalisasi perdagangan yang bersifat
bebas terbuka yang dilakukan oleh antar negara-negara dapat mempengaruhi
sistem pasar suatu negara.6
Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung dengan kemajuan
teknologi komunikasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang
dan/atau jasa. Dengan demikian banyak barang impor masuk ke Indonesia.
Kondisi tersebut, di satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena
memungkinkan produk-produk dari negara lain memenuhi pasar Indonesia, segala
kebutuhan konsumen dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan
untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan jasa sesuai keinginan dan
kemampuan konsumen, terutama kebebasan untuk memilih produk beras sebagai
kebutuhan pokok konsumen.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi
hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan yang aman,
bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan persyaratan
utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan
6
Puteri C.E, “Pasar Bebas”,
yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan
dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.7
Slogan “Tak Kenyang Bila Tak Makan Nasi” kiranya cocok untuk
menggambarkan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia pada
umumnya. Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi pada beras, tidak sesuai
dengan sifat masyarakat itu sendiri yang tidak swasembada, sehingga terjadinya
perbandingan terbalik antara tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi sedangkan
ketersediaan beras yang ada terbatas. Hal inilah yang mendorong Pemerintah
harus mengambil kebijakan-kebijakan penting guna memenuhi kebutuhan
masyarakat akan beras.
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan konsumen dalam negeri akan komoditi beras adalah dengan cara
melakukan kebijakan impor beras, pada prinsipnya liberalisasi perdagangan tidak
boleh melalui impor. Hal ini dikarenakan liberalisasi perdagangan didasari pada
keyakinan bahwa kemakmuran individu dan masyarakat diusahakan dengan
memberikan kesempatan untuk mengejar kepentingannya sendiri dengan
sebebas-bebasnya. Maka untuk menghindari keegoisan untuk mengejar kepentingan
sendiri dengan sebebas-bebasnya, negara diberikan hak untuk melindungi
komoditi sektor dalam negerinya yang dianggap masih lemah yang belum mampu
bersaing secara bebas terbuka. Misal sektor pertaniannya, diberlakukan peraturan
dalam kebijakan impor, terutama kebijakan impor pada sektor-sektor komoditi
yang riskan, komoditi konsumsi umum. Ir. Dahler, MMA mengatakan :
7
“Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan impor beras terbesar dibandingkan negara-negara lainnya. Negara-negara pengimpor beras ke Indonesia pada saat ini masih yaitu antara lain: Thailand, Vietnam, dan Philiphina.”8
Dengan adanya impor beras yang masuk ke dalam pasar Indonesia,
pemerintah perlu kiranya memperhatikan perlindungan konsumen beras impor
tersebut didalam negeri. Menurut Prof. Hans W. Micklitz, dalam perlindungan
konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama,
kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku
usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas
informasi), Kedua, kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisiskan
perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas kesehatan dan
keamanan). Maka dari itu setiap kebijakan import yang dilakukan oleh pemerintah
dianggap perlu memperhatikan dua model kebijakan tersebut.9
Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan
bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan
perlindungan konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang
seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Lebih-lebih
jika produk yang terbatas, produsen dapat menyalah gunakan posisinya yang
monopolis tersebut. Hal itu tentu saja akan merugikan konsumen.
Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari
8
Hasil Wawancara dengan Bapak Ir. Dahler, MMA , Seketaris Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, wawancara dilakukan pada hari Senin, Tanggal 25 November 2013.
9
adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun
akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen.10 Kondisi konsumen yang banyak dirugikan,memerlukan peningkatan upaya
untuk melindunginya, sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Namun,
sebaliknya perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada
konsumen, tidak boleh justru mematikan usaha produsen, karena keberadaan
produsen merupakan suatu yang esensial dalam perekonomian negara. Oleh
karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan konsumen harus juga
diimbangi dengan ketentuan yang memberikan perlindungan kepada produsen,
sehingga perlindungan konsumen tidak justru membalik kedudukan konsumen
dari kedudukan yang lemah menjadi lebih kuat, dan sebaliknya produsen yang
menjadi lemah.11
Disisi lain, kebijakan impor beras yang diambil oleh pemerintah, dapat
menjadi boomerang sendiri dan mengancam kesejahteraan dan kemakmuran kaum
petani beras yang sampai saat ini belum berhasil bersaing sejajar dengan
beras-beras import yang beredar didalam negeri. Kurangnya pengetahuan akan
teknologi, semakin berkurangnya lahan untuk bercocok tanam padi, fasilitas
infrastruktur yang tidak disediakan oleh pemerintah dengan baik membuat petani
beras Indonesia semakin terpuruk. Selain itu, paradigma masyarakat dengan
kemampuan daya beli tinggi bahwa “barang impor lebih berkualitas dibandingkan
barang produksi dalam negeri” sangatlah kuat. Padahal paradigma tersebut belum
tentu kebenarannya. Hal inilah, yang membuat konsumsi beras impor didalam
10
Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen Bagi Konsumen di Indonesia,
(Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hlm. 1. 11
negeri sangat banyak, khususnya oleh masyarakat yang memiliki kemampuan
daya beli tinggi. Maka dari itu, penting kiranya pemerintah memberikan perhatian
khusus terhadap produksi beras dalam negeri guna meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan petani beras Indonesia, dan juga memperhatikan kualitas, mutu dan
menjamin kesehatan masyarakat sebagai konsumen beras impor.
Produksi beras dalam negeri masih dianggap sebagai invant industry, industri
kecil yang belum dapat bersaing secara sejajar dengan produk beras impor dari
luar. Demi memperhatikan kesejahteraan petani dan memajukan produksi beras
dalam negeri yang menyangkut kepentingan masyarakat umum negara diberikan
hak untuk mengatur tata niaga beras tersebut sendiri. Indonesia belum melepas
sepenuhnya perdagangan komoditi beras pada perdagangan bebas. Indonesia
masih mengontrol tarif dan kuota impor beras tersebut dalam peraturan tata niaga
komoditi beras. Beras merupakan komoditi strategis sebagai bahan pangan bagi
masyarakat Indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan
distribusi beras menjadi sangat penting dalam rangka ketahanan pangan,
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani beras maupun dalam rangka
stabilitas kepentingan konsumsi masyarakat secara umum. Berdasarkan hal itu
pemerintah perlu mengatur tata niaga komoditi beras dalam sebuah peraturan,
kegiatan impor beras telah diatur pada Surat Keputusan Menperindag Nomor
12/M-DAG/PER/4/2008.
Perdagangan bebas akan mengakibatkan masuknya barang-barang impor ke
suatu negara dan bisa saja menguasai pasar suatu produk dalam negeri sendiri.
konsumen dari barang import yang beredar. Instrumen hukum perlindungan
konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Berkaitan dengan hal yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk
memilih topik tentang ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas yang menjadi
permasalahan dalam pembahasan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas ?
2. Bagaimana prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen terkait dengan tata
niaga beras pada era pasar bebas ?
3. Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi konsumen beras impor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini :
1) Mengetahui dan menganalisis peraturan-peraturan perundang-undangan
mengenai tata niaga beras di Indonesia.
2) Mengetahui penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam
3) Mengetahui peran pemerintah dalam melindungi konsumen beras impor
dalam era pasar bebas.
2. Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat penulisan ini :
Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan yang
berharga bagi perkembangan Ilmu Hukum, khususnya untuk menambah wawasan
bagi konsumen, serta peraturan hukum lainnya yang dikaitkan dengan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Secara Praktis
Penulisan skripsi ini diharapkan memberikan manfaat secara praktis sebagai
berikut :
1) dapat memberikan bahan informasi dan masukan baik bagi pemerintah
maupun semua pihak yang terkait dalam rangka perjanjian dan
penyempurnaan perangkat hukum serta kebijakan untuk ditempuh bagi
upaya perlindungan konsumen.
2) dapat memberikan bahan informasi dan masukan baik bagi konsumen itu
sendiri agar dapat menambah pengetahuan untuk melindungi diri sebagai
konsumen dari berbagai macam dampak negatif dari perdagangan bebas
barang-barang import yang beredar di pasar dalam negeri, khususnya
bahan pangan yaitu beras.
D. Keaslian Penelitian
Jika dilihat dari judul skripsi, maka akan diperoleh gambaran bidang cakupan
ilmu yaitu mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen terkait dengan tata
niaga beras pada era pasar bebas. Beberapa karya tulis yang membahas berkaitan
dengan judul skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. KEMANDIRIAN KONSUMEN DI ERA GLOBALISASI
PERDAGANGAN BEBAS (Kajian Mengenai Undang-Undang
Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Terhadap Perlindungan
Hak-hak Konsumen) ditulis oleh Emei Dwinanaharti Setiamandani dari
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG.
2. ANALISIS TATA NIAGA GABAH/BERAS DARI KENAGARIAAN
CUPAK KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK
ditulis oleh Prima Sari Esti Eysa dari JURUSAN SOSIAL EKONOMI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG.
Adapun perbedaan topik pembahasan dari judul-judul karya tulis diatas
dengan topik yang dibahas skripsi ini dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pada judul karya tulis yang pertama diatas, topik yang dibahas oleh
penulisnya yaitu perlindungan konsumen menurut Undang-Undang
perdagangan bebas. Dalam karya tulis ini penulis tidak membahas
mengenai Tata Niaga Beras. Topik pembahasan inilah yang membedakan
topik karya tulis Emei Dwinanaharti Setiamandani dengan topik
pembahasan pada skripsi ini. Selain itu pada karya tulis ini hanya
membahas secara mendalam mengenai perlindungan konsumen yang
terpaku pada hak-hak konsumennya saja.
2. Pada judul karya tulis kedua diatas, topik pembahasan yang diulas yaitu
mengenai tata niaga gabah/beras ditempat penelitian yang telah disebutkan
diatas, pada karya tulis ini tidak membahas sama sekali mengenai
perlindungan konsumen dan pasar bebas.
Topik pembahasan pada skripsi ini mengenai pengaturan tata niaga beras di
Indonesia pada era pasar bebas yaitu mengacu pada Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang impor dan ekspor beras,
prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen (UU Nomor 8 Tahun 1999) yang
berkaitan dengan tata niaga beras pada era pasar bebas sebagai konsumen beras
import tersebut. Pada skripsi ini juga akan diulas sedikit mengenai perlindungan
petani beras Indonesia agar mampu bertahan dan bersaing dengan produk-produk
beras impor yang beredar di pasar negara sendiri. Dengan demikian, peran
pemerintah dalam melindungi petani beras Indonesia dan juga berperan penting
dalam melindungi konsumen beras impor.
Sepanjang yang di ketahui penulis, khususnya setelah melakukan
inventarisasi judul skripsi di Perpustakaan Hukum USU, maka skripsi yang
PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS belum pernah diangkat sebelumnya sebagai suatu judul skripsi.
Skripsi ini adalah karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi
orang lain yang diperoleh dari pemikiran, refrensi buku- buku, makalah-makalah,
artikel-artikel, bahan ajar, serta media cetak seperti koran-koran, majalah, media
elektronik, yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak.
E. Tinjauan Kepustakaan
Adapun Judul yang dikemukakan oleh penulis adalah “ ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS”, maka akan diuraikan terlebih dahulu, penulis akan memberikan penjelasan tentang pengertian judul dengan maksud untuk
menghindari kesalahpahaman dan memberikan pembatasan yang jelas.
1. Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Perlindungan” memiliki arti:
tempat berlindung; hal (perbuatan dan sebagainya) yang bertujuan untuk
melindungi (menjadikan atau menyebabkan berlindung).12 Perlindungan Konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap
konsumen barang dan jasa hingga akibat-akibat dan pemakaian barang/jasa itu.13 Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 1 angka (1)
menyebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
12
Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), hlm. 595.
13
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”.14
Sebagaimana yang di ketahui kedudukan hukum TAP-MPR dalam sistem
Indonesia, yaitu sebagai pelaksanaan ketentuan-ketentuan termuat dalam UUD
dan memuat garis-garis besar haluan negara yang dalam bidang legislatif
dilaksanakan oleh Undang-Undang, dan dalam bidang eksekutif dilaksanakan
dengan Keputusan Presiden (KEPRES). Persisnya dalam TAP-TAP MPR
digunakan istilah kepentingan konsumen, seperti antara lain: “kebijaksanaan
harga dan layak bagi petani produsen maupun konsumen” (GBHN, 1988, Bab IV,
Ekonomi) atau “ Pembangunan perdagangan ditunjukan untuk meningkatkan
pendapatan produsen dan sekaligus menjamin kepentingan konsumen
(GBHN-1988, Bab IV, Ekonomi, butir Perdagangan),” atau “ Perdagangan dalam negeri
dan distribusi diarahkan untuk memperlancar arus barang dan jasa serta
melindungi kepentingan produsen dan konsumen (GBHN-1993, Bab IV, F, butir
8).15
Menurut Friedman, agar hukum dapat bekerja, harus dipenuhi tiga syarat,
yaitu pertama, aturan itu harus dapat dikomunikasikan kepada subjek yang
diaturnya; kedua, subjek yang diaturnya mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan aturan itu; ketiga, subjek itu harus mempunyai motivasi untuk
melaksanakan aturan itu. Berdasarkan pandangan tersebut dapat dikemukakan
bahwa pembentukan ketentuan hukum atau pembaharuan substansi hukumnya,
14
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
15
melainkan pembaruan orientasi dan nilai-nilai yang melandasi aturan hukum
tersebut. Dengan demikian,pembaharuan hukum harus diartikan sebagai
mengadopsi nilai-nilai hukum yang baru sebagai akibat perubahan nilai-nilai
hidup masyarakat. Nilai-nilai hukum yang baru inilah yang merupakan landasan
filosofis bagi substansi hukum yang baru.16
Berkaitan dengan perlindungan konsumen, dipergunakan berbagai istilah
yang dapat diberi makna berbeda-beda, yang pada akhirnya dapat pula membawa
akibat hukum yang berbeda. Pengertian konsumen dalam Rancangan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh Yaayasan Lembaga
Konsumen Indonesia, yaitu:17
Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk
diperdagangkan kembali.
Sedangkan pengertian konsumen dalam Naskah Final Rancangan Akademik
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (Selanjutnya disebut
Rancangan Akedemik) yang disusun olehFakultas Hukum Universitas Indonesia
bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan
Depatermen Perdagangan RI, Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang
mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.18
Pengertian konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa “ Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri
16
Ahmad Miru; Op.cit, hlm. 5. 17
Ibid, hlm. 19. 18
senidri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.19
Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang) tetapi juga suatu
perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai akhir. Adapun yang menarik
disini. Konsumen tidak harus terikat dalam jual beli sehingga dengan sendirinya
konsumen tidak identik dengan pembeli.
Untuk mempelajari perbandingan dari rumusan konsumen, kita perlu kembali
melihat pengertian konsumen dalam Pasal 1 angka (2) UUPK. Sejumlah catatan
dapat diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen.
Konsumen adalah:
1. Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus
sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan
keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurelijke person
atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon). Hal ini berbeda dengan
pengertian yang diberikan untuk “pelaku usaha” dalam Pasal 1 Angka (3) yang
secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon diatas, dengan
menyebutkan kata-kata: “orang perseorangan atau badan usaha”. Tentu yang
paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang
perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan
makna lebih luas dari pada badan hukum.20
19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
20
2. Pemakai
Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka (2) UUPK, kata “pemakai”
menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah
“pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut,
sekaligus menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil
dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu
harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh
barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara
konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract).
Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper), tetapi semua orang
(perorangan tau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi,
yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer transaction)
berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam
menggunakannya.21 3. Barang dan/atau jasa
Berikatan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi
tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang
dan/atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang. Dalam
dunia perbankan, misalnya istilah produk dipakai juga untuk menamakan
jenis-jenis layanan perbankan.
UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun
yang tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan
21
maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. UUPK tidak menjelaskan
perbedaan istilah-istilah “dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan”.
Sementara itu jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen. Pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa itu harus
ditawarkan kepada masyarakat. Artinya pihak yang ditawarkan harus lebih dari
satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan
individual tidak tercakup dalam pengertian tersebut.22 4. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan/atau yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia
dipasaran. Dalam perdagangan yang makin komples dewasa ini, syarat itu tidak
mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan
pengembang (developer) perumahan sudah bisa mengadakan transaksi terlebih
dahulu sebelum bangunannya jadi.23
5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba
untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar
ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu
diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk
makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dan sisi teori kepentingan
22
Ibid., hlm. 8. 23
setiap tindakan manusia adalah bagian dri kepentingannya. Oleh sebab itu,
penguraian unsur itu tidak menambah makna apa-apa karena pada dasarnya
tindakan memakai suatu barang dan/atau jasa (terlepas ditujukan untuk siapa dan
makhluk hidup lain), juga tidak terlepas dari kepentingan pribadi.24 6. Barang dan/jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen
akhir. Batasan itu sudah bisa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen
diberbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk
mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam
kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu. Istilah “hukum konsumen”
dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Karena
posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu
sifat sekaligus tujuan hukum itu sendiri adalah memberikan perlindungan
(pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan
ditarik batsanya.25
2. Tata Niaga Beras
a. Pengertian Tata Niaga
Menurut Limbong dan Sitorus pada dasarnya tata niaga memiliki pengertian
yang sama dengan pemasaran. Menurut Kotler pemasaran atau tata niaga dapat
didefenisikan sebagai suatu proses manajerial dimana individu atau kelompok
24
Ibid.
25
didalamnya mendapatkan apa yang mereka butuhkandan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak
lain. Tata niaga secara sederhana dikatakan sebagai proses penyaluran
barang-barang dari produsen ke konsumen. Produsen adalah mata rantai pertama dan
konsumen adalah mata rantai yang terakhir. Tata niaga adalah semua kegiatan
bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari titik produksi hingga barang
dan jasa tersebut ada ditangan konsumen.26
Defenisi tata niaga /pemasaran ini menurut Kotler berpijak pada
konsep-konsep inti sebagai berikut :
a. Kebutuhan, keinginana dan permintaan
b. Produk
c. Nilai, biaya dan kepuasan
d. Pertukaran, transaksi, dan hubungan
e. Pasar
f. Pemasaran dan Pemasar
Titik tolak disiplin pemasaran terletak pada kebutuhan manusia. Manusia
membutuhkan makanan, udara, air, pakaian dan perumahan untuk hidup.
Disamping itu, orang mempunyai keinginan yang kuat untuk rekreasi, pendidikan
dan jasa-jasa lainnya, mereka mempunyai preferensi yang kuat akan versi dan
merek barang dan jasa-jasa dasar tertentu. Kebutuhan manusia adalah suatu
26
Lielo, “Tata Niaga Pertanian”,
keadaan perasaan kekurangan akan kepuasan dasar tertentu. Misalnya, manusia
membutuhkan makanan, pakaian, perumahan, masyarakat untuk bergaul,
kehormatan dan beberapa hal lain untuk hidup.
b. Lembaga-lembaga dan Saluran Tata Niaga
Menurut Moehar lembaga tata niaga adalah orang atau badan yang terlibat
dalam proses pemasaran hasil pertanian. Lembaga tata niaga adalah badan usaha
atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi
dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan
usaha atau individu lainnya. Menurut Kotler saluran tata niaga adalah beberapa
organisasi yang bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk
atau jasa tersedia untuk dikonsumsi. Saluran tata niaga adalah orgnisasi-organisasi
yang saling tergantung yang tercakup dalam prose yang membuat produk dan jasa
menjadi tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi konsumen.27
Contoh saluran Tata niaga :
a) Pedagang Besar ---- Pedagang eceran ---- Konsumen
b) Produsen---Pedagang pengumpul---Pedagang besar---Pedagang eceran---
Konsumen
c) Pedagang besar---eksportir---pedagang eceran---konsumen
d) Suplayer---restoran---konsumen
27
Lielo, “Tata Niaga Pertanian”,
Secara umum saluran melalui lembaga-lembaga tersebut dapat dilihat seperti
berikut :
SKEMA 1
SALURAN MELALUI LEMBAGA-LEMBAGA
Sumber: Moehar (2001), Lielo “Tata Niaga Pertanian”, www.slideshare.net/lielo23/tataniaga.pertanian (diakses tanggal : 4 November 2013).
Yang dimaksud dengan golongan fasilitator terdiri dari unit-unit atau satuan
usaha yang membantu pelaksaan pendistribusian produk-produk itu, tetapi tidak
menjadi pemilik produk dan tidak pula merundingkan baik pembelian maupun
penjualan.
Golongan pedagang
perantara
-Pedagang, pengumpul hasil bumi
-importir – eksportir
- Pedagang besar
(Wholesaler)
-Pedagang eceran (retailers)
Golongan Produsen
(Manufaktur)
-Pengangkut – Bank –Asuransi –Reklame
-Makelar- Komisioner –
Konsultan Perniagaan
-Pergudangan Golongan
Setelah menjabarkan mengenai tata niaga, berikut ini akan dijabarkan pula
mengenai beras. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang impor dan
ekspor beras Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa:
Beras adalah biji-bijian baik berkulit, tidak berkulit, diolah atau tidak diolah yang berasal dari spesies Oriza sativa, dengan rincian jenis beras sebagaimana tercantun dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.28
Oryza (Marga Padi)
Kata Latin Oryza berarti padi dan Sativa berarti yang mengenyangkan atau
yang memuaskan. Tumbuhan monokotil semusim ini banyak dibudidayakan
sebagai sumber makanan pokok masyarakat Indonesia. Selain masyarakat
Indonesia, padi juga merupakan makanan pokok bagi banyak negara di dunia,
terutama di Asia. Padi memiliki banyak kultuvar karena tanaman ini sudah sangat
lama dibudidayaakan dan diusahakan agar dapat memenuhi kebutuhan pokok
manusia. Padi yang unggul adalah padi yang berumurnya pendek, bulirnya
banyak, enak rasanya dan tahan penyakit.29
3. Pasar Bebas
Pada abad berikut, mau tidak mau, suka tidak suka, kita akan memasuki pasar
bebas. Sehubungan dengan itu banyak kalangan resah berkaitan dengan
masalah-masalah etis, khususnya masalah-masalah keadilan, yang muncul sehubungan dalam sistem
28
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 Tentang Impor dan Ekpor Beras
29
perdagangan bebas tersebut. Akar filosofis dari perdagangan bebas tersebut
dengan menggali pemikiran-pemikiran etis filosofis dari Adam Smith.30
Adam Smith (1723-1790) adalah ahli ekonomi dan filsafat asal
Skotlandia,Inggris. Ia disebut sebagai bapak ilmu ekonomi dan tokoh utama
mahzab ekonomi klasik serta perancang ekonomi kapitalis. Dialah yang
menganjurkan agar pemerintah tidak banyak melakukan campur tangan dalam
perekonomian.31 Adam Smith lebih dikenal sebagai seorang ekonom daripada sebagai seorang filsuf, apalagi seorang filsuf moral. Ketenarannya sebagai
ekonom, khususnya sebagai pencetus sistem ekonomi pasar bebas, sedemikian
besar sehingga orang lupa bahwa Adam Smith sesungguhnya adalah seorang
filsuf moral dan sistem ekonomi pasar bebasnya dicetuskan dalam kerangka
kuliahnya mengenai moralitas.32
Sistem Pasar Bebas (Free Market) yang dikemukakan oleh Adam Smith
dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation
(Penyelidikan tentang Sifat dan Sebab Kekayaan Negara) atau yang diasingkat
The Wealth of Nations (terbit 9 Maret 19776), dianggap sebagai sistem ekonomi
klasik. Analisis formal dari buku The Wealth of Nations dimulai dengan
pertimbangan kerja dan fenomena interdependensi ekonomi dan kemudian
diteruskannya dengan analisis harga, alokasi sumber daya dan proses distribusi.33
30
A. Sonny Keraf, Pasar Bebas Keadilan dan Peran Pemerintah Telaah Atas Etika Ekonomi Adam Smith (Yogyakarta: KANISIUS,1996), hlm. 17.
31
Abdul Syukur; et. al, Ensiklopedia untuk pelajar (buku 9), (Jakarta : Ictiar Baru Van Hoeve, 2005), hlm. 124.
32
A. Sonny Keraf, op.cit, hlm. 17. 33
Ajaran Adam Smith mengenai pasar yang mengatur dirinya sendiri
(Self-regulating market) sebagai penerapan hakiki ajaran dia mengenai tatanan kosmis
dalam ekonomi, telah menjadi ajaran inti suatu ilmu baru pada waktu itu, yaitu
politik ekonomi. Walaupun beberapa pendahulunya, terutaman Hutcheson, telah
berusahamenerapkan konsep tatanan ilmiah pada bidang ekonomi. Adam Smith
lah yang berhasil mengembangkan dan menerapkansecara rinci teori tatanan
ilmiah yang terpadu dalam bidang ekonomi. Tatanan ekonomi yang harmonis ini
akan bekerja sesuai dengan kecendrungan dasarnya sedemikian rupa
sehinggamembawa hasil-hasil yang bergunabagi umat manusia. Inilah yang
membuat Adam Smith sangat terkenal.34
Pasar bebas bagi Adam Smith merupakan penerapan konsep tatanan kosmis
yang harmonis dalam bidang ekonomi. Pasar bebasr merupakan panggung
sosial-ekonomi satu-satunya yang memungkinkan keadilan dapat diwujudkan. Pasar
bebas adalah perwujudan dari apa yang disebut Adam Smith sebagai sistem
kebebasan kodrati dan keadilan.35 Sudah diketahui umum bahwa kebesaran Smith sebagai bapak politik ekonomi terletak dalam teorinya mengenai sistem pasar
bebas. Pasar bebas merupakan perwujudan kebebasan kodrati dan keadilan, atau
merupakan perwujudan hukum kodrat dalam bidang ekonomi.36
Salah seorang filsuf paling terkemuka yang mengikuti jejak langkah Adam
Smith dan merumuskan secara paling pas hakikat sistem ekonomi pasar bebas
adalah Friedrich A von Hayek. Menurut Hayek, untuk memahami secara tepat
34
A. Sonny Keraf, op. cit; hlm. 32. 35
A. Sonny Keraf. Op.cit, hlm. 197. 36
hakikat pasar bebas kita harus membedakan antara sebuah ekonomi dalam
pengertiannya yang ketat dan ekonomi pasar bebas.Sebuah ekonomi dalam
pengertian yang sebenarnya, kata Hayek adalah sebuah organisasi, sebuah taxis,
yaitu sebuah usaha sadar untuk mengerahkan segala daya dan upaya yang telah
diketahui untuk mencapai tujuan tertentu. Sebuah pasar bebas justru sebaliknya
adalah sebuah tatanan spontan, sebuah catallaxy, yang tidak pernah dapat
dikendalikan oleh suatu tujuan tunggal. Dengan demikiansebuah ekonomi dalam
pengertian yang sebenarnya adalah hasil rancangan manusia, pasar bebas bukan
merupakan hasil rancangan manusia, walaupun mungkin disebabkan oleh
tindakan manusia.37
Pasar bebas berfungsi mempertahankan sebuh tatanan yang akan memberikan
peluang bagi setiap orang untuk mencapai tujuannya sendiri-senidri. Pasar bebas
adalah tatanan kosmis yang memungkinkan setiap individu mengejar
kepentingannya dan dengan demikian pada akhirnya mewujudkan apa yang
menjadi tujuan dari pasar bebas itu sendiri.38
4. Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas dalam arti yang sebenarnya adalah arus barang dan jasa
yang bebas melewati batas negara. Perdagangan ini tidak dihambat oleh
campurtangan pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun hambatan-hambatan
lainnya. Perdagangan bebas dalam arti yang sebenarnya tidak pernah tercapai. Hal
ini sebagian disebabkan oleh karena tidak mungkinnya masyarakat diyakinkan
37
Ibid, hlm.198. 38
sepenuhnya bahwa bukanlah suatu hal yang adil untuk memberikan hak bersaing
kepada orang asing di negara asal. Terlebih lagi pemerintah pun tidak selalu
bersedia untuk menolak kepentingan-kepentingan domestik yang menganggap diri
mereka dirugikan oleh pesaing asing. Istilah perdagangan bebas identik dengan
adanya hubungan dagang antar negara anggota maupun negara non-anggota.
Dalam implementasinya perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa aspek
yang mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti mekanisme perdagangan,
prinsip sentral dari keuntungan komparatif (comparative advantage), serta pro dan
kontra dibidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana berbagai jenis mata uang
atau valuta asing diperdagangkan berdasarkan kurs valuta asing.39
F. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah ini agar tujuan dapat lebih terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka harus didukung dengan
fakta-fakta/dalil-dalil yang akurat diperoleh dari penelitian, maka metode penelitian
yang digunakan antara lain:
1. Jenisdan Sifat Penelitian
Penulis dalam menyusun skripsi ini menggunakan Metode Penelitian Hukum
Normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian
dengan hanya mengolah dan menggunakan data sekunder, penelitian ini juga
menggunakan data primer (wawancara) sebagai data pendukung. Bersifat
39
deskriptif maksudnya penelitian tersebut kadangkala dilakukan dengan melakukan
suatu survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung
teori yang telah ada.
2. Data Penelitian a. Data Primer
yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara dengan
narasumber yang berasal dari :
1) Dinas Perindustrian dan Perdangangan Untuk Wilayah Provinsi Sumatera
Utara (Bagian Perdagangan Luar Negeri);
2) Dinas Pertanian Untuk Wilayah Provinsi Sumatera Utara (Badan
Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara);
3) BULOG Divre Provinsi Sumatera Utara.
Data primer ini digunakan sebagai data pendukung.
b. Data Sekunder
Dalam penelitian ini data sekunder digunakan sebagai data utama. Data
sekunder meliputi :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang
Pangan
d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan;
e) Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang
Badan Perlindungan Konsumen Nasional;
f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen;
g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang
Lebel dan Iklan Pangan;
h) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 12/M-DAG/
PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras.
i) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 Tentang
Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras Dan Penyaluran Beras Oleh
Pemerintah.
2). Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti : Buku-buku literatur yang berkaitan
dengan Perlindungan Konsumen, Tata Niaga Beras, Pasar Bebas, Rancangan
Undang-Undang, Hasil-hasil penelitian atau pendapat dari pakar hukum.
3). Bahan hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti:
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Penelitian Kepustakaan (Liberary Research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder.
Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain,
artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik,
bahan-bahan ajar, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan
perundang-undangan.
2. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu suatu pengumpulan data
lapangan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dan data yang
diperoleh itu sebagai data primer. Penelitian ini didukung dengan wawancara
(interview), yaitu situasi peran antar pribadi bertatap muka (face-to-face),
dimana ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan
dengan masalah penelitian kepada seorang narasumber. Adapun yang menjadi
narasumber dalam pengumpulan data skripsi ini adalah sebagai berikut :
1) Bapak Drs. Parlin Lubis yang berjabatan sebagai seksi administrasi
perdagangan luar negeri;
2) Bapak Drs. Arief Khairul Lubis sebagai Kasi Pendaftaran Perusahaan;
Sosialisasi Swasembada Perlindungan Konsumen.
3) Bapak Ir. Dahler, MMA yang berjabatan sebagai Sekretaris Badan
Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, bekerja sama dengan
Narasumber dianggap memiliki pengetahuan dan menguasai
permasalahan-permasalahan yang diajukan sesuai dengan skripsi ini.
4. Analisis Data
Data dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah bersifat
induktif, yaitu suatu analisis yang berdasarkan data yang diperoleh, sifat data yang
dikumpulkan hanya sedikit, besifat monografis atau berwujud kasus-kasus.
Analisis kualitatif yaitu analisis data berdasarkan norma hukum secara mendalam
dengan melihat tingkat relevansi norma-norma, teori, asas, dan prinsip-prinsip
hukum termasuk doktrin-doktrin tentang arbitrase terhadap permasalahan. Data
yang telah dianalisis kemudian diungkapkan secara deduktif dalam bentuk uraian
secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis data
sehingga permasalahan akan dapat terjawab.
G. Sistematika Penelitian
Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan masing-masing
bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian, yang disusun seperti dibawah ini :
BAB I : Bab ini menerangkan secara ringkas mengenai Latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian
Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan
Sintematika Penulisan.
beberapa sub-sub topik pembahasan, Pengaturan Tata Niaga
Beras di Indonesia, Ketentuan Importasi Beras di Indonesia
Pada era Pasar Bedas, Hubungan Tata Niaga Beras dan Pasar
Bebas dan Perlindungan Terhadap Petani Dalam Negeri Terkait
Liberalisasi Perdagangan Beras.
BAB III : Bab ini menguraikan tentang Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Dengan Tata Niaga Beras Pada
Era Pasar Bebas, yang terbagi kedalam beberapa sub-sub topik
pembahasan, mengenai Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia, Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan konsumen, dan
Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen Terkait
Pengaturan Tata Niaga Beras Pada era Pasar Bebas.
BAB IV : Bab ini menjabarkan tentang Peran Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen Beras Impor, Peran Pemerintah Daerah,
Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan
Perlindungan Terhadap Petani.
BAB V : Bab ini berisikan Kesimpulaan dari bab- bab yang telah dibahas sebelumnya dan Saran yang mungkin berguna dan dapat
BAB II
PENGATURAN TATA NIAGA BERAS DI INDONESIA PADA ERA PASAR BEBAS
A. Pengaturan Tata Niaga Beras di Indonesia.
Beras merupakan komoditi yang diatur tata niaganya. Barang yang diatur tata
niaganya yaitu barang yang diakui dan disetujui Menteri Perdagangan atau
Pejabat yang ditunjuk untuk dapat mengizinkan impor. Kebijakan impor
merupakan bagian dari kebijakan perdagangan yang memagari kepentingan
nasional dari berbagai pengaruh masuknya barang impor dari negara lain. Dalam
pelaksanaannya akan mengacu kepada Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1994
Tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(World Trade Organization) yang memuat rambu-rambu yang wajib di patuhi
oleh setiap negara anggota WTO dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan
perdagangan internasional, termasuk kebijakan impor. Selain rambu-rambu
tersebut, WTO juga memberikan peluang-peluang yang sifatnya terbatas yang
dapat dimanfaatkan oleh setiap negara anggota untuk kepentingan nasional
masing-masing. Peluang-peluang ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia
pertanian dan yang paling riskan adalah komoditi beras. Dengan melakukan
pengelolaan sendiri, menerapkan peraturan mengenai tata niaga beras.40
Operasionalisasi dari ketentuan-ketentuan WTO dilakukan melalui berbagai
perangkat hukum berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden maupun
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang pada dasarnya di tunjuk
untuk menunjang terciptanya iklim usaha yang mendorong peningkatan efisiensi
dan perdagangan nasional, perlindungann keselamatan dan kesehatan manusia,
meningkatkan efisiensi impor melalui harmonisasi tarif dan tata niaga impor,
menerbitkan dan meningkatkan peranan sarana serta lembaga-lembaga penunjang
impor, dan secara umum memenuhi ketentuan WTO. Dalam perdagangan barang
dikenal dua jenis katup yaitu katup tarif (tariff barrier) dan katup non tarif
(non-tariff barrier). Katup non-tarif meliputi kebijakan tata niaga impor, kebijakan
pengendalian mutu (baik mutu barang pertanian maupun non pertanian) serta
kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan non perdagangan (misalnya moral
bangsa, kebudayaan serta keamanan nasional). Dalam pelaksanaanRegulasi
mengenai tata niaga beras yang di keluarkan oleh Pemerintah adalah Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008
Tentang Ketentuan Impor Dan Ekspor Beras.41
1. Alasan Perlu Diaturnya Tata Niaga Beras di Indonesia
40
Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri Depatermen Perdagangan Kebijakan Umum Di Bidang Impor, (Jakarta Pusat :Ridwan Rais ,2010). hlm. 5.
41
Sejak awal lahirnya ilmu ekonomi klasik para pakarnya memperjuangkan
perdagangan bebas. Alasan pertama dan terpenting perlu diaturnya tata niaga
adalah untuk adanya proteksi, berpangkal dari pertimbangan kepentingan
nasional yang dinilai lebih penting dari pada “output maksimal”. Diantaranya
alasan ketahanan negara yang dalam beberapa hal dipandang tidak boleh
tergantung dari luar negeri dan kesejahteraan masyarakat. Juga adanya defisit
dalam neraca pembayaran yang memaksa untuk membatasi impor. Alasan lain
yang penting adalah alasan diversifikasi ekonomi, supaya ekspor suatu negara
tidak seluruhnya tergantung dari hanya satu atau dua komoditi saja. Ditambah
dengan resiko yang berkaitan dengan fluktuasi harga di pasar dunia, yang sering
terjadi dengan komoditi primer. Belum bicara tentang kemungkinan perubahan
dalam permintaan akan bahan-bahan dasar hasil produksi negara-negara
berkembang. Dan alasan yang paling terkenal adalah “infant industry” untuk
melindungi industri yang baru mulai dikembangkan terhadap saingan dari luar
negeri. Sekali industri yang bersangkutan sudah besar dan kuat, ia akan dapat
berproduksi dengan biaya yang rendah dan dapat bersaing dipasar internasional.
Langsung berkaitan dengan ini adalah alasan hendak menjaga kesempatan kerja
dan menghindari pengangguran dalam negeri.42
Selain itu, Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama
dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Negara berkewajiban untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan
pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman bermutu, dan bergizi seimbang,
baik tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di
seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan
memanfaatkan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. Beras merupakan
komoditi strategis sebagai bahan pangan bagi masyarakat Indonesia, sehingga
kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan distribusi beras menjadi sangat
penting dalam rangka ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani beras, kepentingan konsumen serta menciptakan stabilitas
kepentingan ekonomi nasional. Untuk mencapai ketahanan pangan, peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani beras, serta menciptakan stabilitas ekonomi
nasional tersebut perlu dukungan kebijakan yang lebih efektif dan memadai,
khususnya kebijakan di bidang impor dan ekspor beras. 43
Dari segi gizi dan nutrisi, beras memang relatif unggul di bandingkan pangan
lain. Seluruh bagian beras bisa dimakan, kandungan energinya mencapai 360
kalori per 100 gr. Dengan kandungan protein sebesar 6,8 gr per 100 gr, beras juga
merupakan sumber protein yang baik. Itulah sebabnya di Indonesia dalam neraca
makanan, sumbangan beras terhadap sumbangan energi dan protein mas