PERLINDUNGAN HUKUM BAGI CALON MEMPELAI PEREMPUAN DALAM HAL TERDAPAT WALI ADHOL DI KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Oleh :
Nama : Anita Putri Herawati
NIM : 20120610089
Program Studi : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Perdata
FAKULTAS HUKUM
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI CALON MEMPELAI PEREMPUAN DALAM HAL TERDAPAT WALI ADHOL DI KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Oleh :
Nama : Anita Putri Herawati
NIM : 20120610089
Program Studi : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Perdata
FAKULTAS HUKUM
HALAMAN MOTTO
Segala kemuliaan muncul dari keberanian untuk memulai (Eugene F. Ware)
Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali jatuh.
(Confusius)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini saya persembahkan untuk:
Almamaterku,
Disinilah ku temukan perjalanan hidupku yang baru.
Ayah dan Ibuku Tersayang,
Terimakasih atas segala doa restu yang selama ini mengiringi setiap langkahku, terimakasih atas kasih sayang yang tidak terhingga
ini, semangat, dan pengorbanamu yang tak pernah lelah dan nasehat yang selalu memberikanku kekuatan
dalam menjalani kehidupan, kalian adalah segalanya bagiku.
Adikku Tersayang,
Silfia aira suhita yang aku sayangi, yang telah memberikan doa dan semangat, kudoakan semoga sukses dan jadi lebih baik
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...iv
ABSTRAK ...v
HALAMAN MOTTO ...vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...vii
KATA PENGANTAR ...viii
DAFTAR ISI ...xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ...4
A. Tinjauan Tentang Perkawinan ... 4
1. Pengertian Dan Dasar Hukum Perkawinan ... 4
2. Asas-asas Perkawinan ... 6
3. Tujuan Perkawinan ... ...10
4. Rukun dan Syarat Perkawinan ... ...12
5. Sahnya Perkawinan ... ...19
B. Tinjauan Tentang Perwalian ... 21
1. Pengertian Perwalian ... 21
2. Kedudukan Wali Dalam Perkawinan ... 22
3. Orang-Orang Yang Boleh Menjadi Wali ... 23
4. Macam-Macam Wali ... 24
5. Syarat-Syarat Menjadi Wali ... 26
C. Tinjauan Tentang Wali Adhol ... 27
2. Alasan Wali Nasab Calon Mempelai Perempuan Menghalangi Pernikahan . ...29
3.Sebab-Sebab Adanya Wali Adhol ... 30
4. Perlindungan Hukum Bagi Calon Mempelai Perempuan Dalam Hal Terdapat Wali Adhol ... 32
5. Penyelesaian Perkara Dalam Hal Terdapat Wali Adhol ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... ...36
A. Jenis Penelitian ... ....36
B. Jenis Data ... ....37
C. Tempat Pengambilan Sumber Data ... ....38
D. Alat dan Cara Pengambilan Sumber Data ... ...38
E. Teknik Analisis Data ... ....38
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... ...39
A. Dasar Pertimbangan Hakim ... ....39
1.Penetapan Permohonan Wali Adhol Nomor Perkara 0054/Pdt.P/2013/PA.Yk 39 2.Penetapan Permohonan Wali Adhol Nomor Perkara 0076/Pdt.P/2015/PA.Yk 54 B. Analisis Perlindungan Hukum Bagi Calon Mempelai Perempuan Dalam Hal Terdapat Wali Adhol Di Kota Yogyakarta ...66
1. Analisis Permohonan Wali Adhol Nomor Perkara 0054/Pdt.P/2013/PA.Yk .66 2. Analisis Permohonan Wali Adhol Nomor Perkara 0076/Pdt.P/2015/PA.Yk .69 BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... ...73
B. Saran-Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76
ABSTRAK
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan. Untuk membentuk suatu keluarga maka perlu adanya perkawinan. Perkawinan adalah ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga. Untuk melakukan perkawinan harus sesuai dengan rukun dan syarat-syarat sahnya perkawinan, salah satu rukun perkawinan adalah adanya wali nikah. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai perempuan. Persoalan yang sering terjadi dimasyarakat yaitu apabila pihak mempelai perempuan yang berhak menjadi wali nikah meninggal dunia/ada tetapi tidak memenuhi syarat menjadi wali/tidak mau atau enggan atau adhol menikahkan karena sebab tertentu. Terhadap persoalan di atas maka pihak calon mempelai perempuan dapat mengajukan permohonan wali adhol di wilayah tempat tinggal bersangkutan. Berdasarkan di atas bertujuan untuk mengangkat pokok masalah tentang bagaimana perlindungan hukum bagi calon mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol di Kota Yogyakarta.
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan analisis melalui pendekatan Perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan terhadap suatu masalah yang didasarkan atas Hukum Islam. Kemudian didukung dengan Penelitian Lapangan sebagai pelengkap, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari wawancara Hakim di Pengadilan Agama Yogyakarta yang berkaitan tentang perlindungan hukum bagi calon mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah bahwa perlindungan hukum bagi calon mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol di Kota Yogyakarta maka calon mempelai perempuan berhak mengajukan permohonan wali adhol ke Pengadilan Agama bertempat tinggal dengan menyertakan bukti-bukti yang kuat agar wali nikahnya berpindah ke wali hakim.
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya
(laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik-menarik antara
satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis dapat
dikatakan untuk membentuk suatu ikatan lahir dan batin dengan tujuan
menciptakan suatu keluarga/rumah tangga yang rukun, bahagia, sejahtera dan
abadi. Untuk itu maka harus dilakukan sebuah perkawinan yang sah.1
Perkawinan menurut hukum Islam mempunyai kedudukan yang amat
penting sebab perkawinan itu dapat memelihara pandangan mata, menenteramkan
jiwa, memelihara nafsu seksual, menenangkan pikiran, membina kasih sayang
serta menjaga kehormatan dan memelihara kepribadian.2
Perkawinan adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh Allah SWT dan juga
disuruh oleh Nabi. Banyak suruhan-suruhan Allah dalam Al-Qur’an untuk
melaksanakan perkawinan. Diantaranya dalam surat An-Nur ayat 32 yang
artinya: “Dan kawinkanlah orang yang sendirian di antara kamu dan
orang-orang yang layak (untuk kawin) di antara hamba-hamba sahayamu yang laki-laki
dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya”.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menyatakan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
1
Sution Usman Adji, 1989, Kawin Lari dan Kawin Antar Agama, Yogyakarta, Liberty, hlm. 19.
2
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Perumusan itu ditegaskan lebih rinci bahwa sebagai negara yang
berdasarkan Pancasila, dimana sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha
Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan erat sekali dengan
agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan hanya mempunyai unsur
lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rohani juga mempunyai peranan penting.
Pasal 14 Inpres (Instruksi Presiden) RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam BAB IV untuk melaksanakan perkawinan harus ada
rukun dan syarat perkawinan, yaitu:
a. Calon Suami;
b. Calon Isteri;
c. Wali nikah;
d. Dua orang saksi dan;
e. Ijab dan Qabul.
Penjelasan di atas sebagai salah satu syarat sahnya perkawinan adalah
adanya seorang wali, sebab itu wali menempati kedudukannya yang sangat
penting dalam perkawinan, seperti diketahui bahwa dalam prakteknya yang
mengucapkan ikrar ijab adalah pihak perempuan dan yang mengucapkan ikrar
qabul adalah pihak laki-laki, disinilah peranan wali yang sangat menentukan
sebagai wakil dari pihak calon mempelai perempuan.3
3
Persoalan yang sering terjadi dimasyarakat yaitu apabila dari pihak
mempelai perempuan yang berhak jadi wali nikah meninggal dunia/ada tetapi
tidak memenuhi syarat untuk menjadi wali/tidak mau atau enggan menikahkan
karena sebab tertentu. Terhadap persoalan di atas maka pihak dari calon mempelai
perempuan dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama di wilayah
tempat tinggal yang bersangkutan.
Disimpulkan bahwa peranan Pengadilan Agama sangat penting dalam
menetapkan adholnya seorang wali, agar wali yang enggan atau adhol berpindah
ke wali hakim untuk memenuhi salah satu rukun dan syarat perkawinan. Maka
permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perlindungan hukum bagi
calon mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol di Kota Yogyakarta?
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini,
yaitu:
1. Tujuan Obyektif :
Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum bagi calon
mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol di Kota
Yogyakarta.
2. Tujuan Subyektif :
Untuk memperoleh data guna menyusun skripsi yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Pelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan analisis melalui pendekatan Perundang-undangan (statue
approach) dan pendekatan terhadap suatu masalah yang didasarkan atas Hukum Islam. Kemudian didukung dengan Penelitian Lapangan sebagai
pelengkap, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari wawancara Hakim di
Pengadilan Agama Yogyakarta yang berkaitan tentang perlindungan hukum
bagi calon mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol di Kota
Yogyakarta.
B. Jenis Data
Untuk mendapatkan sumber data, maka dilakukan dengan studi
pustaka yang mengkaji bahan hukum. Bahan hukum sebagai bahan penelitian
diambil dari bahan kepustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder1, yaitu sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer, yaitu data atau informasi yang diperoleh secara
langsung melalui wawancara dengan pihak yang terkait sehubungan
dengan penelitian ini yaitu Ibu Syamsiah selaku hakim pembimbing
dari Pengadilan Agama Yogyakarta.
1
b. Sumber Data Sekunder, yaitu data atau informasi yang diperoleh
dengan cara meneliti kepustakaan, yaitu sebagai berikut:
1) Al-Qur’an dan Hadits.
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
3) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.
5) Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Wali
Hakim.
6) Buku-buku ilmiah yang terkait.
7) Jurnal-jurnal yang tekait.
8) Hasil penelitian yang terkait.
9) Makalah-makalah seminar yang terkait.
10) Kesaksian dari ahli hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
c. Sumber Data Tersier, yaitu berupa Kamus dan ensiklopedi.
C. Tempat Pengambilan Sumber Data
Sumber data, baik primer maupun sekunder dalam penelitian ini di ambil
dari berbagai tempat, yaitu:
a. Pengadilan Agama Yogyakarta.
b. Berbagai perpustakaan, baik lokal maupun nasional.
D. Alat dan Cara Pengambilan Sumber Data
a. Sumber data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara
menghimpun semua peraturan perundangan, dokumen-dokumen hukum
dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan.
b. Sumber data primer yang berupa pendapat dari ahli hukum yang terkait
dengan penelitian cara pengambilannya dengan metode wawancara secara
tertulis.
E. Teknik Analisis Data
Bahan hukum dan bahan non hukum yang diperoleh dalam penelitian
ini tersebut akan dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu akan memberikan
pemaparan atas kasus Perlindungan Hukum Bagi Calon Mempelai
Perempuan Dalam Hal Terdapat Wali Adhol di Kota Yogyakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Pelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan analisis melalui pendekatan Perundang-undangan (statue
approach) dan pendekatan terhadap suatu masalah yang didasarkan atas Hukum Islam. Kemudian didukung dengan Penelitian Lapangan sebagai
pelengkap, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari wawancara Hakim di
Pengadilan Agama Yogyakarta yang berkaitan tentang perlindungan hukum
bagi calon mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol di Kota
Yogyakarta.
B. Jenis Data
Untuk mendapatkan sumber data, maka dilakukan dengan studi
pustaka yang mengkaji bahan hukum. Bahan hukum sebagai bahan penelitian
diambil dari bahan kepustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder1, yaitu sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer, yaitu data atau informasi yang diperoleh secara
langsung melalui wawancara dengan pihak yang terkait sehubungan
dengan penelitian ini yaitu Ibu Syamsiah selaku hakim pembimbing
dari Pengadilan Agama Yogyakarta.
1
b. Sumber Data Sekunder, yaitu data atau informasi yang diperoleh
dengan cara meneliti kepustakaan, yaitu sebagai berikut:
1) Al-Qur’an dan Hadits.
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
3) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.
5) Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Wali
Hakim.
6) Buku-buku ilmiah yang terkait.
7) Jurnal-jurnal yang tekait.
8) Hasil penelitian yang terkait.
9) Makalah-makalah seminar yang terkait.
10) Kesaksian dari ahli hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
c. Sumber Data Tersier, yaitu berupa Kamus dan ensiklopedi.
C. Tempat Pengambilan Sumber Data
Sumber data, baik primer maupun sekunder dalam penelitian ini di ambil
dari berbagai tempat, yaitu:
a. Pengadilan Agama Yogyakarta.
b. Berbagai perpustakaan, baik lokal maupun nasional.
D. Alat dan Cara Pengambilan Sumber Data
a. Sumber data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara
menghimpun semua peraturan perundangan, dokumen-dokumen hukum
dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan.
b. Sumber data primer yang berupa pendapat dari ahli hukum yang terkait
dengan penelitian cara pengambilannya dengan metode wawancara secara
tertulis.
E. Teknik Analisis Data
Bahan hukum dan bahan non hukum yang diperoleh dalam penelitian
ini tersebut akan dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu akan memberikan
pemaparan atas kasus Perlindungan Hukum Bagi Calon Mempelai
Perempuan Dalam Hal Terdapat Wali Adhol di Kota Yogyakarta
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Dasar Pertimbangan Hakim
1. Penetapan Nomor : 0054/Pdt.P/2013/PA.Yk
Perkara permohonan Wali Adhol yang diajukan oleh Pemohon berumur
25 tahun, agama Islam, berstatus perawan, bertempat tinggal di
Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, yang berkeinginan menikah
dengan laki-laki yang menjadi pilihannya, berumur 29 tahun, agama
Islam, bertempat tingal di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.
Pemohon adalah anak perempuan dari ayah pemohon yang hendak
melangsungkan pernikahan dengan calon suaminya. Yang kemudian
akan dilaksanakan dan catatkan dihadapan pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Umbulharjo, tetapi ayah kandung dari
pemohon sebagai wali nikah tidak mengijinkan/tidak bersedia menjadi
wali nikah dengan alasan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum
Islam (tidak syar’i) dan beralasan karena calon pemohon yang difable.
Pemohon telah mengajukan permohonan tertanggal 25 September 2013
yang telah terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Yogyakarta
Nomor: 0054/Pdt.P/2013/PA.Yk tanggal 25 September 2013 sebagai
1. Pemohon telah sepakat dan berketetapan hati untuk melangsungkan
perkawinan dengan calon suaminya yang berumur 29 tahun, agama
Islam, bertempat tinggal di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul;
2. Hubungan antara pemohon dan calon suami pemohon sudah sesuai
(kufu) dan saling mencintai;
3. Ayah kandung pemohon berumur 70 tahun, agama Islam, bertempat
tinggal di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta sebagai wali
nikah bagi pemohon tidak mengijinkan/tidak bersedia menjadi wali
nikah dengan beralasan tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam
(tidak syar’i) dan beralasan karena calon pemohon yang difable;
4. Tidak ada larangan bagi pemohon untuk melangsungkan perkawinan
dengan calon suami tersebut;
5. Pejabat pencatat nikah pada Kantor Urusan Agama Kecamatan
Umbulharjo yang berhak dan berkewajiban untuk mencatat dan
mengawasi pernikahan pemohon dengan calon suami tersebut di atas
tidak bersedia melaksanakan sebagaimana mestinya pada surat
Nomor – tanggal 23 September 2013;
6. Hubungan antara pemohon dengan calon suami pemohon sudah
sedemikian eratnya dan sulit untuk dipisahkan, karena telah
berlangsung selama 3 bulan;
7. Selama ini orang tua pemohon/keluarga pemohon dan orang
tua/keluarga calon suami pemohon, telah sama-sama mengetahui
tersebut, bahkan calon suami pemohon tersebut telah meminang
pemohon 1 kali, namun ayah pemohon tetap menolak dengan
beralasan tidak sesuai dengan kentuan hukum Islam (tidak syar’i)
dan beralasan karena calon pemohon yang difable;
8. Pemohon telah berusaha keras melakukan pendekatan dan atau
membujuk ayah pemohon agar menerima pinangan dan selanjutnya
mau menikahkan pemohon dengan calon suami pemohon tersebut,
akan tetapi ayah pemohon tetap pada pendiriannya;
9. Pemohon berpendapat bahwa penolakan ayah pemohon tersebut
tidak berdasarkan hukum dan tidak berorientasi pada kebahagiaan
dan kesejahteraan pemohon sebagai anak. Oleh karena itu pemohon
tetap bertekat bulat untuk melangsungkan pernikahan dengan calon
suami pemohon, dengan alasan:
a. Pemohon telah dewasa dan telah siap untuk menjadi seorang
isteri dan ibu rumah tangga, begitu pula calon suami pemohon
telah dewasa dan telah siap untuk menjadi seorang suami dan
kepala rumah tangga, dan sudah mempunyai pekerjaan tetap
dengan penghasilan Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setiap
bulannya;
b. Pemohon dan calon suami pemohon telah memenuhi
syarat-syarat dan tidak ada larangan untuk melangsungkan pernikahan
baik menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan
c. Pemohon sangat khawatir apabila antara pemohon dengan calon
suami pemohon tidak segera melangsungkan pernikahan akan
terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum
Islam;
10. Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat
perkara ini;
Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama Yogyakarta
segera memanggil pemohon dan ayah pemohon untuk diberi
petuah-petuah dan segala apa yang seyogyanya harus diberikan secara timbal
balik, kemudian memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya
pengadilan menjatuhkan penetapan yang isinya mengabulkan
permohonan pemohon, menetapkan bahwa wali pemohon adalah adhol,
menetapkan menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
Umbulharjo yang berhak menikahkan pemohon dengan calon suami
pemohon yaitu wali hakim, dan membebankan biaya perkara kepada
pemohon sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pada hari persidangan yang telah ditetapkan, pemohon dan calon
suaminya datang menghadap di persidangan dan juga orang tua pemohon
telah hadir di persidangan. Baik pemohon maupun orang tua pemohon
telah melaksanakan mediasi pada tanggal 30 Oktober 2013 yang dipandu
oleh hakim mediator Dra. Syamsiah, MH untuk mencari solusi terbaik
namun tidak berhasil maka Majelis Hakim telah diupayakan agar
pemeriksaan diteruskan dengan membacakan permohonan yang isinya
tetap dipertahankan oleh pemohon. Atas permohonan pemohon tersebut
calon suami pemohon didepan sidang memberikan keterangan yang pada
pokoknya membenarkan alasan-alasan permohonan pemohon tersebut
dan calon suami pemohon memberikan keterangan sebagai berikut:
a. Calon suami pemohon sangat mencintai pemohon;
b. Calon suami pemohon siap untuk menikah dengan pemohon dan
siap menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab;
c. Calon suami pemohon bekerja dengan penghasilan kira-kira
Rp.3.000.000.00 (tiga juta rupiah);
d. Calon suami pemohon tinggal bersama ibunya di Sedayu;
e. Calon suami pemohon mempunyai 6 (enam) saudara tetapi
semua saudara calon suami pemohon telah mandiri dan calon
suami pemohon tinggal di rumah bersama ibunya;
f. Calon suami pemohon telah melamar pemohon pada tanggal 7
Juli 2013;
g. Pada saat melamar pemohon yang datang adalah calon suami
pemohon bersama kakak-kakak calon suami pemohon dan orang
yang dituakan didesa calon suami pemohon;
h. Jawaban orang tua pemohon pada dasarnya menerima segala
hal-hal yang disampaikan oleh keluarga dari Sedayu dan
pemohon menjawab tanggal 17 Agustus 2013, tetapi keluarga
pemohon suatu saat akan datang ke Sedayu;
i. Selanjutnya orangtua pemohon tidak jadi datang ke Sedayu,
tetapi yang datang kakak-kakak pemohon dan tidak
membicarakan pernikahan, tetapi kakak-kakak pemohon
keberatan atas pernikahan pemohon dengan calon suami
pemohon;
j. Tanggal 7 Juli 2013 pemohon pergi dari rumah, kakak pemohon
datang dan menanyakan pemohon, demi melindungi pemohon
yang dalam keadaan trauma maka calon suami pemohon
menjawab tidak tahu;
k. Sebenarnya pemohon berada di Magelang di rumah kakaknya
untuk menenangkan diri, calon suami sering datang kesana
menengok dan memberikan support agar tetap tenang;
l. Antara pemohon dan calon suami pemohon tidak ada hubungan
keluarga dan tidak ada hubungan tertentu yang menghalangi
pernikahan, demikian pula calon suami pemohon sanggup
menghadapi segala resikonya;
Orang tua pemohon didepan sidang juga telah memberi
keterangan sebagai berikut:
a. Antara pemohon dan calon suami pemohon tidak ada hubungan
pemohon tidak ada hubungan saudara sesusuan dan tidak ada
hubungan lain yang menghalangi pernikahan;
b. Ada beberapa hal yang menyebabkan orang tua pemohon
keberatan menjadi wali nikah pemohon sebagai berikut: Pertama
keluarga calon suami pemohon datang ke rumah semula ingin
silaturahmi tetapi berubah menjadi melamar, kedua minta segera
dinikahkan, ketiga akhlaknya kurang baik yaitu telah
membohongi keluarga orang tua pemohon, ternyata ketika
pemohon pergi dari rumah, ternyata calon suami pemohon
mengetahui keberadaan pemohon, tetapi ketika ditanya
menyatakan tidak mengetahui, keempat pemohon dan ibunya
sekarang meninggalkan rumah;
c. Atas pertanyaan Majelis Hakim apabila acara lamaran diulang
namun orang tua pemohon tidak menjamin lamaran bisa
diterima dan orang tua pemohon tetap menghendaki syarat
pemohon harus sekolah S2 dulu, dan calon suami pemohon
mempunyai asisten pribadi;
Untuk memperkuat dalil permohonanya tersebut pemohon telah
mengajukan bukti-bukti surat berupa:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama pemohon yang
aslinya dikeluarkan oleh Kepala Badan/Dinas Kependudukan,
juni 2012 yang bermeterai cukup dan dinazzegel, setelah
dicocokkan dengan aslinya ternyata sesuai, lalu diberi tanda P.1;
b. Fotokopi Kutipan Akta Nikah orang tua pemohon yang aslinya
dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Banjarnegara Kabupaten
Banjarnegara Nomor – tanggal 19 Mei 1971 yang bermaterai
cukup dan dinazzegel, lalu di beri tanda P.2;
c. Surat Pengantar dari Ketua RT.40 yang diketahui oleh Ketua
RW.40 Keluarahan Muja Muju Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta Nomor – tanggal 24 September 2013, lalu diberi
tanda P.3;
d. Surat pemberitahuan adanya kekurangan persyaratan menikah
dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta Nomor – tanggal 23 September 2013, diberi tanda
P.4;
e. Surat penolakan pernikahan dari Kantor Urusan Agama
Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Nomor – tanggal 23
September 2013, lalu diberi tanda P.5;
Selanjutnya pemohon mengajukan saksi-saksi sebagai berikut:
1. SAKSI I, umur 50 tahun, agama Islam, bertempat tinggal di
Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul;
Dihadapan persidangan saksi tersebut memberikan keterangan di bawah
sumpahnya yang pada intinya :
b. Saksi pernah datang ke orang tua pemohon untuk melamar
pemohon sebagai calon isteri calon suami pemohon;
c. Saksi datang ke rumah orang tua pemohon bernama saksi datang
I, saksi datang II, saksi datang III.
d. Saksi datang ke rumah orang tua pemohon pada tanggal 7 Juli
2013 pukul 16.00, yang menemui adalah orang tua pemohon
yakni ayah dan ibu pemohon serta tetangga;
e. Tanggapan dari ayah pemohon akan memberikan tanggapan di
Sedayu;
f. Selengkapnya ayah pemohon tidak datang, yang datang adalah
kakak pemohon dan pak RW, dan menunda dulu perkawinan
agar kenal lebih dekat;
g. Pada waktu memberikan jawaban pemohon tidak ikut, menurut
informasi yang diterima saksi, pemohon pergi ke Jawa Timur ke
rumah kakaknya sampai Idhul Fitri, kemudian pemohon datang
ke rumah saksi satu hari satu malam, kemudian saksi mengantar
pemohon ke Magelang ke rumah kakaknya;
h. Antara pemohon dan calon suaminya tidak ada hubungan
keluarga atau susuan;
i. Pemohon tidak sedang dalam peminangan orang lain;
2. SAKSI II, umur 46 tahun, agama Islam, bertempat tinggal di
Dihadapan persidangan saksi tersebut memberikan keterangan di bawah
sumpahnya yang pada intinya sebagai berikut:
a. Saksi kenal dengan pemohon dan calon suami pemohon;
b. Calon suami pemohon telah melamar pemohon dan yang datang
5 (lima) orang termasuk calon suami pemohon;
c. Saksi datang ke rumah orang tua pemohon pada tanggal 7 Juli
2013 waktu sore hari;
d. Yang menemui saksi dan rombongan adalah orang tua pemohon
yakni ayah dan ibu pemohon serta tetangga;
e. Tanggapan ayah pemohon pada prinsipnya lamaran diterima,
sedang pelaksanaan akan ditentukan kemudian;
f. Selanjutnya ada komunikasi lanjutan yang datang adalah kakak
pemohon dan pak RW, dengan memberikan keterangan
menunda dulu pernikahan agar kenal lebih dekat dulu;
g. Pada waktu keluarga pemohon memberi jawaban pemohon tidak
ikut, menurut informasi yang diterima saksi, pemohon pergi ke
Jawa Timur ke rumah kakaknya sampai Idhul Fitri;
h. Antara pemohon dan calon suaminya tidak ada hubungan
keluarga atau susuan;
i. Pemohon tidak sedang dalam peminangan orang lain;
Keterangan saksi-saksi tersebut pemohon tidak mengajukan
keberatan dan keterangan saksi-saksi tersebut orang tua pemohon
menerima lamaran calon suami pemohon apabila pemohon sudah S2 dan
calon suami pemohon mempunyai asisten pribadi.
Kemudian orang tua pemohon menghadirkan paman pemohon
(adik ibu pemohon), dan didepan sidang paman pemohon tersebut
memberikan keterangan sebagai berikut:
3. PAMAN PEMOHON, umur 55 tahun, agama Islam, bertempat
tinggal di Yogyakarta.
a. Paman pemohon kenal dengan pemohon dan calon suami
pemohon;
b. Calon suami pemohon telah melamar pemohon, yang datang 5
(lima) orang termasuk calon suami pemohon;
c. Paman pemohon disuruh menemani untuk berkunjung balasan
ke rumah calon suami, pada waktu itu saksi lupa tanggal tetapi
siang hari kira-kira pukul 14.30;
d. Menemani saksi dan rombongan adalah ibu calon suami
pemohon, kakak-kakak calon suami pemohon dan pamannya;
e. Pembicaraan pada waktu itu pada prinsipnya untuk menunda
perkawinan antara pemohon dan calon suami pemohon, karena
terus terang keluarga merasa terkejut atas keinginan keluarga
calon suami pemohon, yang menginginkan untuk dilakukan
nikah siri padahal belum ada pendekatan keluarga, diantara
f. Antara pemohon dan calon suami pemohon tidak ada
hubungan keluarga atau susuan, calon suami pemohon sebagai
orang lain;
Apa yang dipertimbangkan di atas telah diperoleh fakta di
persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Perkara ini menjadi wewenang Pengadilan Agama Yogyakarta;
b. Keinginan pemohon untuk menikah dengan calon suami
pemohon sudah dipikir matang-matang dan pemohon tidak
dalam keadaan terpaksa;
c. Calon suami pemohon siap bertanggungjawab terhadap
pemohon dan calon suami pemohon telah mempunyai
penghasilan setiap bulan sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta
rupiah);
d. Pemohon dan calon suaminya telah bertekat bulat dan
bersepakat untuk melangsungkan pernikahan, karena sudah
saling cinta mencintai, sudah sama-sama berpikir matang, tak
ada halangan/larangan untuk menikah, baik menurut syara'
(agama) maupun peraturan perundang-undangan dan berani
bertanggungjawab untuk melaksanakan kewajiban berumah
tangga;
e. Wali nikah pemohon hadir di persidangan, dan di depan
persidangan pada intinya orang tua pemohon menjelaskan
dan orang tua pemohon mengajukan persaratan sanggup
menjadi wali apabila pemohon selesai S2 dulu, dan calon
suami pemohon mempunyai asisten pribadi;
f. Menimbang atas persyaratan yang diajukan orang tua pemohon
tersebut, baik pemohon maupun calon suami pemohon tidak
menyanggupi dan keduanya ingin segera menikah dan tidak
ingin dipisahkan lagi, karena keduanya sudah siap untuk
menikah apapun resikonya dan keduanya telah dewasa;
Keterangan saksi-saksi pemohon di atas telah terbukti calon suami
pemohon telah melamar pemohon dan diterima oleh ayah pemohon
namun selanjutnya ditunda tanpa alasan yang jelas dan orang tua
pemohon menyatakan lamaran calon suami pemohon akan diterima
namun dengan syarat pemohon harus selesai S2 dulu dan calon suami
pemohon harus mempunyai asisten pribadi, hal ini merupakan alasan
yang dibuat-buat sedemikian rupa, sementara pemohon berkeinginan
ingin menikah saat ini juga karena memang pemohon dan calon suami
pemohon telah cukup umur dan dewasa, oleh karena itu alasan orang tua
pemohon tersebut oleh Majelis Hakim patut untuk ditolak.
Sikap dan persyaratan yang diajukan oleh orang tua pemohon tersebut
hal ini menunjukkan bahwa wali nikah tersebut telah enggan (adlal)
menjadi wali dalam pernikahan pemohon dengan calon suami pemohon.
Karena wali nikah pemohon telah enggan (adlal) menjadi wali nikah
antara pemohon dengan calon suami pemohon berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan di atas menurut Majelis telah memenuhi
syarat-syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan hukum syara' serta tidak ada larangan untuk
melakukan perkawinan, maka permohonan pemohon tersebut dapat
dipertimbangkan dan karenanya penolakan pernikahan oleh KUA
Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta tersebut harus
dikesampingkan;
Wali nikah telah enggan (adlal), maka sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (2)
KHI, jo Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Agama
Nomor 2 tahun 1987, maka yang menjadi Wali Nikah Pemohon adalah
Wali Hakim dan Majelis Hakim menunjuk Kepala Urusan
Agama/Petugas Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Kecamatan
Umbulharjo sebagai wali hakim untuk menikahkan pemohon dengan
calon suami pemohon.
Majelis sependapat dan mengambil alih pendapat ahli fiqih dalam Kitab
Al-Asybah Wan Nadzair hal 128 yang Artinya: Pemerintah mengurus
rakyatnya sesuai dengan kemaslahatan.
Perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, berdasarkan Pasal 89
ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
maka biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada pemohon.
Mengingat Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, jo
segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
Hukum Islam yang bersangkutan.
Pengadilan agama menetapkan bahwa mengabulkan permohonan
pemohon, menyatakan wali nikah pemohon adalah adhol, menunjuk
Kepala Kantor Urusan Agama/Petugas Pencatat Nikah pada Kantor
Urusan Agama Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta sebagai Wali
Hakim bagi pemohon, untuk menikahkan pemohon dengan calon suami
pemohon dan membebankan kepada pemohon untuk membayar seluruh
biaya perkara ini sebesar Rp.241.000,- (dua ratus empat puluh satu ribu
rupiah).
Ditetapkan dalam Musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Agama
Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 22 Januari 2014 M. bertepatan
dengan tanggal 20 Rabiul Awal 1435 H., oleh Hj. SRI MURTINAH,
SH., MH sebagai Ketua Majelis dan Drs. MULAWARMAN, SH, MH
serta NUR LAILAH AHMAD, SH masing-masing sebagai hakim
Anggota, penetapan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim Ketua Majelis dengan
didampingi oleh Para Hakim Anggota tersebut, dibantu MOKHAMDAN,
SH sebagai Panitera Pengganti dihadiri oleh pemohon.
Perkara permohonan wali adhol yang diajukan oleh pemohon
berumur 49 tahun, agama Islam, berstatus janda, bertempat tinggal di
Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta. Pemohon adalah anak
perempuan dari ayah pemohon yang hendak melangsungkan pernikahan
dengan calon suaminya yang bernama calon suami pemohon, berumur 70
tahun, agama Islam, status duda, bertempat tinggal di Kecamatan
Serengan, Kota Surakarta yang akan dilaksanakan dan catatkan di
hadapan pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kotagede tetapi ayah kandung dari pemohon telah meninggal dunia,
sehingga kakak kandung pemohon yang berumur 52 tahun, agama Islam
sebagai wali nikah bagi pemohon tidak mengijinkan/tidak bersedia
menjadi wali nikah dengan alasan pemohon diminta untuk mengurus
anak dan cucu.
Pemohon telah mengajukan permohonan tertanggal 15 Desember
2015 yang telah terdaftar pada Kepanitraan Pengadilan Agama
Yogyakarta Nomor: 0076/Pdt.P/2015/PA.Yk tanggal 21 Desember 2015
sebagai berikut:
1. Pemohon telah sepakat dan berketetapan hati untuk melangsungkan
perkawinan dengan seorang laki-laki berumur 70 tahun, agama
Islam, status duda, bertempat tinggal di Kecamatan Serengan,
Kabupaten Surakarta;
2. Hubungan antara pemohon dan calon suami pemohon sudah sesuai
3. Ayah kandung pemohon telah meninggal dunia, sehingga kakak
kandung pemohon, berumur 52 tahun, agama Islam, bertempat
tinggal di Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul sebagai wali nikah
bagi pemohon tidak mengijinkan/tidak bersedia menjadi wali nikah
dengan alasan pemohon diminta untuk menurus anak dan cucu;
4. Tidak ada larangan bagi pemohon untuk melangsungkan perkawinan
dengan calon suami tersebut;
5. Hubungan antara pemohon dengan calon suami pemohon sudah
sedemikian eratnya dan sulit untuk dipisahkan, dan khawatir terjadi
sesuatu yang melanggar hukum agama;
6. Selama ini kakak pemohon/anak-anak pemohon dan keluarga calon
suami pemohon, telah sama-sama mengetahui hubungan cinta kasih
antara pemohon dengan calon suami pemohon tersebut, namun
kakak pemohon dan anak pemohon tetap menolak dengan alasan
pemohon diminta untuk mengurus anak dan cucu;
7. Pemohon telah berusaha keras melakukan pendekatan dan
membujuk kakak pemohon agar menerima pinangan dan selanjutya
menikahkan pemohon dengan calon suami pemohon tersebut, akan
tetapi kakak pemohon dan anak-anak pemohon mengatakan jika
pemohon masih akan meneruskan hubungannya dengan calon suami
pemohon, maka kakak pemohon dan anak-anak pemohon tidak akan
8. Kakak pemohon dan anak-anak pemohon tidak menghendaki
hubungan antara pemohon dan calon suami pemohon, sehingga
untuk menikah, pemohon dengan calon suami pemohon
membutuhkan wali hakim untuk menikahkan pemohon dengan calon
suami pemohon;
9. Pemohon berpendapat bahwa penolakan kakak dan anak-anak
pemohon tersebut tidak berdasarkan hukum dan tidak berorientasi
pada kebahagiaan dan kesejahteraan pemohon. Oleh karena itu
pemohon tetap bertekat bulat untuk melangsungkan pernikahan
dengan calon suami pemohon, dengan alasan:
a. Pemohon telah dewasa dan telah siap untuk menjadi seorang
isteri dan ibu rumah tangga, begitu pula calon suami pemohon
telah dewasa dan telah siap untuk menjadi seorang suami dan
kepala rumah tangga, dan sudah bekerja sebagai buruh harian
lepas dengan penghasilan Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
setiap bulannya;
b. Pemohon dan calon suami pemohon telah memenuhi
syarat-syarat dan tidak ada larangan untuk melangsungkan pernikahan
baik menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. Pemohon sangat khawatir apabila antara pemohon dengan calon
terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum
Islam;
10. Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat
perkara ini;
Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama Yogyakarta
segera memanggil pemohon dan kakak pemohon untuk diberi
petuah-petuah dan segala apa yang seyogyanya harus diberikan secara timbal
balik, kemudian memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya
menjatuhkan penetapan yang mengabulkan permohonan pemohon,
menetapkan bahwa kakak pemohon/wali nikah pemohon adalah adhol,
menetapkan menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kotagede yang berhak menikahkan pemohon dengan calon suami
pemohon sebagai wali hakim dan membebankan biaya perkara kepada
pemohon sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pada hari persidangan yang telah ditetapkan, pemohon dan calon
suaminya telah datang menghadap dipersidangan dan majelis hakim
menasehati pemohon agar pemohon mengurungkan niatnya tersebut
tetapi tidak berhasil, maka pemeriksaan diteruskan dengan membacakan
permohonan pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon
dan didepan sidang pemohon memberi keterangan sebagai berikut:
a. Pemohon akan menikah dengan calon suami pemohon karena sudah
disetujui oleh anak-anak calon suami pemohon;
c. Calon suami pemohon sudah memberi uang untuk ijab sejumlah
Rp.1.600.000,00 (satu juta enam ratus ribu rupiah);
d. Jika calon suami pemohon sudah tidak mampu, pemohon akan
memasrahkan kepada anak-anaknya;
Atas permohonan pemohon tersebut calon suami pemohon
didepan sidang juga telah memberikan keterangan yang pada pokoknya
membenarkan alasan-alasan permohonan pemohon tersebut dan calon
suami pemohon memberi keterangan sebagai berikut:
a. Calon suami pemohon dan pemohon akan menikah karena saling
mencintai;
b. Calon suami pemohon bekerja buruh harian lepas dengan
penghasilan setiap hari Rp.40.000,00 (empat puluh ribu rupiah);
c. Calon suami pemohon tidak mempunyai rumah dan calon suami
pemohon bertempat tinggal di rumah kost;
Demi memperkuat dalil permohonannya tersebut pemohon telah
mengajukan bukti-bukti surat berupa:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama pemohon yang aslinya
dikeluarkan oleh Kepala Badan/Dinas Kependudukan, KB dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, Nomor: - tanggal 25 Agustus
yang bermeterai cukup dan dinazzegel, setelah dicocokkan dengan
aslinya ternyata sesuai, lalu diberi tanda P.1;
b. Fotocopi Kutipan Akta Kelahiran atas nama PEMOHON (pemohon)
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta nomor - tanggal 16 Juni 2011
yang bermaterai cukup dan dinazzegel,setelah dicocokkan dengan
aslinya ternyata sesuai,lalu diberi tanda P.2;
c. Fotokopi Kutipan Akta Nikah yang aslinya dikeluarkan oleh KUA
Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta Nomor: - tanggal 22
Oktober 1987 yang bermeterai cukup dan dinazzegel, lalu diberi
tanda P.3;
Pemohon mengajukan saksi-saksi sebagai berikut:
1. SAKSI I PEMOHON , umur 39 tahun, agama Islam, bertempat
tinggal di Kecamatan Kotagede, Yogyakarta. Dihadapan persidangan
saksi tersebut memberikan keterangan di bawah sumpahnya yang
pada intinya sebagai berikut:
a. Saksi kenal dengan pemohon sejak 10 tahun yang lalu dan saksi
sebagai Ketua RW di kampung Bumen;
b. Ketika saksi kenal dengan pemohon, keadaan pemohon sudah
sendiri ( janda );
c. Saksi tahu pemohon adalah janda mati sampai sekarang belum
menikah lagi;
d. Saksi tahu tujuan pemohon datang ke Pengadilan Agama karena
pemohon akan menikah lagi namun anak kandung pemohon dan
walinya menolak apabila pemohon menikah dengan Suparto;
f. Sebelum saksi ke Pengadilan Agama, saksi bertemu dengan
anak pemohon dan mengatakan kepada saksi sudah ikhlas
pemohon menikah asal bahagia;
g. Menurut saksi keluarga pemohon tidak setuju, karena usia calon
suami pemohon sudah lanjut usia dan tidak mempunyai tempat
tinggal yang tetap;
h. Menurut saksi calon suami pemohon masih bertempat tinggal di
Solo;
i. Menurut saksi pemohon tidak ada tekanan dari masyarakat agar
segera menikah dengan calon suaminya;
j. Saksi sudah menasehati pemohon berpikir kembali untuk
menikah dengan calon suaminya;
2. SAKSI II PEMOHON, umur 40 tahun, Agama Islam, bertempat
tinggal di Bumen Rt 26, Rw 06, Kelurahan Purbayan, Kecamatan
Kotagede, Yogyakarta. Dihadapan persidangan saksi tersebut
memberikan keterangan di bawah sumpahnya yang pada intinya
sebagai berikut:
a. Saksi kenal dengan pemohon sudah lama kebetulan saksi
menjadi Ketua Rt di kampung Bumen;
b. Pemohon adalah seorang janda mati;
c. Selama ini pemohon tinggal di rumahnya bersama anak-anaknya
dan adik pemohon;
e. Saksi tidak mengetahui maksud pemohon datang ke Pengadilan
Agama;
f. Saksi mengetahui pemohon akan menikah lagi karena ada
laporan;
g. Sebelum saksi pergi ke Pengadilan Agama, saksi pernah
berbincang-bincang dengan dengan keluarga pemohon tetapi
bukan masalah pernikahan pemohon;
h. Saksi belum kenal dengan calon suami pemohon;
3. SAKSI III PEMOHON, umur 37 tahun, agama Islam, bertempat
tinggal di Kecamatan Serengan, Kota Surakarta, di atas sumpahnya
saksi menerangkan sebagai berikut:
a. Saksi kenal dengan pemohon dan calon suami pemohon, karena
saksi adalah anak nomor 1(satu) dari 3 (tiga) bersaudara tetapi
yang satu meninggal dunia;
b. Saksi sudah berkeluarga dan mempunyai anak 1 (satu);
c. Suami saksi bekerja sebagai cleaning servis dengan gaji
Rp.1,200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) per bulan;
d. Anak calon suami pemohon yang nomor 2 (dua) atau adik saksi
bertempat tinggal di Jakarta dan bekerja sebagai sopir;
e. Pekerjaan calon suami pemohon adalah buruh bangunan;
f. Calon suami pemohon tidak mempunyai rumah, sekarang
g. Saksi dengan adik saksi sudah menyetujui ayah saksi (calon
suami pemohon) akan menikah lagi;
h. Saksi telah menasehati ayah saksi, tetapi ayah saksi (calon
suami pemohon) tetap ingin menikah lagi;
i. Saksi akan siap menerima kembali calon suami pemohon
dikembalikan oleh pemohon;
j. Adik saksi mengirim uang per bulan sejumlah Rp.300.000,00
(tiga ratus ribu rupiah) untuk ayah saksi (calon suami pemohon);
Pemohon mengajukan bukti P.1 berupa fotokopi Kartu Tanda
Penduduk Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama pemohon yang
aslinya dikeluarkan oleh Kepala Badan/Dinas Kependudukan, KB dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, Nomor :- tanggal 25 Agustus yang
bermeterai cukup dan dinazzegel, setelah dicocokkan dengan aslinya
ternyata sesuai, maka terbukti pemohon terdaftar sebagai penduduk
Bumen, Kecamatan Kotagede, Yogyakarta maka Pengadilan Agama
Yogyakarta berwenang memeriksa dan mengadili perkara pemohon.
Pemohon mengajukan bukti P.2 Fotocopi Kutipan Akta Kelahiran
atas nama pemohon aslinya dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta nomor: - tanggal
16 Juni 2011 yang bermaterai cukup dan dinazzegel maka Majelis Hakim
tidak perlu mempertimbangkan karena bukti tersebut hanya menunjukkan
usia/tanggal kelahiran pemohon tidak menyangkut substansi secara
Pemohon mengajukan bukti P.3 berupa Fotokopi Kutipan Akta
Nikah yang aslinya dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Kotagede, Kota
Yogyakarta Nomor: - tanggal tanggal 22 Oktober 1987 yang bermeterai
cukup dan dinazzegel, seharusnya bukan Fotocopi Kutipan Akta Nikah
yang diajukan oleh Pemohon tetapi fotokopi surat kematian suami
pemohon karena pemohon berstatus janda mati, oleh karena itu bukti P.3
tersebut Majelis Hakim patut untuk dikesampingkan.
Pertimbangan di atas telah diperoleh fakta di persidangan yang
pada pokoknya bahwa keinginan pemohon untuk menikah dengan calon
suami pemohon sudah dipikir matang-matang dan pemohon tidak dalam
keadaan terpaksa, calon suami pemohon siap bertanggung jawab
terhadap pemohon dan calon suami pemohon telah mempunyai
penghasilan setiap hari Rp.40.000,00 (empat puluh ribu rupiah)),
pemohon dan calon suaminya telah bertekat bulat dan bersepakat untuk
melangsungkan pernikahan, karena sudah saling cinta mencintai, sudah
sama-sama berpikir matang, tak ada halangan/larangan untuk menikah,
baik menurut syara' (agama) maupun peraturan perundang-undangan dan
berani bertanggungjawab untuk melaksanakan kewajiban berumah
tangga.
Keterangan saksi-saksi pemohon di atas sumpah yang saling
berkaitan dan saling berhubungan maka telah terbukti pemohon dan
calon suami pemohon telah menasehati calon suami pemohon juga tidak
berhasil.
Kakak pemohon telah dipanggil secara patut dan resmi oleh Juru
Sita Pengganti Pengadilan Agama Yogyakarta namun tidak hadir dan
tidak memberi alasan tentang tidak menyetujui pernikahan pemohon
dengan calon suami pemohon, oleh karena itu kakak pemohon tersebut
menunjukkan sebagai wali nikah enggan (adhal) menjadi wali dalam
pernikahan pemohon dengan calon suami pemohon.
Wali nikah pemohon telah enggan (adhal) menjadi wali nikah
dalam pernikahan pemohon dengan calon suami pemohon sedangkan
antara pemohon dengan calon suami pemohon berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan di atas menurut Majelis telah memenuhi
syarat-syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan hukum syara' serta tidak ada larangan untuk
melakukan perkawinan, maka permohonan pemohon tersebut dapat
dipertimbangkan dan karenanya penolakan pernikahan oleh kakak
pemohon harus dikesampingkan.
Permohonan pemohon telah di dukung bukti/saksi-saksi yang
kuat dan saling melengkapi, oleh karena itu permohonan pemohon telah
terbukti serta beralasan sehingga dapat dikabulkan. Karena wali nikah
telah enggan (adhal), maka sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (2) KHI, jo
Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Agama Nomor 2
Hakim dan Majelis Hakim menunjuk Kepala Urusan Agama/Petugas
Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kotagede
sebagai wali hakim untuk menikahkan pemohon dengan calon suami
pemohon.
Majelis sependapat dan mengambil alih pendapat ahli fiqih dalam
Kitab Al-Asybah Wan Nadzair hal 128 yang artinya: Pemerintah
mengurus rakyatnya sesuai dengan kemaslahatan. Karena perkara ini
termasuk dalam bidang perkawinan, berdasarkan Pasal 89 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka
biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada pemohon.
Pasal 6 dan pasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo. Pasal
2 ayat (1), Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum Islam
yang bersangkutan. Maka pengadilan agama menetapkan mengabulkan
permohonan pemohon, menyatakan wali nikah/kakak pemohon adalah
adhol, menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama/Petugas Pencatat Nikah
pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta
sebagai Wali Hakim bagi pemohon, untuk menikahkan pemohon dengan
calon suami pemohon, membebankan kepada pemohon untuk membayar
seluruh biaya perkara ini sejumlah Rp. 276.000,00 ( dua ratus tujuh puluh
enam ribu rupiah).
Ditetapkan dalam Musyawarah Majelis Hakim Pengadilan
bertepatan dengan tanggal 11 Rabiulakhir 1437 H., oleh Hj SRI
MURTINAH, MH sebagai Ketua Majelis dan Drs. SULTONI, MH. Serta
Dra. Hj. FARCHANAH MUQODDAS, M.Hum masing-masing sebagai
hakim Anggota, penetapan mana diucapkan dalam persidangan yang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim Ketua Majelis dengan
didampingi oleh Para Hakim Anggota tersebut, dibantu Hj.TATI
KUSMIATI,SH sebagai Panitera Pengganti dihadiri oleh Pemohon.
B. Analisis Perlindungan Hukum Bagi Calon Mempelai Perempuan Dalam Hal Terdapat Wali Adhol Di Kota Yogyakarta
1. Penetapan Nomor : 0054/Pdt.P/2013/PA.Yk
Wali merupakan salah satu unsur penting dalam suatu akad nikah.
Sebagaimana pendapat ulama yang dianut oleh sebagian besar umat
Islam di Indonesia, bahwa suatu penikahan tidak sah apabila tidak ada
wali.
Dalam kenyataannya masih banyak terjadi bahwa wali karena
alasan tertentu enggan menikahkan anak perempuannya, sedangkan anak
perempuan tersebut bersikeras untuk tetap melangsungkan perkawinan
dengan calon suami pilihannya.
Untuk bisa tetap melangsungkan perkawinan, calon mempelai
perempuan harus mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan Agama
calon mempelai perempuan berdomisili agar menetapkan adholnya wali
Dalam perkara ini adalah bahwa pemohon akan melangsungkan
pernikahan dengan seorang laki-laki pilihannya yang dinilai cukup
memenuhi syarat sebagai calon suami yang baik bagi pemohon. Calon
suami pemohon juga telah datang meminang ke rumah orang tua
pemohon, pinangan tersebut diterima oleh ayah pemohon, namun
berjalannya waktu ayah pemohon menunda pernikahan dengan alasan
yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam (tidak syari) dan
beralasan karena calon pemohon yang difable.
Diketahui pula berdasarkan keterangan saksi-saksi pemohon
bahwa calon suami pemohon telah melamar pemohon dan diterima oleh
ayah pemohon, namun selanjutnya ditunda tanpa alasan yang jelas.
Kemudian dari keterangan orang tua pemohon menyatakan
lamaran calon suami pemohon diterima namun dengan syarat pemohon
harus selesai S2 dulu dan calon suami pemohon harus mempunyai asisten
pribadi, hal ini merupakan alasan yang dibuat-buat sedemikian rupa,
sementara pemohon berkeinginan ingin menikah saat ini juga karena
memang pemohon dan calon suami pemohon telah cukup umur dan
dewasa, oleh karena itu alasan orang tua pemohon tersebut oleh Majelis
Hakim patut untuk ditolak.
Menurut pendapat para ulama fiqh, wali tidak berhak
menghalang-halangi/menolak jika orang yang dibawah perwaliannya meminta
dinikahkan dengan orang yang sederajat dan dapat membayar mahar
Keterangan di atas berarti berbuat zhalim kepadanya jika ia
mencegah pernikahan tersebut tanpa ada alasan yang jelas atau alasan
yang dibuat-buat. Dalam hal ini majelis hakim harus menetapkan wali
pemohon sebagai adhol.
Menurut Hakim Pengadilan Agama Yogyakarta Dra. Syamsiah,
MH. perlindungan hukum terhadap calon mempelai perempuan yang
terdapat hal wali adhol menyatakan bahwa ketika seorang wali nikah
tetapi walinya enggan/adhol maka dia boleh meminta permohonan ke
Pengadilan Agama pemohon berdomisili agar wali nikahnya itu di
nyatakan adhol dan walinya berpindah ke wali hakim. Pendapat tersebut
di perkuat dengan Pasal 23 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam terdapat
ketentuan yang menentukan bahwa: “Wali hakim baru dapat bertindak
sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin
menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau
adhol atau enggan.” Ayat (2) menentukan bahwa: “Dalam hal wali adhol
atau enggan, maka wali hakim dapat bertindak sebagai wali nikah setelah
ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.”
Dalam menetapkan adholnya wali, Hakim Pengadilan Agama
melihat alasan enggannya (adhol) seorang wali menjadi wali nikah dalam
pernikahan pemohon berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
dibenarkan menurut hukum syari’at.
Dasar bukti dalam hal ini berupa surat dan saksi. Bukti surat yang
dikeluarkan oleh kantor urusan Agama setempat (P.5). Sedangkan saksi
adalah orang-orang yang mengetahui adanya permasalah tersebut, dan
saksi juga akan dimintai keterangan mengenai keengganan wali dan juga
keadaan kedua calon mempelai.
Untuk menetapkan wali hakim sebagai wali nikah dari mempelai
perempuan berdasarkan pada ketentuan pasal 23 ayat (2) Kompilasi
Hukum Islam, jo pasal 2 ayat (2) dan pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri
Agama Nomor 2 tahun 1987.
Dalam menetapkan adholnya seorang wali, Pengadilan Agama
melihat alasan penolakan wali tersebut telah sesuai dengan syari’at Islam
atau tidak, dan Pengadilan Agama juga mempertimbangkan
kemaslahatan dan kemadhorotan yang akan timbul dari putusannya itu.
2. Analisis Kasus : Penetapan Nomor 0076/Pdt.P/2015/PA.Yk
Telah dijelaskan di dalam perkara tersebut, bahwa pokok dari
perkara ini adalah pengajuan permohonan pemohon kepada Pengadilan
Agama Yogyakarta untuk menetapkan wali nikah nya adalah adhol.
Dalam pekara ini dikarenakan ayah pemohon telah meninggal dunia
maka yang menjadi wali nikah pemohon ialah kakak kandung pemohon.
Pemohon mengajukan permohonan penetapan pengadilan agama karena
kakak kandung pemohon selaku wali nikah menolak untuk menikahkan
pemohon dengan calon suami pemohon dengan alasan pemohon diminta
Menurut pendapat ulama fiqh bahwa wali tidak berhak
menghalang-halangi perempuan yang di bawah perwaliannya untuk
melangsungkan pernikahan dengan calon suami yang sepadan dan
selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang ada di dalam syari’at
agama maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena
sebuah perkawinan merupakan upaya positif dalam rangka hubungan
lebih lanjut antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk
suatu keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahman di hadapan Allah
SWT. Karena apabila wali mencegah kelangsungan pernikahan tersebut
tanpa alasan yang jelas maka sama halnya wali tersebut telah berbuat
zhalim terhadap pemohon.
Menurut Penetapan Nomor 0076/Pdt.P/2015/PA.Yk, wali nikah
pemohon bersikukuh tidak mau menikahkan dengan alasan yang di
buat-buat atau tidak sesuai dengan hukum Islam. Maka Hakim menetapkan
bahwa wali nasabnya telah adhol. Dalam mengabulkan permohonan
tersebut dengan pertimbangan bahwa dengan dilangsungkannya
perkawinan (dengan wali hakim tersebut) akan mendapatkan
kemaslahatan atau kebaikan bagi para pihak. Apabila tidak segera
dilaksanakan perkawinan di khawatirkan akan terjadi hal-hal yang
bertentangan dengan ketentuan hukum Islam.
Menurut Hakim Pengadilan Agama Yogyakarta
Dra.Syamsiah,MH. perlindungan hukum terhadap calon mempelai
seorang wali nikah tetapi walinya enggan/adhol maka dia boleh meminta
permohonan ke Pengadilan Agama pemohon berdomisili agar wali
nikahnya itu di nyatakan adhol dan walinya berpindah ke wali hakim.
Hal tersebut di perkuat dengan Pasal 23 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam
yang isinya berbunyi dalam hal wali adhol atau enggan, maka wali hakim
dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan agama
tentang wali tersebut.
Pengadilan Agama Yogyakarta berdasarkan Pasal 23 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam, jo Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1)
Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987, maka yang menjadi
wali nikah adalah wali hakim dan majelis hakim menunjuk Kepala
Urusan Agama/Petugas Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama
Kecamatan Kotagede sebagai Wali Hakim untuk menikahkan Pemohon
dengan Calon Suami Pemohon.
Pengadilan Agama mengabulkan permohonan pemohon untuk
menetapkan adholnya wali pemohon karena alasan penolakan wali
pemohon yang tidak mau menikahkan dengan alasan pemohon diminta
untuk mengurus anak dan cucu tidaklah berdasarkan hukum. Menurut
hukum bahwa alasan-alasan yang dapat dibenarkan seorang wali
menolak untuk menikahkan yaitu jika ternyata kedua calon mempelai
tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan pernikahan, seperti
perbedaan agama dan atau adanya sikap dan perilaku calon mempelai
Penetapan musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Agama
Yogyakarta yang telah mengabulkan permohonan tersebut dinilai telah
sesuai dengan hukum yang berlaku, bahkan jika melihat dari segi
madhorot dan maslahat, hal ini harus dilakukan demi menghindari
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan Bab IV dapat
disimpulkan bahwa dalam kedua kasus di atas dijelaskan bahwa wali nasab
calon mempelai perempuan tidak bersedia menikahkan anaknya karena alasan
tertentu, sementara salah satu syarat dalam perkawinan adalah adanya wali
nikah. Perlindungan hukum bagi calon mempelai perempuan dalam hal
terdapat wali adhol adalah dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan
Agama pemohon berdomisili agar wali nikahnya itu dinyatakan adhol dan
walinya berpindah ke wali hakim. Penetapan bahwa seorang wali dikatakan
adhol apabila alasan tersebut tidak sesuai dengan syari’at yaitu bila ada
hubungan darah, berhubungan semenda, seseorang yang terikat tali
perkawinan dengan orang lain, mempunyai hubungan yang oleh agamanya
dilarang menikah. Karena alasan dari kedua kasus analisis di atas tidak sesuai
syariat. Maka, Majelis Hakim mengabulkan perkara permohonan Pemohon
dengan menetapkan bahwa wali pemohon telah adhol. Penetapan tersebut
melihat pada kebenaran peristiwa dan fakta yang diajukan pemohon melalui
alat bukti yang sah dan keterangan saksi-saksi dalam acara persidangan.
Pengganti wali hakim tersebut diperkuat pada Pasal 23 ayat (1) KHI terdapat
ketentuan yang menentukan bahwa: “Wali hakim baru dapat bertindak
menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adhol
atau enggan.” Hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam menetapkan
wali adhol yaitu dengan membuktikan kebenaran peristiwa dan fakta yang
diajukan pemohon melalui alat bukti yang sah dan keterangan saksi-saksi
dalam acara persidangan.
Dalam perkara wali adhol digolongkan sebagai permohonan
(volunteer) yang hanya melibatkan calon mempelai wanita sebagai pemohon
tanpa ada pihak lain yang dijadikan termohon. Karena orang tua atau wali
nasab dari calon mempelai perempuan tidak dianggap sebagai salah satu
pihak yang berperkara, maka wali nasab tidak mempunyai kedudukan hukum
untuk melakukan upaya hukum seperti verzet, banding, dan kasasi.
Sebaliknya jika permohonan tersebut ditolak, perlindungan hukum bagi calon
mempelai perempuan dalam hal terdapat wali adhol bisa mengajukan upaya
kasasi. Pernyataan tersebut diperkuat pada Pasal 23 Ayat (2) KHI yang
menentukan bahwa: “Dalam hal wali adhol atau enggan, maka wali hakim
dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama
B. Saran-saran
Dengan terselesaikannya skripsi ini, ada beberapa hal yang menjadi
harapan penulis,antara lain :
1. Hubungan antara sebuah keluarga hendaknya di jaga kekeluargaannya,
terutama hubungan anak dan orangtua, maupun sebaliknya. Apabila ada
permasalahan upaya yang terbaik tentu melalui pendekatan musyawarah
keluarga.
2. Ajaran agama Islam menuntut kepada kita untuk berbuat baik terhadap
orangtua kita. Begitu besarnya hak orangtua terhadap kita sampai ada
hadis yang menyatakan ridhonya Tuhan tergantung dari ridhonya
orangtua. Orangtua juga manusia yng tidak lepas dari kemungkinan salah
dan khilaf dalam berbuat dan bertindak. Bila ingin bersikeras untuk
menikah dengan pemuda pilihan sendiri sebaiknya bisa lebih
menyakinkan kedua orang tua bahwa laki-laki yang dipilih itu adalah
yang terbaik.
3. Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga peradilan negara yang
bertugas dan memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam memutus
permohonan wali adhol harus lebih jeli dan bijak dalam menetapkan
perkara ini karena untuk kedepannya menikah itu menggabungkan ikatan
DAFTAR PUSTAKA
Afandi Mansur, 2009, Peradilan Agama Strategi dan Taktik Membela Perkara di
Pengadilan Agama, Malang, Setara Press.
Ahmad Azhar Basyir, 2007, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta, Universitas
Islam Indonesia Press.
Amir Syarifuddin, 2009, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta,
Kencana Prenada Media Group.
Baharuddin Ahmad, 2008, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta, Syari’ah
Press.
Basiq Djalil, 2010, Peradilan Agama di Indonesia,Jakarta, Kencana Prenada
Media Group.
Djaman Nur, 1993, Fikih Munakahat I, Bandung, Dina Utama.
Djoko Prakoso, dan I Ketut Murtika, 1987, Azas-Azas Hukum Perkawinan di
Indonesia, Jakarta, PT Bina Aksara.
Helmy Masdar, 1969, Islam dan Keluarga Berencana, Semarang, CV Thoha
Saputra.
Jaenal Aripin, 2008, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di
Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Kamal Muchtar, 1974, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta,
Bulan Bintang.
Mahmud Yunus, 1979, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta, H. Dakarya
Agung.
Mohd Idris Ramulyo, 2002, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, PT Bumi Aksara.
M. Saidus Syahar, 1981, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah
Pelaksanannya (Ditinjau dari Segi Hukum Islam), Bandung, Alumni.
M. Saifullah et al., 2005, Hukum Islam Solusi Permasalahan Keluarga,
Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia Press.
Mukti Arto, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,
Mukti Fajar ND, dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Roihan A. Rasyid, 2013, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada.
Rusli, dan R. Tama, 1986, Perkawinan Antar Agama Dan Masalahnya, Bandung,
Pionir Jaya.
Soemiyati, 1999, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,
Yogyakarta, Liberty.
Sution Usman Adji, 1989, Kawin Lari dan Kawin Antar Agama, Yogyakarta,
Liberty.
Taufiq Hamami, 2003, Mengenal Lebih Dekat Kedudukan dan Eksistensi
Peradilan Agama dalam Sistem Tata Hukum di Indonesia, Bandung, Alumni.
Taufiqurrohman Syahuri, 2013, Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia,
Jakarta, Kencana.
Yahya Harahap, 1990, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,
Jakarta, Pustaka Kartini.