• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JOB INSECURITY, JOB STRESS DAN WORK-FAMILY CONFLICT TERHADAP TURNOVER INTENTION (Studi Pada Perusahaan CV. Batik Indah Rara Djonggrang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH JOB INSECURITY, JOB STRESS DAN WORK-FAMILY CONFLICT TERHADAP TURNOVER INTENTION (Studi Pada Perusahaan CV. Batik Indah Rara Djonggrang)"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JOB INSECURITY, JOB STRESS DAN WORK-FAMILY CONFLICT TERHADAP TURNOVER INTENTION

(Studi Pada Perusahaan CV. Batik Indah Rara Djonggrang)

THE INFLUENCE OF JOB INSECURITY, JOB STRESS AND WORK-FAMILY CONFLICT ON TURNOVER INTENTION

(Study on employee of CV. Batik Indah Rara Djonggrang)

SKRIPSI

Disusun oleh : Windu Wicaksono

20120410122

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(2)

PENGARUH JOB INSECURITY, JOB STRESS DAN WORK-FAMILY CONFLICT TERHADAP TURNOVER INTENTION

(Studi Pada Perusahaan CV. Batik Indah Rara Djonggrang)

THE INFLUENCE OF JOB INSECURITY, JOB STRESS AND WORK-FAMILY CONFLICT ON TURNOVER INTENTION

(Study on employee of CV. Batik Indah Rara Djonggrang)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : Windu Wicaksono

20120410122

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Windu Wicaksono

Nomor Mahasiswa : 20120410122

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini dengan judul The Influence Of Job Insecurity, Job Stress And Work-Family Conflict On Turnover Intention. Study on

employee of CV. Batik Indah Rara Djonggrang” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman atau sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.

Yogyakarta, 20-12-2016

(4)

MOTTO

Allah akan meninggikan orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.

(QS. Al-Mujadalah : 11)

Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu. Niscaya Allah memudahkannya kejalan menuju surga.

(HR. Turmudzi)

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barangsiapa menghendaki keduanya maka wajib

baginya memiliki ilmu. (HR. Turmudzi)

Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya.

(Ali Bin Abi Thalib)

Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri.

(Ibu Kartini)

Besyukur akan apa yang kita punya lebih baik daripada bersedih akan apa yang kita tidak punya.

(Merry Riana)

Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik terhadap diri sendiri.

(Benyamin Franklin)

Pengetahuan itu salah satu kunci keberhasilan masa depan dan IPK bukan bagian dari penentu nasib.

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan rasa Syukur Alhamdulillah yang setulus-tulusnya dan setinggi-tingginya kepada Allah Azza wajalla dan menghaturkan shalawat salam kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabat semuanya, karya sederhana ini

kupersembahkan untuk :

Ayah dan Ibundaku Tercinta

Sebagai bukti dan bakti saya dalam mengemban tanggung jawab yang telah di berikan.

Yang selalu menitipkan do’a dan kasih sayangnya, perjuangan dan

pengorbanannya dalam membimbing dan menasehati yang menjadi kekuatan tersendiri dalam langkah ini.

Kakakku dan Adikku Tersayang

Yang selalu menjadi motivator dan penyemangat dalam meraih cita-cita

Semua Keluarga Besarku Tercinta

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “The Influence Of Job Insecurity, Job Stress And Work-Family Conflict On Turnover Intention CV. Batik Indah Rara Djonggrang dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa dalam rangka memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi Strata1 (S1) pada jurusan manajemen, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Nano Prawoto M.Si selaku Dekan FEB UMY

2. Ibu Dra. Retno Widowati PA, M.Si Ph.D selaku Kaprodi Manajemen FEB UMY 3. Ibu Rini Juni Astuti, SE., M.si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

(7)

4. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY khususnya dosen manajemen yang telah mendidik dan memberikan pembelajaran tentang kehidupan.

5. Bapak Rajendra Baskara selaku Direktur Utama CV. Batik Indah Rara Djonggrang yang telah mengizinkan dan mendukung penulis untuk meneliti di perusahaannya.

6. Ibu dan ayah tercinta yang selalu mendo’akanku, menyayangiku, berjuang dan berkorban demi kesuksesanku.

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi penulis berharap semoga terdapat manfaat yang dapat diambil dari skripsi ini. Amin.

Wassalamualikum Wr. Wb

Yogyakarta, 20-12-2016 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ... v

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penellitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 8

(9)

2.Job Stress ... 15

3. Work-Family Conflict ... 27

4. Turnover Intention ... 32

B.Hasil Penelitian Terdahulu ... 41

C. Perumusan Hipotesis ... 43

D. Model Penelitian ... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek dan Objek Penelitian ... 48

B. Jenis Data ... 48

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 49

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 50

F. Uji Kualitas Instrumen ... 53

1. Uji Validitas ... 53

2. Uji Reliabilitas... 53

3. Uji Asumsi Klasik ... 54

G. Uji Hipotesis dan Analsis Data ... 55

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 58

B. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 64

C. Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 69

(10)

1. Uji Validitas ... 79

2. Uji Reliabilitas... 81

2. Uji Asumsi Klasik ... 82

E. Hasil Pengujian Hipotesis ... 83

F. Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Keterbatasan Penelitian ... 88

C. Saran ... 89

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Klasifikasi Kuesioner ... 64

Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 66

Tabel 4.4 Deskripsi Responden Status Perkawinan ... 66

Tabel 4.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Kerja ... 67

Tabel 4.6 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 68

Tabel 4.7 Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Gaji ... 68

Tabel 4.8 Frekuensi Jawaban Variabel Job Insecurity ... 70

Tabel 4.9 Frekuensi Jawaban Variabel Job Insecurity ... 70

Tabel 4.10 Deskriptif Frequensi Jawaban Job Insecurity ... 72

Tabel 4.11 Frekuensi Jawaban Variabel Job Stress ... 72

Tabel 4.12 Frekuensi Jawaban Variabel Job Stress ... 73

Tabel 4.13 Deskriptif Frekuensi Jawaban Variabel Job Stress ... 74

Tabel 4.14 Frekuensi Jawaban Variabel Work-Family Conflict ... 75

Tabel 4.15 Frekuensi Jawaban Variabel Work-Family Conflict ... 75

(12)

Tabel 4.17 Frekuensi Jawaban Variabel Turnover Intention ... 77

Tabel 4.18 Frekuensi Jawaban Variabel Turnover Intention ... 78

Tabel 4.19 Deskriptif Frekuensi Jawaban Variabel Turnover Intention ... 79

Tabel 4.20 Hasil Uji Validitas ... 80

Tabel 4.21 Hasil Uji Reliabilitas ... 81

Tabel 4.22 Hasil Pengujian Hipotesis Uji T-Test ... 83

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(14)
(15)
(16)

INTISARI

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bukti empiris mengenai pengaruh job insecurity, job stress dan work-family conflict terhadap turnover intention.

Penelitian ini dilakukan pada karyawan CV. Batik Indah Rara Djonggrang. Jumlah sampel pada penelitian ini 67 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dimana sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Adapun kriterianya adalah karyawan yang telah berkeluarga memiliki satu anak dan telah berkeluaraga memiliki lebih dari satu anak serta yang telah bekerja di CV. Batik Indah Rara Djonggrang selama minimal 3 tahun. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disebar kepada karyawan CV. Batik Indah Rara Djonggrang terkait variabel job insecurity, job stress, work-family conflict dan turnover intention.

Berdasarkan hasil uji T menunjukkan bahwa variabel job insecurity, job stress dan work-family conflict memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention karyawan CV. Batik Indah Rara Djonggrang.

(17)

ABSTRACT

This study aimed to determine the empirical evidence about the influence of job insecurity, job stress and work-family conflict on turnover intention.

This research was conducted on employees CV. Batik Indah Rara Djonggrang. The number of samples in this studied 67 respondents. Sampling technique used was purposive sampling in which samples are taken based on predetermined criteria. The criteria were employees who have been married have one child and it have been married to have more than one child and who have worked at CV. Batik Indah Rara Djonggrang more than least 3 years. Methods of data collection used questionnaires were distributed to employees CV. Batik Indah Rara Djonggrang related variables job insecurity, job stress, work-family conflict and turnover intention.

Based on T test showed that the variables job insecurity, job stress and work-family conflict had significant influence on turnover intention CV. Batik Indah Rara Rara Djonggrang.

Keywords : job insecurity, job stress and work-family conflict on turnover intention.

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Di era globalisasi yang modern sekarang ini, sumber daya manusia yang produktif sangatlah dibutuhkan oleh perusahaan. Perusahaan harus mampu membangun dan meningkatkan produktivitas kayawannya. Sumber daya manusia merupakan pelaku dari keseluruhan tingkat perencanaan sampai dengan evaluasi yang mampu memanfaatkan sumber daya – sumber daya lainnya yang dimiliki oleh perusahaan. Setiap perusahaan akan selalu berusaha meningkatkan produktivitas karyawannya untuk tercapainya tujuan dari perusahaannya. Sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja. Jadi dapat dikatakan bahwa ketersediaan karyawan untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, waktunya dan sebenarnya mengharapkan adanya kepuasan kerja sehingga tidak berdampak pada keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan tempat bekerja.

(19)

2

alasan yang menyebabkan timbulnya intensi turnover ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Turnover yang terjadi pada suatu perusahaan atau organisasi bukanlah suatu kebetulan, akan tetapi karena memang ada faktor yang mempengaruhinya yang menurut karyawan tidak pas untuk tetap mempertahankan pekerjaannya di perusahaan atau organisasi tersebut. Diantara faktor-faktor yang menyebabkan sering terjadinya keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan tempat bekerja yaitu job insecurity, job stress and work-family conflict.

Menurut Ashford et al. (1989) dalam Sandi (2014) job insecurity merupakan cerminan derajat kepada karyawan yang merasakan pekerjaan mereka terancam dan merasakan ketidakberdayaan untuk melakukan segalanya tentang itu. Kondisi ini muncul karena banyaknya pekerjaan dengan status kontrak maupun outsourcing yang cukup marak diterapkan oleh perusahaan. Makin banyaknya pekerjaan dengan durasi waktu sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity. Secara umum, job insecurity adalah ketidakamanan dalam bekerja secara psikologis.

(20)

3

berhubungan dengan kejadian kejadian di sekitar lingkungan kerja yang merupakan bahaya atau ancaman dan bahwa perasaan perasaan yang terutama relevan mencakup rasa takut, cemas, rasa bersalah, marah, sedih putus asa dan bosan (Lazarus dalam Suciati, dkk (2014). Selain job insecurity dan job stress, faktor lain yang mempengaruhi turnover intention yaitu work-family conflict. Menurut Greenhaus dan Beutell (1985), perilaku mengidentifikasikan dan menganalisis konsep konflik pekerjaan-keluarga dalam beberapa kondisi. Dalam konteks ini, konflik pekerjaan-keluarga didefinisikan sebagai bentuk dari konflik peran yang ditandai oleh ketidaksesuaian antara tanggung jawab rumah dan tempat kerja.

(21)

4

menunjukkan bahwa work-family conflict berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, work-family conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention, kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention, komitmen organisasional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention dan pengaruh tidak langsung mengidentifikasikan komitmen organisasional tidak mampu menurunkan tingkat pengaruh work-family conflict terhadap turnover intention. Namun hasil penelitian ini membuktikan jika tingkat kepuasan kerja tinggi ditambah dengan komitmen organisasional pada diri karyawan dapat menurunkan turnover intention.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention sudah sangat sering dilakukan, akan tetapi komplektisitas faktor yang mempengaruhinya terus berubah seiring perkembangan jaman menjadikan topik ini akan terus menarik untuk diteliti termasuk halnya job insecurity, job stress dan work- family conflict yang menjadi faktor penentu turnover intention. Selain itu penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan karena belum ada hasil penelitian yang baku atau masih banyak perbedaan hasil penelitian terkait hubungan job insecurity, job stress dan work-family conflic terhadap turnover intention.

(22)

5

merupakan perusahaan yang berskala eksport tidak hanya berskala domestik. Keinginan keluar karyawan dari perusahaan sangat dijaga baik dan menjadi salah satu prinsip dasar perusahaan untuk menciptakan iklim kerja dan iklim organisasi yang baik yang mampu memberi dampak pada kinerja yang baik dari karyawan. Perusahaan ini sangat mengutamakan keamanan kerja bagi karyawan sehingga mampu menghindari munculnya stres kerja dan konflik pekerjaan-keluarga antar rekan kerja dalam perusahaan. Tentunya semua indikasi tersebut yang akan menciptakan kurangnya intensitas keluarnya karyawan dari perusahaan tempat bekerja. Oleh karenanya, perusahaan ini penulis anggap cocok untuk dijadikan objek penelitian.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian replikasi modifikasi dari Suciati, dkk (2013) dan Utama (2015) dengan mengambil judul “Job Insecurity, Job Stress and Work- Family

Conflict terhadap Turnover Intention.” Alasan memilih judul ini karena menurut pandangan peneliti turnover intention karyawan merupakan hal yang sangat dihindari perusahaan yang akan berdampak pada produktivitas kerja karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung dan hal ini juga berdampak pada tingkat kerja yang dihasilkan oleh setiap karyawan.

B. Rumusan Masalah Penelitian

(23)

6

1. Apakah Job Insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention?

2. Apakah Job Stress berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention?

3. Apakah Work-Family Conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk menganalisis pengaruh Job Insecurity terhadap Turnover Intention.

2. Untuk menganalisis pengaruh Job Stress terhadap Turnover Intention. 3. Untuk menganalisis pengaruh Work- Family Conflict terhadap

Turnover Intention.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Hasil dari penelitian ini untuk memberikan bukti emperis tentang teori pengaruh Job Insecurity, Job Stress and Work- Family Conflict terhadap Turnover Intention yang sudah ada dan menambahkan teori-teori baru sesuai dengan fenomena saat ini.

2. Manfaat Praktik

(24)

7

Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan dengan membuat laporan penelitian secara ilmiah dan sistematis.

b.

Manfaat Bagi Perusahaan

Dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan untuk menghindari intensitas keinginan keluar karyawan dari perusahaan.

c.

Manfaat Bagi Peneliti
(25)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Job Insecuirty

a. Definisi Job Insecurity

Menurut Smithson dan Lewis (2000) dalam Sandi (2014) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah ubah (perceived impermanace).

Menurut Ermawan (2007), job insecurity didefinisikan sebagai kegelisahan pekerjaan yaitu sebagai suatu keadaan dari pekerjaan yang terus menerus dan tidak menyenangkan. Pegawai yang mengalami job insecurity dapat mengganggu semangat kerja sehingga efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan tugas tidak dapat diharapkan dan mengakibatkan turunnya produktivitas kerja.

(26)

9

banyaknya pekerjaan dengan durasi waktu sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity. Secara umum, job insecurity adalah ketidakamanan dalam bekerja secara psikologis.

Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) dalam Sandi (2014), sebagai rasa tidak berdaya untuk mempertahankan kelangsungan (kerja) dalam kondisi kerja yang terancam.

Menurut Ameen et al. (1995) dalam Sandi (2014), ancaman ini dapat terjadi pada aspek pekerjaan atau keseluruhan pekerjaan. Komponen kelima menekankan kemampuan pada kemampuan individu untuk menghadapi ancaman yang teridentifikasikan dari komponen sebelumnya. Secara rinci, lima komponen job insecurity yang dinyatakan sebagai berikut:

1)Arti penting aspek kerja (the importance of work factor), berupa ancaman yang diterima pada berbagai aspek kerja seperti promosi, kenaikan upah atau mempertahankan upah yang diterima saat ini, mengatur jadwal kerja. Karyawan yang terancam kehilangan aspek pekerjaan tersebut akan memiliki job insecurity lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merasa terancam.

(27)

10

kejadian kerja penting lebih memungkinkan memicu job insecurity dibandingkan ancaman pada kejadian kerja yang tidak penting.

3)Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja (Likelihood of negative change in work factor). Semakin besar timbulnya ancaman negatif pada aspek kerja akan memperbesar kemungkinan timbulnya job insecurity karyawan dan sebaliknya. 4)Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja

(likelihood of negative job event). Semakin besar kemungkinan negatif menimpa kejadian kerja, maka semakin besar potensi untuk kehilangan pekerjaan yang berakibat memperbesar timbulnya job insecurity karyawan dan sebaliknya

5)Ketidakberdayaan (powerlessness) yang dirasakan individu membawa dampak pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas. Menurut Ashford et. al (1989) dalam Sandi (2014), jika individu menerima ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja maka mereka akan menghadapinya sesuai kemampuan yang dimilikinya. Semakin tinggi atau rendahnya powerlessness akan berakibat semakin tinggi atau rendahnya job insecurity yang dirasakan individu.

(28)

11

kehilangan pekerjaan. Sementara job insecurity kualitatif mengacu pada perasaan potensi kerugian dalam kualitas posisi organisasi, seperti memburuknya kondisi kerja, kurangnya kesempatan karir, penurunan gaji pengembangan. Kedua sisi yang berbeda dari job insecurity adalah untuk dijadikan pengalaman subjektif, berdasarkan pada persepsi individu dan pemahaman tentang lingkungan dan situasi, dan mengacu pada antisipasi dari peristiwa stress kehilangan pekerjaan itu sendiri.

b. Dimensi atau Indikator Job Insecurity

Menurut Nugraha (2010) dalam Sandi (2014), menyatakan bahwa ada lima indikator dalam job insecurity, yaitu:

1) Arti pekerjaan itu bagi individu.

2) Tingkat ancaman yang kemungkinan terjadi saat ini dan mempengaruhi keseluruhan kerja individu.

3) Tingkat ancaman yang kemungkinan akan terjadi dan mempengaruhi keseluruhan kerja individu.

4) Ketidakberdayaan yang dirasakan individu.

5) Tingkat Ancaman terhadap pekerjaan pada tahun berikutnya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Job Insecurity

Menurut Ashford dkk (1989) dalam Novliadi (2009), mengkategorikan faktor-faktor penyebab job insecurity kedalam 3 kelompok sebagai berikut:

(29)

12

Kondisi lingkungan dan organisasi ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor, misalnya: komunikasi organisasional dan perubahan organisasional. Perubahan organisasional yang terjadi antara lain dengan dilakukannya downsizing, restrukturisasi, dan merger oleh perusahaan. Menurut Deston dan Wisdom (1991) dalam Novliadi (2009), menyatakan bahwa organisasi yang paling sukses dalam menghadapi perubahan yang terjadi adalah organisasi yang menciptakan tradisi pembelajaran. Menurut Susanto (2004) dalam Novliadi (2009), menyatakan bahwa organisasi pembelajar merupakan organisasi yang siap menghadapi perubahan dengan mengelola perubahan itu sendiri (managing change).

2) Karakteristik individual dan jabatan pekerja

Karakteristik individual dan jabatan pekerja terdiri dari: usia, gender, senioritas, pendidikan, posisi pada perusahaan, latar belakang budaya, status, sosial ekonomi dan pengalaman kerja. 3) Karakteristik personal pekerja

Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhi job insecurity misalnya: locus of control, self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan job insecurity pada karyawan adalah kondisi lingkungan dan organisasi.

(30)

13

Menurut Ashford dkk (1989) dalam Novliadi (2009), menyatakan bahwa mengkonseptualisasikan job insecurity sebagai suatu sumber stress yang melibatkan ketakutan, kehilangan potensi, dan kecemasan. Salah satu akibat dari stress tersebut adalah dalam bentuk permasalahan somatis, seperti tidak bisa tidur, dan kehilangan selera makan. Perasaan job insecurity dapat mengakibatkan permasalahan somatis dan hipertensi.

Berdasarkan penelitian Ashford dkk (1989) dalam Novliadi (2009), diketahui bahwa job insecurity yang tinggi yang dirasakan karyawan akan berhubungan dengan :

1) Keinginan untuk mencari pekerjaan baru

Ketegangan yang dipengaruhi oleh job insecurity juga penting disebabkan karena efeknya terhadap turnover. Seperti stressor yang lain, job insecurity mungkin berhubungan dengan respon penarikan diri atau sebuah usaha untuk menghindari stress. Oleh karena itu, job insecurity seharusnya mempunyai hubungan yang positif dengan keinginan untuk bekerja. Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Novliadi (2009), orang yang mengalami job insecurity mungkin juga meninggalkan pekerjaan demi alasan yang masuk akal. Hal ini akan masuk akal bagi karyawan yang khawatir terhadap kesinambungan pekerjaan mereka, kemudian mencari kesempatan karir yang lebih aman.

(31)

14

Menurut Ashford dkk (1989) dalam Novliadi (2009), menyatakan bahwa orang yang mengembangkan pendekatan efektif dalam sikap terhadap perusahaan sepanjang waktu menunjukkan sebagai level komitmen, kepuasan dan kepercayaan yang tinggi. Perasaan job insecurity dapat mengancam pendekatan tersebut terhadap perusahaan. Karyawan mengharapkan perusahaan dapat diandalkan untuk menegakkan akhir dari kontrak diantara mereka. Penerimaan job insecurity mungkin merefleksikan persepsi individu bahwa perusahaan telah membatalkan kontrak, dalam hal ini tampilan penting terancam, pekerjaan berada dalam bahaya (bahkan keduanya) dan kesetiaan dipengaruhi secara negatif. 3) Trust organisasi yang rendah

Menurut Ashford dkk (1989) dalam Novliadi (2009), menyatakan bahwa individu yang merasa bahwa perusahaan tidak dapat diandalkan untuk menghasilkan komitmen terhadap karyawannya, dapat mengurangi komitmen karyawan terhadap organisasi. Job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan komitmen karyawan dan kepercayaan mereka terhadap perusahaan. Hubungan ini akan terjadi karena karyawan yang insecure akan kehilangan kepercayaan dan keyakinan bahwa perusahaan dapat diandalkan dan pendekatan mereka terhadap perusahaan mereka akan berkurang.

(32)

15

Menurut Ashford dkk (1989) dalam Novliadi (2009), menyatakan bahwa persepsi terhadap job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan pengukuran kepuasan kerja. Karyawan dengan tingkat persepsi terhadap job insecurity yang rendah akan kurang puas dengan pekerjaan mereka. Para peneliti telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu respon efektif terhadap pekerjaan dan tugas. Orang yang merespon secara efektif terhadap pekerjaan dalam kondisi dimana mereka secara kognitif mempresentasikan atau menerima pekerjaan tersebut.

2. Job Stress

a. Definisi Job Stress

Masalah stres yang dialami oleh karyawan sangat berdampak negatif bagi suatu perusahaan, karena stres yang dialami oleh karyawan dapat mengakibatkan kerugian yang relatif cukup diperhitungkan oleh perusahaan. Berikut ini adalah defenisi stres kerja menurut para ahli sebagai berikut.

Menurut Mangkunegara (2012), stres adalah “Perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami seorang karyawan dalam menghadapi pekerjaan”.

(33)

16

Menurut Velnampy dan Aravinthan (2013) dalam Akwan, dkk (2014), stres dapat didefinisikan sebagai pola emosional perilaku kognitif dan reaksi psikologis terhadap aspek yang merugikan dan berbahaya dari setiap pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya.

Menurut Karimi dan Alipour (2011) dalam Akwan, dkk (2014), mendefinisikan stress sebagai rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh individu yang kemampuan dan sumber dayanya tidak dapat diatasi dengan tuntutan, peristiwa dan situasi di tempat kerja mereka.

Menurut Widiyanti (2008) dalam Akwan, dkk (2014), mengartikan stres sebagai interaksi antara karakter lingkungan dengan perubahan psikologis dan fisiologis, yang menyebabkan penyimpangan dari performa normal mereka.

Menurut Mangkunegara (2012), menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

Menurut Robbins (2013), mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan.

(34)

17

kondisi emosi seseorang. Stres sering dikatakan membawa konteks negatif, namun juga memiliki nilai positif jika masih dalam keadaan yang wajar, karena akan menambah semangat dalam bekerja, motivasi dan kinerja.

Menurut Robbins dan Judge (2015), beberapa karyawan menganggap tekanan dari beban kerja yang tinggi merupakan tantangan positif yang mampu memperkaya kualitas kerja dan kepuasan kerja.

Menurut Mangkunegara (2012), mengemukakan bahwa stres kerja diukur oleh beberapa hal, antara lain: beban kerja yang terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, serta perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin.

Menurut Robbins (2013), stres adalah kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints) atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Secara lebih khusus, stres terkait dengan kendala dan tuntutan. Kendala adalah kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa yang sangat diinginkan sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan.

(35)

18

b. Dimensi atau Indikator Job Stress

Menurut Manurung dan Ratnawati (2012) dalam Dwinigtyas (2015), mengemukakan ada dua indikator job stress, yaitu :

1) Stressor Organisasi

Yang terdiri atas kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi. 2) Stressor Individual

Yang terjadi atas terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu, seperti pola kepribadian tipe A, control personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

c. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Job Stress

Menurut Robbins (2013), ada beberapa penyebab stres dalam pekerjaan,

1) Faktor Lingkungan

Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres dikalangan para karyawan dalam organisasi tersebut.

a) Ketidakpastian Ekonomi

(36)

19

b) Ketidakpastian Politis

Batasan birokrasi menjadi salah satu sumber stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Karyawan akan merasa tertekan atau stres apabila karyawan merasa ada ancaman terhadap perubahan politik.

c) Ketidakpastian Teknologis

Menurut Robbins (2013), inovasi baru dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang karyawan usang dalam waktu yang sangat pendek oleh karena itu ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang dapat menyebabkan stres, komputer, robotika, otomatisasi dan ragam-ragam lain dari inovasi teknologis merupakan ancaman bagi banyak organisasi yang menyebabkan stres.

2) Faktor Organisasi

Menurut Robbins (2013), banyak sekali faktor dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, sehingga dikategorikan faktor-faktor ini di sekitar tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi dan tingkat hidup organisasi

(37)

20

Menurut Robbins (2013), merupakan faktor yang dikaitkan

pada pekerjaan seorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisile Lini perakitan dapat memberi tekanan pada orang bila kesepakatan dirasakan berlebihan. akin banyak kesalingtergantungan antara tugas seseorang dengan tugas orang yang lain, makin potensial stres. b) Tuntutan Peran

Menurut Robbins (2013), tuntutan peran berhubungan

dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan hampir tidak bisa dirujukkan atau dipuaskan.

c) Tuntutan Antar Pribadi

Menurut Robbins (2013), tuntutan antarpribadi adalah

tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain kurangnya dukungan sosial, rekan-rekan, dan hubungan pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, teristimewa diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.

d) Struktur Organisasi

Menurut Robbins (2013), struktur organisasi menentukan

(38)

21

aturan dan pengaturan serta dimana keputusan diambil, aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam keputusan mengenai seorang karyawan, bila kebijakan yang dibuat oleh struktur organisasi tidak memperhatikan perbedaan dalam organisasi maka akan dapat menimbulkan stres bagi karyawan karena kebijakan yang sepihak.

e) Kepemimpinan Organisasi

Menurut Robbins (2013), menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi beberapa pejabat eksekutif keputusan menciptakan suatu budaya yang' dicirikan oleh ketegangan, rasa takut dan kecemasan karyawan membangun tekanan yang tidak realistis untuk berprestasi dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang berlebihan ketatnya dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat mengikutinya.

f) Tahap Hidup Organisasi

(39)

22

pemberhentian dan suatu perangkat ketidakpastian yang berbeda stres cenderung paling kecil dalam tahap dewasa dimana ketidakpastian berada pada titik terendah.

3) Faktor Individual

Menurut Robbins (2013), menjelaskan faktor individual disini

bisa mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan, terutama sekali faktor-faktor ini adalah isu keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern.

1) Masalah Keluarga

Menurut Robbins (2013), keluarga secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kesulitan disiplin pada anak-anak merupakan contoh dari masalah hubungan yang menciptakan stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

2) Masalah Ekonomi

Menurut Robbins (2013), masalah ekonomi diciptakan oleh

individu yang terlalu merentangkan. Sumber daya keraguan karyawan merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu perhatian karyawan terhadap kerja.

(40)

23

Menurut Robbins (2013), suatu faktor individual penting yang

mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar dari seseorang, artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya mungkin berasal dalam kepribadian orang itu.

Menurut Handoko (2012), hampir setiap kondisi kerja menimbulkan stres tergantung pada reaksi karyawan. di antara kondisi-kondisi kerja tersebut adalah sebagai berikut:

a) Beban kerja yang berlebihan b) Tekanan atau desakan waktu c) Kualitas supervisi yang jelek d) Iklim politis yang tidak aman

e) Umpan balik tentang pelaksanakan kerja yang tidak memadai f) Wewenang yang tidak mencukupi untuk melakksanakan

tanggung jawab.

g) Kemenduaan peranan (role ambiguity) h) Frustasi

i) Konflik antar pribadi dan antar kelompok

j) Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan k) Berbagai bentuk perubahan

Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan. Penyebab-penyebab stres “off-the-job” antara lain:

(41)

24

b) Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak c) Masalah-masalah fisik

d) Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian) e) Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

f) Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara

5) Akibat-akibat Stres

Menurut Robbins (2013), akibat stres umumnya digolongkan

menjadi tiga, yaitu : 1) Gejala Fisik

Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala serta menyebabkan serangan jantung.

2) Gejala Psikologis

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan yang memberikan keragaman, arti penting, otonomi, umpan balik, dan identitas tingkatan rendah pada penanggung pekerjaan akan menciptakan stres dan mengurangi kepuasan serta keterlibatan dalam pekerjaan itu.

(42)

25

Stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, turnover karyawan tinggi, tingkat absensi yang tinggi dan kecelakaan kerja.

6) Konsekuensi Stres

Pergerakan mekanisme pertahanan tubuh bukanlah satu-satunya yang timbul dari adanya kontak dengan stressor. Dampak stres sangat banyak dan beragam. Tentunya, beberapa di antaranya bersifat positif seperti motivasi diri, rangsangan kerja keras, meningkatnya inspirasi untuk menikmati kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi, banyak juga juga stressor yang sifatnya mengganggu dan secara potensial berbahaya.

Menurut Towner (2002) dalam Sanjoko (2015), ada dua pengaruh reaksi terhadap stres, yaitu:

a) Pengaruh fisik

Gejala fisik meliputi sakit kepala, sakit leher, sesak disekitar dada, jantung berdebar, jantung terbakar, kelelahan, hilangnya selera makan, pusing, sakit dipunggung, sesak napas, berkeringat, tidak dapat mencerna, kecapaian, tidak dapat tidur, diare, migrain, gatal-gatal, gagap, gemetar, perut sakit.

b) Pengaruh mental

(43)

26

humor, kesulitan berkonsentrasi, depresi, perilaku tidak bersahabat, takut sendirian, kurang memperhatikan kehadiran atau absen, merasa tidak mampu mengatasi sesuatu, pasif, agresif, merasa gagal, menarik diri, cemas, ketakutan, kurang minat terhadap kehidupan, paranoid, cengeng.

d. Dampak atau akibat Job Stress

Menurut Towner (2002) dalam Sanjoko (2015), mengidentifikasi semua akibat tersebut dalam tiga kategori umum, yaitu:

1) Gejala Fisiologis.

Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.

2) Gejala Psikologis.

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Stres muncul dalam keadaan psikologis lainnya seperti ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka menunda pekerjaan.

3) Gejala Perilaku.

(44)

27

perubahan kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

3. Work- Family Conflict

a. Definisi Work-Family Conflict

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Lathifah (2008), peneliti perilaku mengidentifikasikan dan menganalisis konsep konflik pekerjaan-keluarga dalam beberapa kondisi. Dalam konteks ini, konflik pekerjaan-keluarga didefinisikan sebagai bentuk dari konflik peran yang ditandai oleh ketidaksesuaian antara tanggung jawab rumah dan tempat kerja.

Menurut Boles et al. (1997) dalam Lathifah (2008), mendefinisikan bahwa pada asumsi ini ada dua hal yang harus dipenuhi antara tanggung jawab di rumah dan di tempat kerja yang tidak cocok sehingga berpotensi menimbulkan tidak berfungsinya di tempat kerja. Sebagai contoh, seorang manajer menginginkan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anaknya, tetapi ia merasa akan merugikan klien karena ia mengurangi waktu untuk pekerjaannya.

(45)

28

sebagai karyawan, pasangan (suami/istri) dan orang tua. Tekanan dalam lingkungan kerja yang dapat menimbulkan konflik pekerjaan-keluarga, antara lain tidak teraturnya atau tidak fleksibelnya jam kerja, overload pekerjaan, perjalanan dinas yang banyak, konflik antar individu karyawan dan tidak adanya dukungan dari supervisor atau perusahaan. Tekanan dalam lingkungan keluarga yang dapat menghasilkan konflik pekerjaan-keluarga, antara lain kehadiran anak yang paling kecil, tanggung jawab utama terhadap anak, tanggung jawab sebagai anak yang tertua, konflik antar anggota keluarga dan tidak adanya dukungan dari anggota keluarga.

Menurut Gutek et al. (1991) dalam Lathifah (2008), mengemukakan bahwa masing-masing peran di atas membutuhkan waktu dan tenaga jika akan dilaksanakan secara memadai. Konsekuensinya adalah seseorang akan mengalami gangguan dengan adanya campur tangan antara pekerjaan terhadap keluarga atau sebaliknya.

(46)

29

mengalokasikan waktu mereka untuk menjalankan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Komitmen harus diarahkan kepada kedua peran tersebut.

Beberapa ahli menjelaskan mengenai pengertian work family conflict, yaitu:

1) Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Rahmawati (2015), work-family conflict adalah bentuk konflik peran antar dimana tekanan peran dari domain pekerjaan dan keluarga saling bertentangan dalam beberapa hal.

2) Menurut Frone, Rusell & Cooper (1997) dalam Rahmawati (2015), work-family conflict adalah bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

3) Menurut Netemeyer, dkk (1996) dalam Rahmawati (2015), work-family conflict adalah bentuk konflik antar peran dimana terdapat tuntutan umum pada waktu yang dihabiskan dan ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan mengganggu untuk melakukan tanggung jawab yang berhubungan dengan keluarga.

(47)

30

b. Dimensi atau Indikator Work-Family Conflict

Menurut Netemeyer, dkk (1996) dalam Rahmawati (2015), indikator work family conflict adalah:

1) Tekanan pekerjaan (work demand)

Hal ini mengacu pada tekanan yang timbul dari kelebihan beban kerja dan tekanan waktu dari pekerjaan seperti kesibukan dalam bekerja dan batas waktu pekerjaan.

2) Tekanan keluarga (family demand)

Tekanan keluarga mengacu pada tekanan waktu yang berkaitan dengan tugas seperti menjaga rumah tangga dan menjaga anak.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Work-family Conflict

Menurut Frone, Russell dan Cooper (1997) dalam Rahmawati (2015), faktor yang mempengaruhi work-family conflict adalah:

1) Tekanan sebagai orang tua

Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua di dalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

2) Tekanan Perkawinan

(48)

31

tangga karena pasangan tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan pasangan dan sikap pasangan yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.

3) Kurangnya keterlibatan sebagai pasangan

Kurangnya keterlibatan sebagai pasangan mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan. Keterlibatan sebagai pasangan bisa berupa kesediaan sebagai pasangan untuk menemani pasangannya dan sewaktu dibutuhkan oleh pasangannya.

4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua

Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.

5) Campur tangan pekerjaan

Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

d. Dampak Work-Family Conflict

(49)

32

sumber stres yang dapat berpengaruh negatif pada perilaku dan kesejahteraan karyawan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari masalah ini dikategorikan menjadi 3 kategori yang berbeda, antara lain:

1) Dampak work-family conflict yang berhubungan dengan pekerjaan dalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, niat untuk berhenti, kelelahan, absensi, pekerjaan yang berhubungan dengan regangan, dan organizational citizenship behaviour.

2) Dampak work-family conflict yang berhubungan dengan keluarga antara lain seperti kepuasan perkawinan, kepuasan keluarga, keluarga yang berhubungan dengan regangan.

3) Dampak work-family conflict dari kedua arah (pekerjaan dan keluarga) yaitu kepuasan hidup, tekanan psikologis, keluhan somatik, depresi, dan penggunaan atau penyalahgunaan narkoba.

4. Turnover Intention

a. Definisi Turnover Intention

(50)

33

pergantian karyawan membawa dampak atau pengaruh yang kurang baik terhadap perusahaan, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang.

Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan turnover intention mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi.

Menurut Pasewark dan Strawser (1996) dalam Sandi (2014), menjelaskan bahwa turnover intention mengacu pada niat seseorang untuk mencari alternatif pekerjaan lain dan belum terwujud dalam bentuk perilaku nyata.

Menurut Mobley (2011), mengemukakan beberapa hal yang perlu dipahami untuk menemukan definsi umum turnover, antara lain:

1) Turnover berfokus pada karyawan, dalam arti mereka yang menerima upah dari organisasi suatu kondisi yang menunjukkan keanggotaan dari organisasi sebagai suatu kondisi yang menunjukkan keanggotaan karyawan dalam organisasi. 2) Turnover berfokus pada penghentian atau pemisahan diri

(51)

34

3) Definisi umum turnover dapat dipakai untuk berbagai tipe organisasi dan pada berbagai macam tipe hubungan karyawan – organisasi.

Jadi dari beberapa definisi tersebut data disimpulkan bahwa turnover sebagai berhentinya karyawan sebagai anggota dari suatu organisasi baik itu atas kemauan sendiri ataupun keputusan dari organisasi tempat karyawan tersebut bekerja.

Menurut Suwandi dan Indrantoro (1999) dalam Sandi (2014), turnover intentions diindikasikan sebagai sikap individu yang mengacu pada hasil evaluasi mengenai kelangsungan hubungannya dengan organisasi dimana dirinya bekerja dan belum terwujud dalam bentuk tindakan pasti.

Menurut Lekatompessy (2003) dalam Sandi (2014), turnover lebih mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlaah karyawan yang meninggalkan organisasi.

Menurut Mobley (2011), keinginan untuk keluar dari organisasi merupakan predictor dominan yang bersifat positif terhadap terjadinya turnover. Keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum ditunjukkan tindakan pasti meninggalkan organisasi.

(52)

35

karyawan dari tempat bekerja. Dengan demikian, turnover intention (intensi keluar) adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya.

Menurut Mobley (2011), turnover intention diartikan sebagai kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri.

Masalah Turnover intention merupakan masalah umum yang sering dihadapi oleh perusahaan. Turnover intention cenderung didefinisikan secara sukarela menurut pilihannya. Menurut Tett and Meyer (1993) dalam Waspodo, dkk (2013), mendefinisikan bahwa “turnover intention refert to a conscious and deliberate willingness to

leave organizational”. Diartikan secara bebas bahwa keinginan berpindah mengacu pada keinginan yang secara sadar dan disengaja untuk meninggalkan organisasi.

(53)

36

Menurut Ferry (2007) dalam Sanjoko (2015), intensi turnover sebagai kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri.

Menurut Abelson (1987) dalam Sanjoko (2015), turnover intention karyawan sebagai suatu keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Tindakan penarikan diri terdiri atas beberapa komponen yang secara simultan muncul dalam individu berupa adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain, dan adanya keinginan untuk meniggalkan organisasi.

Menurut Suwandi dan Indriantoro (1999) dalam Sanjoko (2015), turnover intention karyawan mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan.

Menurut Cotton and Tuttle (1986) dalam Sanjoko (2015), keinginan berpindah mengacu pada probabilitas dirasakan individu tinggal atau meninggalkan organisasi yang mempekerjakan.

Menurut Pasewark dan Strawser (1996) dalam Sanjoko (2015), mendefinisikan keinginan berpindah kerja mengacu pada keinginan karyawan untuk mencari alternatifpekerjaan lain yang belum diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata.

(54)

37

Indikator Turnover Intention menurut Chen dan Francesco (2000) dalam Dwiningtyas (2015), yang meliputi:

1)Pikiran untuk keluar

Ide seseorang untuk keluar dari perusahaan yang disebabkan oleh berbagai faktor.

2)Keinginan untuk mencari lowongan

Mencerminkan individu berkeinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain.

3)Adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi dalam beberapa bulan mendatang.

Keinginan karyawan untuk mencoba berpisah ke organisasi lain.

c. Faktor-faktor yang Menyebabkan Turnover Intention

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover karyawan saling berkaitan satu sama lain. Diantara faktor-fakttor tersebut akan dibahas antara lain adalah:

a) Usia

(55)

38

serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui cara-cara tersebut.

b) Lama Kerja

Menurut Parson et. all, (1985) dalam Sanjoko (2015), turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat. Hasil penelitian yang pernaha dilakukan menunjukkan adanya korelasi negatif antara massa kerja dengan turnover, yang berarti semakin rendah kecenderungan turnover karyawan.

c) Tingkat pendidikan dan inteligensi

Menurut Mowdey et. al, (1982) dalam Sanjoko (2015), berpendapat bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada dorongan untuk melakukan turnover. Dikatakan bahwa mereka mempunyai intelegensia tidak selalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Mereka mudah merasa gelisah akan tanggung jawab yang diberikan padanya dan merasa tidak aman. Sebaliknya mereka mempunyai tingkat intelegensia yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih berani dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang pendidikannya terbatas.

(56)

39

Menurut Mowday et.all. (1982) dalam Sanjoko (2015), pekerja yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat mereka bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang postif.

e) Kepuasan kerja

Menurut Wexley dan Yukl (2003) dalam Sanjoko (2015), mengatakan bahwa semakin banyak aspek-aspek atau nilai-nilai dalam perusahaan sesuai dengan dirinya semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.

f) Budaya perusahaan

Menurut Tani (1990) dalam Sanjoko (2015), budaya perusahaan merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, pembicaraan maupn tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan.

d. Dampak Turnover Intention

Turnover intention pada karyawan dapat berdampak pada organisasi ketika berujung pada keputusan karyawan untuk benar-benar meninggalkan organisasi (turnover), karena keinginan untuk keluar tersebut berasal dari individu karyawan sendiri dan bukan merupakan keinginan organisasi atau perusahaan.

(57)

40

organisasi akibat pergantian karyawan, seperti : meningkatnya potensi biaya perusahaan, masalah prestasi, masalah pola komunikasi dan sosial, merosotnya semangat kerja, strategi-strategi pengendalian yang kaku, hilangnya biaya-biaya peluang strategic.

Menurut Dharma (2013) dalam Dwinigtyas (2015), menyebutkan dampak turnover bagi perusahaan adalah :

1)Biaya penarikan karyawan

Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan memepelajari.

2)Biaya latihan

Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan yang dilatih.

3)Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan baru tersebut.

4)Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.

5)Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan. 6)Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya. 7)Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.

8)Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan penyerahan.

(58)

41

Suciati, Andi Tri Haryono, Maria Magdalena Minarsih (2014) yang berjudul “Job Insecurity And Job Stress Effect Of Turnover Intention pada PT. Berkat Abadi Surya Cemerlang Semarang”. Hasil penelitiannya

menyimpulkan bahwa Job Insecurity And Job Stress Effect bepengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention baik secara parsial dan simultan.

Sandi Freza Mahaztra (2014) yang berjudul “Analisis Pengaruh Kompensasi Dan Job Insecurity terhadap Turnover Intention pada Guru SDIT Asy-Syaamil Bontang”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Pengaruh Kompensasi Dan Job Insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention.

Akwan Novie Margarani,Suprapti Ni Wayan Sri dan Sintaasih Desak Ketut (2014), yang berjudul “Peran Kepuasan Kerja dalam Mediasi Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja terhadap Intensi Keluar pada Anantara Seminyak Resort & Spa.” Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Konflik

Peran dan Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Intensi Keluar.

Sari Rindi Nurlaila (2014), yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja, Stres Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Turnover Intention pada Hotel Ibis Yogyakarta.” Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Kepuasan

(59)

42

Waspodo AWS Agung, Nurul Chotimah Handayani, Widya Paramita (2013), yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention pada Karyawan PT. Unitex di Bogor.” Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Kepuasan Kerja dan Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention.

Sanjoko Deny Cahyadinanto (2015), yang berjudul “Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kepuasan Kerja dan Dampaknya Terhadap Turnover Intention Karyawan pada Karyawan Pabrik PT. Panverta Cakrakencana Pandaan.” Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Stres Kerja dan Lingkungan Kerja Non Fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja dan berdampak Turnover Intention.

Utami Intiyas dan Bonussyeani Nur Endah Sumiwi (2009) yang berjudul “Pengaruh Job Insecurity, Kepuasan Kerja dan Komitmen

Organisasional Terhadap Keinginan Berpindah Kerja.” Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Job Insecurity, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional berpengaruh positif signifikan terhadap Keinginan Berpindah Kerja.

(60)

43

Family Conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention.

Dwiningtyas (2015) yang berjudul “Pengaruh Work-Family Conflict dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Dan Turnover Intention Karyawan bank Mandiri Kantor Cabang Veteran Denpasar.” Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada pengaruh negatif signifikan kepuasan kerja dan lingkungan kerja serta ada pengaruh positif signifikan stres kerja terhadap turnover intention.

C. Penurunan Hipotesis

1. Pengaruh Job Insecurity terhadap Turover Intention

(61)

44

insecurity yang tinggi ini sangat berdampak pada keinginan keluar karyawan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Ameen et al. (1995), Suwandi dan Indriantoro (1999) dalam Sandi (2014), Suciati, Haryono dan Minarsih (2014), Utami dan Bonussyeani (2009) dan Minanti (2015) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang dapat disusun yaitu :

H1 : Job insecurity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention.

2. Pengaruh Job Stress terhadap Turover Intention

Masalah stres yang dialami oleh karyawan sangat berdampak negatif bagi suatu perusahaan, karena stres yang dialami oleh karyawan dapat mengakibatkan kerugian yang relatif cukup diperhitungkan oleh perusahaan. Menurut Mangkunegara (2012), menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

(62)

45

adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap keinginan berpindah atau keluar karyawan dari perusahaan tempatnya bekerja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Elangovan (2000), Chen et al.,(2004), Wefald (2008), Yatna (2011) Bonaventura (2012) dalam Sanjoko (2015) menyatakan bahwa stres kerja (job stress) berpengaruh positif pada keinginan untuk keluar (turnover intention). Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang dapat disusun yaitu:

H2 : Job Stress berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention.

3. Pengaruh Work- Family Conflict terhadap Turover

Intention

(63)

46

Work- family conflict merupakan salah satu yang mempengaruhi turnover intention para karyawan dari perusahaan tempatnya bekerja. Semakin banyak work- family conflict karyawan dalam sebuah organisasi baik konflik yang terjadi secara langsung atau pun tidak langsung seperti halnya konflik akibat ketidaksamaan pendapat atau ketidakadilan yang diterima dari atasannya dan perusahaan maka akan berdampak pada keinginan keluar karyawan dari perusahaannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Grandey, Cropanzano, Karatepe et al. (2007), Lathifah (2008) dalam Nanda dan Utama (2015) dan Pasewark, Viator, Lilly dan Duffy (2006), Susanto (2008), Ditomas et. al. dan Thanacoody et. al. (2009) dalam Zahroh dan Sudibya (2016) menyatakan bahwa work- family conflict memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara langsung terhadap keinginan keluar (turnover intention). Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang dapat disusun yaitu :

(64)

47

D. Model Penelitian

[image:64.595.117.529.123.353.2]

E. F.

Gambar 2.1

Model Penelitian

Pengaruh Job Insecurity, Job Stress, Work-Family Conflict terhadap Turnover Intention

Job Insecurity

Work- family Conflict

Job Stress

Turnover Intention

(65)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek dan Subyek Penelitian

1. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di CV Batik Indah Roro Djonggrang. Perusahaan ini penulis pilih untuk menjadi obyek penelitian karena merupakan perusahaan dalam negeri berskala menengah yang mampu bertahan di era global. Selain itu. perusahaan ini berorientasi labour intesive (padat karya) dan export oriented yang telah menerapkan standar kerja yang sangat ketat sehingga sangat cocok terhadap penelitian yang akan saya lakukan.

2. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan - yang ada di CV. Batik Indah Rara Djonggrang. Karyawan perusahaan ini terbagi dalam tiga kelompok yaitu karyawan produksi, konveksi dan karyawan kantor.

B. Jenis Data

(66)

49

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling dengan metode purposive sampling, dimana dalam penelitian ini teknik penentuan sampel berdasarkan atas kriteria yang ditentukan oleh peneliti dimana sampel yang dipilih dengan menggunakan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data penelitian melalui penyebaran kuesioner.

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan CV. Batik Indah Raradjongrang, Yogyakarta. Adapun karakteristik populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah :

1) Karyawan yang sudah berkeluarga memiliki satu anak dan sudah berkeluaraga memiliki lebih dari satu anak. Hal ini untuk melihat pengaruh Job Insecurity, Job Stress dan Work-Family-Conflict terhadap Turnover Intention.

2) Telah bekerja selama minimal 3 tahun. Karyawan yang telah bekerja minimal 3 tahun diharapkan telah memahami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan telah beradaptasi sehingga mengetahui keadaan lingkungan perusahaan yang sesungguhnya..

(67)

50

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan metode survei yaitu dengan cara menyebarkan sejumlah daftar pertanyaan yang bersangkutan dengan masalah kepada responden (karyawan CV. Batik Indah Rara Djonggrang, Yogyakarta) dengan tujuan memperoleh data-data yang mendukung penelitian. Pada penelitian ini digunakan kuisioner dengan skala likert dimana pernyataan-pernyataan dalam kuisioner dibuat dengan nilai 1 sampai dengan 5 untuk mewakili pendapat responden seperti sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju, sangat tidak puas sampai dengan sangat puas dan sebagainya (Mas’ud, 2004).

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Job Insecurity

Pada penelitian ini menggunakan dasar teori yang diutarakan oleh Ermawan (2007), job insecurity didefinisikan sebagai kegelisahan pekerjaan yaitu sebagai suatu keadaan dari pekerjaan yang terus menerus dan tidak menyenangkan. Pegawai yang mengalami job insecurity dapat mengganggu semangat kerja sehingga efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan tugas tidak dapat diharapkan dan mengakibatkan turunnya produktivitas kerja. Adapun indikator atau dimensi yang digunakan untuk mengukur job insecurity menurut Hellgren, et al (1998) dalam Aswad (2011), yaitu :

(68)

51

3.Jadwal pekerjaan 4.Upah

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari instrumen yang dikembangkan oleh Minanti (2015), dengan pertanyaan berjumlah 4 butir. Variabel ini akan diukur dengan skala likert aau skala ordinal.

2. Job Stress

Menurut Mangkunegara (2012), menyatakan bahwa job stress adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Job stress ini dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan. Adapun indikator atau dimensi yang digunakan untuk mengukur job stress menurut Manurung dan Ratnawati (2012) dalam Dwiningtyas (2015), yaitu :

1. Stressor Organisasi 2. Stressor Individual

(69)

52

3. Work- Family Conflict

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985), peneliti perilaku mengidentifikasikan dan menganalisis work- family conflict dalam beberapa kondisi. Dalam konteks ini, work- family conflict didefinisikan sebagai bentuk dari konflik peran yang ditandai oleh ketidaksesuaian antara tanggung jawab rumah dan tempat kerja. Adapun indikator atau dimensi yang digunakan untuk mengukur work-family conflict mengadopsi dari Netemeyer, dkk (1996) dalam Rahmawati (2015) yaitu :

1. Tekanan keluarga (family demand) 2. Tekanan Pekerjaan (work demand)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari instrumen yang dikembangkan oleh Rahmawati (2015), dengan pertanyaan berjumlah 10 butir. Variabel ini akan diukur dengan skala likert atau skala ordinal.

4. Turnover Intention

(70)

53

1. Pikiran untuk keluar

2. Keinginan untuk mencari lowongan.

3. Adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi dalam beberapa bulan mendatang.

Instrumen yang di

Gambar

Tabel 4.17 Frekuensi Jawaban Variabel Turnover Intention ........................
Gambar 2.1 Model Penelitian
Tabel 4.1
Tabel 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Work-family conflict dan Family-work conflict terhadap Turnover intention melalui Job stress

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Work-family conflict dan Family-work conflict terhadap Turnover intention melalui Job stress

Dilihat dari umurnya, variabel Work-family conflict , Family-work conflict , Job Stress , dan Turnover intention , rata-rata yang lebih tinggi adalah responden yang

Kepuasan kerja karyawan dapat dijadikan sebagai variabel mediasi, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumara dan Fasanam (2018) menyatakan

Artinya jika karyawan merasa work family conflict yang dimiliki tinggi, kepuasan kerja rendah maka turnover intention karyawan tinggi, sebaliknya jika work

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Dai-Gohonzon, atas terselesaikannya skripsi dengan judul “ Pengaruh Work Family Conflict, Job Insecurity, Burnout, Job Stress,

Burnout Terhadap Kinerja d an Kepuasan Kerja Auditor” , Skripsi (tidak dipublikasikan), Program Sarjana UNIKA Soegijapranata Semarang... Loebbecke, 1997, Auditing Pendekatan

Pengaruh antara Work-Family Conflict danTurnover Intention menunjukkan t hitung sebesar 2,093> t tabel 1,699 hal ini menunjukkan bahwa Work- Family Conflict berpengaruh positif terhadap