• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wisata Sejarah: Restoran Tip Top Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Wisata Sejarah: Restoran Tip Top Medan"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

WISATA SEJARAH: RESTORAN TIP TOP DI

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Bidang Antropologi

Disusun Oleh :

CARLES DICKENS SULAIMAN GULTOM

060905052

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E DA N

(2)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top di Medan”. Disusun oleh Carles Dickens Sulaiman Gultom (060905052), 2012. Skripsi ini terdiri dari 105 halaman berupa isi dan 3 halaman berupa lampiran.

Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian antropologi yang menitikberatkan perhatian pada bidang pariwisata dalam konteks antropologi, Adapun fokus perhatian adalah keberadaan Restoran Tip Top yang berada di Jalan Ahmad Yani, Kesawan Medan.

Latar belakang penulisan didorong oleh rasa ingin tahu penulis tentang pengembangan konsep pariwisata bangunan bersejarah yang berada di Kota Medan dari sudut pandang antropologis, sehingga aspek sejarah, bangunan hingga pada hubungan-hubungan yang tercipta menjadi bagian yang dideskripsikan lebih lanjut dalam penulisan ini.

Untuk mendapatkan deskripsi yang utuh mengenai keberadaan bangunan bersejarah Restoran Tip Top Medan, dipergunakan metode observasi partisipasi yang bertujuan untuk mendapatkan data lapangan yang benar- benar nyata dan usaha ini didukung oleh studi literatur mengenai keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan secara umum maupun keberadaan bangunan Restoran Tip Top secara khusus.

Hasil penelitian yang telah dilakukan mendapatkan gambaran bahwa keberadaan Restoran Tip Top Medan memiliki proses perjalanan yang panjang, dimulai dari masa kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan Republik Indonesia hingga pada masa kini. Lintasan waktu tersebut mengukuhkan keberadaan Restoran Tip Top sebagai saksi sejarah perkembangan wilayah Medan menjadi sebentuk kota pada masa sekarang ini. Perjalanan sejarah yang panjang turut mempengaruhi kultural masyarakat yang berkaitan dengan keberadaan bangunan Restoran Tip Top, baik secara fisik berupa arsitektur bangunan, penyajian bentuk makanan hingga pada hubungan timbal-balik yang tercipta antara Restoran Tip Top dan masyarakat.

Penelitian yang telah dilakukan memberikan masukan berupa inventarisasi terhadap keberadaan bangunan bersejarah yang mewakili suatu masa dan bentuk tertentu yang dapat menjadi modal pengembangan kegiatan pariwisata di Kota Medan yang berbasis pada bangunan bersejarah, selain itu keberadaan bangunan Restoran Tip Top juga memperkokoh identitas wilayah Medan menjadi suatu kota yang berkembang pesat pada masa kini.

(3)

UCAPAN TERIMAKASIH

Saya persembahkan gelar saya ini kepada kedua orang tua saya yang telah mengasuh dan tak pernah berhenti memberikan dukungan moral, materi dan doa kepada saya, yaitu Bapak B. Gultom (ayah) dan M. Simangunsong (ibu). Kepada saudara kandung saya yang tercinta, David Gultom, Daniel Gultom, Agustina br Gultom, Moses Gultom, Bethesda br Gultom, dan Hoki Huadian Gultom. Terimakasih banyak buat kasih sayang yang tak hentinya kalian berikan pada saya. Maaf pak, sudah lama menungguku untuk menyelesaikan studi.

Saya menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena hal itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

Ibu Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc selaku dosen pembimbing proposal dan skripsi yang telah sangat bersabar memberikan bimbingan, motivasi, arahan, waktu, serta perhatiannya kepada saya, sejak penulisan proposal sampai akhirnya mampu menyelesaikaan skripsi ini dengan baik.

(4)

sebagai pemimpin dan pemberi kebijakan bagi seluruh civitas akademik FISIP USU. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Departemen Antropologi Sosial yang telah sabar dalam membagi dan memberikan banyak ilmu, wawasan dan pengalaman/ilmu baru selama saya duduk di bangku kuliah. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, selaku Ketua Penguji dan Bapak Drs. Yance. MSi selaku dosen penguji II, terima kasih buat masukan dan arahan yang telah diberikan pada penulisan proposal dan skripsi. Kak Nurhayati selaku staf administrasi Departemen Antropologi dan Kak Sofi yang telah banyak membantu saya dalam pengurusan administrasi selama perkuliahan..

Terimakasih juga yang sebesar-besarnya buat Pak Kus selaku pemilik dan pengelola Restoran Tip Top Medan, dan seluruh pegawai yang telah memberikan banyak data dan meluangkan sedikit waktu untuk saya. Sukses selalu buat usahanya.

Dalam satu kesempatan ini juga saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Lisa Sere Sirait, Lizy Marcelin, Novi, Rini Sinulingga, Febri Siahaan, Aliya, Intan S. Eldevia, Lola, Kak Tia, Kak Nelly. Anak-anak SDS (adek-adek dari komunikasi) yang selalu membuatku tetap ceria dan tetap bersemangat Agitha, Dewi, Eva Reh, Elda, Nuning, Rachel, Melisa, mpok Min, dan Sri Hawani. Anak-anak Sekret SGC yang sudah ilang, dan anak RP (Rumah Pohon). Anak-anak Oz, Rambo, Kinoy, Robert, Adnan, Suja, Hendra, Joe, Desmon, Camat, Roy, Ewin, Surya, Kribo, Bg Lerry, Bg Pinem, Bg Hot, Bangun Engwa abangda Bronson, kakanda Ina dan Ani.

(5)

kerabat-kerabat tercinta. Look Sun Pakpahan, Hemalea Ginting, Alvian Azis, Wilfrit Silitonga, Firman Tambunan, Hendra Silaban, Arnold Sibarani, Feber Sihotang, Heksanta Bangun, Badai Sikumbang, Kevin Ginting, Novrianto Tarigan, Rebecca, Helena Damanik, Alloynina, Sindriani, Elmanuala P, Hendra Gunadi, umar, Erika, Ales, Arnop, Hizkia, Joseph, Hery M, Heri S, Remaja, Sandrak, Siwa Kumar, Ibnu Avena Matondang S. Sos, Fauzy akbar, dan Abdul.

Terima kasih juga kepada segenap keluarga besar INSAN Antropologi USU, kerabat JKAI, ASB (Aliansi Sumut Bersatu), LSM PUSAKA, Yayasan Budha Seruwai. Kepada kerabat senior, dan adik-adik junior. Terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman yang tidak dapat saya tuliskan namanya satu persatu karena keterbatasan saya dalam mengingat nama teman-teman sekalian. Sukses dan sehat selalu buat kita semua. Harapan saya, semoga kelak skripsi ini dapat dimanfaatkan oleh kalangan yang membutuhkan sebagai bahan evaluasi dan informasi.

Medan, 21 Februari 2013 Penulis

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ke 2 dari 6 bersaudara pasangan B.Gultom dan M. Simangunsong. Lahir di Medan, tanggal 24 Agustus 1988.

Penulis adalah lulusan dari SD Negeri 173651 Pintu Pohan, pendidikan SLTP Negeri 1 Pintu Pohan dan kemudian melanjut pendidikan ke SMA Negeri 1 Porsea. Pada tanggal 7 Agustus 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa program S1 jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kuasa-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi saya yang berjudul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top Medan”. Dalam penyelesaian tulisan tugas akhir ini saya bukan hanya sekedar penyaluran kewajiban untuk memenuhi gelar sarjana di Departemen Antropologi FISIP USU Medan, melainkan lebih jauh ke depan untuk menjadi bahan atau sebuah khasanah tambahan dam memahami wisata bangunan bersejarah.

Wisata bangunan bersejarah yang selama ini lekat dengan ruang-ruang yang dapat menguraikan sejarah masa lampau khususnya di Kota Medan. Bukan sebagai bahan pembicaraan romantisme sejarah masa lampau belaka melainkan menjadi pembelajaran dan tentunya dapat menjadi sebuah destinasi berbeda di tengahmaraknya pengembangan wisata yang lebih menawarkan pesona alam.

(8)

Akhir kata, karena keterbatasan penulis, pasti skripsi atau tugas akhir ini mempunyai banyak kekurangan. Oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan isi skripsi ini.

Medan, 21 Februari 2013 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN ORIGINALITAS

ABSTRAK……….. i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS... v

KATA PENGANTAR……….vi

1.2 Tinjauan Pustaka……… 6

1.3 Perumusan Masalah………... 16

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian………. 17

1.5 Lokasi Penelitian………... 19

1.6 Metode Penelitian……….. 19

a. Tipe dan Pendekatan Penelitian……….. 19

b. Teknik Pengumpulan Data……….. 20

c. Analisis Data……… 24

1.7 Pengalaman Penulis Selama di Lapangan………. 24

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……….. 28

2.1 Gambaran Umum Kota Medan………. 28

2.2 Kota Medan Secara Demografis……… 31

2.3 Kota Medan Secara Ekonomi……… 33

2.3 Kota Medan Secara Sosial………. 36

2.4 Kota Medan Secara Kultural………. 37

2.5 Kota Medan Masa Kolonial……….. 37

BAB III KEBERADAAN RESTORAN TIPTOP DI KOTA MEDAN………... 49

3.1 Bangunan Tua Di Kawasan Kesawan………... 51

3.2 Sejarah Restoran Tip Top……….. 54

3.3 Sajian Restoran Tip………... 56

3.4 Pelayanan Restoran Tip Top………. 63

3.5 Pengunjung Restoran Tip Top………... 65

3.6 Harga………. 67

3.7 Saham Restoran Tip Top………... 67

3.8 Perekrutan Pegawai dan Juru Masak……… 68

(10)

BAB IV RESTORAN TIP TOP SEBAGAI WISATA SEJARAH

DI KAWASAN KESAWANKOTA MEDAN……… 74

4.1 Peran Pihak Pemerintah terhadap Restoran Tip Top,………... 74

4.2 Restoran Tip Top Sebagai Pusat Wisata Kawasan Berikat………….. 79

4.3 Dilema Penempatan Tip Top Menjadi Cagar Budaya………. 81

BAB V PENUTUP……….. 86

5.1 Kesimpulan……….. 86

5.2 Saran……… 88

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Pertumbuhan Penduduk……… 32 Tabel 2: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

(12)

DAFTAR GAMBAR

Foto 1: Peta Kawasan Kesawan……… 5 Foto 2: Medan tempo dulu……… 45 Foto 3: Kesawan Square bentuk perubahan Kawasan Kesawan kini………… 52 Foto 4: Jalan Ahmad Yani tempo dulu53

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Ujian Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi Sosial FISIP USU

2. Surat Izin Penelitian Lapangan dikeluarkan oleh Departemen Antropologi Sosial FISIP USU

(14)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top di Medan”. Disusun oleh Carles Dickens Sulaiman Gultom (060905052), 2012. Skripsi ini terdiri dari 105 halaman berupa isi dan 3 halaman berupa lampiran.

Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian antropologi yang menitikberatkan perhatian pada bidang pariwisata dalam konteks antropologi, Adapun fokus perhatian adalah keberadaan Restoran Tip Top yang berada di Jalan Ahmad Yani, Kesawan Medan.

Latar belakang penulisan didorong oleh rasa ingin tahu penulis tentang pengembangan konsep pariwisata bangunan bersejarah yang berada di Kota Medan dari sudut pandang antropologis, sehingga aspek sejarah, bangunan hingga pada hubungan-hubungan yang tercipta menjadi bagian yang dideskripsikan lebih lanjut dalam penulisan ini.

Untuk mendapatkan deskripsi yang utuh mengenai keberadaan bangunan bersejarah Restoran Tip Top Medan, dipergunakan metode observasi partisipasi yang bertujuan untuk mendapatkan data lapangan yang benar- benar nyata dan usaha ini didukung oleh studi literatur mengenai keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan secara umum maupun keberadaan bangunan Restoran Tip Top secara khusus.

Hasil penelitian yang telah dilakukan mendapatkan gambaran bahwa keberadaan Restoran Tip Top Medan memiliki proses perjalanan yang panjang, dimulai dari masa kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan Republik Indonesia hingga pada masa kini. Lintasan waktu tersebut mengukuhkan keberadaan Restoran Tip Top sebagai saksi sejarah perkembangan wilayah Medan menjadi sebentuk kota pada masa sekarang ini. Perjalanan sejarah yang panjang turut mempengaruhi kultural masyarakat yang berkaitan dengan keberadaan bangunan Restoran Tip Top, baik secara fisik berupa arsitektur bangunan, penyajian bentuk makanan hingga pada hubungan timbal-balik yang tercipta antara Restoran Tip Top dan masyarakat.

Penelitian yang telah dilakukan memberikan masukan berupa inventarisasi terhadap keberadaan bangunan bersejarah yang mewakili suatu masa dan bentuk tertentu yang dapat menjadi modal pengembangan kegiatan pariwisata di Kota Medan yang berbasis pada bangunan bersejarah, selain itu keberadaan bangunan Restoran Tip Top juga memperkokoh identitas wilayah Medan menjadi suatu kota yang berkembang pesat pada masa kini.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangunan merupakan materi fisik yang memiliki cerita dibaliknya, baik itu sejarah pendirian, bahan baku hingga pada lintasan sejarah keberadaan bangunan bersejarah tersebut. Pada bangunan tertentu memiliki nama, ciri dan khas tersendiri yang dijadikan tempat tinggal oleh suatu kelompok masyarakat atau komunitas secara terus-menerus dalam waktu yang lama, sehingga dapat dikatakan memiliki lintasan durasi sejarah tertentu, baik itu berupa peristiwa, nama seseorang ataupun cerita-cerita lainnya.

(16)

Sebagai sebuah kisah, sejarah menyajikan sesuatu yang benar-benar terjadi. Cerita sejarah disusun berdasarkan sumber-sumber, fakta-fakta dan bukti-bukti berupa peninggalan-peninggalan sejarah. Setiap individu, masyarakat maupun setiap bangsa memiliki sejarah sendiri-sendiri. Proses sejarah dapat memberikan pengalaman, pelajaran dan pemantapan kepribadian bagi seorang individu, masyarakat dan bangsa. Dokumentasi perjalanan sejarah yang hanya tersisa sebagai media yang menghubungkan antara masa lalu dan masa kini, dokumentasi perjalanan sejarah dapat berbentuk bangunan, dokumentasi dan cerita turun-temurun. Dimana peninggalan sejarah ini sangat berguna dan dapat dijadikan sumber utama dalam menelaah masalah atas peristiwa yang terjadi di saat itu (Suprayitno :2005).

Kota Medan merupakan salah satu kota yang memiliki sejumlah peninggalan sejarah yang beragam, salah satunya yang dapat terlihat dengan jelas adalah bangunan-bangunan bersejarah yang masih tampak hingga saat ini di sepanjang Kawasan Kesawan. Bangunan-bangunan tersebut telah mengukir dan memiliki sejarahnya masing-masing sehingga dapat mendukung perkembangan Kota Medan sendiri.

(17)

lagi, karena terdesak oleh perluasan Kota Medan. Tanah Lapang Esplanade (lapangan Merdeka) saat itu masih merupakan kebun tembakau yang penuh dengan rawa-rawa. Wilayah yang tidak dikuasai langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda meliputi kawasan Kesultanan atau daerah Swapraja, sedangkan daerah yang dikuasai langsung oleh pemerintah Belanda disebut dengan Daerah Gouvernement (Sinar:1994)

Dalam perkembangannya, pada tahun 1886 Medan dijadikan Kotapraja oleh Pemerintah Hindia Belanda. Berbagai perkantoran didirikan. Pada tanggal 3 Maret 1887 Medan dijadikan ibukota Kerisidenan Sumatera Timur. Akibat perkembangan yang semakin pesat oleh statusnya sebagai ibukota Keresidenan, maka pada tanggal 4 April 1909 Medan diberi status pemerintahan otonom (Sinar:1994).

Dibawah pemerintahan Kotapraja Medan mengadakan pembangunan jalan-jalan baru, jembatan, pipa air minum, listrik dan klinik-klinik. Belakangan, pada tahun 1915 Keresidenan Sumatera Timur ditingkatkan statusnya menjadi Gubernemen, dan Gouverneur yang pertama adalah HJ Crijzen. Kelak Sultan Deli Makum Arrasjid mengalihkan kepemilikan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota tahun 1918 untuk menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 Medan telah menjadi pusat kegiatan administrasi pemerintahan dan ekonomi serta terdapat berbagai bangunan infrastruktur pendukung lainnya (Sinar :1994).

(18)

mengangkat judul penelitian tentang Kawasan Kesawan karena terdapat deretan bangunan bersejarah yang juga merupakan peninggalan budaya yang ada di Kota Medan yang dapat dijadikan salah satu objek wisata yang dalam hal ini wisata sejarah. Sepanjang jalan Kesawan terdapat beragam bangunan bersejarah, diantaranya adalah : kantor Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij, Gedung South East Asia Bank, Gedung PT. London Sumatera Tbk, Gedung Bank Modern (Indomaret), Gedung Jakarta Lloyd, Gedung P.T. London Sumatera, Restauran Tip Top1

Salah satu bangunan bersejarah tersebut adalah Restoran Tip Top yang berdiri Pada tahun 1929. Restauran ini pada awalnya bernama Jangkie, sesuai nama pemiliknya, dan pada saat itu berada di jalan Pandu, Medan. Setelah beberapa waktu, restauran ini pindah ke Kesawan pada tahun 1934 dan bernama Tip Top (yang berarti “sempurna”). Perubahan nama restorant dilakukan untuk menarik pelanggan dan memunculkan kesan elegan serta mewah yang dapat menarik pengunjung kalangan Belanda yang pada masa itu banyak berdiam di wilayah Kota Medan. Pengunjung yang datang ke restorant ini biasanya orang Belanda yang bekerja di perkebunan atau kantor pemerintah biasanya datang untuk makan pagi atau menikmati kopi pada sore hari. Mereka sangat tergila-gila akan kopi robusta lokal dari Sidikalang yang beraroma harum dari dapur Tip Top. Ketika Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942, nama Tip Top berubah menjadi Jangkie kembali. Ini disebabkan karena nama Tip Top yang bernuansa ke-Belanda-an (Sinar:1994)

1

(19)

Foto 1. Peta Kawasan Kesawan

Untuk dapat mengerti tentang masa lalu suatu daerah atau bangunan maupun manusia, sejarah memiliki andil yang cukup penting. Hal ini menjadikan sejarah tidak jarang bahkan selalu dijadikan bahan yang dapat menjadi paket tujuan wisata, dalam artian dapat dikemas menjadi lebih menarik. Memperkenalkan sejarah kepada tiap generasi sangat penting, diperlukan suatu terobosan khusus agar hikmah sejarah atau pengetahuan sejarah bisa dipahami oleh semua orang, sehingga dari sisa sejarah tersebut setiap orang ingin membuktikan atau mengunjungi daerah ataupun bangunan tersebut secara langsung, hal ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah tersebut.

(20)

perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

Wisata sejarah sebagai bentuk kegiatan apabila seorang atau sekelompok individu melakukan perjalanan ke suatu tempat yang berhubungan dengan berbagai macam tempat yang mendukung untuk mendapatkan sejarah atau asal muasal suatu objek, namun tidak semua tempat dapat dijadikan daerah tujuan wisata sejarah karena diperlukan adanya kriteria tertentu agar suatu wilayah dapat menjadi daerah tujuan wisata sejarah.

Keberadaan bangunan bersejarah juga sebagai suatu bentuk upaya mengenal lebih dekat bukti peninggalan dan dapat dikembangkan dalam bentuk wisata sejarah. Setiap situs sejarah dapat dikembangkan menjadi potensi wisata dengan terlebih dahulu melengkapi setiap lokasi dengan fasilitas standar sesuai dengan tujuan wisata sejarah.

1.2 Tinjauan Pustaka

(21)

Konsepsi Kebudayaan

Untuk dapat melihat pariwisata dalam pandangan kebudayaan, maka penjelasan mengenai tinjaun pustaka akan dimulai dengan konsepsi kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980:193), pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dapat terwujud kehidupan sehari-hari, salah satu pengertian kebudayaan yang bersifat abstrak itu diwujudkan dalam bentuk kegiatan pariwisata.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Koenjaraningrat :1980).

Ketiga wujud kebudayaan (ide, wujud sosial dan materi/fisik) berjalan seiring dan berkaitan serta dalam penjelasan suatu fenomena kebudayaan ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak dapat dipisahkan namun dapat dijelaskan secara terpisah( Koenjaraningrat:1980).

(22)

dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, yaitu: 1. Bahasa, 2. Sistem Pengetahuan, 3. Organisasi Sosial, 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, 5. Sistem Mata Pencaharian, 6. Sistem Religi, dan 7. Kesenian.

Kebudayaan fisik adalah kebudayaan yang meliputi semua benda atau objek fisik hasil karya manusia, seperti rumah, gedung bersejarah, perkantoran, jalan, dan sebagainya. Oleh karenanya, sifat dari kebudayaan fisik paling konkrit, mudah diraba dan diobservasi. Kebudayaan fisik merupakan hasil dari aktivitas sosial manusia (Harris dalam Fedyani:2003)

Antropologi sangat erat hubungannya dengan kebudayaan, dimana antropologi memiliki beberapa sub bidang ilmu di dalamnya, salah satu sub bidang ilmu dalam antropologi adalah antropologi pariwisata. Hubungan antropologi dan pariwisata adalah membahas dua hal utama yaitu relevansi teori-teori antropologi dalam melihat berbagai masalah dalam pariwisata dan masalah kedudukan peneliti dalam proses representasi.

Pariwisata

Pariwisata sendiri secara harfiah adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan wisatawan. Hal ini membuktikan bahwa ini erat hubungannya dengan antropologi, dimana adanya proses belajar mengetahui apa yang diinginkan calon wisatawan sebagai dasar atau awal usaha pemenuhan kebutuhan yang benar-benar mereka inginkan.

(23)

dan konsep-konsep antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek budaya masyarakat sebagai aset pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai dari aspek budaya serta sejarah.

Menurut Pendit (2003) terdapat berbagai pendapat dalam mendefinisikan kata pariwisata tersebut, namun hal yang paling penting adalah kita harus memandang pariwisata secara menyeluruh termasuk aspek lainnya yang terlibat dan mempengaruhi pariwisata, seperti :

1. Wisatawan

Setiap wisatawan ingin mencari dan menemukan pengalaman fisik dan psikologis yang berbeda – beda antara satu wisatawan dengan wisatawan lainnya. Hal inilah yang membedakan wisatawan dalam memilih tujuan dan jenis kegiatan di daerah yang dikunjungi.

2. Industri Penyedia Barang dan Jasa

Orang – orang bisnis atau investor melihat pariwisata sebagai suatu kesempatan untuk mendatangkan keuntungan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan.

3. Pemerintah Lokal 4. Masyarakat setempat

(24)

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa pariwisata merupakan gabungan dari sejumlah fenomena yang muncul dari interaksi antara wisatawan, industri penyedia barang & jasa, pemerintah lokal, dan masyarakat setempat dalam sebuah proses untuk menarik dan melayani wisatawan.

Mengutip Pendit (2003:14) yang mengatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek wisata dan daya tarik wisata. Objek wisata dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Sementara wisatawan sendiri adalah orang-orang yang melakukan perjalanan wisata.

Adapun keragaman jenis pariwisata adalah: Wisata Budaya, Wisata Kesehatan, Wisata Olahraga, Komersial, Wisata Industri, Wisata Politik, Wisata konvensi, Wisata sosial, Wisata Pertanian, Wisata maritim (bahari), Wisata Cagar Alam, Wisata Buru, Wisata Pilgrim dan Wisata Sejarah. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah wisata sejarah (Marpaung, 2002: 19).

Sugiama (2000:10) mempertegas hubungan yang terjadi dari kegiatan pariwisata, yaitu :

a. Akomodasi, merupakan komponen yang penting dalam memfasilitasi wisatawan selama berada di daerah yang mereka kunjungi. Contoh: hotel dan restoran.

b. Atraksi wisata, merupakan komponen yang menjadi salah satu dasar wisatawan berkunjung ke suatu daerah.

(25)

memudahkan kebutuhan wisatawan selama berada di destinasi wisata. Contoh: biro perjalanan, supermarket, bank, ATM, layanan kesehatan.

d. Transportasi, merupakan komponen yang memungkinkan wisatawan mencapai destinasi yang dituju. Transportasi ini dapat berupa transportasi dari tempat tinggal wisatawan ke destinasi wisata, maupun transportasi selama berada di destinasi wisata.

e. Infrastruktur lain, seperti sarana air, listrik, dan komunikasi. Komponen ini memiliki peran yang penting sebagai penunjang operasional komponen lain.

f. Elemen institusi, merupakan komponen yang berperan dalam pengembangan dan pengelolaan destinasi wisata yang bersangkutan. Peran ini biasanya dilakukan oleh pemerintah.

Berdasarkan pandangan Sugiama, nampak jelas bahwa dalam pengembangan suatu potensi menjadi objek wisata harus mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan akomodasi, fasilitas, atraksi, transportasi, dan infrastruktur lainnya.

Pertimbangan lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam pengembangan objek wisata adalah faktor geografis. Menurut Maryani (2000) terdapat lima unsur geografis yang sangat penting untuk diaplikasikan dalam pariwisata, yaitu faktor lokasi (location), tempat (place), hubungan timbal balik (interrelation), gerakan (movement), dan pewilayahan (regionalisasi).

(26)

berikut :

1. Archaeological, Historical, and Cultural sites yang termasuk kedalam situs budaya, sejarah dan arkeologi adalah monumen nasional dan budaya, bangunan peribadatan bersejarah contohnya gereja, masjid, kuil (klenteng), bangunan (gedung) bersejarah, bentuk daerah dan kota, dan berbagai tempat penyelenggaraan event bersejarah lain.

2. Distinctive Cultural Patterns, pola kebudayaan, tradisi, dan gaya hidup yang tidak biasa (yang berbeda dengan yang dimiliki oleh para wisatawan).

3. Arts and Handicrafts, yang termasuk kedalamnya adalah tarian, musik, dan drama, dan seni melikus, memahat, hal tersebut dapat menjadi suatu atraksi yang sangat menarik bagi para wisatawan terutama jika dikemas dengan baik.

4. Interesting Economis Activities, salah satu jenis atraksi wisata yang sukses dari atraksi wisata budaya adalah observasi, deskripsi, dan terkadang demonsentrasi dari suatu aktivitas perekonomian yang menarik seperti pasar tradisional.

5. Interesting Urban Areas, berbeda dengan area pedesaan, area perkotaan dengan variasi gaya arsitektural, bangunan-banguan dan daerah-daerah bersejarah, merupakan suatu atraksi bagi para wisatawan yang menikmati pemandangan perkotaan dan karakteristik kota tersebut.

(27)

7. Cultural Festivals, beberapa tipe dari festival kebudayaan yang terkait dengan tradisi lokal dan kesenian dapat menjadi atraksi yang utama.

Informasi dan makna sejarah. Dua hal itu merupakan aspek penting yang dicari orang ketika mereka mengunjungi situs wisata sejarah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengunjungi prasasti, candi, istana, benteng, makam, gedung, tempat peribadatan, museum dan monument. Dimana dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu bangunan yang berpotensi untuk dijadikan suatu sumber yang kuat untuk mencari dan mengetahui suatu sejarah dan asal muasal peristiwa maupun daerah terkait. Bangunan tujuan wisata sejarah ini juga merupakan tempat yang dijadikan pemerintah sebagai cagar budaya dan sejarah karena mamiliki sejarah yang tinggi dalam peristiwa yang terkait (Yoeti, 1985: 95).

Hall dan M. C. Arthur (1996:12) membagi Cultural Heritage ke dalam beberapa tipe yaitu Artefacts, Buildings, Sites (collection of buildings, artifact, and/or site of historical event), Townscapes, dan Landscape (eg. History City).

(28)

masih banyak terdapat bangunan-bangunan atau rumah-rumah tempat tinggal dari zaman kolonial Belands sehingga memiliki objek wisata yang dapat dikembangkan menjadi wisata warisan budaya. Peninggalan penjajahan Kolonial menyisakan bangunan- bangunan yang memiliki gaya dan arsitektur yang khas serta mengandung pengetahuan dan pendidikan.

Dari pengamatan sejarah Indonesia yang agak panjang, ternyata bahwa banyak tempat dan kota di Indonesia punya sejarah yang cukup tua, bukan di Jawa dan Bali saja tetapi termasuk kota Ternate dan sebagainya. Sejarah memang tidak secara khusus dan rinci menggambarkan atau mencatat secara tertulis keadaan kota-kota itu. Apalagi sebagian besar dari sejarah formal Indonesia ditulis oleh orang ”luar” (Silas 2007 :2)

Penulis sendiri mengangkat penelitian yang berdasarkan pada pengertian di atas, yakni wisata sejarah. Dimana lokasi penelitian yang penulis teliti adalah Kawasan Kesawan adalah kawasan yang memiliki keragaman bangunan bersejarah dari segi asal muasal perkembangan dan penggunaan yang merupakan inti pembentukan Kota Medan.

Menurut Mumford2

2

http://www.scribd.com/doc/65928093/Pengertian-Kota-Menurut-Para-Ahli

(29)

1. Berukuran dan berpenduduk besar 2. Bersifat permanen

3. Mempunyai kepadatan minimum untuk zaman dan daerahnya

4. Mempunyai struktur dan pola dasar yang dapat dikenali sebagai jalan-jalan dan ruang kota.

5. Merupakan suatu tempat dimana orang tinggal dan bekerja

6. Mempunyai sejumlah minimal fungsi-fungsi kota yang dapat meliputi sebuah pasar, suatu pusat pemerintahan atau politik, suatu pusat militer, suatu pusat keagamaan atau suatu pusat kegiatan intelektual lengkap dengan lembaga-lembaga yang besangkutan.

7. Suatu masyarakat yang heterogen, dan bertingkat-tingkat serta adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat tesebut.

8. Suatu pusat ekonomi perkotaan untuk zaman dan daerahnya yang menghubungkan suatu hiterland pertanian dan mengelola bahan mentah untuk pasaran yang lebih luas.

9. Merupakan sebuah pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya.

10.Merupakan suatu pusat difusi dan mempunyai cara hidup perkotaan sesuai dengan jaman dan daerahnya

(30)

untuk melakukan perjalanan (berwisata). Lebih lanjut dilakukan penyimpulan bahwa makin banyak orang melakukan perjalanan, makin bertambah pula pengetahuan serta pengalamannya. Kemudian berlanjut pada bertambahnya ‘kekayaan’ intelegensia dan jiwanya.

Kebudayaan nampak dalam tingkah laku dan hasil karya manusia (culture in act and artifact). Manifestasi kebudayaan itulah yang diharapkan kepada wisatawan untuk dinikmati sebagai atraksi wisata. Dengan kata lain, di belakang manifestasi kebudayaan terdapat nilai kebudayaan yang dapat dijual (Soekadijo, 1996: 288-289).

Pariwisata yang berhubungan dengan penelitian etnografi, sebagai antropolog tidak boleh mengabaikan wisatawan selama penelitian lapangan dan tidak juga boleh mengabaikan keseriusan pariwisata sebagai suatu akademisi penelitian yang berhubungan untuk mengambil peran aktif dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata sebagai disiplin ilmu penelitian antropologi. Pemahaman melalui pendekatan secara interpretatif adalah aspek penting dalam mempelajari pariwisata sebagai suatu karya etnografi.

1.3 Perumusan Masalah

(31)

sejarah.

Pembahasan dilakukan dengan cara memasukkan suatu informasi maupun data yang didapat di lapangan maupun studi kepustakaan yang memiliki keterkaitan dengan masalah ini.

Penelitian yang akan dilakukan ini mengambil judul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top Medan” bertujuan untuk melihat peranan wisata sejarah dalam dunia kepariwisataan dan perkembangan kegiatan wisata sejarah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, permasalahan utama dari penelitian ini adalah peranan dan perkembangan Kawasan Kesawan sebagai salah satu objek wisata sejarah yang memiliki potensi untuk perkembangan dunia kepariwisataan di Kota Medan secara khusus.

Permasalahan tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, antara lain :

1. Bagaimana wisata sejarah Restoran Tip Top di Jalan Ahmad Yani Kawasan Kesawan Medan?

2. Apa saja peran pihak-pihak terkait (pemerintah, masyarakat dan wisatawan) dalam melestarikan bangunan bersejarah tersebut?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

(32)

a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai keberadaan bangunan bersejarah di Kawasan Kesawan Medan sebagai kawasan bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah yang ada di Kota Medan.

Hal ini ditujukan untuk melihat bagaimana proses pelestarian dan pengembangan kawasan bangunan bersejarah menjadi tujuan wisata sejarah di Kota Medan.

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan perkembangan Kawasan Kesawan Medan khususnya Restoran Tip Top sebagai objek wisata Kota Medan

2. Untuk mengetahui peranan pihak-pihak terkait, yaitu : pemerintah, masyarakat dan wisatawan dalam melestarikan bangunan bersejarah sebagai objek wisata sejarah,

b. Manfaat Penelitian

(33)

Menariknya penelitian ini untuk semakin memperkokoh jatidiri masyarakat Kota Medan melalui keragaman bangunan bersejarah di Kawasan Kesawan Medan dengan tujuan utama agar para generasi berikutnya mengenal sejarah dan budaya sebagai identitas serta sebagai pembentuk identitas Kota Medan.

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

1. Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi penambah khasanah penelitian bidang antropologi pariwisata.

2. Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan sumbangan secara nyata mengenai bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah di Kota Medan.

1.5 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah faktor penting dalam suatu proses penelitian, adapun lokasi penelitian ini di Restoran Tip Top Jalan Ahmad Yani Medan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas aspek aksesbilitas, yaitu jarak yang dekat, rapport yang baik antara peneliti dengan informan yang telah terjalin sebelumnya.

1.6 Metode Penelitian

a. Tipe dan Pendekatan Penelitian

(34)

daerah Kawasan Kesawan Medan sebagai objek wisata sejarah di Kota Medan. Penulis tertarik dalam meneliti tentang Restoran Tip Top di Kawasan Kesawan sebagai suatu objek wisata sejarah yang memiliki andil dalam dunia kepariwisataan Kota Medan yang selama ini terus berkembang dan masih sering dikunjungi oleh wisatawan baik daerah maupun internasional. Tanpa menganggap itu sebagai perbedaan dan suatu keistimewaan dari objek-objek wisata sejarah lainnya hingga dapat menjadi suatu konflik, melainkan sebagai suatu keragaman tentang bangunan bersejarah yang ada di Kota Medan.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, pengetahuan tentang daerah sekitar Kesawan Medan serta orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut menjadi masukan buat peneliti dan juga ungkapan-ungkapan yang ada pada pihak-pihak terkait yang diteliti mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan fokus penelitian Kawasan Kesawan menjadi daerah tujuan wisata sejarah, hal tersebut justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

b. Tehnik Pengumpulan Data

(35)

Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

(36)

Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang bersifat observasi non-partisipasi, digunakan kamera untuk mempublikasikan hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan adanya kamera dapat memudahkan peneliti untuk menggambarkan keadaan dari masyarakat setempat dimana penelitian berlangsung.

Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan disini adalah pihak-pihat terkait yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan Kawasan Kesawan Medan. Dimana yang berpotensi menjadi informan pangkal adalah orang yang pertama kali peneliti dapatkan dalam melakukan penelitian awal, yang dalam hal ini adalah para pemandu wisatawan (guide), melalui pemandu wisatawan (guide) didapatkan sedikit keterangan tentang Restoran Tip Top di Kesawan Medan tersebut.

Informan kunci adalah orang yang dianggap memiliki keterkaitan langsung dan memiliki pengetahuan yang dalam tentang hal yang diteliti, dalam hal ini Kawasan Kesawan Medan, dimana yang termasuk dalam informan kunci pada penelitian ini adalah pemilik bangunan Restoran Tip Top di Kawasan Kesawan Medan.

(37)

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi orang-orang yang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang sejarah dan asal-usul Kawasan Kesawan Medan. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah dan asal-usul Kawasan Kesawan tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami makna dan merupakan tema pokok penelitian yang akan dilakukan.

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau langsung dengan para informan dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape recoder yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika di lapangan.

Data Sekunder

(38)

c. Analisis Data

Dapat dikatakan bahwasanya dalam penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan. Data ini diperlakukan sebagaimana adanya, tanpa dikurangi, ditambahi ataupun diubah, sehingga tidak akan mempengaruhi keaslian data-data tersebut. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan hasil wawancara.

Langkah selanjutnya, data-data yang telah tersedia dan telah diteliti kembali ini akan dianalisis secara kualitatif. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman-pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori yang sesuai dengan tujuan penulis.

1.7 Pengalaman Penulis Selama di Lapangan

Penelitian ini pada awalnya berjudul Wisata Bangunan Bersejarah di Kawasan Kesawan Medan. Kemudian berganti judul menjadi “ Wisata Sejarah: Restoran Tip Top di Medan” setelah melalui ujian seminar proposal. Kajian judul yang pertama terlalu luas oleh sebab itu disempitkan kepada Restoran Tip Top saja.

(39)

Tak lengkap rasanya jika kita khususnya orang Medan atau yang berdomisili di Medan tak pernah berkunjung atau bahkan tak tau tentang keberadaan Restoran Tip Top ini, karena restoran ini termasuk restoran yang tertua di Kota Medan dan kuliner ang disajikan juga masi tetap menjaga cita rasa yang sudah ada sejak generasi pertama pemilik restoran ini.

Saya berdomisili di Jalan Jamin Ginting Pasar 1 Padang Bulan Medan. Tak begitu jauh jarak antara restoran Tip Top dengan tempat saya tinggal. Cukup dengan sekali naik angkutan umum (angkot) yang menuju arah Aksara Pancing. Setelah itu, turun tepat di depan Merdeka Walk atau persimpangan Kantor Gubernur Sumatera Utara. Untuk selanjutnya perjalan ditempuh dengan jalan kaki saja ke arah Lonsum, dikarenakan jalur kendaraan satu arah. Kira-kira berjalan kaki 200 meter, kita sudah sampai di Restoran Tip Top yang berasa di sisi kanan jalan raya.

(40)

yang menggunakan kayu bakar dan cita rasa cakenya itu masi terjaga dari awal berdirinya restoran sampai sekarang ini.

Jarum jam menunjukkan tepat jam 10.00 WIB, restoran tak begitu ramai dikunjungi. Hanya ada beberapa orang tua beruban di bagian teras duduk dengan kursi rotan sambil menikmati kopi hangat dan serapan yag di letakkan di sebuah meja bundar. Saya sendiri duduk di sisi dalam restoran, tepat di meja 5. Ada 9 meja petak dengan alas meja merah kotak-kotak yang mengisi ruangan dalam. Setiap meja di lengkapi dengan 6 kursi kayu, tetapi ada juga yang dilengkapi dengan 4 kursi kayu saja. Di bagian tengah ruangan dipajang dengan rapi gelas-gelas kristal pada masa kolonial dulu. Di sisi belakang pajang gelas-gelas, bias kita liat mesin uang kasir yang dipakai pada jaman masa colonial dulu, sudah agak usang warnanya. Di bagian dalam restoran ada sebuah steeling masakan Indonesia, dan di depannya terdapat telepon umum yang dipakai pada waktu dulu. Kasir restoran ada di sisi dalam restoran, tepat di ujung jalan menuju Restoran Tip Top.

(41)

di sudut kanan ruangan sebelam dalam. Mereka yang ingin bernyanyi juga diperkenankan untuk bernyanyi.

Bagi pengunjung yang tak sempat menikmati sajian kuliner yang di sediakan Restoran Tip Top atau ingin membawa oleh-oleh buat di bawa pulang, tak usah berkecil hati. Di Sebelah restoran terdapat ruangan khusus menjual cake dan aneka makanan ringan yang bercorak Restoran Tip Top untuk dapat dibawa pulang. Restoran Tip Top juga melayani pesanan kue kotak untuk mereka yang tak sempat berkunjung tapi ingin menikmati suguhan cake Restoran Tip Top.

(42)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Kota Medan

Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara secara umum adalah kota ketiga terbesar di Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Perkembangan Kota Medan mengalami pasang surut. Pada masa sebelum munculnya perkebunan di Sumatera Utara, Kota Medan berada dibawah Padang. Namun sejak munculnya industri perkebunan di Sumatera Utara atau tepatnya Sumatera Timur, pertumbuhan Kota Medan mengalami peningkatan yang cukup drastis.

Medan muncul sebagai pusat kegiatan ekonomi, administrasi pemerintahan, politik dan kebudayaan. Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi perkebunan menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib. Akibatnya berbagai macam kelompok ethnik diantaranya adalah : Karo, Toba, Mandailing, Minangkabau, Aceh, Cina, Jawa, India dan lain lain menjadi penghuni Kota Medan bersama dengan etnik asli yakni Melayu (Suprayitno : 2005).

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Untuk itu kota memiliki berbagai kelebihan yang dapat dilihat dari berbagai aspek.

(43)

dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2010 diperkirakan telah mencapai 2.109.339 jiwa (BPS :2010).

Luas Kota Medan mecapai 26.510 hektar (265,10 Km2 ) atau 3.6% dari keseluruhan wilayah sumatera utara (BPS:2010). Dengan demikian, dibandingkan dengan kota /kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relative besar.

Geografi Kota Medan terletak pada 3o 30’ – 3o 43’ lintang utara dan 98o 35’- 98o 44’ bujur timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37.5 meter di atas permukaan laut (BPS :2010)

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, WaliKota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat WaliKota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

(44)

maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

(45)

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun ke luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah tBelawan dan pusat Kota Medan saat ini.

2.2 Kota Medan Secara Demografis

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian berada pada posisi yang tinggi menjadi suatu keadaan dimana tingkat dan kematian berada pada posisi menengah atau seimbang.

(46)

dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.

Tab el 1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Per-Kecamatan Kota Medan

Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan

Medan Tuntungan 39.729 42.25 81.974

Medan Johor 60.912 62.557 123.469

Medan Amplas 58.320 59.456 117.776

Medan Denai 71.346 70.496 141.842

(47)

Medan Kota 35.258 37.603 72.861

Medan Maimun 19.402 20.517 39.919

Medan Polonia 25.897 26.655 52.552

Medan Baru 18.838 23.351 42.189

Medan Selayang 48.587 50.780 99.367

Medan Sunggal 55.164 57.262 112.426

Medan Helvetia 70.880 73.598 114.478

Medan Petisah 29.590 32.572 62.162

Medan Barat 34.596 36.117 70.713

Medan Timur 52.438 55.970 108.408

Medan Perjuangan 45.171 48.791 93.962

Medan Tembung 65.760 69.003 134.763

Medan Deli 84.671 82.521 167.192

Medan Labuhan 56.795 54.696 111.491

Medan Marelan 70.903 68.917 139.820

Medan Belawan 48.833 46.751 95.584

Sumber BPS.go.id (2010).

2.3 Kota Medan Secara Ekonomi

(48)

dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi, relatif tetap.

Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen (BPS:2010).

Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen dan primer sebesar 2,93 persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen.

(49)

yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 persen( BPS :2010).

Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan tahun 2009 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 terjadi peningkatan sebesar 6,56 persen terhadap tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 9,22 persen. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22 persen, sektor jasa-jasa 7,42 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 5,06 persen, sektor pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 2,94 persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian tumbuh 0,46 persen. Besaran PDRB Kota Medan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 33,43 triliun (BPS:2010)

(50)

Dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB Kota Medan pada tahun 2009 digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 36,20 persen, disusul oleh ekspor neto 30,53 persen (ekspor 50,82 persen dan impor 20,29 persen), pembentukan modal tetap bruto 20,61 persen, konsumsi pemerintah 9,54 persen dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba 0,64 persen. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 mencapai Rp. 34,26 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar Rp. 31,07 juta (BPS :2010).

2.4 Kota Medan Secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya.

(51)

Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di Kota Medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin(BPS :2010).

2.5 Kota Medan Secara Kultural

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis) dan agama. Oleh karenanya budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan.

Adanya pluralisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu isu primordialisme yang dapat mengganngu sendi sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuan dan sasaran strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

2.6 Kota Medan Masa Kolonial

(52)

Pemerintahan Hindia Belanda dilaksanakan dengan menganut asas sentralisasi. Medan sebagai kota yang baru dibuka masih merupakan bagian dari wilayah Keresidenan Sumatera Timur sampai tahun 1870 (Sinar :1994).

Sumatera Timur sampai pertengahan abad ke-19 didiami oleh kelompok etnis Melayu, Batak, Karo dan Batak Simalungun. Mereka inilah yang dikenal sebagai penduduk asli Sumatera Timur (Reid dalam Suprayitno:2005).

Sumatera Timur adalah daerah daerah dataran rendah yang luas. Didaerah ini terdapat hutan mangrove yang ditumbuhi oleh pohon bakau dan nipah, serta banyak dijumpai sungai sungai yang bermuara ke selat malaka (Suprayitno :2005).

Pemerintah Belanda melancarkan politik ekspansionisme ke Sumatera timur pada pertengahan abad ke-19. Pengaruhnya semakin kuat setelah sultan Serdang (Basyaruddin menandatangani perjanjian acte van erkening tanggal 16 agustus 1862 yang menyatakan takluk pada pemerintah Belanda. Setelah itu meyusul kerajaan asahan 2 maret 1886, langkat 21 oktober 1885 dan sebagainya (Suprayitno : 2005)

Mengingat perkembangan ekonomi yang pesat di Sumatera Timur, maka pada tahun 1887 ibukota keresidenan Sumatera Timur dipindahkan ke Medan (Sinar dalam Suprayitno : 2005).

(53)

kesatuan politik dan administrasi. Belanda pun secara tidak langsung telah memberikan identitas baru kepada daerah pesisir Sumatera Timur dan menghubungkan daerah itu dengan Jawa.

Medan sendiri dalam bahasa Melayu berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman dulu merupakan tempat berkumpul orang-orang dari Hamparan Perak, Sukapiring dan daerah lainnya untuk berdagang dan bertaruh. Daerah ini dikenal dengan nama kampung Melayu. Kampung ini dikelilingi oleh kampung-kampung lain, seperti Kesawan, Binuang, Tebing Tinggi, dan Merbau. Keberadaan kampung-kampung ini sekarang sudah tidak ada lagi, karena terdesak oleh perluasan Kota Medan. Tanah Lapang Esplanade (lapangan Merdeka) saat itu masih merupakan kebun tembakau yang penuh dengan rawa-rawa. Wilayah yang tidak dikuasai langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda meliputi kawasan Kesultanan atau daerah Swapraja, sedangkan daerah yang dikuasai langsung oleh pemerintah Belanda disebut dengan Daerah Gouvernement (Sinar :1994)

(54)

Arrasjid mengalihkan kepemilikan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota tahun 1918 untuk menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 Medan telah menjadi pusat kegiatan administrasi pemerintahan dan ekonomi(Sinar :1994).

Hal yang cukup menarik bahwa secara fisik perkembangan kota tidak hanya berurusan dengan kebutuhan orang hidup, seperti tempat tinggal, perkantoran, stasiun kereta api dan sebagainya melainkan juga berhubungan dengan orang-orang yang meninggal, yaitu adalah kebutuhan akan pemakaman. Berbagai pihak ikut mengupayakan kebutuhan itu sehingga di Medan sejak dahulu diketahui memiliki beberapa kompleks pemakaman, baik untuk umum maupun bagi kelompok masyarakat tertentu. Perkembangan kota yang pesat menjadikan Medan sebuah kota modern yang ditandai dengan berdirinya bangunan-bangunan beragam gaya arsitektural. Banyak orang mengatakan bahwa Kota Medan menjadi betul-betul unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota bergaya Eropa dalam nuansa Inggris (Sinar :1994)

(55)

pengaruh dari model taman-taman di kota Paris, sehingga Kota Medan mendapat julukan Parijs van Sumatera. Pesatnya perkembangan Kota Medan tampak pula dari pembagian wilayah administrasinya. Pada tahun 1959 wilayah Kota Medan terbagi atas 4 (empat) wilayah kecamatan, dan pada saat ini terbagi atas 21 wilayah Kecamatan. Hal ini disesuaikan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan luasan wilayah (Sinar :1994).

Namun pada saat sekarang ini keberadaan bangunan tersebut telah berganti menjadi bentuk bengunan baru yang dipengaruhi oleh perubahan waktu dan perkembangan zaman.

Mengutip Matondang (2012:1) yang mengatakan bahwa Perkembangan wilayah Medan menjadi sebentuk Kota tidak lepas dari peran materi fisik yang

menunjang kehidupan manusia, penciptaan atas ruang kota didasari atas

kebutuhan maupun faktor estetika yang berguna bagi manusia.

• Kawasan Pecinan

Dari aspek sejarah keberadaan kawasan Pecinan memperlihatkan struktur komposisi masyarakat mayoritas etnik china di masa lalu. Lokasi bangunan ini dan sekitarnya merupakan wilayah pemukiman orang- orang Cina yang umumnya sebagai pedagang, tuan tanah, penarik pajak, dan lainnya yang mendapat perlindungan dari Penguasa pada masa pemerintahan Belanda. Daerah kawasan Pecinan yaitu meliputi daerah perkantoran, dan perdagangan yang berada pada Jl. Cirebon, Jl. Surakarta, Jl. Bogor.

• Kawasan Kampung Tamil

(56)

perkebunan yang ada di Kota Medan. Awalnya orang Tamil bermukim disekitar kota-kota besar yang ada di Kota Medan. Pemukiman orang Tamil yang sering dikenal dengan nama kampung Madras, dan yang lebih familiar lagi dikenal dengan nama kampung Keling. Daerah pemukiman mereka biasanya lebih dominan terletak di pinggiran sungai. Tepatnya mayoritas orang Tamil tersebut berada di pinggiran sungai Babura, dimana sungai ini merupakan sungai yang menjadi jalur utama transportasi di masa lampau. Tetapi sekarang pemukiman orang-orang Tamil sudah menyebar di sejumlah tempat di seluruh Kota Medan.

Awal datangnya orang Tamil ke Medan ialah ingin bekerja sebagai kuli perkebunan. Hal ini dilatarbelakangi dengan keadaan orang Tamil yang datang ke Medan, yang berasal dari golongan orang –orang rendah di India baik dari segi pendidikan dan ekonomi. Orang-orang Tamil inilah yang dipekerjakan sebagai kuli/budak perkebunan milik orang Eropa.

• Kawasan Pribumi 1. Mandailing

Merupakan kawasan yang berada pada sepanjang aliran di pemukiman Sungai Deli, Kelurahan Sei Mati, serta kampung baru dan sekitarnya.

2. Melayu/ Minang

(57)

bangsawannya yang ditandai dengan banyak istana-istana para tengku yang berupa rumah panggung. Daerah-nya dari Jalan Halat, Jalan Japaris dan Sisingamangaraja dan Ismailiyah. Jalan Puri juga dulunya lebar seperti Amaliun, dan sekarang d Jalan Puri masih terdapat satu rumah panggung model rumah Melayu Deli.

Pada saat sekarang ini tidak kelihatan lagi keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan akibat tidak adanya tindakan pelestarian bangunan-bangunan bersejarah. Kini hanya deretan rumah toko yang kelihatan akibat masyarakat yang tinggal di bangunan bersejarah menjual bangunan tersebut kepada orang yang sanggup membayarnya dengan harga tinggi, pemerintah Kota Medan hanya membiarkan hal seperti ini terjadi

• Kawasan Eropa

(58)

Tua. Kawasan Eropa inilah yang kini kemudian menjadi kesawan (Sinar :1986) Sebenarnya Kesawan itu dahulunya masuk ke dalam wilayah perkebunan. Kemudian berkembanglah tempat itu. Maka banyaklah pertokoan-pertokoan yang dibuat oleh orang-orang Cina di lokasi ini Seiring waktu, berbagai etnik pun menyebar memanfaatkan wilayah ini sebagai kawasan bisnis. Di tahun 1918, wilayah itu pun diserahkan oleh Kesultanan Deli kepada pemerintah (Sinar :1994)

Pada masa kolonial Hindia-Belanda wilayah Kota Medan diatur hingga akhirnya terbentuklah gemeente atau pemerintahan lokal yang mengurus kebutuhan daerah setingkat kota. Oleh gemeente Kota Medan atau pemerintah Kota Praja Medan, kawasan itu pun disusun teratur sedemikian rupa hingga membentuk sebuah kawasan bernama Kesawan yang di penuhi dengan bangunan-bangunan bergaya Eropa (Said :1992).

Sejak itu berdatanganlah perusahaan-perusahaan asing untuk membuka berbagai perkantoran, bank, perusahaan perkebunan, kantor pusat perkebunan dan pemerintahan, perusahaan pelayaran, kapal-kapal asing, dan lain-lainnya hingga Kesawan penuh dan menjadi pusat kota. Dulu kios-kios yang dibangun di situ masih berbentuk kayu (Said :1992)

(59)

foto 2. Medan tempo dulu

medantempoedoeloe.blogspot.com diakses pada 17 November 2012

Hanya sedikit orang dari kalangan Bumiputra yang tinggal di wilayah Gemeente. Itupun hanya orang yang memiliki kepentingan tertentu, ataupun penduduk yang pada awalnya memiliki tanah dan rumah di wilayah sosial yang tergolong tinggi. Bahasa yang digunakan di tempat ini beragam-ragam sesuai dengan penduduknya. Orang-orang Eropa berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri, terutama dengan bahasa Belanda. Sementara orang-orang Tionghoa memakai bahasa ibu mereka, begitu juga dengan orang-orang India. Namun yang menjadi pengantar komunikasi berbeda-beda tersebut adalah bahasa Melayu Indonesia yang dicampur dengan bahasa Belanda (Said :1992)

(60)

tipologi kota yang dibentuk oleh kolonialisasi oleh bangsa-bangsa Barat (mis: Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Portugal,Inggris) sejak abad ke-16 di negara-negara yang ada di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Kawasan Gemeente/kolonial dibangun oleh negara-negara besar, diberi pola formal yang ditentukan oleh penguasa. Lingkungannya juga pada masa lalu terbentuk oleh keterpaksaan, prasangka masalah ekonomi atau alasan yang dibuat-buat yang pada akhirnya menguntungkan pihak penguasa atau kolonial Belanda.

Hal ini berkaitan dengan munculnya pengolongan penduduk di kota kolonial yang menyebabkan pula pemusatan golongan penduduk tertentu pada bagian-bagian kota tertentu secara tata ruang dimana pola penggolongan etnis ini pada masa kolonial dengan “wijk” (Sinar :1994)

Kawasan Gemeente/Kolonial terbentuk oleh zona-zona yang diinginkan oleh hak penjajah sehingga tidak saling mengganggu dilihat dari segi politik kolonial. Konsep rancang kota berdasarkan orientasi kepentingan politik dan melupakan persyaratan pendekatan kepada seluruh masyarakat kota. Sifat pembangunan tergantung kepada kepentingan struktur politik, sosial budaya dan kekuatan ekonomi pihak pemegang kekuasaan (Sinar :1994)

(61)

Keadaannya cukup sunyi dan agak tertutup. Keadaan ini berbeda lagi dengan kantong-kantong pemukiman orang-orang Tionghoa dan India yang suasananya yang relatif ramai. Simbol bagi Gemeente adalah Lapangan Merdeka Medan dan gedung De Javasche Bank, serta tentu saja Kantor Pos Besar dengan air mancur Jacobus Nienhuys di depannya. Semua bangunan ini berada di kawasan Esplanade. Di kawasan yang menjadi pusat Kota Medan tersebut akan dapat ditemukan salah satu alasan yang membuat Kota Medan menjadi Ibukota Gouvernemen Sumatra Timur (Sinar :1994).

Pada masa kolonial Belanda, pusat perkembangan Kota Medan terletak di Kawasan Kesawan. Kegiatan ekonomi dan pemerintahan yang terletak di Kawasan Kesawan merupakan suatu bentuk permulaan perkembangan Medan menjadi suatu bentuk kota yang kompleks, kehadiran kereta api sebagai modal transportasi yang menghubungkan antar daerah menunjang kegiatan distribusi hasil perkebunan yang tersebar pada beberapa daerah di luat Kota Medan.

Kawasan Kesawan pada masa itu memiliki beberapa pusat kegiatan ekonomi dan sosial yang menunjang keberadaannya sebagai jantung Kota Medan, seperti keberadaan bangunan atau kantor London-Sumatera, rumah Tjong A Fie, deretan pertokoan di Kesawan maupun di daerah Pajak Ikan Lama.

(62)

diwujudkan dalam bentuk air mancur dan patung seorang Belanda. Patung itu mulai berada di depan Kantor Pos Besar sejak 1915 Masehi (Sinar :1994), namun pada saat ini patung tersebut tidak terdapat lagi di depan Kantor Pos Besar Medan.

(63)

BAB III

KEBERADAAN RESTORAN TIP TOP DI KOTA MEDAN

Sebuah kota dalam pertumbuhannya memiliki kawasan lama sebagai awal dari pertumbuhannya, sekaligus sebagai pusat pertumbuhan dan sejarah kota. Kehadiran bangunan-bangunan bernilai historis dan arsitektonis menampilkan cerita visual yang menunjukkan sejarah dari suatu tempat, mencerminkan perubahan-perubahan waktu tata cara kehidupan dan budaya dari penduduknya. Warisan budaya menjadi penting mengingat gencarnya kegiatan modernisasi dan globalisasi kota-kota di dunia yang bila tidak dikendalikan akan memberikan wajah kota yang sama di setiap kota (Adhisakti, 2001).

Eko Budihardjo dan Sidharta (1989) dalam Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta menyatakan bahwa suatu kota mempunyai kawasan lama sebagai lokasi awal pertumbuhannya. Sejarah kota dimulai dari kawasan ini dimana bangunan-bangunannya mudah dicirikan identitasnya, penuh dengan makna sejarah dan arsitektural, sehingga secara total memancarkan citra yang kuat. Tanpa adanya kawasan ini, masyarakat akan merasa terasing tentang asal-usul lingkungannya, karena tidak mempunyai orientasi pada masa lampau.

(64)

mana terdapat banyak bangunan-bangunan yang signifikan sebagai bangunan lama/bersejarah. Biasanya lokasi ini merupakan bagian kecil area dalam suatu kota.

Eko Budihardjo (1992) dalam Arsitektur dan Kota di Indonesia menyatakan bahwa kepentingan ekonomi, globalisasi dan derasnya arus informasi mengakibatkan terjadinya penyeragaman wajah-wajah kota yang ditunjukkan dari adanya penyamaan bentuk arsitektur. Gejala penyeragaman wajah kota ini di mulai dengan terjadinya gejala pengrusakan bangunan dan kawasan peninggalan sejarah di perkotaan. Bangunan-bangunan kuno bersejarah pada suatu kota banyak yang dibongkar untuk memberikan tempat bagi bangunan baru yang modern, berupa pencakar langit berbentuk kotak kaca yang tunggal rupa atau dalam bentuk seperti gedung pada umumnya sekarang ini yang dilapisi kaca pada setiap sisinya sehingga memberi bentuk seperti bangunan kaca, yang akhirnya menghilangkan ciri dan karekteristik khas kota tersebut. Akibat semakin padatnya arus lalu lintas pada masa sekarang ini mengakibatkan matinya aktivitas di suatu kawasan kota lama/bersejarah.

Perkembangan kota selanjutnya menuntun kepada pembangunan yang berorientasi modern. Ada juga yang memilih untuk merombak dan membongkar unsur-unsur fisik di kawasan kota lama, menggantikannya dengan yang baru. Semua ini dilakukan demi memenuhi tuntutan efisiensi dan ekonomis.

(65)

wisata yang sesungguhnya. Sebaliknya, usaha pengembangan juga tidak dapat dilakukan jika di suatu daerah tidak memiliki potensi daya tarik tertentu.

Pariwisata biasanya akan dapat lebih berkembang atau dikembangkan jika di suatu daerah terdapat lebih dari satu jenis objek dan daya tarik wisata. Beberapa jenis objek dan daya tarik wisata hanya akan dikembangkan sebagian karena alasan bagi kepentingan konservasi.

3.1 Bangunan Tua di Kawasan Kesawan

Keberadaan bangunan bersejarah dalam jumlah yang cukup banyak di Kota Medan yang berkaitan dengan era penanaman tembakau Deli di Sumatera Timur tersebut dipelopori oleh J. Nienhuyis, Van Der Falk, dan Elliot. Keuntungan besar yang diperoleh dari perkebunan ini pada tahun 1874 sudah dibuka 22 buah perkebunan—membuat pemerintah kolonial Belanda memindahkan ibukota Residensi Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tanggal 1 Maret 1887 (Sinar: 1994). Pada saat itulah, pembangunan infrastruktur dimulai dan arsitektur Eropa mulai mengisi wajah Kota Medan di mana, dapat dikatakan, pada saat itu sebagian besar Kota Medan terdiri atas rawa-rawa dan transportasi antarkota dilakukan melalui sungai. Arsitektur yang diperkenalkan mulai dari arsitektur klasik sampai arsitektur art deco yang dalam aplikasinya berusaha bersahabat dengan alam tropis.

Kutipan dari Gerritsen (2003) memberikan gambaran mengenai pengembangan fisik dalam pembangunan suatu kota :

(66)

heart of social and cultural life, both in non-modern societies and in present-day, western society; they ‘constitute culturally significant space of the highest order’. (Gerritsen :2003)

Sebuah rumah lebih dari tempat penampungan fisik terhadap unsur-unsur hanya menunjukkan yang sudah jelas. Rumah dalam banyak hal di jantung kehidupan sosial dan budaya, baik di non-modern dan masyarakat di masa kini-hari, masyarakat Barat, mereka merupakan ruang budaya signifikan dari urutan tertinggi '

Foto 3. Kesawan Square bentuk perubahan Kawasan Kesawan kini, diakses pada 17 November 2012

(67)

perkapalan di Belawan dibangun pada tahun 1889. Pada tahun 1888 dibangun Medan Hotel yang dahulu dikenal sebagai House of Food, sebuah tempat kesukaan tuan-tuan kebun saat datang ke Medan yang berada di depan lapangan esplanade atau lapangan Merdeka Medan, dan kemudian berkembang menjadi hotel Granada dan sekarang menjadi bangunan bank Mandiri. Hotel ini juga menjadi pemasok bir dingin ke perkebunan-perkebunan yang ada di seputar Kota Medan. Rumah sakit pertama yang dibangun adalah Eerste School voor Openbare Onderwijs pada tahun 1888. Pada tahun 1898 dibangun sekolah untuk golongan bumi putera bernama Eereste Inlandsche School der 2e Klasse (Sinar, 2001).

Rumah sakit dan sekolah yang dibangun oleh pihak kolonial Belanda merupakan bangunan yang diperuntukkan bagi kalangan masyarakat Eropa yang berdiam di Kota Medan.

Foto 4 . Jalan Ahmad Yani tempo dulu

Sumber. Medantempodoeloe.blogspot.com, diakses pada 17 November 2012

(68)

ini, sehingga kawasan ini dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata sejarah. Di bawah ini adalah penggambaran seluruh kawasan pariwisata di Kota Medan dan beberapa bangunan bersejarah terpenting yang menjadi bagiannya. Salah satunya adalah Restoran Tip Top.

3.2 Sejarah Restoran Tip Top

Awalnya restauran ini menjadi tempat berkumpulnya orang Belanda dari perkebunan maupun pemerintahan untuk menikmati breakfast atau sekedar menghabiskan secangkir kopi Robusta lokal dari Sidikalang yang terkenal di sore hari. Resto ini juga menjadi saksi bisu kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Tip Top perlahan mulai dikunjungi penduduk lokal terutama di kalangan menengah ke atas. Menu-menu baru pun bermunculan untuk beradaptasi dengan permintaan lokal seperti Indonesian dan Chinese Food.

Foto 5. Restoran Tip Top Dulu dan Kini

Gambar

Tabel 1 Pertumbuhan Penduduk

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis CHAID dengan jumlah sampel 180 orang terdapat faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi ikan segar di Hero Supermarket adalah rasa da

15 Saya cemas karena tidak mendapat penjelasan tentang dampak operasi yang akan saya jalani. 16 Saya

pori-pori pada lapisan buah rambutan sehingga proses respirasi berjalan dengan lambat sehingga mengakibatkan kandungan total asamnya menurun dengan lambat, sedangkan

Pembahasan menunjukkan bahwa terjadi perubahan secara fisik terhadap bentuk dan fungsi bangunan rumah tinggal tradisional di Desa Pedawa yang disebabkan oleh empat faktor

Jika pada penelitian ini penggunaan SIG untuk menampilkan informasi potensi daerah, maka dalam penelitian yang akan dibangun menggunakan SIG untuk menampilkan

Konsep harmoni ini bertujuan untuk mengomunikasikan kepada target audience, yaitu anak-anak dengan menciptakan buku pop-up cerita Panji Semirang Kediri yang memiliki

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi pelapisan spesimen SS 304 dengan kitosan optimum pada waktu 30 menit

Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti mencoba mendeskripsikan bagaimana strategi viral marketing yang dilakukan oleh kedai kopi susu Jokopi dalam membangun brand