PERILAKU PENDERITA HIPERTENSI TERHADAP
UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS BERASTAGI
TAHUN 2010
SKRIPSI
OLEH
JHONDRY ENDRI SEMBIRING
NIM : 071000251
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul :
PERILAKU PENDERITA HIPERTENSI TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BERASTAGI TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
JHONDRY ENDRI SEMBIRING NIM : 071000251
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal 18 Juni 2010
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Medan, Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatra Utara Dekan,
(dr. Ria Masniari Lubis, MSi) NIP. 19531018 198203 2 001
Ketua Penguji Penguji I
(dr. Linda T. Maas, MPH) NIP. 19521022 198003 2 002
(Drs. Alam Bakti Keloko, MKes) NIP. 19620604 199203 1 001
Penguji II Penguji III
(Lita Sri Andayani, SKM, MKes) NIP. 19690922 199403 2 002
ABSTRAK
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat seperti mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak, kurang serat, konsumsi garam berlebih, kurang olah raga, alkoholis,
obesitas, lemak darah tinggi dan stres, akan memperberat resiko komplikasi
seperti, mengakibatkan infark miokardium, stroke, gagal ginjal, bahkan tak jarang dapat menyebabkan kematian mendadak. Diwilayah Kerja Puskesmas Berastagi memiliki penderita hipertensi terbesar di Kabupaten karo dan program penanggulangan hipertensi juga telah dijalankan sejak tahun 2006. Akan tetapi masih terjadi peningkatan kasus hipertensi disertai dengan kasus penyakit akibat komplikasi hipertensi tersebut.
Hal Inilah yang melatar belakangi peneliti ingin meneliti lebih tentang perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi pada tahun 2010. Untuk dapat memperoleh gambaran perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi.
Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode survey untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencehagan komplikasi. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang belum terkena komplikasi dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Berastagi yaitu sebanyak 1451 orang. Dalam menentukan besar sampel yang akan diteliti ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1994). Besar sampel diperoleh sebanyak 65 Orang penderita hipertensi. Metode pemilihan sampel dengan stratified random sampling.
Dari hasil penelitian diketahui mayoritas responden berada pada tingkat pengatahuan sedang yaitu sebanyak 72.3%, sedangkan yang mempunyai pengetahuan pada tingkat baik sebanyak 24.6%. Pada tingkat sikap mayoritas responden berada pada tingkat sikap baik yaitu sebanyak 84.6% sedangkan untuk pernyataan sikap pada tingkat sedang sebanyak 15.4%. Pada tindakan terhadap upaya pencegahan komplikasi sebagian besar memiliki tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 84.6% dan yang mempunyai tingkat kepatuhan tinggi sebanyak 13.8% sedangkan sebanyak 1.5% berada pada tingkat kepatuhan rendah
Petugas kesehatan perlu melakukan peningkatan promosi kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi dalam melakukan upaya pencegahan komplikasi.
Kata kunci : Perilaku, Penderita Hipertensi, Pencegahan Komplikasi
ABSTRACT
Hypertension or high blood pressure is the leading cause of death and illness. The Historical Illness of hypertension together with the unhealthy lifestyle such as consuming tobacco, high fat, insufficient fiber, excessive salt, insufficient sport, alcoholism, obesity, high blood fat and stress, will worsen complication risks such as infark miokardium, stroke, kidney failure, and it can also lead to sudden death. In the work region in Puskesmas Berastagi has the highest number of hypertension sufferers in all the Ka bupaten Karo and the program for the handling of hypertension has been in operation since 2006. However, there is still an increase in the case of hypertension together with the illness caused by the hypertension complication mentioned above.
This research is conducted due to the background mentioned above and the researcher wants to know more about hypertension sufferer behavior toward the complication avoidance efforts in the Puskesmas Berastagi work region in 2010. This will enable the researcher to get a picture of hypertension
sufferers’ behavior in their efforts to avoid complications.
This research is quantitative descriptive using the survey method to
know the behavior of the hypertension sufferers’ behavior toward the
complication avoidance efforts. The population in this research is the hypertension sufferers who has not experienced complications and live in the work region of the Puskesmas Berastagi amounting to 1451 people. Lameshow (1994) theory is used to determine the size of the sample in this research. The size of the sample is 65 people suffering from hypertension. The stratified random sampling is used in this research.
From the result of this research the majority of the respondents who are
at the “normal” knowledge level is 72.3%, while the “good” knowledge level is 24.6%. In the “good” attitude level is 84.6% while the “normal” attitude
level is 15.4%. In the level of action to avoid complication a large number have high obedience level amounted to 13.8% while about 1.5% has low obedience level.
Health officials need more promotion on health so that this will
promote hypertension sufferers’ knowledge in making efforts to avoid
complication of hypertension
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan
kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “ Perilaku Penderita Hipertensi terhadap Upaya pencegahan
komplikasi Diwilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku dekan fakultas kesehatan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
2. Drs. Tukiman, MKM, Selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan
dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara
3. dr. Linda T. Maas, MPH, Selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran serta tenaga dalam memberikan
bimbingan, arahan dan dorongan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Drs. Alam bakti Keloko, M.kes, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
5. Lita sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku dosem penguji skripsi yang telah
banyak memberikan saran dan masukan terhadap skripsi ini
6. Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku dosem penguji skripsi yang telah banyak
memberikan saran dan masukan terhadap skripsi ini
7. dr. Simon Gurusinga, selaku kepala Puskesmas Berastagi yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini
8. Orang tua saya yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam
penyusunsn skripsi ini.
9. Rekan – rekan mahasiswa peminatan PKIP yang turut memberikan
dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis sudah berusaha menulis skripsi ini dengan baik, namun penulis
menyadari dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik isi
maupun penulisannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kesehatan masyarakat. Akhir kata semoga tuhan yang maha esa selalu
menyertai kita semua.
Medan Juni 2010
DAFTAR ISI
2.3. Perilaku Kesehatan ... 18
2.4. Teori Perubahan Perilaku ... 20
2.5. Proses Adopsi Perilaku ... 23
2.6. Konsep Sehat – Sakit ... 24
2.7. Hipertensi ... 24
2.7.1. Pengertian Hipertensi ... 24
2.7.2. Etiologi Hipertensi ... 25
2.7.3.Manifestasi Klinis ... 26
2.7.4. Diagnosis ... 26
2.7.5. Klasifikasi Tekanan darah pada Dewasa ... 26
2.7.6. Faktor Resiko yang Mempengaruhi Hipertensi ... 27
2.7.6. Komplikasi Hipertensi ... 37
2.7.7. Penatalaksanaan hipertensi ... 38
2.8. Program pencegahan Hipertensi dan Komplikasi di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi ... 45
2.9. Alogaritma Penanggulangan Hipertensi ... 46
2.10. Kerangka Konsep ... 47
BAB. III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 48
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 48
3.2.2. waktu Penelitian ... 48
3.3. Populasi dan sampel ... 49
3.3.1. Populasi ... 49
3.3.2. Sampel ... 49
3.4 Metode pengumpulan data ... 50
3.5. Defenisi Operasional ... 50
3.6.1. Aspek pengukuran dan Instrumen penelitian ... 53
3.6.2. Instrumen Penelitian... 56
3.7. Teknik Analisa Data dan Pengolahan data ... 56
3.7.1. Analisa Data ... 56
3.7.1. Teknik Pengolahan data ... 57
BAB . IV HASIL 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58
4.2. Karakteristik Responden ... 60
4.3. Faktor Eksternal ... 63
4.4. Pengetahuan Responden... 65
4.5. Sikap Responden ... 72
4.6. Tindakan Responden ... 77
BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ... 88
5.2. Faktor Eksternal ... 92
5.3. Pengetahuan Responden ... 94
5.4. Sikap Responden ... 98
5.5. Tindakan Responden ... 103
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Data 10 Penyakit Terbesar Puskesmas berastagi
tahun 2009 ... 8 Tabel 2.1. Kategori Tingkatan Hipertensi Berdasarkan
Tingkatan Tekanan Darah ... 26 Tabel 4.3. Distribusi Jenis Kelamin Responden Berdasarkan
Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi
Tahun 2010 ... 61 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan pendidikan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun
2010 ... 61 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 62 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun
2010 ... 62 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berastagi Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama
Menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber
Pendukung Dalam Berperilaku Sehat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kriteria
Dukungan Dalam Berperilaku Sehat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 64 Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber
Informasi / Media Informasi Tentang Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun
2010 ... 64 Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Esensi
Informasi yang diperoleh Di Wilayah Kerja
Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Dalam Program Penanggulangan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berastagi Tahun 2010 ... 66 Tabel 4.14. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
penyakit hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berastagi Tahun 2010 ... 66 Tabel 4.15. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
Tekanan Darah yang disebut Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 67 Tabel 4.16. Distribusi tingkat Pengetahuan Responden
Tentang Gejala Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 68 Tabel 4.17. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
Faktor Resiko Penyebab Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 69 Tabel 4.18. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
Komplikasi Hipertensi Resiko Penyebab Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berastagi Tahun 2010 ... 70 Tabel 4.19. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
Metode Penanggulangan Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 71 Tabel 4.20. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
waktu untuk mengukur Tekanan darah Di
Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 72 Tabel 4.21. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
Dampak Tekanan Darah Yang Tinggi Dalam Waktu Yang Lama Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berastagi Tahun 2010 ... 72 Tabel 4.22. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Usia
penderita hipertensi yang paling Beresiko menyebabkan komplikasi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 72 Tabel 4.23. Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap
Pola Hidup Sehat Untuk Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010.
... 72 Tabel 4.24. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
Manfaat penanggulangan Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010. ... 73 Tabel 4.25. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang
Hipertensi Yang Harus Ditanggulangi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 74 Tabel 4.26. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkatan
Ditanggulangi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berastagi Tahun 2010 ... 74 Tabel 4.27. Distribusi Responden Berdasarkan Pernyataan
Sikap Tentang Hipertensi dan Penanggulangan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 74 Tabel 4.28. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkatan
Sikap Tentang Hipertensi Dan Upaya Pencegahan Kompliaksi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 75 Tabel 4.29. Distribusi Tindakan Responden Dalam Pencarian
Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 75 Tabel 4.30. Distribusi Tindakan Responden Setelah
Menjalani Pengobatan Dari Dokter Di Wilayah
Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 76 Tabel 4.31. Distribusi Tindakan Responden Untuk Mngekur
Tekanan Darah Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 76 Tabel 4.32. Distribusi Tindakan Responden Dalam
Pemeriksaan Laboratorium Keterkaitan Denga Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 77 Tabel 4.33. Distribusi Tindakan Responden dalam
Mengkonsusi Garam di Wilayah Kerja
Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 78 Tabel 4.34. Distribusi Tindakan Responden dalam
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung natrium Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 78 Tabel 4.35. Distribusi Tindakan Responden Dalam
Mengkonsumsi Daging Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010
Tabel 4.36. Distribusi Tindakan Responden dalam mengkonsumsi sayur Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 78 Tabel 4.37. Distribusi Tindakan Responden dalam
mengkonsumsi Buah Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 79 Tabel 4.38. Distribusi Tindakan Responden dalam
melakukan olah raga mengkonsumsi Buah Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun
2010 ... 79 Tabel 4.39. Distribusi Responden Berdasarkan Kreteria Olah
Raga Yang Dilakuakan Di Wilayah Kerja
Tabel 4.40. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Olah Raga Dilakuakan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 80 Tabel 4.41. Distribusi Responden berdasarkan Jumlah waktu
yang digunakan setiap sesi Olah Raga dilakuakan di Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun
2010 ... 80 Tabel 4.42. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah
Waktu Yang Digunakan Untuk Tidur Dimalam Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi
Tahun 2010 ... 81 Tabel 4.43. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah
Waktu Yang Digunakan Refresing Di Wilayah
Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 81 Tabel 4.44. Distribusi Responden Dalam Tindakan
Melakukan Aktivitas Dan Berinteraksi Dengan Orang Lain Di Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 82 Tabel 4.45. Distribusi tindakan Responden dalam
mengkonsusi rokok di Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 82 Tabel 4.46. Distribusi Responden berdasarkan jumlah rokok
yang dikonsumsi perhari di Wilayah Kerja
Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 83 Tabel 4.47. Distribusi tindakan Responden dalam
mengkonsusi Kopi di Wilayah Kerja Puskesmas
Berasatagi Tahun 2010 ... 84 Tabel 4.48. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah
Bubuk Kopi Yang Dikonsumsi Setiap Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun
2010 ... 84 Tabel 4.49. Distribusi Tindakan Responden Dalam
Mengkonsumsi Alkohol Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 85 Tabel 4.50. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah
Akohol (dalam ukuran gelas) Yang Dikonsumsi Yang Dikonsumsi Setiap Hari Di Wilayah Kerja
Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... Tabel 4.51. Distribusi Responden Dalam Mengkonsumsi
Obat/ Minuman Penambah Stamina... 85 Tabel 4.52: Distribusi responden berdasarkan tindakan yang
dilakukan sebelum mengkimsumsi obat
penambah samina ... Tabel 4.53. Distribusi Responden berdasarkan kategori
Indeks masa Tubuh di Wilayah Kerja Puskesmas
Tabel 4.54. Distribusi Responden berdasarkan Tindakan menurunkan berat badan di Wilayah Kerja
Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 86 Tabel 4.55. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Yang
Dilakukan Dalam Menurunkan Berat Badan Tindakan Menurunkan Berat Badan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 87 Tabel 4.56. Distribusi Tindakan Responden Dalam Upaya
Mencegah Komplikasi Di Wilayah Kerja
ABSTRAK
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat seperti mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak, kurang serat, konsumsi garam berlebih, kurang olah raga, alkoholis,
obesitas, lemak darah tinggi dan stres, akan memperberat resiko komplikasi
seperti, mengakibatkan infark miokardium, stroke, gagal ginjal, bahkan tak jarang dapat menyebabkan kematian mendadak. Diwilayah Kerja Puskesmas Berastagi memiliki penderita hipertensi terbesar di Kabupaten karo dan program penanggulangan hipertensi juga telah dijalankan sejak tahun 2006. Akan tetapi masih terjadi peningkatan kasus hipertensi disertai dengan kasus penyakit akibat komplikasi hipertensi tersebut.
Hal Inilah yang melatar belakangi peneliti ingin meneliti lebih tentang perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi pada tahun 2010. Untuk dapat memperoleh gambaran perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi.
Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode survey untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencehagan komplikasi. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang belum terkena komplikasi dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Berastagi yaitu sebanyak 1451 orang. Dalam menentukan besar sampel yang akan diteliti ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1994). Besar sampel diperoleh sebanyak 65 Orang penderita hipertensi. Metode pemilihan sampel dengan stratified random sampling.
Dari hasil penelitian diketahui mayoritas responden berada pada tingkat pengatahuan sedang yaitu sebanyak 72.3%, sedangkan yang mempunyai pengetahuan pada tingkat baik sebanyak 24.6%. Pada tingkat sikap mayoritas responden berada pada tingkat sikap baik yaitu sebanyak 84.6% sedangkan untuk pernyataan sikap pada tingkat sedang sebanyak 15.4%. Pada tindakan terhadap upaya pencegahan komplikasi sebagian besar memiliki tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 84.6% dan yang mempunyai tingkat kepatuhan tinggi sebanyak 13.8% sedangkan sebanyak 1.5% berada pada tingkat kepatuhan rendah
Petugas kesehatan perlu melakukan peningkatan promosi kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi dalam melakukan upaya pencegahan komplikasi.
Kata kunci : Perilaku, Penderita Hipertensi, Pencegahan Komplikasi
ABSTRACT
Hypertension or high blood pressure is the leading cause of death and illness. The Historical Illness of hypertension together with the unhealthy lifestyle such as consuming tobacco, high fat, insufficient fiber, excessive salt, insufficient sport, alcoholism, obesity, high blood fat and stress, will worsen complication risks such as infark miokardium, stroke, kidney failure, and it can also lead to sudden death. In the work region in Puskesmas Berastagi has the highest number of hypertension sufferers in all the Ka bupaten Karo and the program for the handling of hypertension has been in operation since 2006. However, there is still an increase in the case of hypertension together with the illness caused by the hypertension complication mentioned above.
This research is conducted due to the background mentioned above and the researcher wants to know more about hypertension sufferer behavior toward the complication avoidance efforts in the Puskesmas Berastagi work region in 2010. This will enable the researcher to get a picture of hypertension
sufferers’ behavior in their efforts to avoid complications.
This research is quantitative descriptive using the survey method to
know the behavior of the hypertension sufferers’ behavior toward the
complication avoidance efforts. The population in this research is the hypertension sufferers who has not experienced complications and live in the work region of the Puskesmas Berastagi amounting to 1451 people. Lameshow (1994) theory is used to determine the size of the sample in this research. The size of the sample is 65 people suffering from hypertension. The stratified random sampling is used in this research.
From the result of this research the majority of the respondents who are
at the “normal” knowledge level is 72.3%, while the “good” knowledge level is 24.6%. In the “good” attitude level is 84.6% while the “normal” attitude
level is 15.4%. In the level of action to avoid complication a large number have high obedience level amounted to 13.8% while about 1.5% has low obedience level.
Health officials need more promotion on health so that this will
promote hypertension sufferers’ knowledge in making efforts to avoid
complication of hypertension
BAB. I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak
dasar masyarakat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
Undang – Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan. Pembangunan kesehatan haruslah dipandang
sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
antara lain suatu komponen utama untuk pendidikan dan ekonomi serta
kesehatan yang juga memiliki peran dalam penanggulangan kemiskinan.
(Indra, 2009)
Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan
menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum, ibu dan bayi, serta
meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Proporsi penduduk Indonesia
umur 55 tahun ke atas pada tahun 1990 sebesar 7,7% dari seluruh populasi,
pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010
proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi
65-70 tahun. Secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke
arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population) yang akan
berdampak pada pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi) di
masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. (DepKes RI, 2003)
Pada akhir abad 20 Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan,
sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan.
utama dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk factor)
(DepKes RI, 2003)
Kronologi kejadian penyakit degeneratif diasumsikan seperti bagan
dibawah ini :
Bagan 1.1. Faktor resiko penyakit tidak menular (DepKes RI, 2003)
Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami
peningkatan resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian
penyakit tidak menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan
kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke
sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada tahun 2000
kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari seluruh kematian
dimana 60 % disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke
dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan kematian akibat penyakit tidak
dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah hipertensi. (Zamhir,
2006).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan
kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena
hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi karena disamping karena
prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang,
juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan permanen dan
kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa
muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya
pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan
seumur hidup. (Bahrianwar, 2009)
Di dunia, hampir 1 miliar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita
hipertensi. hipertensi merupakan penyakit kronis serius yang bisa merusak
organ tubuh. Setiap tahun hipertensi menjadi penyebab 1 dari setiap 7 kematian
(7 juta per tahun) disamping menyebabkan kerusakan jantung, otak dan ginjal.
Di negara berkembang Penyakit yang menjadi masalah utama dalam kesehatan
masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa berkembang lainnya
ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di
negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan
pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.
(Zamhir, 2006)
Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995,
pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi
penderita hipertensi di indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes
yaitu pada batas tekanan darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan
diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 %
pada tahun 2025. (Zamhir, 2006)
Dari 33 Propisnsi di indonesia terdapat 8 propinsi yang kasus penderita
hipertensi melebihi rata – rata nasional yaitu : Sulawesi Selatan (27%),
Sumatera Barat (27%), Jawa Barat (26%), Jawa Timur (25%), Sumatera Utara
24%, Sumatera Selatan (24%), Riau (23%), dan Kalimantan timur (22%).
sedangkan dalam perbandingan kota di Indonesia kasus hipertensi cenderung
tinggi pada daerah urban seperti : Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya,
dan Makassar yang mencapai 30 – 34%. (Zamhir, 2006).
Riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak
sehat seperti mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak, kurang serat,
konsumi garam berlebih, kurang olah raga, alkoholis, obesitas, gula darah
tinggi, lemak darah tinggi dan stres, akan memperberat resiko komplikasi
seperti, mengakibatkan payah jantung, infark miokardium, stroke, gagal ginjal,
komplikasi kehamilan bahkan tak jarang dapat menyebabkan kematian
mendadak. (Patrick, 2002).
Dari hasil penelitian Fazidah (2005), yang menganalisa faktor resiko
penyakit jantung koroner pada pasien di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan
ditemukan bahwa 89,3% penderita penyakit jantung koroner mempunyai
riwayat hipertensi. Pada kasus lain, dari peneliti yang sama dengan
Tahun 2005 juga ditemukan sebanyak 90,9% penderita stroke mempunyai
riwayat hipertensi. Dari perhitunga rasiko relatif dari kedua penelitian tersebut
disimpulkan bahwa sebagai faktor resiko penyakit kardio vasikuler yang
penting, hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner 5 kali dan stroke 10 kali.
(Fazidah,dkk 2005)
Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk
hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti
tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin
pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup
perubahan – perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh ginjal, (2).
Kepekaan baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi renin.
Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain
seperti penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005).
Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan
memperbaharui pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi
dapat disimpulkan bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak
disiplin ilmu. Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah gaya
hidup sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat saling
mendukung untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak menyebabkan
peningkatan yang signifikan sampai mencegah terjadinya komplikasi.
(Bahrianwar,2009).
Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi
tahun 2006 Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular yang bertugas untuk melaksanakan pengendalian
penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi dan penyakit
degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes,
2007).
Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa
langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis
pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi; melaksanakan
intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan kemajuan
teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific); mengembangkan
(investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian hipertensi; memperkuat
jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain dengan dibentuknya
Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi; memperkuat logistik dan distribusi
untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk
hipertensi; meningkatkan surveilans epidemiologi dan sistem informasi
pengendalian hipertensi; melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan
mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).
Dinas Kesehatan Karo telah melakukan program penanggulangan
hipertensi dan komplikasinya yang dimulai sejak tahun 2006, dimana
Puskesmas Berastagi, Puskesmas Kabanjahe, dan puskesmas Tiga Panah
adalah pelaksana program secara langsung karena kasus hipertensi tertinggi
dibandingkan wilayah kerja Puskesmas lainnya di Kabupaten Karo. Pada awal
program dipuskesmas Berastagi ditemukan 1067 penderita hipertensi , di
berjumlah 785 kasus. Namun dari segi pemanfaatan Puskesmas Berastagi
memiliki tempat yang strategis sehingga tak jarang pasien yang berobat
berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas Berastagi
Dari hasil obeservasi di Puskemas Berastagi, berbagai pendekatan
persuasive telah dilakukan petugas kesehatan yaitu penyuluhan kesehatan,
Pembuatan film sebagai media promosi kesehatan, pengobatan gratis,
pembinaan kelompok beresiko, senam sehat penderita hipertensi dan lain
sebagainya. Namun penderita hipertensi yang terdata sebagai penderita
hipertensi di wlayah kerja puskesmas berastagi dari tahun ke tahun terus
meningkat dimana pada tahun 2006 sebanyak 1067 penderita, pada tahun 2007
sebanyak 1224 dan terus meningkat pada tahun 2008 dengan jumlah penderita
sebanyak 1339, bahkan pada tahun 2009 menjadi peringkat kedua dari 10
penyakit terbesar di Puskesmas berastagi, seperti pada tabel berikut :
Tabel 1.1. Data 10 Penyakit Terbesar Puskesmas Berastagi Tahun 2009
Sumber : Puskesmas Berastagi
Tidak sebatas peningkatan penderita saja, kasus stroke yang terdata
pada tahun 2008 sebanyak 79 penderita menjadi 114 penderita pada tahun
2009. Dari hasil wawancara peneliti dengan dokter yang bertugas di Puskesmas
Berastagi, pada tahun 2009 terdapat kematian mendadak akibat komplikasi
Peringkat Jenis penyakit Jumlah kasus
I ISPA 2939
II Hipertensi 1451
III Infeksi Jamur 1130
IV Penyakit lain saluran nafas 1093
V Infeksi Lain Pada Usus 893
VI Alergi 836
VII Diare 792
VIII Penyakit Otot, Tulang, Jaringan pengikat 478
IX Kecelakaan lalu lintas 209
dari hipertensi tingkat berat dimana 4 orang karena serangan stroke dan 2 orang
akibat penyakit jantung
Dari hasil obeservasi, dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antusias
masyarakat (penderita hipertensi) yang menjadi target program masih sangat
kurang. Hal ini dapat disimpulkan dari jumlah kehadiran para penderita
hipertensi pada kegiatan posyandu lansia 3 tiga kelurahan yang pernah diikuti
yang hanya dihadiri 8 – 12 orang, pada kegiatan senam sehat penderita
hipertensi hanya diikuti oleh 10 – 12 peserta.
Pada kegiatan pengobatan di Puskesmas Berastagi sangat jarang sekali
penderita hipertensi yang berobat mengontrol tekanan darah kembali setelah
mengkonsumsi obat hipertensi sesuai dengan anjuran dokter. Dan dilain sisi
dari hasil wawancara dengan penderita hipertensi di Puskesmas Berastagi,
penderita hipertensi memiliki pemahaman lain tentang penyebab hipertensi dan
komplikasinya, dimana penderita hipertensi mengganggap hipertensi tersebut
terjadi akibat stress saja. Dan peningkatan tekanan darah sejalan dengan usia
dianggap hal yang wajar. Sehingga pola hidup sehat yang seharusnya
dilakukan penderita hipertensi untuk mencegah komplikasi sering terabaikan.
Apabila hal ini tidak segera ditindak lanjuti (mendapat perhatian khusus),
tentunya akan menjadi hambatan bagi program pencegahan komplikasi
hipertensi, Sehingga kemungkinan bertambahnya kasus yang diakibatkan
komplikasi hipertensi akan meningkat dan akan menjadi beban bagi keluarga,
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti ingin meneliti
lebih tentang perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan
komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi.
1.2. Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
merumuskan masalah yaitu “ belum dikatahuinya perilaku penderita hipertensi
terhadap upaya pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi
tahun 2010 “.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi terrhadap upaya
pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Pengetahuan penderita hipertensi terrhadap upaya
pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010
2. Untuk mengetahui sikap penderita hipertensi terrhadap upaya pencegahan
komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010
3. Untuk mengetahui tindakan penderita hipertensi terrhadap upaya
pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bentuk umpan balik dari program penangulangan hipertensi di
2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Karo dalam merencanakan
merencanakan program penanggulangan hipertensi dimasa yang akan
datang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah kegitan atau aktivitas organisme
(mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua mahluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, hewan sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing – masing.
Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakekatnya adalah
tindakan atau aktifitas dari manusia iu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain berbicara, berjalan menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.(Notoatmojo, 2003)
2.2. Ruang lingkup Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai runag linngkup
yang sangat luas. Menurut Benjamin Bloom (1908) dalam Notoatmojo (2005)
bahwa perilaku dibagi dalam 3 domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan .
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu melalui indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.(Notoatmodjo, 2003)
Pengetahuan manusia banyak digunakan untuk kebutuhan sehari – hari,
terutama pengetahuan umum sangat bermanfaat untuk keperluan hidup
manusia sehari – hari. Pengetahuan ini diperlukan dalam rumah tangga,
pengetahuan namun tidak tahu benar akan seluk beluk pengetahuan itu.
Manusia berani bertindak tidak hanya berguna secara kebetulan melainkan
demikian mutlaknya sehingga tidak ragu – ragu lagi. Jadi pengetahuan yang
digunakan orang untuk hidupmnya sehari – hari adalah pengetahuan umum.
Dalam domain kogitif pengetahuan dicakup kedalam 6 (enam)
tingkatan yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ’tahu’ merupakan tingkatan
pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat
diukur dari kemampuan seseorang yang menyebutkanya. Menguraikan,
mendefenisikan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan materi
secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaska, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebabagai kemampuan untuk menggunakan materi
diartikan sebagai hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen – komponen tetapi masih dalam struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5. Sintetis (synthetis)
Intetis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian – bagian dalam keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintetis adalah sutu kemampuan untuk menyusun formulasi dari formulasi
– formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikasi
atai penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian ini
berdasarkan suatu kreteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kreteria
– kreteria yang telah ada.
Dari semua unsur pengetahuan tersebut terisi dalam akal dan jiwa
manusia secara individu yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya.
Dilingkungan ada bermacam – macam hal yang dialami individu melalui
penerimaan panca inderanya, serta alat penerimaan atau reseptor. Hal – hal
bermacam – macam proses seperti fisik, fisiologis dan psikologis kemuadian
dipancarkan oleh individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang suatu
objek secara sabjektif oleh masing – masing idividu.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain
:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberkn oleh seseorang kepada orang
lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin
tingi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang mereka miliki.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik
dan psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni
suatu hal dan pada akhirnya diperoleh penetahuan yang lebih mendalam.
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik
dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman
mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan agi individu yang
melekat menjadi pengetahuan pada individu secara sabjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membant
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. (Wahid
dkk, 2007)
2.2.2. Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon sseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari – hari adalah merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas tapi merupakan predisposisi tindakan
atau perilaku. (Wahid dkk, 2007)
Sikap menentukan jenis tingkah laku dalam hubungannya dengan
rangsangan yang relevan, individu lain atau fenomena – fenomena. Dapat
dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal tapi tidak semua faktor
internal adalah sikap.
Adapun ciri – ciri sikap adalah sebagai berikut:
1. Sikap itu dipelajari (learnability)
Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif – motif
psikologi lainnya, misalnya : lapar, haus, nyeri adalah motif psikologis yang
Beberapa sikap dipelajari tidak disengaja atau tanpa kesadaran sebagai
individu..
2. Memiliki kesetabilan (stability)
Sikap yang bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap
dan stabil melalui pengalaman. Misalnya pengalaman terhadap suka atau tidak
suka terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang – ulang.
3. Personal Societal Significance
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan
juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang
lain menyenangkan, terbuka dan hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya
dan dia akan merasa bebas dan nyaman.
4. Berisi Kognitif dan effecty
Komponen kognitif dari sikap adalah berisi informasi yang aktual,
misalnya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan
5. Approach – avoidence directionality
Bila seseorang memiliki sikap yang mudah beradaptasi terhadap
sesuatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila
seseorang memiliki sikap yang susah beradaptasi maka mereka akan
menghindarinya. (Ahmadi, 1999)
Selanjutnya ciri – ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), hasil pemikiran dan
perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan –
modal untuk bertindak dengan pertimbangan untung – rugi, manfaat serta
sumberdaya yang tersedia.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (personnal references)
merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi
tetap mengacu pada pertimbangan – pertimbangan individu
3. Sumber daya (resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk
bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan
pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.
4. Sosial budaya (culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir
seseorang untuk bersikap terhadap objek / stimulus tertentu.
(Notoatmojo,2005)
Fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan yaitu :
1. Sebagai Alat Menyesuaikan Diri.
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu
yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama.
Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau
dengan anggota kelompok lain.
2. Sebagai Pengatur Tingkah Laku.
Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa dan yang
sudah lanjut usianya tidak ada perangsang itu. Pada umumnya tidak diberi
perangsang secara sepontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar
untuk menilai perangsang – perangsang itu.
Manusia didalam menerima pengalaman – pengalaman dari luar sikapnya
tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang bersasal dari luar
tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi menusia memilih mana yang
perlu dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman
diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai Pernyataan Kepribadian
Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini disebabkan karena
sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karna itu
dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa
mengetahui pribadi orang tersebut. (Ahmadi, 1991)
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan.
2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila
ditanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikasi dari sikap karena dengan usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu
benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk
mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah, merupakan indikasi
sikap tingkat ini.
4. Bertanggung jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek
2.2.3. Tindakan ( Practice )
Secara logis, sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak
dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.
Suatu sikap belum tentu mewujudkan tindakan. Untuk terwujutnya sikap
menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung (support) atau suatu
kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan dari
berbagai pihak. (Notoatmojo, 2003)
Selanjutnya Tindakan terdiri dari berbagai tingkatan menurut kualitasnya,
yakni:
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guide Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
atomatis, atau sesuatu itu sudah merupaka kebiasaan.
Adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
mewawancarai terhadap kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan beberapa
jam, hari, minggu atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat
dilakukan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden. (Notoatmojo, 2003)
2.3. Prubahan Perilaku
Menurut WHO yang Dikutip oleh Notoatmojo (2005), perubahan
peilaku dikelompokkan menjadai 2 bagian yaitu :
1. Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan
karena kajadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu
perubahan lingkunga fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota –
anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.
2. Perubahan Terencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri
oleh subjek. Didalam melakukan perubahan perilaku yang telah direncanakan
dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi
suatu inovasi atau program – program pembangunan di dalam masyarakat,
maka yang sering terjadi adalah sebagai sangat cepat untuk mengerima inovasi
atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima
2.4. Teori Perubahan Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan
tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai
faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut
amat kompleks sehingga kadang – kadang tidak sempat menerapkan perilaku
tertentu. Karena itu sangat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik
perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut. (Muzaham,
1995)
Health Belief Model (HBM) adalah model kepercayaan kesehatan,
merupakan salah satu model yang paling sering digunakan dalam aplikasi
perilaku kesehatan. HBM dikembangkan oleh Rosenstock (1950) untuk
membantu menjelaskan mengapa orang-orang menggunakan atau tidak
menggunakan pelayanan kesehatan, HBM telah digunakan untuk membantu
menjelaskan berbagai perilaku kesehatan.
HBM menghipotesakan bahwa kesehatan merupakan kaitan hubungan
antara 3 fakor yang mempengaruhi yaitu :
1. Keberadaan motivasi yang cukup (berhubungan dengan Kesehatan) untuk
membuat kesehatan suatu hal yang penting
2. Suatu kepercayaan yang peka terhadap suatu masalah kesehatan yang
serius menyangkut kondisi penyakit ini berkitan dengan besarnya
ancaman yang dirasakan.
3. Suatu kepercayaan bila mengikuti anjuran kesehatan tertentu akan bersifat
tanggulangi. Biaya mengacu pada penghalang yang dirasakan yang harus
digunakan dalam rangka mengikuti anjuran kesehatan; tetapi tidaklah
terbatas untuk pengeluaran keuangan saja.
Health Belief Model (HBM) didasarkan atas 3 faktor esensial, yaitu:
kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suat
penyakit atau memperkecil resiko (komplikasi) penyakit. Adanya dorongan
dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku sendiri. Ketiga
faktor diatas dipengaruhi oleh faktor lain yang berhubungan dengan
kepribadian dan lingkungan individu, pengalaman berhubungan dengan sarana
dan prasarana kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor persepsi
tentang kerentanan terhadap penyakit/ komplikasi penyakit, potensi ancaman,
motivasi memperkecil kerentanan penyakit dan potensi komplikasi serta
adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang
dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu, terhadap perubahan
yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan
perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba perilaku yang serupa. Health
Belief Model (HBM) sering kali dipertimbangkan sebagai kerangka utama
yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang mengenai
kesehatan. (Machfoedz,2006).
HBM ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.
HBM merupakan model kognitif yang berarti bahwa khususnya proses kognitif
dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM kemungkinan
pada hasil dari dua keyakinan atau penialaian kesehatan yaitu ancaman yang
dirasakan dari sakit dan perimbangan tentang keuntungan dan kerugian.
Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang
akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit
atau kesakitan betul – betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya
adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut maka perilaku pencegahan
juga dapat meningkat. (Machfoedz,2006).
Penilaian teatang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada : (a).
Kerentanan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan
kemungkinan bahwa orang – orang dapat mengembangkan masalah kesehatan
menurut kondisi mereka, (b). Keseriusan yang dirasakan (perceived severity).
Orang – orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut
apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan dan membiarkan
penyakitnya tidak ditangani. (Machfoedz,2006).
Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan
dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan tindakan
pencegahan atau tidak berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai
ancaman perilaku seperti check up untuk mencegah atau pemeriksaan awal dan
imunisasi. (Machfoedz,2006).
Sebagai kesimpulan, apabila individu bertindak untuk melakukan
pengobatan dan pencegahan komplikasi penyakitnya ada 3 variabel kunci yang
berpengaruh terhadap upaya yang akan diambil yaitu :
Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia
harus merasa bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Keseriusan yang dirasakan
Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit
akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu
atau masyarakat.
3. Manfaat dan Rintangan – rintangan yang dirasakan
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap
gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan
tersebut tergantung pada manfaat dan rintangan yang ditemukan dalam
mengambil tindakan tersebut.
2.5. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasar
oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut
terjadi proses berurutan yakni :
1. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (ketertarikan), dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (mempertimbangkan terhadap baik tidaknya stimulus bagi
dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah baik.
5. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
dan sikap terhadap stimulus (Notoatmojo, 2003).
Apabila peneriamaan perilaku baru atau adopsi perilaku seperti ini, dimana
didasari pengetahuan, kesadaran sikap yang positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila adopsi perilaku tidak
didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama
(Notoatmojo, 2003)
2.6. Konsep Sehat – Sakit
Persepsi masyarakat tentang sehat – sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh
unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial; budaya. Sebaliknya
petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang
objektif berdasarkan symptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik
seseorang. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah
yang yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program
kesehatan. Kadang – kadang orang tidak pergi berobat ke petugas kesehatan
sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika individu merasa bahwa
penyakitnya disebabkan oleh mahluk halus, maka ia akan memilih untuk
berobat pada ”orang pandai” yang dianggap mampu mengusir mahluk halus
2.7. Hipertensi
2.7.1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah tinggi (HBP) berarti hipertensi atau tekanan tinggi
(ketegangan) pada arteri. Arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah
dari jantung yang memompa ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Tekanan
darah tinggi tidak berarti ketegangan emosional yang berlebihan, walaupun
ketegangan emosi dan stres dapat meningkatkan tekanan darah sementara.
Tekanan darah normal di bawah 120/80; tekanan darah antara 120/80 dan
139/89 disebut "pre-hipertensi", dan tekanan darah dari 140/90 atau lebih
adalah hipertensi. (Patrick, 2002).
Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan di mana tekanan yang
dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung
ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua
ukuran dan idealnya ditunjukkan dengan angka seperti berikut - 120 /80
mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung
berkontraksi. Disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan
ketika jantung sedang berelaksasi, disebut dengan tekanan diastolik. Sikap
yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah dalam keadaan duduk
atau berbaring dan diukur minimal 2 kali (Ariefmansjoer, 2001)
2.7.2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat pada sekitar 95 %
hiperaktifitas susunan syaraf simpatis, sistem renin – angiotensin, defek
dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor – faktor
yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5 % kasus.
Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, hipertensi vasikular renal, hiperaldosteronisme primer, dan Sindrom
Custing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan (Prince, 2005).
2.7.3. Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang – kadang merupakan satu – satunya
gejala. Bila demikian gejala baru akan muncul setelah komplikasi pada ginjal,
mata, otak, atau jantung. Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit
kepala, pening, berdebar, gampang capek, pandangan berkunang – kunang ,
sering buang air kecil, mual, telinga berdengung dan lain sebagainya. (Prince,
2005).
2.7.4. Diagnosis
Sebagai indikator yang digunakan pada pemeriksaan tekanan darah,
yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke
dokter. Biasanya dokter akan mengecek dua kali atau lebih sebelum
menentukan anda terkena tekanan darah tinggi atau tidak. Apabila pada
kesempatan tersebut tekanan darah anda berada pada 140/90 mmHg atau lebih
yang diukur minimal 2 kali maka akan didiagnosa sebagai hipertensi (tekanan
2.7.5. Klasifikasi tekanan darah pada dewasa
Tabel 2.1. Kategori Tingkatan Hipertensi berdasarkan tingkatan tekanan darah
(Ariefmansjoer, 2001)
Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang apabila
tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam 3 - 6 bulan, Hipertensi ini
jarang terjadi, hanya 1 dari 200 orang yang menderita hipertensi.
2.7.6. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Hipertensi
Faktor resiko hipertensi adalah faktor – faktor yang bila semakin
banyak menyertai penderita hipertensi maka dapat menyebabkan orang tersebut
akan menderita tekanan darah tinggi ( hipertensi ) yang lebih berat dan
beresiko menimbulkan komplikasi. Faktor resiko ini ada yang dapat
dihindarkan atau dimodifikasi dan ada juga yang tidak dapat di dimodifikasi.
(Effendi ,2004)
2.7.6.1. Faktor resiko hipertensi yang dapat dimodifikasi
1. Obesitas ( Kegemukan).
Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor resiko dari
beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk hipertensi. Obesitas dan
tekanan darah tinggi sering dikataken dikatakan berjalan bersama – sama.
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah
Diastolik
normal dibawah 130 mmhg dibawah 85 mmhg
normal tinggi 130 -139 mmhg 85 - 89 mmhg
Salah satu pertimbangan utama dalam perawatan tekanan darah tinggi adalah
pengurangan berat badan sampai ke tingkat normal. (Rosmery, 2006)
Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin.
Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan eleh
sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi erlebihan
(hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara
menahan pengeluaran natrium oleh ginjal da meningkatkan kadar plasma
neropineprin. (Rosmery, 2006)
Kegemukan merupakan ciri khas populasi hipertensi dan dibuktikan
bahwa faktor resiko ini mempunyai keterkaitan yang erat dengan kejadian
hipertensi dikemudian hari. Dari penyelidikan di buktikan bahwa curah jantung
dan volume sirkulasi darah pada orang yang obesiatas lebih tinggi
dibandingakan dengan orang yang mempunyai berat badan normal. Dalam
menentukan seseorang obesitas atau tidak obesitas dengan menggunakan
standart Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:
Kemuadian skor yang diperoleh akan dikategorikan sebagai berikut:
IMT < 20 : Berat badan Kurang / kurus
IMT 20 – 25 : Berat badan Normal / sehat
IMT 25 – 29 : Berat badan lebih / gemuk
IMT > 30 : Berat badan sangat gemuk (Obesitas)
Pengamatan Framingham Study selama 18 tahun pengamatan
menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam
kejadian penyakit kardiovasikuler, terutama kejadian hipertensi. Pada
penelitian ini juga di tujukan bahwa prevalensi hipertensi adalah 10 kali lebih
Berat Badan (Kg) IMT =
besar pada kelompok obesitas. Dengan penurunan berat badan 15 % dari
keadaan obesitas akan menurunkan sistol 10 %, sedangkan bila berat badan
meningkat 15 % dari berat badan normal akan menaikkan sistol sebanyak 18
%. (Rosmery, 2006)
Pada obesitas atau kelebihan berat badan > 20% diatas berat badan
normal akan mengalami hipertensi 2 kali lebih beresiko terhadap komlikasi
hipertensi dibandingkan orang dengan berat badan normal. Beberapa
mekanisme yang diduga berperan dalam meningkatkan tekanan darah adalah :
a. Peningkatan intake kalori, protein dan karbohidrat akan meningkatkan
katekolamin plasma dan meningkatkan sistem saraf simpatis. Faktor ini
meningkatkan retensi natrium pada ginjal dan stimulasi sistem renin
angiotensi – aldrosteron. Akibatnya akan terjadi peningkatan curah jantung
dan retensi perifer.
b. Intake kalori yang tinggi pada obesitas biasanya disertai dengan konsumsi
natrium yang tinggi
c. Terjadinya Hypervolemia dan peningkatan curah jantung tanpa penurunan
dari retensi perifer
d. Peningkatan intake kalori akan meningkatkan plasma insulin yang yang
merupakan suatu natriuretic yang kuat menyebabkan reabsorbsi natrium
oleh ginjal dan akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah. (Rosmery,
2006)
2. Konsumsi Garam Yang Berlebihan
Garam merupakan hal yang sangat netral dalam dalam patofisiologi