• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Ginjal Pada Pasien Dengan Gagal Jantung Di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fungsi Ginjal Pada Pasien Dengan Gagal Jantung Di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2009"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PENDERITA HIPERTENSI TERHADAP

UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS BERASTAGI

TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH

JHONDRY ENDRI SEMBIRING

NIM : 071000251

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul :

PERILAKU PENDERITA HIPERTENSI TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS BERASTAGI TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

JHONDRY ENDRI SEMBIRING NIM : 071000251

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal 18 Juni 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Medan, Juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatra Utara Dekan,

(dr. Ria Masniari Lubis, MSi) NIP. 19531018 198203 2 001

Ketua Penguji Penguji I

(dr. Linda T. Maas, MPH) NIP. 19521022 198003 2 002

(Drs. Alam Bakti Keloko, MKes) NIP. 19620604 199203 1 001

Penguji II Penguji III

(Lita Sri Andayani, SKM, MKes) NIP. 19690922 199403 2 002

(3)

ABSTRAK

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat seperti mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak, kurang serat, konsumsi garam berlebih, kurang olah raga, alkoholis,

obesitas, lemak darah tinggi dan stres, akan memperberat resiko komplikasi

seperti, mengakibatkan infark miokardium, stroke, gagal ginjal, bahkan tak jarang dapat menyebabkan kematian mendadak. Diwilayah Kerja Puskesmas Berastagi memiliki penderita hipertensi terbesar di Kabupaten karo dan program penanggulangan hipertensi juga telah dijalankan sejak tahun 2006. Akan tetapi masih terjadi peningkatan kasus hipertensi disertai dengan kasus penyakit akibat komplikasi hipertensi tersebut.

Hal Inilah yang melatar belakangi peneliti ingin meneliti lebih tentang perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi pada tahun 2010. Untuk dapat memperoleh gambaran perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi.

Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode survey untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencehagan komplikasi. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang belum terkena komplikasi dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Berastagi yaitu sebanyak 1451 orang. Dalam menentukan besar sampel yang akan diteliti ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1994). Besar sampel diperoleh sebanyak 65 Orang penderita hipertensi. Metode pemilihan sampel dengan stratified random sampling.

Dari hasil penelitian diketahui mayoritas responden berada pada tingkat pengatahuan sedang yaitu sebanyak 72.3%, sedangkan yang mempunyai pengetahuan pada tingkat baik sebanyak 24.6%. Pada tingkat sikap mayoritas responden berada pada tingkat sikap baik yaitu sebanyak 84.6% sedangkan untuk pernyataan sikap pada tingkat sedang sebanyak 15.4%. Pada tindakan terhadap upaya pencegahan komplikasi sebagian besar memiliki tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 84.6% dan yang mempunyai tingkat kepatuhan tinggi sebanyak 13.8% sedangkan sebanyak 1.5% berada pada tingkat kepatuhan rendah

Petugas kesehatan perlu melakukan peningkatan promosi kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi dalam melakukan upaya pencegahan komplikasi.

Kata kunci : Perilaku, Penderita Hipertensi, Pencegahan Komplikasi

(4)

ABSTRACT

Hypertension or high blood pressure is the leading cause of death and illness. The Historical Illness of hypertension together with the unhealthy lifestyle such as consuming tobacco, high fat, insufficient fiber, excessive salt, insufficient sport, alcoholism, obesity, high blood fat and stress, will worsen complication risks such as infark miokardium, stroke, kidney failure, and it can also lead to sudden death. In the work region in Puskesmas Berastagi has the highest number of hypertension sufferers in all the Ka bupaten Karo and the program for the handling of hypertension has been in operation since 2006. However, there is still an increase in the case of hypertension together with the illness caused by the hypertension complication mentioned above.

This research is conducted due to the background mentioned above and the researcher wants to know more about hypertension sufferer behavior toward the complication avoidance efforts in the Puskesmas Berastagi work region in 2010. This will enable the researcher to get a picture of hypertension

sufferers’ behavior in their efforts to avoid complications.

This research is quantitative descriptive using the survey method to

know the behavior of the hypertension sufferers’ behavior toward the

complication avoidance efforts. The population in this research is the hypertension sufferers who has not experienced complications and live in the work region of the Puskesmas Berastagi amounting to 1451 people. Lameshow (1994) theory is used to determine the size of the sample in this research. The size of the sample is 65 people suffering from hypertension. The stratified random sampling is used in this research.

From the result of this research the majority of the respondents who are

at the “normal” knowledge level is 72.3%, while the “good” knowledge level is 24.6%. In the “good” attitude level is 84.6% while the “normal” attitude

level is 15.4%. In the level of action to avoid complication a large number have high obedience level amounted to 13.8% while about 1.5% has low obedience level.

Health officials need more promotion on health so that this will

promote hypertension sufferers’ knowledge in making efforts to avoid

complication of hypertension

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan

kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “ Perilaku Penderita Hipertensi terhadap Upaya pencegahan

komplikasi Diwilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku dekan fakultas kesehatan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. Drs. Tukiman, MKM, Selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan

dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara

3. dr. Linda T. Maas, MPH, Selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan pikiran serta tenaga dalam memberikan

bimbingan, arahan dan dorongan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Drs. Alam bakti Keloko, M.kes, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah

(6)

5. Lita sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku dosem penguji skripsi yang telah

banyak memberikan saran dan masukan terhadap skripsi ini

6. Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku dosem penguji skripsi yang telah banyak

memberikan saran dan masukan terhadap skripsi ini

7. dr. Simon Gurusinga, selaku kepala Puskesmas Berastagi yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini

8. Orang tua saya yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam

penyusunsn skripsi ini.

9. Rekan – rekan mahasiswa peminatan PKIP yang turut memberikan

dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis sudah berusaha menulis skripsi ini dengan baik, namun penulis

menyadari dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik isi

maupun penulisannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kesehatan masyarakat. Akhir kata semoga tuhan yang maha esa selalu

menyertai kita semua.

Medan Juni 2010

(7)

DAFTAR ISI

2.3. Perilaku Kesehatan ... 18

2.4. Teori Perubahan Perilaku ... 20

2.5. Proses Adopsi Perilaku ... 23

2.6. Konsep Sehat – Sakit ... 24

2.7. Hipertensi ... 24

2.7.1. Pengertian Hipertensi ... 24

2.7.2. Etiologi Hipertensi ... 25

2.7.3.Manifestasi Klinis ... 26

2.7.4. Diagnosis ... 26

2.7.5. Klasifikasi Tekanan darah pada Dewasa ... 26

2.7.6. Faktor Resiko yang Mempengaruhi Hipertensi ... 27

2.7.6. Komplikasi Hipertensi ... 37

2.7.7. Penatalaksanaan hipertensi ... 38

2.8. Program pencegahan Hipertensi dan Komplikasi di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi ... 45

2.9. Alogaritma Penanggulangan Hipertensi ... 46

2.10. Kerangka Konsep ... 47

BAB. III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 48

(8)

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2. waktu Penelitian ... 48

3.3. Populasi dan sampel ... 49

3.3.1. Populasi ... 49

3.3.2. Sampel ... 49

3.4 Metode pengumpulan data ... 50

3.5. Defenisi Operasional ... 50

3.6.1. Aspek pengukuran dan Instrumen penelitian ... 53

3.6.2. Instrumen Penelitian... 56

3.7. Teknik Analisa Data dan Pengolahan data ... 56

3.7.1. Analisa Data ... 56

3.7.1. Teknik Pengolahan data ... 57

BAB . IV HASIL 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58

4.2. Karakteristik Responden ... 60

4.3. Faktor Eksternal ... 63

4.4. Pengetahuan Responden... 65

4.5. Sikap Responden ... 72

4.6. Tindakan Responden ... 77

BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ... 88

5.2. Faktor Eksternal ... 92

5.3. Pengetahuan Responden ... 94

5.4. Sikap Responden ... 98

5.5. Tindakan Responden ... 103

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Data 10 Penyakit Terbesar Puskesmas berastagi

tahun 2009 ... 8 Tabel 2.1. Kategori Tingkatan Hipertensi Berdasarkan

Tingkatan Tekanan Darah ... 26 Tabel 4.3. Distribusi Jenis Kelamin Responden Berdasarkan

Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi

Tahun 2010 ... 61 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan pendidikan

Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun

2010 ... 61 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di

Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 62 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan

Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun

2010 ... 62 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat

Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berastagi Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama

Menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber

Pendukung Dalam Berperilaku Sehat Di Wilayah

Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 63 Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kriteria

Dukungan Dalam Berperilaku Sehat Di Wilayah

Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 64 Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber

Informasi / Media Informasi Tentang Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun

2010 ... 64 Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Esensi

Informasi yang diperoleh Di Wilayah Kerja

(10)

Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Dalam Program Penanggulangan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berastagi Tahun 2010 ... 66 Tabel 4.14. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

penyakit hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berastagi Tahun 2010 ... 66 Tabel 4.15. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

Tekanan Darah yang disebut Hipertensi Di

Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 67 Tabel 4.16. Distribusi tingkat Pengetahuan Responden

Tentang Gejala Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 68 Tabel 4.17. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

Faktor Resiko Penyebab Hipertensi Di Wilayah

Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 69 Tabel 4.18. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

Komplikasi Hipertensi Resiko Penyebab Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berastagi Tahun 2010 ... 70 Tabel 4.19. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

Metode Penanggulangan Hipertensi Di

Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 71 Tabel 4.20. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

waktu untuk mengukur Tekanan darah Di

Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 72 Tabel 4.21. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

Dampak Tekanan Darah Yang Tinggi Dalam Waktu Yang Lama Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berastagi Tahun 2010 ... 72 Tabel 4.22. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Usia

penderita hipertensi yang paling Beresiko menyebabkan komplikasi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 72 Tabel 4.23. Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap

Pola Hidup Sehat Untuk Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010.

... 72 Tabel 4.24. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

Manfaat penanggulangan Hipertensi Di Wilayah

Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010. ... 73 Tabel 4.25. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang

Hipertensi Yang Harus Ditanggulangi Di

Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 74 Tabel 4.26. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkatan

(11)

Ditanggulangi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berastagi Tahun 2010 ... 74 Tabel 4.27. Distribusi Responden Berdasarkan Pernyataan

Sikap Tentang Hipertensi dan Penanggulangan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 74 Tabel 4.28. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkatan

Sikap Tentang Hipertensi Dan Upaya Pencegahan Kompliaksi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berastagi Tahun 2010 ... 75 Tabel 4.29. Distribusi Tindakan Responden Dalam Pencarian

Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 75 Tabel 4.30. Distribusi Tindakan Responden Setelah

Menjalani Pengobatan Dari Dokter Di Wilayah

Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 76 Tabel 4.31. Distribusi Tindakan Responden Untuk Mngekur

Tekanan Darah Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 76 Tabel 4.32. Distribusi Tindakan Responden Dalam

Pemeriksaan Laboratorium Keterkaitan Denga Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 77 Tabel 4.33. Distribusi Tindakan Responden dalam

Mengkonsusi Garam di Wilayah Kerja

Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 78 Tabel 4.34. Distribusi Tindakan Responden dalam

mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung natrium Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 78 Tabel 4.35. Distribusi Tindakan Responden Dalam

Mengkonsumsi Daging Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010

Tabel 4.36. Distribusi Tindakan Responden dalam mengkonsumsi sayur Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 78 Tabel 4.37. Distribusi Tindakan Responden dalam

mengkonsumsi Buah Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 79 Tabel 4.38. Distribusi Tindakan Responden dalam

melakukan olah raga mengkonsumsi Buah Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun

2010 ... 79 Tabel 4.39. Distribusi Responden Berdasarkan Kreteria Olah

Raga Yang Dilakuakan Di Wilayah Kerja

(12)

Tabel 4.40. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Olah Raga Dilakuakan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 80 Tabel 4.41. Distribusi Responden berdasarkan Jumlah waktu

yang digunakan setiap sesi Olah Raga dilakuakan di Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun

2010 ... 80 Tabel 4.42. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah

Waktu Yang Digunakan Untuk Tidur Dimalam Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi

Tahun 2010 ... 81 Tabel 4.43. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah

Waktu Yang Digunakan Refresing Di Wilayah

Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 81 Tabel 4.44. Distribusi Responden Dalam Tindakan

Melakukan Aktivitas Dan Berinteraksi Dengan Orang Lain Di Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 82 Tabel 4.45. Distribusi tindakan Responden dalam

mengkonsusi rokok di Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 82 Tabel 4.46. Distribusi Responden berdasarkan jumlah rokok

yang dikonsumsi perhari di Wilayah Kerja

Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 83 Tabel 4.47. Distribusi tindakan Responden dalam

mengkonsusi Kopi di Wilayah Kerja Puskesmas

Berasatagi Tahun 2010 ... 84 Tabel 4.48. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah

Bubuk Kopi Yang Dikonsumsi Setiap Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun

2010 ... 84 Tabel 4.49. Distribusi Tindakan Responden Dalam

Mengkonsumsi Alkohol Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 85 Tabel 4.50. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah

Akohol (dalam ukuran gelas) Yang Dikonsumsi Yang Dikonsumsi Setiap Hari Di Wilayah Kerja

Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... Tabel 4.51. Distribusi Responden Dalam Mengkonsumsi

Obat/ Minuman Penambah Stamina... 85 Tabel 4.52: Distribusi responden berdasarkan tindakan yang

dilakukan sebelum mengkimsumsi obat

penambah samina ... Tabel 4.53. Distribusi Responden berdasarkan kategori

Indeks masa Tubuh di Wilayah Kerja Puskesmas

(13)

Tabel 4.54. Distribusi Responden berdasarkan Tindakan menurunkan berat badan di Wilayah Kerja

Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 86 Tabel 4.55. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Yang

Dilakukan Dalam Menurunkan Berat Badan Tindakan Menurunkan Berat Badan Di Wilayah

Kerja Puskesmas Berasatagi Tahun 2010 ... 87 Tabel 4.56. Distribusi Tindakan Responden Dalam Upaya

Mencegah Komplikasi Di Wilayah Kerja

(14)

ABSTRAK

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat seperti mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak, kurang serat, konsumsi garam berlebih, kurang olah raga, alkoholis,

obesitas, lemak darah tinggi dan stres, akan memperberat resiko komplikasi

seperti, mengakibatkan infark miokardium, stroke, gagal ginjal, bahkan tak jarang dapat menyebabkan kematian mendadak. Diwilayah Kerja Puskesmas Berastagi memiliki penderita hipertensi terbesar di Kabupaten karo dan program penanggulangan hipertensi juga telah dijalankan sejak tahun 2006. Akan tetapi masih terjadi peningkatan kasus hipertensi disertai dengan kasus penyakit akibat komplikasi hipertensi tersebut.

Hal Inilah yang melatar belakangi peneliti ingin meneliti lebih tentang perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi pada tahun 2010. Untuk dapat memperoleh gambaran perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan komplikasi.

Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode survey untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencehagan komplikasi. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang belum terkena komplikasi dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Berastagi yaitu sebanyak 1451 orang. Dalam menentukan besar sampel yang akan diteliti ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1994). Besar sampel diperoleh sebanyak 65 Orang penderita hipertensi. Metode pemilihan sampel dengan stratified random sampling.

Dari hasil penelitian diketahui mayoritas responden berada pada tingkat pengatahuan sedang yaitu sebanyak 72.3%, sedangkan yang mempunyai pengetahuan pada tingkat baik sebanyak 24.6%. Pada tingkat sikap mayoritas responden berada pada tingkat sikap baik yaitu sebanyak 84.6% sedangkan untuk pernyataan sikap pada tingkat sedang sebanyak 15.4%. Pada tindakan terhadap upaya pencegahan komplikasi sebagian besar memiliki tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 84.6% dan yang mempunyai tingkat kepatuhan tinggi sebanyak 13.8% sedangkan sebanyak 1.5% berada pada tingkat kepatuhan rendah

Petugas kesehatan perlu melakukan peningkatan promosi kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi dalam melakukan upaya pencegahan komplikasi.

Kata kunci : Perilaku, Penderita Hipertensi, Pencegahan Komplikasi

(15)

ABSTRACT

Hypertension or high blood pressure is the leading cause of death and illness. The Historical Illness of hypertension together with the unhealthy lifestyle such as consuming tobacco, high fat, insufficient fiber, excessive salt, insufficient sport, alcoholism, obesity, high blood fat and stress, will worsen complication risks such as infark miokardium, stroke, kidney failure, and it can also lead to sudden death. In the work region in Puskesmas Berastagi has the highest number of hypertension sufferers in all the Ka bupaten Karo and the program for the handling of hypertension has been in operation since 2006. However, there is still an increase in the case of hypertension together with the illness caused by the hypertension complication mentioned above.

This research is conducted due to the background mentioned above and the researcher wants to know more about hypertension sufferer behavior toward the complication avoidance efforts in the Puskesmas Berastagi work region in 2010. This will enable the researcher to get a picture of hypertension

sufferers’ behavior in their efforts to avoid complications.

This research is quantitative descriptive using the survey method to

know the behavior of the hypertension sufferers’ behavior toward the

complication avoidance efforts. The population in this research is the hypertension sufferers who has not experienced complications and live in the work region of the Puskesmas Berastagi amounting to 1451 people. Lameshow (1994) theory is used to determine the size of the sample in this research. The size of the sample is 65 people suffering from hypertension. The stratified random sampling is used in this research.

From the result of this research the majority of the respondents who are

at the “normal” knowledge level is 72.3%, while the “good” knowledge level is 24.6%. In the “good” attitude level is 84.6% while the “normal” attitude

level is 15.4%. In the level of action to avoid complication a large number have high obedience level amounted to 13.8% while about 1.5% has low obedience level.

Health officials need more promotion on health so that this will

promote hypertension sufferers’ knowledge in making efforts to avoid

complication of hypertension

(16)

BAB. I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak

dasar masyarakat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan

Undang – Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor

23 tahun 1992 tentang kesehatan. Pembangunan kesehatan haruslah dipandang

sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang

antara lain suatu komponen utama untuk pendidikan dan ekonomi serta

kesehatan yang juga memiliki peran dalam penanggulangan kemiskinan.

(Indra, 2009)

Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan

menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum, ibu dan bayi, serta

meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Proporsi penduduk Indonesia

umur 55 tahun ke atas pada tahun 1990 sebesar 7,7% dari seluruh populasi,

pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010

proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi

65-70 tahun. Secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke

arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population) yang akan

berdampak pada pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi) di

masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. (DepKes RI, 2003)

Pada akhir abad 20 Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan,

sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan.

(17)

utama dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk factor)

(DepKes RI, 2003)

Kronologi kejadian penyakit degeneratif diasumsikan seperti bagan

dibawah ini :

Bagan 1.1. Faktor resiko penyakit tidak menular (DepKes RI, 2003)

Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami

peningkatan resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian

penyakit tidak menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan

kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke

sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada tahun 2000

kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari seluruh kematian

dimana 60 % disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke

dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan kematian akibat penyakit tidak

(18)

dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah hipertensi. (Zamhir,

2006).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan

kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena

hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi karena disamping karena

prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang,

juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan permanen dan

kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa

muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya

pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan

seumur hidup. (Bahrianwar, 2009)

Di dunia, hampir 1 miliar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita

hipertensi. hipertensi merupakan penyakit kronis serius yang bisa merusak

organ tubuh. Setiap tahun hipertensi menjadi penyebab 1 dari setiap 7 kematian

(7 juta per tahun) disamping menyebabkan kerusakan jantung, otak dan ginjal.

Di negara berkembang Penyakit yang menjadi masalah utama dalam kesehatan

masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa berkembang lainnya

ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di

negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di

perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan

pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.

(Zamhir, 2006)

Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995,

(19)

pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi

penderita hipertensi di indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes

yaitu pada batas tekanan darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan

diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 %

pada tahun 2025. (Zamhir, 2006)

Dari 33 Propisnsi di indonesia terdapat 8 propinsi yang kasus penderita

hipertensi melebihi rata – rata nasional yaitu : Sulawesi Selatan (27%),

Sumatera Barat (27%), Jawa Barat (26%), Jawa Timur (25%), Sumatera Utara

24%, Sumatera Selatan (24%), Riau (23%), dan Kalimantan timur (22%).

sedangkan dalam perbandingan kota di Indonesia kasus hipertensi cenderung

tinggi pada daerah urban seperti : Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya,

dan Makassar yang mencapai 30 – 34%. (Zamhir, 2006).

Riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak

sehat seperti mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak, kurang serat,

konsumi garam berlebih, kurang olah raga, alkoholis, obesitas, gula darah

tinggi, lemak darah tinggi dan stres, akan memperberat resiko komplikasi

seperti, mengakibatkan payah jantung, infark miokardium, stroke, gagal ginjal,

komplikasi kehamilan bahkan tak jarang dapat menyebabkan kematian

mendadak. (Patrick, 2002).

Dari hasil penelitian Fazidah (2005), yang menganalisa faktor resiko

penyakit jantung koroner pada pasien di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan

ditemukan bahwa 89,3% penderita penyakit jantung koroner mempunyai

riwayat hipertensi. Pada kasus lain, dari peneliti yang sama dengan

(20)

Tahun 2005 juga ditemukan sebanyak 90,9% penderita stroke mempunyai

riwayat hipertensi. Dari perhitunga rasiko relatif dari kedua penelitian tersebut

disimpulkan bahwa sebagai faktor resiko penyakit kardio vasikuler yang

penting, hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat

meningkatkan resiko penyakit jantung koroner 5 kali dan stroke 10 kali.

(Fazidah,dkk 2005)

Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk

hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti

tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin

pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup

perubahan – perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh ginjal, (2).

Kepekaan baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi renin.

Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain

seperti penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005).

Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan

memperbaharui pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi

dapat disimpulkan bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak

disiplin ilmu. Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah gaya

hidup sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat saling

mendukung untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak menyebabkan

peningkatan yang signifikan sampai mencegah terjadinya komplikasi.

(Bahrianwar,2009).

Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi

(21)

tahun 2006 Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular yang bertugas untuk melaksanakan pengendalian

penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi dan penyakit

degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes,

2007).

Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa

langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis

pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi; melaksanakan

intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan kemajuan

teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific); mengembangkan

(investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian hipertensi; memperkuat

jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain dengan dibentuknya

Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi; memperkuat logistik dan distribusi

untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk

hipertensi; meningkatkan surveilans epidemiologi dan sistem informasi

pengendalian hipertensi; melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan

mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).

Dinas Kesehatan Karo telah melakukan program penanggulangan

hipertensi dan komplikasinya yang dimulai sejak tahun 2006, dimana

Puskesmas Berastagi, Puskesmas Kabanjahe, dan puskesmas Tiga Panah

adalah pelaksana program secara langsung karena kasus hipertensi tertinggi

dibandingkan wilayah kerja Puskesmas lainnya di Kabupaten Karo. Pada awal

program dipuskesmas Berastagi ditemukan 1067 penderita hipertensi , di

(22)

berjumlah 785 kasus. Namun dari segi pemanfaatan Puskesmas Berastagi

memiliki tempat yang strategis sehingga tak jarang pasien yang berobat

berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas Berastagi

Dari hasil obeservasi di Puskemas Berastagi, berbagai pendekatan

persuasive telah dilakukan petugas kesehatan yaitu penyuluhan kesehatan,

Pembuatan film sebagai media promosi kesehatan, pengobatan gratis,

pembinaan kelompok beresiko, senam sehat penderita hipertensi dan lain

sebagainya. Namun penderita hipertensi yang terdata sebagai penderita

hipertensi di wlayah kerja puskesmas berastagi dari tahun ke tahun terus

meningkat dimana pada tahun 2006 sebanyak 1067 penderita, pada tahun 2007

sebanyak 1224 dan terus meningkat pada tahun 2008 dengan jumlah penderita

sebanyak 1339, bahkan pada tahun 2009 menjadi peringkat kedua dari 10

penyakit terbesar di Puskesmas berastagi, seperti pada tabel berikut :

Tabel 1.1. Data 10 Penyakit Terbesar Puskesmas Berastagi Tahun 2009

Sumber : Puskesmas Berastagi

Tidak sebatas peningkatan penderita saja, kasus stroke yang terdata

pada tahun 2008 sebanyak 79 penderita menjadi 114 penderita pada tahun

2009. Dari hasil wawancara peneliti dengan dokter yang bertugas di Puskesmas

Berastagi, pada tahun 2009 terdapat kematian mendadak akibat komplikasi

Peringkat Jenis penyakit Jumlah kasus

I ISPA 2939

II Hipertensi 1451

III Infeksi Jamur 1130

IV Penyakit lain saluran nafas 1093

V Infeksi Lain Pada Usus 893

VI Alergi 836

VII Diare 792

VIII Penyakit Otot, Tulang, Jaringan pengikat 478

IX Kecelakaan lalu lintas 209

(23)

dari hipertensi tingkat berat dimana 4 orang karena serangan stroke dan 2 orang

akibat penyakit jantung

Dari hasil obeservasi, dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antusias

masyarakat (penderita hipertensi) yang menjadi target program masih sangat

kurang. Hal ini dapat disimpulkan dari jumlah kehadiran para penderita

hipertensi pada kegiatan posyandu lansia 3 tiga kelurahan yang pernah diikuti

yang hanya dihadiri 8 – 12 orang, pada kegiatan senam sehat penderita

hipertensi hanya diikuti oleh 10 – 12 peserta.

Pada kegiatan pengobatan di Puskesmas Berastagi sangat jarang sekali

penderita hipertensi yang berobat mengontrol tekanan darah kembali setelah

mengkonsumsi obat hipertensi sesuai dengan anjuran dokter. Dan dilain sisi

dari hasil wawancara dengan penderita hipertensi di Puskesmas Berastagi,

penderita hipertensi memiliki pemahaman lain tentang penyebab hipertensi dan

komplikasinya, dimana penderita hipertensi mengganggap hipertensi tersebut

terjadi akibat stress saja. Dan peningkatan tekanan darah sejalan dengan usia

dianggap hal yang wajar. Sehingga pola hidup sehat yang seharusnya

dilakukan penderita hipertensi untuk mencegah komplikasi sering terabaikan.

Apabila hal ini tidak segera ditindak lanjuti (mendapat perhatian khusus),

tentunya akan menjadi hambatan bagi program pencegahan komplikasi

hipertensi, Sehingga kemungkinan bertambahnya kasus yang diakibatkan

komplikasi hipertensi akan meningkat dan akan menjadi beban bagi keluarga,

(24)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti ingin meneliti

lebih tentang perilaku penderita hipertensi terhadap upaya pencegahan

komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi.

1.2. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti

merumuskan masalah yaitu “ belum dikatahuinya perilaku penderita hipertensi

terhadap upaya pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi

tahun 2010 “.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi terrhadap upaya

pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Pengetahuan penderita hipertensi terrhadap upaya

pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010

2. Untuk mengetahui sikap penderita hipertensi terrhadap upaya pencegahan

komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010

3. Untuk mengetahui tindakan penderita hipertensi terrhadap upaya

pencegahan komplikasi di wilayah kerja Puskesmas Berastagi tahun 2010

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bentuk umpan balik dari program penangulangan hipertensi di

(25)

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Karo dalam merencanakan

merencanakan program penanggulangan hipertensi dimasa yang akan

datang

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah kegitan atau aktivitas organisme

(mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua mahluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, hewan sampai dengan

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing – masing.

Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakekatnya adalah

tindakan atau aktifitas dari manusia iu sendiri yang mempunyai bentangan

yang sangat luas antara lain berbicara, berjalan menangis, tertawa, bekerja,

kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.(Notoatmojo, 2003)

2.2. Ruang lingkup Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai runag linngkup

yang sangat luas. Menurut Benjamin Bloom (1908) dalam Notoatmojo (2005)

bahwa perilaku dibagi dalam 3 domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan .

2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu melalui indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.(Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan manusia banyak digunakan untuk kebutuhan sehari – hari,

terutama pengetahuan umum sangat bermanfaat untuk keperluan hidup

manusia sehari – hari. Pengetahuan ini diperlukan dalam rumah tangga,

(27)

pengetahuan namun tidak tahu benar akan seluk beluk pengetahuan itu.

Manusia berani bertindak tidak hanya berguna secara kebetulan melainkan

demikian mutlaknya sehingga tidak ragu – ragu lagi. Jadi pengetahuan yang

digunakan orang untuk hidupmnya sehari – hari adalah pengetahuan umum.

Dalam domain kogitif pengetahuan dicakup kedalam 6 (enam)

tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ’tahu’ merupakan tingkatan

pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat

diukur dari kemampuan seseorang yang menyebutkanya. Menguraikan,

mendefenisikan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan materi

secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaska, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap obyek yang dipelajari

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebabagai kemampuan untuk menggunakan materi

(28)

diartikan sebagai hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya

dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek kedalam komponen – komponen tetapi masih dalam struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

5. Sintetis (synthetis)

Intetis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian – bagian dalam keseluruhan yang baru. Dengan kata

lain sintetis adalah sutu kemampuan untuk menyusun formulasi dari formulasi

– formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikasi

atai penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian ini

berdasarkan suatu kreteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kreteria

– kreteria yang telah ada.

Dari semua unsur pengetahuan tersebut terisi dalam akal dan jiwa

manusia secara individu yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya.

Dilingkungan ada bermacam – macam hal yang dialami individu melalui

penerimaan panca inderanya, serta alat penerimaan atau reseptor. Hal – hal

(29)

bermacam – macam proses seperti fisik, fisiologis dan psikologis kemuadian

dipancarkan oleh individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang suatu

objek secara sabjektif oleh masing – masing idividu.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain

:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberkn oleh seseorang kepada orang

lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin

tingi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk

menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang mereka miliki.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak

langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik

dan psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir

seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni

suatu hal dan pada akhirnya diperoleh penetahuan yang lebih mendalam.

(30)

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik

dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman

mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan agi individu yang

melekat menjadi pengetahuan pada individu secara sabjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membant

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. (Wahid

dkk, 2007)

2.2.2. Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon sseorang terhadap suatu

stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari – hari adalah merupakan

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktifitas tapi merupakan predisposisi tindakan

atau perilaku. (Wahid dkk, 2007)

Sikap menentukan jenis tingkah laku dalam hubungannya dengan

rangsangan yang relevan, individu lain atau fenomena – fenomena. Dapat

dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal tapi tidak semua faktor

internal adalah sikap.

Adapun ciri – ciri sikap adalah sebagai berikut:

1. Sikap itu dipelajari (learnability)

Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif – motif

psikologi lainnya, misalnya : lapar, haus, nyeri adalah motif psikologis yang

(31)

Beberapa sikap dipelajari tidak disengaja atau tanpa kesadaran sebagai

individu..

2. Memiliki kesetabilan (stability)

Sikap yang bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap

dan stabil melalui pengalaman. Misalnya pengalaman terhadap suka atau tidak

suka terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang – ulang.

3. Personal Societal Significance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan

juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang

lain menyenangkan, terbuka dan hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya

dan dia akan merasa bebas dan nyaman.

4. Berisi Kognitif dan effecty

Komponen kognitif dari sikap adalah berisi informasi yang aktual,

misalnya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan

5. Approach avoidence directionality

Bila seseorang memiliki sikap yang mudah beradaptasi terhadap

sesuatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila

seseorang memiliki sikap yang susah beradaptasi maka mereka akan

menghindarinya. (Ahmadi, 1999)

Selanjutnya ciri – ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), hasil pemikiran dan

perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan –

(32)

modal untuk bertindak dengan pertimbangan untung – rugi, manfaat serta

sumberdaya yang tersedia.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (personnal references)

merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi

tetap mengacu pada pertimbangan – pertimbangan individu

3. Sumber daya (resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk

bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan

pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir

seseorang untuk bersikap terhadap objek / stimulus tertentu.

(Notoatmojo,2005)

Fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan yaitu :

1. Sebagai Alat Menyesuaikan Diri.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu

yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama.

Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau

dengan anggota kelompok lain.

2. Sebagai Pengatur Tingkah Laku.

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa dan yang

sudah lanjut usianya tidak ada perangsang itu. Pada umumnya tidak diberi

perangsang secara sepontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar

untuk menilai perangsang – perangsang itu.

(33)

Manusia didalam menerima pengalaman – pengalaman dari luar sikapnya

tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang bersasal dari luar

tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi menusia memilih mana yang

perlu dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman

diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai Pernyataan Kepribadian

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini disebabkan karena

sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karna itu

dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa

mengetahui pribadi orang tersebut. (Ahmadi, 1991)

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila

ditanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi dari sikap karena dengan usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu

benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk

mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah, merupakan indikasi

sikap tingkat ini.

4. Bertanggung jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan

(34)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek

2.2.3. Tindakan ( Practice )

Secara logis, sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak

dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Suatu sikap belum tentu mewujudkan tindakan. Untuk terwujutnya sikap

menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung (support) atau suatu

kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan dari

berbagai pihak. (Notoatmojo, 2003)

Selanjutnya Tindakan terdiri dari berbagai tingkatan menurut kualitasnya,

yakni:

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guide Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

atomatis, atau sesuatu itu sudah merupaka kebiasaan.

(35)

Adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

mewawancarai terhadap kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan beberapa

jam, hari, minggu atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat

dilakukan secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan

responden. (Notoatmojo, 2003)

2.3. Prubahan Perilaku

Menurut WHO yang Dikutip oleh Notoatmojo (2005), perubahan

peilaku dikelompokkan menjadai 2 bagian yaitu :

1. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan

karena kajadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu

perubahan lingkunga fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota –

anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri

oleh subjek. Didalam melakukan perubahan perilaku yang telah direncanakan

dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi

suatu inovasi atau program – program pembangunan di dalam masyarakat,

maka yang sering terjadi adalah sebagai sangat cepat untuk mengerima inovasi

atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima

(36)

2.4. Teori Perubahan Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu

tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan

tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai

faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut

amat kompleks sehingga kadang – kadang tidak sempat menerapkan perilaku

tertentu. Karena itu sangat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik

perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut. (Muzaham,

1995)

Health Belief Model (HBM) adalah model kepercayaan kesehatan,

merupakan salah satu model yang paling sering digunakan dalam aplikasi

perilaku kesehatan. HBM dikembangkan oleh Rosenstock (1950) untuk

membantu menjelaskan mengapa orang-orang menggunakan atau tidak

menggunakan pelayanan kesehatan, HBM telah digunakan untuk membantu

menjelaskan berbagai perilaku kesehatan.

HBM menghipotesakan bahwa kesehatan merupakan kaitan hubungan

antara 3 fakor yang mempengaruhi yaitu :

1. Keberadaan motivasi yang cukup (berhubungan dengan Kesehatan) untuk

membuat kesehatan suatu hal yang penting

2. Suatu kepercayaan yang peka terhadap suatu masalah kesehatan yang

serius menyangkut kondisi penyakit ini berkitan dengan besarnya

ancaman yang dirasakan.

3. Suatu kepercayaan bila mengikuti anjuran kesehatan tertentu akan bersifat

(37)

tanggulangi. Biaya mengacu pada penghalang yang dirasakan yang harus

digunakan dalam rangka mengikuti anjuran kesehatan; tetapi tidaklah

terbatas untuk pengeluaran keuangan saja.

Health Belief Model (HBM) didasarkan atas 3 faktor esensial, yaitu:

kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suat

penyakit atau memperkecil resiko (komplikasi) penyakit. Adanya dorongan

dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku sendiri. Ketiga

faktor diatas dipengaruhi oleh faktor lain yang berhubungan dengan

kepribadian dan lingkungan individu, pengalaman berhubungan dengan sarana

dan prasarana kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor persepsi

tentang kerentanan terhadap penyakit/ komplikasi penyakit, potensi ancaman,

motivasi memperkecil kerentanan penyakit dan potensi komplikasi serta

adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan.

Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang

dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu, terhadap perubahan

yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan

perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba perilaku yang serupa. Health

Belief Model (HBM) sering kali dipertimbangkan sebagai kerangka utama

yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang mengenai

kesehatan. (Machfoedz,2006).

HBM ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.

HBM merupakan model kognitif yang berarti bahwa khususnya proses kognitif

dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM kemungkinan

(38)

pada hasil dari dua keyakinan atau penialaian kesehatan yaitu ancaman yang

dirasakan dari sakit dan perimbangan tentang keuntungan dan kerugian.

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang

akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit

atau kesakitan betul – betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya

adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan tersebut maka perilaku pencegahan

juga dapat meningkat. (Machfoedz,2006).

Penilaian teatang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada : (a).

Kerentanan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan

kemungkinan bahwa orang – orang dapat mengembangkan masalah kesehatan

menurut kondisi mereka, (b). Keseriusan yang dirasakan (perceived severity).

Orang – orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut

apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan dan membiarkan

penyakitnya tidak ditangani. (Machfoedz,2006).

Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan

dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan tindakan

pencegahan atau tidak berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai

ancaman perilaku seperti check up untuk mencegah atau pemeriksaan awal dan

imunisasi. (Machfoedz,2006).

Sebagai kesimpulan, apabila individu bertindak untuk melakukan

pengobatan dan pencegahan komplikasi penyakitnya ada 3 variabel kunci yang

berpengaruh terhadap upaya yang akan diambil yaitu :

(39)

Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia

harus merasa bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit

akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu

atau masyarakat.

3. Manfaat dan Rintangan – rintangan yang dirasakan

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap

gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan

tersebut tergantung pada manfaat dan rintangan yang ditemukan dalam

mengambil tindakan tersebut.

2.5. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasar

oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut

terjadi proses berurutan yakni :

1. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (ketertarikan), dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (mempertimbangkan terhadap baik tidaknya stimulus bagi

dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah baik.

(40)

5. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

dan sikap terhadap stimulus (Notoatmojo, 2003).

Apabila peneriamaan perilaku baru atau adopsi perilaku seperti ini, dimana

didasari pengetahuan, kesadaran sikap yang positif, maka perilaku tersebut

akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila adopsi perilaku tidak

didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama

(Notoatmojo, 2003)

2.6. Konsep Sehat – Sakit

Persepsi masyarakat tentang sehat – sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh

unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial; budaya. Sebaliknya

petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang

objektif berdasarkan symptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik

seseorang. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah

yang yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program

kesehatan. Kadang – kadang orang tidak pergi berobat ke petugas kesehatan

sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika individu merasa bahwa

penyakitnya disebabkan oleh mahluk halus, maka ia akan memilih untuk

berobat pada ”orang pandai” yang dianggap mampu mengusir mahluk halus

(41)

2.7. Hipertensi

2.7.1. Pengertian Hipertensi

Tekanan darah tinggi (HBP) berarti hipertensi atau tekanan tinggi

(ketegangan) pada arteri. Arteri adalah pembuluh darah yang membawa darah

dari jantung yang memompa ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Tekanan

darah tinggi tidak berarti ketegangan emosional yang berlebihan, walaupun

ketegangan emosi dan stres dapat meningkatkan tekanan darah sementara.

Tekanan darah normal di bawah 120/80; tekanan darah antara 120/80 dan

139/89 disebut "pre-hipertensi", dan tekanan darah dari 140/90 atau lebih

adalah hipertensi. (Patrick, 2002).

Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan di mana tekanan yang

dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung

ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua

ukuran dan idealnya ditunjukkan dengan angka seperti berikut - 120 /80

mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung

berkontraksi. Disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan

ketika jantung sedang berelaksasi, disebut dengan tekanan diastolik. Sikap

yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah dalam keadaan duduk

atau berbaring dan diukur minimal 2 kali (Ariefmansjoer, 2001)

2.7.2. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat pada sekitar 95 %

(42)

hiperaktifitas susunan syaraf simpatis, sistem renin – angiotensin, defek

dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor – faktor

yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta

polisitemia.

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5 % kasus.

Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit

ginjal, hipertensi vasikular renal, hiperaldosteronisme primer, dan Sindrom

Custing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan

dengan kehamilan (Prince, 2005).

2.7.3. Manifestasi Klinis

Peninggian tekanan darah kadang – kadang merupakan satu – satunya

gejala. Bila demikian gejala baru akan muncul setelah komplikasi pada ginjal,

mata, otak, atau jantung. Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit

kepala, pening, berdebar, gampang capek, pandangan berkunang – kunang ,

sering buang air kecil, mual, telinga berdengung dan lain sebagainya. (Prince,

2005).

2.7.4. Diagnosis

Sebagai indikator yang digunakan pada pemeriksaan tekanan darah,

yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke

dokter. Biasanya dokter akan mengecek dua kali atau lebih sebelum

menentukan anda terkena tekanan darah tinggi atau tidak. Apabila pada

kesempatan tersebut tekanan darah anda berada pada 140/90 mmHg atau lebih

yang diukur minimal 2 kali maka akan didiagnosa sebagai hipertensi (tekanan

(43)

2.7.5. Klasifikasi tekanan darah pada dewasa

Tabel 2.1. Kategori Tingkatan Hipertensi berdasarkan tingkatan tekanan darah

(Ariefmansjoer, 2001)

Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang apabila

tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam 3 - 6 bulan, Hipertensi ini

jarang terjadi, hanya 1 dari 200 orang yang menderita hipertensi.

2.7.6. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Hipertensi

Faktor resiko hipertensi adalah faktor – faktor yang bila semakin

banyak menyertai penderita hipertensi maka dapat menyebabkan orang tersebut

akan menderita tekanan darah tinggi ( hipertensi ) yang lebih berat dan

beresiko menimbulkan komplikasi. Faktor resiko ini ada yang dapat

dihindarkan atau dimodifikasi dan ada juga yang tidak dapat di dimodifikasi.

(Effendi ,2004)

2.7.6.1. Faktor resiko hipertensi yang dapat dimodifikasi

1. Obesitas ( Kegemukan).

Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor resiko dari

beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk hipertensi. Obesitas dan

tekanan darah tinggi sering dikataken dikatakan berjalan bersama – sama.

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah

Diastolik

normal dibawah 130 mmhg dibawah 85 mmhg

normal tinggi 130 -139 mmhg 85 - 89 mmhg

(44)

Salah satu pertimbangan utama dalam perawatan tekanan darah tinggi adalah

pengurangan berat badan sampai ke tingkat normal. (Rosmery, 2006)

Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin.

Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan eleh

sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi erlebihan

(hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara

menahan pengeluaran natrium oleh ginjal da meningkatkan kadar plasma

neropineprin. (Rosmery, 2006)

Kegemukan merupakan ciri khas populasi hipertensi dan dibuktikan

bahwa faktor resiko ini mempunyai keterkaitan yang erat dengan kejadian

hipertensi dikemudian hari. Dari penyelidikan di buktikan bahwa curah jantung

dan volume sirkulasi darah pada orang yang obesiatas lebih tinggi

dibandingakan dengan orang yang mempunyai berat badan normal. Dalam

menentukan seseorang obesitas atau tidak obesitas dengan menggunakan

standart Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:

Kemuadian skor yang diperoleh akan dikategorikan sebagai berikut:

IMT < 20 : Berat badan Kurang / kurus

IMT 20 – 25 : Berat badan Normal / sehat

IMT 25 – 29 : Berat badan lebih / gemuk

IMT > 30 : Berat badan sangat gemuk (Obesitas)

Pengamatan Framingham Study selama 18 tahun pengamatan

menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam

kejadian penyakit kardiovasikuler, terutama kejadian hipertensi. Pada

penelitian ini juga di tujukan bahwa prevalensi hipertensi adalah 10 kali lebih

Berat Badan (Kg) IMT =

(45)

besar pada kelompok obesitas. Dengan penurunan berat badan 15 % dari

keadaan obesitas akan menurunkan sistol 10 %, sedangkan bila berat badan

meningkat 15 % dari berat badan normal akan menaikkan sistol sebanyak 18

%. (Rosmery, 2006)

Pada obesitas atau kelebihan berat badan > 20% diatas berat badan

normal akan mengalami hipertensi 2 kali lebih beresiko terhadap komlikasi

hipertensi dibandingkan orang dengan berat badan normal. Beberapa

mekanisme yang diduga berperan dalam meningkatkan tekanan darah adalah :

a. Peningkatan intake kalori, protein dan karbohidrat akan meningkatkan

katekolamin plasma dan meningkatkan sistem saraf simpatis. Faktor ini

meningkatkan retensi natrium pada ginjal dan stimulasi sistem renin

angiotensi – aldrosteron. Akibatnya akan terjadi peningkatan curah jantung

dan retensi perifer.

b. Intake kalori yang tinggi pada obesitas biasanya disertai dengan konsumsi

natrium yang tinggi

c. Terjadinya Hypervolemia dan peningkatan curah jantung tanpa penurunan

dari retensi perifer

d. Peningkatan intake kalori akan meningkatkan plasma insulin yang yang

merupakan suatu natriuretic yang kuat menyebabkan reabsorbsi natrium

oleh ginjal dan akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah. (Rosmery,

2006)

2. Konsumsi Garam Yang Berlebihan

Garam merupakan hal yang sangat netral dalam dalam patofisiologi

Gambar

Tabel 2.1. Kategori Tingkatan Hipertensi berdasarkan tingkatan tekanan darah
Tabel 4.1. Gambaran Luas Wilayah Kerja Puskesmas Berastagi Tahun 2010
Tabel 4.6. :
Tabel 4.13. : Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Dalam Program Penanggulangan Hipertensi  Di Wilayah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data subjektif tidur yang baik atau buruk dapat dievaluasi dengan persepsi Pasien Gagal Jantung tentang parameter tidur diantaranya adalah total jam tidur pada malam hari,

Pada jenis penyebab gagal jantung paling banyak adalah penyakit jantung didapat (PJD) yaitu sebanyak 18 sampel (72%).. tipe penyakit yang paling banyak ditemukan pada sampel

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh arteri koroner dimana terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah (intima) disertai

Hubungan antara Pengetahuan tentang Penyakit dan Komplikasi Diabetes pada Penderita Diabetes Melitus dengan Tingkat mengontrol Kadar Gula Darah.. Bahan ajar

Sampelnya adalah penderita penyakit jantung koroner sebanyak 95 orang yang diberi kuesioner yang terdiri dari 40 soal untuk menguji pengetahuan, sikap dan

Jumlah penderita GGK yang menjalani hemodialisis di rumah sakit ini pada tahun 2012 sebesar 241.41 penderita, pada tahun 2013 sebesar 15.11 penderita dan pada tahun 2014 sebesar

Kesimpulan : Hipertensi pada lansia yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini adalah hipertensi grade 1.. Kata kunci : Karakteristik,

Pilih salah satu jawaban yang menurut Bapak / Ibu paling sesuai dengan kondisi yang dialami dengan memberikan tanda silang (X) pada pilihan yang dipilih.. B.Kuesioner