• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Dan Pengujian Evaporator Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Digerakkan Energi Surya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Modifikasi Dan Pengujian Evaporator Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Digerakkan Energi Surya"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR

MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI

YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

JUNIUS MANURUNG

NIM. 06 0401 054

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

(2)

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan mahasiswa untuk

menyelesaikan pendidikan agar memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Sarjana yang dipilih adalah

dalam bidang Termodinamika Teknik dengan judul

"MODIFIKASI DAN PENGUJIAN

EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI DIGERAKKAN ENERGI

SURYA ".

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini, penulis banyak mendapat dukungan dari

berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis ingin menghaturkan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Kedua orang tua dan keluarga tercinta, (Ayah) SB. Manurung dan (Ibu) L. Silitonga

yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi, dan nasihat yang tak

ternilai harganya. Serta kepada kakak dan abang saya.

2.

Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT, dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, dan membantu penulis dalam

menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3.

Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT selaku dosen pembimbing lapangan yang

telah banyak meluangkan waktu, memotivasi, dan membantu penulis dalam

menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

4.

Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME (Dekan Fakultas Teknik USU), beserta segenap

Staf dan Jajarannya.

5.

Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuriselaku Ketua Departemen Teknik Mesin

(3)

6.

Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik

USU.

7.

Abang Sarjana, ST selaku koordinator laboratorium teknologi mekanik, yang

membantu penulis dalam pembuat alat.

8.

Rekan satu tim Ben Marto Siallagan dan Janter Naibaho atas kerja sama yang baik

untuk menyelesaikan penelitian ini.

9.

Seluruh rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Mesin, teristimewa kepada

kawan-kawan seperjuangan Angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu

yang telah banyak membantu dan memberi masukan yang berguna demi kelengkapan

Skiripsi ini.

10.

Kepada “MNS” dan “YRA” yang selalu menguatkan dan memberikan motivasi dalam

menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan doa kepada Tuhan

Yang Maha Esa semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 10 April 2012

Penulis

Junius Manurung

(4)

Adsorpsi adalah proses penyerapan suatu fasa tertentu (gas, cair) pada

permukaan yang berupa padatan sehingga membentuk suatu film (lapisan tipis) pada

permukaan padatan tersebut. Dalam penelitian ini dipilih sisem pendingin adsorpsi

dengan menggunakan pasangan karbon aktif dan metanol sebagai refrigerant dan

adsorben yang bahan – bahannya mudah didapat dan tidak menghasilkan polusi,

sehingga menghasilkan sistem pendingin yang ramah lingkungan.

Keuntungan dari penggunaan mesin pendingin adsorpsi ini adalah sumber

energi yang mudah didapat dan tidak adanya komponen yang bergerak. Mesin

pendingin adsorpsi ini dioperasikan dengan menggunakan panas matahari sebagai

sumber energi.

Salah satu komponen utama sistem pendingin adsorpsi adalah evaporator.

Evaporator adalah alat penukar kalor, dimana dua fluida yang mempunyai suhu yang

berbeda, yang satu bersuhu tinggi dan yang satunya lagi bersuhu rendah, akan

bertukar panas sehingga fluida yang menerima panas akan menguap. Modifikasi pada

evaporator yaitu penggunaan sirip pada evaporator dan melekatkan kaca bening pada

bagian depan evaporator beserta di beri ukuran agar dapat dilihat berapa banyak

methanol yang terpakai. Pengujian dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan

memanfaatkan energi matahari sebagai sumber energi. Pada evaporator didapat suhu

sekitar 9

0

C pada tingkat suhu pemanasan generator 100

0

C – 120

0

C.

Kata kunci : Evaporator, adsorpsi, refrigeran, generator.

(5)

.

Tabel 2.1. Penggolongan adsorben berdasarkan kemampuan menyerap air... 14

Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif ... 17

Tabel 4.1. Tabel data mesin pendingin ………. 48

(6)

Gambar 2.1. Proses pemanasan kolektor dengan tenaga surya ...4

Gambar 2.2. Penyerapan suatu zat oleh zat pengadsorpsi ...9

Gambar 2.3.Karbon aktif ...16

Gambar 2.4. Metanol ...20

Gambar 3.1. Manometer ...28

Gambar 3.2. Hobo Micro Station ...29

Gambar 3.3. Pompa Vakum ...30

Gambar 3.4. Agilent ...31

Gambar 3.5. Mesin pendingin yang akan diuji ...32

Gambar 3.6 Evaporator. ...33

Gambar 3.7. Kotak insulasi ...33

Gambar 3.8. Wadah penampung air ...34

Gambar 3.9. Evaporator sebelum dimodifikasi ...35

Gambar 3.10

Evaporator sebelum dimodifikasi ...35

Gambar 3.11. Bagian atas dibuat lubang ...36

Gambar 3.12. Pipa evaporator yang dipasang katup dan manometer ...36

Gambar. 4.1 Mesin Pendingin beserta titik

thermocouple

……….37

Gambar 4.2. Letak sensor

thermocouple

pada evaporator ...38

Gambar 4.3. Grafik temperatur vs waktu evaporator pengujian hari pertama ….. 40

Gambar 4.4. Grafik temperatur vs waktu evaporator pengujian hari kedua ….. 43

(7)

DAFTAR NOTASI

Simbol

Keterangan

Satuan

∆H

Perubahan entalpi

kJ/kg

Cv

Kalor spesifik volume tetap

J/kg. K

Cp

Kapasitas kalor spesifik tekanan

J/kg. K

Q

L

Kalor laten

J

Le

Kapasitas kalor spesifik laten

J/kg

m

Massa zat

kg

Qs

Kalor sensibel

J

ΔT

Beda temperatur

K

k

Konduktivitas termal

W/mK

Q

Laju aliran energi

W

Re

Bilangan Reynold

-

Pr

Bilangan Prandtl

-

Nu

Bilangan Nusselt

-

µ

Viskositas fluida

Pa.det

Rapat massa

kg/m

3
(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Kebutuhan akan sistem pendingin di daerah terpencil untuk berbagai

kebutuhan seperti pengawetan atau penyimpanan bahan makanan dirasakan

semakin meningkat, sementara sistem pendingin konvensional yang ada

belum tentu bisa dipakai karena tidak semua daerah terpencil memiliki

jaringan listrik, sehingga sistem pendingin tenaga surya sederhana salah satu

alternatif untuk pemecahan permasalahan kebutuhan sistem pendingin di

daerah terpencil seperti ini.

Salah satu pemanfaatan energi surya untuk sistem pendingin adalah

dengan pemanfaatan sistem adsorpsi, pada sistem ini sebagian

pengoperasiannya berkaitan dengan pemberian panas pada generator dan

tidak membutuhkan daya sehingga lebih ekonomis dan untuk mendapatkan

energi panas jauh lebih mudah, salah-satunya dengan memanfaatkan panas

dari sinar matahari.

Teknologi kolektor surya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan

sistem pendingin kompresi uap dan umumnya dapat dibuat dan diperbaiki di

industri lokal. Selain kolektor surya sistem pendingin adsorpsi

membutuhkan refrigeran dan adsorben. Dalam beberapa tahun terakhir

penelitian metanol sebagai refrigeran dan karbon aktif sebagai adsorben

banyak dilakukan untuk membuat pendingin adsorpsi surya sederhana

dengan biaya yang tidak mahal tetapi dapat menghasilkan pendingin tanpa

(9)

1.2. Batasan Masalah

Dalam skirpsi ini, penulis mengambil batasan-batasan untuk

memperjelas ruang lingkup permasalahan. Batasan-batasan itu antara lain :

Teori yang dipakai adalah teori siklus adsorpsi.

Refrigeran yang digunakan adalah metanol sebanyak 2 liter.

Kapasitas air yang didinginkan sebesar 1 liter.

Adsorben yang digunakan adalah karbon aktif.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1.

Menghasilkan rekomendasi mesin pendingin yang ramah lingkungan

dan hemat energi.

2.

Sebagai wacana untuk penelitian yang lebih lanjut.

1.4.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian skripsi ini adalah:

1.

Memodifikasi sebuah mesin pendingin yang bekerja berdasarkan siklus

adsorpsi dan memanfaatkan energi matahari sebagai sumber tenaganya.

2.

Menganalisa unjuk kerja dari evaporator dengan adsorben karbon aktif

dan refrigerannya metanol.

(10)

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah

sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini menguraikan latar belakang penulisan skripsi, batasan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Pada bab ini membahas teori-teori yang dapat mendukung dan menjadi

pedoman dalam penulisan skiripsi.

BAB III : Metodologi Penelitian

Pada bab ini membahas metode penulisan skripsi, bahan dan alat yang

digunakan dalam penelitain.

BAB IV : Analisa Data

Pada bab ini membahas tentang analisa data hasil pengujian yang dilanjutkan

dengan pembahasan data hasil pengujian

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengujian dan saran-saran untuk

penyempurnaan hasil pengujian.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan untuk

menyusun laporan ini.

Lampiran

Lampiran berisikan tabel-tabel, dan grafik-grafik yang digunakan, daftat

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Sistem Mesin Pendingin Adsorpsi

Sistem pendinginan adsorpsi mirip dengan siklus pendinginan

kompresi uap. Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang

menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan

tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke

wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan

kompresor, sedangkan pada sistem pendingin adsorpsi digunakan adsorben dan

generator bertekanan rendah, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian

panas di generator sehingga adsorben dan generator dapat menggantikan fungsi

kompresor secara mutlak kompresi tersebut, sistem pendingin adsorpsi

memerlukan masukan energi panas.

(12)

Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah

(low level energy)

karena panas merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering kali tidak

didaur ulang. Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti

menggunakan kolektor surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler

yangmenggunakan energi komersial.

Komponen utama mesin pendingin adsorpsi adalah generator,

kondensor, dan evaporator. Evaporator memegang peranan penting sebagai

tempat refrigeran yang akan digunakan untuk mendinginkan fluida atau benda

yang akan didinginkan.

2.2.

Evaporator

Evaporator dalam sistem refrigerasi adalah alat penukar kalor yang

memegang peranan penting di dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media

sekitarnya Tujuan sistem refrigerasi adalah untuk membebaskan panas dari fluida

seperti udara, air atau beberapa benda yang lain.

Evaporator diletakkan dibagian unit pendingin dari lemari pendingin

dan akan bersentuhan langsung dengan media yang akan didinginkan, yaitu air.

Cairan metanol akan menguap pada saat temperatur adsorben naik atau pada saat

pemanasan adsorben. Metanol akan mencair dikondensor dan cairannya akan

terkumpul kembali di evaporator, dan malam hari temperatur adsorben akan turun

perlahan – lahan dan akan menyerap metanol. Akibatnya metanol akan

(13)

2.3.

Perpindahan Kalor Didalam Evaporator

a.

Koefisien Perpindahan Kalor

Faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan kalor adalah

kecepatan aliran fluida atau benda yang akan didinginkan, disamping itu makin

besar luas bidang benda yang hendak diinginkan atau dekat dengan bidang

pendingin juga mempengaruhi koefisien perpindahan kalor. Untuk temperatur

penguapan refrigeran, temperatur benda atau fluida yang akan didinginkan akan

dipengaruhi oleh kecepatan aliran dari zat yang hendak didinginkan. Di dalam

evaporator, banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan rata-

rata temperatur, makin besar perbedaan temperatur, makin kecil ukuran penukar

kalor (luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan, namun dalam hal

tersebut diatas, temperatur penguapannya menjadi rendah.

b.

Kapasitas (Q) Pendingin di dalam Evaporator

Kapasitas suatu mesin pendingin ialah kemampuan mesin tersebut

untuk menyerap panas dari benda yang didinginkan, umumnya dinyatakan dalam

Kkal/jam atau Btu/jam. Satuan lain yang sering dipakai ialah

Ton Of Refrigeration

(TR) atau

Refrigeration Ton

(RT). Satuan ini dihitung berdasarkan panas

pencairan 1 ton es selama 24 jam.[3].

(14)

Kapasitas mesin pendingin pada umumnya ditentukan tiga hal, yaitu;

jumlah refrigeran yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan refrigeran

didalam evaporator, jenis refrigeran yang digunakan.

2.4.

Jenis Evaporator

Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator dibagi

menjadi 3 macam, yaitu :

1.

Evaporator Pipa Telanjang (

Bare Tube Evaporator

)

2.

Evaporator Pelat

( Plate Surface Evaporator

)

3.

Evaporator Bersirip

( Finned Evaporator)

Berdasarkan bentuk dan penggunaannya, evaporator dibagi menjadi

beberapa macam, yaitu :

1.

Evaporator jenis expansi kering

Cairan refrigeran yang diexpansikan melalui katup expansi pada

waktu masuk ke evaporator sudah dalam keadaan campuran cair dan uap,

sehingga keluar dari evaporator dalam kering.

Karena sebagian besar evaporator terisi oleh uap refrigeran , maka

perpindahan kalor yang terjadi tidak begitu besar, jika dibandingkan dengan

keadaan dimana refrigeran dimana evaporator terisi oleh refrigeran cairan.

Evaporator jenis ini tidak memerlukan cairan refrigeran dalam jumlah yang besar,

disamping itu jumlah minyak pelumas yang tertinggal di dalam evaporator sangat

kecil.

Jumlah refrigeran yang masuk kedalam evaporator dapat diatur oleh

katup expansi sehingga semua refrigeran meningggalkan evaporator dalam bentuk

(15)

2.

Evaprator jenis super basah

Evaporator jenis setengah basah adalah evaporator dengan kondisi

refrigeran diantara diantara evaporator jenis expansi kering dan evaporator jenis

basah. Dalam evaporator jenis ini, selalu terdapat refrigeran cair dalam pipa

penguapnya. Oleh karena itu, laju perpindahan kalor dalam evaporator jenis

setengah basah lebih tinggi dari pada yang dapat diperoleh pada jenis expansi

kering, tetapi lebih rendah dari pada yang diperoleh pada jenis basah.

Pada jenis basah expansi kering, refrigeran masuk dari bagian atas

dari koil sedangkan pada evaporator jenis setengah basah, refrigeran dimasukkan

dari bagian bawah koil evaporator.

3.

Evaporator jenis basah

Dalam evaporator jenis basah, sebagian dari jenis evaporator terisi

oleh cairan refrigeran. Proses penguapannya terjadi seperti pada ketel uap.

Gelelmbung refrigeran yang terjadi karena pemanasan akan naik, pecah pada

permukaan cair atau terlepas dari permukaannya. Sebagian refrigeran kemudian

masuk ke dalam akumulator yang memisahkan uap dari cairan maka refrigeran

yang ada dalam bentuk uap sajalah yang masuk ke dalam kompresor. Bagian

refrigeran cair yang dipisahkan di dalam akumulator akan masuk kembali ke

dalam evaporator bersama – sama dengan refrigeran (cair) yang berasal dari

kondensor.

Tabung evaporator terisi oleh cairan refrigeran. Cairan refrigeran

menyerap kalor dari fluida yang hendak didinginkan (air larutan garam), yang

mengalir di dalam pipa uap refrigeran yang terjadi dikumpulkan di bagian atas

(16)

yang ada di dalam evaporator diatur oleh pelampung. Jumlah refrigeran yang

dimasukkan ke dalam tabung evaporator di sesuaikan dengan beban pendingin.

2.5.

Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari

suatu larutanfluida akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan

tertentu

(adsorbent).

Dengan cara ini, komponen-komponen dari suatu larutan,

baik itu dari larutan gas ataupun cairan, bisa dipisahkan satu sama lain. Adsorpsi

melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan distribusi

dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel. Pemisahan dari suatu

larutan tunggal antar cairan dan fasa yang diserap membuat pemisahan larutan

dari fasa curah cair dapat dilangsungkan.

Gambar 2.2. penyerapan suatu zat oleh zat pengadsorpsi.[6]

Fasa penyerap disebut sebagai adsorben. Bahan yang banyak

digunakan sebagai adsorben adalah karbon aktif, molecular sieves dan silika gel.

Permukaan adsorben pada umumnya secara fisika maupun kimia heterogen dan

(17)

praktiknya, proses adsorpsi bisa dilakukan secara tunggal namun bisa pula

merupakan kelanjutan dari proses pemisahan dengan cara distilasi.

2.5.1.

Jenis-Jenis Adsorpsi

1.

Adsorpsi Fisik

Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang terjadi akibat gaya interaksi

tarik-menarik antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini

melibatkan gaya-gaya Van der Wals (sebagai kondensasi uap). Jenis ini cocok

untuk proses adsorpsi yang membutuhkan proses regenerasi karena zat yang

teradsorpsi tidak larut dalam adsorben tapi hanya sampai permukaan saja.

2.

Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat interaksi kimia

antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Proses ini pada umumnya

menurunkan kapasitas dari adsorben karena gaya adhesinya yang kuat sehingga

proses ini tidak reversibel.[6]

2.5.2.

Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi berhubungan dengan laju reaksi. Hanya saja,

kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas sifat penting dari

permukaan zat. Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben

dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat diketahui

dengan mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi tersebut. Kinetika

(18)

didefinisikan sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan waktu. Kecepatan

atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :

Macam adsorben

Macam zat yang diadsorpsi (

adsorbate

)

Luas permukaan adsorben

Konsentrasi zat yang diadsorpsi (

adsorbate

)

Temperatur

2.5.3.

Kesetimbangan Adsorpsi

Fasa kesetimbangan antara cairan dan fasa yang diserap oleh satu

atau lebih komponen dalam proses adsorpsi merupakan faktor yang menentukan

di dalam kinerja proses adsorpsi tersebut. Dalam hampir semua proses, faktor ini

jauh lebih penting daripada laju perpindahan. Peningkatan kapasitas stoikiometrik

adsorben memiliki pengaruh yang lebih besar daripada peningkatan laju

perpindahan.

2.5.4.

Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi

adsorben antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat

kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang

umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi.[7]

1.

Isoterm B

run

auer, Emmet, and Teller (BET)

Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang

(19)

bahwa molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan

adsorbat di permukaannya.[7]

2.

Isoterm Freundlich

Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm

adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan

oleh Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai

permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan

yang berbeda-beda. Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam

menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan

dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu

adsorben.

2.5.5.

Prinsip Kerja Siklus Adsorpsi

Siklus adsorpsi menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda,

zat pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrigeran. Proses

adsorpsi dipengaruhi tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan

rendah yang meliputi proses penguapan di evaporator dan penyerapan di

adsorben dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap di generator

dan pengembunan di kondensor.

Efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari kombinasi

proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat tekanan

tersebut. Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan yang

(20)

hampir sebagian besar operasi berkaitan dengan pemberian kalor untuk

melepaskan uap refrigeran.

Generator menerima kalor dan membuat uap dan membuat uap

refrigeran terpisah dari adsorben menuju ke kondensor, pada kondensor terjadi

pelepasan kalor ke lingkungan sehingga fasa refrigeran berubah dari uap

menjadi cair, ketika memasuki evaporator temperaturnya akan berada di bawah

temperatur lingkungan.

Pada komponen evaporator inilah terjadi proses pendinginan suatu

produk dimana kalornya diserap oleh refrigeran untuk selanjutnya menuju

adsorben.

2.6.

Adsorben

Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang

sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau

pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori adsorben biasanya

sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar

dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat

digunakan kembaliuntuk proses adsorpsi. Karbon aktif yang merupakan contoh

dari adsorpsi, yang biasanya dibuat dengan cara membakar tempurung kelapa atau

kayu dengan persediaan udara yang terbatas. Tiap partikel adsorben dikelilingi

oleh molekul yang diserap karena terjadi interaksi tarik menarik.

2.6.1

Unjuk Kerja Adsorben

Adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk

(21)

penyerapan hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi / pengeringan

adsorben. Makin cepat dua varibel tersebut, berarti makin baik unjuk kerja

adsorben tersebut.

2.6.2

Penggolongan Adsorben

2.6.2.1.

Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air

Adsorben merupakan bahan yang digunakan untuk menyerap

komponen dari suatu campuran yang ingin dipisahkan. Secara umum, hal yang

mempengaruhi kinerja adsorben adalah struktur kristalnya (zeolit dan silikat) dan

sifat dari molekul adsorben tersebut. Zeolit dalam jumlah yang banyak telah

ditemukan baik dalam bentuk sintetis ataupun alami.

Berikut adalah klasifikasi umum adsorben.

Tabel 2.1.Penggolongan adsorben berdasarkan kemampuan menyerap air [4]

Jenis

Penyusun

Struktur

Hidrofobik Polimer Karbon Aktif Moleculer sieve Karbon

Silikat

Hidrofolik Silika Gel

Zeeolit : 3A(KA), 4A(NaA),

5A(CaA), 13X(NaX)

(22)

2.6.2.2.

Berdasarkan Bahannya

Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua , yaitu:

1. Adsorben Organik

Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang

mengandung pati. Adsorben ini digunakan sejak tahun 1979 untuk

mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa

digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung,

dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada

kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben.

2. Adsorben Anorganik

Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20.

Dalam

perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam

dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal

dari bahan-bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan

pangan dan kualitasnya cenderung sama.

Dalam penelitian ini adsorben yang digunakan adalah karbon aktif.

Karbon aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari

material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan

sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan

dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki

permukaan dalam yang luas.

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%

karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan

(23)

kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung

karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi.

Gambar 2.3. karbon aktif [4]

Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan

sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel

dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut

dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada

temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat

fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.

Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas

permukaan seluas 500-1500 m

2

, sehingga sangat efektif dalam menangkap

partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif

bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon

tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan

tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan

yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di

reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang disarankan untuk sekali pakai.

Menurut SII No.0258 -79, arang aktif yang baik mempunyai

(24)

Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif.[6].

Jenis

Persyaratan

Bagian yang hilang pada pemanasan 950

o

C. Maksimum 15%

Air

Maksimum 10%

Abu

Maksimum 2,5%

Bagian yang tidak diperarang

Tidak nyata

Daya serap terhadap larutan

Minimum 20%

Karbon aktif terbagi atas 2 tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang

aktif sebagai penyerap uap.

1. Arang aktif sebagai pemucat.

Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori

mencapai 1000 A

0

yang digunakan dalam fase cair. Umumnya berfungsi

untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau

yang tidak diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat – zat penganggu

dan kegunaan yang lainnya pada industri kimia dan industri baru. Arang

aktif ini diperoleh dari serbuk – serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas

atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai

(25)

2. Arang aktif sebagai penyerap uap.

Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter

pori berkisar antara 10-200 A

0

. Tipe porinya lebih halus dan digunakan

dalam fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut atau

katalis pada pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat

diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang

mempunyai struktur keras.

Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori,

yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan

secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar.

Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting

diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil

pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan

demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi,

dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Sifat arang aktif

yang paling penting adalah daya serap.

2.7.

Refrigerant

Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan

yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya untuk

mengambil panas dari evaporator dan membuangnya di kondensor. Karakteristik

termodinamika refrigerant antara lain meliputi temperature penguapan, tekanan

penguapan, temperatur pengembunan. Untuk keperluan suatu jenis pendinginan

(26)

karakteristik termodinamika yang tepat. Adapun syarat-syarat untuk refrigerant

adalah :

1.

Tidak dapat terbakar atau meledak bila tercampur dengan udara,

pelumas dan sebagainya.

2.

Tidak menyebabkan korosi terhadap bahan logam yang dipakai

pada sistem mesin pendingin.

3.

Mempunyai titik didih dan kondensasi yang rendah.

4.

Perbedaan antara tekanan penguapan dan tekanan penguapan

( kondensasi ) harus sekecil mungkin.

5.

Mempunyai panas laten penguapan yang besar, agar panas yang

diserap evaporator yang sebesar-besarnya.

6.

Konduktivitas thermal yang tinggi.

Dalam penelitian ini bahan refrigeran yang digunakan adalah metanol. Metanol

dipilih karena memiliki kelebihan sebagai berikut :

1.

Pada tekanan atmosfir metanol berbentuk cairan yang ringan,

mudah menguap.

2.

Sangat efisien.

3.

Tidak korosif terhadap besi atau baja.

4.

Dapat dgunakan sistem adsorpsi dan kompresi.

Secara fisik Metanol merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat

bercampur dengan air,

etanol, chloroform

dalam perbandingan berapapun,

(27)

Gambar 2.4. Metanol

Spesikasi metanol yang di gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Rumus molekul

: CH3OH

Produksi

: Merck KGaA Jerman

Index No.

: 603-001-00-X

Kemurnian

: 99.9 %

Keasaman

: 0,0002 meq/g

Massa molar

: 32.04 g/mol

Density

: 0,791- 0793 g/cm

3

Titik didih

: 64-65

0

C

Titik leleh

: -97,8

0

C

Kelarutan dalam air

: Sangat larut

Viskositas

: 0.59 Mpa pada suhu 20

0

C

2.8.

Kalor (Q)

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan

perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida

ringan, yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda

(28)

benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah

(dingin).Kuantitasenergi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran

kalordihitung dalamsatuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi

ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha. [2].

2.8.1.

Kalor Laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi

perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu,

aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami

perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap

(mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan

disebut kalor transformasi.Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan

bermassa m adalah [2] :

Pers (2.1)

Dimana :

Q

L

= Kalor laten zat (J)

Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)

m

= Massa zat (kg)

2.8.2.

Kalor sensibel

Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas

tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat

diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat

diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas

(29)

dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa

menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut. [2].

Pers (2.2)

Dimana :

Qs

= Kalor sensibel zat (J)

Cp

= Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg. K)

ΔT

= Beda temperatur (K)

2.8.3.

Perpindahan Kalor

Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi

aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang

bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal.

Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu :

konduksi, konveksi dan radiasi [2]

.

1.

Konduksi

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik

merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang

energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang

lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada

posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan

elektron bergetar dengan amplitudo yang makin membesar. Selanjutnya

bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian

(30)

yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas.

Fourier telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal

satu dimensi, model matematikanya yaitu [2] :

Pers. (2.3)

Dimana : Q = laju aliran energi (W)

A = luas penampang (m

2

)

t = beda suhu (K)

L = panjang (m)

k = konduktivitas termal (W/mK)

Persamaan untuk laju perpindahan kalor konduksi secara umum dinyatakan

dengan bentuk persamaan diferensial di bawah ini [4]:

Pers. (2.4)

Dimana : dT/dx = Laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x

2.

Konveksi

Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah

dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila perpindahannya

dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (

natural convection

) dan

bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (

forced

convection

).

Besarnya konveksi tergantung pada :

a.

Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A).

(31)

c.

koefisien konveksi (h)

Persamaan laju perpindahan kalor secara konveksi telah diajukan

oleh Newton pada tahun 1701 yang berasal dari pengamatan fisika. [2].

Pers.(2.6)

Dimana :

h

c

= koefisien konveksi (W/m

2o

C)

t

s

= suhu permukaan (

0

C)

t

f

= suhu fluida (

0

C)

Beberapa parameter yang telah diuji dan mengenal bentuk korelasi yang

banyak digunakan untuk menentukan koefisien konveksi (h

c

) yaitu :

a.

Bilangan Reynold (R

e

)

Bilangan

Reynold

digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan aliran

fluida itu laminer dan turbulen. Untuk bilangan Re<2300 dikatakan aliran

laminar; Re>2300 dikatakan aliran turbulen. [2]:

Pers. (2.6)

Dimana :

= rapat massa

(kg/m

3

)

v = kecepatan aliran fluida (m/s)

D = diameter aliran fluida

(m)

µ = viskositas fluida

(Pa.det)

b.

Bilangan Prandtl (Pr)

Bilangan

Prandtl

adalah bilangan tanpa dimensi yang merupakan

(32)

perbandingan viskositas kinematik terhadap difusitas thermal fluida

yaitu [2]:

Pers. (2.7)

Dimana :

Cp = panas spesifik fluida

(J/kg.K)

µ = viskositas fluida

(Pa.det)

k = konduktivitas thermal (W/m

2

K)

c.

Bilangan Nusselt (Nu)

Pers.(2.8)

Dimana : h

c

= koefisien konveksi (W/m

2

K)

D = diameter efektif aliran fluida (m)

k = konduktifitas thermal fluida (W/mK)

Banyak rumusan yang telah dikembangkan untuk susunan aliran

tertentu sehingga hubungan antara bilangan

Nusselt, Reynolds

dan

Prandtl

dapat dirumuskan [2] :

Nu = C (Re

n

) (Pr

m

)

Pers.(2.9)

3.

Radiasi

Perpindahan energi secara radiasi berlangsung akibat foton-foton

dipancarkan dengan arah, fase dan frekuensi yang serampangan dari suatu

permukaan ke permukaan lain. Pada saat mencapai permukaan lain, foton yang

diradiasikan juga diserap, dipantulkan atau diteruskan (ditransmisikan) melalui

permukaan tersebut. [2].

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.

Metode Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksaan penelitian ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang

meliputi tahapan yaitu:

Mulai

Studi Literatur

Studi lapangan, studi literatur, jurnal

internasional dan penyusunan proposal

Modifikasi Mesin Pendingin

Karbon Aktif 8 Kg

Methanol 2 Liter

Sudut kolektor 0

o -

30

o

Evaporator menggunakan sirip

Wadah penampung air dan kotak

insulasi terbuat dari

stereofoam

Tahapan Persiapan

Survey bahan dan alat

Survey lapangan

Gambar sketsa mesin pendingin

Assembling Mesin Pendingin

Pemvakuman

(34)

3.2.

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik pendingin Departemen

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.3.

Bahan dan Alat

3.3.1.

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1.

Stainless Steel

2.

Katup/valve 5 buah

3.

Socket 8 buah

4.

Manometer vakum 2 buah

5.

Elbow pvc ½” sebanyak 5 buah

6.

Karbon aktif 8 kg

7.

Methanol 2 liter

8.

Pipa pvc ½” 100 cm

Data Output

Temp. Kolektor

Temp. Kondensor

Temp. Evaporator

Selesai

Analisa

Kesimpulan

(35)

9.

Lem araldite

10.

Papan

11.

Paku

12.

Pelat kaca tebal 3 mm

13.

Pelat besi siku

14.

Cat minyak warna biru

15.

Cat Hitam

16.

Pylox

17.

Gelas ukur 1 buah

18.

Isolasi

19.

Meteran ( 3 meter )

20.

Kawat nyamuk

21.

Balok kayu

22.

Stereofoam

[image:35.595.198.422.540.714.2]

3.3.2.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1.

Manometer

(36)

Spesifikasi :

Buatan

: Jepang

Max tekanan

: 0 CmHg

Min tekanan

: -76 CmHg

2.

Hobo Micro Station

Hobo Micro Station adalah sebuah alat pencatat data dari 3 sensor

pencatat

microclimates multi channel

(Intensitas radiasi matahari,

kecepatan, angin, dan Kelembaban relatif). Mikro station ini

menggunakan sebuah jaringan yang terhubung dengan beberapa

sensor pintar yang berfungsi untuk melakukan pengukuran.

Gambar 3.2.

Hobo Micro Station smart sensor

Terdiri dari Sebuah data logger yang terhubung dengan perangkat

komputer dan beberapa sensor yang dipasang pada sebuah

[image:36.595.220.461.362.590.2]
(37)

Dengan spesifikasi :

Skala Pengoperasian :

-20

0

– 50

0

C dengan baterai alkalin

-40

0

– 70

0

C dengan baterai litium

Input Sensor : 3 buah sensor pintar

multi channel

monitoring

Ukuran

: 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm

Berat

: 0,36 kg

Memori

: 512K Penyimpanan data

nonvolatile flash.

Interval Pengukuran

:

1 detik – 18 jam

(tergantung pengguna)

Akurasi waktu

:

`0 sampai 2 detik untuk titik

data pertama dan ±5 detik

untuk setiap minggu pada suhu 25

o

C

3.

Pompa vakum

Untuk memvakumkan dan mengeluarkan partikel-partikel/kotoran

[image:37.595.219.393.549.683.2]

dan mengeluarkan air dari generator, kondensor dan evaporator.

(38)

Spesifikasi:

Merk

: Robinair

Model No.

: 15601

Capacity

: 142 l/m

Motor h.p.

: ½

Volts

: 110-115 V / 220-250 V

4.

Agilent

Digunakan untuk mengukur temperatur pada evaporator, dimana

alat ini bekerja secara otomatis dan mencatat hasil pengukuran

[image:38.595.230.458.383.521.2]

dalam bentuk

excel.

Gambar 3.4. Agilent

Spesifikasi

Tipe

: Agilent 34970A

Buatan

: Belanda

Jumlah sensor

thermocouple

: 20

channels multiplexer

(39)

3.4.

Mesin Pendingin

Pada penelitian ini, mesin pendingin adsorpsi yang akan di uji

digambarkan pada gambar 3.6

.

[image:39.595.219.432.162.500.2]

Gambar Evaporator

Gambar 3.5. Mesin Pendingin yang akan di uji

3.4.1.

Dimensi Utama Alat Penelitian

3.4.1.1.

Evaporator

Salah satu komponen utama mesin pendingin adsorpsi yang akan

dimodifikasi adalah evaporator. Evaporator ini menggunakan sirip dan dibuat

sesuai dengan kapasitas metanol yang mampu diserap oleh karbon aktif pada

(40)
[image:40.595.228.419.85.212.2]

Gambar 3.6. Evaporator

Bahan yang digunakan adalah stainless stell dengan ketebalan 1 mm

dan volume evaporator yang dibuat dapat menampung 2.5 liter, dengan volume

tersebut metanol sebanyak 2 liter yang akan dipakai pada rancangan mesin

pendingin adsorpsi.

3.4.1.2.

Kotak Insulasi

Kotak insulasi adalah tempat evaporator dan wadah air yang akan

didinginkan, kotak tersebut yang sebelumnya terbuat dari stainless steel diganti

menjadi kotak insulasi yang terbuat dari

sterofoam

untuk mengurangi panas dari

udara luar lalu kotak insulasi diisolasi dengan baik supaya evaporator tidak

berhubungan dengan udara luar.

[image:40.595.257.453.528.676.2]
(41)

3.4.1.3.

Wadah Penampung Air

Media yang didinginkan dalam penelitian ini adalah air, air

ditampung dalam wadah yang ditempatkan dikotak insulasi. Ukuran wadah

disesuaikan dengan ukuran evaporator dan kapasitas air yang akan didinginkan.

Wadah ini terbuat dari stereofoam.

[image:41.595.257.438.239.374.2]

Gambar 3.8 Wadah Penampung Air

3.4.2.

Modifikasi Evaporator

.

Evaporator sebelumnya dibuat dari bahan stainless stell dengan

ketebalan 1 mm dan dibentuk dari 2 bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah

(fin)

, bagian atas dibentuk sesuai dengan bentuk dan dimensi yang telah

ditentukan dan untuk bagian bawah

(fin),

pelat stainless stell tersebut dipotong,

kemudian dibending untuk membentuk bagian bawah evaporator yang berbentuk

lekukan.

Kemudian pada penelitian ini dilakukan modifikasi dengan

menambahkan sirip di sisi kiri dan sisi kanan evaporator yang terbuat dari bahan

(42)
[image:42.595.247.368.90.209.2]

Gambar 3.9. evaporator sebelum dimodifikasi

.

Ukuran evaporator adalah 220 mm x 220 mm x 100 mm

Tebal evaporator adalah 1 mm

Gambar 3.10. evaporator setelah dimodifikasi

Ukuran evaporator adalah 200 mm x 200 mm x 100 mm

Tebal evaporator adalah 1 mm

Jarak antar sirip adalah 30 mm

Tinggi sirip adalah 130 mm

Pada bagian atas evaporator dibuat 2 buah lubang dan masing –masing

dipasang pipa dengan fungsi yang berbeda, pipa pertama untuk disambungkan

dengan komponen pendingin yang lain yaitu kondensor dan generator dan pada

[image:42.595.242.402.328.469.2]
(43)

pengisian metanol dan pada pipa kedua dipasang katup yang akan digunakan saat

[image:43.595.254.399.138.260.2]

pengisian metanol.

Gambar 3.11. Bagian atas evaporator dibuat lubang

Bagian evaporator yang telah disambung dengan las harus benar-benar

kuat dan tidak bocor, karena pada saat instlasi dengan komponen pendingin yang

lain, evaporator akan divakumkan sampai – 76 cmHg.

[image:43.595.266.439.390.549.2]
(44)

BAB IV

ANALISA DATA

4.1.

Hasil Pengujian

Pengujian dilakukan selama tiga kali yaitu dimulai pada tanggal 02,

04 dan 05 April 2012. Mesin pendingin dipasang 14 titik yaitu, 6 titik pada

generator, 3 titik pada kondensor dan 5 titik pada evaporator. Letak sensor

[image:44.595.215.458.325.666.2]

thermocouple

dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar. 4.1 Mesin Pendingin beserta titik

thermocouple

Generator

Konensor

(45)

Keterangan:

Generator: T5, T6, T7, T8, T9 dan T10

Kondensor: T11, T12 dan T13

Evoparator: T16, T17, T18, T19 dan T20

Dalam penelitian ini, peneleti mengambil data pada evaporator.

Sensor

thermocuple

pada evaporator dipasang 5 titik , yaitu T

16,

T

17,

T

18,

T

19,

dan

[image:45.595.208.487.347.508.2]

T

20

dan data yang diperoleh dari hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran A.

Gambar 4.2. Letak sensor

thermocouple

pada evaporator

4.1.1. Pengujian Hari Pertama

Rekaman data intensitas Cahaya pada hari pertama pengujian

dimulai pada pukul 06.00 – 18.00 WIB dengan radiasi rata sekitar 438,0991

W/m

2

. Hubungan temperatur dengan waktu pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa

temperatur di dalam evaporator pada hari pertama pengujian awalnya sekitar 27,9

0

C atau sedikit dibawah suhu maksimum udara lingkungan sekitar 29,9

0

C

(lampiran B) pada pukul 17.00 WIB. Setelah pukul 17.00 WIB temperatur di

: selang

: katup

(46)

dalam evaporator turun. Hal ini disebabkan dimulainya proses adsorpsi di

generator, adsorpsi akan menyebabkan metanol menguap dari evaporator dan

diserap oleh karbon aktif yang ada pada generator.

Temperatur evaporator ini turun sampai mencapai suhu sekitar 9,4

o

C

pada pukul 24.00 WIB. Temperatur ini kurang dapat dipertahankan selama 6 jam

sampai pukul 06.00 WIB pagi hari tetapi hanya sedikit perbedaan temperatur pada

ke lima titik termokopel yang dipasang pada evaporator yaitu sekitar 9,96

o

C. Ini

dikarenakan pendinginan pada dinding evaporator kurang merata dan juga

(47)
[image:47.842.114.749.86.444.2]
(48)

Menghitung Performansi Mesin Pendingin (COP) dengan persamaan:

Dimana: m

w

: massa air (kg)

C

Pw

: kalor spesifi fluida (kJ/kgK)

T

w

awal

: suhu awal air (K)

T

w

akhir

: suhu akhir air (K)

G

i

: radiasi matahari (kJ/m

2

)

A

kolektor

: luas kolektor (m

2

)

Q

c

= m

w

. C

Pw

. (T

w

awal

– T

w

akhir

)

Q

solar

= G

i

. A

kolektor

Q

c

= (1 kg) . (4,181 kJ/kgK) . (305,73– 282,21)K = 98,33 kJ

Q

solar

= (14.194,41 kJ/m

2

)

. (0,25m

2

) = 3.548,60 kJ

(49)

4.1.2.

Pengujian Hari Kedua

Rekaman data intensitas Cahaya pada hari kedua pengujian kembali

dimulai pada pukul 06.00 – 18.00 WIB dengan radiasi rata - rata

564,8615W/m

2

. Pada awal proses desorpsi pada pukul 10.30 WIB

temperatur awal evaporator 18,5

0

C pada T

20

, temperatur mencapai

puncaknya pada pukul 13.10 WIB pada T

16

sebesar 22,7

0

C dimana ada

perbedaan antara T

16

dan T

20

sekitar 4,2

0

C.

Hubungan temperatur dengan waktu pada gambar 4.2 menunjukkan

bahwa temperatur di dalam evaporator pada hari pertama pengujian awalnya

sekitar 23,4

0

C atau jauh dibawah suhu maksimum udara lingkungan sekitar

30,6

0

C (lampiran B) pada pukul 17.00 WIB. Setelah pukul 17.00 WIB

temperatur di dalam evaporator turun. Hal ini disebabkan dimulainya proses

adsorpsi di generator, adsorpsi akan menyebabkan metanol menguap dari

evaporator dan diserap oleh karbon aktif yang ada pada generator.

Temperatur awal evaporator saat proses adsorpsi berlangsung 23,4

0

C pada pukul 17.00 WIB dan turun perlahan - lahan hingga mencapai 11,2

0

C pada pukul 23.15 WIB, ada perbedaan sekitar 12,2

0

C dari temperatur

awal. Temperatur ini dapat dipertahankan hingga pukul 00.39 WIB.

Temperatur minumum evaporator dicapai pada pukul 00.39 WIB sekitar

(50)
[image:50.842.118.762.85.446.2]
(51)

Menghitung Performansi Mesin Pendingin (COP) dengan persamaan:

Q

c

= (1 kg) . (4,183 kJ/kgK). (298,11 – 284,13)K = 58,47 kJ

Q

solar

= (18.301,51 kJ/m

2

)

. (0,25m

2

) = 4.575,37 kJ

(52)

4.1.3

Pengujian Hari Ketiga

Rekaman data intensitas Cahaya pada hari pertama pengujian juga

dimulai pada pukul 06.00 – 18.00 WIB dengan radiasi rata - rata 447,6978

W/m

2

(lampiran B). Hubungan temperatur dengan waktu pada gambar 4.4

menunjukkan bahwa temperatur di dalam evaporator pada hari pertama

pengujian awalnya sekitar 22,2

0

C dengan suhu maksimum udara

lingkungan sekitar 30,2

0

C (lampiran B) pada pukul 17.00 WIB. Setelah

pukul 17.00 WIB temperatur di dalam evaporator turun. Hal ini disebabkan

dimulainya proses adsorpsi di generator, adsorpsi akan menyebabkan

metanol menguap dari evaporator dan diserap oleh karbon aktif yang ada

pada generator.

Temperatur awal evaporator saat proses adsorpsi berlangsung 22,2

0

C pada pukul 17.00 WIB dan turun perlahan-lahan hingga mencapai suhu

minimum 9,1

0

C pada tanggal 06 April 2012 pukul 00.34 WIB. Ada

perbedaan sekitar 13,1

0

C dari temperatur awal.

Dari hasil percobaan, pada saat siklus desorpsi membutuhkan sinar

radiasi yang tinggi agar mendapatkan suhu di kolektor sekurang-kurangnya

120

0

C dan harus dijaga konstan hingga sore hari. Salah satu cara agar

kolektor mempunyai suhu konstan dan tidak kehilangan panas yaitu pada

saat penjemuran mesin pendingin, kaca harus menutup ruang kolektor dan

harus dengan isolasi yang baik. Begitu juga pada saat siklus adsorpsi, kotak

insulasi pada evaporator harus diisolasi dengan baik agar suhu air yang

(53)
[image:53.842.116.751.86.443.2]
(54)

Menghitung Performansi Mesin Pendingin (COP) dengan persamaan:

Q

c

= (1 kg) . (4,184 kJ/kgK). (296,59 – 282,04)K = 60,87 kJ

Q

solar

= (14.505,40 kJ/m

2

)

. (0,25m

2

) = 3.626,35 kJ

(55)
[image:55.842.196.748.111.484.2]

Tabel 4.1 Tabel Data Mesin Pendingin

Tgl. Luas Kolektor

(m2)

Jumlah Karbon Aktif (kg) Massa Air (kg) Jumlah Metanol (Liter) Temp. Lingk. Rata-rata

(0C)

Intensitas Radiasi Rata-rata

(W/m2)

Chan

Temperatur

COP

Tahun Penelitian Absorber Kondensor Evaporator

Max (0C)

Min (0C)

Max (0C)

Min (0C)

Max (0C)

Min (0C) 02

April 2012

0,25 8 1 2 33,541 438,0991 T5 105,77 21,44 2012

T6 105,07 21,61 T7 93,74 21,07 T8 27,85 21,95 T9 96,42 21,32 T10 117,91 23,67

T11 42,57 21,36

T12 36,44 21,52

T13 36,76 21,60

T16 29,24 9,87 0,023

T17 28,22 9,21 0,022

T18 28,66 9,27 0,023

T19 32,02 9,34 0,026

T20 32,73 9,22 0,027

04 April

2012

0,25 8 1 2 35,049 564,8618 T5 85,75 22,83 2012

T6 84,87 23,14 T7 95,13 22,95 T8 33,70 23,49 T9 86,48 22,76 T10 118,86 25,12

T11 47,06 23,88

T12 36,13 23,28

T13 36,56 23,23

T16 25,11 11,21 0,013

T17 24,13 11,16 0,012

T18 24,66 11,13 0,012

(56)

T20 23,88 11,17 0,011 05

April 2012

0,25 8 1 2 32,691 447,6978 T5 87,76 22,35 2012

T6 103,46 22,31 T7 111,82 21,54 T8 34,21 23,12 T9 104,72 21,43 T10 118,59 23,97

T11 46,57 22,27

T12 37,67 21,89

T13 39,47 22,39

T16 23,59 9,16 0,016

T17 22.80 9,04 0,016

T18 - - -

T19 22.66 9,25 0,015

(57)

4.2.

Neraca Kalor

4.2.1 Kalor yang diserap evaporator

Untuk menghitung kalor yang diserap oleh pelat evaporator, digunakan persamaan

panas sensibel.

(Pers. 4.1)

Dimana:

temperatur di ambil dari temperatur rata – rata sore

hari sampai temperatur terendah plat evaporator pagi hari.

Sehingga untuk ketiga pengujian diperoleh besar perubahan temperatur sebagai

berikut:

∆T

hari pertama pengujian

= 18,46

0

C

= 291,46 K

∆T

hari kedua pengujian

= 12,7

0

C

= 285,7 K

∆T

hari ketiga pengujian

= 13,5

0

C

= 286,5 K

(58)

4.2.2.

Analisa kalor pada metanol

Untuk menghitung kalor yang dibutuhkan metanol dalam proses penguapan pada

saat proses adsorpsi digunakan persamaan kalor laten.

(

Pers. 4.2)

Dimana::

V

metanol

= 0,5 Liter

= 0,5 x 10

-3

m

3

Dari data diatas, massa metanol adalah

(59)

Maka kalor laten penguapan metanol adalah:

= 1155 kJ/kg ×0,395 kg

456,225 kJ

4.2.3.

Analisa kalor pada air

Pada penilitian ini, media yang didinginkan adalah air, dalam hal ini kalor yang

dihitung adalah panas sensibel dari air, dengan menggunakan persamaan :

(Pers. 4.3)

Dimana:

temperatur di ambil dari temperatur rata – rata

sore hari sampai temperatur terendah plat evaporator pagi

hari.

Sehingga untuk ketiga pengujian diperoleh besar perubahan temperatur sebagai

berikut :

∆T

hari pertama pengujian

= 34,55

0

C

= 307,55 K

∆T

hari kedua pengujian

= 17,3

0

C

= 290,3 K

(60)

Panas sensibel air untuk ketiga pengujian, yaitu :

4.2.4.

Kesetimbangan Energi

Proses terjadinya pendinginan pada sistem ini dipengaruhi oleh kalor yang

diperlukan metanol untuk menguap, dimana panas yang diserap metanol harus lebih besar

dengan kalor yang dikeluarkan oleh plat evaporator dan air.

o

Penyerapan panas oleh methanol

Volume

= 0,5 liter ( 0,5 x 10

-3

)

Massa jenis (30

0

)

= 791 kg/m

3

Massa methanol

= 791 kg/m

3

791 kg/m

3

x 0,5 x 10

-3

m

3

= 0, 395 kg

Panas laten penguapan

= 1155 kJ/kg

Total panas yang diserap methanol selama menguap :

= 0,395 kg x 1155 kJ/kg = 456,225 kJ

o

Penggunaan panas penyerapan

(61)

Massa air

= 0,5 x 10

-3

m

3

x 995, 7 kg/ m

3

= 0,49785 kg/m

3

Panas jenis air pada 30

0

C

= 4,179 kJ/kg

0

C

Panas Pembekuan

= 334 Kj/Kg

o

Menurunkan suhu air dari 30

0

C ke 0

0

C

o

Membekukan air pada 0

0

C

o

Menurunkan suhu evaporator dari 30

0

C ke 0

0

C

Terbuat dari bahan stainless dengan berat 2,36 kg, Cp = 0,502 kJ/kg C

kJ

o

Total energi panas yang digunakan untuk mengubah air menjadi

es

= 62,4154545 kJ + 334 kJ + 35,542 kJ = 431,9570545 kJ

Sehingga,

(62)

Dari hasil perhitungan kesetimbangan energi pada evaporator, dapat

diketahui bahwa panas yang menguap jauh lebih besar dibandingkan dengan

panas yang diserap, sehingga secara umum dari hasil penelitian dapat diasumsikan

beberapa hal sebagaiberikut :

Temperatur air dalam evaporator tidak mencapai temperatur dingin

seperti yang diharapkan (hanya turun beberapa derajat). Hal ini dapat

disebabkan karena tingkat kevakuman yang kurang, hal ini berkaitan

dengan kemampuan pompa vakum.

Kevakuman yang kurang menyebabkan metanol tidak dapat

menguap secara maksimal dan kebocoran sistem menyebabkan titik

didih metanol yang semakin lama semakin tinggi sehingga metanol

membutuhkan kalor yang dengan jumlah yang besar untuk mencapai

titik didihnya.

Isolasi yang kurang baik mengakibatkan udara dalam kotak insulasi

berhubungan dengan udara luar, sehingga panas yang diserap

metanol tidak hanya dari air atau lingkungan di dalam kotak insulasi,

(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa

kesimpulan antara lain yaitu:

1.

Metanol di dalam evaporator tidak semuanya menguap, dan dari

hasil pengamatan metanol pada saat pengujian berlangsung, dari

2 liter metanol yang digunakan hanya 0,5 liter yang menguap

2.

Temperatur evaporator pada T

20

adalah :

Pada hari pertama pengujian,

T

maks

= 13,54

0

C pada pukul 13.54 WIB

T

min

= 9,24

0

C pada pukul 01.46 WIB

Pada hari kedua pengujian,

T

maks

= 23,90

0

C pada pukul 17.54 WIB

T

min

= 11,20

0

C pada pukul 00.38 WIB

Pada hari ketiga pengujian :

T

maks

= 22,6

0

C pada pukul 17.38 WIB.

T

min

= 9,10

0

C pada pukul 00.34 WIB.

Temperatur terendah evaporator diperoleh pada hari ketiga

pengujian sebesar 9,10

0

C.

3.

Tingkat kevakuman yang kurang pada sistem, hal ini berkaitan

dengan kemampuan pompa vakum dan adanya kebocoran pada

(64)

kondensor, katup yang digunakan, lubang pengisian metanol dan

pada pengelasan. Kevakuman yang kurang menyebabkan

metanol tidak dapat menguap secara maksimal.

4.

Karbon aktif yang digunakan tidak diketahui spesifikasinya

sehingga ini merupakan salah satu alasan mengapa karbon aktif

kemampuan menyerap metanol kurang baik.

5.2. Saran

Untuk kelanjutan dan pengembangan penelitian ini ke depannya,

penulis menyarankan agar penelitian berikut hendaknya memperhatikan

beberapa hal sebagai berikut :

1.

Kevakuman sistem, dalam hal ini kebocoran pada sistem agar

lebih diperhatikan karena proses adsorpsi hanya bisa terjadi jika

mesin pendingin dalam keadaan vakum.

2.

Mengisolasi kotak insulasi dengan baik agar tidak dipengaruhi

udara luar dan menggunakan bahan isolasi yang lebih baik.

3.

Menggunakan karbon aktif yang lebih berkualitas yang dilengkapi

dengan spesifikasi dan standarisasi.

4.

Menjaga suhu di kolektor agar tetap konstan sekurang-kurangnya

(65)

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Arismunandar, W. Dan Saito, H. 2002,

Penyegaran Udara.

Cetakan ke-6,

PT Pradnya Paramita, Jakarta

[2]

Incropera, Frank P., David P. Dewitt,

Fundamentals of Heat and Mass

Transfer

, second edition, John Wiley & Sons Inc., New York (1985).

[3]

Lab.A.P.R. Adsorption, 2011

[4]

Perry, Robert : Don W.G..”Chemical Engineers Handbook”. New York,

1999.

[5]

Yunus A. Cengel,

HeatTransfer A Practical Approach, Second Edition,

Mc Graw-Hill,Book Company, Inc, Singapore

[6]

www. Scribd.com

(66)

LAMPIRAN A

(67)

HASIL PENGUJIAN DESORPSI

No. Waktu T 16 (0C) T 17 (0C) T 18 (0C) T 19 (0C) T 20 (0C)

1 04/05/2012 09:26:52:458 1.80E+01 1.57E+01 1.71E+01 1.52E+01 1.52E+01

2 04/05/2012 09:27:52:484 1.80E+01 1.57E+01 1.71E+01 1.52E+01 1.52E+01

3 04/05/2012 09:28:52:443 1.81E+01 1.58E+01 1.72E+01 1.53E+01 1.53E+01

4 04/05/2012 09:29:52:446 1.81E+01 1.58E+01 1.72E+01 1.53E+01 1.53E+01

5 04/05/2012 09:30:52:443 1.81E+01 1.57E+01 1.72E+01 1.53E+01 1.53E+01

6 04/05/2012 09:31:52:493 1.81E+01 1.57E+01 1.72E+01 1.53E+01 1.53E+01 <

Gambar

Gambar 2.1. Proses Pemanasan Kolektor dengan tenaga surya [1]
Gambar 2.2. penyerapan suatu zat oleh zat pengadsorpsi.[6]
Gambar 2.3. karbon aktif [4]
Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif.[6].
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Terhadap Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang

Penggunaan tepung sagu dalam pembuatan kishk pada penelitian ini ternyata juga tidak menghambat produksi asam laktat, terbukti setelah yogurt dicampur dengan

Hubungan Pemberian Kredit Dengan Pendapatan Keluarga Pra Sejahtera Dan Sejahtera I Di Kabupaten Gresik Deasy Arieffiani... ADLN Perpustakaan

Surat Permohonan Penggantian / Perpanjangan Paspor. Kepada Yth: Konsul Konsuler di

Ruang lingkup penelitian ini adalah membahas model persediaan bahan baku kelapa parut kering yang dimulai dari pemasok hingga ke perusahaan dengan mempertimbangkan

[r]

Dari hasil penelitian diperoleh hasil kalor tertinggi yang dikonduksikan oleh atap fiber terdapat pada atap yang di dalamnya terdapat material insulasi Glaswool yaitu sebesar

Kesimpulan dari penelitian ini yakni kearifan local dalam pengelolaan sumber daya laut ditemukannya ide-ide konservasi yang berbasis pada budaya lokal yakni ongko