IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN
RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
T A U F A N
087003062/PWD
SE
K O L A H
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN
RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
T A U F A N
087003062/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Taufan
Nomor Pokok : 087003062
Program Studi : Perencanaan Pembangungan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui Komisi Pemimbing,
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) Ketua
(Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec) Anggota
(Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal: 18 April 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza
Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si
2. Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec
3. Prof. Erlina, SE., M.Si., PhD.Ak
IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Taufan, dengan judul penelitian “Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara” dengan komisi pembimbing Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza (Ketua), Bapak Kasyful Mahalli, SE., M.Si (Anggota) dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec (Anggota).
Otonomi daerah memberikan peluang kepada setiap daerah untuk menentukan nasibnya sendiri tetapi tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemakmuran dan kesejahteraan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendapatannya, dan untuk mengetahui pendapatan suatu daerah sangat penting diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga masalah yang dihadapi dapat teratasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah ke dalam klasifikasi prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan serta menganalisis pengaruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah dalam hal pertumbuhan dan kontribusinya terhadap total pendapatan daerah, anggaran pembangunan dan produk domestik regional bruto. Data yang digunakan berupa data sekunder di Provinsi Sumatera Utara dengan periode penelitian tahun 2000 – 2010.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan, analisis kontribusi, analisis overlay dengan matrik dan analisis regresi. Analisis pertumbuhan dan kontribusi digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total pendapatan daerah dan anggaran pembangunan. Analisis overlay dengan matrik digunakan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diklasifikasikan prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
daerah terklasifikasi potensial: retribusi jasa umum, berkembang: retribusi perijinan tertentu, sulit dikembangkan: retribusi jasa usaha. Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap anggaran pembangunan hal ini terlihat dari pertumbuhan anggaran pembangunan dan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hasil pengujian F statistik menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas yang ada dalam persamaan dapat mempengaruhi PDRB pada tingkat kepercayaan 95%. Pengujian t statistik, variabel bebas yang berpengaruh nyata dan signifikan terhadap PDRB adalah pajak daerah, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh nyata.
IDENTIFICATION OF TYPES OF LOCAL TAXES AND LEVIES AND THE POTENCY FOR NORTH SUMATRA REGIONAL DEVELOPMENT
ABSTRACT
Taufan, with the title of the research "Identification of Types of Local Taxes and Levies and the Potency for North Sumatra Regional Development" with supervising commission Prof. Bachtiar Miraza Hassan, Mr Kasyful Mahalli, SE., M. Si and Mr. Wahyu Ario Pratomo, SE., M. Ec.
Regional autonomy provides the opportunity for each region to determine their own destiny but still within the framework of the Unitary Republic of Indonesia. Prosperity and welfare of a region can be seen from the level of income, and to know the income of a region is very important to know the factors that influence it, so that the problems encountered can be resolved.
This research aims to identify the types of regional taxes and levies to the classification of primary, potential, developing and difficult to develop and analyze the effect of local taxes and levies in terms of growth and contribution to total revenues, budget development and gross regional domestic product. The data used are secondary data in North Sumatra Province with a study period of 2000 to 2010.
Analytical tool used is the analysis of growth, contribution analysis, overlay analysis with matrix and regression analysis. Analysis of growth and contributions are used to determine the growth and contribution of local taxes and levies to total revenue and development budget. Overlaid with a matrix analysis is used to identify the types of regional taxes and levies are classified as prime, potentially, developing and difficult to develop. Regression analysis is used to determine the effect of local taxes and levies to the Gross Regional Domestic Product (GDP).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas
segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menuangkan hasil
penelitian dalam tesis yang berjudul “Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan dan penyelesaian tesis ini berkat bimbingan, bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan rasa terima kasih secara khusus
kepada Ibu dan Ayah tercinta yang selalu memberikan doa dan restunya, dukungan
moril dan spiritual serta harapan dan kasih sayangnya kepada penulis, kepada Bapak
Prof. Bachtiar Hassan Miraza, Bapak Kasyful Mahalli, SE., M.Si dan Bapak Wahyu
Ario Pratomo, SE., M.Ec atas bimbingan dan arahannya dalam penyelesaian tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Erlina, SE., M.Si., PhD., Ak, Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Sos.Sc., PhD
dan Bapak Drs. Rujiman, MA, selaku Dosen Pembanding yang telah
memberikan kritikan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa dan alumni serta seluruh Civitas Akademika PPS-USU
Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak pembaca
yang arif guna perbaikan selanjutnya di masa yang akan datang.
Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada
penulis mendapat balasan dari Allah Subhanahu Wata’ala dan semoga tesis ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 13 April 2011
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung pada tanggal 13 September 1985, dari pasangan H. Soenardi, JS (Bapak) dan
Hj. Karyantini (Ibu).
Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada SD Negeri 5 tahun 1997,
Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri 2 tahun 2000, Sekolah Menengah Atas
pada SMA Negeri 1 tahun 2003 masing-masing di Kota Pangkalpinang dan lulus
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) tahun 2007 dan pada tahun
2011 menyelesaikan pendidikan Magister (S2) pada Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
Pekerjaan yang ditekuni diawali dari Pegawai Negeri Sipil pada Sekretariat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri ketika mengikuti pendidikan di STPDN dari
tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Setelah lulus dari STPDN ditempatkan di
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sampai dengan
tahun 2008. Tahun 2008 sampai dengan sekarang penulis bertugas pada Biro
3.3. Teknik Analisis Data ... 22
3.3.1. Analisis Pertumbuhan ... 23
3.3.2. Analisis Tingkat Kontribusi ... 23
3.3.3. Analisis Klasifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Overlay) ... 23
3.3.4. Analisis Regresi ... 26
3.4. Definisi Operasional ... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 29
4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 29
4.1.1. Sejarah Provinsi Sumatera Utara ... 29
4.2.2. Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD dan Lain-lain PAD yang Sah ... 47
4.2.3. PDRB Provinsi Sumatera Utara ... 49
4.2.4. Pertumbuhan dan Kontribusi Jenis Pajak Daerah ... 50
4.2.5. Pertumbuhan dan Kontribusi Jenis Retribusi Daerah .... 52
4.2.6. Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ... 54
4.2.7. Pengujian Hipotesis ... 56
4.2.8. Analisis Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PDRB ... 62
4.2.9. Pajak Daerah ... 65
4.2.10. Retribusi Daerah ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
5.1. Kesimpulan ... 72
5.2. Saran ... 73
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010
(dalam juta rupiah) ... 5
1.2 Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah) ... 6
1.3 Target dan Realisasi Pendapatan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah) ... 7
1.4 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta
rupiah) ... 8
4.1 Jumlah Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis
Kelamin Tahun 2010 ... 35
4.2 Jumlah, Kepadatan dan Distribusi Penduduk Sumatera Utara Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2010 ... 37
4.3 PDRB Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2007 - 2009 (dalam
milyar rupiah) ... 39
4.4 Pertumbuhan Jenis PAD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001 - 2010
(dalam %) ... 46
4.5 Kontribusi Jenis PAD terhadap Total PAD Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2000 – 2010 (dalam %) ... 47
4.6 Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD dan
Lain-lain PAD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam
juta rupiah) ... 49
4.7 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta
rupiah) ... 50
4.8 Pertumbuhan Jenis Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004
– 2010 (dalam %) ... 51
4.9 Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total Pajak Daerah Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2004 – 2010 (dalam %) ... 52
4.10 Pertumbuhan Jenis Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun
2004 – 2010 (dalam %) ... 53
4.11 Kontribusi Jenis Retribusi Daerah terhadap Total Retribusi Daerah
4.12 Klasifikasi Jenis Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004 –
2010 ... 55
4.13 Klasifikasi Jenis Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun
2004 – 2010 ... 56
4.14 Hasil Pengujian Autokorelasi ... 61
4.15 Nilai Toleransi dan VIF ... 62
4.16 Hasil Analisis Statistik antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap PDRB Harga Konstan ... 63
4.17 Jumlah Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun
2000-2010 (dalam juta rupiah) ... 68
4.18 Pertumbuhan dan Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Anggaran Pembangunan Provinsi Sumatera Utara Tahun
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Model Leviathan ... 16
2.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 21
4.1 Hasil Pengujian Normalitas ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Hasil Analisis Uji Statistik Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah terhadap PDRB ………. 75
2. Perhitungan Analisis Overlay untuk Jenis Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara ... 83
3. Perhitungan Analisis Overlay untuk Jenis Retribusi Daerah
IDENTIFIKASI JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SERTA POTENSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Taufan, dengan judul penelitian “Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara” dengan komisi pembimbing Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza (Ketua), Bapak Kasyful Mahalli, SE., M.Si (Anggota) dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec (Anggota).
Otonomi daerah memberikan peluang kepada setiap daerah untuk menentukan nasibnya sendiri tetapi tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemakmuran dan kesejahteraan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendapatannya, dan untuk mengetahui pendapatan suatu daerah sangat penting diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga masalah yang dihadapi dapat teratasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah ke dalam klasifikasi prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan serta menganalisis pengaruh jenis pajak daerah dan retribusi daerah dalam hal pertumbuhan dan kontribusinya terhadap total pendapatan daerah, anggaran pembangunan dan produk domestik regional bruto. Data yang digunakan berupa data sekunder di Provinsi Sumatera Utara dengan periode penelitian tahun 2000 – 2010.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan, analisis kontribusi, analisis overlay dengan matrik dan analisis regresi. Analisis pertumbuhan dan kontribusi digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total pendapatan daerah dan anggaran pembangunan. Analisis overlay dengan matrik digunakan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diklasifikasikan prima, potensial, berkembang dan sulit dikembangkan. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
daerah terklasifikasi potensial: retribusi jasa umum, berkembang: retribusi perijinan tertentu, sulit dikembangkan: retribusi jasa usaha. Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap anggaran pembangunan hal ini terlihat dari pertumbuhan anggaran pembangunan dan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hasil pengujian F statistik menunjukkan secara keseluruhan variabel bebas yang ada dalam persamaan dapat mempengaruhi PDRB pada tingkat kepercayaan 95%. Pengujian t statistik, variabel bebas yang berpengaruh nyata dan signifikan terhadap PDRB adalah pajak daerah, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh nyata.
IDENTIFICATION OF TYPES OF LOCAL TAXES AND LEVIES AND THE POTENCY FOR NORTH SUMATRA REGIONAL DEVELOPMENT
ABSTRACT
Taufan, with the title of the research "Identification of Types of Local Taxes and Levies and the Potency for North Sumatra Regional Development" with supervising commission Prof. Bachtiar Miraza Hassan, Mr Kasyful Mahalli, SE., M. Si and Mr. Wahyu Ario Pratomo, SE., M. Ec.
Regional autonomy provides the opportunity for each region to determine their own destiny but still within the framework of the Unitary Republic of Indonesia. Prosperity and welfare of a region can be seen from the level of income, and to know the income of a region is very important to know the factors that influence it, so that the problems encountered can be resolved.
This research aims to identify the types of regional taxes and levies to the classification of primary, potential, developing and difficult to develop and analyze the effect of local taxes and levies in terms of growth and contribution to total revenues, budget development and gross regional domestic product. The data used are secondary data in North Sumatra Province with a study period of 2000 to 2010.
Analytical tool used is the analysis of growth, contribution analysis, overlay analysis with matrix and regression analysis. Analysis of growth and contributions are used to determine the growth and contribution of local taxes and levies to total revenue and development budget. Overlaid with a matrix analysis is used to identify the types of regional taxes and levies are classified as prime, potentially, developing and difficult to develop. Regression analysis is used to determine the effect of local taxes and levies to the Gross Regional Domestic Product (GDP).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1, antara lain menyatakan Indonesia adalah
negara kesatuan, dan kemudian dibangun pula berbagai daerah otonom melalui Pasal
18 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menyebabkan terdapatnya kebijakan dan
implementasi sesuai dengan kondisi riil masyarakat bersangkutan. Pembentukan
daerah otonom melalui desentralisasi pada hakikatnya adalah menciptakan efisiensi
dan inovasi dalam pemerintahan. Dalam rangka desentralisasi itulah maka
daerah-daerah diberi otonomi, yaitu kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Dalam pelaksanaannya, banyak tantangan yang dihadapi sesuai dengan
perubahan zaman dan tuntutan masyarakat. Perubahan tersebut dijawab oleh
pemerintah pusat dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berlakunya produk hukum mengenai pemerintahan daerah tersebut
membawa angin segar dalam pelaksanaan desentralisasi. Konsekuensinya pemerintah
daerah harus dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pelaksanaan
tugas tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan karena salah satunya perlu
dapat menghasilkan finansial untuk menjalankan organisasi termasuk
memberdayakan masyarakat, kedua bagaimana pemerintah daerah melihat fungsinya
mengembangkan kemampuan ekonomi daerah (Nugroho, 2000: 109).
Dari uraian yang disampaikan di atas bahwa salah satu ciri utama kemampuan
suatu daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah artinya daerah
otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan daerah tersebut. Menurut Kaho (1997: 124) untuk menjalankan fungsi
pemerintahan faktor keuangan suatu hal yang sangat penting karena hampir tidak ada
kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Pemerintah daerah tidak saja
menggali sumber-sumber keuangan akan tetapi juga sanggup mengelola dan
menggunakan secara value for money dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah, sehingga ketergantungan kepada pemerintah pusat harus seminimal mungkin
dapat ditekan. Dengan dikuranginya ketergantungan kepada pemerintah pusat maka
pendapatan asli daerah (PAD) menjadi sumber keuangan terbesar. Kegiatan ini
hendaknya didukung juga oleh kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan negara
(Koswara, 2000: 50).
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa
sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan
a. Pendapatan asli daerah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan.
Sedangkan pembiayaan berasal dari:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah;
b. Penerimaan pinjaman daerah;
c. Dana cadangan daerah; dan
d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang bersumber dari:
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain PAD yang sah.
PAD diharapkan dapat menjadi penyangga dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintah daerah. Dengan semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai oleh
PAD maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin
mandiri dalam bidang keuangan daerahnya (Syamsi, 1987: 213).
Menggali PAD tidak berarti menetapkan tarif yang tinggi dari objek pajak
yang ada ataupun memperbanyak jenis kutipan dari objek yang sama. Dengan dana
wilayah sehingga objek pajak menjadi bertambah. Kalau objek pajak bertambah,
walaupun dengan menggunakan tarif yang wajar, pendapatan dari pajak daerah akan
terus meningkat. Ini berarti pemerintah daerah harus jeli dalam menetapkan visi, misi,
strategi, dan prioritas dalam perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2004).
Komponen PAD yang mempunyai peranan penting terhadap kontribusi
penerimaan adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah daerah hendaknya
mempunyai pengetahuan dan dapat mengidentifikasikan tentang sumber-sumber
pendapatan asli daerah yang potensial terutama dari pajak daerah dan retribusi
daerah. Dengan tidak memperhatikan dan mengelola pajak daerah dan retribusi
daerah yang potensial maka pengelolaan tidak akan efektif, efisien dan ekonomis.
Pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut
karena pajak daerah dan retribusi daerah tidak mengenai sasaran sehingga realisasi
terhadap penerimaan daerah tidak optimal.
Demikian pula halnya dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang
terus berupaya meningkatkan PAD dengan berbagai cara seperti efisiensi biaya
pemungutan dan penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah.
Perkembangan realisasi PAD Provinsi Sumatera Utara selama sebelas tahun terakhir
Tabel 1.1. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah)
Sumber PAD No Tahun
Pajak Daerah Retribusi Daerah
5 2004 1.081.371,91 23.762,35 7.056,89 33.916,31 1.146.107,46
6 2005 1.301.137,84 18.852,33 8.523,50 33.304,36 1.361.818,03
7 2006 1.366.445,06 11.714,73 90.291,20 33.694,60 1.502.145,59 8 2007 1.542.346,24 13.252,92 74.138,55 78.558,59 1.708.296,30 9 2008 2.002.004,57 29.444,51 89.673,27 77.788,27 2.198.910,62 10 2009 1.834.682,28 29.456,74 90.518,05 78.464,89 2.033.121,96 11 2010 2.271.474,93 35.811,31 166.320,14 90.671,69 2.564.278,07
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara
Dari Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa selama periode 11 tahun anggaran
Provinsi Sumatera Utara tren realisasi penerimaan PAD cenderung meningkat.
Namun untuk mengetahui sejauhmana peningkatan itu, perlu dibuat pengkajian
mengenai penerimaan PAD dari jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang
ada di Provinsi Sumatera Utara.
PAD dari jenis pajak daerah dan retribusi daerah perlu diukur dengan baik dan
akurat agar potensi yang sebenarnya dapat dikelola dan dikumpulkan secara
maksimal. Penentuan potensi selama ini di Provinsi Sumatera Utara menurut
informasi dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan perkiraan
yang berpedoman terhadap target pencapaian tahun anggaran sebelumnya. Padahal
objektif, alasannya terlalu sulit menghitungnya karena membutuhkan data pendukung
yang banyak, sedangkan banyak data yang tidak tersedia pada dinas-dinas terkait. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini:
Tabel 1.2. Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah)
Pajak Daerah No Tahun
Target Realisasi Persentase
1 2 3 4 5
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa dalam menentukan target
penerimaan dari pajak daerah menggunakan perkiraan/proyeksi. Perkiraan target
tersebut tidak melihat potensi sebenarnya yang ada pada masyarakat karena setiap
tahunnya antara realisasi dan target terjadi selisih perkiraan yang berbeda dimana
terkadang realisasi melampaui target dan terkadang sebaliknya.
Selanjutnya untuk pendapatan dari retribusi daerah dapat dilihat pada tabel
Tabel 1.3. Target dan Realisasi Pendapatan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2010 (dalam juta rupiah)
Retribusi Daerah No Tahun
Target Realisasi Prosentase
1 2 3 4 5
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pajak dan retribusi daerah di
Provinsi Sumatera Utara belum dikelola dengan baik. Masalah yang sering muncul
adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi
penerimaan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut secara optimal.
Sehubungan kurang diperhatikannya penerimaan pajak daerah dan retribusi
daerah yang potensial maka realisasi penerimaan PAD belum optimal sehingga
penyelenggaraan otonomi daerah belum mendapat dukungan yang optimal juga dari
sumber keuangan daerah. Dengan dana yang diperoleh dari PAD tersebut pemerintah
daerah diharapkan mampu mengembangkan wilayahnya masing-masing.
Pengembangan wilayah dan otonomi daerah merupakan satu proposisi yang
simetrik. Ini berarti pengembangan wilayah merupakan pendekatan terhadap
meningkatkan penerimaan daerah untuk mendukung otonomi daerah. Sebaliknya dari
sudut otonomi daerah, pengembangan wilayah dituntut mengembangkan
sumber-sumber yang spesifik daerah (Mubyarto dan Budiyanto, 1997).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang hendak
dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kenaikkan
PDRB dari tahun ke tahun. PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro
yang dapat memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan struktur
ekonomi suatu daerah. Rata-rata PDRB Provinsi Sumatera Utara dari tahun
2000-2010 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 151.587.077,02 juta yang didominasi tiga
sektor, yaitu pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan, hotel dan restoran.
Tabel 1.4. PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000–2010 (dalam juta rupiah)
Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa potensi pajak daerah
dan retribusi daerah bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum diketahui,
terutama jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang menjadi pendapatan
yang potensial bagi PAD. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial
apabila diketahui dan ditingkatkan pengelolaan sesuai dengan potensinya akan
memberikan tambahan PAD, akan tetapi sebaliknya apabila tidak diketahui
potensinya akan membuat kerugian karena potensinya tidak dimanfaatkan secara
maksimal sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Potensinya
terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara”.
1.2. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan fenomena di atas perlu dibuat rumusan masalah dengan
baik. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang memiliki kualifikasi
potensial untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan PAD?
b. Bagaimana pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk
Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara?
c. Bagaimana pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengembangan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang memiliki
kualifikasi potensial untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan PAD;
b. Menganalisis pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk
Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara.
c. Menganalisis pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Sebagai bahan informasi awal tentang jenis pajak daerah dan retribusi daerah
yang memiliki kualifikasi potensial, selanjutnya dapat dijadikan bahan acuan
kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara;
b. Sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam rangka
meningkatkan penerimaan PAD;
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Wilayah
Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya
merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah
tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak
sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat
yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.
Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu
ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek
sosial budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan.
Analisa pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari
aspek ekonominya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat PAD. Kemudian peneliti
akan melihat pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan
pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara.
2.2. Desentralisasi Fiskal
Menurut Devas, dkk (1998: 352–353) ada dua konsep dasar desentralisasi
yaitu desentralisasi politis dan desentralisasi manajemen, desentralisasi politis yaitu
transfer wewenang dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah. Hal ini dilakukan
sehingga mampu membuat keputusan yang mencerminkan kebutuhan dan prioritas,
sedangkan yang dimaksud desentralisasi manajemen yaitu praktek pendelegasian
wewenang dan tanggung jawab dari pusat-pusat biaya kepada manajer unit.
Saragih (1996: 37–38) mengatakan bahwa pembangunan daerah merupakan
bagian integral dan merupakan penjabaran pembangunan nasional. Dalam rangka
pencapaian sasaran pembangunan nasional dengan potensi, aspirasi dan permasalahan
pembangunan di berbagai daerah sesuai program pembangunan daerah yang
dicanangkan. Keseluruhan program pembangunan daerah tersebut dijabarkan di
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan kemampuan
keuangan negara. Di samping itu kunci sukses dalam pencapaian sasaran
pembangunan daerah secara efektif dan efisien. Konsentrasi pemerintah dalam
meningkatkan pembangunan daerah adalah sejalan dengan semangat otonomi daerah
dan pelaksanaan desentralisasi.
Keterbatasan dana pusat bagi pembangunan daerah dan dalam rangka
penggalian potensi daerah memerlukan strategi pengelolaan dan pengembangan
sumber-sumber keuangan dalam meningkatkan PAD setiap daerah. Strategi
pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan daerah bagi peningkatan
PAD adalah; pertama, strategi yang berkaitan dengan manajemen pajak/retribusi
daerah; kedua, strategi ekstensifikasi sumber penerimaan daerah; ketiga, strategi
2.3. Pendapatan Asli Daerah
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal
157, menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah;
2) hasil retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Mardiasmo dan Makhfatih (2000: 8) menguraikan bahwa:
“Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah”.
Widayat (1994: 32) menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan PAD
melalui peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar mendekati atau bahkan
sama dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa secara umum
ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan PAD sehingga maksimal yaitu
dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu
wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaitu menghitung potensi
seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya. Cara
ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber objek
2.4. Pajak Daerah
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pasal 1 Ketentuan Umum butir 10, menyatakan bahwa pajak daerah, yang
selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun jenis pajak menurut pasal 2 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain:
a. Jenis pajak provinsi terdiri atas:
1) Pajak Kendaraan Bermotor;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok.
b. Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame;
5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air Tanah;
9) Pajak Sarang Burung Walet;
10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan 11)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda
mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti dan tujuan yang sama. Munawir
kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan
suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah
serta dapat dipaksakan akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung
untuk memelihara kesejahteraan umum.
Mangkoesoebroto (1993: 181) menyatakan pajak adalah suatu pungutan hak
prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang,
pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak di mana tidak dapat balas jasa
secara langsung terhadap penggunanya.
Pajak di samping sebagai sumber penerimaan negara yang utama (budgetair)
juga mempunyai fungsi lain seperti alat untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (regulair). Pajak sebagai alat anggaran juga
dipergunakan sebagai alat mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan
pemerintah terutama kegiatan rutin (Suparmoko, 2000: 96). Oleh sebab itu kedua
fungsi pajak di atas harus dijalankan secara seimbang karena apabila pengaturannya
tidak dilaksanakan secara seimbang sangat berpengaruh terhadap kegiatan
perekonomian.
Pengenaaan pajak dapat menimbulkan eksternalitas yang dapat merugikan
kepentingan umum, sehingga perlu adanya pengaturan untuk menjamin kelangsungan
sumber daya dalam jangka panjang. Sehubungan dengan itu maka keputusan untuk
mengenakan pajak terhadap suatu objek hendaknya dilakukan secara hati-hati dan
Penggalian sumber-sumber keuangan daerah yang berasal dari pajak daerah
ditentukan oleh 2 (dua) hal, yaitu: dasar pengenaan pajak dan tarif pajak. Model
Leviathan mengatakan bahwa pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi secara teoritis
tidak selalu menghasilkan total penerimaan yang maksimal. Kondisi ini tergantung
pada respons wajib pajak, permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif
pajak lebih tinggi untuk mencapai total penerimaan yang maksimal. Model Leviathan
ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah
tidak harus dicapai dengan mengenakan tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan
pengenaan tarif pajak yang lebih rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang
meminimalkan penghindaran pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap
pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum
(Sidik, 2002).
Tarif Pajak Daerah
t ‘
T ‘
Total penerimaan Daerah Kurva laffer
2.5. Retribusi Daerah
Menurut Munawir (1998) retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang
dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini
bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah
dia tidak akan dikenakan iuran itu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi
menurut Haritz (1995: 84) adalah sebagai berikut:
a. pelaksanaan bersifat ekonomis;
b. ada imbalan langsung kepada pembayar;
c. iurannya memenuhi persyaratan formal dan material tetapi tetap ada
alternatif untuk membayar;
d. retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgetairnya tidak
menonjol;
e. dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan
tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau
sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi
karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan PAD
perlu dikaji pengelolaannya untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau
wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi
yang baik akan meningkatkan pula PAD.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Pasal 1 nomor 64 bahwa yang dimaksud dengan Retribusi
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Oleh karena itu retribusi
merupakan pembayaran atas penggunaan barang atau jasa yang disediakan
untuk umum oleh Pemerintah, maka umumnya pemungutan retribusi
dilakukan di tempat pemakaian. Retribusi dapat juga ditagihkan kepada badan
atau orang pribadi atas dasar pembayaran dengan penggunaan terbatas
(dijatahkan) atau pembayaran dengan periode tertentu yang telah disepakati.
2.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat
memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan strutur ekonomi
daerah. Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut
dapat dianggap sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum
(Sirojuzilam, 2005).
Menurut Rahardja dan Manurung (2002) yang dimaksud dengan PDRB
adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam
satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada
(berlokasi) dalam perekonomian tersebut. PDRB menurut harga berlaku artinya nilai
barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan yang
berarti ternasuk kenaikan harga, sedangkan PDRB menurut harga konstan, nilai
Cara penghitungan PDRB atas dasar harga konstan telah menghilangkan
pengaruh harga atau inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai yang sebenarnya
(Widodo, 1990). Dengan mempedomani dan menghitung PDRB tersebut baik
berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan, dapat dilihat
pertumbuhan ekonomi serta tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah, dimana
tinggi rendahnya tingkat kemakmuran di suatu daerah biasanya diukur dengan besar
kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari pembagian antara
pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
2.7. Penelitian Terdahulu
Reksohadiprodjo (1999) berpendapat bahwa penerimaan pajak merupakan
bagian terpenting dari penerimaan pemerintah di samping penerimaan dari minyak
bumi dan gas alam serta penerimaan negara bukan pajak. Apabila Indonesia ingin
mandiri maka penerimaan dari pajak haruslah ditingkatkan agar supaya dapat
dijadikan substitut pinjaman luar negeri.
Insukindro, dkk (1994) berpendapat bahwa pajak dan retribusi daerah sebagai
sumber utama PAD, dan pada umumnya retribusi daerah lebih dominan. Sumbangan
penerimaan asli daerah terhadap total penerimaan APBD rendah, karena upaya
merealisasikan peningkatan pendapatan asli daerah tidak didasarkan potensi PAD
tetapi ditargetkan berdasarkan realisasi sebelumnya.
Sembiring (2001) melakukan analisis potensi PAD bagi pengembangan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karo. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB dan pendapatan
perkapita Kabupaten Karo.
Mahalli (2005) melakukan analisis kebijakan fiskal kota Medan di era
otonomi daerah. Tujuan penelitian untuk menganalisa dan merumuskan kebijakan
fiskal yang seharusnya ditempuh oleh Pemerintah Kota Medan. Metode analisis yang
digunakan regresi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pajak daerah
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara pengeluaran
pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Implikasi dari
penelitian yaitu implementasi desentralisasi memerlukan tuntutan perubahan yang
mendesak di berbagai sektor baik dari eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan antara
lain permasalahan yang dibahas serta metodologinya. Adapun yang membedakan
dengan penelitian terdahulu, adalah mengenai lokasi penelitian serta data yang
digunakan yaitu Provinsi Sumatera Utara.
2.8. Kerangka Pikir Penelitian
Untuk mempermudah pemahaman kita tentang konsep penelitian ini, maka
POTENSI PAJAK DAERAH
POTENSI RETRIBUSI DAERAH
PENINGKATAN PAD
PENINGKATAN APBD
PENGEMBANGAN WILAYAH PENINGKATAN PDRB
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian
2.9. Hipotesis
Sesuai dengan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis
terhadap penelitian ini adalah pajak daerah dan retribusi daerah memberikan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menitikberatkan kajian pada identifikasi jenis pajak daerah dan
retribusi daerah di tingkat provinsi serta potensinya terhadap pengembangan wilayah
Provinsi Sumatera Utara. Pajak daerah terdiri dari PKB, KB, PBB-KB,
BBN-KDA, PKDA dan APU/ABT, sedangkan retribusi daerah terdiri dari retribusi jasa
umum, retribusi perijinan tertentu dan retribusi jasa usaha.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat
time series dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, berupa besaran PAD yang
terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah serta PDRB Provinsi Sumatera Utara
yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara, Biro
Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Provinsi
Sumatera Utara, serta instansi terkait lainnya.
3.3. Teknik Analisis data
Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, maka tahap berikutnya adalah
tahap analisis. Data akan diolah dengan menggunakan alat analisis sehingga dapat
disimpulkan dan diamati hasilnya serta diharapkan dapat menjawab
3.3.1. Analisis Pertumbuhan
Untuk melihat pertumbuhan pajak daerah dan retribusi daerah tiap-tiap tahun
selama periode penelitian, digunakan rumus (Widodo: 1990, 22)
∆Xi = x 100%
Dimana:
∆Xi adalah rasio pertumbuhan jenis pajak daerah atau retribusi daerah Xit adalah jumlah jenis pajak daerah atau retribusi daerah tahun ke t
Xi (t-1) adalah jumlah jenis pajak daerah atau retribusi daerah tahun ke t-1
3.3.2. Analisis Tingkat Kontribusi
Untuk mengetahui tingkat kontribusi tiap jenis pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap pengembangan wilayah digunakan rumus (Widodo: 1990, 22):
∆Xi = x 100%
Dimana:
∆Xi adalah rasio kontribusi jenis pajak daerah atau retribusi daerah Xi adalah jenis pajak daerah atau retribusi daerah
X adalah total pajak daerah atau retribusi daerah.
3.3.3. Analisis Klasifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Overlay)
Analisis Overlay dimaksud adalah untuk melihat deskripsi kegiatan jenis
pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan
dan kriteria kontribusi. Terdapat 4 kemungkinan dalam analisis overlay:
a. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (+), menunjukkan suatu kegiatan yang sangat
dominan baik dari pertumbuhan maupun dari kontribusi;
Xit – Xi (t-1) Xi (t-1)
b. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (-), menunjukkan suatu kegiatan yang
pertumbuhannya dominan tetapi kontribusinya kecil. Kegiatan ini dapat
ditingkatkan kontribusinya untuk dipacu menjadi kegiatan yang dominan;
c. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (+), menunjukkan suatu kegiatan yang
pertumbuhannya kecil tetapi kontribusinya besar, kegiatan ini sangat mungkin
merupakan kegiatan yang sedang mengalami penurunan;
d. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (-), menunjukkan suatu kegiatan yang tidak
potensial baik dari kriteria pertumbuhan maupun kriteria kontribusi.
Untuk mengetahui jenis pajak daerah dan retribusi daerah diperlukan
identifikasi atau klasifikasi kondisi yang didasarkan pada jumlah serta perkembangan
setiap jenis PAD. Identifikasi ini dilakukan dengan cara mematrik antara komposisi
penerimaan dan pertumbuhan penerimaan, maksudnya adalah:
a. komposisi penerimaan yaitu total hasil setiap jenis pajak daerah atau retribusi
daerah terhadap rata-rata hasil penerimaan seluruhnya;
b. pertumbuhan penerimaan yaitu kenaikan hasil (perubahan penerimaan) setiap
jenis penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah terhadap kenaikan atau
pertumbuhan penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah.
Secara tabel matrik komposisi penerimaan dan pertumbuhan penerimaan jenis pajak
Tabel 3.1. Matrik Komposisi Penerimaan dan Pertumbuhan Penerimaan Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Keterangan:
DXi = pertumbuhan setiap jenis pajak daerah atau retribusi daerah
DX = pertumbuhan seluruh penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah
Xi = total hasil setiap jenis pajak daerah atau retribusi daerah
X = rata-rata seluruh penerimaan pajak daerah atau retribusi daerah
Berdasarkan analisis overlay dan klasifikasi pajak daerah dan retribusi daerah
di Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2000 sampai dengan 2010 secara garis
besar dikelompokan menjadi 4 kondisi:
a. prima apabila pajak daerah atau retribusi daerah diberikan kontribusi dan
pertumbuhan sama dengan atau lebih dari 1 persen;
b. potensial apabila pajak daerah atau retribusi daerah diberikan kontribusi sama
dengan atau lebih dari 1 persen sedangkan pertumbuhan kurang dari 1 persen;
c. berkembang apabila pajak daerah atau retribusi daerah diberikan kontribusi
kurang dari 1 persen sedangkan pertumbuhan sama dengan atau lebih dari 1
persen;
Ln Y = b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 +µ
d. sulit dikembangkan apabila pajak daerah dan retribusi daerah diberikan
kontribusi dan pertumbuhan kurang dari 1 persen.
3.3.4. Analisis Regresi
Untuk menguji apakah ada pengaruh antara Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah terhadap pengembangan wilayah digunakan analisis regresi sebagai berikut:
Y = f (Pajak Daerah, Retribusi Daerah)
Fungsi diatas selanjutnya ditranformasikan dalam bentuk double log menjadi:
dimana:
LnY = PDRB (dalam juta rupiah) LnX1 = Pajak Daerah (dalam juta rupiah) LnX2 = Retribusi Daerah (dalam juta rupiah) b0 = Konstanta
b1, b2 = Koefisien Regresi µ = error term
Analisis data diikuti dengan melakukan uji statistik. Hal ini digunakan untuk
mengetahui apakah variabel-variabel independen secara individu dan secara bersama
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Pengujian secara individu (Uji t)
Uji t dilakukan untuk melihat signifikan dari pengaruh variabel bebas secara
parsial terhadap variabel tidak bebas, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan.
Uji t dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut (Algifari, 2000):
Hо: βı = 0 (tidak ada pengaruh Xi terhadap Y)
Artinya hipotesis nol (Hо) menyatakan tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap
variabel tidak bebas. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan ada pengaruh variabel
bebas terhadap variabel tidak bebas. Jika nilai t hitung > t tabel, pada tingkat
kepercayaan 5% hipotesis nol ditolak, berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Berarti ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.
Pengujian berganda (F test)
Uji F dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas
(independen variabel) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas (dependent
variabel). Uji F dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut (Algifari,
2000):
Hо: βı = β2...βκ = 0 (tidak ada pengaruh Xı,X2,...,Xκ terhadap Y).
Ha: βı≠ β2....βκ ≠ 0 (ada pengaruh Xı,X2,...,Xκ terhadap Y, paling sedikit ada satu
X yang mempengaruhi Y).
Artinya hipotesis nol (Hо) menyatakan tidak ada pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan
ada pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Jika
nilai F hitung > F tabel, pada tingkat kepercayaan 5% hipotesis nol ditolak.
Uji R2
Nilai R2 (koefisien determinasi) menunjukkan seberapa besar variasi-variasi variabel
(0 ≤ R2 ≤ 1). Semakin besar nilai R2 berarti semakin besar variasi variabel dependen
yang dapat dijelaskan oleh variasi-variasi variabel independen.
3.4. Definisi Operasional
a. Pendapatan asli daerah (PAD) adalah realisasi penerimaan asli daerah yang
berasal dari pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan lain-lain (dalam juta
rupiah).
b. Pajak daerah adalah setiap jenis penerimaan pajak daerah yang ditetapkan
berdasarkan peraturan yang berlaku selama satu tahun anggaran (dalam juta
rupiah).
c. Retribusi daerah adalah setiap jenis penerimaan dari retribusi daerah ditetapkan
berdasarkan peraturan yang berlaku selama satu tahun anggaran (dalam juta
rupiah).
d. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah yang
ditimbulkan oleh berbagai aktifitas ekonomi di Provinsi Sumatera Utara dalam
satu periode (dalam juta rupiah).
e. Potensi pajak daerah dan retribusi daerah adalah kekuatan yang ada pada pajak
daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungut untuk menghasilkan sejumlah
penerimaan yang sesungguhnya terhadap PAD (dalam juta rupiah).
f. Pengembangan wilayah adalah terjadinya pembangunan wilayah, baik dilihat
dalam bidang fisik, ekonomi maupun sosial masyarakat dengan adanya pajak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara
4.1.1. Sejarah Provinsi Sumatera Utara
Di zaman Pemerintahan Belanda, Sumatera merupakan suatu pemerintahan
yang bernama Gouvernement van Sumatera, yang meliputi seluruh Sumatera,
dikepalai oleh seorang Gouverneur berkedudukan di Medan. Sumatera terdiri dari
daerah-daerah administratif yang dinamakan Keresidenan.
Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera tetap merupakan suatu
kesatuan pemerintahan yaitu Provinsi Sumatera yang dikepalai oleh seorang
Gubernur dan terdiri dari daerah-daerah Administratif Keresidenan yang dikepalai
oleh seorang Residen.
Pada Sidang I Komite Nasional Daerah (K.N.D) Provinsi Sumatera,
mengingat kesulitan-kesulitan perhubungan ditinjau dari segi pertahanan, diputuskan
untuk membagi Provinsi Sumatera menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi
Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur,
dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah, dan sub Provinsi
Sumatera Selatan. Dalam perkembangan selanjutnya melalui Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948, Pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3
Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
1. Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan
Tapanuli;
2. Provinsi Sumatera Tengah yang meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Riau, dan
Jambi;
3. Provinsi Sumatera Selatan yang meliputi Keresidenan Bengkulu, Palembang,
Lampung, dan Bangka Belitung.
Dengan mendasarkan kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948, atas
usul Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan suratnya tanggal 16
Pebruari 1973 No. 4585/25, DPRD Tingkat I Sumatera Utara dengan keputusannya
tanggal 13 Agustus 1973 No. 19/K/1973 telah menetapkan bahwa hari jadi Provinsi
Sumatera Daerah Tingkat I Sumatera Utara adalah tanggal 15 April 1948 yaitu
tanggal ditetapkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tersebut.
Pada awal tahun 1949 berkaitan dengan meningkatnya serangan Belanda,
diadakanlah reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Pada waktu itu, keadaan
memerlukan suatu sistem pertahanan yang lebih kokoh dan sempurna. Oleh karena
itu perlu dipusatkan alat-alat kekuatan sipil dan militer dalam tiap-tiap Daerah Militer
Istimewa yang berada dalam satu tangan yaitu Gubernur Militer. Sehingga penduduk
sipil dan militer berada dibawah kekuasaan satu pemerintah.
Perubahan demikian ini ditetapkan dengan Keputusan Pemerintah Darurat R.I
tanggal 16 Mei 1949 Nomor 21/Pem/P.D.R.I., yang diikuti Keputusan Pemerintah
Darurat R.I tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/P.D.R.I. jabatan Gubernur Sumatera
Gubernur yang bersangkutan diangkat menjadi komisaris dengan tugas-tugas
memberi pengawasan dan tuntutan terhadap pemerintahan, baik sipil maupun militer.
Selanjutnya dengan instruksi Dewan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri
tanggal 15 September 1949, Sumatera Utara dibagi menjadi dua Daerah Militer
Istimewa yaitu Aceh dan Tanah Karo diketuai oleh Gubernur Militer Tgk. M. Daud
Beureuen dan Tapanuli/Sumatera Timur Selatan oleh Gubernur Militer Dr. F.L.
Tobing.
Selanjutnya, dengan ketetapan Pemerintah Darurat R.I dalam bentuk
Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Desember
1949 Nomor 8/Des/W.K.P.M dibentuklah Provinsi Aceh dan Provinsi
Tapanuli/Sumatera Timur. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Penggati
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, Peraturan Wakil
Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Agustus 1949 Nomor
8/Des/W.K.P.M tahun 1949 tersebut dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera
Utara dengan daerah yang meliputi daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan
Tapanuli. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 tanggal
14 Agustus 1950, pada waktu RIS, ditetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbagi atas beberapa daerah-daerah Provinsi, yaitu:
1. Jawa Barat
2. Jawa Tengah
3. Jawa Timur
5. Sumatera Tengah
6. Sumatera Selatan
7. Kalimantan
8. Sulawesi
9. Maluku
10. Sunda Kecil
Pada tanggal 7 Desember 1956 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1956 yaitu Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi
Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara. Pasal 1
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 ini menyebutkan:
1. Daerah Aceh yang meliputi Kabupaten-kabupaten: Aceh Besar, Aceh Pidie,
Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan, Kota Besar
Kutaraja, daerah-daerah tersebut dipisahkan dari lingkungan Daerah Otonom
Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undangundang No. 5 Tahun 1950 sehingga daerah-daerah tersebut menjadi
daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan
nama Provinsi Aceh.
2. Provinsi Sumatera Utara tersebut dalam ayat (1) yang wilayahnya telah dikurangi
dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai daerah otonom Provinsi Aceh,
4.1.2. Kondisi Geografis
Provinsi Sumatera Utara yang berada di bagian barat Indonesia, terbentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 dan melalui Keputusan DPRD
Provinsi Sumatera Utara Nomor: 19/K/1973 tanggal 13 Agustus 1973 ditetapkan hari
jadi Provinsi Sumatera Utara yaitu tanggal 15 April 1948. Terletak pada garis 1˚-4˚
Lintang Utara dan 98˚-100˚ Bujur Timur. Sebelah Utara, berbatasan dengan Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Selat Malaka, sebelah Timur dengan Negara
Malaysia dan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Riau dan Sumatera
Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Dengan luas total mencapai 181.680,68 km², wilayah Sumatera Utara terdiri
atas lautan dengan luas 110.000 km² atau sekitar 60,5 persen dari luas total dan
daratan yang mencapai 71.680,68 km² atau sekitar 39,5 persen. Sebagian besar
daratan berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias,
pulau-pulau batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian Barat maupun bagian
Timur pantai Pulau Sumatera.
Secara administrasi, pada tahun 2010 Provinsi Sumatera Utara memiliki 33
Kabupaten/Kota yang terdiri dari 25 Kabupaten, 8 Kota, 417 kecamatan, dan 5.744
desa/kelurahan. Bila dikelompokkan menurut wilayah geografis, Sumatera Utara
terbagi atas 3 (tiga) kawasan yaitu Kawasan Pantai Barat seluas 26.189,07 km²
meliputi 9 (sembilan) kabupaten dan 3 (tiga) kota yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten
Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing
Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Padangsidimpuan, Kota Sibolga, dan
Kota Gunung Sitoli, Kawasan Dataran Tinggi seluas 20.569,62 km² meliputi 8
(delapan) kabupaten dan 1 (satu) kota yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten
Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo,
Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pak-pak Bharat, Kabupaten Samosir,
dan Kota Pematang Siantar serta Kawasan Pantai Timur seluas 24.921,99 km²
meliputi 8 (delapan) kabupaten dan 4 (empat) kota yaitu Kabupaten Labuhanbatu,
Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan,
Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Langkat, Kabupaten
Serdang Bedagai dan Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan dan Kota
Binjai.
4.1.3. Kondisi Demografis
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah
penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hasil
Sensus Penduduk 2010, mencatat jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar
12.985.075 jiwa dengan penduduk laki-laki adalah 6.479.051 jiwa (49,90 persen) dan
penduduk perempuan sebanyak 6.506.024 jiwa (50,10 persen). Sebagian besar
penduduk berada di Kawasan Pantai Timur yang mencapai 8.068.977 jiwa (62,14
persen), Kawasan Dataran Tinggi sebanyak 2.456.964 jiwa (18,95 persen), dan
Kawasan Pantai Barat sebanyak 2.458.253 jiwa (18,93 persen). Laju pertumbuhan
penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, 2000 – 2010,
mencapai 1,01 persen pertahun, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk pada
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2010
Jumlah Penduduk
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara
Sebaran penduduk terbesar berada di Kota Medan yang mencapai 2.109.339
Serdang yang mencapai 1.789.243 jiwa (13,78 persen), Kabupaten Langkat sebanyak
966.133 jiwa (7,44 persen), Kabupaten Simalungun sebanyak 818.104 jiwa (6,30
persen), Kabupaten Asahan sebanyak 667.563 jiwa (5,14 persen) dan Kabupaten
Serdang Bedagai sebanyak 592.922 jiwa (4,57 persen). Sebaran penduduk terendah
berada di Kabupaten Pakpak Bharat 0,31 persen, Kabupaten Nias Barat 0,63 persen,
Kota Sibolga 0,65 persen, Kabupaten Samosir 0,92persen, Kota Gunung Sitoli 0,97
persen, dan Kabupaten Nias Utara 0,98 persen. Sedangkan sebaran penduduk yang
berada di 21 (dua puluh satu) Kabupaten/Kota lainnya masing-masing di bawah 4
persen.
Dengan luas wilayah daratan yang mencapai 71.680,68 km², kepadatan
penduduk Sumatera Utara pada tahun 2010 mencapai 181 jiwa per km², dengan
kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Medan sebesar 7.957 jiwa per km²,
disusul oleh Kota Sibolga sebesar 7.841 jiwa per km², Kota Tebing Tinggi sebesar
3.777 jiwa per km², Kota Pematang Siantar sebesar 2.937 jiwa per km², Kota Tanjung
Balai sebesar 2.510 jiwa per km², Kota Binjai sebesar 2.726 jiwa per km², dan Kota
Padangsidimpuan sebesar 1.671 jiwa per km².
Kepadatan penduduk terendah berada di Kabupaten Pakpak Bharat 33 jiwa
per km², Kabupaten Samosir 49 jiwa per km², Kabupaten Padang Lawas Utara 57
jiwa per km², Kabupaten Padang Lawas 57 jiwa per km², Kabupaten Tapanuli Selatan
61 jiwa per km², Kabupaten Mandailing Natal 61 jiwa per km², Kabupaten Tapanuli
Utara 74 jiwa per km², Kabupaten Toba Samosir 74 jiwa per km², Kabupaten
Humbang Hasundutan 75 jiwa per km², Kabupaten Nias Utara 85 jiwa per km²,
Kabupaten Labuhan Batu Selatan 89 jiwa per km², dan Kabupaten Labuhan Batu
Tabel 4.2. Jumlah, Kepadatan dan Distribusi Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, secara
umum kinerja perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada 5 tahun terakhir,
2005-2010, menunjukkan keadaan yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 yang mencapai 6,35
persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2009 yang mencapai 5,07
persen.
Pada tahun 2009, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat,
dan Kabupaten Batubara merupakan kabupaten/kota yang memberikan kontribusi
terbesar terhadap pembentukan nilai PDRB atas dasar harga berlaku Sumatera Utara
masing-masing sebesar 30,84 persen, 14,50 persen, 6,28 persen, dan 6,16 persen,
sedangkan Kabupaten/Kota lainnya masing-masing Kabupaten Asahan sebesar 4,43
persen, Kabupaten Simalungun sebesar 3,91 persen, Kabupaten Serdang Bedagai 3,60
persen, Kabupaten Labuhanbatu 2,83 persen, Kabupaten Labuhanbatu Utara 2,67
persen, Kabupaten Karo 2,40 persen, Kabupaten Labuhanbatu Selatan 2,32 persen,
Kota Binjai 1,83 persen, Kota Pematangsiantar 1,59 persen, Kabupaten Mandailing
Natal 1,49 persen, Kabupaten Dairi 1,44 persen, Kabupaten Tapanuli Utara 1,44
persen, Kabupaten Toba Samosir 1,30 persen, Kabupaten Tapanuli Selatan 1,17
persen, dan Kota Tanjungbalai 1,17 persen, Kabupaten Humbang Hasundutan 0,93
persen, Kota Tebing Tinggi 0,86 persen, Kabupaten Nias Selatan 0,86 persen,
Kabupaten Tapanuli Tengah 0,84 persen, Kota Padangsidimpuan 0,81 persen, Kota
Gunung Sitoli 0,75 persen, Kabupaten Samosir 0,64 persen, Kabupaten Padang
persen, Kabupaten Nias Utara 0,42 persen, Kabupaten Nias 0,42 persen, Kabupaten
Nias Barat 0,21 persen, dan Kabupaten Pakpak Bharat 0,12 persen.
Tabel 4.3. PDRB Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2007 – 2009 (dalam milyar rupiah)
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009
1 2 3 4
Sumatera Utara 181 819,74 213 931,70 236 353,62
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara