• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Periode 3 Mei 2010 – 31 Mei 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Periode 3 Mei 2010 – 31 Mei 2010"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FARMASI INDUSTRI

di

LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

(LAFI DITKESAD)

PERIODE 3 MEI 2010 – 31 MEI 2010

Disusun oleh:

Detty Wahyuni, S. Farm. 093202012

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Praktek Kerja Profesi Apoteker dan laporan ini di Lembaga Farmasi Direktorat

Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung.

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad ini

berlangsung mulai tanggal 03 Mei sampai 31 Mei 2010. Laporan ini merupakan

hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang kami laksanakan di Lafi

Ditkesad sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi

Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kolonel Ckm Drs.WSM. Manurung, Apt, M.Bus.MARS., selaku Kepala

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

2. Letkol Ckm. (K). Dra. Nur Laila, Apt., M.Si., selaku Kepala Instalasi

Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

3. Letkol Ckm Drs. Yan Suryana Ilham, Apt., M.M., selaku Kepala Instalasi

Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

Angkatan Darat.

4. Letkol Ckm Drs. Abdul Azis, S.M., selaku Kepala Bagian Administrasi

Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

5. Mayor Ckm Drs. Junaedi, Apt., selaku Kepala Instalasi Produksi Lembaga

Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing

PKPA.

6. Mayor Ckm Drs. Agoes Iman Noegroho, Apt., selaku Kepala Instalasi

Pemeliharaan dan Sistem Penunjang Lembaga Farmasi Direktorat

Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing PKPA.

7. Mayor Ckm. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt., selaku Kepala Instalasi

Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

8. Mayor Ckm Drs. T.P.H. Simorangkir, Apt., M.Si., selaku Koordinator

Praktik Kerja Mahasiswa di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

(3)

9. Mayor Ckm Tantri Murdoyo, S.Si., Apt., selaku Kepala Seksi Perencanaan

dan Pemprograman Anggaran Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

Angkatan Darat.

10. Mayor Ckm Gogok Hariyanto SSi Apt. MSi., selaku Kepala Sediaan Cair

Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Angkatan Darat dan sebagai

pembimbing PKPA.

11. Dra. Lisa Olii, Apt., M.Si., selaku Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam

Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

12. Dra. Neneng Cahyati, Apt., selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi Produksi

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

13. Dra. Weni Widaningsih, Apt., selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi

Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

14. Bapak/Ibu serta seluruh staf Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

Angkatan Darat yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan,

dan kerjasama selama pelaksanaan PKPA.

15. Rekan-rekan mahasiswa Profesi Apoteker UI, UNPAD, UNAIR,UP dan

UNAND atas kerjasamanya selama mengikuti PKPA di Lafi Ditkesad.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak

terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami berharap semoga pengetahuan dan

pengalaman yang kami peroleh selama mepnjalani praktek kerja profesi apoteker

ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang

memerlukan.

Bandung, Mei 2010

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi ... 3

1.3 Metodologi Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

1.4 Waktu & Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Industri Farmasi ... 4

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ... 4

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi ... 4

2.1.3 Izin Usaha Industri Farmasi ... 5

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 5

2.2.1 Manajemen Mutu ... 6

2.2.2 Personalia ... 7

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ... 7

(5)

2.2.5 Sanitasi dan Higiene ... 10

2.2.6 Produksi ... 11

2.2.7 Pengawasan Mutu ... 12

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 13

2.2.8.1 Inspeksi Diri ... ... 13

2.2.8.2 Audit Mutu ... ... 13

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 14

2.2.10 Dokumentasi ... 14

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 15

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ... 15

2.2.12.1 Kualifikasi .... ... 15

2.2.12.2 Validasi .... ... 16

BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT... 19

3.1 Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad ... 19

3.2 Visi, Misi dan Tujuan Lafi Ditkesad ... 20

3.2.1 Visi ... 20

3.2.2 Misi ... 20

3.2.3 Tujuan ... 21

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad... 21

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad ... 21

3.4.1 Eselon Pimpinan ... 22

3.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan ... 22

(6)

Dalam) ... 23

3.4.4 Eselon Pelaksana ... 23

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad ... 24

3.6 Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad ... 25

3.7 Kegiatan Lafi Ditkesad ... 27

3.7.1 Kegiatan Bagminlog ... 28

3.7.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu ... 29

3.7.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) ... 31

3.7.4 Kegiatan Instalasi Produksi ... 32

3.7.5 Kegiatan Instalasi Penyimpanan ... 36

3.7.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sisjang... 38

3.7.7 Pengolahan Dokumen ... 49

BAB IV PEMBAHASAN ... 51

4.1 Manajemen Mutu ... 51

4.2 Personalia ... 51

4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 52

4.3.1 Instalasi Produksi ... 52

4.3.2 Instalasi Penyimpanan ... 53

4.3.3 Instalasi Pengawasan Mutu ... 54

4.3.4 Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang ... 54

4.4 Peralatan ... 54

4.5 Sanitasi dan Higiene ... 55

4.6 Produksi ... 56

(7)

4.8 Inspeksi Diri ... 56

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian ... 57

4.10 Dokumentasi ... 57

4.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak ... 57

4.12 Kualifikasi dan Validasi ………... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 61

BAB VI PRA FORMULASI KLORDIAZEPOKSID DENGAN VITAMIN B1,B6 DAN B12 ... 62

6.1 Latar Belakang ... . 62

6.2 Tujuan ... 63

BAB VII TINJAUAN PUSTAKA ... 64

7.1 Defenisi Tablet ... 64

7.2 Keuntungan dan Kerugian Tablet ... 64

7.2.1 Keuntungan Tablet ... 64

7.2.2 Kerugian Tablet ... 65

7.3 Jenis- Jenis Sediaan Tablet ... 65

7.4 Komposisi Umum Sediaan Tablet ... 68

7.5 Metode Pembuatan Tablet ... 70

7.6 Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet ... 74

BAB VIII PRAFORMULASI ... 75

8.1 Keterangan Spesifikasi Bahan ... 75

(8)

8.1.2 Spesifikasi Bahan Tambahan ... 79

8.2 Formulasi ... 85

8.2.1 Formula 1 ... 85

8.2.2 Formula 2 ... 88

BAB IX PEMBAHASAN ... 91

BAB X KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

10.1 Kesimpulan ... 93

10.2 Saran ... 93

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Mei 2010

Berdasarkan Jenjang Pendidikannya... 24

2. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Farmasi

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat 95

2. Struktur Organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad Berdasarkan Eselon dan Jabatan (Peraturan Kasad Nomor Perkasad/219/XII/2007 Tanggal 10-12-2007) ... 96

3. Blanko Hasil Pengujian Laboratorium ... 97

4. Blanko Catatan Pengujian Tablet dan Kapsul ... 98

5. Blanko Laporan Hasil Pengujian Larutan/ Sirup/ Injeksi .. 99

6. Blanko Laporan Hasil Pengujian Salep/ Krim ... 100

7. Alur Proses Produksi Tablet Biasa/Salut Secara Granulasi Basah ... 101

8. Alur Produksi Tablet Biasa/ Salut dengan Metode Cetak Langsung ... 102

9. Alur Produksi Kapsul ... 103

10. Alur Proses Produksi Sirup kering ... 104

11. Alur Produksi Salep ... 105

12. Alur Proses Produksi Sediaan Cairan Obat Luar ... 106

13. Alur Proses Produksi Sirup ... 107

14. Skema IPAL ... 108

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk melayani kebutuhan akan

obat adalah industri farmasi. Industri farmasi merupakan salah satu tempat dimana

apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan,

pengolahan dan pengemasan, pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan,

pendistribusian dan pengembangan obat.

Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan

mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh

masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus

menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).

Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dengan Keputusan

Menkes No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang CPOB, yang kemudian direvisi

dengan Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No: HK.

00.05.3.02152 tahun 2001 tentang CPOB yang mengharuskan pembuatan obat

yang baik untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan industri farmasi dalam

seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi sehingga obat jadi yang

dihasilkan memenuhi syarat mutu yang ditentukan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya. Pedoman CPOB hendaklah diperbaiki secara berkesinambungan

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengantisipasi

(12)

persyaratan dan standar produk farmasi global terkini. Oleh karena itu, pedoman

CPOB edisi 2001 direvisi kembali menjadi pedoman CPOB yang dinamis edisi

tahun 2006, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan No: HK. 00.06.0511 tanggal 24 Januari 2006. Hal yang perlu

diperhatikan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan antara lain pengadaan

bahan baku, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang

digunakan serta personel yang terlibat dalam proses pembuatan obat tersebut.

Pelaksanaan pedoman CPOB di industri farmasi membutuhkan peranan

apoteker, sehingga seorang apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang memadai. Tuntutan tersebut dapat diperoleh salah satunya

melalui praktek kerja di industri farmasi yang telah melaksanakan produksi sesuai

dengan pedoman CPOB.

Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri

farmasi bagi mahasiswa profesi apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara Medan bekerja sama dengan Lembaga Farmasi Direktorat

Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan

bagi calon apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas

pengetahuan tentang industri farmasi melalui program Praktek Kerja Profesi

(13)

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi

Adapun tujuan praktek kerja profesi apoteker yang dilakukan di Lafi

Ditkesad, sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan industri farmasi secara

profesional serta melihat tentang penerapan aspek CPOB di industri farmasi.

2. Mengetahui dan memahami tentang pendelegasian tugas dan tanggung jawab

serta wewenang apoteker di industri, sehingga dapat dijadikan bekal guna

mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia kerja sesungguhnya.

3. Mengetahui perencanaan dan pelaksanaan produksi di industri farmasi

khususnya di Lafi Ditkesad yang merupakan perusahaan non profit oriented.

1.3 Metodologi Praktek Kerja Profesi Apoteker

Metodologi Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di Lembaga

Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat adalah:

a. Melakukan kunjungan langsung ke instalasi-instalasi di lingkungan Lafi

Ditkesad.

b. Interaksi langsung mahasiswa dengan pihak-pihak terkait.

c. Diskusi dengan para pembimbing dan antar mahasiswa.

d. Pemberian materi oleh kepala masing-masing instalasi di Lafi Ditkesad.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan pada tanggal 3-31

Mei 2010 di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Jl. Gudang

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi

suatu produk obat yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, dimana

obat jadi tersebut dapat berupa sediaan atau bahan-bahan yang sering digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang

memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah seluruh bahan, baik

berkhasiat ataupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses pengolahan

obat.

2.1.2 Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi,

karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai

berikut :

− Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum

(15)

− Memiliki rencana investasi.

− Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

− Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan

CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.

43/Menkes/SK/II/1988.

− Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara

tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia,

masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung

jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB.

− Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan

setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

2.1.3 Izin usaha industri farmasi

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan

wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut

berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh

rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan

keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara

Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan

produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan

(16)

Obat yang berkualitas adalah obat jadi yang benar-benar dijamin bahwa

obat tersebut:

- Mempunyai potensi atau kekuatan untuk dapat digunakan sesuai tujuannya.

- Memenuhi persyaratan keseragaman, baik isi maupun bobot.

- Memenuhi syarat kemurnian.

- Memiliki identitas dan penandaan yang jelas dan benar.

- Dikemas dalam kemasan yang sesuai dan terlindung dari kerusakan dan

kontaminasi.

- Penampilan baik, bebas dari cacat atau rusak.

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan

perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan

CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari

waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi

aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek-aspek yang

dibicarakan, yaitu:

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen

izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan

penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.

Unsur dasar manajemen mutu adalah:

1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur

(17)

2. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan

tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (jasa pelayanan) yang

dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu.

Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan

tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan

tujuan pemakaiannya.

2.2.2 Personalia

Jumlah personil di semua tingkat harus memadai serta memiliki

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung

jawabnya. Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar

mampu melaksanakan tugas secara profesional. Selain itu, para personil

hendaklah memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan,

konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja,

pembersihan dan pemeliharaan sehingga setiap resiko terjadi kekeliruan,

pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat

dapat dihindarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari

lingkungan sekelilingnya. Seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun

kegiatan di sekitarnya.

2. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi

(18)

a. Permukaan bagian dalam haruslah licin, bebas dari keretakan dan

sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai

terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata yang memudahkan proses

pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah

dicuci. Sudut dinding hendaklah berbentuk lengkungan.

b. Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan

mempunyai ventilasi yang sesuai.

c. Penataan ruangan disesuaikan dengan tujuan penggunaan, seperti ruang

untuk steril dipisahkan dari ruang produksi lain serta dirancang secara

khusus. Ruangan khusus diperlukan bagi kegiatan kegiatan pembukaan

kemasan, pencucian, pengolahan dan penutupan wadah, ruangan

penyangga udara dan pergantian pakaian steril.

d. Adanya perbedaan kelas pemisahan ruang di dalam bangunan produksi,

misalnya ruang untuk bahan baku, kamar ganti pakaian dan pengolahan

produksi.

e. Tersedianya sarana penyimpanan dengan kondisi khusus, misalnya:

suhu, kelembaban dan keamanan tertentu. Dalam penyimpanan

hendaklah dihindari terjadinya pencampuran.

f. Kondisi bangunan diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan bila

diperlukan.

g. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang

sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran produk.

3. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta

(19)

4. Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak

mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun tidak

langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan.

2.2.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki

rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta

ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara

seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan

perawatannya.

1. Rancang Bangun dan Konstruksi

a. Peralatan yang digunakan tidak bereaksi atau menimbulkan akibat

terhadap bahan yang diolah.

b. Peralatan hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun

bagian luarnya.

c. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan

mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditara

menurut program dan prosedur yang tepat, hasil pemeriksaannya dicatat

dan disimpan dengan baik.

d. Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam produk

dan tidak boleh mengandung asbes.

2. Pemasangan dan Penempatan

a. Peralatan hendaklah ditempatkan pada posisi yang tepat untuk

(20)

b. Peralatan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang untuk

memberikan keleluasaan kerja.

c. Peralatan utama diberi nomor pengenal yang dipakai pada semua

perintah dan catatan pembuatan bets untuk menunjukkan unit atau alat

tertentu.

d. Semua pipa, tangki, selubung hendaknya diberikan pelekat untuk

memperkecil kehilangan energi.

e. Saluran pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaknya dilengkapi

dengan peralatan uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan

baik.

f. Sistem penunjang hendaknya divalidasi untuk memastikan fungsinya

sesuai tujuannya.

3. Pemeliharaan

a. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat agar berfungsi

dengan baik dan mencegah pencemaran.

b. Prosedur - prosedur tertulis untuk peralatan dibuat dan dipatuhi.

c. Catatan pelaksanaan pemeliharaan pemakaian peralatan utama

hendaklah dicatat dalam buku harian dan catatan untuk peralatan yang

digunakan khusus untuk satu produk saja dapat dimasukkan ke catatan

produksi bets produk tertentu.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,

(21)

hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya

dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan

terpadu.

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Prinsip utama produksi adalah:

− Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

− Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk

yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang

sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama

dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang

dihasilkan memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Pada proses produksi, mutu

produk yang dihasilkan sangat ditentukan oleh bahan awal, proses produksi,

personil, dan sistem tervalidasi.

Penyimpanan tergantung dari kestabilan bahan awal. Untuk penyimpanan

hendaklah tersedia ruangan dengan suhu yang berbeda-beda. CPOB

mempersyaratkan klasifikasi ruangan berdasarkan suhu menjadi 5 jenis, yaitu:

− Suhu ruangan: 15-30oC

− Suhu ruangan yang dikendalikan: ≤ 25oC

(22)

− Dingin: 2-8oC

− Beku: dibawah 0oC

Tekanan udara dalam ruangan yang memiliki resiko yang lebih tinggi

terhadap suatu produk hendaklah selalu lebih tinggi daripada ruangan lain. Bila

suatu pintu dibuka, tekanan atau hembusan udara dari arah ruangan yang beresiko

tinggi hendaklah cukup mampu untuk menciptakan arus udara ke arah ruang yang

beresiko lebih rendah untuk menghindarkan pencemaran balik.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan

obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten

mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang

dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan

pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini

juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang

dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan

memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya.

Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang

produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses

mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pemprosesan atau

pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan, dan uji

monitoring lainnya secara periodik.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan

(23)

sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum

didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area

produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu 2.2.8.1 Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Inspeksi diri dilakukan secara indepeden dan rinci oleh petugas yang kompeten

dari perusahaan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan

dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi,

produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta

peralatan.

2.2.8.2 Audit Mutu

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.

Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau

independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen

perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima

(24)

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu

atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena

keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau

beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, kdaluwarsa,

atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan

keraguan akan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administratif yang

menyangkut jumlah dan jenis.

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan

memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.

Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain

dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang, dan bagian

pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien,

dokter, paramedik, klinik, rumah sakit, apotek, distributor.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen yang

merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu Tujuan dokumentasi yaitu

menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian

dan pengawasan mutu. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa

setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas

yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan

(25)

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara

jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak

harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu

(pemastian mutu).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi 2.2.12.1 Kualifikasi

Kualifikasi adalah “kegiatan pembuktian” bahwa perlengkapan, fasilitas

atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai

dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.

Validasi/kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri

dari 4 tingkatan, yaitu:

a. Kualifikasi Rancangan (Design Qualification)

Kualifikasi rancangan adalah unsur pertama dalam melakukan validasi

terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Tujuannya adalah untuk menjamin

dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan

dipasang atau dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur

dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Kualifikasi ini dilakukan sebelum

(26)

b. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)

Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem

atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada

dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya

dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi

dilakukan pada waktu instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan

alat yang bersangkutan.

c. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification)

Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem

atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan

spesifikasi yang diinginkan. Kualifikasi operasional dilakukan setelah

kualifikasi instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan alat yang

bersangkutan.

d. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)

Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem

atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja sesuai dengan spesifikasi yang

diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.

2.2.12.2 Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan

yang dilakukan.

Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil, peralatan dan sistem),

(27)

a. Validasi Metode Analisa

Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa

(cara/prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun

pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten

(terus-menerus). Dalam validasi metode analisa yang diuji atau divalidasi

adalah Protap atau Prosedur Tetap pengujian yang bersangkutan.

Protap tersebut bisa dibuat oleh bagian pengawasan mutu. Apabila protap

belum tersedia maka harus dibuat terlebih dahulu, baru divalidasi.

b. Validasi Proses Produksi

Tujuannya adalah:

− Untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur

produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin

(batch processing record), senantiasa mencapai hasil yang diinginkan

secara terus-menerus.

− Mengidentifikasi dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses

produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.

− Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi.

c. Validasi Proses Pengemasan

Tujuannya adalah:

− Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan

yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin (batch

packaging record) sesuai dengan persyaratan rekonsiliasi yang telah

(28)

− Operator yang melakukan proses pengemasan kompeten serta

mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan.

− Proses pengemasan yang dilakukan, tidak terjadi peristiwa mix-up

(campur baur) antar produk maupun antar bets.

d. Validasi Pembersihan

Tujuannya adalah:

− Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan

yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan

berulang-ulang (reliable and reproducible).

− Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif

karena efek pembersihan.

− Operator yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur

pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.

− Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah

(29)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

3.1 Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi

sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda.

Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, dan

selanjutnya pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada

TNI AD yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK

No. Kep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah proses serah terima pada

tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi

Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).

2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat

Angkatan Darat (DOAD).

Berdasarkan SK Dirkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13 September

1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi

Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada tanggal 15 Oktober 1970

LAFIAD dipisah kembali menjadi:

1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan

(30)

2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat

Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat

Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad

Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad

disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April

2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad.

3.2 Visi, Misi dan Tujuan Lafi Ditkesad 3.2.1 Visi

Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi salah satu lembaga produksi yang

mampu memenuhi kebutuhan obat yang bermutu bagi prajurit dan PNS TNI

Angkatan Darat serta keluarganya.

3.2.2 Misi

Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut:

− Memberikan jasa dan informasi yang terbaik terhadap penggunaan obat

(rational use of drug).

− Membantu fungsi pelayanan kesehatan atas ketersediaan obat atau produk

kesehatan lainnya untuk prajurit dan PNS TNI Angkatan Darat serta

keluarganya.

− Terlibat secara aktif dalam fungsi dukungan kesehatan pada penggunaan

kekuatan untuk prajurit tugas operasi.

− Memanfaatkan kapabilitas atau kemampuan produksi untuk kepentingan

(31)

3.2.3 Tujuan

− Terwujudnya kesehatan yang optimal bagi prajurit, PNS Angkatan Darat

serta keluarganya.

− Terwujudnya satuan kesehatan lapangan yang tangguh dalam dukungan

kesehatan.

− Terwujudnya instalasi kesehatan yang prima dalam pelayanan kesehatan.

− Meningkatnya kemampuan lembaga produksi dalam mendukung bekal

kesehatan.

− Meningkatnya kemampuan penelitian dan pengembangan dalam

mendukung pembinaan kesehatan melalui kaidah-kaidah ilmiah.

− Meningkatnya pelaksanaan fungsi organik di satuan kesehatan.

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad

Lafi Ditkesad adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang

berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad)

struktur organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dapat dilihat pada

Lampiran 1. Tugas pokok Lafi Ditkesad adalah membantu Dirkesad dalam

menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan produksi, penelitian dan

pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok Ditkesad.

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad

Keputusan Kepala Staf TNI AD No. Kep/11/I/2004 tanggal 20 Januari

2004 tentang organisasi dan tugas Lafi Ditkesad telah mengalami perkembangan

dan perubahan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih

(32)

pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi Lafi Ditkesad dapat dilihat pada

lampiran 2.

Susunan organisasi adalah sebagai berikut:

3.4.1 Eselon Pimpinan

1. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi

Kalafi dijabat oleh seorang TNI Angkatan Darat berpangkat Kolonel

CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab

kepada Direktur Kesehatan Angkatan Darat.

2. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi

Wakalafi dijabat oleh seorang TNI Angkatan Darat, berpangkat Letnan

Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung

jawab langsung kepada Kalafi.

3.4.2 Eselon Pembantu Pimpinan

1. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Pa Ahli Lafi

Pa Ahli Lafi dijabat oleh TNl Angkatan Darat berpangkat Letnan

Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya

bertanggung jawab langsung kepada Kalafi.

2. Bagian Administrasi Logistik atau Bagminlog.

Kabag Minlog dijabat oleh TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan

Kolonel CKM, dalam pelaksanaaan tugas dan kewajibannya bertanggung

(33)

3.4.3 Eselon Pelayanan (Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam atau Si TUUD)

Kepala seksi atau Kasi TUUD dijabat oleh seorang TNI Angkatan Darat

berpangkat Mayor CKM dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya

bertanggung jawab kepada Kalafi.

3.4.4 Eselon Pelaksana

Eselon pelaksana dijabat oleh lima Kepala Instalasi (Ka. Instal), yaitu:

1. Instalasi Penelitian dan Pengembangan, disingkat Installitbang

Kainstallitbang dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat

berpangkat Letnan Kolonel CKM, dalam melaksanakan tugasnya dibantu

oleh dua Kepala Seksi (Kasi) yang masing-masing dijabat oleh Pamen

TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM, terdiri dari:

a. Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi, disingkat

Kasilitbangprod.

b. Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metode dan

Personel, disingkat Kasilitbangsistodapers.

Kainstallitbang dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab

kepada Kalafi.

2. Instalasi Produksi atau Instalprod.

Kainstalprod dijabat oleh seorang Pamen TNI Angkatan Darat berpangkat

Letnan Kolonel CKM (Berkualifikasi Apoteker), dalam pelaksanaan tugas

(34)

3. Instalasi Pengawasan Mutu atau Instalwastu

Kainstalwastu dijabat oleh seorang TNI Angkatan Darat berpangkat

Letnan Kolonel CKM (berkualifikasi Apoteker) dan dalam pelaksanaan

tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

4. Instalasi Pemeliharaan dan sistem penunjang atau Instalhar dan Sisjang.

Kainstalhar dan Sisjang dijabat oleh TNI Angkatan Darat berpangkat

Mayor CKM dan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung

jawab kepada Kalafi.

5. Instalasi Penyimpanan atau Instalsimpan

Kainstalsimpan di.jabat oieh TNI Angkatan Darat berpangkat Mayor CKM

dan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad

Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri dari militer dan

Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun data personil Lafi Ditkesad Bulan Mei 2010

[image:34.595.150.475.539.755.2]

berdasarkan jenjang pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Mei 2010 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya. No (1) Kualifikasi (2) Militer (3) PNS (4)

1 S2 MARS 1 0

2 S2 Farmasi 3 1

3 S2 Manajemen 1 0

4 Apoteker 6 2

5 S1 Kimia 1 0

6 S1 Farmasi 2 0

7 Sarjana Lain-lain 1 2

8 SM Kimia 1 0

9 D3 Analis Medis / Kesehatan/ Komp 2 1

10 Asisten Apoteker 3 6

11 Analis 0 2

(35)

14 SLTA (SMA, SMEA, STM, MAN) 24 69

15 SLTP (SMP, SMEP, ST) 1 18

16 SD 0 3

Jumlah 48 105

3.6 Sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi merupakan salah satu badan pelaksana di tingkat

Ditkesad yang bertugas melaksanakan fungsi penelitian, pengembangan dan

produksi obat-obatan, yang mengharuskan lembaga ini mengikuti peraturan

pemerintah melalui keputusan MenKes RI No. 43/MenKes/SK/II/1988 tentang

Cara Pembuatan Obat Yang Baik.

Dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas maka dimulailah

pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan rancang

bangun sesuai CPOB dan perkembangan teknologi di bidang industri farmasi.

Pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah Rencana Induk Pembangunan

(RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad mendapatkan persetujuan dari

Dirjen POM Depkes RI dengan surat keputusan No. 02.01.2.4.96.665 tanggal 28

Februari 1996. Bangunan gedung ini terdiri dari ruang produksi non β-laktam,

β-laktam, sefalosporin, kantin/mushola/poliklinik, laboratorium, kantor dan lobi.

Pembangunan dan pekerjaan yang sudah dilaksanakan Lafi Ditkesad pada

saat ini adalah:

1. Bangunan

a. Sebagian bangunan Produksi Betalaktam.

b. Bangunan Produksi Non Betalaktam.

(36)

d. Fasilitas sumber air PDAM dan air baku farmasi untuk seluruh kebutuhan

Instalasi Produksi (Betalaktam dan non Betalaktam), Instalasi Pengawasan

Mutu dan perkantoran.

e. Fasilitas gardu listrik mencakup seluruh kebutuhan Instalasi Produksi,

Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran.

f. Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mengolah

limbah pabrik.

g. Unit ketel uap yang mencakup kebutuhan seluruh pabrik.

h. Kompresor udara bertekanan yang mampu mendukung seluruh kebutuhan

pabrik.

i. Air Handling System (AHS) untuk unit produksi Betalaktam, ruang

laboratorium mikrobiologi dan Instalasi Pengawasan Mutu dan sebagian

unit produksi Non Betalaktam sudah terpasang dan memenuhi syarat

CPOB.

2. Peralatan

Peralatan untuk betalaktam, non betalaktam dan instalasi pengawasan mutu

sudah terpasang dan memenuhi syarat CPOB. Dokumen protap untuk sediaan

betalaktam dan non betalaktam yang telah dibuat sudah dilaksanakan sesuai

aturan CPOB.

3. Pelatihan CPOB

Pelatihan CPOB umum dan khusus baik untuk betalaktam dan non beta

(37)

4. Sertifikasi CPOB

Sertifikasi CPOB yang telah diterima oleh Lafi Ditkesad sampai bulan

Februari 2007 ditujukan untuk sediaan betalaktam dan non betalaktam.

a. Sertifikat CPOB untuk sediaan betalaktam:

1) Tablet Antibiotika Penisilin dan turunannya

2) Tablet salut Antibiotika Penisilin dan turunannya

3) Kapsul keras Antibiotika Penisilin dan turunannya

4) Suspensi kering oral Antibiotika Penisilin dan turunannya

5) Serbuk steril injeksi Antibiotika Penisilin dan turunannya

b. Sertifikat CPOB untuk Sediaan non betalaktam:

1) Tablet biasa non Antibiotik

2) Tablet salut non Antibiotik

3) Kapsul keras non Antibiotik

4) Serbuk oral non Antibiotik

5) Cairan obat luar non Antibiotik

Sertifikasi ini merupakan pengakuan Badan Pengawas Obat dan Makanan

yang berlaku selama industri menjalankan prinsip CPOB yang telah

ditetapkan.

3.7 Kegiatan Lafi Ditkesad

Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi

obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang,

proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan

(38)

3.7.1 Kegiatan Bagminlog

Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad

dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan

(Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah

dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan

Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana

pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar

kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan

dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.

Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang

terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas.

Perencanaan tersebut disusun berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah

ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana

dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap

instalasi atau bagian di Lafi Ditkesad.

Pengadaan barang dilakukan oleh Ditkesad melalui panitia pengadaan atau

lelang, kemudian Dirkesad membentuk tim komisi penerimaan barang yang

bertugas memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisik, uji kimia dan

uji mutu dilakukan oleh Instalwastu. Setelah barang lulus uji mutu maka dibuat

Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) penerimaan. Bila barang

yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi diminta atau tidak memenuhi syarat,

maka barang akan dikembalikan untuk diganti, kemudian barang yang lolos

administrasi dan uji mutu dikirim ke Gudang Pusat II yang disertai dengan surat

(39)

3.7.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)

Pengawasan mutu merupakan bagian internal dari suatu produksi obat.

Instalwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas

bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah

didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Selain itu instalasi

pengawasan mutu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja

yang meliputi pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas

penunjang lainnya seperti pemeriksaan sirkulasi udara, pengendalian mutu air dan

pemeriksaan limbah

Kegiatan instalasi pengawasan mutu tersebut dilaksanakan pada tahap

persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi.

Beberapa kegiatan instalasi pengawasan mutu diantaranya:

1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metoda analisa

yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.

2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan

pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan

didokumentasikan.

3. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian.

4. Menyimpan contoh pertinggal setiap bets produk jadi dan bahan baku serta

Catatan Pengujian atau Pemeriksaan.

5. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi

meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan bahan pengemas.

(40)

6. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan

memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap

produksi sampai hasil produk akhir.

7. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh.

Dicatat pada Catatan Pengujian sediaan jadi (Blanko Hasil Pengujian

Laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 4,5,6).

8. Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan Bets dan Catatan

Pengemasan Bets) sebelum obat diluluskan.

9. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi

penyimpanan dan masa edar suatu produk.

10. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.

11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau

didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama

untuk sediaan antibiotika.

Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan

didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian.

Bangunan instalasi pengawasan mutu terdiri dari:

1. Laboratorium kimia

Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang

pemeriksaan mutu secara kimia, lemari asam dan climatic chamber.

2. Laboratorium mikrobiologi

Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril dan Laminar

(41)

3. Laboratorium fisika

Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan

tablet, keregasan tablet, waktu hancur tablet dan alat uji kebocoran strip.

4. Ruang Instrumen

Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV–

Vis, alat uji disolusi dan HPLC.

5. Ruang Uji Coba

6. Ruang timbang

7. Ruang contoh pertinggal

Ruang ini sebagai tempat penyimpanan contoh Bets dari tiap item yang

diproduksi Lafi dengan masa simpan satu tahun setelah masa kadaluarsa.

8. Gudang reagen

9. Perpustakaan

10. Ruang staff

3.7.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang)

Dalam menjalankan perannya, Installitbang melakukan penelitian terhadap

produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang

lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian

dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi:

1. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan

pengemas (embalage).

2. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk

(42)

3. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi

perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya.

4. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.

3.7.4 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)

Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi

perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan

oleh Lafi Ditkesad berupa produk betalaktam dan produk non betalaktam, dimana

masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda. Pada Instalprod

terdapat empat seksi yaitu: seksi sediaan non betalaktam, seksi sediaan

betalaktam, seksi sediaan sefalosporin dan seksi kemas. Masing-masing seksi

dikepalai oleh seorang Apoteker.

Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad tidak diperdagangkan bagi

masyarakat umum, dan belum memiliki nomor registrasi, namun demikian proses

produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan

oleh Badan POM.

Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan

dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record)

yang disusun oleh tim CPOB dan disetujui oleh Kainstalprod dan Kainstalwastu,

kemudian didistribusikan dan didokumentasikan. Hal yang diuraikan dalam

catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets adalah kode produk, nama

produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan, tanggal dan cara

pengolahan serta tanggal dan cara pengemasan.

Selain itu dalam catatan pengolahan bets diuraikan mengenai komposisi,

(43)

Pada catatan pengemasan bets di cantumkan tentang penerimaan bahan pengemas,

prosedur pengemasan primer, prosedur pengemasan sekunder pelulusan oleh

pengawasan mutu, rekonsiliasi pengemasan dan pengiriman obat jadi ke

Instalsimpan.

Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan

digunakan dan dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan catatan pengolahan bets

dan catatan pengemasan bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan

dari Instalsimpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing

seksi produksi, yaitu seksi sediaan non Betalaktam, seksi sediaan Betalaktam,

seksi sediaan Sefalosporin.

1. Seksi Sediaan Non Betalaktam

Seksi sediaan Non Betalaktam dipimpin oleh seorang Apoteker yang

bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi produksi. Pada seksi ini

memproduksi obat-obatan yang terdiri dari: sediaan tablet, sediaan kapsul,

salep, sirup basah dan cairan obat luar.

2. Seksi Sediaan Betalaktam

Seksi sediaan betalaktam dikepalai oleh seorang kepala seksi yang

bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Produksi. Produksi betalaktam di

Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB pada tanggal 1 Juni 2000.

Proses produksi betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan

produksi Non betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang.

Gedung produksi betalaktam telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara

(44)

lock). Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk

memudahkan pembersihan.

Ruang kelas I terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), dimana dilakukan

pengisian ke dalam vial. Ruang kelas II meliputi loker, koridor kelas II, air

shower, dan ruang staging sterile. Ruang kelas III meliputi ruang timbang,

ruang staging, ruang campur, ruang cetak tablet, ruang karantina, ruang salut

film, ruang penyetripan, ruang isi kapsul, ruang isi sirup kering, ruang cuci

vial, ruang botol bersih, ruang simpan alat, ruang IPC, ruang janitor, loker

kelas III wanita dan pria. Ruang kelas IV meliputi ruang coding, ruang

kemas, ruang karantina obat jadi, ruang gudang sejuk, ruang gudang

botol/vial, ruang cuci botol, ruang simpan alat, ruang laundry dan loker kelas

IV wanita dan pria.

Sistem pengaturan udara (Air Handling System/AHS) untuk ruang kelas

I dan kelas II dilakukan dengan sistem recycle (udara dari kelas II disaring

kemudian ditambah udara segar 10-20%), kemudian udara yang masuk

disaring dengan HEPA filter. Sementara untuk ruang kelas III dengan sistem

pengolahan udara terbuka (udara segar yang masuk disaring dengan pre-filter

dan medium filter). Kondisi ruangan di Betalaktam selalu diukur secara

berkala untuk mengukur pertukaran udara, suhu udara, kelembaban dan

jumlah partikel. Setiap personel yang masuk ke ruangan Betalaktam

diharuskan menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang

berupa masker, sepatu dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan dan

saat keluar dari ruangan diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan

(45)

melaksanakan kegiatan produksi, setiap personil diharuskan untuk

membersihkan diri dengan mandi.

Produk yang dihasilkan saat ini oleh seksi sediaan betalaktam Lafi

Ditkesad yaitu:

a. Kapsul Ampisillin 250 mg

b. Kapsul Amoksisillin 250 mg

c. Sirup kering Ampisillin 60 ml

d. Sirup kering Amoksisillin 60 ml

e. Kaplet Amoksisillin 500 mg

f. Kaplet Ampisillin 500 mg

3. Seksi Sediaan Sefalosporin

Seksi sediaan sefalosporin dikepalai oleh seorang Kasi yang

bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Produksi. Produksi Sefalosporin

belum dimulai karena bangunan produksi untuk sefalosporin belum siap untuk

melaksanakan kegiatan produksi.

4. Seksi Kemas

Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kaplet, kapsul, sirup,

salep, dan cairan obat luar. Pengemasan tablet dilakukan setelah proses

stripping. Tablet yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan

ke dalam sak plastik dilengkapi dengan brosur lalu diseal, setiap sak plastik

berisi 25 strip, tiap-tiap strip berisi 10 tablet. Hasil seal kemudian dimasukkan

ke dalam dus dilengkapi dengan identitas berupa slip pak dimana setiap dus

(46)

a. Untuk tablet dengan diameter 6,5-7,5 mm, setiap dus berisi 50 sak

plastik.

b. Untuk tablet dengan diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 sak

plastik.

c. Untuk kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 sak plastik.

Setelah pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan oleh Instalasi

Pengawasan Mutu dan tim komisi, kemudian Instalwastu menempelkan label

released di kemasan sekunder dan setelah diperiksa oleh tim komisi seksi

kemas membuat laporan administrasi yang terdiri dari laporan bulanan dan

bukti penyerahan obat jadi yang dikirim ke Instalasi Penyimpanan.

3.7.5 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan)

Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan) bertanggung jawab terhadap

penyimpanan barang- barang yang berkaitan dengan setiap proses kerja yang

berlangsung di Lafi Ditkesad yaitu produksi, pengawasan mutu, administrasi dan

logistik serta proses pendukung lainnya. Barang- barang yang disimpan di gudang

Instalsimpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang. Adapun penyelenggaraan

administrasi yang menyertai pemindahan tanggung jawab dari Instalsimpan ke

Gudang Pusat II dan sebaliknya adalah sebagai berikut:

1. Perintah Pengiriman Material (PPM)

2. Perintah Penerimaan Material (PPnM)

3. Berita Acara Penyerahan Barang (BAPB)

4. Bukti Pengeluaran (BP)

5. Blanko Kartu Gudang

(47)

8. Kartu Kendali

9. Buku Harian Penerimaan Barang

10. Buku Besar Penerimaan dan Pengeluaran Barang

Kegiatan yang dilakukan oleh Instalsimpan meliputi :

1. Menerima dan menyimpan bahan baku, bahan pendukung produksi,

reagensia, dan bahan lain serta peralatan produksi dari Gudang Pusat II.

2. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain

serta peralatan kepada bagian dan Instalasi yang membutuhkan.

3. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi

4. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II.

Instalsimpan mempunyai 2 gudang terpisah untuk material non betalaktam

dan betalaktam. Material non betalaktam disimpan di instalsimpan yang memiliki

ruang-ruang dengan 2 kelas yang berbeda tingkat kebersihannya yaitu kelas III

dan IV terdiri dari ruang timbang, ruang stagging yang digunakan untuk

penyimpanan bahan baku obat yang sudah ditimbang, dan ruang sampling. Kelas

IV terdiri dari ruang administrasi, gedung bahan baku, gudang bahan pendukung,

gudang bahan kemas, gudang cairan, gudang sejuk untuk menyimpan bahan baku

obat dan bahan pendukung yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus dan

gudang obat jadi.

Material untuk produksi betalaktam disimpan tersendiri di gedung

produksi betalaktam. Penyimpanannya juga dibagi menjadi 2 kelas yaitu kelas III

(ruang timbang dan ruang stagging) dan kelas IV (ruang sejuk, ruang bahan baku

(48)

3.7.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang

Instalasi pemeliharaan dan sistem penunjang merupakan pelaksana fungsi

pemeliharaan dan perbaikan terhadap alat produksi sehingga siap digunakan,

penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan

produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan

pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan

dilaporkan kepada Kalafi.

Fasilitas pendukung (utility) yang ada di Lafi Ditkesad adalah: pengolahan

air baku farmasi, instalasi listrik, instalasi boiler (steam), instalasi udara

bertekanan, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan sistem pengaturan udara

(AHS). Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility ini adalah Kepala Instalasi

Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar & Sisjang).

Fasilitas utility terdiri dari:

1. Listrik

Sumber listrik Lafi Ditkesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 1000

kW. Pada saat ini belum digunakan generator karena beberapa pertimbangan

antara lain karena jarang terjadi pemadaman listrik dari PLN dan penggunaan

generator terdapat delayed bila listrik dari PLN padam. Tetapi pada produksi

steril diperlukan adanya aliran listrik secara terus-menerus sehingga

dipertimbangkan untuk menggunakan generator.

2. Pengolahan Air Demineralisata

Sumber air bersih didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) yang kemudian diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi

(49)

digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi steril maupun nonsteril.

Pemilihan PDAM sebagai sumber air oleh Lafi Ditkesad adalah karena

banyaknya kandungan logam pada air tanah.

Jenis-jenis air di Industri Farmasi, terdiri dari:

a. Raw Water

Merupakan air yang berasal dari 3 sumber, antara lain: air tanah, air sungai

dan PDAM.

b. Drinking Water

Merupakan air yang telah mengalami proses pengolahan, yang dapat

digunakan untuk air minum.

c. Purified Water

Merupakan air yang telah mengalami atau melalui proses penyaringan,

penukaran ion, dan penyaringan kembali. Tahap-tahap pengolahan air

hingga menjadi purified water dengan cara demineralisasi, antara lain:

1) Saringan Pasir (sand filter)

Menyaring secara fisik menggunakan pasir silika dan berfungsi untuk

mengikat partikel-partikel yang terbawa oleh air selama pengolahan air

di PDAM.

2) Saringan Karbon (carbon filter)

Berfungsi untuk menyerap bau, rasa, warna, kontaminan organik dan

unsur klor yang ditambahkan pada pengolahan air di PDAM.

3) Resin Kation

Resin kation berfungsi untuk menghilangkan ion-ion positif pada air

(50)

4) Resin Anion

Resin anion berfungsi untuk menghilangkan ion-ion negatif dan

ditukar dengan ion hidroksida, sehingga menghasilkan air dengan

kandungan Total Dissolved Solid (TDS) kurang dari 8 ppm dan silika

kurang dari 0,1 ppm. Setelah mengalami beberapa tahap pemurnian,

air demineralisata dialirkan ke ruangan-ruangan produksi dan

laboratorium untuk digunakan.

5) Tangki Penampung

Setelah mengalami beberapa tahap pemurnian, air demineralisata

ditampung dalam tangki penampung untuk dialirkan ke

ruangan-ruangan produksi untuk digunakan sesuai dengan keperluan.

d. High Purified Water

Merupakan air yang diperoleh dari hasil penyaringan Purified Water, yang

difilter dengan Cartridge Filter 0,2-0,3 µm.

e. Water for Injection

Merupakan air yang telah mengalami destilasi. Air ini digunakan untuk

sediaan akhir yang akan disterilkan kembali (untuk zat berkhasiat yang

tahan terhadap pemanasan).

f. Sterile Water for Injection

Merupakan air yang telah mengalami destilasi kemudian disterilkan. Air

ini digunakan untuk sediaan akhir yang tidak dapat disterilisasi akhir

(51)

3. Boiller (Steam)

Air baku untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata

yang diberi tekanan melalui pompa air masuk ke filter kemudian ditampung

di dalam tangki stainless steel untuk mensuplai steam. Air dipanaskan

melalui boiler hingga menjadi uap. Alat ini bekerja secara semi otomatik

dengan alat-alat pengaman yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan

dialirkan melalui pipa ke ruang-ruang produksi yang membutuhkannya.

4. Udara Bertekanan

Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang

bekerja secara otomatis dengan alat pressure switch. Kompresor juga

dilengkapi dengan air dryer, main line filter, mist separator dan micro mist

separator. Instalasi kompresor ini digunakan hanya pada peralatan yang

memerlukan udara bertekanan seperti mesin stripping (udara bertekanan

digunakan untuk menggerakkan pisau pemotong strip).

5. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari

lingkungan di sekitar industri tersebut. Limbah Lafi Ditkesad berasal dari

proses produksi dan proses pengujian yang terbagi atas limbah padat dan

limbah cair.

Pada produksi obat non betalaktam, pengolahan limbah padat

dilakukan dengan menggunakan dust collector dimana limbah berupa debu

disedot dari ruang produksi dengan blower kemudian dikumpulkan dalam

(52)

penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah dengan air washer. Sedangkan

limbah cair produksi non betalaktam langsung dialirkan ke Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Pada produksi betalaktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah

melalui air washer, dimana limbah padat (debu-debu) disedot oleh blower

dari ruangan yang berdebu seperti ruang strip, isi kapsul, cetak, coating,

campur dan ruang isi sirup kering, kemudian disemprot dengan air bertekanan

4 bar sehingga debu akan jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak

destruksi yang dilengkapi dengan dozing pump dan pH meter. Cairan ini

didestruksi untuk memecah cincin Betalaktam dengan menggunakan larutan

NaOH 0,1 N yang diteteskan secara otomatis sampai diperoleh pH 9.

Sedangkan limbah cair produksi obat Non Betalaktam tidak mengalami

proses destruksi. Selanjutnya, limbah hasil produksi betalaktam dialirkan ke

IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Pengolahan limbah pada IPAL menggunakan prinsip fisika, kimia dan

mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan mengendapkan kotoran pada bak

pengendap. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan Poly

Aluminium Chloride pada bak koagulasi dan polimer anionik pada bak

flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan dengan mengembangbiakkan bakteri

aerobik pada bak aerasi agar dapat menghancurkan zat organik. Untuk

menjaga pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea sebagai nutrisi untuk

bakteri.

Tahapan pengolahan air limbah di IPAL Lafi Ditkesad melibatkan

(53)

a. Bak Penampungan Awal

Air limbah yang masuk dari produksi Betalaktam yang telah

mengalami destruksi akan ditampung dan pengotornya diendapkan

dalam bak ini. Kemudian dialirkan ke bak pengendapan (sedimentasi

pertama).

b. Bak Sedimentasi Pertama

Disini terjadi proses pengendapan kembali. Di dalam bak ini

terdapat sekat-sekat yang menghambat laju aliran air sehingga reaksi

pengendapan berlangsung lama. Air limbah dari bak ini mengalir ke

bak equalisasi.

c. Bak Equalisasi

Disini terjadi proses fisika. Di bak ini material padat

dihancurkan dengan menggunakan Communitor, pasir terbawa

diendapkan. Bak ini dilengkapi dengan pompa untuk mengendalikan

fluktuasi jumlah air kotor yang tidak merata, yaitu pada jam kerja dan

di luar jam kerja. Bak ini juga terdapat pengaduk untuk mengaduk

bahan organik agar tidak mengendap.

d. Bak Aerasi dan Stabilisasi

Air limbah masuk ke dalam bak ini dengan menggunakan

pompa secara kontinyu. Di dalam bak ini limbah diolah menggunakan

bakteri aerob (jenis SGP-50) yang berguna untuk menghancurkan

zat-zat organik. Bak ini dilengkapi dengan aerator untuk memasukkan

oksigen dari udara yang dihasilkan oleh blower dan ditransfer ke

(54)

sintesis dan dekomposisi bahan pencemar menjadi gas yang tidak

mencemari. Di dalam bak ini dilakukan juga pengadukan untuk

menjamin seluruh material yang ada di dalam limbah cair dalam

kondisi tersuspensi.

e. Bak Sedimentasi Kedua (Clarifier)

Air limbah dari bak aerasi mengalir ke dalam bak sedimentasi

kedua. Dalam bak ini air mengalami penjernihan. Bak ini memiliki

dinding pemisah bergerigi untuk menahan pengotor dan dasar yang

berbentuk kerucut untuk mengendapkan sedimen sehingga air yang

mengalir ke bak koagulasi hanya cairannya saja.

f. Bak Koagulasi

Cairan dari bak sedimentasi kedua masuk ke dalam bak

koagulasi. Di dal

Gambar

Tabel 1.  Data Personil Lafi Ditkesad Bulan Mei 2010 Berdasarkan Jenjang Pendidikannya
Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Farmasi (kep-

Referensi

Dokumen terkait

gudang antara lain bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk

Untuk validasi proses di Lafi Ditkesad mencakup validasi proses baru ketika menggunakan alat atau formula standart baru dalam memproduksi suatu obat, validasi bila terjadi

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau.. beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena

Dokumen mengenai seluruh kegiatan terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan

Pengemasan sediaan jadi di Lafi Ditkesad juga telah memenuhi persyaratan CPOB, dimana proses pengawasan terhadap kebocoran strip atau kebocoran sediaan (untuk sediaan cair)

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau.. beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena

farmasi hasil produksi Lafiau, sediaan obat jadi yang dibeli dari industri lain dan. peralatan kesehatan yang diadakan oleh Disadaau (Dinas Pengadaan

43/MenKes/ SK/II/1998 menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat.. Wan Risa Puspita Baros : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat