PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK BIDAN TERHADAP KENYAMANAN IBU PRA PERSALINAN DI KECAMATAN
MEDAN MARELAN
TESIS
Oleh
ERWITA 107032119/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF MIDWIVES’ THERAPEUTIC COMMUNICATION ON MOTHERS’ COMFORT PRIOR TO CHILDBIRHT
AT MEDAN MARELAN SUBDISTRICT
THESIS
BY
ERWITA 107032119/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK BIDAN TERHADAP KENYAMANAN IBU PRA PERSALINAN DI KECAMATAN
MEDAN MARELAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERWITA 107032119/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI
TERAPEUTIK BIDAN TERHADAP KENYAMANAN IBU PRA PERSALINAN
DI KECAMATAN MEDAN MARELAN Nama Mahasiswa : Erwita
Nomor Induk Mahasiswa : 097032044
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (Dra. Syarifah, M.S Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 17 Januari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S
PERNYATAAN
PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK BIDAN TERHADAP KENYAMANAN IBU PRA PERSALINAN DI KECAMATAN
MEDAN MARELAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2013
ABSTRAK
Pengamatan pendahuluan di Kecamatan Medan Marelan menunjukkan bahwa masih banyak ibu merasa tidak nyaman untuk menghadapi proses persalinan. Hal ini terkait dengan faktor komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) dari bidan.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang akan menghadapi persalinan yang ada di Kecamatan Medan Marelan yang berjumlah 229 orang dan sampel sebesar 68 orang. Data penelitian ini diperoleh dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α = 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) terhadap kenyamanan pra persalinan di Kecamatan Medan Marelan.
Disarankan kepada bidan untuk meningkatkan komunikasi terapeutik dalam upaya meningkatkan kenyamanan pra persalinan dengan cara mengumpulkan ibu hamil untuk pelaksanaan konseling, kepada tenaga kesehatan khususnya di wilayah kerja Kecamatan Medan Marelan agar lebih aktif melakukan komunikasi terapeutik tentang persalinan kepada ibu dan kepada ibu pra persalinan hendaknya tidak perlu merasa tidak nyaman dalam menghadapi persalinan karena kenyamanan ibu dalam menghadapi persalinan akan membantu ibu untuk siap menghadapi proses persalinan.
ABSTRACT
At the health center Marelan Medan shows that many mothers feel uncomfortable to deal with labor. It is associated with therapeutic communication factors (openness, empathy, being supportive, positive attitude, and equity) of midwives.
This study aimed to clarify the effect of therapeutic communication factors (openness, empathy, being supportive, positive attitude and equality) to antenatal maternal comfort in Medan Marelan Work Area Health Center. This research is an explanatory survey research. The population in this study are all women who will face labor (Data Health Center in September 2012) in Medan District Marelan amounting to 229 people and a sample size of 68 people. The data were obtained by interview using a questionnaire and analyzed by multiple logistic regression at α = 5%.
The results of this study indicate that there are effects of therapeutic communication (openness, empathy, being supportive, positive attitude and equity) for comfort at the health center antenatal Marelan Medan.
It is suggested that midwives to enhance therapeutic communication in an effort to improve the comfort of antenatal pregnant women by collecting for the implementation of counseling, the health workers, especially in health centers Medan District Marelan to be more active in therapeutic communication about delivery to the mother and to the ante-natal mothers should not have to feel uncomfortable in the face of labor for maternal comfort in the face of labor will help women to prepare for childbirth.
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Komunikasi Terapeutik (Keterbukaan, Empati, Sikap Mendukung, Sikap Positif dan Kesetaraan) Bidan terhadap Kenyamanan Ibu Pra Persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan ”.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan,
bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu
izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku ketua komisi pembimbing yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan
waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis
selesai
6. Dra. Syarifah, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu
untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
7. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG(K) sebagai komisi penguji dan pembanding
yang telah banyak memberikan arahan, saran dan masukan demi kesempurnaan
penulisan tesis ini.
8. Masleny Lubis, S.Kep, M.A.R.S sebagai komisi penguji atau pembanding yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan
tesis ini.
9. Camat Kecamatan Medan Marelan dan jajarannya yang telah berkenan
memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai
penelitian ini.
10. Dosen dan Staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
11. Teman-teman mahasiswa Angkatan 2010 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
12. Suami Ir. H. Chairiadi dan anak-anak tercinta Sapta Adhitya Wibowo,ST, Shara
Ocvita Ningrum dan Tasha Ningtyas Suri atas pengertian dan selalu memberi
semangat
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Januari 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Erwita, lahir pada tanggal 28 Maret 1964 di Medan anak ke 4 dari 5
bersaudara dari pasangan ayahanda M.Samin dan ibunda Almarhumah Hj.Siti
Aminah, mempunyai suami Ir.H.Chairiadi, 1 orang putra dan 2 orang putri.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar
Negeri, selesai Tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri IX Medan, selesai
tahun1980, Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Medan, selesai Tahun 1983, Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, selesai Tahun 1995.
Penulis mulai bekerja di Rumah Sakit Widya Husada Medan tahun 1996
sampai tahun 2002, sebagai Direktris Akademi Kebidanan Widya Husada Medan
tahun 2002 sampai sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan menyelesaikan studi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Hipotesis ... 8
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Komunikasi ... 10
2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi ... 10
2.1.2. Unsur-Unsur Komunikasi ... 10
2.1.3. Bentuk-Bentuk Komunikasi ... 11
2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal (Face to Face) ... 11
2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) ... 15
2.1.4. Komunikasi Terapeutik ... 19
2.1.5. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik ... 19
2.1.6. Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 20
2.1.7. Hal yang Harus Diperhatikan Petugas Kesehatan .. 21
2.1.8. Tehnik-Tehnik Komunikasi Terapeutik ... 23
2.2. Kenyamanan ... 25
2.2.1. Pengertian Kenyamanan ... 25
2.2.2. Kebutuhan Rasa Nyaman ... 26
2.2.3. Prinsip Umum Sayang Ibu ... 27
2.2.4. Asuhan Ibu Selama Persalinan ... 27
2.3. Persalinan ... 29
2.3.1. Etiologi ... 30
2.3.2. Tanda dan Gejala Persalinan ... 31
2.3.3. Faktor-faktor yang Penting Dalam Persalinan ... 32
2.4. Landasan Teori ... 33
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35
3.1. Jenis Penelitian ... 35
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.3. Populasi dan Sampel ... 36
3.3.1. Populasi ... 36
3.3.2. Sampel ... 36
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37
3.4.1. Jenis Data ... 37
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39
3.5.1. Variabel Bebas ... 39
3.5.2. Variabel Terikat . ... 41
3.6. Metode Pengukuran ... 42
3.7. Metode Analisis Data ... 43
3.7.1. Analisis Univariat... 43
3.7.2. Analisis Bivariat ... 43
3.7.3. Analisis Multivariat ... 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 45
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45
4.2. Karakteristik Responden ... 46
4.2.1. Distribusi Karakteristik Ibu yang Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan Marelan 46
4.3. Analisis Univariat ... 47
4.3.1. Komunikasi Terapeutik ... 47
4.3.2. Kenyamanan Ibu Pra Persalinan ... 58
4.4. Analisis Bivariat ... 58
4.5. Analisis Multivariat ... 61
BAB 5. PEMBAHASAN ... 66
5.1. Pengaruh Faktor Komunikasi Terapeutik (Keterbukaan) . terhadap Kenyamanan Ibu Pra Persalinan di Kecamatan Medan Marelan ... 66
5.2. Pengaruh Faktor Komunikasi Terapeutik (Empati ) . terhadap Kenyamanan Ibu Pra Persalinan di Kecamatan Medan Marelan ... 68
5.3. Pengaruh Faktor Komunikasi Terapeutik (Sikap Medukung) terhadap Kenyamanan Ibu Pra Persalinan di Kecamatan Medan Marelan ... 69
5.5. Pengaruh Faktor Komunikasi Terapeutik (Kesetaraan) terhadap Kenyamanan Ibu Pra Persalinan di Kecamatan
Medan Marelan ... 73
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
6.1. Kesimpulan ... 77
6.2. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas Variabel Komunikasi Terapeutik (Keterbukaan, Empati, Sikap Mendukung, Sikap Positif dan
Kesetaraan) ... 38
3.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Komunikasi Terapeutik (Keterbukaan, Empati, Sikap Mendukung, Sikap Positif dan
Kesetaraan) ... 40
3.3 Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Pengukuran…………. 44
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan Marelan
……... 48 4.2 Distribusi Frekuensi Keterbukaan Bidan pada Ibu yang
Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan
Marelan ……….. 49
4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Keterbukaan Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan
Marelan….. ………... 50
4.4 Distribusi Frekuensi Empati Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan Marelan
……... 51
4.5 Distribusi Frekuensi Kategori Empati Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan
Marelan... 51
4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Mendukung Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan
Marelan ………... 52
4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Mendukung Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan
4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Positif Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan Medan Marelan...
54
4.9 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Mendukung Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan di Kecamatan
Medan Marelan ………. 54
4.10 Distribusi Frekuensi Kesetaraan Bidan pada Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan dalam Berkomunikasi di Kecamatan
Medan Marelan …... 55
4.11 Distribusi Frekuensi Kategori Kesetaraan Bidan Saat Berkomunikasi dan pada Ibu yang Akan Menghadapi
Persalinan di Kecamatan Medan Marelan ………. 56
4.12 Distribusi Frekuensi Kenyaman Ibu Pra Persalinan di
Kecamatan Medan Marelan ………. 57
4.13 Hubungan Komunikasi Terapeutik Bidan dengan Kenyamanan Ibu Pra Persalinan di Kecamatan Medan
Marelan ...………….... 59
5.14 Pengaruh Komunikasi Terapeutik (Keterbukaan, Empati, Sikap Mendukung dan Sikap Positif) Bidan terhadap Kenyamanan Ibu Pra Persalinan di Kecamatan Medan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Teori Devito (1997) ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kesioner ……….……… 79
2 Master Data Penelitian ……..………. 83
ABSTRAK
Pengamatan pendahuluan di Kecamatan Medan Marelan menunjukkan bahwa masih banyak ibu merasa tidak nyaman untuk menghadapi proses persalinan. Hal ini terkait dengan faktor komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) dari bidan.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang akan menghadapi persalinan yang ada di Kecamatan Medan Marelan yang berjumlah 229 orang dan sampel sebesar 68 orang. Data penelitian ini diperoleh dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α = 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) terhadap kenyamanan pra persalinan di Kecamatan Medan Marelan.
Disarankan kepada bidan untuk meningkatkan komunikasi terapeutik dalam upaya meningkatkan kenyamanan pra persalinan dengan cara mengumpulkan ibu hamil untuk pelaksanaan konseling, kepada tenaga kesehatan khususnya di wilayah kerja Kecamatan Medan Marelan agar lebih aktif melakukan komunikasi terapeutik tentang persalinan kepada ibu dan kepada ibu pra persalinan hendaknya tidak perlu merasa tidak nyaman dalam menghadapi persalinan karena kenyamanan ibu dalam menghadapi persalinan akan membantu ibu untuk siap menghadapi proses persalinan.
ABSTRACT
At the health center Marelan Medan shows that many mothers feel uncomfortable to deal with labor. It is associated with therapeutic communication factors (openness, empathy, being supportive, positive attitude, and equity) of midwives.
This study aimed to clarify the effect of therapeutic communication factors (openness, empathy, being supportive, positive attitude and equality) to antenatal maternal comfort in Medan Marelan Work Area Health Center. This research is an explanatory survey research. The population in this study are all women who will face labor (Data Health Center in September 2012) in Medan District Marelan amounting to 229 people and a sample size of 68 people. The data were obtained by interview using a questionnaire and analyzed by multiple logistic regression at α = 5%.
The results of this study indicate that there are effects of therapeutic communication (openness, empathy, being supportive, positive attitude and equity) for comfort at the health center antenatal Marelan Medan.
It is suggested that midwives to enhance therapeutic communication in an effort to improve the comfort of antenatal pregnant women by collecting for the implementation of counseling, the health workers, especially in health centers Medan District Marelan to be more active in therapeutic communication about delivery to the mother and to the ante-natal mothers should not have to feel uncomfortable in the face of labor for maternal comfort in the face of labor will help women to prepare for childbirth.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Agar persalinan berjalan lancar dan tidak perlu khawatir terhadap apa dan
bagaimana persiapan selama persalinan berjalan, tidak ada salahnya jika jauh-jauh
hari mempersiapkan kebutuhan persalinan tersebut. Berikut beberapa hal yang wajib
untuk membuat rencana persalinan yang meliputi tempat persalinan, memilih tenaga
kesehatan terlatih, siapa yang akan menemani persalinan, berapa biaya yang
dibutuhkan, siapa yang akan menjaga keluarganya jika ibu melahirkan, membuat
rencana pembuatan keputusan jika kegawat daruratan pada saat pembuat keputusan
utama tidak ada, siapa pembuat keputusan utama dalam keluarga, siapa yang akan
membuat keputusan jika si pembuat keputusan utama tidak ada saat terjadi kegawat
daruratan (Sholihah, 2009).
Setelah minggu-minggu terakhir kehamilan ibu waktu persiapan akan terasa
begitu sedikit dan kapan waktu persalinan akan terjadi kadang tak dapat dipastikan.
Untuk itu lebih baik jika ibu sudah mempersiapkan apa saja yang harus dibawa ke
rumah sakit pada saat hari yang ditunggu tersebut tiba. Setelah kehamilan ibu
mencapai sekitar 7 bulan atau akhir kehamilan 28 minggu persiapkanlah
barang-barang untuk persalinan yang akan dibawa ke rumah sakit dan masukkan kedalam
satu tas khusus. Ibu tidak boleh lupa memberitahukan suami ibu mengenai tas khusus
suami ibu pun tidak lupa untuk membawa serta tas besar yang telah ibu persiapkan
jauh-jauh hari sebelumnya ini (Mailani, 2010).
Memasuki bulan-bulan terakhir, dimana ibu sudah bersiap menghadapi
persalinan, sang ibu harus mempersiapkan mentalnya lebih kuat lagi. Pada periode
trimester ke tiga akhir, selain beban tubuh ibu semakin berat, ibu juga sering
mengalami perasaan takut karena membayangkan proses persalinan yang sulit dan
kamar operasi. Oleh karena itu, suami harus hadir sebagai pendamping yang bisa
menyamankan kondisi istri (Sarimpi, 2011).
Selain itu, kesiapan mental ibu pun sangat diperlukan ketika harus
menghadapi persalinan yang berisiko. Pada banyak kasus, persalinan tidak bisa
berjalan normal, ada perdarahan, persalinan panjang, bayi terlilit tali pusat, sungsang,
dan sebagainya, yang bisa saja mengancam nyawa ibu. Ada juga penyebabnya
penyakit penyerta ibu, misalnya diabetes mellitus, preeclamsi, sesak nafas dan
sebagainya. Bila mengetahui bahwa persalinan nanti akan bermasalah, sebaiknya
persiapan mental ibu dilakukan jauh hari sebelum persalinan. Dengan begitu bila
nantinya diperlukan berbagai tindakan darurat, ibu sudah langsung bisa mengatasi
kondisi mentalnya (Sarimpi, 2011).
Dukungan bidan sangat diperlukan agar psikis ibu bisa terangkat saat
menjalani proses persalinan. Dengan begitu ibu bisa lebih kuat, nyaman, percaya diri,
dan ringan ketika bersalin. Saat itu, rasa empati bidan pun dapat tumbuh lebih dalam,
sehingga penghargaan terhadap perjuangan ibu bisa tumbuh lebih sempurna.
persalinan. Ketika ibu panik dan kesakitan hingga berteriak-teriak, bidan amat
dituntut kesabaran dan ketenangannya untuk tetap menenteramkan dan mendukung
ibu dalam menjalani proses persalinan. Salah satu untuk mengatasi masalah seperti
ini dengan jalan komunikasi terapeutik bidan kepada ibu yang akan menghadapi
proses persalinan (Prayogi, 2012).
Komunikasi terapeutik bidan merupakan suatu pertukaran informasi, berbagi
ide dan pengetahuan bidan kepada ibu pra persalinan. Hal ini berupa proses dua arah
dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan atau dibagikan
melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai pemahaman bersama.
Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif yaitu antara
bidan dan ibu pra persalinan. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara
baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu, dan hal ini kadang-kadang disebut
pembelajaran partisipatif. Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun
karena kita sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana
kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak. Komunikasi yang
baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif yaitu antara bidan dan ibu pra
persalinan sehingga akan mengalami difusi inovasi bagi ibu dalam menghadapi pra
persalinan (Natsir, 2008).
Teori difusi inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu
inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang
waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan
communicated through certain channels over time among the members of a social
system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang
bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru,
atau dalam istilah Rogers (1971) difusi menyangkut “which is the spread of a new
idea from its source of invention or creation to its ultimate users or
adopters.” (Rogers, 1971).
Komunikasi yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang berhubungan
dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari
hal tersebut. Komunikasi terapeutik yang dilaksanakan oleh bidan akan memberikan
pengaruh terhadap kenyamanan ibu pra persalinan (Nengah , 2010).
Bidan sangat berpengaruh terhadap kondisi mental dan emosional ibu selama
persalinan. Mengurangi rasa takut, ketidak pastian, tekanan dan rasa kesepian akan
perasaan ibu jauh berbeda antara ibu yang merasa putus asa dan tidak dapat
mengontrol dengan ibu yang merasa aman dan percaya diri. Bidan harus
menggunakan kekuatan untuk membuat perasaan ibu merasa senang, aman dan
nyaman selama persalinan (Nengah, 2010).
Selain itu bidan dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam
tindakan kebidanan agar ibu pra persalinan atau keluarganya tahu tindakan apa yang
akan dilakukan pada ibu, kehadiran atau sikap benar-benar ada untuk ibu. Namun
pada kenyataannya banyak bidan yang tidak menerapkan komunikasi terapeutik
terhadap ibu pra persalinan. Bidan tersebut tidak lagi memberikan kenyamanan dan
komunikasi terapeutik memiliki peran yang sangat besar terhadap kenyamanan ibu
sebelum menghadapi persalinan (Tyastuti, 2008).
Ibu yang akan menghadapi persalinan, tanpa adanya komunikasi yang baik
dan seseorang yang ada disamping ibu ketika mengahadapi persalinan, ibu yang akan
menghadapi persalinan tersebut bisa mengalami stress. Hal ini akan berdampak buruk
bagi ibu dan calon bayinya nanti (Henderson, 2006).
Bidan bertanggung jawab memberikan motivasi, dukungan fisik, rasa
nyaman, aman dan percaya diri. Pada saat menjelang persalinan bidan juga
memberikan intervensi komunikasi terapeutik dengan memberikan informasi,
membantu ibu mengalihkan keluhan yang dialami ibu seperti rasa nyeri saat kontraksi
berlangsung. Dukungan ini akan menimbulkan efek positif terhadap persalinan dalam
arti dapat menurunkan angka morbiditas, mengurangi rasa sakit persalinan menjadi
lebih singkat dan menurunkan tingkat nyeri persalinan (Kartikasari, 2005).
Bidan yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja
akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan ibu, mencegah terjadi masalah
legal, memberikan rasa kepuasan profesional dalam pelayanan kebidanan dan
meningkatkan citra profesi kebidanan,tetap yang paling penting adalah mengamalkan
ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia (Tyastuti, 2008).
Secara sederhananya, komunikasi terapeutik merupakan perantara dalam
penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikate yang bertujuan untuk
efisiensi penyebaran informasi atau pesan (Burgon & Huffner, 2002). Efisiensi
informasi menjadi efisien. Oleh karena itu, bidan diharapkan mampu dalam
memberikan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang lebih efektif kepada ibu pra
persalinan sehingga mereka tidak lagi merasa tidak nyaman untuk menghadapi proses
persalinan (Kartikasari, 2005).
Di Indonesia pada saat ini komunikasi terapeutik tentang pra persalinan sudah
dilaksanakan dengan baik. Berbagai cara telah dilakukan misalnya dengan
penyuluhan, pengobatan gratis guna memaksimalkan komunikasi yang berguna
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ibu sehingga ibu pra persalinan dapat
merasa nyaman untuk menghadapi persalinan (Christina, 2003).
Ibu pra persalinan yang tidak mendapatkan komunikasi terapeutik untuk
menghadapi proses persalinan dapat mengakibatkan beban perasaan dan pikiran
selama proses persalinan, dan membuat itu tidak nyaman dalam menghadapi proses
persalinan sehingga kesehatan dan kejiwaan ibu dan proses persalinan tidak dapat
berjalan dengan semestinya. Sentuhan dan komunikasi terapeutik bidan terhadap
klien akan memberi rasa nyaman dan dapat membantu relaksasi (Christina, 2003).
Paradigma ibu hamil, masih menganggap persalinan itu merupakan pertaruhan
hidup dan mati, sehingga wanita yang akan melahirkan mengalami ketakutan,
khususnya takut mati baik bagi dirinya sendiri ataupun bayi yang akan dilahirkan.
Faktor psikis dalam menghadapi persalinan merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran dimana kecemasan atau ketegangan,
Menurut penelitian Cahyono (2010) dampak kurangnya komunikasi
terapeutik bidan terhadap ibu untuk menghadapi proses persalinan diperoleh bahwa
tingkat kecemasan pada ibu hamil untuk mengahadapi proses persalinan di dapat
tingkat berat sebesar 30%, tingkat sedang sebesar 55%, tingkat ringan sebesar 15%,
pada penelitian ini telah disarankan agar KIE yang
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Medan
Marelan didapat bahwa ada ibu merasa tidak nyaman dan ada juga merasa nyaman
untuk menghadapi proses persalinan. Berdasarkan hasil wawancara pada 10 orang ibu
pra persalinan diperoleh sebesar 70 % ibu merasa tidak nyaman untuk menghadapi
proses persalinan.Faktor yang menyebabkan ibu pra persalinan tidak nyaman untuk
menghadapi persalinan antara lain adalah faktor komunikasi terapeutik (keterbukaan,
empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) dari bidan dengan ibu pra
persalinan. Komunikasi terapeutik oleh bidan dengan ibu pra persalinan di
Kecamatan Medan Marelan sudah sering dilaksanakan oleh bidan, namun komunikasi
terapeutik tersebut belum sesuai dengan yang diharapkan.
baik dan benar dalam masa
kehamilan, dapat diterapkan dan diberikan kepada ibu dan mengikut sertakan peranan
orang terdekat dalam menghadapi persalinan.
Bidan kurang mengkomunikasikan kepada ibu pra persalinan tentang
keluhan-keluhan pra persalinan,hal-hal yang di alami oleh ibu terutama saat menghadapi
persalinan dan kurang berusaha untuk memberikan rasa nyaman berupa dorongan
atau motivasi terutama dalam hal psikologis dalam menghadapi persalinan.Pada
persalinan untuk meningkatkan persiapan ibu dalam menghadapi proses persalinan
yang akan dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh
komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan) terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan
Medan Marelan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung,
sikap positif dan kesetaraan) bidan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di
Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi
terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan)
bidan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan
Marelan.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh komunikasi terapeutik (keterbukaan, empati, sikap mendukung,
sikap positif dan kesetaraan) bidan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti
Sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti
khususnya tentang komunikasi terapeutik.
1.5.2. Bagi Kecamatan Medan Marelan
Sebagai informasi dalam upaya meningkatkan kenyamanan ibu pra persalinan
dalam menghadapi persalinan.
1.5.3. Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan kualitas pemberian komunikasi
terapeutik.
1.5.4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selajutnya sebagai referensi pengembangan ilmu kesehatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi
2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengopoperasian rangsangan (stimulus) dalam
bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi
perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon
dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi
verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol
disebut kmunikasi non-verbal (Setiawati, 2008).
2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi
Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang
lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain
diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni : Komunikator (source)
adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus antara
lain dalam bentuk informasi atau lebih tepatnya disebut pesan yang harus
disampaikan. Komunikan (recevier) adalah pihak yang menerima stimulus dan
memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon bisa aktif dalam bentuk
ungkapan ataupun pasif dalam bentuk pemahaman. Pesan (message) adalah isi
stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan. Unsur
digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada
komunikan (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi
2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal/Tatap Muka (Face to Face) 2.1.3.1.1. Pengertian
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal atau nonverbal
guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000).
Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah
komunikasi antar komunikator dengan komunika
sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator
mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan,
komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif,
berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk
bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003).
2.1.3.1.2. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito (1997) bahwa faktor-faktor efektivitas komunikasi
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus
dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin
menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,
tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan
yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang
kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk
daripada ketidak acuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan.
Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap
orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner
dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan
dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda
bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini
adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama
2. Empati (Empathy)
Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang
sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain
itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan
bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan
sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan
merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik
mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap
mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.
3.
Kita dapat
mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara
nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1)
keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang
sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh
perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
Sikap Mendukung (Supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap
mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan
berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap
mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan
4. Sikap Positif (Positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan
sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka
sendiri.
5.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin
lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada
yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila
suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua
pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan
interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik
lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada
sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan
pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl
Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak
bersyarat” kepada orang lain.
2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) 2.1.3.2.1. Pengertian
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan
sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon dalam (Wiryanto, 2005)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi,
menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy,
2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok
pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi.
Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi
2.1.3.2.2. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu
melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan
pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua
diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan
untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya
dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan
sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik
kelompok, yaitu:
1. Ukuran Kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung
pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat
dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,
masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi.
Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi
untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada
kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan
tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang
diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk
dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam
keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara
prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok
memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya
diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan
hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila
tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai
gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam
hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakmat (2004) menunjukkan
bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan
anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk
mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang
cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan
waktu oleh anggota-anggota kelompok.
2. Jaringan Komunikasi
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang.
Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk
kelompok tercepat dan terorganisir.
3. Kohesi Kelompok
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota
kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan
kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara
interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi
kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk
memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan
kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat
kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa
aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan
lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat
dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.
Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma
kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok
untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang
paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya
kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka
mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez
faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang
seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan
pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan
individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
2.1.4. Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk memengaruhi
orang lain. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional
yang mengarah pada tujuan yaitu memengaruhi kenyaman ibu pra persalinan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang bidan
dengan teknik-teknik tertentu. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara
untuk membina hubungan saling percaya terhadap ibu pra persalinan dan pemberian
informasi yang akurat kepada ibu pra persalinan, sehingga diharapkan dapat
berdampak pada peningkatan kenyamanan ibu pra persalinan yang akan menghadapi
proses persalinan.
2.1.5. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani (2005) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. Pertama,
hubungan bidan dengan ibu pra persalinan adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan. Hubungan bidan dengan ibu pra persalinan tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar
manusia yang bermartabat.
Kedua, bidan harus menghargai keunikan ibu pra persalinan. Tiap individu
dan perilaku ibu pra persalinan dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya dan keunikan setiap individu.
Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini bidan harus mampu menjaga harga
dirinya dan harga diri ibu pra persalinan.
Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan
alternatif pemecahan masalah, hubungan saling percaya antara bidan dan ibu pra
persalinan adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
2.1.6. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto (1994), tujuan komunikasi terapeutik adalah, membantu
klien atau pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya
sendiri.
Komunikasi terapeutik memegang peranan penting karena dengan komunikasi
yang baik diberikan oleh bidan dapat membantu ibu pra persalinan memperjelas dan
mengurangi beban pikiran ibu pra persalinan, meningkatkan pengetahuan ibu pra
persalinan dan diharapkan dapat memengaruhi ibu pra persalinan untuk menanamkan
2.1.7. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Bidan dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam melakukan komunikasi terapeutik, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan bidan, antara lain sikap bidan dalam melakukan hubungan, materi
hubungan dan teknik komunikasi terapeutik.
Seorang bidan perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan
komunikasi terapeutik. Egan dalam Kozier (1983) mengidentifikasi lima sikap atau
cara menghadirkan diri secara fisik untuk memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu
berhadapan, posisi berhadapan menunjukan/memberi isyarat ”saya siap untuk anda”.
Posisi yang tidak lurus menghadap wajah ibu pra persalinan menunjukan keterlibatan
yang kurang. Mempertahankan kontak mata, kontak mata sejajar menunjukan bidan
menghargai ibu pra persalinan dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
Membungkuk ke arah ibu pra persalinan, posisi membungkuk ke arah ibu pra
persalinan memberi makna ada keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan
sesuatu. Mempertahankan postur terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
Jarak yang terbentuk antara bidan dan ibu pra persalinan menunjukkan juga
keintiman dan keterbukaan sikap dalam hubungan yang terbentuk antara bidan dan
ibu pra persalinan. Hall dalam kozier (1995) menyatakan bahwa hubungan intim
berjarak dari nol (kontak tubuh) sampai 45 cm. Hubungan personal memiliki jarak
antar individu antara 45-120 cm, hubungan sosial dalam jarak antara 1,2-3,6 meter,
Lebih jauh, keintiman juga tercermin dari sentuhan tubuh, kemampuan
merasakan bau tubuh, dan kehangatan suhu tubuh individu lain, serta frekuensi dan
kualitas kontak mata terbentuk. Dan sikap yang yang terakhir yaitu rileks, sikap
rileks menciptakan iklim kondusif bagi ibu pra persalinan untuk tetap melakukan
komunikasi dan memungkinkan pengembangan komunikasi. Situasi yang rileks
tercipta melalui posisi tubuh yang digunakan selama komunikasi, intonasi
pembicaraan, dan penggunaan kata-kata yang tepat atau mengandung humor.
Pemilihan kata juga penting untuk menimbulkan kesan rileks bagi ibu pra persalinan.
Situasi rileks penting bagi ibu pra persalinan untuk meningkatkan kepercayaan dan
keterbukaan diri dengan bidan tetap mempertahankan kesan profesional.
Saat melakukan hubungan terapeutik, materi hubungan juga harus
diperhatikan bidan. Materi dalam komunikasi terapeutik diorientasikan untuk
mencapai tujuan hubungan. Isi (content) komunikasi yang dilakukan antara bidan dan
ibu pra persalinan dilakukan sesuai kontrak yang telah dibuat antara ibu pra
persalinan dan bidan sehingga nilai-nilai hubungan profesional tetap terjaga
(Tamsuri, 2005).
Kemudian yang tidak kalah pentingnya harus diperhatikan adalah komunikasi
terapeutik. Sebagaimana penjelasan bahwa hubungan yang terbentuk antara bidan
dan ibu pra persalinan selalu memerlukan komunikasi dan mengacu pada pemahaman
bahwa komunikasi merupakan salah satu sarana untuk membina hubungan
profesional antara bidan dan ibu pra persalinan, penting kiranya seorang bidan
untuk mempertahankan hubungan bidan-ibu pra persalinan, mempengaruhi prilaku
klien menuju pola-pola kesehatan, meningkatkan integritas ibu pra persalinan, dan
akhirnya menimbulkan efek mengatasi masalah ibu pra persalinan (Tamsuri, 2005).
2.1.8. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik
Tiap ibu pra persalinan tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut ini adalah teknik komunikasi berdasarkan
referensi dari Tamsuri (2005).
1. Diam, yaitu tenang, tidak melakukan pembicaraan selama beberapa detik atau
menit
2. Mendengar adalah proses aktif penerimaan informasi dan penelaah reaksi
seseorang terhadap pesan yang diterima
3. Menghadirkan topik pembicaraan yang umum adalah dengan menggunakan
pernyataan atau pertanyaan yang mendorong ibu pra persalinan untuk berbicara,
memilih topik pembicaraan dan memfasilitasi kelanjutan pembicaraan
4. Menspesifikan adalah membuat pernyataan yang lebih spesifik dan tentatif
5. Menggunakan pertanyaan terbuka adalah menanyakan sesuatu yang bersifat luas,
yang memberi ibu pra persalinan kesempatan untuk mengeksplorasi
(mengungkapkan, klarifikasi, menggambarkan, membandingkan, atau
mengilustasikan)
7. Mengecek persepsi atau memvalidasi adalah metode yang sama dengan
klarifikasi, tetapi pengecekan dilakukan terhadap kata-kata khusus yang
disampaikan ibu pra persalinan.
8. Menawarkan diri adalah menawarkan kehadiran, perhatian, dan pemahaman
tentang sesuatu
9. Memberi informasi adalah memberi informasi faktual secara spesifik tentang ibu
pra persalinan walaupun tidak diminta. Apabila tidak mengetahui informasi yang
dimaksud, bidan menyatakan ketidaktahuannya dan menanyakan orang yang
dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi.
10. Menyatakan kembali dan menyimpulkan adalah secara aktif mendengarkan pesan
utama yang disampaikan ibu pra persalinandan kemudian menyampaikan
kembali pikiran dan perasaan itu dengan menggunakan kata-kata serupa.
11. Mengklarifikasi adalah metode membuat inti seluruh pesan dari pernyataan ibu
pra persalinan lebih dimengerti. Bidan dapat melakukan klarifikasi dengan
menyatakan kembali pesan dasar/meminta ibu pra persalinan mengulang atau
meyatakan kembali pesan yang disampaikan
12. Refleksi adalah mengembalikan ide, perasaan, pertanyaan kepada ibu pra
persalinan untuk memungkinkan eksplorasi ide dan perasaan mereka terhadap
13.Menyimpulkan dan merencanakan adalah menyatakan poin utama dalam diskusi
untuk mengklarifikasi hal-hal relevan yang perlu didiskusikan. Teknik ini berguna
pada akhir wawancara atau mengevaluasi penguasaan ibu pra persalinan terhadap
program pengajaran kesehatan.
14.Pengakuan adalah memberi komentar dengan teknik tidak menghakimi terhadap
perubahan perilaku seseorang atau usaha yang telah dilakukan
15.Klarifikasi waktu adalah membantu klien mengklarifikasi waktu atau kejadian,
situasi, kejadian dan hubungan antara peristiwa dan waktu.
16. Memfokuskan adalah membantu ibu pra persalinan mengembangkan topik yang
penting. Penting bagi bidan untuk menunggu ibu pra persalinan beberapa saat
tentang tema apa yang mereka sampaikan (perhatikan) sebelum memfokuskan
pembicaraan.
2.2. Kenyamanan
2.2.1.Pengertian Kenyamanan
Kenyamanan dan rasa aman adalah penilaian komprehensif seseorang
terhadap lingkungannya. Kenyamanan tidak dapat diwakili oleh satu angka tunggal.
Manusia menilai lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk kedalam dirinya
melalui keenam indra dan dicerna otak untuk dinilai. Dalam hal ini yang terlibat tidak
hanya masalah fisik biologis, namun juga perasaan. Kemudian otak akan memberikan
penilaian relatif apakah kondisi itu nyaman atau tidak. Kenyamanan itu disatu faktor
2.2.2. Kebutuhan Rasa Nyaman
Kolcaba dalam Potter dan Perry (2006) mengungkapkan kenyamanan / rasa
nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhnya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari ), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi ) dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup 4 aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri
yang meliputi harga diri, seksualitas dan makna kehidupan.
d. Lingkungan berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan bidan telah memberikan
kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bantuan. Secara umum dalam
aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kenyamanan dalam
menghadapi proses persalinan seperti komplikasi – komplikasi yang akan terjadi
misalnya kelainan letak anak, kelainan jalan lahir, perdarahan dan sebagainya. Hal
ini disebabkan karena kegelisahan, kekawatiran merupakan kondisi yang
mempengaruhi perasaan tidak nyaman ibu yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala
2.2.3. Prinsip Umum Sayang Ibu
Prinsip-prinsip sayang ibu adalah sebagai berikut :
1. Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis.
2. Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa
ada indikasi.
3. Memberikan rasa aman,berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada
keselamatan jiwa ibu.
4. Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu.
5. Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu.
6. Membantu ibu agar merasa aman,nyaman dan didukung secara emosional.
7. Memastikan ibu nendapat informasi,penjelasan dan konseling yang cukup.
8. Mendukung dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan.
9. Menghormati praktek-praktek adat dan kenyakinan agama.
10. Memantau kesejahteraan fisik,psikologis,spiritual dan sosial ibu / kelurganya
selama kehamilan,persalinan dan nifas.
11. Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
2.2.4. Asuhan Sayang Ibu Selama Persalinan
Menurut Pusdiknakes (2003), upaya penerapan asuhan sayang ibu selama
proses persalinan meliputi kegiatan :
1. Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat
2. Meminta izin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan
dalam pemberian asuhan.
3. Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran tentang proses persalinan
yang akan dihadapi ibu dan keluarga
4. Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga
sehubungan dengan proses persalinan.
5. Mendengarkan dan menanggapi keluhan ibu dan keluarga selama proses
persalinan.
6. Menyiapkan rencana rujukan atau kolaborasi dengan dokter spesialis apabila
terjadi kegawat daruratn kebidanan.
7. Memberikan dukungan mental, memberikan rasa percaya diri pada ibu, serta
berusaha memberi rasa nyaman dan aman.
8. Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik meliputi sarana
dan prasarana pertolongan persalinan.
9. Menganjurkan suami dan keluarga untuk menghadapi ibu selama proses
persalinan.
10.Membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan
mendukung ibu selama proses persalinan dan kelahiran bayi, seperti:memberi
makan dan minum, memijit punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu,
membimbing relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa.
11.Bidan melakukan tindakan pencegahan infeksi.
13.Membimbing dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi selama persalinan
yang nyaman dan aman.
14.Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak kontraksi.
15.Menghargai dan memperbolehkan praktek –praktek tradisional yang tidak
merugikan.
16.Menghindari tindakan yang berlebihan dan yang membahayakan.
17.Memberi kesempatan ibu untuk memeluk bayi segera setelah lahir dalam
waktu 1 jam setelah persalinan.
18.Membantu ibu dalam pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah
kelahiran bayi dengan membimbing ibu membersihkan payudara,posisi
menyusui yang benar dan penyuluhan tentang manfaat ASI.
2.3.Persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun
ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001).
Persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi
pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam
(Mochtar,R 1998).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin (Prawirohardjo, 2001).
2.3.1. Etiologi
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang komplek antara lain ditemukan faktor hormonal,
struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh prostaglandin, pengaruh tekanan pada
syaraf dan nutrisi.
2.3.1.1. Teori Penurunan Hormonal
Penurunan hormonal terjadi 1-2 minggu sebelum partus yaitu mulai terjadi
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron bekerja sebagai penenang
otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul
his bila kadar progesteron turun.
2.3.1.2. Teori Plasenta Menjadi Lebih Tua
Yang akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga
menyebabkan kekejangan pembuluh darah. Hal ini akan menimbulkan kontraksi
rahim.
2.3.1.3. Teori Distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot
sehingga mengganggu sirkulasi utero placenta.
2.3.1.4. Teori Iritasi Mekanik
Dibelakang serviks terletak ganglion servikale (Frankenhauser). Bila ganglion
2.2.1.5. Induksi Partus (Induction of Labour)
Partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan : rangsang laminaria, amniotomi,
dan oksitosin drips (Mochtar, 2005).
2.3.2. Tanda dan Gejala Persalinan 2.3.2.1. Tanda Permulaan Persalinan
Pada permulaan persalinan/kata pendahuluan (Preparatory stage of labor)
yang terjadi beberapa minggu sebelum terjadi persalinan, dapat terjadi tanda-tanda
sebagai berikut :
a. Lightening atau setting/deopping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
terutama pada primigravida.
b. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
c. Perasaan sering kencing (polikisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian
terbawah janin
d. Perasaan sakit diperut dan dipinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan
tertekannya fleksus frankenhauser yang terletak pada sekitar serviks (tanda
persalinan false-false labour pains)
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar karena terdapat kontraksi otot rahim
f. Terjadi pengeluaran lendir, dimana lendir penutup serviks dilepaskan dan bisa
bercampur darah (Sarwono, 2005).
2.3.2.2. Tanda-tanda Inpartu
a. Kekuatan dan rasa sakit oleh adanya his datang lebih kuat, sering dan teratur
dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.
b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil
pada serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks : perlunakannnya,
pendataran, dan terjadinya pembukaan serviks (Manuaba, 2001).
2.3.3. Faktor-faktor yang Penting dalam Persalinan
Faktor-faktor yang penting dalam persalinan antara lain :
1. Power (kekuatan mendorong janin keluar)
a. His ( kontraksi uterus )
b. Merupakan kontraksi dan relaksasi otot uterus yang bergerak dari fundus ke
korpus sampai dengan ke serviks secara tidak sadar.
c. Kontraksi otot dinding rahim
d. Kontraksi diafragma pelvis/kekuatan mengejan.
2. Passanger
a. Janin
b. Plasenta
3. Passage (jalan lahir)
a. Jalan lahir keras yaitu tulang pinggul (os coxae, os sacrum/promontorium,
b. Jalan lahir lunak : yang berperan dalarn persalinan adalah segmen bahwa
rahim, seviks uteri dan vagina, juga otot-otot, jaringan ikat dan ligamen yang
menyokong alat urogenital (Sarwono, 2009).
4. Psikologis (Kejiwaan)
5. Pisycian (Penolong)
2.4. Landasan Teori
Menurut teori komunikasi Devito (1997), bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap kenyamanan ibu pra persalinan adalah efektivitas komunikasi Interpersonal
dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan
(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif
(positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang
[image:54.612.113.506.465.553.2]memengaruhinya, ibu pra persalinan yang akan menghadapi persalinan adalah :
Gambar 2.1 Kerangka Teori Devito (1997)
Keterbukaan Empati Mendukung Positif
Persepsi
2.5. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Komunikasi Terapeutik :
- Keterbukaan
- Empati
- Sikap Mendukung
- Sikap Positif
- Kesetaraan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat explanatory research,
penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor komunikasi terapeutik
(keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) terhadap
kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan.
Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional, karena wawancara
dan observasi dilakukan sesaat dan pada waktu yang bersamaan, serta bermaksud
untuk mencari hubungan antara suatu keadaan dengan keadaan lain dalam populasi
yang sama (Azwar dan Joldo, 1987, Murti, 1997).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Marelan. Alasan memilih
lokasi ini karena :
1. Masih dijumpai ketidak nyamanan ibu pra persalinan untuk menghadapi
persalinan di Kecamatan Medan Marelan.
2. Komunikasi terapeutik dari bidan terhadap ibu pra persalinan belum sesuai yang
Penelitian ini dimulai dari Maret - Nopember 2012 yaitu mulai melakukan
penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis
data dan penyusunan laporan akhir.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang akan menghadapi
persalinan yang ada di Kecamatan Medan Marelan yang berjumlah 229 orang.
Dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Responden dengan kehamilan Trimester III dan melakukan kunjungan minimal 3
kali selama kehamilan.
b. Responden bersedia diwawancarai
3.3.2. Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi dijadikan sampel.
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus
Lemeshow sebagai berikut :
Keterangan :
N= Populasi
n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan
α = Derajat kepercayaan
p = Proporsi ibu pra persalinan yang nyaman
q = 1-p (proporsi ibu pra sersalinan yang tidak nyaman)
d = Limit dari error atau presisi absolut
Jadi besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 68 orang
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik convinience sampling dimana
subjek dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai di tempat dan waktu secara
bersamaan pada pengumpulan data.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji
dengan menggunakan uji chi squre, dilihat penafsiran dan indeks korelasinya. Uji
validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat dalam kuesioner mengenai komunikasi terapeutik bidan.
Uji validitas bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang
menunjukan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur
korelasi antara variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat nilai correlation
corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung >