PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK INTI KELAPA
SAWIT (CPKO) DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS
KARYA ILMIAH
RIMADANI RITONGA
072401052
PROGRAM DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK INTI KELAPA
SAWIT (CPKO) DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar
Ahli Madya
RIMADANI RITONGA
072401052
PROGRAM DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul
: PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA
PADA MINYAK INTI KELAPA SAWIT
(CPKO) DI PT. ECOGREEN
OLEOCHEMICALS
Kategori
: KARYA ILMIAH
Nama
: RIMADANI RITONGA
Nomor Induk Mahasiswa
: 072401052
Program Studi
: DIPLOMA (D3) KIMIA ANALIS
Departemen
: KIMIA
Fakultas
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
Diluluskan di
Medan, juni 2010
Diketahui/Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Dosen Pembimbing
Ketua,
PERNYATAAN
PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK INTI KELAPA
SAWIT DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2010
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul
“PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK INTI KELAPA SAWIT DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS”. Karya ilmiah ini disusun dalam memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan ijazah Ahli Madya pada Program Studi Diploma-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mengalami kesulitan karena kemampuan yang terbatas, tetapi atas bantuan, bimbingan, dan dorongan serta semangat yang diberikan dari berbagai pihak kepada penulis maka penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Teristimewa penghargaan yang tulus buat Ayahanda H. Zainal Abidin Ritonga dan Ibunda Hj. Lannur Siagian tercinta serta kakak-kakak dan abang-abang yang telah memberikan dorongan moril dan material kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Bapak Drs. Ahmad Darwin M. Sc, selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan karya ilmiah ini.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan M. S, selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.’
4. Ibu Dr. Marpongahtun M. Sc, selaku Ketua Program Studi Diploma-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Radiansyah, selaku pembimbing lapangan di PT. Ecogreen Oleochemicals.
6. Bapak/Ibu dosen serta pegawai program studi Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang membimbing penulis sewaktu di bangku perkuliahan.
7. Sahabat-sahabatku Kiki, Zhila, dan teman-temanku Dika, Sopy, Naja, Titin, Nena yang telah memberi semangat dan dukungan kepada penulis untuk tetap optimis menjalani kehidupan di Kimia Analis.
8. Anak-anak PAKA 07 yang senasib seperjuangan dalam menjalani kehidupan di Kimia Analis yang tak kenal lelah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
ABSTRAK
DETERMINATION OF PEROXIDE VALUE FROM PALM KERNEL OIL (CPKO) IN PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS
ABSTRACT
PT. Ecogreen Oleochemicals is one of the industry of oleochemals, which process raw materials into products of palm kernel oil fatty acid, fatty alcohol and glycerine. One of the parameters determining the palm kernel oil is the determination of peroxide is mean miliequivalent of sodium thiosulfat which needed to titration of 1000 gram fats. Peroxide value of states lack the size unsaturated oil or fat and are also associated with unsaturated fatty acid content in the oil. Increase in peroxide value only indications and warnings that oil will soon be smelling rancid. The higher the number the lower the peroxide quality of such oil.
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan 2
1.4. Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Sejarah Kelapa Sawit 3
2.2. Minyak dan Lemak 3
2.3. Klasifikasi Lemak dan Minyak 4
2.4. Dasar-dasar Analisa Lemak dan Minyak. 6
2.6. Bilangan Peroksida 12
2.7. Kerusakan Lemak 13
2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi Lemak 15
2.9. Standar Mutu 16
2.10. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mutu Minyak Sawit 16
BAB 3 BAHAN DAN METODE 18
3.1. Alat dan Bahan 18
3.1.1. Alat-alat 18
3.1.2. Bahan-bahan 18
3.2. Pembuatan Larutan 19
3.3. Prosedur Standarisasi Natrium tiosulfat 0,1 N 20
3.4. Penentuan Bilangan Peroksida dengan Metode Titrimetri 21
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4.1. Hasil Penentuan Bilangan Peroksida Pada Minyak Inti Kelapa Sawit 22
4.2. Pembahasan 27
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 28
5.1. Kesimpulan 28
5.2. Saran 28
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1. Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sumbernya 4
2. Tabel 2. Contoh-contoh dari asam lemak tidak jenuh 5
3. Table 3. Contoh-contoh dari asam lemak jenuh 5
4. Table 4. Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan Kegunaannya 5
5. Tabel 5. Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sifat mongering 6
6. Tabel 6. Faktor mempercepat atau memperlambat oksidasi 16
ABSTRAK
DETERMINATION OF PEROXIDE VALUE FROM PALM KERNEL OIL (CPKO) IN PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS
ABSTRACT
PT. Ecogreen Oleochemicals is one of the industry of oleochemals, which process raw materials into products of palm kernel oil fatty acid, fatty alcohol and glycerine. One of the parameters determining the palm kernel oil is the determination of peroxide is mean miliequivalent of sodium thiosulfat which needed to titration of 1000 gram fats. Peroxide value of states lack the size unsaturated oil or fat and are also associated with unsaturated fatty acid content in the oil. Increase in peroxide value only indications and warnings that oil will soon be smelling rancid. The higher the number the lower the peroxide quality of such oil.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT. Ecogreen Oleochemicals merupakan salah satu industi oleokimia yang mengolah bahan baku
minyak inti kelapa sawit/CPKO(Crude Palm Kernel Oil) menjadi produk-produk seperti asam
lemak (fatty acid), lemak alcohol (fatty alcohol), dan gliserin (glycerine). Gliserin terutama
digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan
shampoo, obat kumur, dan pasta gigi. Asam-asam lemak digunakan sebagai bahan untuk
detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, teksil, aspal dan perekat.
Alkohol lemak merupakan bahan dasar pembuatan detergen, yang umumnya berasal dari ester
asam laurat.
Untuk mendapatkan produk fatty acid dan fatty alcohol ini, minyak inti kelapa sawit
(CPKO) di splitting yang akan menghasilkan fatty acid dan glycerine water. Tahap selanjutnya
fatty acid didestilasi dan difraksinasi yang menghasilkan sintesis fatty alcohol dengan
menggunakan proses hidrogenasi kemudian difraksinasi dan didestilasi kembali menghasilkan
fatty acid.
Salah satu standar mutu untuk minyak inti kelapa sawit adalah bilangan peroksida.
Kenaikan kadar peroksida dapat menurunkan kualitas minyak. Hal ini disebabkan oleh adanya
produk. Tingginya bilangan peroksida tidak diinginkan dalam minyak karena dapat
menyebabkan minyak berbau tengik dan dapat memperpendek masa penyimpanan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk memilih judul :
“Penentuan Bilangan Peroksida Pada Minyak Inti Kelapa Sawit (CPKO) di PT. Ecogreen Oleochemicals)” dalam penulisan karya ilmiah ini.
1.2. Permasalahan
Berapakah bilangan peroksida dari minyak inti kelapa sawit yang digunakan oleh PT.
Ecogreen Oleochemicals dan apakah minyak inti kelapa sawit yang digunakan sesuai dengan
standar mutu Direktorat Jenderal Perkebunan.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui bilangan peroksida dari minyak inti kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui apakah minyak inti kelapa sawit yang dianalisa memenuhi standar
mutu Direktorat Jenderal Perkebunan.
1.4. Manfaat
Sebagai informasi untuk PT. Ecogreen Oleochemicals dalam hal mutu minyak inti kelapa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan
berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara Negara
tersebut. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848,dibawa dari Mauritius
Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat
tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya
Bogor. Hingga saat ini, dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek
moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa sawit dari Kebun
Raya Bogor tersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan
varietas Deli Dura. (Hadi,2004)
2.2. Minyak dan Lemak
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar
dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol
dengan tiga molekul asam lemak. Di alam, bentuk gliserida yang lain yaitu digliserida dan
monogliserida hanya terdapat sangat sedikit pada tanaman. Dalam dunia perdagangan, lebih
banyak dikenal digliserida dan monogliserida yang dibuat dengan sengaja dari hidrolisa tidak
lengkap trigliserida dan banyak dipakai dalam teknologi makanan misalnya sebagai bahan
Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada
dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk
cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak dan lemak
ini.(Sudarmadji. S, 1989)
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid yaitu,
senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organic non-polar misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan
hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena
lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. (Fessenden and
Fessenden,1982)
2.3. Klasifikasi Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
2.3.1. Berdasarkan sumbernya
Table 1. Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sumbernya
Sumber Keterangan
Berasal dari tanaman
(minyak nabati)
- Biji-biji palawija,Contoh : minyak jagung, biji kapas
- Kulit buah tanaman tahunan, Contoh : minyak
zaitun, minyak kelapa sawit
- Biji-biji tanaman tahunan, Contoh : kelapa, coklat,
Oleostearin
- Hasil lautu, Contoh : minyak ikan
2.3.2. Berdasarkan kejenuhannya (Ikatan rangkap) : a). Asam lemak tidak jenuh
Tabel 2. Contoh-contoh dari asam lemak tidak jenuh, antara lain :
Nama asam Struktur Sumber
Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H Lemak hewani dan nabati
Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H Lemak hewani dan nabati
Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H Minyak nabati
Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=
CH(CH2)7CO2H
Minyak biji rami
b). Asam lemak jenuh
Tabel 3. Contoh-contoh dari asam lemak jenuh, antara lain :
Nama asam Struktur Sumber
Butirat CH3(CH2)2CO2H Lemak susu
Palmitat CH3(CH2)14CO2H Lemak hewani dan nabati
Stearat CH3(CH2)16CO2H Lemak hewani dan nabati
2.3.3. Berdasarkan kegunaanya
Minyak mineral (minyak bumi) Sebagai bahan bakar
Minyak nabati/hewani (minyak/lemak) Bahan makan bagi manusia
Minyak atsiri Untuk obat-obatan
2.3.4. Berdasarkan sifat mengering
Table 5. Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sifat mengering.
Sifat Keterangan
Minyak tidak mongering
(non-drying-oil)
- Tipe minyak zaitun, contoh:: minyak zaitun, minyak
buah persik, minyak kacang
- Tipe minyak rape, contoh : minyak biji rape, minyak
mustard
- Tipe minyak hewani, contoh :minyak sapi
Minyak setengah
mongering
(semi-drying-oil)
Minyak yang mempunyai daya mongering yang lebih lambat.
Contoh : minyak biji kapas, minyak bunga matahari
Minyak nabati
mengering (drying-oil)
Minyak yang mempunyai sifat mengering jika teroksidasi dan
akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan
membentuk sejenis selaput jika dibiarkan dalam udara
terbuka. Contoh : minyak kacang kedelai, minyak biji karet.
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok berdasarkan tujuan analisa yaitu ;
Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan
makanan atau bahan pertanian.
Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses
ekstraksinya, atau ada permurnian lanjutan, misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau
(deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat
erat kaitannya dengan daya tahannya selama penyimpanan, sifat gorengnya, baunya maupun
rasanya. Tolok ukur kualitas ini adalah angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA),
angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air.
Penentuan sifat fisika maupun kimia yang khas ataupun mendirikan sifat minyak tertentu.
Data ini dapat diperoleh dari angka iodinenya, angka Reichert-Meissel, angka polenske, angka
krischner, angka penyabunan, indeks refraksi, titik cair, angka kekentalan, titik percik, komposisi
asam-asam lemak dan sebagainya.(Sudarmadji. S,1989)
2.5. Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak
Sifat fisiko-kimia biasanya berada dalam satu kisaran nilai, dan karena perbedaannya
yang cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta.
Konstanta fisik yang dianggap cukup penting adalah berat jenis, indeks bias, dan titik cair,
sedangkan konstanta kimia yang penting adalah bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan
Reichert Meisel, bilangan polenske, bilangan asam dan residu fraksi tak tersabunkan.
2.5.1. Sifat Fisika Minyak dan Lemak WARNA
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu:
1. Zat warna alamiah
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan
yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat
warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xanthofil, klorofil, dan
anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
2. Warna dari hasil degradasi zat warna alamiah a. Warna gelap
Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (Vitamin E). Jika minyak
bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak
bersama minyak dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.
b. Warna coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari
bahan yang telah busuk atau memar.
c. Warna kuning
Hubungan yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna kuning dalam
KELARUTAN
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai prioritas yang sama, yaitu zat
polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non polar. Minyak dan
lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak. Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam
alcohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon dioksida dan pelarut-pelarut
halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiiki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan lemak
netral. Kelarutannya dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi
minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak.
TITIK DIDIH (BOILING POINT)
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
SLIPPING POINT
Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta
pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan
suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan dalam
bak yang tertutup dan dihubungkan denngan termometer. Bila bak tadi digoyangkan, temperatur
akan naik dengan perlahan-lahan. Temperatur pada saat lemak dalam silinder mulai naik atau
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau
lemak. Minyak dan lemak umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang
relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar. Bila mengandung asam lemak
jenuh yang relatif besar, maka minyak atau lemak tersebut akan mempunyai titik cair yang
tinggi. Bila titik cair dari trigliserida sederhana yang murni ditentukan, akan dijumpai bahwa
panjang rantai karbon dari asam-asam lemaknya, maka titik cairnya pun akan semakin tinggi.
BOBOT JENIS
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25oC. akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40oC. atau 60 untuk lemak yang titik cairnya tinggi.
Pada penetapan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang
pendek.
INDEKS BIAS
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatan pada suatu medium
yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia
dan untuk pengujian kemurnian minyak.(Ketaren,1986)
karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan
mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak
tersebut.
OKSIDASI
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan abu tengik pada minyak
atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida.
Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai denagan konversi hidroperoksida
menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.
HIDROGENASI
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak dari lemak atau minyak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan
dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah
proses hidrogenasi selesai, minyak diinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara
penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derjat
kejenuhannya.
ESTERIFIKASI
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam
Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti
asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai
panjang yang bersifat tidak menguap. (Ketaren,1986).
2.6. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 1000 gram lemak.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak
atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri.(Ketaren.1986)
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan
hidrolitik, baik ensimatik maupun nonensimatik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin
terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa.
Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton.
Bau tengik atau rancid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat
kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam
thiobarbiturat(TBA). (Sudarmadji. S,1989)
Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut :
Bilangan peroksida biasanya pengukuran secara volumetri dengan metode yang telah
dikembangkan oleh Lea. Hal ini bergantung pada reaksi kalium iodida dalam suasana asam
dengan mengikat oksigen diikuti dengan titrasi dari pembebasan iodine dengan natrium tiosulfat.
Kloroform adalah pelarut yang biasanya digunakan.(Egan. H, dkk,1981)
Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dari lemak segar,
dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa
peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak,
misalnya hidrogen peroksida dan asam persid dapat mempercepat proses oksidasi. Usaha
penambahan anti-oksidan hanya dapat mengurangi peroksida dalam jumlah kecil, namun fungsi
anti-oksidan akan rusak dalam lemak yang mengandung peroksida dalam jumlah
besar.(Ketaren,1986)
2.7. Kerusakan Lemak
Ketengikan (rancidity) diartikan merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor
dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam
lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu: 1). Absorbsi bau oleh lemak, 2). Aksi oleh enzim
dala jaringan bahan mengandung lemak, 3). Aksi mikroba, 4). Oksidasi oleh oksigen udara atau
kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut di atas.
2.7.1. Absorbsi Bau (Odor) Oleh Lemak
Kerusakan bahan pangan berlemak akibat proses absorbsi bau oleh lemak dapat
dihindarkan dengan memisahkan lemak dari bahan-bahan lain yang dapat mencemari bau.
mencegah kehilangan air, misalnya kertas berlilin (waxed paper) namun tidakk memadai untuk
mencegah pencemaran oleh uap (bau).
2.7.2. Kerusakan Oleh Enzim
Lemak hewan atau nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung
enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase, mampu
menghidrolisa lemak netral (trigliserida) sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol.
Namun enzim tersebut aktif oleh panas. Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah
atom karbon C4, C6, C8 dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan
pangan berlemak.
2.7.3. Kerusakan Oleh Mikroba
Kerusakan lemak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak yang masih berada dalam
jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Minyak yang telah dimurnikan biasanya masih
mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan
steril.
Organisme yang menyerang lemak, pada tahap pertama menguraikan molekul gliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol, selanjutnya asam lemak bebas ini dioksidasi.
Berdasarkan penelitian terhadap dekomposisi asam lemak, ternyata sejumlah metal keton
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi oksigen
udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air,
senyawa nitrogen dan garam mineral, sedangkan oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara
spontan jika bahan yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan
kecepatan proses oksidasinya tergantung dari tipe lemak dan kondisi
penyimpanan.(Ketaren,1986)
2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi Lemak
Faktor-faktor yang mempercepat oksidasi (akselerator) dapat dibagi menjadi 4 kelas,
yaitu: 1) radiasi, misalnya oleh panas dan cahaya, 2) bahan pengoksidasi (oxidizing agent)
misalnya peroksida, perasid, ozone, asam nitrat dan beberapa senyawa organik nitro, dan
aldehida aromatik, 3) katalis metal khususnya garam dari beberapa macam logam berat dan 4)
sistem oksidasi, misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap panas.
2.8.1. Pengaruh Suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose) di udara akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama
proses aerasi minyak pada suhu 100-115oC. kurang lebih dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10oC.. Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan dan agar tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.
Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan, sedangkan kombinasi dari
oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh ialah lemak yang
disimpan tanpa udara, tetapi dikenai cahaya, sehingga menjadi tengik. Hal ini disebabkan karena
dekomposisi peroksida yang secara alamiah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai
akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan oksidasi lemak dapat dilihat pada Tabel 6.
Table 6. Faktor mempercepat atau memperlambat oksidasi.
No. Akseptor Dicegah dengan
1. Suhu tinggi Suhu rendah (REFRIGRASI)
2. Sinar (UV dan biru) dan ionisasi sinar radiasi
(α,β,γ dan x) Wadah berwarna atau opak, bahan pembungkus
3. Peroksida (termasuk lemak yang dioksidasi) Menghindarkan oksigen
4. Enzim lipoksidase Merebus (blanching)
5. K atalis Fe-Organik Anti oksidan
6. K atalis logam (Cu, Fe, dsb) Metal deactivator
(Ketaren,1986)
2.9. Standar Mutu
Yang pertama adalah mutu sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan
minyak nabati lain.
Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat
fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua,
yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat
mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam
lemak bebas(ALB,FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran
pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih
penting.(Tim Penulis,1992)
2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit. 2.10.1 Asam Lemak Bebas (ALB)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit
sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak
turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas
dalam minyak sawit.
2.10.2 Kadar zat menguap dan kotoran
Meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum
menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara
membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian
modern.
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain
besi, tembaga, dan kuningan..Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung
logam-logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam-logam-logam itu dapat menjadi
katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor
dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya
menyebabkan ketengikan.
2.10.4 Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini
jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun. Dari angka ini dapat
diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai
kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan
daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida.
2.10.5 Pemucatan
Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat lovibond
dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya, serta rendemen
hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan pada warna merah 3,5
dan warna kuning 3,5.
Standar mutu untuk pemasaran minyak sawit, minyak inti sawit, inti sawit secara
lebih terinci tersaji dalam Tabel 7
Asam lemak bebas 3,5 % maksimal
Kadar kotoran 0,02 % maksimal
Kadar zat menguap 0,2 % maksimal
Bilangan peroksida 2,2 meq maksimal
Bilangan iodine 10,5 – 18,5 maksimal
Kadar logam (Fe,Cu) -
Lovibond -
Kadar minyak -
Kontaminasi -
Kadar pecah -
BAB 3
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat
— Neraca analitik dengan ketelitian 0,01 gr.
— Titrator dosimat dengan magnetic stirrer.
— Pipet volume 0,5 ml. pyrex
— Spatula
— Beaker glass 50 ml pyrex
— Gelas ukur 100 ml pyrex
— Gelas ukur 500 ml pyrex
— Beaker glass 600 ml pyrex
— Jam alarm
— Botol aquadest
— Labu erlenmeyer bertutup 250 ml pyrex
— Labu erlenmeyer 1 L pyrex
3.1.2. Bahan-bahan
— Asam asetat glasial
— Indicator kanji
— Kalium dikromat
— Aquadest
— Asam klorida
3.2. Pembuatan Larutan
— Asam asetat : Kloroform (3:1)
Campurkan 300 ml asam asetat dengan 100 ml kloroform, aduk dengan stirer di
dalam beaker.
— Larutan Kalium iodida (dalam keadaan fresh)
Larutkan kristal Kalium iodida berlebih di dalam air. Pipet larutan atas dari kristal.
— Larutan kanji
Buat pasta dari 1 gram kanji dan sedikit air suling, sambil diaduk tambahkan 200 ml
air suling panas. Pindahkan 5 ml larutan ini kedalam 100 ml air suling. Tambahkan
0,05 ml larutan iodine 0,1 N, warna biru pekat harus hilang dengan penambahan 0,05
ml Na2S2O3 0,1 N.
— Larutan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Larutkan 24,8 gram Natrium tiosulfat dalam aquadest dan encerkan sampai 1 liter.
— Larutan Kalium Iodida 15%
Larutkan 15 gram kristal kalium iodida dalam 100 ml aquadest.
— Larutan HCl (1:1)
Campurkan HCl dengan aquadest dengan perbandingan yang sama.
— Larutan Kalium dikromat.
Kristal kalium dikromat, reagen grade, digiling halus dan dikeringkan pada suhu
110oC sebelum digunakan.
3.3. Prosedur Standarisasi Na2S2O3 0,1 N
— Ditimbang labu iodine 250 mL kemudian nolkan, masukkan 0,1 gram Kristal
K2Cr2O7, tambahkan 25 mL aquadest.
— 10 ml larutan HCl (1:1) dan 20 ml larutan Kalium Iodida d, aduk agar bercampur,
biarkan 5 menit dan tambahkan aquadest melalui mulut labu, tanpa melepas
tutupnya, perlahan lahan lepaskan tutup tersebut dan lanjutkan penambahan
aquadest sampai total 100 ml.
— Titrasi dengan larutan Na2S2O3 yang akan distandarisasi dengan mengaduknya
dengan kuat terus menerus sampai warna kuning hampir hilang, tambahkan 1-2
mL indikator kanji larutkan dan tambah Na2S2O3 secara perlahan sampai warna
— Masukkan 20 ± 0,5 gram sampel kedalam labu erlenmeyer tersebut.
— Ditambahkan 50 ml larutan asam asetat-kloroform(3:1), aduk.
— Ditambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI yang dalam keadaan fresh.
— Goyang sekali-sekali selama 1 menit.
— Tambahkan 30 ml aquadest melalui mulut labu, tanpa melepas tutupnya, secepat
mungkin.
— Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0995 N dengan pengocokan yang kuat sampai warna
kuning hilang.
— Ditambahkan 1-2 ml larutan kanji.
— Titrasi sampel hingga warna biru hilang.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
[image:36.612.72.492.250.479.2]4.1. Hasil Analisa Penentuan Bilangan Peroksida Pada Minyak Inti Kelapa Sawit
Table 4.1 Bilangan Oksidasi Peroksida
No. Berat Sampel (gr) Volume titran Na2S2O3
0,0995 N
Bilangan peroksida
(meq)
Blanko - 0 -
1. 20,22 0,115 0,56
2. 20,22 0,110 0,54
3. 20,22 0,130 0,64
4. 20,22 0,120 0,59
5. 20,22 0,110 0,54
Perhitungan
Bilangan Peroksida Tiap Sampel
(
)
(
)
x xsampel Berat x O S Na N x Vb Vs Sampel 22 , 20 1000 0995 , 0 0 115 , 0 1000
1 2 2 3
− =
(
)
(
)
meq x x sampel Berat x O S Na N x Vb Vs Sampel 54 , 0 22 , 20 1000 0995 , 0 0 110 , 0 10002 2 2 3
= − = − =
(
)
(
)
meq x x sampel Berat x O S Na N x Vb Vs Sampel 64 , 0 22 , 20 1000 0995 , 0 0 130 , 0 10003 2 2 3
= − = − =
(
)
(
)
meq x x sampel Berat x O S Na N x Vb Vs Sampel 59 , 0 02 , 20 1000 0995 , 0 0 120 , 0 10004 2 2 3
= − = − =
(
)
(
)
meq x x sampel Berat x O S Na N x Vb Vs Sampel 54 , 0 22 , 20 1000 0995 , 0 0 110 , 0 10005 2 2 3
=
− =
− =
Reaksi Percobaan :
O
CH2 – O – C – CH3(CH2)7CH = CH(CH2)7COOH
O
CH – O – C – CH3(CH2)7CH = CH(CH2)7COOH + 3 O – O
O
KI + CH3COOH CH3COOK + HI
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
4.2. Pembahasan
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada
minyak atau lemak. Salah satu kerusakan minyak disebabkan oleh proses oksidasi. Proses
oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak ataupun
lemak sehingga asam lemak tidak jenuh pada minyak atau lemak mengikat oksigen pada ikatan
rangkapnya membentuk peroksida. Jika bilangan peroksida yang dianalisa tinggi, ini
menunjukkan kualitas dari minyak ataupun lemak tersebut tidak baik dan akan segera berbau
tengik
Dari hasil analisa yang diperoleh bilangan peroksida dari minyak inti kelapa sawit yang
dianalisa menunjukkan bilangan peroksida yang rendah. Bilangan peroksida berkisar 0,54 – 0,64
meq. Bila bilangan peroksida yang diamati ini dibandingkan dengan bilangan peroksida yang
ditetapkan menurut standard mutu minyak inti kelapa sawit yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Perkebunan (2,2 meq) maka bilangan peroksida minyak inti kelapa sawit yang dianalisa
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
— Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida dari minyak inti kelapa
sawit yang dianalisa adalah 0,54 – 0,64 meq.
— Bilangan peroksida dari minyak inti kelapa sawit yang dianalisa masih berada di bawah
bilangan peroksida yang ditentukan dalam standard minyak inti kelapa sawit yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
5.2 Saran
Untuk penentuan bilangan peroksida ini maka bilangan peroksida dari minyak inti kelapa
DAFTAR PUSTAKA
Egan, H. Ronald S. Kirk dan Sawyer, R.1981. Pearson’s Chemical Analysis of Foods.
Eighth Edition. New York: Churchill Livingstone.
Hadi, M.2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa.
Ketaren, S.1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi ke-1.Jakarta: UI-Press.
Lee, F. A. 1975.Basic Food Chemistry. Second Edition. New York: The avi Publishing
Company.inc.
Poedjiadi, A.2006. Dasar-dasar Biokimia. Edisi revisi. Jakarta : UI-Press
PT.Ecogreen Oleochemicals. Personnel and Adminitration Depatment, Belawan-Medan.
PT. Ecogreen Oleochemicals. Work Instruction, Unit Quality Assurance, Belawan – Medan.
Ralp J, Fessenden and Joan S, Fessenden.1986.Organic Chemistry.Third Edition.
USA:University Of Montana Wadsworth,Inc.
Sudarmadji, S. Haryono, B dan Suhardi.1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty.
Tim Penulis.PS.1992. Usaha Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran