KEBERHASILAN PEMBELAJARAN
( STUDI KASUS PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SLADI KEJAYAN PASURUAN JAWA TIMUR )
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Aldy Mirza Fahmy
(109011000197)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
ABSTRAK
Aldy Mirza Fahmy (NIM : 109011000197). Pengaruh Metode Sorogan dan Bandongan Terhadap Keberhasilan Pembelajaran (Studi Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)
Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan santri tentang kesiapan penggunaan metode sorogan dan bandongan dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan. Yang mana telah kita ketahui bahwa metode sorogan dan bandongan merupakan metode tradisional yang masih bertahan ditengah-tengah berbagai macam metode pembelajaran yang variatif pada era yang modern seperti sekarang ini. Tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui data tentang adakah pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran santri khususnya pada mata pelajaran Qiroatul Kutub. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah angket berbentuk pilihan ganda. Sedangkan tehnik korelasi yang digunakan adalah product moement. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang sedang atau cukup antara metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran di Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar 0, 439 dan termasuk sedang atau kecukupan (nilai rhitung pada rentang 0,40 – 0,70) dengan interpretasikan bahwa taraf signifikasi 5% diketahui 0,439 > 0,349 (r hitung lebih besar daripada r tabel).
ii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan
nikmat-nikmat-NYA. Yang MAHA atas segala-NYA di seluruh jagad raya alam semesta
ini, yang selalu memberikan kita rezeki yang berlimpah baik itu kesehatan
jasmani maupun rohani dan nikamt materi dan non materi dengan-Nya lah kita
selalu meminta pertolongan-Nya sebab yang bisa menolong kita hanyalah Allah
SWT karena Allah lah sebaik-baiknya penolong. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan atas Nabi Besar Kita yaitu Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya dan untuk seluruh umat Islam di manapun berada.
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-NYA, sehingga skirpsi ini dapat
diselesaikan. Karena dengan bantuan dan pertolongan Allah SWT skripsi ini
dapat diselesaikan. Begitu besar hambatan dan rintangan dalam pembuatan skripsi
ini akan tetapi dengan adanya pertolongan dari Allah SWT semua bisa diatasi
dengan baik.
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Metode Sorogan dan Bandongan Terhadap Keberhasilan Pembelajaran (Studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)”, penulis tertarik mengangakat karya tulis ini karna seiring perkembangan zaman dan makin berkembangnya dunia teknologi,
metode pembelajaran tradisional seperti sorogan dan bandongan masih cukup
eksis khususnya di pesantren-pesantren.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir selama menempuh jenjang
pendidikan di perguruan tinggi, dan juga sebagai persyaratan dalam mencapai
gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.i) di Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyususunan skripsi ini, penulis banyak berhutang budi kepada
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucpakan terima
iii
1. Kedua orang tua yang senantiasa tanpa henti memberikan doa,
semangat dan dukungan agar memperoleh hasil yang terbaik.
2. Ibu Nurlena Rifa’i Ph D selaku Dekan Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam sekaligus Dosen pembimbing skripsi penulis yang telah
bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu
sepenuhnya dalam proses pembuatan skripsi ini. Terima kasih banyak
atas semua bimbingannya penulis merasakan sangat bermanfaat dan
banyak kontribusinya.
4. Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA, selaku sekretaris jurusan Pendidikan
Agama Islam yang telah memberikan kemudahan dalam penulisan
skripsi.
5. Bapak Dr. Abdul Majid Khon MA, Dosen pembimbing skripsi penulis
yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu
sepenuhnya dalam proses pembuatan skripsi ini. Terima kasih banyak
atas semua bimbingannya penulis merasakan sangat bermanfaat dan
banyak kontribusinya.
6. Bapak M. Zuhdi, Phd selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah
membantu dan memberikan saran bagi penulis.
7. Semua Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah membantu.
8. Keluarga yang tercinta yang selalu memberikan motivasi dalam
pembuatan skripsi baik dukungan materi dan non materi yang telah
banyak membantu untuk bisa sampai akhir dalam penulisan skripsi ini.
9. Keluarga besar SMP Yaspia Al-Hurriyah, kepala sekolah SMP Yaspia
Ibu Nurlailah S, Pd., Bpk Hikmatulloh S, Pd beserta seluruh dewan
guru yang telah membantu dan mensuport saya serta memberikan
dorongan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
10.Terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu (Syarifuddin,
Syahril, Imran, Umayroh, Tim Futsal PAI Kelas E, Keluarga Besar
iv
Penulis menyadari bahwa penulis karya Ilmiah ini baru pertama kali
dilakukan. Tentunya ada beberapa kalimat yang tidak sempurna baik isi,maupun
teknik penulisan. Oleh karena itu selama masih hidup penulis akan berusaha terus
menerus belajar dan membuka diri untuk menerima krtikan dan saran yang
membangun sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan penulis dalam
melanjutkan penulisan karya ilmiah dikemudian hari.
Jakarta, 8 April 2014
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR UJI REFERENSI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Masalah Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR A. Metode Sorogan dan Bandongan Dalam Pembelajaran .... 9
1. Pengertian Pembelajaran ... 9
2. Pengertian Metode ... 10
3. Pengertian Metode Sorogan ... 12
4. Pengertian Metode Bandongan ... 13
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode ... 15
B. Pondok Pesantren ... 17
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 17
2. Jenis-jenis Pondok Pesantren ... 18
vi
a. Pondok Pesantren Tradisional ... 19
b. Pondok Pesantren Modern ... 20
C. Kerangka Berfikir ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23
B. Metode Penelitian ... 23
C. Populasi dan Sampel ... 23
D. Teknik Pengumpulan Data ... 24
E. Hipotesis Statistik ... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN A.Gambaran Umum Pondok Pesantren Salafiyah Sladi ... 29
1. Sejarah Pondok Pesantren ... 29
2. Struktur dan Data Guru Pondok Pesantren ... 31
3. Keadaan Santri Pondok Pesantren ... 35
4. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren ... 36
5. Bidang-bidang Materi yang Diajarkan ... 37
6. Pelaksanaan Metode Sorogan dan Bandongan ... 38
B. Deskripsi Data ... 41
C. Pengujian Hipotesis ... 54
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59
E. Interprestasi Data ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebelum Indonesia
Merdeka, adalah berdasarkan kedaerahan dan belumlah berpusat seperti
sekarang ini. Sebab itu tiap-tiap daerah melaksanakan pendidikan dan
pengajaran Islam menurut keadaan daerahnya masing-masing.
Pendidikan Islam di Jawa berlainan keadaannya dengan di
Sumatera dan berlainan pula dengan di Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan
lain-lain. Sebagaimana juga di Sumatra, maka agama Islam mulai tersiar di
Jawa dari pelabuhan dan bandar-bandar tempat perhubungan dagang
antara Indonesia dengan luar negri, misalnya Sunda Kelapa (Jakarta),
Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya,
dan lain-lain. Para pedagang Indonesia di tempat-tempat tersebut dan
sekitarnya (tahun 1400) sudah mendengarkan dan mengetahui alakadarnya
tentang didikan dan ajaran Islam.1
Di samping pedagang-pedagang ada lagi orang-orang yang berjasa
sekali dalam usaha mengembangkan agama Islam, yaitu para wali yang
sembilan : Maulana Malik Ibrahim. Makamnya masih dapat dilihat di
Gresik (wafat tahun 1419). Sunan Ampel, namanya Raden Rahmat,
kemudian tinggal di Ampel dekat Surabaya. Sunan Bonang, Sunan Drajat,
Sunan Giri (Murid Sunan Ampel), Sunan Kudus, Sunan Kalijaga dekat
1
Demak (Desa Adilangu), Sunan Muria, Sunan Gunung Jati
(mengembangkan Islam di Jawa Barat).2
Raden Fattah yang merupakan putera Brawijaya Majapahit, santri
perguruan Islam di Ampel Denta, diberi ijazah oleh gurunya untuk
membuka perguruan Islam di mana saja.
Pada tahun 1475 Raden Fattah mendirikan pesantren di hutan
Glagah Arum di sebelah Selatan Jepara. Pesantren itu mendapat kemajuan yang pesat, sehingga Glagah Arum kampung kecil itu pun turut maju,
akhirnya berubah menjadi kota kabupaten, yaitu Bintara dan Raden Fattah sebagai bupatinya. (tahun 1475).3
Bintara menjadi pusat untuk meratakan agama Islam ke seluruh
Jawa. Sekitar tahun 1476 di Bintara dibentuk suatu organisasi Bayangkare Islah (Angkatan Pelopor Perbaikan). Maksudnya ialah untuk mempergiat usaha pendidikan dan pengajaran Islam menurut rencana yang teratur.
Itulah organisasi pendidikan yang pertama dibentuk di Indonesia.4
Dari sepenggal sejarah tersebut, terkait dengan pendidikan dan
pengajaran Islam. Menurut Endang Saifudin Anshari sebagai mana
dikutip oleh Azyumardi Azra :
Pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, dan usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan sebagainya), dan raga obyek didik dengan bahan –bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu, dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.5
Adapun tujuan pendidikan Islam menurut H.M. Arifin
sebagaimana dikutip oleh H.M. Alisuf Sabri adalah:
Mengembangkan pola kepribadian manusia yang bulat yang mencakup semua aspek baik aspek jasmaniah, spiritual, intelektual, ilmiah maupun bahasa yang diperlukan untuk hidup sebagai
2
Ibid., h. 216
3
Ibid., h.217
4
Ibid
5
individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dan pendidikan Islam mendorong agar semua aspek dapat berkembang secara maksimal guna mencapai kesempurnaan hidup. Adapun tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan. Hal itu sejalan dengan ikrar setiap muslim dalam awal shalatnya sebagaimana yang diajarkan oleh Allah SWT yang artinya : “sesungguhnya shalatku dan ibadahku dan hidup serta matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam”.6
Salah satu usaha atau cara untuk membentuk sikap penyerahan diri
sepenuhnya kepada Allah guna mencapai kesempurnaan hidup yaitu
melalui pendidikan Agama.
Pendidikan Agama merupakan salah satu bidang studi yang
diharapkan dapat memberikan peranan dalam usaha menumbuh
kembangkan sikap beragama siswa. Sikap dan kepampuan siswa dalam
beragama merupakan cermin dari keberhasilan guru agama dalam
menyalurkan ajaran agama melalui usaha pendidikannya.
Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam di Indonesia,
pondok pesantren menempati garda terdepan sebagai penyelenggara
pendidikan. Di dalamnya selalu terdapat interaksi antara kyai sebagai
pendidik dan santri sebagai peserta didik, khususnya dalam bentuk
pengkajian, buku teks klasik yang sering disebut kitab kuning dan bahasan
lain yang biasanya dilaksanakan. Di masjid, aula asrama, rumah kyai,
ruang kelas dan lainnya. Disitulah terjadi interaksi dan transformasi ilmu
di pesantren antara kyai dan santri. `
Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan merupakan
realitas yang tidak dapat dipungkiri sepanjang sejarah yang dilaluinya,
pesantren terus menekuni bidang pendidikan keagamaan dan
menjadikannya sebagai fokus kegiatan. Dalam mengembangkan
pendidikan, pesantren telah menunjukan daya tahan yang cukup kokoh
6
sehingga mampu melewati berbagai zaman dengan berbagai masalah yang
dihadapinya. Dalam sejarah ini pula, pesantren telah menyumbangkan
sesuatu yang tidak kecil bagi Islam di negeri ini.
Dinamika pondok pesantren di Indonesia tidak lepas dari
aspek-aspek pokoknya, yaitu: kyai, santri, pondok, masjid dan kitab-kitab
literatur. Kyai merupakan figur sentral di sebuah pondok pesantren. Ia
tidak saja berperan sebagai pemimpin spiritual tetapi juga pondok
pesantren secara keseluruhan. Dengan kharismanya, santri dengan
sendirinya akan patuh pada kyai. Keutamaan pokok kyai dalam pesantren,
selain ia karena mempunyai keunggulan di bidang ilmu dan kepribadian
yang dapat dipercaya dan patut diteladani, juga karena dia pendiri dan
penyebab adanya pesantren. Tidak jarang ia mengorbankan segala yang
ada padanya, tidak terbatas pada ilmu, tenaga dan waktu, tetapi juga tanah
tempat kediaman dan dana materil. Hal itulah antara lain yang
menyebabkan kyai sebagai faktor terpenting dalam pesantren.7 Perkembangan kyai pun semakin pesat, masa kini disamping mengurus
pesantren, mereka juga melibatkan diri dalam pemerintahan.
Pengajaran kitab-kitab kuning adalah salah satu elemen dasar dari
tradisi pesantren selain kyai, pondok, masjid dan santri. Dikalangan
pesantren, kitab kuning biasanya diajarkan dengan dua cara yaitu sorogan
dan bandongan atau wetonan. Dalam cara sorogan, satu demi satu santri
menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan dan santri
mengulangi sampai mampu membaca dan memahami maknanya. Sedang
cara bandongan atau wetonan semua santri bersama-sama menghadapi
kyai membaca kitab itu dengan makna dan penjelasan secukupnya,
sementara para santri mencatat semua yang dibacakan kyai. Beberapa
metode tersebut, ditambahkan dengan metode klasikal yang didukung oleh
kurikulum dan pembagian jadwal yang terperinci.
7
Berkenaan dengan metode, Al-Qur’an telah memberi petunjuk
mengenai metode pendidikan secara umum yaitu dalam surat An-Nahl
ayat 125 :
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.8(QS. An-Nahl : 125)
Dalam kaitan ini, lembaga pondok pesantren agar tetap eksis
memiliki peluang untuk bisa mempertahankan tradisi Islam yang bersifat
tradisional dan juga harus bisa melaksanakan inovasi baru dalam sistem
pendidikan pesantren. Sebagai mana prinsip pesantren yaitu “Tetap
Memelihara Warisan-Warisan Yang Baik Dan Mengambil Hal-hal Baru Yang Lebih Baik.”9
Masjid memiliki fungsi ganda, selain tempat shalat dan ibadah
lainnya juga tempat pengajian terutama yang masih memakai metode
sorogan dan bandongan. Masjid merupakan modal dasar dan utama tempat
mendidik dan melatih para santri mengamalkan tata cara ibadah,
pengajaran kitab terutama yang kental denga aroma Islamnya.
Asrama sebagai tempat penginapan santri dan difungsikan untuk
mengulang kembali pelajaran yang telah disampaikan kyai. Pondok inilah
tempat santri beristirahat, tempat berasimilasinya budaya antar santri dan
tempat peningkatan wawasan dalam banyak hal termasuk ibadah.
8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), Cet. I, h. 417
9
Dalam pengembangan pesantren sebagai lembaga pendidikan
diharapkan mampu melakukan inovasi pada berbagai aspek dan komponen
pendidikannya terutama dalam metode yang digunakan dalam proses
belajar mengajar. Dalam kenyataan di atas seharusnya dapat memacu
mereka yang berkompeten dalam pengembangan pesantren agar
melakukan langkah-langkah yang transformatif, bila pesantren akan
dijadikan sebagai institusi pendidikan yang menjanjikan pada era modern.
Sudah saatnya bagi pesantren untuk melakukan rerientasi tata nilai dan tata
operasional pendidikannya, agar lebih relevan dengan dinamika
kemodernan, tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional yang telah lama
mengakar kuat di pesantren.
Dalam permasalahan diatas timbul pertanyaan apakah metode
sorogan dan bandongan ini masih efektif dalam meningkatkan pemahaman
santri dalam proses pengajaran di pondok pesantren pada zaman sekarang
ini dengan melihat perkembangan zaman yang semakin maju khususnya
dalam pembelajaran qiroatul kutub.
Dengan demikian penulis mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “PENGARUH METODE SOROGAN DAN BANDONGAN TERHADAP KEBERHASILAN
PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SLADI
PASURUAN JAWA TIMUR”
B.
Masalah Penelitian
1.
Identifikasi masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang dapat
diidentifikasikan masalah-masalah yang akan muncul adalah sebagai
berikut :
a. Pemahaman santri lemah terhadap metode sorogan dan bandongan
ini.
b. Penerapan metode sorogan dan bandongan kurang efektif di
c. Pengaruh metode sorogan dan bandongan yang lemah terhadap
keberhasilan pembelajaran.
d. Metode sorogan dan bandongan ini perlu dihilangkan dalam model
pembelajaran di pondok pesantren.
e. Kelayakan metode sorogan dan bandongan menjadi model
pembelajaran andalan di pondok pesantren.
f. Penggunaan metode andalan lain yang digunakan di pondok
pesantren selain metode sorogan dan bandongan ini.
g. Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan
pembelajaran.
2.
Pembatasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini tidak terlalu luas dan juga terarah
maka perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang
masalah dan identifikasi masalah di atas, maka penulis hanya membatasi
pada :
a. Metode pembelajaran yang digunakan adalah sorogan dan bandongan.
b. Keberhasilan hanya di dapat dari hasil nilai atau raport para santri /
penilaian dari kyai / dan berupa angket dari peneliti.
c. Objek penelitian adalah seluruh santri yang menetap di pondok
pesantren.
d. Penelitian ini dibatasi di Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
Pasuruan Jawa Timur.
3.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana implementasi metode sorogan dan bandongan di Pondok
Pesantren Salafiyah Sladi Pasuruan Jawa Timur ?
b. Bagaimana keberhasilan metode sorogan dan bandongan di Pondok
c. Bagaimana pengaruh metode sorogan sorogan dan bandongan di
Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Pasuruan Jawa Timur ?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah
mengetahui ada tidaknya pengaruh metode sorogan dan bandongan dalam
keberhasilan pembelajaran.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penilitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para santri,
guru, seluruh masyarakat dan khususnya bagi peneliti. Adapun manfaat
penelitian ini yaitu.
1. Memberi informasi pada masyarakat dan lembaga pendidikan bahwa
metode pembelajaran tradisional seperti sorogan dan bandongan masih
diperlukan.
2. Bagi para santri atau peserta didik, untuk meningkatkan pemahaman
terhadap kitab-kitab klasik.
3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
baru dalam bidang penelitian pendidikan dan model-model
pembelajaran yang akan menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam
kehidupan nyata setelah menyelesaikan studinya.
4. Sebagai bahan bandingan dalam penyusunan skripsi atau penulisan
9
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A.
Metode Sorogan dan Bandongan dalam Pembelajaran
1.
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah kata yang berasal dari kata “ajar”, sebuah kata yang berimbuhan “pe-“ dan “-an” atau disebut juga imbuhan campuran (konfiks) dan bisa berarti beberapa makna, yakni : menyatakan hal, proses
atau perbuatan, hasil, tempat dan alat. Sedangkan pembelajaran menurut
Kamus Belajar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, menjadikan orang
atau makhluk hidup belajar.1
Tetapi pembelajaran disini menyatakan sebagai proses, lebih
tepatnya adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran
adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan
baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta
dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai
pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi
yang berbeda. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
1
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran
adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang
untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang
baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui
kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan
dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang
ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal
karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama
penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan
pembelajaran.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar
dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative
lama dan karena adanya usaha.
2.
Pengertian Metode
Pengertian metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam
ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.2
Kata metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “metha” yang berarti melalui, dan “hudos” yang berarti jalan yang dilalui. Dalam istilah kependidikan metode merupakan alat yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan.3 Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam memberikan
2
Ibid., h. 652
3
pengertian metode sebagai suatu cara kerja yang sistematik dan umum,
seperti cara-cara kerja ilmu pengetahuan.4
Sementara itu, sebagaimana diungkapkan oleh Rosetiyah N.K
metode dalam mengajar adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh guru
untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam
kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan
oleh siswa dengan baik.5
Dari pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan metode adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh oleh
seorang pendidik dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa, agar
siswa lebih mengerti. Dan juga pengetahuan tentang metode-metode
mengajar sangat di perlukan oleh pendidik, sebab berhasil atau tidaknya
siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar
yang digunakan oleh guru.
Oleh sebab itu, agar memperoleh metode yang tepat diperlukan
strategi di dalam memilihnya. Dalam memilih metode, ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan dalam memilih metode mengajar diantaranya :
a. Tujuan yang hendak dicapai atau kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik
b. Peserta didik
c. Bahan pelajaran
d. Sarana / fasilitas
e. Situasi
f. Partisipasi
g. Pendidik
h. Kebaikan dan kelemahan metode tertentu.6
4
Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), Cet. IV, h. 1
5
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Cet. VII, h. 1
6
Seorang pendidik tidak hanya harus pandai dalam memilih metode,
tetapi perlu diperhatikan juga didalam penerapan metode. Karena
meskipun metode belajar yang dipilih telah sesuai, namun apabila dalam
penerapan kurang benar, maka tidak akan didapatkan efektifitas didalam
menerapkan metode mampu menciptakan suasana belajar menjadi suasana
yang menyenangkan, karena dengan suasana tersebut belajar akan lebih
efektif.
3.
Pengertian Metode Sorogan
Pengertian kata “sorogan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni kata “sorogan” berasal dari kata “sorog” yang bermakna kayu panjang untuk menjolok buah.7
Kata sorogan sebenarnya berasal dari bahasa Jawa (sorog) yang
berarti menyodorkan kitab kehadapan kyai (para pembantunya). Jadi yang
dimaksud metode sorogan adalah bentuk pengajaran bersifat individual,
dimana para santri satu persatu datang menghadap kyai atau para
pembantunya dengan membawa kitab tertentu.8
Dengan cara sorogan ini, pelajaran diberikan oleh pembantu kyai
yang disebut badal. Mula-mula badal tersebut membacakan materi yang
ditulis dalam bahasa Arab, kemudian menerjemahkan kata demi kata
dalam bahasa daerah dan menerangkan maksudnya, setelah itu santri
disuruh membaca dan mengulangi pelajaran tersebut satu persatu sehingga
setiap santri menguasainya.9
Sistem ini amat bagus untuk mempercepat sekaligus mengevaluasi
penguasaan santri terhadap kandungan kitab yang dikaji.10 Dengan sistem sorogan ini memungkinkan hubungan kyai dengan santri sangat dekat,
7
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia ..., op. cit., h. 957
8
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.73
9
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. II, h. 145
10
karena kyai dapat mengetahui kemampuan pribadi santri satu persatu.
Akan tetapi, sistem ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, ketaatan dan
kedisiplinan yang tinggi dari santri.
Dalam metode sorogan ini diharapkan santri memantapkan diri
sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren. Sebab, pada
dasarnya hanya murid-murid yang telah menguasai sistem sorogan sajalah
yang dapat memetik keuntungan dari sistem bandongan di pesantren.
Metode sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama
seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Metode ini
memungkinkan seorang guru untuk menguasai, menilai serta membimbing
secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa
Arab.
4.
Pengertian Metode Bandongan
Bandongan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
pengajaran dalam bentuk kelas (pada sekolah agama)11. Bandongan juga bisa berarti belajar secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri.
Biasanya kyai menggunakan bahasa daerah setempat dan langsung
menerjemahkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya.12 Metode bandongan atau wetonan identik dengan metode kuliah. Metode
ini dikenal dengan istilah weton. Istilah ini berasal dari kata wektu (Jawa)
yang berarti waktu, karena pengajaran ini diberikan pada waktu-waktu
tertentu, biasanya pada saat sebelum dan sesudah melaksanakan shalat
fardhu.13 Di Jawa Barat, metode ini disebut dengan bandongan, sedang di Sumatra dipakai istilah halaqah.14
Jadi, yang dimaksud metode bandongan adalah sistem pengajaran
yang diberikan secara berkelompok yang diikuti oleh seluruh santri.
Seorang guru membaca suatu kitab pada waktu tertentu, santri
11
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia ..., op. cit., h. 87.
12
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h.61
13
Zarkasi, op. cit., h.75
14
mendengarkan dan menyimak bacaan guru tersebut dengan mencatat
hal-hal yang dianggap penting pada kitabnya masing-masing.
Kegiatan belajar mengajar di atas berlangsung tanpa perjenjangan
kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan memisahkan
kelompok santri berdasarkan jenis kelamin.15
Metode sorogan dan bandongan ini merupakan bagian dari metode
klasik yang masih digunakan dalam mempelajari kitab kuning di
pesantren, khususnya pesantren tradisional. Aktivitas pengajaran semacam
ini sering dilakukan di masjid-masjid, langgar atau bahkan di rumah para
kyai.16 Metode sorogan dan bandongan sama-sama memiliki ciri utama dalam pengajarannya yang ditekankan pada penangkapan harfiyah atas
suatu kitab (teks) tertentu.17 Metode sorogan terbukti memiliki efektivitas dan signifikasi yang tinggi dalam mencapai hasil belajar. Sebab, dalam
metode ini guru membimbing secara maksimal kemampuan santri dalam
menguasai materi. Sedangkan, efektivitas metode bandongan terletak pada
pencapaian kuantitas dan kedekatan relasi santri dengan kyai.18
Selain masih mempertahankan metode-metode klasiknya pesantren
tradisional berusaha mengimbangi institusi-institusi pendidikan lainnya
dengan tidak meninggalkan identitasnya yang prinsipil. Intinya, pesantren
tetap mempertahankan tradisi dan tata nilai yang masih relevan (al muhafadzah ‘ala al-Qadim al-Shalih). Namun, di pihak lain secara selektif beradaptasi dengan pola baru yang bisa menopang kelanggengan sistem
pendidikan pesantren (al-akhdzu bi al-jadid al-Ashlah).19
Adapun sistem evaluasi metode bandongan yakni meliputi :
a. Aspek pengetahuan (kognitif) dilakukan dengan menilai kemampuan
santri dalam membaca,menterjemahkan dan menjelaskan.
15
A. Malik MTT, Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta 2008), Cet. I, h.16
16
Mohammad Tidjani Djauhari, Masa Depan Pesantren, Agenda Yang Belum Terselesaikan, (Jakarta: Taj, 2008), Cet. I, h. 72
17
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LkiS, 2001), Cet. I, h. 55
18
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institus, (Jakarta: Erlangga), h. 72
19
b. Aspek sikap (afektif) dapat dinilai dari sikap dan kepribadian santri
dalam kehidupan keseharian.
c. Aspek keterampilan (skill) yang dikuasai oleh para santri dapat dilihat
melalui praktek kehidupan sehari-hari ataupun dalam bidang fiqh,
misalnya dapat dilakukan dengan praktek atau demonstrasi yang
dilakukan oleh para santri pada halaqah tersebut.
5.
Kelebihan
dan
Kekurangan
Metode
Sorogan
dan
Bandongan
a. Metode sorogan
1) Kelemahan Metode Sorogan
Bila dipandang dari segi waktu dan tenaga mengajar kurang
efektif, karena membutukan waktu yang relatif lama apalagi bila santri
yang belajar sangat banyak akan membutukan waktu yang sangat
panjang dan banyak mencurahkan tenaga untuk mengajar.
Banyak menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, keuletan, dan
kedisiplinan pribadi seorang kyai (ustadz). Tanpa ada sifat-sifat
tersebut di atas, maka proses pembelajaran dengan menggunakan
metode sorogan tidak akan tercapai secara maksimal.
Sistim sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling
sulit dari keseluruhan sistim pendidikan Islam tradisional, sebab sistem
sorogan menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi
guru pembimbing dan murid.20 2) Kelebihan Metode Sorogan
Kemajuan individu lebih terjamin karena setiap santri dapat
menyelesaikan program belajarnya sesuai dengan kemampuan individu
masing-masing, dengan demikian kemajuan individual tidak terhambat
oleh keterbelakangan santri yang lain.
20
Memungkinkan perbedan kecepatan belajar para santri, sehingga
ada kompetisi sehat antar santri. Dan juga seorang guru dapat
mengawasi dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang
murid dalam menguasai pelajarannya. Serta memiliki ciri penekanan
yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal.21
Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Zamakhsyari yakni sistem
sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang
murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini
memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing
secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa
Arab.22
b. Metode Bandongan
1) Kelemahan Metode Bandongan
a) Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam
menyampaikan materi sering diulang-ulang.
b) Guru lebih kreatif dari pada siswa karena proses belajarnya
berlangsung satu jalur (monolog).
c) Dialog antara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga
murid cepat bosan.
d) Metode bandongan ini kurang efektif bagi murid yang pintar
karena materi yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga
terhalang kemajuannya.
2) Kelebihan Metode Bandongan
a) Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya
banyak.
b) Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti system sorogan
secara intensif.
21Sa’id Aqiel Siradj
et.al., Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h. 281
22
c) Materi yang diajarkan sering diulang-ulang sehingga
memudahkan anak untuk memahaminya.
d) Sangat efisien dalam mengajarkan ketelitian memahami
kalimat yang sulit dipelajari
B.
Pondok Pesantren
1.
Pengertian Pondok Pesantren
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai
asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam
yang tumbuh dan diakui oleh masyarakat sekitar denga sistem asrama
yang santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian
atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kepemimpinan
seorang atau beberapa kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal.23
Pesantren yang merupakan “Bapak” dari pendidikan Islam di
Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman, hal
ini bisa dilihat dari pejalanan sejarah, dimana bila dirunut kembali,
sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah
Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam,
sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.24
Sebuah pesantren pada dasarnya dasarnya adalah sebuah asrama
pendidikan Islam tradisional dimana siswanya tinggal dan belajar di
bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai“.25
Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam, dimana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan
materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan
23
Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), Cet. I, h. 99
24
Hasbullah, op. cit., h. 138
25
untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta
mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan
menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Pengertian pesantren berasal dari kata “santri”, dengan awalan
pe-dan akhiran -an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja
yang dikutip oleh Haidar Putra Daulay, mengatakan pesantren berasal
dari kata ”santri” yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat orang berkumpul
untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.
2.
Jenis-Jenis Pondok Pesantren
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, maka pendidikan
pesantren baik tempat, bentuk hingga substansinya telah jauh
mengalami perubahan. Pesantren tidak lagi sesederhana seperti apa
yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren dapat mengalami
perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman.
Secara garis besar, pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada
dua macam, yaitu:
a. Pesantren Tradisional
Yaitu pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran
tradisional, dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering
disebut kitab kuning.
Diantara pesantren ini ada yang mengelola madrasah, bahkan juga
sekolah-sekolah umum mulai tingkat dasar atau menengah, dan ada
pula pesantren-pesantren besar yang sampai ke perguruan tinggi.
Murid-murid dan mahasiswa diperbolehkan tinggal di pondok atau
diluar, tetapi mereka diwajibkan mengikuti pengajaran kitab-kitab
masing-masing. Guru-guru pada madrasah atau sekolah pada
umumnya mengikuti pengajian kitab-kitab pada perguruan tinggi.
b. Pesantren Modern
Merupakan pesantren yang berusaha mengintegrasi secara penuh
sistem klasikal dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua
santri yang masuk pondok terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian
kitab-kitab klasik tidak menonjol, bahkan ada yang cuma sekedar
pelengkap, tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau bidang
studi. Begitu juga dengan sistem yang diterapkan, seperti cara
sorogan dan bandungan mulai berubah menjadi individual dalam
hal belajar dan kuliah secara umum, atau studium general.26
3.
Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren
a.
Pondok Pesantren Tradisional
Metode pembelajaran dalam pondok pesantren hampir sama juga
dengan metode pembelajaran di surau-surau di Sumatera Tengah.
Pondok pesantren itu dikepalai oleh sang kyai dan dibantu oleh
guru-guru dari santri yang telah tinggi pelajarannya. Ilmu yang mula-mula
diajarkan ialah ilmu Nahwu dan Saraf, kemudian ilmu fiqih, Tafsir
ilmu Kalam (Tauhid), akhirnya sampai kepada ilmu Tasawuf dan
sebagainya.
Pendeknya mata pelajaran dalam pondok pesantren itu ialah
ilmu-ilmu bahasa Arab (pasif) dan ilmu-ilmu-ilmu-ilmu Agama Islam. Lama pelajaran
itu tidak ditentukan. Santri-santri yang cerdas dan rajin lekas
pelajarannya dan cepat pandai, sehingga dapat menjadi guru bantu,
sedangkan santri-santri yang bodoh serta malas sampai bertahun-tahun
lamanya tidak juga tamat pelajarannya. Kadang-kadang keluar dengan
tangan hampa saja. Pesantren itu sendiri tidak memberikan ijazah atau
surat tamat belajar.
26
Cara mengajar sama saja, yaitu dengan menterjemahkan kata demi
kata ke dalam bahasa daerah, kemudian menerangkan maksudnya.
Kitab-kitab pelajaran yang dipakai pada pondok pesantren itu hampir
sama juga dengan kitab-kitab pelajaran yang dipakai di surau-surau di
Sumatra. Karena memang sumber dan pusatnya satu, yaitu Mekkah
tanah tanah suci tempat pendidikan dan pengajaran Islam bagi seluruh
alim ulama Indonesia pada masa itu.
b.
Pondok Pesantren Modern
Seiring dinamika zaman, banyak pesantren NU yang sistem
pendidikan asalnya salaf berubah total menjadi pesantren modern. Ciri
khas pesantren modern adalah prioritas pendidikan pada sistem
sekolah formal dan penekanan bahasa Arab modern (lebih spesifik
pada speaking/muhawarah). Sistem pengajian kitab kuning, baik
pengajian sorogan wetonan maupun madrasah diniyah, ditinggalkan
sama sekali. Atau minimal kalau ada, tidak wajib diikuti. Walaupun
demikian, secara kultural tetap mempertahankan ke-NU-annya seperti
tahlilan, qunut, yasinan, dan lain-lain.
Namun demikian, beberapa unsur yang menjadi ciri khas pondok
pesantren modern adalah sebagai berikut:
1. Penekanan pada bahasa Arab percakapan.
2. Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (bukan
klasik/kitab kuning).
3. Memiliki sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau
Kemenag dari SD/MI MTS/SMP MA/SMA maupun sekolah
tinggi.
4. Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan,
bandongan dan wetonan.
Kriteria-kriteria di atas belum tentu terpenuhi semua pada sebuah
pesantren yang mengklaim modern. Pondok Modern Gontor, inventor
pada penggunaan bahasa Arab kontemporer (percakapan) secara aktif
dan cara berpakaian yang meniru Barat. Tapi, tidak memiliki sekolah
formal yang kurikulumnya diakui pemerintah.27
C.
Kerangka Berfikir
Metode adalah merupakan suatu cara kerja yang sistematik dan
umum, seperti cara-cara kerja ilmu pengetahuan. Ia merupakan jawaban atas pertanyaan “Bagaimana”. Atau juga bisa disebut cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran
guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Adapun peranan metode tidak hanya sebagai alat yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Akan tetapi, mempunyai
peranan lain diantaranya: metode berperan sebagai strategi mengajar,
metode sebagai seni dalam mengajar dan metode mengajar sebagai alat
untuk menciptakan proses belajar mengajar.
Karena metode merupakan salah satu faktor pendukung dalam
keberhasilan proses belajar mengajar, maka pilihan metode yang tepat
menjadi suatu keharusan mengingat metode banyak sekali ragamnya.
Metode sorogan merupakan metode yang bersifat individual,
dimana santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa
kitab yang akan dipelajarinya. Kyai membacakan pelajaran bahasa Arab
itu kalimat demi kalimat, kemudian menerjemahkan dan menerangkan
maksudnya. Santri menyimak dan memberi catatan pada kitabnya.
Sedangkan metode bandongan adalah metode yang bersifat
kelompok besar, dimana santri mengikuti pelajaran dengan duduk di
sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah. Santri
menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan pada kitabnya.
Kedua metode ini masih sering digunakan dalam kegiatan
pembelajaran di pondok pesantren khususnya dalam mempelajari kitab
27
kuning. Tetapi tak ada gading yang tak retak, meskipun metode ini telah
mendarah daging dalam dunia pembelajaran di seluruh pondok pesantren
tetap saja ada kekurangan atau kelemahan dalam metode ini. Sehingga
bisa berakibat kurang maksimalnya pembelajaran terhadap peserta didik
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2013 sampai
dengan 30 Desember 2013 di Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan yang
berlokasi di desa Sladi Kecamatan Kejayan Pasuruan Jawa Timur. Alasan
memilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut terkait dengan hal yang ingin
diteliti oleh penulis.
B.
Metode Penelitian
Dilihat dari tujuan penelitian, fokus penelitian ini adalah untuk
mengetahui keberhasilan santri dalam pembelajaran dengan menggunakan
metode sorogan dan bandongan. Dengan demikian penelitian ini dapat
dikatakan sebagai penelitian kuantitatif. Dengan pendekatan tersebut
diharapkan dapat memperoleh pemahaman dan penafsiran yang mendalam
mengenai makna, kenyataan dan fakta yang relevan. Dalam penelitian ini,
sasaran yang hendak dicapai adalah untuk mendeskripsikan, memahami dan
membuktikan Pengaruh Metode Sorogan dan Bandongan Terhadap
Keberhasilan Pembelajaran. Oleh sebab itu, berdasarkan pada kajian teori dan
kerangka berfikir yang dipaparkan di depan, maka jenis penelitian yang
C.
Populai dan Sampel
1. PopulasiMenurut Suharsimi bahwa populasi adalah : “keseluruhan subyek
penelitian.”1 Sesuai dengan kebutuhan dalam proses penelitian ini maka yang dijadikan populasi adalah seluruh santri Pondok Pesantren Salafiyah
Sladi Kejayan yang berjumlah 36 orang. Tetapi berhubung ada 4 orang
santri yang izin untuk pulang ke rumah karna ada keperluan, maka jumlah
santri yang diteliti menjadi 32 orang santri.
2. Sample
Sebagian atau wakil populasi yang diteliti disebut sampel, untuk
memperkirakan maka apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil 10/15 % atau
20-25% atau lebih”2
. Dikarenakan jumlah populasi kurang dari 100 maka
penulis mengambil seluruh sampel yakni 32 orang santri.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang objektif yang berhubungan dengan
pokok-pokok masalah ini, maka digunakan alat pengumpul data sebagai
berikut:
1. Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang
diselidiki. Tujuan observasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
kondisi objektif lapangan penelitian. Yang behubungan dengan metode
sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran.
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. XIV, h. 173
2
2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan. Dalam proses wawancara ini melibatkan ustadz, staf pondok
pesantren, alumni pondok pesantren dan warga sekitar.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia, sumber ini
adalah sumber yang cukup bermanfaat sebab telah tersedia sehingga akan
relatif murah pengeluaran biaya untuk memperolehnya, merupakan
sumber yang stabil dan akurat sebagai cermin situasi/kondisi yang
sebernarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak
mengalami perubahan.
4. Angket
Angket adalah suatu teknik dimana peneliti mengumpulkan data
dengan cara membuat sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti, angket ini diberikan oleh peneliti kepada santri
Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan.
Angket ini diberikan berupa pertanyaan, yang akan diberikan
kepada siswa untuk mengungkap data tentang pengaruh metode sorogan
dan bandongan yang merupakan variabel X, kepada responden dengan
[image:36.595.156.514.626.755.2]maksud untuk memperoleh data-data tentang keberhasilan pembelajaran.
Tabel 3.1
Kisi-kisi kuesioner angket
No. Aspek Indikator Responden Keterangan
1. Metode
sorogan dan
bandongan
1. Implementasi
metode
2. Kesiapan para
santri
3. Antusias santri
Santri
1-6
7
dalam
mengikuti
pelajaran
4. Daya serap
materi yang
diterima
5. Pengulangan
kembali materi
ajar
6. Hasil yang
dicapai
7. Kendala yang
dihadapi
8. Respon santri
terhadap
metode yang
digunakan
12, 13, 14
15
16
17
18, 19, 20
Adapun interpretasi untuk Variabel X yaitu :
a) Sangat baik jika nilainya pada interval 81-100%
b) Baik jika nilainya pada interval 61 - 80%
c) Cukup baik jika nilainya pada interval 41 - 60%
d) Kurang baik jika nilainya pada interval 21 - 40%
e) Tidak baik jika nilainya pada interval 0 - 20%
E.
Hipotesis Statistik
Selanjutnya diadakan pengolahan dan analisis data, sehingga
data-data yang telah ada dapat dipahami kemudian diuraikan dan
Metode pengolahan data angket dilakukan dengan menjumlahkan
skor jawaban dari masing-masing siswa, kemudian menjumlahkan seluruh
skor jawaban dari 32 sampel tersebut, ini dinamakan sebagai variabel X
(Metode Sorogan dan Bandongan). Untuk variabel Y (Keberhasilan
Pembelajaran) diambil dari nilai raport masing-masing siswa, kemudian
dijumlahkan seluruhnya. Variabel X dan variabel Y ini akan digunakan
memperoleh koefisien pengaruh antara keaktifan berorganisasi dan
prestasi belajar siswa.
Untuk mengetahui hubungan antara keaktifan berorganisasi dan
prestasi belajar, digunakan tekhnik analisa dan korelasi Product Moment
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
rxy : Angka Indeks Korelasi “r” product Moment
N : Number of Cases
∑XY : Jumlah hasil perkalian skor X dan Y
∑X : Jumlah seluruh skor X
∑Y : Jumlah seluruh skor Y
Setelah dilakukan analisis data, maka hasilnya diinterpretasikan
dandisimpulkan. Adapun pedoman yang umum digunakan dalam
memberikan interpretsi secara sederhana terhadap angka hasil koefisien
korelasi product moment adalah sebagai berikut.3 :
3
Tabel 3.2
Interpretasi Indeks Korelasi Product Moment
Besarnya “r” Product Moment
(rxy)
Interpretasi
0,00 – 0,20 Antara variabel X dan variabel Y
memang terdapat kolerasi, akan
tetapi kolerasi itu sangat lemah atau
sangat rendah sehingga kolerasi itu diabaikan (dianggap tidak ada
kolerasi atau pengaruh antara
variabel X dan variabel Y)
0,20 -0,40 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang lemah atau rendah.
0,40 – 0,70 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang sedang atau cukupan.
0,70 – 0,90 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang kuat atau tinggi.
0,90 – 1,00 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat kolerasi yang sangat kuat atau sangat tinggi.
1. 2.
Terdapat hubungan positif pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap
keberhasilan pembelajaran atau makin tinggi kebiasaan maka makin baik
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Pondok Pesantren Salafiyah Sladi
Kejayan
1. Sejarah Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
Pondok pesantren Salafiyah Sladi Kejayan terletak di Desa Sladi
Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur.
Pondok pesantren ini berdiri sejak tahun 1697, yang didirikan oleh
KH. Muhammad Murtadlo Al-Khon atau lebih dikenal Kyai Nur
Muhammad.
Pondok pesantren Salafiyah Sladi Kejayan merupakan salah satu
pondok pesantren yang bercorak tradisional. Karena memiliki
kurikulum sendiri dan tidak ada jenjang pendidikan formal. Pesantren
ini hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama yang bersumber dari
kitab-kitab kuno yang sering disebut kitab-kitab kuning.1
Saat ini pesantren memiliki 36 santri, tujuan didirikannya pondok
pesantren ini adalah mencetak manusia yang beriman, bertaqwa dan
berakhlak mulia. Hal yang menarik dari pesantren disini adalah bahwa
setiap santri yang telah dirasa cukup memiliki kemampuan, maka
santri tersebut akan dilepas tugaskan keberbagai daerah bahkan keluar
kota untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran yang didapat di pondok
pesantren tersebut.
1
Pondok pesantren salafiyah sladi kejayan merupakan salah pondok
pesantren tradisional yang masih berdiri dan masih sangat teguh
menjaga apa yang diwariskan dari awal berdiri sampai sekarang ini.
Hal ini bisa dilihat dari struktur kepengurusan yang masih di pegang
oleh keturunan sanng pendiri dan juga bisa dilihat bangunan yang
masih sama, hanya saja ada sedikit pemugaran di bagian masjid nya
saja.
Pondok pesantren ini juga sama sekali tidak sama seperti instansi
pendidikan yang lainnya, pondok pesantren ini tidak memiliki
kurikulum resmi dari pemerintah. Jadi hanya memakai kurikulum
mandiri dan bahkan tidak ada raport penilaian, leger dan lain
sebagainya. Para guru dan ustadz hanya menggunakan buku tulis biasa
dan hanya mencatat nilai para santri secara manual bahkan ijazah pun
tidak ada dari pesantren ini.
Jadi, kelulusan santri disini ditentukan berdasarkan musyawarah
para guru dan akan diadakan semacam praktik kerja lapangan. Yakni
santri yang benar-benar telah dianggap mampu dan menguasai apa
yang telah diberikan dan didapatkan di pondok, maka santri tersebut
akan dikirim keluar daerah bahkan sampai ke Malaysia untuk dikerja
tugaskan mengajar di lembaga pendidikan seperti sekolah ataupun
pesantren. Selama santri tersebut melaksanakan tugasnya, pihak
pondok pesantren pun terus berkomunikasi dengan pihak yang
menerima santri tersebut untuk mengetahui dan menerima laporan
mengenai kinerja santri tersebut.
Dan setelah dianggap selesai dalam melaksanakan tugas, santri
tersebut pun kembali ke pondok pesantren untuk memberikan laporan
bahwa tugas yang diberikan kepadanya telah selesai dilaksanakan.
Kemudian para guru pun bermusyawarah untuk menentukan santri
2. Struktur Pengurus dan Data Guru Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
Pengurus dan guru pengajar sekaligus pendidik memiliki tanggung
jawab yang urgen dan merupakan elemen penting dalam kemajuan
pesantren. Adapun struktur kepengurusan dan data tentang tenaga
pengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan dapat dilihat
[image:42.595.161.516.295.558.2]pada tabel di bawah ini :2
Tabel 4.1
Nama Pengurus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
No. Nama Jabatan
1 Gus Abdullah Hamid Pengasuh
2 Gus Abdul Qodir Al-Mujtaba Pengurus I
3 Gus Nur Hasan Pengurus II
4 Gus Ahmad Mubarak Keamanan Luar I
5 Gus Hazam Keamanan Luar II
6 Gus Khobir Keamanan Luar III
7 Ustadz Hasan Asy’ary Keamanan Pondok
8 Ustadz Su’udi Sekretaris
9 Ustadz Abdul Halim Bendahara
10 Ustadz Sufyan Assaury Kesehatan
11 Ustadz Alamul Huda Kebersihan
Berikut adalah bagan struktur dari kepengurusan Pondok Pesantren
Salafiyah Sladi Kejayan:
2
Struktur Pengurus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 2 1 1 4 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 1 2 1 3 2 3
JUMLAH
Dari struktur kepengurusan diatas, dapat kita lihat bahwa
otoritas pimpinan tertinggi adalah ketua. Tapi ketua tersebut masih
dibawahi oleh penasehat sebagai pemberi masukan-masukan yang
diperlukan untuk kemajuan pondok pesantren. Sedangkan dibawah
ketua ada sekertaris dan bendahara, keduanya ini mungkin hampir
sama tugasnya seperti yang kita jumpai sekertaris dan bedahara
pada umumnya.
KETUA
PENASEHAT
SEKRETARIS BENDAHARA
KESEHATAN KEAMANAN
PERLENGKAPAN KEBERSIHAN
Kemudian dibawah sekertaris dan bendahara terdapat
keamanan dan kesehatan. Keamanan disini dibagi menjadi dua,
yaitu keamanan dalam dan keamanan luar. Keamanan dalam yakni
bertugas untuk mengamankan situasi dan kondisi santri di dalam
pondok pesantren, sedangkan keamanan luar yakni bertugas
mengawasi santri yang keluar dari pondok dan memiliki
kewenangan untuk memberikan izin kepada santri yang ingin
keluar dari wilayah pondok pesantren.
Dan bisa dilihat selanjutnya dibawah kesehatan dan
kesehatan terdapat perlengkapan dan kebersihan. Tugas dari
perlengkapan ialah memastikan segala peralatan yang dibutuhkan
baik untuk kegiatan belajar mengajar maupun untuk keperluan lain
tersedia. Sedangkan kebersihan disini mungkin tidak sama dengan
apa yang kita bayangkan, kebersihan disini tidak turun langsung
untuk membersihkan tetapi hanya memastikan saja kondisi pondok
pesantren baik di kamar santri maupun lingkungan pondok itu
terjaga kebersihannya. Sedangkan yang bertugas membersihkan
adalah para santri memiliki kesadaran sendiri tanpa harus ada yang
memerintah.
Dan yang terakhir adalah jumlah kamar beserta jumlah
santri yang menempati kamar tersebut. Ukuran kamar di pondok
pesantren hanya sekitar 2x3 meter, dan hanya muat satu lemari
saja. Karna sedikitnya jumlah santri yang menetap pada tahun
ajaran sekarang, maka satu kamar hanya di huni oleh satu sampai
tiga santri saja. Padahal tiga sampai empat tahun yang lalu satu
kamar bisa ditempati oleh tiga sampai empat santri, bisa
terbayangkan bagaimana sempitnya santri saat beristirahat di
dalam kamar tersebut.3
3
Dan data tentang tenaga pengajar di Pondok Pesantren
[image:45.595.146.517.203.696.2]Salafiyah Sladi Kejayan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 4
Tabel 4.2
Data Guru Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
No. Nama Pendidikan Mapel Ket.
1 Ustadz Zarkasyi Ponpes Lirboyo Tasawuf Non Aktif
2 Ustadz Bahrul Ulum Alumni Salafiyah Fiqh Non Aktif
3 Ustadz Ma’ruf Alumni Salafiyah Fiqih Aktif
4 Ustadz Tulhah Ponpes Tebu Ireng Nahwu Aktif
5 Ustadz Muslih Alumni Salafiyah Nahwu Non Aktif
6 Ustadz Muhammad
Murtadho Alumni Salafiyah Tafsir Non Aktif
7 Ustadz Hasan
Nawawi Alumni Salafiyah Tafsir Aktif
8 Ustadz „Utsman Alumni Salafiyah Shorof Aktif
9 Ustadz Hazam Alumni Salafiyah Shorof Non Aktif
10 Ustadz Munir Alumni Salafiyah Hadits Aktif
11 Ustadz Mahmud Alumni Salafiyah Hadits Non Aktif
12 Ustadz Roziqin Alumni Salafiyah Bahasa
Arab Non Aktif
13 Ustadz Sholihin Alumni Salafiyah Bahasa
Arab Aktif
14 Ustadz Ilyas Alumni Salafiyah Sejarah Non Aktif
15 Ustadz Khobir Alumni Salafiyah Sejarah Non Aktif
16 Ustadz Hadi Ponpes Lirboyo Tauhid Aktif
17 Ustadz Muhajir Alumni Salafiyah Akhlaq Non Aktif
18 Ustadz Nashir Alumni Salafiyah Akhlaq Non Aktif
4
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah guru
pengajar di pondok pesantren berjumlah 18 orang, disertai dengan
pendidikan dan pelajaran apa yang di pegang oleh masing-masing
guru dan keterangan yang masih akif mengajar berjumlah 7 orang
sedangkan yang non aktif berjumlah 11 orang. Sebagai mana yang
telah di tuturkan Ustadz Kholil, salah satu staf tata usaha di pondok
pesantren bahwa jumlah pengajar pada tahun 2013 ini sudah tidak
sesuai lagi dengan arsip. Karna belum ada lagi pembaruan arsip
dan berkas-berkas di kantor, yang disebabkan karna sedang ada
renovasi di beberapa bagian kantor dan masjid.5
3. Keadaan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
Mengenai keadaan santri Pondok Pesantren Salafiyah Sladi
Kejayan, dalam 3 tahun terakhir ini jumlah santri di pondok pesantren
terus berkurang. Data statistik tahun ajaran 2012/2013 keseluruhan
santri berjumlah 45 orang, dengan keterangan sebagai berikut : tahun
ajaran 2010/2011 berjumlah 59 orang, tahun ajaran 2011/2012
berjumlah 50 orang, dan tahun ajaran 2012/2013 berjumlah 36 orang.6 Untuk lebih jelasnya keadaan pondok pesantren Salafiyah Sladi
[image:46.595.116.518.585.716.2]Kejayan dapat dilihat tabel berikut :
Tabel 4.3
Data Santri Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
No. Tahun Ajaran Jumlah Santri Jenis
1 2009/2010 93
Laki-laki
2 2010/2011 68
3 2011/2012 50
4 2012/2013 36
5
Wawancara dengan staf tata usaha Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan, pada tanggal 24 Desember 2013 di Pondok Pesantren Salafiyah
6
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa setiap tahun jumlah
santri di pondok pesantren semakin menurun. Menurut hasil
wawancara yang telah penulis lakukan kepada salah seorang
Ustadz, hal ini bisa disebabkan karena kurangnya minat untuk
belajar di pondok pesantren tradisional ditambah lagi tidak adanya
ijazah resmi dari dinas pendidikan ataupun pemerintah dari pondok
tersebut. Karena orang-orang banyak yang beranggapan bahwa
pekerjaan hanya bisa di dapat dengan menggunakan ijazah.
Dalam hal umur santri disini cukup bervariasi, dari yang
paling muda ada yang berusia 13 tahun dan yang tertua ada yang
berusia 25 tahun. Sebagian besar latar belakang keluarga para
santri disini adalah petani, ada juga sebagai nelayan dan ada pula
santri yang merantau. Santri di pondok pesantren ini banyak dari
penduduk sekitar.7
4. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan
Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan memiliki sarana dan
prasarana yang bisa dibilang agak kurang memadai diluar kepentingan
[image:47.595.116.517.482.725.2]pembelajaran. Adapun sarana dan prasarana tersebut antara lain :
Tabel 4.4
Data sarana dan prasarana Pondok Pesantren Salafiyah Sladi
No. Nama Bangunan Jumlah
1 Masjid 1
2 Kamar 21
3 Ruang Kantor 1
4 Kamar Mandi 3
5 Ruang Kelas 4
6 Kantin 1
7 Gudang 1
8 Dapur 1
9 Lapangan Olahraga -
7
Dari tabel di atas dapat kita lihat sarana dan prasarana yang
tersedia di Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan be