• Tidak ada hasil yang ditemukan

Goal oreintation, self-efeicacy, dan prestasi belajar santri pesantren persatuan Islam Tenggarong Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Goal oreintation, self-efeicacy, dan prestasi belajar santri pesantren persatuan Islam Tenggarong Garut"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

GOAL ORIENTATION, SELF-EFFICACY, DAN PRESTASI

BELAJAR SANTRI PESANTREN PERSATUAN ISLAM

TAROGONG GARUT

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

SANTI YUDHISTIRA

NIM: 106070002305

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “GOAL ORIENTATION, SELF-EFFICACY DAN PRESTASI BELAJAR SANTRI PESANTREN PERSATUAN ISLAM TAROGONG GARUT” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta Pada tanggal 08 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 08 Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/

Ketua Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota

Dra. Zahratun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2 001

Solicha, M.Si

(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Santi Yudhistira

NIM : 106070002305

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Goal Orientation, Self-Efficacy dan Prestasi Belajar Santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Apapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi tersebut telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 08 Desember 2010

(5)

Motto

“Hayyatuna Kulluhal ‘Ibadah”

Setiap langkah hidup kami adalah ibadah

(Semboyan UG Pesantren Persis Tarogong Garut)

“Hiduplah dengan sederhana, karena kesederhanaan

(6)

ABSTRAK

(A)FAKULTAS PSIKOLOGI

(B)NOVEMBER 2010

(C) Santi Yudhistira

(D) Goal orientation, self-efficacy, dan prestasi belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut

(E) XV-84 halaman

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di lingkungan rumah maupun di sekolah (Syah, 1999: 59). Prestasi belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah goal orientation dan self-efficacy.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa berdasarkan arah goal orientation yang dimiliki siswa, dan hubungan self-efficacy dengan prestasi belajarnya.

Menurut Ames, goal orientation disebutkan sebagai gambaran integrasi pola

belief yang memiliki peranan penting untuk membedakan pendekatan yang dipakai, cara menggunakan, dan respon terhadap situasi prestasi (dalam Pintrich & Schunk, 2008). Goal orientation bisa merupakan mastery goal

berarti siswa berorientasi pada penguasaan materi yang mendalam, mengembangkan keterampilan baru, meningkatkan atau mengembangkan kompetensi, berusaha untuk mencapai sesuatu yang menantang, dan mencoba untuk mendapatkan pemahaman atau wawasan, sedangkan performance goal

menyatakan bahwa siswa lebih berorientasi pada kemampuan mereka, dan memperlihatkan kinerja mereka kepada orang lain, dan ingin menjadi yang lebih baik daripada yang lain.

Menurut Bandura (1986 dalam Brown, 1998) orang- orang yang memiliki kepercayaan terhadap self-efficacy yang tinggi cenderung punya kemampuan untuk menyelesaikan tugas, dan mencapai tujuan mereka. Begitu pula sebaliknya, orang-orang dengan self-efficacy yang rendah cenderung tidak yakin bahwa mereka punya kemampuan untuk sukses dan mencapai tujuan yang ingin diraih. Self-efficacy terdiri dari level, yaitu level kinerja pada tugas-tugas sulit, generality, yaitu penilaian domain-linked mengungkapkan pola dan tingkat umum dari persepsi orang tentang keberhasilan mereka dan

(7)

(F) Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster sampling dengan mengocok 12 kelas menjadi 4 kelas. Instrumen yang digunakan adalah skala

goal orientation yang terdiri dari 12 item, skala self-efficacy yang berisi 31 item, dan prestasi belajar dari nilai raport.

Hasil uji hipotesis menyimpulkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar antara santri yang tergolong performance goal orientation dengan santri yang tergolong mastery goal orientation. Dalam hal ini santri dengan mastery goal orientation memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dari pada santri dengan

performance goal orientation. Tidak ada hubungan yang signifikan self-efficacy dengan prestasi belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut. Goal orientation dan self-efficacy hanya memberikan kontribusi sebesar 0,7% terhadap variabel prestasi belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut.

Dianjurkan agar peneliti membuat instrumen pengukuran prestasi belajar dan mengujikannya secara langsung kepada sampel, tidak mengambil dari hasil prestasi yang sudah tersedia di lembaga atau individu yang dijadikan sampel

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaniirrahiim

Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis

kesempatan untuk mengecap nikmat sehat dan pikiran jernih, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dari perkuliahan di Fakultas

Psikologi ini. Shalawat serta salam kepada Nabi junjungan Muhammad SAW.

Berkat perjuangan dan bimbingan beliaulah ummat manusia dapat hidup dalam

keimanan kepada Allah, jauh dari kesesatan.

Penulis sangat berbahagia telah menyelesaikan skripsi yang menjadi syarat

kelulusan di Fakultas Psikologi. Penulis berharap skripsi ini bisa menjadi awal

prestasi yang baru untuk menghadapi masa depan yang cerah dan gemilang.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak bantuan dan dukungan yang

mengalir dari semua pihak yang ada. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bapak Jahja

Umar, Ph. D, beserta jajaran kepemimpinannya.

2. Ibu Fadhilah Suralaga dan Ibu Solicha sebagai pembimbing yang tidak

pernah lelah memberikan saran dan waktunya untuk penulis. Mereka

menjadi inspirasi untuk penulis agar tetap semangat sebanyak apapun

(9)

3. Pembimbing akademik, Ibu Neneng T.S yang telah memberikan

pengarahannya selama penulis berada di Fakultas Psikologi, yang

memberikan banyak Job sehingga pengalaman penulis semakin bertambah.

4. Seluruh pihak Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut, Ustadz. Epul,

Ustadz. Gungun, Ibu Teni, dan lainnya sebagai tempat penelitian, juga

tempat menimba ilmu dan mengaplikasikan ilmu.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi yang telah membantu

menyiapkan fasilitas-fasilitas yang memadai.

6. Untuk kedua orang tua tercinta, Ibunda Suarni yang begitu sabar dan

tabah, Ayahanda Aceng Sutisna yang begitu gigih dan bijaksana. Tanpa

kalian, penulis bukan apa-apa di dunia ini

7. Untuk Kakanda Yenni Handayani dan Fadli yang selalu membimbing

penulis kapan saja, dimana saja. Untuk Abang Indra Gunawan yang

menyayangi penulis dengan cara berbeda. Penuh canda dan tawa.

8. Spesial untuk Dede Setiawan. Adinda yang selalu ceria dan tidak pernah

merasa sendiri di tengah berbagai kekurangan yang dimiliki. Adinda yang

menjadi motivasi penulis untuk kuliah di bidang Psikologi. Adinda yang

(10)

9. Untuk teman-teman terbaik di Pesantren, Ani, Elis dan suami, Frisa,

Bubah, Yasmin, Teh Ai, Latif, dan seluruh teman-teman seangkatan.

10.Untuk teman-teman Imapa PP dan Cabang. Bg Muna, Shona Alfi, Bg

Wahyu, Bg Deni, Zul, Bg Nazir, Bg Fadhil, Partai Sleeping beauty, dan teman-teman Cabang. Untuk teman-teman di Garut, Kg Iyus, Kg Kiki, Kg

Asep, Omy, Teh Yayah, Aceu, dan Gapensens yang selalu mampu

melepas penat penulis saat suntuk.

11.Untuk seluruh Mentor Akademik angkatan pertama, Ibu Yunita Faela Nisa

dan Ibu Eva sebagai koordinator Laboratorium, teman-teman seangkatan

khususnya kelas D, terutama Qky dan Ami. Serta teman-teman

seperjuangan skripsi, Fahria, Nadia, Kadek, Ega, dan lainnya. Terima

kasih akan kebersamaan yang indah ini.

12.Terakhir ucapan terima kasih terdalam dan spesial untuk Deni Murdiani

yang tidak pernah lelah membimbing dan membantu dengan segala upaya.

Menjadi penyemangat terbaik yang pernah ada. Semoga Allah selalu

meridhoi langkah dan usaha kita.

Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang

pernah dilakukan. Penulis menyadari banyaknya kekurangan dan kekeliruan baik

secara lisan maupun tulisan selama proses pembuatan skripsi ini berlangsung.

Semoga karya ini bermanfaat untuk pihak-pihak yang bersangkutan dan menjadi

(11)

Ciputat, 24 November 2010.

(12)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang Permasalahan... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah..………....… 9

1.2.2 Perumusan masalah……… 10

1.3 Tujuan Penelitian………... 11

1.4 Manfaat Penelitian………. 12

1.5 Sistematika Penulisan……… 12

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Belajar 2.1.1 Pengertian prestasi belajar………. 14

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar………... 16

2.1.3 Dimensi-dimensi prestasi belajar………... 25

2.2 Goal Orientation 2.2.1 Pengertian goal orientation……… 27

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi goal orientation……….. 29

2.2.3 Dimensi-dimensi goal orientation………. 33

2.3 Self-Efficacy 2.3.1 Pengertian self-efficacy……….. 41

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy……… 44

2.3.3 Dimensi-dimensi self-efficacy……… 48

2.4 Kerangka Berpikir………. 50

2.5 Hipotesis……… 52

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 54

3.2 Definisi Variabel……… 54

3.2.1 Definisi konseptual variabel……….. 55

3.2.2 Definisi operasional variabel……….…… 56

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi………. 57

3.3.2 Sampel………57

3.3.3 Teknik pengambilan sampel……….. 57

3.4 Metode Pengambilan Data………. 58

(13)

3.6 Teknik Uji Instrumen dan Analisis Data……...……… 60

3.7 Hasil Uji Instrumen………..……….… 61

3.8 Prosedur Penelitian……… 63

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian……….. 65

4.1.1 Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin…………... 66

4.1.2 Gambaran umum responden berdasarkan kelas……….… 66

4.2 Deskripsi Data……… 67

4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden……… 67

4.3.1 Frekuensi responden berdasarkan klasifikasi dimensi goal orientation………..… 67

4.3.2 Kategorisasi self-efficacy responden……….. 69

4.3.3 Kategorisasi prestasi belajar responden………. 69

4.4 Uji Perbedaan Goal Orientation Dengan Prestasi Belajar………. 70

4.5 Uji Korelasi Self-Efficacy Dengan Prestasi Belajar………...……… 72

4.6 Analisis Regresi Goal Orientation&Seff-Efficacy Dengan Prestasi Belajar.. 73

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……… 75

5.2 Diskusi………... 76

5.3 Saran………..……… 81

5.3.1 Saran teoritis... 81

5.3.2 Saran praktis………...82

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue print skala goal orientation………...……… 59

Tabel 3.2 Skor skala goal orientation………...… 60

Tabel 3.3 Blue print skala self-efficacy……….. 60

Tabel 3.4 Skor skala self-efficacy……….. 61

Tabel 3.5 Blue print skala goal orientaion………..…… 63

Tabel 3.6 Blue print skala goal orientaion ……….. 63

Tabel 3.7 Blue print skala self-efficacy ………. 64

Tabel 3.8 Blue print skala self-efficacy ………. 64

Tabel 4.1 Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin ……….. 68

Tabel 4.2 Gambaran umum responden berdasarkan kelas ……… 68

Tabel 4.3 Deskripsi Data (mean dan standar deviasi) ……….. 69

Tabel 4.4 Frekuensi responden berdasarkan klasifikasi dimensi goal orientation ………. 70

Tabel 4.5 Kategorisasi self-efficacy responden ……….… 71

Tabel 4.6 Kategorisasi prestasi belajarresponden ……… 71

Tabel 4.7 Mean dan standar deviasi ……….. 72

Tabel 4.8 Uji Hipotesis Goal Orientation Dengan Prestasi Belajar ………. 73

Tabel 4.9 Korelasi self-efficacy dengan prestasi belajar ………... 74

Tabel 4.10 Analisis Regresi Goal Orientation & Self-Efficacy Dengan Prestasi Belajar ………..…. 75

Tabel 4.11 Mean dan standar deviasi ……… 76

(15)

Tabel 4.13 Mean dan standar deviasi ………...…. 77

Tabel 4.14 Uji beda prestasi belajar mastery goal orientation dengan goal

(16)

DAFTAR BAGAN

Ba g a n 2.1 Ke ra ng ka b e rp ikir

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Belajar merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia untuk membantu

mengembangkan seluruh potensinya. Dalam Islam ditekankan bahwa menuntut

ilmu merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu dan orang yang

menyampaikan ilmu yang dimiliki adalah orang yang bermanfaat. Hal ini terbukti

dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah

iqra”yang merupakan perintah untuk membaca.

Berbagai macam dalil disampaikan agar manusia selalu memperhatikan

kewajibannya sebagai hamba yang senantiasa harus menuntut ilmu. Islam

menegaskan bahwa menuntut ilmu tidak sebatas pada usia kanak-kanak dan

remaja saja, namun menuntut ilmu adalah kewajiban semua muslim sejak dalam

kandungan ibu hingga liang lahat atau ajal menjemput. Ini berarti bahwa belajar

merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan sepanjang hidup.

Banyak penelitian telah dilakukan tentang bagaimana cara untuk

memahami belajar maupun untuk mencari cara-cara belajar yang efektif sehingga

orang-orang yang belajar dapat meningkatkan prestasinya. Dengan begitu,

kemajuan dunia ilmu pengetahuan semakin pesat dalam berbagai bidang, karena

memang belajar menjadi hal utama dalam meningkatkan taraf hidup umat

manusia. Semakin maju perkembangan ilmu pengetahuan, semakin tinggi pula

tingkat keinginan manusia untuk meningkatkan prestasi dalam belajar, apakah itu

(18)

untuk menguasai suatu hal atau hanya memperoleh suatu pengakuan dari

masyarakat banyak.

Prestasi belajar merupakan salah satu tolak ukur seseorang dalam

mencapai kesuksesan belajar. Seharusnya, siswa yang memiliki kecerdasan

normal atau di atas normal bisa mencapai prestasi yang tinggi dalam belajar

apabila tidak ada hambatan dalam mempelajari dan memahami apa yang

disampaikan guru. Berbagai sumber belajar juga dapat dicari untuk menambah

khazanah keilmuan.

Siswa-siswa tersebut dapat menjadi generasi yang dibekali dengan

prestasi-prestasi cemerlang untuk menghadapi masa depannya. Mereka juga akan

memiliki rasa puas terhadap apa yang telah dicapainya. Hal ini dapat menjadi

pemicu untuk terus meningkatkan prestasi dan menjadi manusia yang berkualitas.

Bila ditelusuri lebih jauh, dapat diketahui bahwa berprestasi atau tidaknya

siswa dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu secara intern

maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut yang akan menjadi teropong bagi guru dan

orang tua untuk memprediksikan prestasi yang mungkin diraih dikemudian hari.

Hal-hal yang berpengaruh tersebut dapat menjadi pemicu prestasi belajar

seseorang. Dengan adanya perbedaan faktor penguat dalam belajar, menimbulkan

adanya perbedaan dalam memandang belajar itu sendiri. Dengan demikian, sikap

dan persepsi terhadap belajar untuk menjadi seseorang yang berprestasi akan

berbeda pula.

Diantara faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah

goal orientation. Goal orientation merupakan fokus tujuan yang dimiliki dalam

(19)

mencapai hasil akhir dalam belajar, apakah siswa menginginkan penguasaan suatu

materi dari bahan ajaran yang telah ditetapkan untuk meningkatkan

kemampuannya (mastery) atau hanya bertujuan untuk mendapatkan nilai yang memuaskan serta mendapat pengakuan dari orang lain (performance).

Siswa yang memiliki tujuan untuk menguasai suatu materi akan cenderung

untuk memperkaya keilmuannya dengan mencari sumber lain dan tidak hanya

terpaku pada apa yang disediakan oleh guru saja. Siswa tidak segan-segan untuk

menghabiskan waktu dan tenaga untuk memenuhi keinginannya dalam menguasai

materi tersebut. Sebaliknya, siswa yang berorientasi pada pencapaian nilai yang

memuaskan akan merasa puas dengan apa yang telah disediakan oleh guru, namun

bukan berarti siswa tidak akan melakukan usaha tambahan di luar sekolah, mereka

akan mencari materi tambahan di luar bila menganggap materi yang telah

diberikan oleh guru di sekolah kurang membuatnya terakui dan dapat nilai yang

memuaskan.

Perbedaan goal orientation yang mereka miliki dapat menimbulkan prestasi belajar yang berbeda pula. Siswa dengan mastery orientation akan berhenti belajar bila telah merasa menguasai materi tersebut dengan baik,

sedangkan siswa dengan performance orientation akan berhenti belajar bila merasa nilainya sudah baik. Dengan demikian, prestasi yang diperolehpun

berbeda-beda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan tujuan pada nilai

(performance) tidak selalu memiliki prestasi belajar yang lebih rendah, namun lebih baik lagi apabila kedua jenis goal orientation tersebut dimiliki oleh semua

(20)

siswa. Dalam penelitiannya, Roebken (2007: 695) menyatakan bahwa siswa yang

memiliki kedua bentuk goal orientation, yaitu mastery dan performance memiliki tingkat prestasi akademik yang lebih tinggi dari siswa yang hanya memiliki

mastery orientation saja.

Berbeda dengan penelitian Mattern (2005: 30) yang menunjukkan bahwa

siswa dengan mastery goal orientation memiliki level prestasi belajar yang lebih tinggi dari pada siswa dengan performance goal orientation. Siswa yang mengejar

mastery goal lebih cenderung mencari tantangan, menggunakan strategi pembelajaran efektif yang lebih tinggi, termasuk strategi metakognitif, pelaporan

dan sikap terhadap sekolah yang lebih positif, dan memiliki tingkat self-efficacy

yang lebih tinggi (kepercayaan pada kemampuan diri untuk berhasil dalam situasi

tertentu) daripada orang-orang yang mengejar performance goal.

Sedangkan penelitian Harackiewicz dan Elliot dan koleganya

menunjukkan bahwa siswa dengan performance goals menunjukkan kinerja dan prestasi yang lebih baik. Siswa tersebut berorientasi untuk bekerja lebih baik dari

yang lain dan menunjukkan kemampuan dan kompetensi diri. Sedangkan siswa

dengan mastery goals lebih menunjukkan ketertarikan tugas (Pintrich, 2000: 544). Selain goal orientation, faktor internal lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah self-efficacy. Menurut Bandura (1986) Self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan

melakukan suatu tindakan yang diinginkan untuk meraih suatu kinerja yang

direncanakan (dalam Suprayogi, 2007: 314). Siswa yang memiliki self-efficacy

yang tinggi, akan cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi pula, begitu

(21)

pula sebaliknya, siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah akan cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah pula. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi akan meningkatkan kinerjanya. Konsentrasinya akan lebih terpusat pada

bagaimana ia menghadapi tugas-tugas yang diberikan agar dapat diselesaikan

dengan baik.

Sedangkan yang memiliki self-efficacy yang rendah akan lebih memikirkan bahwa tugas itu sulit, ketidakmampuannya dalam menyelesaikan

tugas tersebut, atau rintangan-rintangan berat yang akan ditempuhnya selama

mengerjakan tugas yang dibebankan kepadanya. Lambat laun pikiran-pikiran

tersebut akan membuat kinerjanya lemah dan menurunkan prestasi yang dapat

diraihnya.

Secara ideal, siswa yang berangkat ke sekolah memiliki tujuan untuk

mencapai prestasi belajar yang memuaskan untuk dirinya, keluarga, maupun

untuk sekolah itu sendiri. Disana siswa memerlukan self-efficacy untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi tugas dalam belajar, maupun

tugas-tugas perkembangannya yang sedang dihadapi. Self-efficacy yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi cara berpikir dan memahami serta memotivasi

belajar dan menghadapi tantangan dalam belajar.

Dalam penelitian Pintrich dan Groot (1990) dikemukakan bahwa murid

yang memiliki self-efficacy tinggi menggunakan strategi belajar dan kognitif yang bervariasi (dalam Mutiah, 2006). Self-efficacy individu mengalami dinamika seiring dengan bertambahnya usia. Self-efficacy dapat mempengaruhi seseorang mencapai prestasi yang tinggi dalam belajar, dapat juga mempengaruhi kekuatan

(22)

seseorang dalam menghadapi tugas-tugas yang ada selama proses belajar. Self

-efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan dalam menghadapi tugas dan mencapai hasil yang maksimal.

Dalam penelitian Yahrini dan Hawadi (2008) tentang bagaimana

hubungan self-efficacy dengan kematangan karir menunjukkan adanya korelasi positif antara self-efficacy yang dimiliki siswa percepatan belajar dengan kematangan karirnya. Semakin tinggi total skor self-efficacy siswa, maka semakin tinggi pula skor kematangan karir yang dimiliki. Self-efficacy memberikan sumbangan sebesar 46.7% terhadap kematangan karir siswa. Dengan kata lain,

siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mampu memilih karir dengan baik, hal ini senada dengan pendapat Seligman (dalamYahrini dan Hawadi, 2008)

yang mengatakan bahwa salah satu ciri kematangan karir seseorang adalah self

-efficacy.

Keyakinan individu bahwa dirinya dapat melaksanakan tugas yang

dibebankan padanya, akan memberi sumbangan energi yang positif terhadap

dirinya untuk melakukan tugas tersebut secara maksimal. Semakin tinggi self

-efficacynya, maka semakin tinggi kekuatannya untuk mengerjakan tugas. Begitu pula dengan hasilnya akan menunjukkan ke arah yang lebih baik. Seperti

penelitian yang dilakukan oleh Mutiah (2006) tentang hubungan self-efficacy

dengan prestasi belajar menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

self-efficacy dengan prestasi belajar. Mahasiswa dengan self-efficacy yang tinggi akan senantiasa berusaha untuk mencapai prestasi yang diinginkan walaupun

harus melalui berbagai pengorbanan, seperti belajar sepanjang waktu,

(23)

menghabiskan waktu di internet untuk membaca buku yang relevan, maupun

mengakses internet untuk membuka situs yang sesuai dengan apa yang sedang

dicari.

Namun pada kenyataannya, tidak semua siswa memiliki tingkat self

-efficacy yang sama sehingga berbeda pula kemampuan siswa dalam menghadapi tugas-tugas. Hal ini disebabkan karena pengalaman-pengalaman siswa yang

berbeda, kondisi emosi yang berbeda dan kondisi lingkungan dan pergaulan yang

berbeda pula. Lingkungan siswa yang berbeda-beda menyebabkan pergaulan dan

orang-orang yang ditemui juga berbeda-beda, hal ini dapat menimbulkan

pengalaman yang juga berbeda antara masing-masing siswa.

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, peneliti ingin meneliti

kembali goal orientation dan self-efficacy dalam hubungannya dengan prestasi belajar. Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti santri di Pesantren Persatuan

Islam Tarogong Garut yang merupakan salah satu pesantren dengam konsep

modern. Muatan pelajaran agama dan pelajaran umumnya memiliki porsi waktu

yang sama. Siswanya biasa disebut dengan santri. Selayaknya sebuah pesantren,

Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut ini juga memiliki asrama untuk

santrinya yang dikelola di bawah lembaga yang sama dengan sekolah. Di asrama,

para santri juga memiliki kegiatan-kegiatan pengembangan diri dan keilmuan

lainnya dengan konsep berbeda dari kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

Hal yang menarik dari pesantren ini adalah tidak semua santri diwajibkan

untuk tinggal di asrama. Asrama disediakan bagi santri yang jauh dari

keluarganya. Sedangkan bagi santri yang memungkinkan untuk tinggal bersama

(24)

keluarganya, diperbolehkan untuk tidak tinggal di asrama. Kondisi seperti ini

dapat menyebabkan berbedanya pengalaman yang dialami di luar jam pelajaran

sekolah. Bagi santri yang tinggal di asrama, setelah selesai dari kegiatan sekolah,

mereka kembali ke asrama dan mengikuti kegiatan yang ada di asrama. Santri

tidak diperbolehkan untuk keluar wilayah asrama kecuali pada waktu-waktu

tertentu saja. Dengan demikian, pengalaman yang mereka dapatkan terbatas pada

apa yang didapatkan dilingkungan asrama saja.

Sedangkan bagi santri yang tinggal di luar asrama, mereka mempunyai

kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan lebih banyak. Baik kegiatan untuk

mendukung akademis, kegiatan organisasi, atau kegiatan lainnya yang mereka

sukai. Tergantung dari pilihan yang diinginkan. Kondisi ini dapat memungkinkan

santri memiliki goal orientation yang berbeda-beda. Pendidikan pesantren sebenarnya lebih diarahkan kepada pembelajaran secara mastery. Artinya santri lebih diharapkan untuk dapat menguasai materi yang diberikan, tidak menjadikan

nilai sebagai tolak ukur keberhasilan, dan berusaha untuk mendapat pengetahuan

sebanyak-banyaknya. Namun pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa

masih ada santri yang berorientasi pada nilai.

Dengan pendidikan keagamaan kuat, santri juga diajarkan untuk memiliki

kepercayaan bahwa mereka mampu mengembangkan potensi dan kemampuan

yang diberi Allah SWT. Santri diyakinkan untuk dapat menggunakan kemampuan

yang ada sebaik-baiknya agar mampu menjadi insan utama dihadapan Allah

SWT. Dengan pendidikan seperti ini, santri telah dididik untuk mengembangkan

self-efficacy yang dimiliki santri.

(25)

Pendidikan yang diterapkan di lingkungan pesantren sangat menarik untuk

diteliti. Selama ini, kebanyakan penelitian dilakukan di sekolah umum seperti

SMA atau SMP. Masih sedikit penelitian yang dilakukan di lingkungan pesantren,

padahal, pendidikan yang diterapkan di lingkungan pesantren memiliki

karakteristik yang menarik.

Pola pendidikan yang diterapkan membuat lingkungan dan budaya

pendidikan yang tercipta berbeda. Pesantren yang menerapkan sistem pendidikan

untuk mencari keridhoan Allah dan berlomba-lomba menjadi insan utama dapat

memacu santri agar memiliki mastery goal orientation dan self-efficacy yang tinggi. Lingkungan seperti ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam apabila

dikaitkan dengan goal orientation dan self-efficacy yang dimiliki oleh santri dalam mencapai prestasi belajar. Karena itu peneliti merasa sangat perlu untuk

melakukan penelitian lanjutan tentang "Goal Orientation, Self-Efficacy, dan

Prestasi Belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong, Garut"

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Goal orientation yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orientasi tujuan yang dimiliki santri Pesantren dalam belajar yang

terdiri dari mastery goal dan performance goal yang diungkapkan melalui skala goal orientation.

(26)

b. Self-efficacy yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keyakinan santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut terhadap

kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melakukan tindakan

yang diinginkan untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan

yang diungkapkan melalui skor-skor dari alat ukur skala self-efficacy

c. Prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar santri

Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut dalam usaha belajarnya

yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang

diungkapkan melalui skor-skor pada tes prestasi belajar yang

diambil dari hasil raport terakhir.

d. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Persatuan Islam Tarogong

Garut kelas XI dan XII tingkat Mualimin (setingkat SMA).

1.2.2. Perumusan masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana klasifikasi goal orientation santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut?

2. Bagaimana tingkatan self-efficacy santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut?

3. Bagaimana tingkatan prestasi belajar santri Pesantren Persatuan

Islam Tarogong Garut?

(27)

4. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara santri yang memiliki

performance goal orientation dengan santri yang memiliki mastery goal orientation di Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut? 5. Apakah ada hubungan yang signifikan self-efficacy dengan prestasi

belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut?

6. Apakah ada kontribusi goal orientation dan self-efficacy terhadap prestasi belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat:

1. Klasifikasi goal orientation santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut.

2. Tingkatan self-efficacy santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut. 3. Tingkatan prestasi belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong

Garut.

4. Perbedaan prestasi belajar antara santri yang memiliki performance goal orientation dengan santri yang memiliki mastery goal orientation di Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut.

5. Hubungan self-efficacy dengan prestasi belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut.

6. Kontribusi goal orientation dan self-efficacy terhadap prestasi belajar santri Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut.

(28)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

Secara teoritis : dapat memberikan sumbangan bagi disiplin ilmu psikologi khususnya psikologi belajar, berhubungan dengan prestasi belajar siswa yang

dipengaruhi oleh goal orientation dan self-efficacy yang mereka miliki.

Secara praktis : dapat menjadi salah satu acuan bagi orang tua dan guru dalam melihat hal-hal yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, sehingga dapat

diberikan pengajaran yang sesuai dengan arah keinginan yang dapat

meningkatkan semangat belajar dan prestasi siswa.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:

Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang permasalahan,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat,

serta sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan pustaka, yang terdiri dari: prestasi belajar, goal orientation, self-efficacy, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

Bab III : Metodologi penelitian, yang terdiri dari: pendekatan dan jenis

penelitian, definisi variabel, populasi dan sampel, metode

pengambilan data, teknik pengambilan data, dan teknik uji

(29)

instrumen, hasil uji instrumen dan analisis data, prosedur

penelitian.

Bab IV : Hasil penelitian, yang terdiri dari: gambaran umum responden,

gambaran klasifikasi goal orientation responden, tingkatan self-efficacy dan prestasi belajar responden, dan uji hipotesis.

Bab V : Kesimpulan, diskusi, dan saran.

(30)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Dalam kajian pustaka ini akan dibahas teori-teori mengenai goal orientation, self-efficacy, dan prestasi belajar serta kerangka berpikir berdasarkan asumsi peneliti dan hipotesis-hipotesis yang akan diujikan.

2.1. Prestasi Belajar

2.1.1. Pengertian prestasi belajar

Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan. Perubahan dan kemampuan merubah merupakan batasan

dan makna yang terkandung dalam belajar (Syah, 1999: 55). Belajar adalah

kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental

dalam menyelenggarakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti

bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat

bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di

lingkungan rumah maupun di sekolah (Syah, 1999: 59). Belajar merupakan

suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan oleh pengalaman.

Terkadang siswa bisa mendapatkan pengetahuan dari guru di kelas atau

ketika mereka mencari sesuatu dari apa yang ada di dalam buku

(Djiwandono, 2002: 120).

Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar,

maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi

(31)

yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Evaluasi

atau penilaian berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu.

Gronlund (1975) mengatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang

sistermatis untuk menentukan atau membuat keputusan samapai sejauh mana

tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (dalam Djiwandono, 2002:

397). Tardif et. al. (1989 dalam Syah, 1999: 175) mengemukakan evaluasi

belajar berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi belajar yang

dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari

kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan

prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi

belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu

sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda

sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang

berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.

Adapun hasil dalam kegiatan belajar diartikan sebagai kinerja

akademik atau prestasi belajar. Hasil belajar berfungsi untuk mengetahui

tingkat kemajuan atau penguasaan yang telah dicapai siswa dalam segala

aspek meliputi ranah cipta (prestasi kognitif), ranah rasa (prestasi afektif),

dan ranah karsa (prestasi psikomotorik) (Prastiti & Pujiningsih, 2009 : 226).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi

belajar merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa dalam menerima,

menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses

(32)

belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat

keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan

dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses

belajar mengajar.

Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil

dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi

belajar siswa. Berdasarkan pengertian yang telah diungkapkan dari beberapa

tokoh tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar

merupakan hasil yang diperoleh siswa selama mengikuti proses belajar

mengajar yang diungkapkan dalam bentuk angka atau indeks prestasi

(raport).

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Syah (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu sendiri, karena

dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajarlah muncul siswa-siswa yang

high-achiever (berprestasi tinggi) dan under-achiever (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

tersebut dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

• Faktor Internal siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek,

yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek

psikologis (yang bersifat rohaniah).

(33)

a. Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai

tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti

pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai

pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah

cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajaripun kurang atau

tidak berbekas.

Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera

pendengaran dan penglihatan, juga sangat mempengaruhi

kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan

khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dan

penglihatan siswa yang rendah akan menyulitkan sensory register

dalam menyerap item-item informasi yang bersifat echoic dan

iconic (gema dan citra). Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses penyerapan informasi yang dilakukan oleh

sistem memori siswa tersebut.

b. Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat

mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran

siswa. Namun, diantara faktor-faktor tersebut yang dipandang

sangat esensial itu adalah sebagai berikut:

(34)

• Inteligensi siswa

Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan

psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri

dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan

atau inteligensi (IQ) sangat menentukan tingkat keberhasilan

belajar siswa. Ini bermakna semakin tinggi kemampuan

inteligensi seorang siswa, maka semakin besar peluangnya

meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan

inteligensi seorang siswa, maka semakin kecil peluangnya

untuk memperoleh sukses.

• Sikap siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecenderungan untuk bereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun secara

negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya,

sikap negatif siswa dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa

tersebut. Selain itu, sikap terhadap ilmu pengetahuan akan

menimbulkan prestasi yang dicapai siswa kurang memuaskan.

(35)

• Bakat siswa

Secara umum bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki

seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan

datang. Dengan demikian sebetulnya setiap orang pasti

memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi

sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas

masing-masing. Jadi, bakat itu secara umum mirip dengan inteligensi.

Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas

(superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga dengan talented child, yakni anak berbakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai

kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa

banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.

Seorang siswa yang berbakat dalam bidang elektro misalnya,

akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan

keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut

dibandingkan dengan siswa yang lainnya. Inilah yang

kemudian disebut bakat khusus (specific aptitude) yang merupakan karunia inborn. Sehubungan dengan hal di atas, maka bakat dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi

belajar bidang-bidang tertentu.

(36)

• Minat siswa

Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan

kegairangan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap

sesuatu. Menurut Reber (1988 dalam Syah, 1999), minat tidak

termasuk istilah yang populer dalam psikologi karena

ketergantungannya yang banyak terhadap faktor-faktor internal

lainnya, seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi,

dan kebutuhan. Namun terlepas dari populer dan tidaknya,

minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini

dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa

dalam bidang-bidang studi tertentu.

• Motivasi siswa

Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme,

baik manusia maupun hewan, yang mendorongnya untuk

berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti

pemasok daya (Energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. (Gleitman, 1986; Reber, 1988 dalam Syah, 1999).

Dalam perkembangannya, motivasi dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu: 1) motivasi intrinsik, 2) motivasi ekstrinsik.

(37)

Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari

dalam diri siswa yang dapat mendorongnya melakukan

tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik adalah

perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi

tersebut.

Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang

datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk

melakukan kegiatan belajar. pujian dan hadiah, tata tertib

sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya

merupakan contoh dari motivasi ekstrinsik. Kekurangan atau

ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun bersifat

eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa

dalam melakukan proses pembelajaran baik di sekolah maupun

di rumah.

Dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki

pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan, memberi

pengaruh yang lebih kuat dibandingkan dengan dorongan

hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan guru.

• F

aktor self-efficacy

Selain dari faktor-faktor yang dikemukakan di atas tersebut,

dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif)

(38)

memainkan peran penting. Faktor person yang ditekankan Bandura ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil

positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang siswa yang self-efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan

membantunya mengerjakan soal (Santrock, 2007: 286).

Bandura percaya bahwa self-efficacy merupakan faktor penting yang mempengaruhi prestasi siswa. Siswa dengan self-efficacy

yang tinggi setuju dengan pernyataan “saya tahu bahwa saya

akan mampu menguasai materi ini” dan “saya akan bisa

mengerjakan tugas ini” (Santrock, 2007: 523).

Schunk (1991, 1999, 2001 dalam Santrock, 2007: 523)

mengaplikasikan konsep self-efficacy ini pada banyak aspek dari prestasi siswa. Menurutnya, konsep ini mempengaruhi

pilihan aktivitas oleh siswa. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari banyak tugas belajar, khususnya

yang menantang dan sulit. Sedangkan siswa dengan level self-efficacy yang tinggi mau mengerjakan tugas-tugas seperti itu. Siswa dengan level self-efficacy yang tinggi mungkin lebih tekun berusaha menguasai tugas pembelajaran ketimbang siswa

yang berlevel rendah.

(39)

• Faktor goal orientation

Selain itu, Matuga (2009) dalam penelitiannya mengemukakan

bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan yang

dapat membantu pencapaian prestasi akademik. Salah satu

faktor tersebut adalah persepsi diri siswa sebagai motivasi

intrinsik atau ekstrinsik untuk terlibat dalam kegiatan belajar;

dalam lingkungan pendidikan yang biasa dikenal siswa sebagai

orientasi tujuan atau yang disebut goal orientation (Barron & Harackiewicz, 2001; Elliot & Thrash, 2001 dalam Matuga,

2009).

Hal tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Schunk.

Schunk (1996 dalam Brown & Mathews, 2003: 107)

memimpin sebuah studi pada setting kelas untuk menyelidiki pengaruh prestasi goal orientation pada suatu bidang kemampuan tertentu. Sama halnya dengan sebuah penelitian

pada setting laboratorium, guru memberikan instruksi yang berbeda untuk learning dan performance goal. Hasil menunjukan bahwa siswa dengan learning goal memiliki motivasi dan orientasi lebih tinggi dari pada siswa dengan

performance goal. Hasil tersebut menunjukan bahwa bermacam-macam goal yang ada dalam kelas dapat mempengaruhi goal perception dan prilaku prestasi akademik.

2. Faktor eksternal siswa

(40)

Faktor eksternal siswa terdiri dari dua macam, yaitu: faktor

lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.

a. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah sepertu guru, para staf administrasi,

teman-teman sekelas, dapat mempengaruhi semangan belajar

seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukan sikap dan

perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik

dan rajin khususnya dalam hal belajar.

Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah

masyarakat, tetangga, serta teman-teman sepermainan disekitar

perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan

sosial siswa, dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kondisi

belajar siswa ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat

orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan

demografi keluarga dapat memberi dampak baik ataupun buruk

terhadap kegiatan belajar dan hasil yang akan dicapai oleh siswa.

b. Lingkungan nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah gedung

sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan keluarga,

(41)

alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan

siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat

keberhasilan belajar siswa.

3. F

aktor pendekatan belajar

Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa, faktor

pendekatan belajar juga dapat berpengaruh terhadap taraf

keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut. Seorang siswa yang

terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, sangat dimungkinkan untuk meraih prestasi belajar yang bermutu dari pada

siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau

reproductive.

2.1.3. Dimensi-dimensi prestasi belajar

Pengukuran keberhasilan siswa dalam ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu caranya

adalah dengan melakukan evaluasi belajar melalui Tes Prestasi Belajar.

Menurut Tardif (1989 dalam Syah, 1999: 176) evaluasi berarti proses

penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kunci pokok untuk memperoleh

ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar

(42)

indikator dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diukur atau

diungkapkan.

Aspek-aspek dan indikator yang hendak diukur dalam prestasi belajar

siswa meliputi:

1. Ranah kognitif

Indikator

• Pengamatan: dapat menunjukkan, dapat membandingkan, dapat

menghubungkan

• Ingatan: dapat menyebutkan, dapat menunjukkan kembali

• Pemahaman: dapat menjelaskan, dapat mendefinisikan dengan lisan

sendiri

• Penerapan: dapat memberikan contoh, dapat menggunakan secara

tepat

• Analisis: dapat menguraikan, dapat mengklasifikasikan

• Sintesis: dapat menghubungkan, dapat menyimpulkan, dapat

mengeneralisasikan (Syah, 1999).

2. Ranah afektif

Indikator

• Penerimaan: menunjukkan sikap menerima, menunjukkan sikap

menolak

• Sambutan: kesediaan berpartisipasi, terlibat, kesediaan

memanfaatkan

(43)

• Apresiasi: menganggap penting dan bermanfaat, menganggap indah

dan harmonis, mengagumi

• Internalisasi: mengakui, meyakini, mengingkari (Syah, 1999).

3. Ranah psikomotorik

Indikator

• Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh

lainnya

• Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal: mengucapkan, membuat

mimik, gerakan jasmani (Syah, 1999).

2.2 Goal Orientation

2.2.1 Pengertian goal orientation

Teori goal orientation dikembangkan secara khusus untuk menjelaskan perilaku prestasi. Teori ini diciptakan oleh ahli psikologi perkembangan,

motivasi, dan pendidikan untuk menjelaskan kondisi belajar siswa dan

kinerja pada tugas-tugas akademik dan pengaturan sekolah. Dengan

demikian, teori goal orientation sangat relevan dengan pembelajaran dan pengajaran. (Anderman & Wolters, 2006; Pintrich, 2000a, 2000c, 2000d

dalam Pintrich & Schunk, 2008: 183).

Goal orientation adalah tujuan atau alasan untuk terlibat dalam perilaku prestasi (Pintrich, 2003 dalam Pintrich& Schunk, 2008: 184).

Berbeda dengan Locke dan Latham's (1990 dalam Pintrich& Schunk,

2008: 184), goal orientation berkaitan dengan mengapa individu ingin

(44)

didiskusikan tentang fokus pada bagian-bagian yang kemungkinan banyak

perbedaan goal yang dapat membimbing perilaku, dan goal orientation

tetap terfokus pada tujuan untuk pencapaian tugas (dalam Pintrich &

Schunk, 2008: 184).

Teori achievement goal menyatakan bahwa individu terlibat dalam kegiatan akademis untuk memenuhi tujuan yang berbeda. Beberapa

siswa termotivasi untuk berbuat baik karena mereka ingin mendapatkan

nilai "A" dalam belajar, sehingga ingin menunjukkan kepada diri mereka

sendiri, rekan mereka, profesor, dan orang tua, bahwa mereka pintar.

Beberapa siswa lainnya berusaha menghindari untuk memperlihatkan

kepada orang lain ketidakmampuan mereka untuk menjadi sesuatu.

Sedangkan siswa lain kurang peduli dengan menunjukkan kemampuan

mereka pada orang lain dan lebih fokus dengan pemahaman tentang materi

pelajaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam suatu domain

atau matery goal (Mattern, 2005: 27).

Menurut Stipek (2000), goal orientation merupakan bagian dari faktor kognitif dalam motivasi yang menjadi penggerak bagi individu

untuk mendekat dan menjauh dari suatu objek. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa goal orientation merupakan faktor kognitif yang harus dimiliki oleh siswa. Goal orientation mempengaruhi pemilihan aktivitas dalam tugas-tugas akademik dan pemilihan pendekatan belajar (dalam

Suprayogi, 2007: 311).

(45)

Menurut Ames, goal orientation disebutkan sebagai gambaran integrasi pola belief yang memiliki peranan penting untuk membedakan pendekatan yang dipakai, cara menggunakan, dan respon terhadap situasi

prestasi (dalam Pintrich & Schunk, 2008: 184). Dua tipe dari goal orientation yang berkaitan dengan aktivitas dalam prestasi yaitu: mastery

(atau learning) goal dan performance goal. Ames mengatakan bahwa tipe

mastery dan performance ini menunjukkan perbedaan cara mencapai kesuksesan dan perbedaan alasan untuk ketertarikan dalam belajar (dalam

Ford, Smith, Weissbein, Gully, & Salas, 1998: 222).

Goal orientation adalah alasan mengapa mastery goal dikejar, tidak hanya performance goal (Urdan, 1997 dalam Pintrich & Schunk, 2008: 184). Goal orientation mencerminkan jenis standar dengan mana individu-individu menilai kinerja diri sendiri, keberhasilan atau kegagalan

dalam mencapai tujuan (Elliot, 1997; Pintrich, 2000a, 2000C, 2000d

dalam Pintrich & Schunk, 2008: 184)

Dapat disimpulkan bahwa goal orientation dalam penelitian ini adalah faktor kognitif yang dimiliki siswa yang menggambarkan integrasi

pola belief yang dimiliki sehingga dapat membedakan pendekatan belajar yang mereka pakai, cara menggunakan, yang mengarah pada berbagai cara

dalam merespon situasi berprestasi. Goal orientation merupakan orientasi yang mewakili keinginan untuk mengembangkan, mencapai, atau

menunjukkan kompetensi.

(46)

Siswa yang memiliki goal orientation yang berbeda dalam belajar, akan memiliki pandangan yang berbeda pula terhadap situasi

untuk berprestasi. Dalam penelitian ini, teori dari Ames digunakan sebagai

teori utama yang mengatakan bahwa goal orientation dapat dibedakan atas

mastery goal dan perfomance goal yang akan dibahas dalam sub selanjutnya.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi goal orientation

Faktor-faktor yang mempengaruhi goal orientation dapat dibagi dalam dua faktor, yaitu faktor pribadi dan faktor lingkungan.

1. Faktor pribadi

• Penerimaan tujuan: Erez dan Zidon (dalam Suprayogi, 200: 313)

mengatakan bahwa jika siswa mau menetapkan tujuan ataupun

mau menerima tujuan yang ditetapkan orang lain, motivasi

belajar akan muncul.

• Motivasi berprestasi: Motif ini merupakan motif unidimensi

untuk mencapai performa yang sangat baik (Harackiewicz et. Al.,

1997 dalam Suprayogi, 2007: 313).

• Jenis kelamin: Masih banyak pertentangan mengenai jenis

kelamin mana yang cenderung mengadopsi goal orientation

sehingga penelitian tentang jenis kelamin masih perlu terus

(47)

dilakukan (Pintrich & Schunk, 1996 (dalam Suprayogi, 2007:

313)

Self-efficacy: Bandura mengatakan bahwa siswa yang memiliki

self-efficacy yang tinggi cenderung menetapkan orientasi yang tinggi, tidak takut gagal, dan mampu bertahan ketika menemui

kesulitan dalam menguasai tugas yang sedang dikerjakan atau

tugas-tugas yang akan dibebankan selanjutnya (dalam Suprayogi,

2007: 313).

2. Faktor lingkungan

• Orang tua: Woolfolk, Locke, dan Latham mengatakan bahwa

harapan, aspirasi, dan contoh dari orang tua akan mempengaruhi

perkembangan orientasi anak (dalam Suprayogi, 2007: 314).

• Kelompok etnik : penelitian mengenai hal ini masih sedikit

dilakukan, namun ditemukan adanya perbedaan goal orientation

dari kelompok etnik yang berbeda (Pintrich & Schunk, 1996

dalam Suprayogi, 2007: 314).

• Iklim kelas: Ames mengenalkan enam area iklim kelas yang

dapat mempengaruhi terbentuknya orientasi yang dimiliki siswa.

Keenam area tersebut adalah:

1). Tugas yang harus dikerjakan (Task)

2). Otonomi yang diberikan kepada siswa ketika sedang

mengerjakan tugas (Autonomy).

(48)

3). Pemberian penghargaan bagi prestasi belajar (Recognition) 4). Pengorganisasian kelas sehingga siswa dapat saling bekerja

sama dan berinteraksi (Grouping). 5). Pelaksanaan evaluasi (Evaluation)

6). Penggunaan waktu di kelas yang berkaitan dengan

penentuan waktu penyelesaian tugas oleh siswa dan

fleksibilitas jadwal kegiatan (Time) (dalam Suprayogi, 2007: 314).

Schunk (1996 dalam Brown & Mathews, 2003: 107)

memimpin sebuah studi pada setting kelas untuk menyelidiki pengaruh prestasi goal orientation pada suatu bidang kemampuan tertentu. Sama halnya dengan sebuah penelitian pada setting laboratorium, guru memberikan instruksi yang berbeda untuk learning dan performance goal. Hasil menunjukan bahwa siswa dengan learning goal memiliki motivasi dan prestasi lebih tinggi dari pada siswa dengan performance goal. Hasil tersebut menunjukan bahwa bermacam-macam goal yang ada dalam kelas dapat mempengaruhi goal perception dan prilaku prestasi akademik.

Prestasi goal orientation sangat penting sebagai prediktor hasil belajar siswa pada di lingkungan pendidikan. Para peneliti telah

memberikan perhatian yang lebih pada variabel lingkungan kelas yang

dibutuhkan untuk menguji learning goal orientation dengan

performance goal orientation (Church, Elliot, & Gable, 2001 dalam

(49)

Brown & Mathews, 2003: 107). Para peneliti telah menganjurkan

sebuah variabel seperti suatu instruksi dan manajemen praktik yang

digunakan guru dapat mempengaruhi tipe tujuan prestasi yang dimiliki

siswa (Ames & Ames, 1981; Kaplan & Maehr, 1999; Meece, 1991

dalam Brown & Mathews, 2003: 107). Salah satu dari instruksi dan

manajemen praktik yang digunakan guru di kelas adalah struktur

evaluasi yang digunakan guru pada praktik sehari-hari di kelas.

Dari penelitian di atas dapat dilihat bahwa struktur evaluasi

belajar yang digunakan di kelas juga dapat mempengaruhi goal orientation. Selanjutnya goal orientation yang berbeda tersebut dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar dan prestasi akademik siswa di

lingkungan sekolah. Siswa yang memiliki orientasi penguasaan

memiliki motivasi dan prestasi belajar yang lebih tinggi dari siswa

dengan orientasi pada kinerja. Hasil penelitian ini dapat menunjukan

bahwa struktur evaluasi yang digunakan guru di kelas harus di setting

sedemikian rupa agar siswa dapat menggunakan goal orientation yang mereka miliki dan kemudian menjadi salah satu faktor yang

mendukung prestasi belajar mereka.

Walaupun demikian, penelitian dari Printrich yang telah

dikemukakan sebelumya juga patut perhatikan. Hasil penelitian

tersebut mengungkapkan hasil bahwa siswa yang memiliki orientasi

tujuan ganda akan lebih baik dalam belajar dari pada siswa yang

memiliki satu orientasi tujuan saja. Karena dengan demikian, siswa

(50)

dapat meraih kedua tujuan secara sekaligus. Menguasai materi yang

diberikan guru secara mendalam dan mendapatkan nilai yang tinggi

pada hasil akhirnya. Hal ini tentu saja lebih baik dari pada siswa yang

memiliki satu orientasi tujuan saja.

2.2.3 Dimensi-dimensi goal orientation

Ada banyak teori dimensi goal orientation yang berbeda, tapi dua yang selalu diwakili dalam dimensi goal orientation adalah learning dan performance goal (Dweck & Leggett, 1988; Elliot & Dweck, 1988 dalam Pintrich & Schunk, 2008: 184) yang juga disebut sebagai task involved dan ego-involved goals (Nicholls, 1984 dalam Pintrich & Schunk, 2008: 184), mastery and

performancegoals, dan task-focused dan ability-focusedgoals.

Ada beberapa perbedaan pendapat di antara para peneliti tentang

apakah semua pasangan ini mewakili goals dengan konstruksi yang sama (Nicholls, 1990 dalam Pintrich & Schunk, 2008: 184), tetapi itu merupakan

konseptual yang cukup tumpang tindih dalam memperlakukan hal yang

serupa. Sebagai contoh, Pintrich dan rekan-rekannya mengukur goal orientation ekstrinsik dimana fokusnya adalah untuk mendapatkan nilai bagus, bersekolah untuk mendapatkan penghargaan dan hak istimewa, atau

menghindari masalah, juga dibahas peran goal orientation ekstrinsik dalam belajar dan prestasi. Nicholls dan koleganya menemukan dua goals lain, di

(51)

luar ego dan task-involved goals, yang mereka namakan work avoidance and academic alienation (Pintrich & Schunk, 2008: 186).

Tokoh-tokoh yang berbicara tentang goal orientation mengemukan dimensi-dimensi yang berbeda. Meskipun dimensi yang dikemukakan

berbeda-beda, namun inti dari setiap dimensi tersebut hampir sama, yaitu

orientasi pada penguasaan dan orientasi terhadap kinerja. Tokoh-tokoh yang

mengemukakan teori goalorientation diantaranya (Pintrich & Schunk, 2008: 185) :

• Dweck, dimensi yang dikemukakan adalah learning goal dan performance goal

• Ames, dimensi yang dikemukakan adalah mastery goal dan performance goal

• Midgley dan Colleagues, dimensi yang dikemukakan adalah task-focused, performance approach, dan performance avoid

• Nicholls, dimensi yang dikemukakan adalah task orientation dan ego orientation

Berdasarkan beberapa istilah goals yang telah dikemukakan yang hampir sama maksudnya dalam penelitian ini, peneliti mengambil dimensi

dari grandtheory yang dikemukakan oleh Ames yang menyatakan bahwa goal orientation memiliki dua dimensi, yaitu mastery goals dan performance goals.

1) Mastery goals (Orientasi Penguasaan)

Mastery goal orientation didefinisikan sebagai fokus pada pembelajaran, menguasai tugas sesuai dengan aturan standar diri atau peningkatan diri,

(52)

mengembangkan keterampilan baru, meningkatkan atau mengembangkan

kompetensi, berusaha untuk mencapai sesuatu yang menantang, dan

mencoba untuk mendapatkan pemahaman atau wawasan. Mastery atau

performance goals umumnya diukur dengan instrumen laporan diri yang meminta siswa untuk menilai dalam skala tipe Likert berapa banyak

mereka setuju dan tidak setuju dengan deskripsi tertentu. Terlihat jelas

dari tabel yang telah dikemukakan di atas bahwa ada sedikit tumpang

tindih, paling tidak dalam hal pengukuran, istilah yang berbeda antara

mastery, learning, dan task orientation (Pintrich & Shcunk, 2008: 184). Menurut Ames (dalam Arias, 2004), hal ini disebut sebagai task goal atau mastery goal. Pintrich (dalam Arias, 2004) mengatakan bahwa jenis ini mengarahkan tujuan siswa ke arah pendekatan pembelajaran

yang ditandai oleh kepuasan atas penguasaan atau penyelesaian tugas,

dengan tingkat keberhasilan yang lebih besar, nilai tugas, emosi positif,

upaya positif, ketekunan yang lebih besar, penggunaan kognitif dan

strategi lebih besar, dan berkelakuan baik.

Dweck (dalam Arias, 2004) mengatakan bahwa mastery goal

memungkinkan individu mencari peluang untuk meningkatkan

kompetensi dan menguasai tantangan baru. Siswa yang mengejar mastery goal memperhatikan pengembangan kemampuan mereka dari waktu ke waktu dan memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk menguasai

suatu tugas tertentu. Ketika individu dengan mastery goal mengalami kegagalan, mereka menafsirkan peristiwa tersebut sebagai kurangnya

(53)

upaya atau strategi yang tidak efektif dalam menyediakan informasi

mengenai upaya mereka dalam situasi tertentu dan atribut kegagalan.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa mereka yang

mengejar mastery goal lebih cenderung mencari tantangan, menggunakan strategi pembelajaran efektif yang lebih tinggi, termasuk strategi

metakognitif, pelaporan dan sikap terhadap sekolah yang lebih positif,

dan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi (kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk berhasil dalam situasi tertentu) daripada

orang-orang yang mengejar performance goal (Mattern, 2005).

Individu dengan mastery goal fokus pada pengembangan kemampuan yang baru, berusaha untuk memahami tugas mereka dengan

baik, sukses dalam mencapai standar self-referenced (Ford, Smith, Weissbein, Gully, & Salas, 1998: 222). Siswa yang memiliki mastery goal lebih memfokuskan diri pada belajar dan penguasaan dari isi materi atau tugas (Pintrich, 2000).

Anak dengan mastery orientation akan fokus pada tugas ketimbang pada kemampuan mereka, punya sikap positif (menikmati

tantangan), dan menciptakan strategi berorientasi solusi yang

meningkatkan kinerja mereka. Siswa dengan mastery orientation sering kali menyuruh diri mereka sendiri untuk memperhatikan, berpikir cermat,

dan mengingat strategi sukses dimasa lalu (Anderman, Maehr, &

Midgley, 1996 dalam Santrock, 2007: 522). Hal ini senada dengan yang

dikemukakan Pintrich (2000) bahwa siswa dengan mastery goals lebih

(54)

tertarik pada tugas yang diberikan. Siswa dengan mastery orientation

percaya bahwa kemampuan mereka bisa diubah dan ditingkatkan

(Santrock, 2007: 522).

2) Performancegoals

Kemampuan ini disebut kemampuan berfokus pada tujuan. Performance goal mengarahkan perhatian siswa ke arah kemampuan mereka, dan memperlihatkan kinerja mereka kepada orang lain, seperti fokus mereka

pada task goal yang lebih baik daripada yang lain. Secara umum tujuan tersebut dipandang kurang adaptif, jenis motivasi yang berhubungan

dengan mereka, efek emosional, kurang menggunakan strategi, dan

perilaku yang lebih miskin (Arias, 2004).

Performance goal orientation difokuskan pada mendemonstrasikan kompetensi atau kemampuan dan bagaimana

kemampuan akan relatif dinilai oleh orang lain. Misalnya, mencoba

melampaui standar kinerja normatif, mencoba yang terbaik kepada orang

lain, menggunakan standar perbandingan sosial, berjuang untuk menjadi

yang terbaik dalam kelompok atau kelas pada tugas, menghindari

penilaian akan rendahnya kemampuan atau terlihat bodoh, dan mencari

pengakuan publik akan tingginya tingkat kinerja. Dalam beberapa ukuran

performance goal, orientasi kemampuan relatif digunakan sebagai

(55)

pengganti dari performance goal atau ego orientation. Namun pengukuran-pengukuran tentang performance dan ego orientation juga tumpang tindih seperti yang dilakukan untuk mastery goals yang berbeda.

Performance goal mendorong orang untuk mencari dan mempertahankan citra positif kemampuan mereka. Siswa mencapai tujuan

ini dengan mengejar salah satu dari dua jenis performance goal. Awalnya

performance goal (sebagai keseluruhan) dipandang sebagai maladaptive

untuk belajar. Namun, baru-baru ini para peneliti telah mengemukakan

bahwa hasil terkait dengan performance goal dikategorikan sebagai

approach (menunjukkan kemampuan) yang berbeda dari hasil yang berkaitan dengan performance goal yang dikategorikan sebagai avoidance

(menghindari menunjukkan kurangnya kemampuan) (Mattern, 2005).

Sebagai contoh, approach performance goal yang terkait dengan hasil yang lebih positif, seperti penggunaan strategi kognitif dan tentu saja

pencapaian sementara approach performance goal yang terkait dengan hasil negatif seperti dangkalnya strategi pembelajaran, kinerja yang

rendah, perilaku yang tidak baik, merusak motivasi intrinsik. Jika

pendekatan performance goal sebenarnya membantu siswa memperoleh prestasi tinggi maka mungkin mengejar keduanya, mastery dan

performance goal, secara simultan (orientasi tujuan ganda) adalah goal orientation yang paling adaptif untuk diadopsi oleh siswa (Mattern, 2005).

Peneliti melihat performance goal secara umum berkaitan dengan menghindari tantangan, tidak meminta bantuan, dan penggunaan strategi

Gambar

Gambaran Umum Subjek Penelitian……………………………………….. 65
Tabel 4.14 Uji beda prestasi belajar mastery goal orientation orientation dengan goal seimbang ……………………………………………………… 77
gambaran klasifikasi goal orientation responden, tingkatan self-
 Tabel 3.1 Blue Print  Goal Orientation
+7

Referensi

Dokumen terkait

masjid yang didirikan oleh seorang Nabi , karena Muhammad Rasulullah saw adalah akhir dari rangkaian para Nabi-Nabi dan tidak ada lagi Nabi setelah beliau. Sangat rasional

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan orang tua, dukungan dosen, dan suasana belajar dengan kelulusan mata kuliah anatomi.. Terdapat hubungan yang bermakna antara

Dengan ini Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya yang di Tetapkan berdasarkan Keputusan Pengguna Anggaran Kabupaten Lebong Nomor

YUKI BASTANTA (080309040) dengan judul DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) TERHADAP KINERJA DAN PENDAPATAN USAHA TANI ANGGOTA KELOMPOK TANI (Kasus:

Pada waktu anda memberikan formulir yang telah dilengkapi dan dokumen lain yang dibutuhkan, pegawai pendaftaran DPTL akan cek semua informasi yang diperlukan telah tersedia.

Efektivitas Penyaluran Kredit Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus di Wilayah Kerja BRI Cabang

Foho Ki’it Constructions is a service provider who is covered by this withholding tax because the service they provide is in the form of building and construction activities (see

PENGARUH PELATIHAN KARYAWAN DAN KOMPETENSI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA DIVISI MSDM DI PT INTI (PERSERO) BANDUNG. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu