• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelindian Dan Ketebalan Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Sifat Tanah Andisol Dan Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pada 4 Kali Tanam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pelindian Dan Ketebalan Debu Vulkanik Gunung Sinabung Terhadap Sifat Tanah Andisol Dan Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pada 4 Kali Tanam"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) TERHADAP PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG

SINABUNG

DAN DOSIS PUPUK KOMPOS

SKRIPSI

OLEH :

DANIEL SITORUS / 100301180

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) TERHADAP PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG

SINABUNG

DAN DOSIS PUPUK KOMPOS

SKRIPSI

OLEH :

DANIEL SITORUS / 100301180

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.)

Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos

Nama : Daniel Sitorus

NIM : 100301180

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Jonis Ginting, M. S.) Ketua

(Ir. Toga Simanungkalit, M. P.) Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

DANIEL SITORUS: Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos dibimbing oleh JONIS GINTING dan TOGA SIMANUNGKALIT.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debu vulkanik Gunung Sinabung dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat + 15 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung (0 g, 500 g, 1000 g). Faktor kedua adalah dosis pupuk kompos (0 g, 250 g, 500 g dan 750 g). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tebal daun pasir, tebal daun kaki I, luas daun, panjang akar pada 18 - 50 hari setelah tanam (HSPT) dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik dengan pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

(5)

ABSTRACT

DANIEL SITORUS: Growth Responseof Deli tobacco (Nicotiana tabacum L.) by giving Mount Sinabung volcanic ash and the dose of compost supervised by

JONIS GINTING and TOGA SIMANUNGKALIT.

The purpose of the study was to determine the effect of Mount Sinabung volcanic ash and compost on the growth of Deli tobacco. The research was conducted at Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Percut Sei Tuan District Deli Serdang Regency North Sumatera with the height of + 15 metres above sea level, began from July until August 2014. The research design was a randomized block design with two factors, the first factor was Mount Sinabung volcano ash (0 g, 500 g, 1000 g) and the second factor was dose of compost (0 g, 250 g, 500 g, 750 g). The parameters observed were plant height, stem diameter, number of leaf, sand leaf thickness, feet leaf I thickness, leaf area, root length at 18 up to 50 days after transplanting and dry weight of plant. The result showed that volcanic ash and dose of compost and also both of interaction were not show any significant effect on all parameters

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Siharang-karang, pada tanggal 01 September 1991,

anak dari pasangan Bapak Haojahan Sitorus (Alm) dan Ibu Rosmaida Silaban.

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. SD Perguruan Sari Putra di Padangsidimpuan dari tahun 1998 sampai

dengan 2004

2. SMP Perguruan Sari Putra di Padangsidimpuan dari tahun 2004 sampai

dengan 2007

3. SMA Negeri 4 di Padangsidimpuan dari tahun 2007 sampai dengan 2010

4. Terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara pada minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan Program Studi

Agroekoteknologi pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan

Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten praktikum di

Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan. Penulis melaksanakan Praktek

Kerja Lapangan (PKL) selama bulan Juli hingga Agustus di PT. Perkebunan

Nusantara IV Kebun Air batu, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara pada

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas segala berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “ Respon Pertumbuhan

Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos. “

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.Jonis Ginting,MS selaku

ketua komisi pembimbing dan Ir.Toga Simanungkalit, MP selaku anggota komisi

pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua

H.Sitorus (Alm) dan R br. Silaban yang telah banyak memberikan doa dan

dukungan moril dan material kepada penulis dalam penulisan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu penyempurnaan sehingga

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Januari 2015

(8)

DAFTAR ISI

Pengaruh Pupuk Kompos Terhadap Berbagai Tanaman ... 10

Tembakau ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Rancangan Penelitian ... 15

Metode Analisis Data ... 17

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Areal Penelitian ... 18

Persiapan Bibit ... 18

Persiapan Media Tanam ... 18

Persiapan Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos ... 18

Aplikasi Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos ... 19

Penanaman Bibit ... 19

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman ... 19

Penyulaman ... 20

Pemupukan ... 20

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20

Penyiangan dan Pembumbunan ... 20

(9)

Pengamatan Parameter

Tinggi Tanaman (cm) ... 21

Diameter Batang (cm) ... 21

Jumlah Daun Per Pokok (helai) ... 21

Tebal Daun Pasir (cm) ... 21

Tebal Daun Kaki 1(cm) ... 22

Luas Daun (cm2) ... 22

Panjang Akar (cm) ... 22

Bobot Kering Tanaman (g) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tinggi Tanaman (cm) ... 23

Diameter Batang (mm) ... 24

Jumlah Daun (helai) ... 25

Tebal Daun Pasir (mm) ... 27

Tebal Daun Kaki I (mm) ... 27

Luas Daun (cm2) ... 28

Panjang Akar (cm) ... 30

Bobot Kering Tanaman (g) ... 30

Pembahasan ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) pada 18 sampai 46 HSPT dari masing-masing perlakuan . ... 24

2. Rataan Diameter Batang (mm) pada 18 sampai 46 HSPT dari masing-masing perlakuan. ... 25

3. Rataan Jumlah Daun (helai) pada 18 sampai 46 HSPT dari masing- masing perlakuan . ... 26

4. Rataan Tebal Daun Pasir (mm) pada 44 HSPT dari masing-masing perlakuan. ... 27

5. Rataan Tebal Daun Kaki I (mm) pada 50 HSPT dari masing-masing perlakuan. ... 28

6. Rataan Luas Daun Pasir (cm2) pada 44 HSPT dari masing-masing perlakuan ... . ... 29

7. Rataan Luas Daun Kaki I (cm2) pada 50 HSPT dari masing-masing perlakuan ... . ... 29

8. Rataan Panjang Akar (cm) dari masing-masing perlakuan. ... 30

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 51

2. Bagan Penelitian . ... 52

3. Bagan Tata Letak Polibeg dalam Pot ... 53

4. Deskripsi Varietas Tembakau Deli-4 ... 54

5. Hasil Analisis Debu Vulkanik Gunung Sinabung ... 55

6. Hasil Analisis Pupuk Kompos ... 55

7. Hasil Analisis Tanah Awal ... 55

8. Hasil Analisis Tanah Akhir ... 56

9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 18 HSPT ... 57

10. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 18 HSPT ... 57

11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 25 HSPT ... 58

12. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 25 HSPT ... 58

13. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 32 HSPT ... 59

14. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 32 HSPT ... 59

15. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 39 HSPT ... 60

16. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 39 HSPT ... 60

17. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 46 HSPT ... 61

18. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 46 HSPT ... 61

19. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 18 HSPT ... 62

20. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 18 HSPT ... 62

21. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 25 HSPT ... 63

(12)

DAFTAR LAMPIRAN (Lanjutan)

No. Judul Hal.

23. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 32 HSPT ... 64

24. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 32 HSPT ... 64

25. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 39 HSPT ... 65

26. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 39 HSPT ... 65

27. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 46 HSPT ... 66

28. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 46 HSPT ... 66

29. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 18 HSPT ... 67

30. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 18 HSPT ... 67

31. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 25 HSPT ... 68

32. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 25 HSPT ... 68

33. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 32 HSPT ... 69

34. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 32 HSPT ... 69

35. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 39 HSPT ... 70

36. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 39 HSPT ... 70

37. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 46 HSPT ... 71

38. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 46 HSPT ... 71

39. Data Pengamatan Tebal Daun Pasir (cm) pada 44 HSPT ... 72

40. Analisa Sidik Ragam Tebal Daun Pasir 44 HSPT ... 72

41. Data Pengamatan Tebal Daun Kaki I (cm) pada 50 HSPT ... 73

42. Analisa Sidik Ragam Tebal Daun Kaki I 50 HSPT ... 73

43. Data Pengamatan Luas Daun Pasir (cm2) pada 44 HSPT ... 74

(13)

45. Data Pengamatan Luas Daun Kaki I (cm2) pada 50 HSPT ... 75

46. Analisa Sidik Ragam Luas Daun Kaki I 50 HSPT ... 75

47. Data Pengamatan Panjang Akar (cm) ... 76

48. Analisa Sidik Ragam Panjang Akar ... 76

49. Data Pengamatan Bobot Kering Tanaman (g) ... 77

50. Analisa Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman ... 77

51. Lampiran Foto – Foto Penelitian ... 78

(14)

ABSTRAK

DANIEL SITORUS: Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos dibimbing oleh JONIS GINTING dan TOGA SIMANUNGKALIT.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debu vulkanik Gunung Sinabung dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat + 15 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung (0 g, 500 g, 1000 g). Faktor kedua adalah dosis pupuk kompos (0 g, 250 g, 500 g dan 750 g). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tebal daun pasir, tebal daun kaki I, luas daun, panjang akar pada 18 - 50 hari setelah tanam (HSPT) dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik dengan pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

(15)

ABSTRACT

DANIEL SITORUS: Growth Responseof Deli tobacco (Nicotiana tabacum L.) by giving Mount Sinabung volcanic ash and the dose of compost supervised by

JONIS GINTING and TOGA SIMANUNGKALIT.

The purpose of the study was to determine the effect of Mount Sinabung volcanic ash and compost on the growth of Deli tobacco. The research was conducted at Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Percut Sei Tuan District Deli Serdang Regency North Sumatera with the height of + 15 metres above sea level, began from July until August 2014. The research design was a randomized block design with two factors, the first factor was Mount Sinabung volcano ash (0 g, 500 g, 1000 g) and the second factor was dose of compost (0 g, 250 g, 500 g, 750 g). The parameters observed were plant height, stem diameter, number of leaf, sand leaf thickness, feet leaf I thickness, leaf area, root length at 18 up to 50 days after transplanting and dry weight of plant. The result showed that volcanic ash and dose of compost and also both of interaction were not show any significant effect on all parameters

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gunung Sinabung berada di Dataran Tinggi Kabupaten Karo, Provinsi

Sumatera Utara. Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (2014)

titik koordinatnya adalah 3° 10' 12" N, 98° 23' 31.2" E 3.17, 98.392. Gunung

Sinabung bersama Gunung Sibayak adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera

Utara dan menjadi puncak tertinggi di Provinsi Sumatera Utara.

Gunung Sinabung berketinggian 2.460 meter dari permukaan laut dan

mempunyai 4 kawah (Kawah I, II, III, dan IV). Gunung bertipe strato tersebut

mempunyai catatan letusan yang dampaknya berbeda-beda (Retnaningsih, 2013).

Gunung Sinabung tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1.600, tetapi

menjadi aktif kembali dan mengeluarkan asap dan abu vulkanik pada tanggal 27

Agustus 2010. Status gunung ini dinaikkan menjadi "Awas" karena mengeluarkan

lava pada tanggal 29 Agustus 2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB. Suara

letusan ini terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu vulkanik ini tersembur

hingga 5.000 meter di udara dan cenderung meluncur dari arah barat daya menuju

timur laut. Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu vulkanik. Gunung Sinabung

meletus kembali pada bulan September 2013 yakni 4 kali letusan. Letusan

pertama terjadi pada tanggal 15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi lagi

pada sore harinya. Statusnya berubah dari WASPADA (Level II) menjadi SIAGA

(level III). Pada tanggal 17 September 2013, terjadi 2 letusan pada siang dan sore

hari yang melepaskan awan panas dan abu vulkanik. Tidak ada tanda-tanda

sebelumnya akan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini

(17)

korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga pemukiman sekitar terpaksa

mengungsi ke kawasan aman (BPTP, 2013).

Pada awal Februari 2014 terjadi erupsi dan beberapa kali letusan Gunung

Sinabung. Menurut Dinas Pertanian (2010) hasil erupsinya berupa debu vulkanik

menyebar ke beberapa daerah dengan jarak terjauh 6 km dari kaki gunung bahkan

sampai ke Kota Medan. Debu-debu ini menutupi seluruh tanah dan benda di

atasnya. Lahan pertanian yang merupakan mata pencarian masyarakat sekitar

tidak luput dari tutupan debu vulkanik tersebut. Secara kasat mata, kondisi

tanaman yang terkena dampak debu vulkanik masih tumbuh baik, namun di

beberapa tempat yang terkena penutupan debu vulkanik yang tebal menunjukkan

gejala kelayuan sampai kematian dengan pembagian luasan yang berbeda-beda

dan luas keseluruhan yang tertutup debu adalah 6.961 ha. Hal inilah yang

menyebabkan perlunya dilihat sejauh mana debu vulkanik mempengaruhi

pertumbuhan dan produksi tanaman, dalam hal ini pada tanaman tembakau.

Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah material vulkanik yang

disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan gunung berapi. Abu maupun pasir

vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Material

berukuran halus yang diterbangkan angin jatuh sebagai hujan abu. Karena

ukurannya yang halus, material tersebut sangat berbahaya bagi pernapasan, mata,

pencemaran air, tanah, dan rusaknya tumbuh-tumbuhan. Abu vulkanik umumnya

mengandung logam, baik yang bermanfaat maupun yang berbahaya bagi manusia.

Kimia tanah abu vulkanik umumnya mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3,

CaO, MgO, Na2O, K2O, MnO, TiO2, P2O5, H2O dan logam berat lainnya

(18)

Gunung Sinabung mengandung 0,24% P2O5; 0,12% K2O; 0,03 MgO; 0,89% Na;

1,14% Fe; 4,04 ppm B; 0,70% S; 98,98 ppm Cd; 46,46 ppm Pb; 22,5% SiO2.

Lapisan debu vulkanik yang berpotensi mengandung hara penyubur tanah

untuk pertanian sebenarnya baru bisa dimanfaatkan sekitar 10 tahun setelah

peristiwa penyebaran abu vulkanik itu. Penyuburan tanah bisa dipercepat jika

dicampur dengan kompos dan lain-lain. Kompos tersebut dapat berasal dari

sampah dan limbah organik (Tim Kompas, 2010).

Selama ini, penanganan sampah di berbagai kota masih dilakukan secara

konvensional. Cara konvensional ini tidak mampu menyelesaikan persoalan

sampah secara tuntas. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam

menangani masalah sampah adalah memanfaatkan sampah organik kota (60-80%

BO) sebagai bahan baku pembuatan kompos. Kompos tersebut dapat digunakan

dalam bidang pertanian dan untuk perbaikan tanah marginal (Suranta, 2002).

Salah satu limbah organik yang dapat diolah menjadi pupuk organik

adalah sampah kota. Sampah kota terdiri dari bagian yang berasal dari bahan

organik berupa sisa-sisa bahan tumbuhan dan hewan. Sumber sampah bisa

bermacam-macam, diantaranya adalah dari rumah tangga, pasar, warung, kantor,

bangunan umum, industri, jalan, pertanian dan perikanan. Sampah kota yang

berasal dari bahan organik tersebut dapat diolah menjadi pupuk organik sampah

kota. Bahan organik dalam pupuk berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik,

kimia, dan biologis tanah sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kesuburan

tanah, serta mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik/kimia

(19)

Sampah rumah tangga sangat ideal dijadikan kompos karena selain dapat

memanfaatkan komposnya, lingkungan pun terhindar dari pencemaran. Sampah

yang telah melalui proses pengomposan merupakan pupuk organik yang

bermanfaat. Pemanfaatannya dengan aplikasi langsung kompos pada media tanam

tembakau yang mendukung ketersediaan unsur haranya. Menurut Surjadi (2006)

pemakaian pupuk organik untuk pertanian memberikan keuntungan ekologis

maupun ekonomis. Bahan organik dalam pupuk berperan penting dalam

memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah sehingga dapat menjaga dan

meningkatkan kesuburan tanah, serta mengurangi ketergantungan pada pupuk

anorganik/kimia.

Tembakau mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting karena

menyumbang pendapatan negara melalui cukai yang jumlahnya tidak sedikt.

Di Indonesia, tembakau cerutu berkualitas ekspor berasal dari Sumatera, dikenal

dengan nama tembakau deli yang khusus digunakan sebagai pembalut cerutu

(Erwin dan Suyani, 2000).

Selama kurun waktu 1990-2007, jumlah produksi daun tembakau

Indonesia berfluktuasi. Tahun 2007 total produksi daun tembakau Indonesia

mencapai 165 ribu ton (menurut data dari Departemen Pertanian). Selama 10

tahun terakhir (1997-2007) terjadi penurunan produksi tembakau sebanyak 21%

dari 210.000 ton menjadi 165.000 ton (Papilaya dan Trihorno, 2010).

Aplikasi pupuk kompos dengan berbagai dosis yang dicampur pada

media tanam tembakau diharapkan dapat mempercepat ketersediaan hara

untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau. Menurut

(20)

diantaranya, C-organik 13%, N-total 3,53%, P-total 0,53%, K-total 4,44%, Ca

5,80%, Mg 1,34%, C/N ratio 10. Unsur N merupakan unsur yang penting untuk

tanaman tembakau. Penambahan abu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan

tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik

yang terdapat di dalam tanah sehingga mendukung terjadinya penambahan kadar

kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah. Hal ini dapat didukung dengan

peran kompos yang kaya akan bahan organik yang berinteraksi dalam pelapukan

debu vulkanik yang mengakibatkan kesuburan media tanam meningkat.

Hingga kini, masih sedikit penelitian yang memberikan data tentang

pengaruh pertumbuhan tembakau terhadap debu vulkanik Gunung Sinabung

dan dosis pupuk kompos. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk

melakukan penelitian guna mengetahui pertumbuhan tembakau terhadap dosis

pupuk kompos dan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pertumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum L.) terhadap pemberian debu vulkanik gunung sinabung dan dosis pupuk kompos.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh nyata pemberian debu vulkanik gunung sinabung dan pupuk

kompos terhadap pertumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum L.).

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi

(21)

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Senyawa Kimia Debu Vulkanik

Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan

logam dalam tanaman yang tumbuh di atasnya, sehingga kandungan logam yang

kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan

logam dalam tanah (Darmono, 1995).

Hartuti (2009) melaporkan bahwa kimia tanah abu vulkanik umumnya

mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, MnO, TiO2,

P2O5, H2O dan logam berat lainnya. Menurut Palar (1994) logam berat masih

termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam

lainnya.

Kandungan logam berat Cd, Pb, dan B berdasarkan hasil analisis

laboratorium masing-masing adalah 96,98 ppm, 46,46 ppm dan 4,04 ppm.

Menurut Darmono (1995) toksisitas logam berat seperti Zn, Cu, Cd dan Pb dalam

pertumbuhan tanaman tergantung pada kondisi lingkungan luar dari tanaman

tersebut, terutama pada tanaman bibit dan sistem akarnya. Di samping lamanya

waktu yang diperlukan untuk toksisitas logam, juga dipengaruhi ketersediaan

logam serta interaksi dengan logam lain dalam tanah, status nutrisi dan umur

tanaman. Terdapat beberapa spesies tanaman dapat mentolerir toksisitas logam

sedangkan yang lain menderita keracunan.

Kalium terkandung dalam abu vulkanik walaupun dalam persentase yang

sedikit. Sutedjo (2001) menyebutkan bahwa kalium diserap oleh tanaman dalam

bentuk ion K+. Di dalam tanah, ion tersebut bersifat sangat dinamis, mudah tercuci

(22)

melimpah di permukaan bumi (400-650 kg kalium untuk setiap m2 pada

ketinggian 15,24 cm). Namun, sekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang

tidak dapat diserap oleh tanaman dan yang tersedia bagi tanaman hanya 1-2%.

Unsur hara fosfor juga penting dalam pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Cahyono (1998) menyatakan bahwa peranan zat hara fosfat pada

tanaman adalah untuk pertumbuhan akar, pembentukan bunga, pembentukan buah

dan biji, meningkatkan daya tahan terhadap penyakit daun, meningkatkan hasil

dan mutu. Apabila tanaman kekurangan unsur P menyebabkan sistem perakaran

tidak berkembang baik sehingga tanaman tidak mampu menyerap unsur hara.

Akibatnya, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna hijau tua hingga kebiru-biruan,

dan daun masak terlambat. Sebaliknya, tanaman kelebihan unsur hara P, mutu

daun setelah pengolahan menurun karena krosoknya berwarna cokelat tua hingga

merah tipis dan kurang elastis.

Unsur kalsium yang terdapat pada senyawa CaO berhubungan dengan

aktivitas sel dalam tanaman. Mengel dan Kirkby menyatakan bahwa kalsium

berfungsi dalam pemanjangan dan pembelahan sel, sehingga tanaman yang

kekurangan Ca ujung akarnya akan berhenti tumbuh, warna berubah menjadi

cokelat kemudian mati. Kalsium terdapat dalam plasmalema dan berfungsi dalam

menjaga permeabilitas dan integritas sel (Murdiyati, 1997).

Daun merupakan salah satu bagian tumbuhan terpenting karena pada

umumnya memiliki klorofil sebagai tempat proses fotosintesis. Unsur hara yang

menjadi penyusun utama klorofil adalah magnesium. Mengel dan Kirkby (1982)

menyatakan bahwa peranan utama magnesium adalah sebagi kofaktor untuk

(23)

jembatan yang menghubungan struktur pirofosfat ATP/ADP dengan molekul

enzim. Kekurangan unsur ini akan menghambat sintesis protein dan senyawa

sekundernya, seperti klorofil. Dalam tanaman, Mg dapat dialirkan ke organ yang

lebih muda, sehingga klorosis yang disebabkan hilangnya klorofil dimulai pada

daun-daun bawah.

Unsur hara yang terkandung dalam abu vulkanik dan media tanam

berperan terhadap pertumbuhan tumbuhan yang ditanam. Dalam tesis Napitupulu

(2008) dijelaskan bahwa tanaman yang tumbuh di atas permukaan tanah akan

berproduksi dengan baik, apabila tanah mempunyai persediaan yang akan semua

unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan harus ada kesetimbangan di antara

unsur hara sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman. Unsur hara yang

diperlukan oleh tanaman dibedakan atas unsur hara makro (makronutrien) dan

unsur hara mikro (mikronutrien) yang masing-masing diperlukan tanaman dalam

jumlah banyak (>500 ppm) dan jumlah sedikit (<50 ppm). Kemampuan tanaman

untuk mengabsorbsi unsur hara berupa ion-ion dari larutan tanah tergantung pada

luas dan penyebaran akar tanaman.

Debu Vulkanik

Indonesia dilalui oleh dua lempeng yang menunjukkan bahwa daerahnya

rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung api akibat dari pergeseran kedua

lempeng tersebut. Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai ancaman

bagi masyarakat sekitar. Akan tetapi, manfaat yang diberikan pasca letusan juga

sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi tanah (Fiantis, 2006).

Dalam suatu aktivitas vulkanisme, material-material yang dikeluarkan

(24)

CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah

magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi

padat yang disemburkan berupa bom (batu-batu besar), kerikil, lapilli, pasir, abu

serta debu halus (Munir, 1996).

Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan

ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan

bahkan ribuan kilometer dari kawah karena pengaruh hembusan angin

(Sudaryo dan Sutjipto, 2009).

Debu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan tanah mengalami

pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di

dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan ini membutuhkan waktu yang sangat

lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di

alam. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya

penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50%

dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006).

Menurut Zuarida (1999), abu vulkanik Gunung Kelud Jawa Timur

mengandung 45,9% SiO2 dan mineral yang dominan adalah plagioklas

intermedier. Abu vulkanik dapat meningkatkan pH tanah, meningkatkan tinggi

tanaman, berat kering tanaman dan akar jagung. Semakin halus abu vulkaniknya

semakin efektif terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Abu Gunung Merapi saat

ini umumnya bertekstur agak kasar sehingga dampak kerusakan terhadap tanaman

(25)

Pengaruh Pupuk Kompos Terhadap Berbagai Tanaman

Sampah adalah sebagian dari benda atau sisa-sisa barang yang dipandang

tidak berguna, tidak dipakai, tidak disenangi dan harus dibuang sedemikian rupa

sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup manusia (Daryanto, 1995).

Menurut komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah

organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia

menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari

sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge, 1991).

Kompos dapat dibuat dari sampah kota berupa sampah pasar dan sampah

rumah tangga yang telah mengalami pelapukan (pengomposan). Pengomposan

didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi (penguraian) secara biologis dari

senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme

yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda

pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif

stabil (Sandrawati et al, 2007).

Bahan/pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi

pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan,

dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik

dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan mencegah

degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam,

dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam

sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman

(26)

Menurut Santoso (2003) kompos sampah kota berfungsi sebagai:

1. Soil Conditioner, yang mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium serta mineral penting yang dibutuhkan tanaman. Fungsi ini akan

memperbaiki struktur tanah, tekstur lahan kritis, meningkatkan porositas,

aerasi,dan dekomposisi oleh mikroorganisme tanah.

2. Soil Ameliorator, berfungsi mempertinggi Kapasitas Tukar Kation (KTK), baik pada tanah ladang maupun tanah sawah.

Kompos sampah kota mengandung kalium yang tinggi, yang berperan

sebagai aktifator enzim dalam metabolisme karbohidrat dan nitrogen yang

meliputi pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, serta berpengaruh

terhadap pengangkutan fosfor. Kalium juga berpengaruh penting terhadap

pembentukan klorofil, karbohidrat dan translokasi gula di dalam tanaman

(Jumin, 2002).

Pemberian kompos berpengaruh nyata terhadap parameter total luas daun,

bobot basah tajuk per sampel, bobot basah akar per sampel, bobot biomassa,

bobot segar layak jual, kadar protein dan kadar gula pada komoditi kailan yang

ditunjukkan dari hasil analisis data secara statistik pada penelitian Berutu (2009).

Pada tanaman tomat, Neliyati (2005) melaporkan bahwa pemberian kompos dapat

meningkatkan berat kering tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot buah per

tanaman dan bobot buah per petak.

Asmar dan Darfis (2009) menyimpulkan bahwa dosis kompos 10 ton/ha

memberikan hasil yang lebih tinggi untuk peningkatan pH tanah, N total, P

tersedia, KTK, Ca-dd, Mg-dd, K-dd dan Na-dd serta penurunan C organik.

(27)

penelitian Huang (2006) menyatakan bahwa Pemberian kompos yang berasal dari

sampah organik kota berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot

basah dan bobot kering tajuk dan akar tanaman pakchoi. Pada semua parameter,

diketahui bahwa kompos tersebut menghasilkan produksi yang lebih baik bila

dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK.

Tembakau

Tembakau adalah komoditi yang tidak asing lagi di Provinsi Sumatera

Utara. Tembakau yang tumbuh baik pada daerah antara Sungai Wampu dan

Sungai Ular dikenal dengan nama tembakau deli. Abdullah dan Soedarmono

(1986) menyatakan bahwa tembakau deli adalah tembakau cerutu jenis

pembungkus kualitas terbaik (world top quality) di seluruh dunia. Daun tembakau deli memiliki ciri khas yaitu daun tipis dan elastis serta warna cerah dikarenakan

mempunyai iklim dan tanah yang sesuai dengan pertanaman tembakau tipe

pembungkus. Inilah yang membedakan tembakau deli dengan tembakau lainnya.

Tembakau deli merupakan tanaman yang spesifik lokasi. Tumbuh baik

pada daerah dengan ketinggian tempat sekitar 12-150 m dpl. Suhu optimum

18-270C, curah hujan yang dikehendaki rendah pada saat tanam dan tinggi pada saat

pertumbuhan sampai dengan panen (Erwin dan Suyani, 2000).

Tanah yang dikehendaki oleh tanaman tembakau adalah tanah yang

gembur, remah, dan mudah mengikat air. Selain itu lahan yang baik untuk

tanaman tembakau adalah yang memiliki tata air dan udara yang baik sehingga

dapat meningkatkan drainase. Hal ini disebabkan karena tanaman tembakau yang

sangat peka terhadap air yang menggenang. Tanah yang optimal bagi tanaman

(28)

Tembakau membutuhkan unsur N dalam mendukung pertumbuhan dan

perkembangannya. Menurut Tso (1972) nitrogen merupakan penyusun amino dan

senyawa-senyawa sekunder yang merupakan komponen pertumbuhan, yaitu

protein, klorofil, asam nukleat dan sebagainya. Nitrogen juga berperan penting

pada mutu tembakau karena N merupakan penyusun nikotin yaitu suatu alkaloid

yang menyebabkan tembakau mempunyai rasa khas.

Penyinaran cahaya matahari sangat diperlukan tanaman ini dalam proses

fotosintesis untuk menghasilkan bagian vegetatif (batang, daun, cabang, dan

perakaran), generatif (bunga, buah dan biji). Kurangnya penyinaran matahari

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan produksi (Sudaryono, 2004).

Faktor lain yang menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman, bahkan

berpengaruh pula pada kualitas daun adalah pH tanah. Dalam penelitian Simbolon

(2007) dinyatakan bahwa pH yang optimal bagi pertumbuhan tanaman pada

umumnya antara 5,6-6,0. Pada pH tanah lebih rendah dari 5,6 cenderung

pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur

hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4,0 pada

umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik

merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga pertumbuhan

tanaman menjadi terhambat. Konsentrasi Al dan Fe yang tinggi pada tanah

memungkinkan terjadinya ikatan terhadap fosfor dalam bentuk aluminium fosfat

atau Fe-fosfat. P yang terikat oleh aluminium tidak dapat digunakan oleh tanaman.

Tanaman yang ditanam pada tanah yang memiliki pH rendah biasanya juga

(29)

Setiap jenis tembakau mempunyai komposisi kimia berbeda-beda,

sehingga imbangan hara yang dibutuhkan juga berbeda. Tembakau virginia

mempunyai kadar gula tinggi (15%−22%) dan nikotin sedang (1,5%−3,5%).

Untuk mencapai komposisi tersebut selama pertumbuhan sampai berbunga

tanaman tembakau virginia membutuhkan N dan ketersediaan air yang cukup.

Ketersediaan unsur makro seperti N, P, dan K yang diberikan harus diatur sesuai

dengan kurva pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh saat pemasakan daun

yang tepat, hasil serta mutu yang tinggi (Murdiyati, 1997).

(30)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD)

Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera

Utara pada ketinggian + 15 meter di atas permukaan air laut. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Juli 2014 – Agustus 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tembakau Deli

varietas Deli-4 umur 40 hari, top soil, debu vulkanik yang diambil dari Gunung

Sinabung, pupuk kompos, fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dan

insektisida berbahan aktif metomil 25%, air, polibeg ukuran 15 kg (40 x 50 cm),

pupuk mix atau campuran ZA, ZK dan TSP (6:3:1) dengan dosis 10 g/tanaman..

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handsprayer, gembor,

timbangan, ember, cangkul, kalkulator, alat tulis, meteran, micrometer scrup, jangka sorong, label nama, kamera, penggaris, tali.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial

dengan 2 faktor perlakuan. Perlakuan pada masing-masing faktor adalah sebagai

berikut:

Faktor I: Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung yang terdiri dari 3 taraf :

V0 = Pemberian Debu vulkanik sebanyak 0 gram/polibeg,

V1 = Pemberian Debu vulkanik sebanyak 500 gram/polibeg,

(31)

Faktor II: Dosis Pupuk Kompos (K) yang terdiri dari 4 taraf :

K0 = 0 g Pupuk kompos/polibeg,

K1 = 250 g Pupuk kompos/polibeg,

K2 = 500 g Pupuk kompos/polibeg,

K3 = 750 g Pupuk kompos/polibeg,

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu:

V0K0 V1K0 V2K0

V0K1 V1K1 V2K1

V0K2 V1K2 V2K2

V0K3 V1K3 V2K3

Jumlah Ulangan : 3 ulangan

Jumlah Plot : 36 plot

Ukuran Plot : 100 cm x 150 cm

Jarak Antar Plot : 50 cm

Jarak Antar Blok : 70 cm

Jumlah Tanaman Per Plot : 6 tanaman

Jumlah Sampel Per Plot : 6 tanaman

Jumlah Tanaman Pinggir : 84 tanaman

Jumlah Sampel Seluruhnya : 216 tanaman

Jumlah Tanaman Seluruhnya : 300 tanaman

(32)

Model Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier

sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk+ εijk i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi pupuk kompos pada

taraf ke-j dan abu vulkanik pada taraf ke-k

µ = Nilai tengah perlakuan

ρi = Pengaruh blok pada taraf ke-i

αj = Pengaruh pemberian debu vulkanik pada taraf ke-j

βk = Pengaruh dosis pupuk kompos pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan debu vulkanik pada taraf ke-j dan

dosis pupuk kompos pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-I yang mendapat perlakuan debu

vulkanik pada taraf ke-j dan dosis pupuk kompos pada taraf ke-k

Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji berjarak ganda

(33)

Pelaksanaan penelitian Persiapan Areal Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) dengan

luas areal 18 m x 6 m. Areal yang digunakan dibersihkan, kemudian permukaan

tanah diratakan dibentuk plot dengan ukuran 100 cm x 150 cm untuk

menempatkan polibeg.

Persiapan Bibit

Bibit yang digunakan pada percobaan ini adalah bibit tembakau Deli

(Nicotiana tabacum L.) Varietas Deli-4 yang berumur 40 hari yang berasal dari pembibitan tembakau Deli PTPN II.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah topsoil. Topsoil

yang digunakan 13 kg per polibeg. Sebelum digunakan topsoil terlebih dahulu

dibersihkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran berupa batu-batu, dedaunan,

dan tanah yang menggumpal.Analisis tanah dilakukan sebelum tanam dan

sesudah tanaman tembakau dipanen.

Persiapan Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos

Debu vulkanik yang digunakan berasal dari erupsi Gunung Sinabung. yang

diperoleh dari Desa Kutarayat dan Kutagugung, Kecamatan Naman Teran,

Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Debu vulkanik diperoleh dengan

cara mengumpulkan debu vulkanik hasil erupsi Gunung Sinabung yang menutupi

areal pertanian disekitar desa tersebut dan memasukkannya kedalam karung.

Debu vulkanik dianalisis untuk mengetahui kandungan yang terdapat didalamnya.

(34)

mengalami proses fermentasi. Sebelum digunakan pupuk kompos dianalisis

terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan yang terdapat didalam pupuk

kompos tersebut.

Aplikasi Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos

Aplikasi debu vulkanik dilakukan 1 hari sesudah tanam sesuai dengan

perlakuan sedangkan pupuk kompos dicampur langsung dengan top soil sebelum

tanam. Sebelum aplikasi kompos dan debu vulkanik dibersihkan terlebih dahulu

untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam debu vulkanik dan pupuk

kompos tersebut. Top soil dan pupuk kompos dicampur sesuai perlakuan.

Penanaman Bibit

Penanaman dilakukan setelah bibit tumbuh sempurna yakni telah berumur

40 hari atau memiliki 3-4 helai daun sempurna. Sebelum di tanam terlebih dahulu

dilakukan pengguntingan daun pada bibit hingga menyisakan satu helai daun

sempurna dan primordia daun. Penanaman dilakukan dengan membenamkan bibit

sedalam 2 cm satu per polibeg dan sesudah pupuk kompos diaplikasikan ke dalam

media tanam.

Pemeliharaan Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari sebanyak 1 liter

(35)

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau tidak

tumbuh dan dilakukan mulai 7 hari setelah pindah tanam (HSPT) -- 17 HSPT

(tutup kaki II). Penyulaman dilakukan sebanyak 2 kali.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dalam 1 tahap yakni dilakukan pada saat 1 hari

sebelum tanam dengan menggunakan pupuk mix atau campuran ZA, ZK dan TSP

(6:3:1) dengan dosis 10 g/tanaman.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan gejala yang

terdapat di lapangan. Pengendalian dilakukan secara kimia dengan menggunakan

fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dan insektisida berbahan aktif metomil

25%.

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan secara manual yakni dengan mencabut gulma yang

tumbuh di dalam polibeg dan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Pembumbunan (tutup kaki) dilakukan pada umur 7 HSPT dan 16 HSPT

Panen (Kutip Daun)

Pengutipan daun dilakukan pada beberapa tahapan, yakni:

- 16 HSPT : kutip daun bibit, yakni dengan menyisakan satu daun bagian

atas dan tunas pucuk.

- 30 HSPT kutip daun rusak, daun tua, daun bibit, dan daun yang lengket

dengan tanah

(36)

- 44 HSPT : kutip daun pasir 1 (Z1) yakni dengan mengutip 2-3 lembar

daun/pokok

- 47 HSPT : kutip pertama daun kaki 1 (VA1) yakni dengan mengutip 2-3

lembar daun/pokok

- 50 HSPT : kutip kedua daun kaki 1 (VA2) yakni dengan mengutip 2-3

lembar daun/pokok

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai 18 – 46 HSPT dengan interval pengamatan 1

minggu. Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga titik tumbuh dengan

menggunakan meteran, selanjutnya dibuat pacak ukur untuk pengamatan

berikutnya.

Diameter Batang (mm)

Diameter batang diukur mulai 18 – 46 HSPT dengan interval pengamatan

1 minggu. Diameter batang diukur 1 cm diatas leher akar dengan menggunakan

jangka sorong.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung mulai 18 – 39 HSPT dengan interval pengamatan 1

minggu. Daun yang dihitung adalah daun yang telah berkembang sempurna yakni

telah memiliki tangkai daun.

Tebal Daun Pasir (mm)

Tebal daun diukur pada 40 HSPT. Daun yang diukur adalah daun pasir

terbaik yakni daun yang terletak pada duduk daun ke-1 sampai ke-6 dengan

(37)

Tebal Daun Kaki I (mm)

Tebal daun diukur pada 40 HSPT. Daun yang diukur adalah daun kaki I

terbaik yang terletak pada duduk daun ke-7 sampai ke-15 dengan menggunakan

micrometer scrup.

Luas Daun (cm2)

Luas daun diukur pada 8 Minggu Setelah Pindah Tanam (MSPT) atau

setelah panen. Luas daun ditentukan dengan metode Gravimetri. Luas daun

diketahui pada saat daun dipanen dengan cara :

- Luas kertas (Lk); Berat kertas (Bk)

- Maka luas kertas per berat (cm2/gr) =Lk/Bk

Setiap daun digambar pada kertas yang sudah diketahui luas kertas per berat

kertas.

- Berat kertas replika daun (Bd).

- Luas daun = Bd x (Lk/Bk)

Panjang Akar (cm)

Panjang akar diukur setelah panen (8 MSPT) yakni membersihkan

tanaman dari sisa tanah kemudian diukur dengan menggunakan meteran. Bagian

yang diukur dimulai dari pangkal akar hingga ujung akar.

Bobot Kering Tanaman (g)

Bobot kering tanaman diukur setelah panen 8 MSPT. Yakni dengan

membersihkan tanaman dari sisa tanah kemudian diovenkan pada suhu 80OC

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil penelitian dan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan debu

vulkanik berpengaruh tidak nyata pada semua parameter. Perlakuan pemberian

pupuk kompos juga berpengaruh tidak nyata pada semua parameter. Interaksi

kedua perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata pada semua parameter.

Walaupun secara statistik berpengaruh tidak nyata, namun dapat diperoleh data

tertinggi dan terendah setiap parameter.

Tinggi Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman pada 18 – 46 HSPT

(Hari Setelah Pindah Tanam) dapat dilihat pada Lampiran 9-18. Hasil sidik ragam

menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung

dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata

terhadap tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman 18 – 46 HSPT pada perlakuan

pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi pada

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 46 HSPT diperoleh

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 41,94 cm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 40,55 cm.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

(39)

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 18 – 46

HSPT dapat dilihat pada Lampiran 19-28. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang.

Rataan diameter batang 18 – 46 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik

Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan diameter batang tertinggi pada

(40)

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 11,83 mm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 11,37 mm.

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa rataan diameter batang tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 11,88 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 11,13 mm.

Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 18 – 46

HSPT dapat dilihat pada Lampiran 29-38. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

(41)

jumlah daun 18 – 46 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung

Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan

pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 46 HSPT diperoleh pada perlakuan

V0 (0 g) yaitu 10,31 helai, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu

8,84 helai.

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K2 (500 g)

(42)

Tebal Daun Pasir (mm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tebal daun pasir pada 44 HSPT

dapat dilihat pada Lampiran 39-40. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tebal daun pasir.

Rataan tebal daun pasir 44 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik

Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan tebal daun pasir tembakau (mm) 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan tebal daun pasir tertinggi pada

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 44 HSPT diperoleh

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 0,323 mm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yakni 0,256 mm.

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan tebal daun pasir tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos 44 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 0,310 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 0,261 mm.

Tebal Daun Kaki I

Data hasil pengamatan dan sidik ragam tebal daun kaki I pada 50 HSPT

dapat dilihat pada Lampiran 41-42. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

(43)

Rataan tebal daun kaki I 50 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik

Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan tebal daun kaki I (mm) tembakau 50 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan tebal daun kaki I tertinggi pada

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 50 HSPT diperoleh

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 0,233 mm, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 0,211 mm.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa rataan tebal daun kaki I tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos 50 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 0,238 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 0,206 mm.

Luas Daun (cm2)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam luas daun pasir pada 44 HSPT dan

luas daun kaki I 50 HSPT dapat dilihat pada Lampiran 43-46. Hasil sidik ragam

menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung

dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata

terhadap luas daun pasir dan luas daun kaki I. Rataan luas daun pasir 44 HSPT

dan luas daun kaki I 50 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung

Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 6.dan Tabel 7

Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan luas daun pasir tertinggi pada

(44)

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 211,53 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 143,24 cm2.

Tabel 6. Rataan luas daun pasir (cm2) tembakau 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa rataan luas daun pasir tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos 44 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

yaitu 199,26 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 138,77 cm2.

Tabel 7. Rataan luas daun kaki I (cm2) tembakau 50 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu Vulkanik (g/polibeg)

Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0

Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan luas daun kaki I tertinggi pada

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 50 HSPT diperoleh

pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 178,32 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan

V2 (1000 g) yaitu 143,65 cm2.

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa rataan luas daun kaki I tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos 50 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)

(45)

Panjang Akar (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam panjang akar dapat dilihat pada

Lampiran 47-48. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta interaksi

keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar. Rataan panjang akar

pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk

kompos dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan panjang akar tertinggi pada perlakuan

pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung diperoleh pada perlakuan V0 (0 g)

yaitu 35,19 cm, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu 29,59 cm.

Tabel 8.Rataan panjang akar (cm) tembakau dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu Vulkanik (g/polibeg)

Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0

Tabel 8 juga menunjukkan bahwa rataan panjang akar tertinggi pada

perlakuan dosis pupuk kompos diperoleh pada perlakuan K3 (750 g) yaitu

34,17 cm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 30,45 cm.

Bobot Kering Tanaman (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering tanaman dapat dilihat

pada Lampiran 49-50. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta

(46)

Rataan bobot kering tanaman pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung

Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.Rataan bobot kering tanaman (g) tembakau dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos

Debu Vulkanik (g/polibeg)

Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0

Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan bobot kering tanaman tertinggi pada

perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung diperoleh pada perlakuan

V0 (0 g) yaitu 74,28 g, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu

52,86 g.

Tabel 9 juga menunjukkan bahwa rataan bobot kering tanaman tertinggi

pada perlakuan dosis pupuk kompos diperoleh pada perlakuan K3 (750 g) yaitu

70,70 g, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 56,74 g.

Pembahasan

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa pemberian debu

vulkanik gunung Sinabung dengan dosis pupuk kompos berpengaruh tidak nyata

pada semua parameter pengamatan. Interaksi keduanya juga berpengaruh tidak

nyata.

Hasil analisis tanah awal dapat diketahui bahwa pH adalah 4.75 (masam),

kandungan C-Organik 1.16 % (rendah), N 0.21 % (sedang), C/N 5.52 (rendah), P

66.25 mg/kg (sangat tinggi), K 0.83 me/100g (tinggi), Ca 4.1 me/100g (rendah),

(47)

Hasil analisis pupuk kompos dapat diketahui bahwa pH adalah 5,90 (agak

masam), kandungan C-Organik 4,11 % (tinggi), N 0,54 % (tinggi), C/N 7,61

(rendah), P 0,14 % (sangat tinggi), K 0,44 % (sangat tinggi), Ca 5,07 % (sangat

tinggi), Mg 2,31 % (sangat tinggi).

Hasil analisis debu vulkanik Gunung Sinabung dapat diketahui pH adalah

4,75 (masam), C-Organik 2,44 % (sedang), N-total 0,07 % (sangat rendah), C/N

34,85 (sangat tinggi), P2O5 Total 0,24 % (sangat tinggi), K2O 0,12 % (tinggi),

MgO 0,03 % (sangat rendah), KTK 6,94 me/100g (rendah), Na 0,89 % (tinggi).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K0 dapat diketahui pH adalah

5,16 (masam), kandungan C-Organik 0,82 % (sangat rendah), N 0,12 % (rendah),

P Bray II 26,68 ppm (tinggi), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 7,29 me/100g

(sedang), Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 11,2 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K1 dapat diketahui pH adalah

6,04 (agak masam), kandungan C-Organik 1,02 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P

Bray II 48,06 ppm (Sangat Tinggi), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 8,99 me/100g

(sedang), Mg 0,85 me/100g (rendah) dan KTK 10,63 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K2 dapat diketahui pH adalah

5,62 (agak masam), kandungan C-Organik 1,03 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P

Bray II 18,64 ppm (sedang), K 0,46 me/100g (sedang), Ca 7,59 me/100g (sedang),

Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 11,21 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K3 dapat diketahui pH adalah

6,18 (agak masam), kandungan C-Organik 1,08 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P

Bray II 40,1 ppm (sangat tinggi), K 0,66 me/100g (sedang), Ca 9,2 me/100g

(48)

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K0 dapat diketahui pH adalah

4,93 (masam), kandungan C-Organik 0,69 % (sangat rendah), N 0,11 % (rendah),

P Bray II 21,14 ppm (sedang), K 0,42 me/100g (sangat tinggi), Ca 6,26 me/100g

(sedang), Mg 0,77 me/100g (rendah) dan KTK 10,06 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K1 dapat diketahui pH adalah

5,44 (masam), kandungan C-Organik 0,87 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah),

P Bray II 40,3 ppm (sangat tinggi), K 0,42 me/100g (rendah), Ca 9,03 me/100g

(sedang), Mg 0,82 me/100g (rendah) dan KTK 11,28 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K2 dapat diketahui pH adalah

5,58 (masam), kandungan C-Organik 0,94 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah),

P Bray II 21,78 ppm (sedang), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 7,05 me/100g

(sedang), Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 10,21 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K3 dapat diketahui pH adalah

6,13 (agak masam), kandungan C-Organik 1,17 % (rendah), N 0,16 % (rendah), P

Bray II 90,23 ppm (sangat tinggi), K 0,71 me/100g (tinggi), Ca 9,77 me/100g

(sedang), Mg 0,98 me/100g (rendah) dan KTK 11,79 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K0 dapat diketahui pH adalah

4,76 (masam), kandungan C-Organik 0,88 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah),

P Bray II 22,44 ppm (sedang), K 0,56 me/100g (sedang), Ca 7,53 me/100g

(sedang), Mg 0,94 me/100g (rendah) dan KTK 11,75 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K1 dapat diketahui pH adalah

5,24 (masam), kandungan C-Organik 0,99 % (sangat rendah), N 0,14 % (rendah),

P Bray II 49,82 ppm (sangat tinggi), K 0,47 me/100g (sedang), Ca 9,75 me/100g

(49)

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K2 dapat diketahui pH adalah

5,52 (masam), kandungan C-Organik 1,00 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P Bray

II 17,46 ppm (sedang), K 0,54 me/100g (sedang), Ca 7,38 me/100g (sedang), Mg

0,87 me/100g (rendah) dan KTK 10,58 me/100g (rendah).

Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K3 dapat diketahui pH adalah

5,20 (masam), kandungan C-Organik 1,18 % (rendah), N 0,16 % (rendah), P Bray

II 46,98 ppm (sangat tinggi), K 0,62 me/100g (tinggi), Ca 10,39 me/100g

(sedang), Mg 0,85 me/100g (rendah) dan KTK 11,21 me/100g (rendah).

Nitrogen (N)

Jika dilihat dari hasil analisis media tanam akhir tiap perlakuan dapat

diketahui bahwa unsur N tertinggi adalah 0,16 % pada media tanam V1K3 dan

V2K3. Namun, jika disesuaikan dengan kriteria sifat kimia tanah Balai Penelitian

Tanah Bogor unsur N tersebut masih tergolong rendah. Hal ini merupakan salah

satu faktor penyebab pertumbuhan tembakau tidak optimal. Nitrogen adalah salah

satu unsur haro makro yang sangat penting dan dibutuhkan tanaman dalam jumlah

yang banyak. Hal ini didukung oleh Hasibuan (2004) yang menyatakan bahwa

nitrogen merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman dan

mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhannya. Unsur hara N

yang terkandung berdasarkan analisis tanah awal dan kompos serta debu vulkanik

Gunung Sinabung masing masing tergolong sedang (0,21 %) dan tinggi (0,54 %),

sangat rendah (0,07 %). Nitrogen tersebut tidak dapat terserap dengan baik karena

bahan organik yang ditambahkan dalam media tanam tersebut yakni kompos

belum terdekomposisi secara sempurna di mana C/N rasionya adalah 7,61 %.

(50)

ini didukung oleh Novizan (2005) yang menyatakan kualitas kompos dianggap

baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. Walaupun C/N rasio debu vulkanik

Gunung Sinabung tergolong sangat tinggi (34.85), bahan organiknya masih kasar

dan mempunyai N yang sangat rendah bahkan sebenarnya sudah terlepas ke

udara. Sudaryono (2009) menyatakan C/N rasio berfungsi untuk mengatur apakah

bahan organik dalam kondisi cepat hancur tatu sulit hancur. Bahan organik dapat

berbentuk halus dan kasar. Bahan organik halus mempunyai kadar N tinggi

dengan C/N ratio rendah, sedangkan bahan organik kasar mempunyai N rendah

dengan C/N ratio tinggi

Fosfor (P)

Unsur hara fosfor adalah salah satu unsur hara makro yang penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan berhubungan dalam masa vegetatif

dan generatif tanaman. Hal ini didukung Cahyono (1998) yang menyatakan

bahwa peranan zat hara fosfat pada tanaman adalah untuk pertumbuhan akar,

pembentukan bunga, pembentukan buah dan biji. Dari hasil analisis akhir media

tanam tiap perlakauan dapat diketahui bahwa kandungan P tergolong tinggi di

mana media tanam V1K3 yaitu 90,23 ppm (sangat tinggi) dan kandungan P

terendah terdapat pada media tanam V2K2 yakni 17,46 ppm (sedang). Nilai yang

tergolong tinggi tersebut berdampak kurang baik dalam pertumbuhan dan

perkembangan tanaman tersebut. Menurut Neliyati (2005), pada konsentrasi yang

terlalu tinggi unsur hara esensial dapat menyebabkan ketidakseimbangan

penyerapan unsur hara lain pada proses metabolisme tanaman. Akibatnya, unsur

hara tersebut bukannya meningkatkan pertumbuhan tanaman tetapi justru akan

(51)

mempengaruhi ketersediaan fosfor. Hal ini sesuai dengan Barchia (2009) yang

menyatakan bahwa ketersediaan fosfor dalam tanah sangat dipengaruhi pH dan

pada kisaran pH 4,0 – 6,0 kebanyakan fosfor dalam larutan tanah berbentuk ion

H2PO4-1. Berdasarkan hasil analisis media tanam semua perlakuan diperoleh

kisaran pH yakni 4,76 – 6,18 sehingga fosfor sulit tersedia bagi tanaman.

Damanik et al (2011) menyatakan bahwa pada tanah masam bentuk ion H2PO4 -dijumpai lebih dominan. Bentuk ion H2PO4- pada umumnya lebih tersedia bagi

tanaman dari pada bentuk ion-ion lainnya. Pada tanah masam kelarutan daripada

unsur Al, Fe, dan Mn sangat tinggi sehingga mereka cenderung mengikat ion-ion

fosfat menjadi fosfat tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang

bereaksi masam kelarutan atau konsentrasi ion-ion Al dan Fe sangat tinggi.

Selanjutnya ion Al dan Fe ini bersenyawa dengan ion H2PO4- membentuk fosfat

hidroksi fosfat yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Kalium (K)

Hasil analisis media tanam tiap perlakuan menunjukkan bahwa kandungan

K tertinggi terdapat pada media tanam V1K3 yaitu 0,71 me/100 g (tinggi) dan

kandungan K terendah terdapat pada media tanam V1K0 dan V1K1 yaitu 0,42

me/100 g (sedang). Hal ini sejalan dengan unsur hara K pada media tanam awal

0,83 me/100g (tinggi), kompos 0,44 % (sangat tinggi), debu vulkanik Gunung

Sinabung 0,12 % (tinggi). Kalium adalah unsur hara makro ketiga yang

dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak setelah tanaman. Barchia (2009)

menyatakan bahwa kalium dalam pertumbuhan tanaman berfungsi sebagai

aktivator enzim pada fotosintesis dan protein dan metabolisme karbohidrat,

(52)

Sifat hara K adalah sangat mobil. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi K tidak

optimal dalam pertumbuhan tanaman karena kalium tersebut cenderung tidak

tersedia. Hal ini berkaitan dengan unsur Na yang berasal dari debu vulkanik

Gunung Sinabung 0,89 % (tinggi). Damanik et al (2011) menyatakan bahwa Kalium dan amonium dapat terjepit diantara kisi mineral yang mudah

mengembang, sedangkan ion-ion yang lain yang mempunyai radius yang lebih

kecil seperti Na, H, Ca akan dibebaskan ke dalam larutan tanah. Kalium dalam

bentuk demikian, tidak dapat digantikan dengan cara pertukaran hara, dan

biasanya disebut kalium tidak dapat dipertukarkan, akibatnya kalium ini menjadi

lambat tersedia bagi tanaman. Fitter dan Hay (1991) menyatakan bahwa di dalam

tanaman antara unsur P dan K ada saling ketergantungan. Unsur K berfungsi

sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke

daun dan mentranslokasi asimilat dari daun keseluruh jaringan tanaman.

Kurangnya hara K dalam tanaman dapat menghambat proses transportasi dalam

tanaman. Oleh karena itu, agar proses transportasi unsur hara maupun asimilat

dalam tanaman dapat berlangsung optimal maka unsur hara K dalam tanaman

harus optimal. Serapan hara K termasuk hara P dari tanah oleh tanaman dapat

berlangsung optimal bila tersedia energi ATP yang cukup karena hara K dan P

diserap tanaman melalui proses difusi yang memerlukan banyak energi dari ATP.

Tanaman akan dapat membentuk ATP secara optimal bila serapan hara P juga

optimal. Barber (1974) dalam Fitter dan Hay (1991) menyatakan serapan K oleh tanaman berlangsung secara difusi yang memerluk an banyak energi dari ATP.

Namun, hasil analisis media tanam juga menunjukkan bahwa C tertinggi terdapat

(53)

tanam V1K0 yaitu 0,69% (sangat rendah). Ca tertinggi terdapat pada media tanam

V2K3 yaitu 10,39 me/100 (sedang) dan Ca terendah terdapat pada media tanam

V1K0 yaitu 6,26 me/100 (sedang). C organik yang rendah dan ion Ca yang tinggi

diduga sebagai penyebab kurang efektifnya serapan unsur P, walaupun kandungan

P dalam tanah sesuai hasil analis tanah awal adalah 66,25 mg/kg (sangat tinggi)

(Lampiran 5). Brady (1992) menyatakan bahwa C organik yang rendah dan Ca

yang tinggi dapat menyebabkan mudah terfiksasinya hara P oleh Ca menjadi

kalsium fosfat yang sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Tidak efektifnya

serapan hara P juga dapat menyebabkan tidak efektifnya serapan K.

Kalsium (Ca)

Unsur hara kalsium berperan penting dalam pembentukan lamella tengah

sel dan berhubungan dengan aktivitas sel dalam tanaman. Berdasarkan hasil

analisis media tanam akhir tiap perlakuan dapat diketahui bahwa unsur Ca

tergolong sedang yakni pada kisaran 6,26 me/100g (V1K0) – 10,39 me/100g

(V2K3). Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas sel dalam

tanaman tembakau kurang optimal sehingga terdapat tanaman yang ukurannya

kecil. Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa kalsium diserap sebagai Ca2+

valensi dua. Jika dihubungkan dengan tingginnya unsur K+ yang terdapat dalam

media tanam menyebabkan Ca2+ terjerap pada permukaan tanah dan tidak dapat

diserap tanaman dengan baik. Hal ini didukung oleh Damanik et al (2011) yang menyatakan bahwa kation-kation bervalensi dua lebih kuat terjerap pada

permukaan koloid tanah dibandingkan dengan kation bervalensi satu. Bila kation

NH4+ dan kation K+ yang bervalensi satu berada dalam jumlah yang besar pada

(54)

maka ion-ion yang bervalensi satu akan lebih dipertukarkan deibandingkan

dengan ion yang bervalensi dua. Oleh sebab itu, ion-ion yang bervalensi satu akan

lebih banyak diserap oleh akar tanaman.

Magnesium (Mg)

Magnesium adalah penyusun utama dari klorofil dan bertindak sebagai

pembawa fosfor di dalam tubuh tanaman. Berdasarkan analisis pada media tanam

awal, kompos, dan debu vulkanik Gunung Sinabung dapat diketahui unsur Mg

masing- masing adalah 0,75 me/100g (rendah), 2,31 % (sangat tinggi) dan 0,03 %

(sangat rendah). Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa magnesium

diserap sebagai Mg2+ valensi dua. Sedangkan pada hasil analisis media tanam

akhir kandungan Mg berada pada kisaran 0,77 me/100g (V1K0) – 1,04 me/100g

(V0K3) dan tergolong rendah. Penambahan kompos tersebut belum optimal

mendukung ketersediaan Mg. Penyerapan magnesium salah satunya dipengaruhi

oleh pH di mana media tanam akhir tergolong tanah masam. Hal ini didukung

oleh Mas’ud (1993) bahwa serapan magnesium oleh perakaran tergantung pada

kandungan K, Ca, NH4 tanah dan pH tanah. Jika tanah terlalu asam sebagai akibat

tingginya kepekatan ion H bebas yang menahan serapan ion Mg. Ion K dan NH4

juga menekan kemudahan magnesium untuk diserap, terutama jika pasokan

Mg-tanah berada pada batas minimal.

Carbon (C)

Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting

bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara dan

substrat bagi mikrobia tanah. Berdasarkan hasil analisis pada media tanam awal,

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan
Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Tabel 4. Rataan tebal daun pasir tembakau (mm) 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
+5

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Negeri

erbandingan lulusan yang jauh lebih banyak dibanding peluang kebutuhan tenaga kerja P menyebabkan lulusan bidang keahlian Bisnis dan Manajemen banyak yang menganggur atau bekerja

Mata kuliah ini akan membahas tentang penelitian kuantitatif dan kualitatif, pengertian penelitian hokum, macam-macam penelitian hokum, latarbelakang masalah,

and (ii) Atmospheric Correction aims at transforming TOA reflectance into BOA reflectance. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and

Mata kuliah pengantar ilmu hukum ini akan membahas tentang pengetahuan tentang teori-teori dasar hukum, aliran-aliran pemikiran hukum dengan berbagai dinamikanya,

The basic working principle of the proposed stereogrammetric fusion concept is demonstrated on an easily distinguishable building of the Ludwig Maximilian

The APTI Technical Committee for Sustainable Preservation created OSCAR to address the gap of how to integrate new and existing research in technologies and processes for

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata