RESPONS PERTUMBUHAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) TERHADAP PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG
SINABUNG
DAN DOSIS PUPUK KOMPOS
SKRIPSI
OLEH :
DANIEL SITORUS / 100301180
BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
RESPONS PERTUMBUHAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) TERHADAP PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG
SINABUNG
DAN DOSIS PUPUK KOMPOS
SKRIPSI
OLEH :
DANIEL SITORUS / 100301180
BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.)
Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos
Nama : Daniel Sitorus
NIM : 100301180
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Jonis Ginting, M. S.) Ketua
(Ir. Toga Simanungkalit, M. P.) Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
DANIEL SITORUS: Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos dibimbing oleh JONIS GINTING dan TOGA SIMANUNGKALIT.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debu vulkanik Gunung Sinabung dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat + 15 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung (0 g, 500 g, 1000 g). Faktor kedua adalah dosis pupuk kompos (0 g, 250 g, 500 g dan 750 g). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tebal daun pasir, tebal daun kaki I, luas daun, panjang akar pada 18 - 50 hari setelah tanam (HSPT) dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik dengan pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.
ABSTRACT
DANIEL SITORUS: Growth Responseof Deli tobacco (Nicotiana tabacum L.) by giving Mount Sinabung volcanic ash and the dose of compost supervised by
JONIS GINTING and TOGA SIMANUNGKALIT.
The purpose of the study was to determine the effect of Mount Sinabung volcanic ash and compost on the growth of Deli tobacco. The research was conducted at Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Percut Sei Tuan District Deli Serdang Regency North Sumatera with the height of + 15 metres above sea level, began from July until August 2014. The research design was a randomized block design with two factors, the first factor was Mount Sinabung volcano ash (0 g, 500 g, 1000 g) and the second factor was dose of compost (0 g, 250 g, 500 g, 750 g). The parameters observed were plant height, stem diameter, number of leaf, sand leaf thickness, feet leaf I thickness, leaf area, root length at 18 up to 50 days after transplanting and dry weight of plant. The result showed that volcanic ash and dose of compost and also both of interaction were not show any significant effect on all parameters
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Siharang-karang, pada tanggal 01 September 1991,
anak dari pasangan Bapak Haojahan Sitorus (Alm) dan Ibu Rosmaida Silaban.
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Pendidikan yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
1. SD Perguruan Sari Putra di Padangsidimpuan dari tahun 1998 sampai
dengan 2004
2. SMP Perguruan Sari Putra di Padangsidimpuan dari tahun 2004 sampai
dengan 2007
3. SMA Negeri 4 di Padangsidimpuan dari tahun 2007 sampai dengan 2010
4. Terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara pada minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan Program Studi
Agroekoteknologi pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten praktikum di
Laboratorium Agronomi Tanaman Perkebunan. Penulis melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan (PKL) selama bulan Juli hingga Agustus di PT. Perkebunan
Nusantara IV Kebun Air batu, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara pada
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “ Respon Pertumbuhan
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos. “
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.Jonis Ginting,MS selaku
ketua komisi pembimbing dan Ir.Toga Simanungkalit, MP selaku anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua
H.Sitorus (Alm) dan R br. Silaban yang telah banyak memberikan doa dan
dukungan moril dan material kepada penulis dalam penulisan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu penyempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
Pengaruh Pupuk Kompos Terhadap Berbagai Tanaman ... 10
Tembakau ... 12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Rancangan Penelitian ... 15
Metode Analisis Data ... 17
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Areal Penelitian ... 18
Persiapan Bibit ... 18
Persiapan Media Tanam ... 18
Persiapan Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos ... 18
Aplikasi Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos ... 19
Penanaman Bibit ... 19
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman ... 19
Penyulaman ... 20
Pemupukan ... 20
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 20
Penyiangan dan Pembumbunan ... 20
Pengamatan Parameter
Tinggi Tanaman (cm) ... 21
Diameter Batang (cm) ... 21
Jumlah Daun Per Pokok (helai) ... 21
Tebal Daun Pasir (cm) ... 21
Tebal Daun Kaki 1(cm) ... 22
Luas Daun (cm2) ... 22
Panjang Akar (cm) ... 22
Bobot Kering Tanaman (g) ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tinggi Tanaman (cm) ... 23
Diameter Batang (mm) ... 24
Jumlah Daun (helai) ... 25
Tebal Daun Pasir (mm) ... 27
Tebal Daun Kaki I (mm) ... 27
Luas Daun (cm2) ... 28
Panjang Akar (cm) ... 30
Bobot Kering Tanaman (g) ... 30
Pembahasan ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46
Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Rataan Tinggi Tanaman (cm) pada 18 sampai 46 HSPT dari masing-masing perlakuan . ... 24
2. Rataan Diameter Batang (mm) pada 18 sampai 46 HSPT dari masing-masing perlakuan. ... 25
3. Rataan Jumlah Daun (helai) pada 18 sampai 46 HSPT dari masing- masing perlakuan . ... 26
4. Rataan Tebal Daun Pasir (mm) pada 44 HSPT dari masing-masing perlakuan. ... 27
5. Rataan Tebal Daun Kaki I (mm) pada 50 HSPT dari masing-masing perlakuan. ... 28
6. Rataan Luas Daun Pasir (cm2) pada 44 HSPT dari masing-masing perlakuan ... . ... 29
7. Rataan Luas Daun Kaki I (cm2) pada 50 HSPT dari masing-masing perlakuan ... . ... 29
8. Rataan Panjang Akar (cm) dari masing-masing perlakuan. ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal.
1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 51
2. Bagan Penelitian . ... 52
3. Bagan Tata Letak Polibeg dalam Pot ... 53
4. Deskripsi Varietas Tembakau Deli-4 ... 54
5. Hasil Analisis Debu Vulkanik Gunung Sinabung ... 55
6. Hasil Analisis Pupuk Kompos ... 55
7. Hasil Analisis Tanah Awal ... 55
8. Hasil Analisis Tanah Akhir ... 56
9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 18 HSPT ... 57
10. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 18 HSPT ... 57
11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 25 HSPT ... 58
12. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 25 HSPT ... 58
13. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 32 HSPT ... 59
14. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 32 HSPT ... 59
15. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 39 HSPT ... 60
16. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 39 HSPT ... 60
17. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) pada 46 HSPT ... 61
18. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman 46 HSPT ... 61
19. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 18 HSPT ... 62
20. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 18 HSPT ... 62
21. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 25 HSPT ... 63
DAFTAR LAMPIRAN (Lanjutan)
No. Judul Hal.
23. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 32 HSPT ... 64
24. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 32 HSPT ... 64
25. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 39 HSPT ... 65
26. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 39 HSPT ... 65
27. Data Pengamatan Diameter Batang (mm) pada 46 HSPT ... 66
28. Analisa Sidik Ragam Diameter Batang 46 HSPT ... 66
29. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 18 HSPT ... 67
30. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 18 HSPT ... 67
31. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 25 HSPT ... 68
32. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 25 HSPT ... 68
33. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 32 HSPT ... 69
34. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 32 HSPT ... 69
35. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 39 HSPT ... 70
36. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 39 HSPT ... 70
37. Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) pada 46 HSPT ... 71
38. Analisa Sidik Ragam Jumlah Daun 46 HSPT ... 71
39. Data Pengamatan Tebal Daun Pasir (cm) pada 44 HSPT ... 72
40. Analisa Sidik Ragam Tebal Daun Pasir 44 HSPT ... 72
41. Data Pengamatan Tebal Daun Kaki I (cm) pada 50 HSPT ... 73
42. Analisa Sidik Ragam Tebal Daun Kaki I 50 HSPT ... 73
43. Data Pengamatan Luas Daun Pasir (cm2) pada 44 HSPT ... 74
45. Data Pengamatan Luas Daun Kaki I (cm2) pada 50 HSPT ... 75
46. Analisa Sidik Ragam Luas Daun Kaki I 50 HSPT ... 75
47. Data Pengamatan Panjang Akar (cm) ... 76
48. Analisa Sidik Ragam Panjang Akar ... 76
49. Data Pengamatan Bobot Kering Tanaman (g) ... 77
50. Analisa Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman ... 77
51. Lampiran Foto – Foto Penelitian ... 78
ABSTRAK
DANIEL SITORUS: Respons Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos dibimbing oleh JONIS GINTING dan TOGA SIMANUNGKALIT.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh debu vulkanik Gunung Sinabung dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tembakau. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat + 15 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung (0 g, 500 g, 1000 g). Faktor kedua adalah dosis pupuk kompos (0 g, 250 g, 500 g dan 750 g). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, tebal daun pasir, tebal daun kaki I, luas daun, panjang akar pada 18 - 50 hari setelah tanam (HSPT) dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik dengan pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.
ABSTRACT
DANIEL SITORUS: Growth Responseof Deli tobacco (Nicotiana tabacum L.) by giving Mount Sinabung volcanic ash and the dose of compost supervised by
JONIS GINTING and TOGA SIMANUNGKALIT.
The purpose of the study was to determine the effect of Mount Sinabung volcanic ash and compost on the growth of Deli tobacco. The research was conducted at Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Percut Sei Tuan District Deli Serdang Regency North Sumatera with the height of + 15 metres above sea level, began from July until August 2014. The research design was a randomized block design with two factors, the first factor was Mount Sinabung volcano ash (0 g, 500 g, 1000 g) and the second factor was dose of compost (0 g, 250 g, 500 g, 750 g). The parameters observed were plant height, stem diameter, number of leaf, sand leaf thickness, feet leaf I thickness, leaf area, root length at 18 up to 50 days after transplanting and dry weight of plant. The result showed that volcanic ash and dose of compost and also both of interaction were not show any significant effect on all parameters
PENDAHULUAN Latar Belakang
Gunung Sinabung berada di Dataran Tinggi Kabupaten Karo, Provinsi
Sumatera Utara. Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (2014)
titik koordinatnya adalah 3° 10' 12" N, 98° 23' 31.2" E 3.17, 98.392. Gunung
Sinabung bersama Gunung Sibayak adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera
Utara dan menjadi puncak tertinggi di Provinsi Sumatera Utara.
Gunung Sinabung berketinggian 2.460 meter dari permukaan laut dan
mempunyai 4 kawah (Kawah I, II, III, dan IV). Gunung bertipe strato tersebut
mempunyai catatan letusan yang dampaknya berbeda-beda (Retnaningsih, 2013).
Gunung Sinabung tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1.600, tetapi
menjadi aktif kembali dan mengeluarkan asap dan abu vulkanik pada tanggal 27
Agustus 2010. Status gunung ini dinaikkan menjadi "Awas" karena mengeluarkan
lava pada tanggal 29 Agustus 2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB. Suara
letusan ini terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu vulkanik ini tersembur
hingga 5.000 meter di udara dan cenderung meluncur dari arah barat daya menuju
timur laut. Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu vulkanik. Gunung Sinabung
meletus kembali pada bulan September 2013 yakni 4 kali letusan. Letusan
pertama terjadi pada tanggal 15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi lagi
pada sore harinya. Statusnya berubah dari WASPADA (Level II) menjadi SIAGA
(level III). Pada tanggal 17 September 2013, terjadi 2 letusan pada siang dan sore
hari yang melepaskan awan panas dan abu vulkanik. Tidak ada tanda-tanda
sebelumnya akan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini
korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga pemukiman sekitar terpaksa
mengungsi ke kawasan aman (BPTP, 2013).
Pada awal Februari 2014 terjadi erupsi dan beberapa kali letusan Gunung
Sinabung. Menurut Dinas Pertanian (2010) hasil erupsinya berupa debu vulkanik
menyebar ke beberapa daerah dengan jarak terjauh 6 km dari kaki gunung bahkan
sampai ke Kota Medan. Debu-debu ini menutupi seluruh tanah dan benda di
atasnya. Lahan pertanian yang merupakan mata pencarian masyarakat sekitar
tidak luput dari tutupan debu vulkanik tersebut. Secara kasat mata, kondisi
tanaman yang terkena dampak debu vulkanik masih tumbuh baik, namun di
beberapa tempat yang terkena penutupan debu vulkanik yang tebal menunjukkan
gejala kelayuan sampai kematian dengan pembagian luasan yang berbeda-beda
dan luas keseluruhan yang tertutup debu adalah 6.961 ha. Hal inilah yang
menyebabkan perlunya dilihat sejauh mana debu vulkanik mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman, dalam hal ini pada tanaman tembakau.
Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah material vulkanik yang
disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan gunung berapi. Abu maupun pasir
vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Material
berukuran halus yang diterbangkan angin jatuh sebagai hujan abu. Karena
ukurannya yang halus, material tersebut sangat berbahaya bagi pernapasan, mata,
pencemaran air, tanah, dan rusaknya tumbuh-tumbuhan. Abu vulkanik umumnya
mengandung logam, baik yang bermanfaat maupun yang berbahaya bagi manusia.
Kimia tanah abu vulkanik umumnya mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3,
CaO, MgO, Na2O, K2O, MnO, TiO2, P2O5, H2O dan logam berat lainnya
Gunung Sinabung mengandung 0,24% P2O5; 0,12% K2O; 0,03 MgO; 0,89% Na;
1,14% Fe; 4,04 ppm B; 0,70% S; 98,98 ppm Cd; 46,46 ppm Pb; 22,5% SiO2.
Lapisan debu vulkanik yang berpotensi mengandung hara penyubur tanah
untuk pertanian sebenarnya baru bisa dimanfaatkan sekitar 10 tahun setelah
peristiwa penyebaran abu vulkanik itu. Penyuburan tanah bisa dipercepat jika
dicampur dengan kompos dan lain-lain. Kompos tersebut dapat berasal dari
sampah dan limbah organik (Tim Kompas, 2010).
Selama ini, penanganan sampah di berbagai kota masih dilakukan secara
konvensional. Cara konvensional ini tidak mampu menyelesaikan persoalan
sampah secara tuntas. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam
menangani masalah sampah adalah memanfaatkan sampah organik kota (60-80%
BO) sebagai bahan baku pembuatan kompos. Kompos tersebut dapat digunakan
dalam bidang pertanian dan untuk perbaikan tanah marginal (Suranta, 2002).
Salah satu limbah organik yang dapat diolah menjadi pupuk organik
adalah sampah kota. Sampah kota terdiri dari bagian yang berasal dari bahan
organik berupa sisa-sisa bahan tumbuhan dan hewan. Sumber sampah bisa
bermacam-macam, diantaranya adalah dari rumah tangga, pasar, warung, kantor,
bangunan umum, industri, jalan, pertanian dan perikanan. Sampah kota yang
berasal dari bahan organik tersebut dapat diolah menjadi pupuk organik sampah
kota. Bahan organik dalam pupuk berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologis tanah sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kesuburan
tanah, serta mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik/kimia
Sampah rumah tangga sangat ideal dijadikan kompos karena selain dapat
memanfaatkan komposnya, lingkungan pun terhindar dari pencemaran. Sampah
yang telah melalui proses pengomposan merupakan pupuk organik yang
bermanfaat. Pemanfaatannya dengan aplikasi langsung kompos pada media tanam
tembakau yang mendukung ketersediaan unsur haranya. Menurut Surjadi (2006)
pemakaian pupuk organik untuk pertanian memberikan keuntungan ekologis
maupun ekonomis. Bahan organik dalam pupuk berperan penting dalam
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah sehingga dapat menjaga dan
meningkatkan kesuburan tanah, serta mengurangi ketergantungan pada pupuk
anorganik/kimia.
Tembakau mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting karena
menyumbang pendapatan negara melalui cukai yang jumlahnya tidak sedikt.
Di Indonesia, tembakau cerutu berkualitas ekspor berasal dari Sumatera, dikenal
dengan nama tembakau deli yang khusus digunakan sebagai pembalut cerutu
(Erwin dan Suyani, 2000).
Selama kurun waktu 1990-2007, jumlah produksi daun tembakau
Indonesia berfluktuasi. Tahun 2007 total produksi daun tembakau Indonesia
mencapai 165 ribu ton (menurut data dari Departemen Pertanian). Selama 10
tahun terakhir (1997-2007) terjadi penurunan produksi tembakau sebanyak 21%
dari 210.000 ton menjadi 165.000 ton (Papilaya dan Trihorno, 2010).
Aplikasi pupuk kompos dengan berbagai dosis yang dicampur pada
media tanam tembakau diharapkan dapat mempercepat ketersediaan hara
untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau. Menurut
diantaranya, C-organik 13%, N-total 3,53%, P-total 0,53%, K-total 4,44%, Ca
5,80%, Mg 1,34%, C/N ratio 10. Unsur N merupakan unsur yang penting untuk
tanaman tembakau. Penambahan abu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan
tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik
yang terdapat di dalam tanah sehingga mendukung terjadinya penambahan kadar
kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah. Hal ini dapat didukung dengan
peran kompos yang kaya akan bahan organik yang berinteraksi dalam pelapukan
debu vulkanik yang mengakibatkan kesuburan media tanam meningkat.
Hingga kini, masih sedikit penelitian yang memberikan data tentang
pengaruh pertumbuhan tembakau terhadap debu vulkanik Gunung Sinabung
dan dosis pupuk kompos. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian guna mengetahui pertumbuhan tembakau terhadap dosis
pupuk kompos dan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pertumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum L.) terhadap pemberian debu vulkanik gunung sinabung dan dosis pupuk kompos.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh nyata pemberian debu vulkanik gunung sinabung dan pupuk
kompos terhadap pertumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum L.).
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Senyawa Kimia Debu Vulkanik
Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan
logam dalam tanaman yang tumbuh di atasnya, sehingga kandungan logam yang
kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan
logam dalam tanah (Darmono, 1995).
Hartuti (2009) melaporkan bahwa kimia tanah abu vulkanik umumnya
mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, MnO, TiO2,
P2O5, H2O dan logam berat lainnya. Menurut Palar (1994) logam berat masih
termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam
lainnya.
Kandungan logam berat Cd, Pb, dan B berdasarkan hasil analisis
laboratorium masing-masing adalah 96,98 ppm, 46,46 ppm dan 4,04 ppm.
Menurut Darmono (1995) toksisitas logam berat seperti Zn, Cu, Cd dan Pb dalam
pertumbuhan tanaman tergantung pada kondisi lingkungan luar dari tanaman
tersebut, terutama pada tanaman bibit dan sistem akarnya. Di samping lamanya
waktu yang diperlukan untuk toksisitas logam, juga dipengaruhi ketersediaan
logam serta interaksi dengan logam lain dalam tanah, status nutrisi dan umur
tanaman. Terdapat beberapa spesies tanaman dapat mentolerir toksisitas logam
sedangkan yang lain menderita keracunan.
Kalium terkandung dalam abu vulkanik walaupun dalam persentase yang
sedikit. Sutedjo (2001) menyebutkan bahwa kalium diserap oleh tanaman dalam
bentuk ion K+. Di dalam tanah, ion tersebut bersifat sangat dinamis, mudah tercuci
melimpah di permukaan bumi (400-650 kg kalium untuk setiap m2 pada
ketinggian 15,24 cm). Namun, sekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang
tidak dapat diserap oleh tanaman dan yang tersedia bagi tanaman hanya 1-2%.
Unsur hara fosfor juga penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Cahyono (1998) menyatakan bahwa peranan zat hara fosfat pada
tanaman adalah untuk pertumbuhan akar, pembentukan bunga, pembentukan buah
dan biji, meningkatkan daya tahan terhadap penyakit daun, meningkatkan hasil
dan mutu. Apabila tanaman kekurangan unsur P menyebabkan sistem perakaran
tidak berkembang baik sehingga tanaman tidak mampu menyerap unsur hara.
Akibatnya, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna hijau tua hingga kebiru-biruan,
dan daun masak terlambat. Sebaliknya, tanaman kelebihan unsur hara P, mutu
daun setelah pengolahan menurun karena krosoknya berwarna cokelat tua hingga
merah tipis dan kurang elastis.
Unsur kalsium yang terdapat pada senyawa CaO berhubungan dengan
aktivitas sel dalam tanaman. Mengel dan Kirkby menyatakan bahwa kalsium
berfungsi dalam pemanjangan dan pembelahan sel, sehingga tanaman yang
kekurangan Ca ujung akarnya akan berhenti tumbuh, warna berubah menjadi
cokelat kemudian mati. Kalsium terdapat dalam plasmalema dan berfungsi dalam
menjaga permeabilitas dan integritas sel (Murdiyati, 1997).
Daun merupakan salah satu bagian tumbuhan terpenting karena pada
umumnya memiliki klorofil sebagai tempat proses fotosintesis. Unsur hara yang
menjadi penyusun utama klorofil adalah magnesium. Mengel dan Kirkby (1982)
menyatakan bahwa peranan utama magnesium adalah sebagi kofaktor untuk
jembatan yang menghubungan struktur pirofosfat ATP/ADP dengan molekul
enzim. Kekurangan unsur ini akan menghambat sintesis protein dan senyawa
sekundernya, seperti klorofil. Dalam tanaman, Mg dapat dialirkan ke organ yang
lebih muda, sehingga klorosis yang disebabkan hilangnya klorofil dimulai pada
daun-daun bawah.
Unsur hara yang terkandung dalam abu vulkanik dan media tanam
berperan terhadap pertumbuhan tumbuhan yang ditanam. Dalam tesis Napitupulu
(2008) dijelaskan bahwa tanaman yang tumbuh di atas permukaan tanah akan
berproduksi dengan baik, apabila tanah mempunyai persediaan yang akan semua
unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan harus ada kesetimbangan di antara
unsur hara sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman. Unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman dibedakan atas unsur hara makro (makronutrien) dan
unsur hara mikro (mikronutrien) yang masing-masing diperlukan tanaman dalam
jumlah banyak (>500 ppm) dan jumlah sedikit (<50 ppm). Kemampuan tanaman
untuk mengabsorbsi unsur hara berupa ion-ion dari larutan tanah tergantung pada
luas dan penyebaran akar tanaman.
Debu Vulkanik
Indonesia dilalui oleh dua lempeng yang menunjukkan bahwa daerahnya
rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung api akibat dari pergeseran kedua
lempeng tersebut. Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai ancaman
bagi masyarakat sekitar. Akan tetapi, manfaat yang diberikan pasca letusan juga
sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi tanah (Fiantis, 2006).
Dalam suatu aktivitas vulkanisme, material-material yang dikeluarkan
CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah
magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi
padat yang disemburkan berupa bom (batu-batu besar), kerikil, lapilli, pasir, abu
serta debu halus (Munir, 1996).
Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan
ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan
bahkan ribuan kilometer dari kawah karena pengaruh hembusan angin
(Sudaryo dan Sutjipto, 2009).
Debu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan tanah mengalami
pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di
dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan ini membutuhkan waktu yang sangat
lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di
alam. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya
penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50%
dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006).
Menurut Zuarida (1999), abu vulkanik Gunung Kelud Jawa Timur
mengandung 45,9% SiO2 dan mineral yang dominan adalah plagioklas
intermedier. Abu vulkanik dapat meningkatkan pH tanah, meningkatkan tinggi
tanaman, berat kering tanaman dan akar jagung. Semakin halus abu vulkaniknya
semakin efektif terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Abu Gunung Merapi saat
ini umumnya bertekstur agak kasar sehingga dampak kerusakan terhadap tanaman
Pengaruh Pupuk Kompos Terhadap Berbagai Tanaman
Sampah adalah sebagian dari benda atau sisa-sisa barang yang dipandang
tidak berguna, tidak dipakai, tidak disenangi dan harus dibuang sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup manusia (Daryanto, 1995).
Menurut komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah
organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia
menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari
sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge, 1991).
Kompos dapat dibuat dari sampah kota berupa sampah pasar dan sampah
rumah tangga yang telah mengalami pelapukan (pengomposan). Pengomposan
didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi (penguraian) secara biologis dari
senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme
yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda
pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif
stabil (Sandrawati et al, 2007).
Bahan/pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi
pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan,
dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik
dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan mencegah
degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam,
dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam
sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman
Menurut Santoso (2003) kompos sampah kota berfungsi sebagai:
1. Soil Conditioner, yang mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium serta mineral penting yang dibutuhkan tanaman. Fungsi ini akan
memperbaiki struktur tanah, tekstur lahan kritis, meningkatkan porositas,
aerasi,dan dekomposisi oleh mikroorganisme tanah.
2. Soil Ameliorator, berfungsi mempertinggi Kapasitas Tukar Kation (KTK), baik pada tanah ladang maupun tanah sawah.
Kompos sampah kota mengandung kalium yang tinggi, yang berperan
sebagai aktifator enzim dalam metabolisme karbohidrat dan nitrogen yang
meliputi pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, serta berpengaruh
terhadap pengangkutan fosfor. Kalium juga berpengaruh penting terhadap
pembentukan klorofil, karbohidrat dan translokasi gula di dalam tanaman
(Jumin, 2002).
Pemberian kompos berpengaruh nyata terhadap parameter total luas daun,
bobot basah tajuk per sampel, bobot basah akar per sampel, bobot biomassa,
bobot segar layak jual, kadar protein dan kadar gula pada komoditi kailan yang
ditunjukkan dari hasil analisis data secara statistik pada penelitian Berutu (2009).
Pada tanaman tomat, Neliyati (2005) melaporkan bahwa pemberian kompos dapat
meningkatkan berat kering tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot buah per
tanaman dan bobot buah per petak.
Asmar dan Darfis (2009) menyimpulkan bahwa dosis kompos 10 ton/ha
memberikan hasil yang lebih tinggi untuk peningkatan pH tanah, N total, P
tersedia, KTK, Ca-dd, Mg-dd, K-dd dan Na-dd serta penurunan C organik.
penelitian Huang (2006) menyatakan bahwa Pemberian kompos yang berasal dari
sampah organik kota berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot
basah dan bobot kering tajuk dan akar tanaman pakchoi. Pada semua parameter,
diketahui bahwa kompos tersebut menghasilkan produksi yang lebih baik bila
dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK.
Tembakau
Tembakau adalah komoditi yang tidak asing lagi di Provinsi Sumatera
Utara. Tembakau yang tumbuh baik pada daerah antara Sungai Wampu dan
Sungai Ular dikenal dengan nama tembakau deli. Abdullah dan Soedarmono
(1986) menyatakan bahwa tembakau deli adalah tembakau cerutu jenis
pembungkus kualitas terbaik (world top quality) di seluruh dunia. Daun tembakau deli memiliki ciri khas yaitu daun tipis dan elastis serta warna cerah dikarenakan
mempunyai iklim dan tanah yang sesuai dengan pertanaman tembakau tipe
pembungkus. Inilah yang membedakan tembakau deli dengan tembakau lainnya.
Tembakau deli merupakan tanaman yang spesifik lokasi. Tumbuh baik
pada daerah dengan ketinggian tempat sekitar 12-150 m dpl. Suhu optimum
18-270C, curah hujan yang dikehendaki rendah pada saat tanam dan tinggi pada saat
pertumbuhan sampai dengan panen (Erwin dan Suyani, 2000).
Tanah yang dikehendaki oleh tanaman tembakau adalah tanah yang
gembur, remah, dan mudah mengikat air. Selain itu lahan yang baik untuk
tanaman tembakau adalah yang memiliki tata air dan udara yang baik sehingga
dapat meningkatkan drainase. Hal ini disebabkan karena tanaman tembakau yang
sangat peka terhadap air yang menggenang. Tanah yang optimal bagi tanaman
Tembakau membutuhkan unsur N dalam mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurut Tso (1972) nitrogen merupakan penyusun amino dan
senyawa-senyawa sekunder yang merupakan komponen pertumbuhan, yaitu
protein, klorofil, asam nukleat dan sebagainya. Nitrogen juga berperan penting
pada mutu tembakau karena N merupakan penyusun nikotin yaitu suatu alkaloid
yang menyebabkan tembakau mempunyai rasa khas.
Penyinaran cahaya matahari sangat diperlukan tanaman ini dalam proses
fotosintesis untuk menghasilkan bagian vegetatif (batang, daun, cabang, dan
perakaran), generatif (bunga, buah dan biji). Kurangnya penyinaran matahari
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan produksi (Sudaryono, 2004).
Faktor lain yang menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman, bahkan
berpengaruh pula pada kualitas daun adalah pH tanah. Dalam penelitian Simbolon
(2007) dinyatakan bahwa pH yang optimal bagi pertumbuhan tanaman pada
umumnya antara 5,6-6,0. Pada pH tanah lebih rendah dari 5,6 cenderung
pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur
hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4,0 pada
umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik
merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi terhambat. Konsentrasi Al dan Fe yang tinggi pada tanah
memungkinkan terjadinya ikatan terhadap fosfor dalam bentuk aluminium fosfat
atau Fe-fosfat. P yang terikat oleh aluminium tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Tanaman yang ditanam pada tanah yang memiliki pH rendah biasanya juga
Setiap jenis tembakau mempunyai komposisi kimia berbeda-beda,
sehingga imbangan hara yang dibutuhkan juga berbeda. Tembakau virginia
mempunyai kadar gula tinggi (15%−22%) dan nikotin sedang (1,5%−3,5%).
Untuk mencapai komposisi tersebut selama pertumbuhan sampai berbunga
tanaman tembakau virginia membutuhkan N dan ketersediaan air yang cukup.
Ketersediaan unsur makro seperti N, P, dan K yang diberikan harus diatur sesuai
dengan kurva pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh saat pemasakan daun
yang tepat, hasil serta mutu yang tinggi (Murdiyati, 1997).
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD)
Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara pada ketinggian + 15 meter di atas permukaan air laut. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Juli 2014 – Agustus 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tembakau Deli
varietas Deli-4 umur 40 hari, top soil, debu vulkanik yang diambil dari Gunung
Sinabung, pupuk kompos, fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dan
insektisida berbahan aktif metomil 25%, air, polibeg ukuran 15 kg (40 x 50 cm),
pupuk mix atau campuran ZA, ZK dan TSP (6:3:1) dengan dosis 10 g/tanaman..
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handsprayer, gembor,
timbangan, ember, cangkul, kalkulator, alat tulis, meteran, micrometer scrup, jangka sorong, label nama, kamera, penggaris, tali.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial
dengan 2 faktor perlakuan. Perlakuan pada masing-masing faktor adalah sebagai
berikut:
Faktor I: Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung yang terdiri dari 3 taraf :
V0 = Pemberian Debu vulkanik sebanyak 0 gram/polibeg,
V1 = Pemberian Debu vulkanik sebanyak 500 gram/polibeg,
Faktor II: Dosis Pupuk Kompos (K) yang terdiri dari 4 taraf :
K0 = 0 g Pupuk kompos/polibeg,
K1 = 250 g Pupuk kompos/polibeg,
K2 = 500 g Pupuk kompos/polibeg,
K3 = 750 g Pupuk kompos/polibeg,
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu:
V0K0 V1K0 V2K0
V0K1 V1K1 V2K1
V0K2 V1K2 V2K2
V0K3 V1K3 V2K3
Jumlah Ulangan : 3 ulangan
Jumlah Plot : 36 plot
Ukuran Plot : 100 cm x 150 cm
Jarak Antar Plot : 50 cm
Jarak Antar Blok : 70 cm
Jumlah Tanaman Per Plot : 6 tanaman
Jumlah Sampel Per Plot : 6 tanaman
Jumlah Tanaman Pinggir : 84 tanaman
Jumlah Sampel Seluruhnya : 216 tanaman
Jumlah Tanaman Seluruhnya : 300 tanaman
Model Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk+ εijk i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi pupuk kompos pada
taraf ke-j dan abu vulkanik pada taraf ke-k
µ = Nilai tengah perlakuan
ρi = Pengaruh blok pada taraf ke-i
αj = Pengaruh pemberian debu vulkanik pada taraf ke-j
βk = Pengaruh dosis pupuk kompos pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan debu vulkanik pada taraf ke-j dan
dosis pupuk kompos pada taraf ke-k
εijk = Pengaruh galat pada blok ke-I yang mendapat perlakuan debu
vulkanik pada taraf ke-j dan dosis pupuk kompos pada taraf ke-k
Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji berjarak ganda
Pelaksanaan penelitian Persiapan Areal Penelitian
Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) dengan
luas areal 18 m x 6 m. Areal yang digunakan dibersihkan, kemudian permukaan
tanah diratakan dibentuk plot dengan ukuran 100 cm x 150 cm untuk
menempatkan polibeg.
Persiapan Bibit
Bibit yang digunakan pada percobaan ini adalah bibit tembakau Deli
(Nicotiana tabacum L.) Varietas Deli-4 yang berumur 40 hari yang berasal dari pembibitan tembakau Deli PTPN II.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah topsoil. Topsoil
yang digunakan 13 kg per polibeg. Sebelum digunakan topsoil terlebih dahulu
dibersihkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran berupa batu-batu, dedaunan,
dan tanah yang menggumpal.Analisis tanah dilakukan sebelum tanam dan
sesudah tanaman tembakau dipanen.
Persiapan Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos
Debu vulkanik yang digunakan berasal dari erupsi Gunung Sinabung. yang
diperoleh dari Desa Kutarayat dan Kutagugung, Kecamatan Naman Teran,
Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Debu vulkanik diperoleh dengan
cara mengumpulkan debu vulkanik hasil erupsi Gunung Sinabung yang menutupi
areal pertanian disekitar desa tersebut dan memasukkannya kedalam karung.
Debu vulkanik dianalisis untuk mengetahui kandungan yang terdapat didalamnya.
mengalami proses fermentasi. Sebelum digunakan pupuk kompos dianalisis
terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan yang terdapat didalam pupuk
kompos tersebut.
Aplikasi Debu Vulkanik dan Pupuk Kompos
Aplikasi debu vulkanik dilakukan 1 hari sesudah tanam sesuai dengan
perlakuan sedangkan pupuk kompos dicampur langsung dengan top soil sebelum
tanam. Sebelum aplikasi kompos dan debu vulkanik dibersihkan terlebih dahulu
untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam debu vulkanik dan pupuk
kompos tersebut. Top soil dan pupuk kompos dicampur sesuai perlakuan.
Penanaman Bibit
Penanaman dilakukan setelah bibit tumbuh sempurna yakni telah berumur
40 hari atau memiliki 3-4 helai daun sempurna. Sebelum di tanam terlebih dahulu
dilakukan pengguntingan daun pada bibit hingga menyisakan satu helai daun
sempurna dan primordia daun. Penanaman dilakukan dengan membenamkan bibit
sedalam 2 cm satu per polibeg dan sesudah pupuk kompos diaplikasikan ke dalam
media tanam.
Pemeliharaan Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari sebanyak 1 liter
Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau tidak
tumbuh dan dilakukan mulai 7 hari setelah pindah tanam (HSPT) -- 17 HSPT
(tutup kaki II). Penyulaman dilakukan sebanyak 2 kali.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan dalam 1 tahap yakni dilakukan pada saat 1 hari
sebelum tanam dengan menggunakan pupuk mix atau campuran ZA, ZK dan TSP
(6:3:1) dengan dosis 10 g/tanaman.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan gejala yang
terdapat di lapangan. Pengendalian dilakukan secara kimia dengan menggunakan
fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dan insektisida berbahan aktif metomil
25%.
Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan dilakukan secara manual yakni dengan mencabut gulma yang
tumbuh di dalam polibeg dan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.
Pembumbunan (tutup kaki) dilakukan pada umur 7 HSPT dan 16 HSPT
Panen (Kutip Daun)
Pengutipan daun dilakukan pada beberapa tahapan, yakni:
- 16 HSPT : kutip daun bibit, yakni dengan menyisakan satu daun bagian
atas dan tunas pucuk.
- 30 HSPT kutip daun rusak, daun tua, daun bibit, dan daun yang lengket
dengan tanah
- 44 HSPT : kutip daun pasir 1 (Z1) yakni dengan mengutip 2-3 lembar
daun/pokok
- 47 HSPT : kutip pertama daun kaki 1 (VA1) yakni dengan mengutip 2-3
lembar daun/pokok
- 50 HSPT : kutip kedua daun kaki 1 (VA2) yakni dengan mengutip 2-3
lembar daun/pokok
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai 18 – 46 HSPT dengan interval pengamatan 1
minggu. Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga titik tumbuh dengan
menggunakan meteran, selanjutnya dibuat pacak ukur untuk pengamatan
berikutnya.
Diameter Batang (mm)
Diameter batang diukur mulai 18 – 46 HSPT dengan interval pengamatan
1 minggu. Diameter batang diukur 1 cm diatas leher akar dengan menggunakan
jangka sorong.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun dihitung mulai 18 – 39 HSPT dengan interval pengamatan 1
minggu. Daun yang dihitung adalah daun yang telah berkembang sempurna yakni
telah memiliki tangkai daun.
Tebal Daun Pasir (mm)
Tebal daun diukur pada 40 HSPT. Daun yang diukur adalah daun pasir
terbaik yakni daun yang terletak pada duduk daun ke-1 sampai ke-6 dengan
Tebal Daun Kaki I (mm)
Tebal daun diukur pada 40 HSPT. Daun yang diukur adalah daun kaki I
terbaik yang terletak pada duduk daun ke-7 sampai ke-15 dengan menggunakan
micrometer scrup.
Luas Daun (cm2)
Luas daun diukur pada 8 Minggu Setelah Pindah Tanam (MSPT) atau
setelah panen. Luas daun ditentukan dengan metode Gravimetri. Luas daun
diketahui pada saat daun dipanen dengan cara :
- Luas kertas (Lk); Berat kertas (Bk)
- Maka luas kertas per berat (cm2/gr) =Lk/Bk
Setiap daun digambar pada kertas yang sudah diketahui luas kertas per berat
kertas.
- Berat kertas replika daun (Bd).
- Luas daun = Bd x (Lk/Bk)
Panjang Akar (cm)
Panjang akar diukur setelah panen (8 MSPT) yakni membersihkan
tanaman dari sisa tanah kemudian diukur dengan menggunakan meteran. Bagian
yang diukur dimulai dari pangkal akar hingga ujung akar.
Bobot Kering Tanaman (g)
Bobot kering tanaman diukur setelah panen 8 MSPT. Yakni dengan
membersihkan tanaman dari sisa tanah kemudian diovenkan pada suhu 80OC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil penelitian dan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan debu
vulkanik berpengaruh tidak nyata pada semua parameter. Perlakuan pemberian
pupuk kompos juga berpengaruh tidak nyata pada semua parameter. Interaksi
kedua perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata pada semua parameter.
Walaupun secara statistik berpengaruh tidak nyata, namun dapat diperoleh data
tertinggi dan terendah setiap parameter.
Tinggi Tanaman (cm)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman pada 18 – 46 HSPT
(Hari Setelah Pindah Tanam) dapat dilihat pada Lampiran 9-18. Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung
dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata
terhadap tinggi tanaman. Rataan tinggi tanaman 18 – 46 HSPT pada perlakuan
pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi pada
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 46 HSPT diperoleh
pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 41,94 cm, sedangkan terendah pada perlakuan
V2 (1000 g) yaitu 40,55 cm.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu
Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 18 – 46
HSPT dapat dilihat pada Lampiran 19-28. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang.
Rataan diameter batang 18 – 46 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik
Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan diameter batang tertinggi pada
pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 11,83 mm, sedangkan terendah pada perlakuan
V2 (1000 g) yaitu 11,37 mm.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa rataan diameter batang tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)
yaitu 11,88 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 11,13 mm.
Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu
Data hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang pada 18 – 46
HSPT dapat dilihat pada Lampiran 29-38. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
jumlah daun 18 – 46 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung
Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah daun (helai) tembakau 18 – 46 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu
Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan
pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 46 HSPT diperoleh pada perlakuan
V0 (0 g) yaitu 10,31 helai, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu
8,84 helai.
Tabel 3 juga menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos 46 HSPT diperoleh pada perlakuan K2 (500 g)
Tebal Daun Pasir (mm)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam tebal daun pasir pada 44 HSPT
dapat dilihat pada Lampiran 39-40. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap tebal daun pasir.
Rataan tebal daun pasir 44 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik
Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan tebal daun pasir tembakau (mm) 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan tebal daun pasir tertinggi pada
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 44 HSPT diperoleh
pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 0,323 mm, sedangkan terendah pada perlakuan
V2 (1000 g) yakni 0,256 mm.
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan tebal daun pasir tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos 44 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)
yaitu 0,310 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 0,261 mm.
Tebal Daun Kaki I
Data hasil pengamatan dan sidik ragam tebal daun kaki I pada 50 HSPT
dapat dilihat pada Lampiran 41-42. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Rataan tebal daun kaki I 50 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik
Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan tebal daun kaki I (mm) tembakau 50 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu
Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan tebal daun kaki I tertinggi pada
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 50 HSPT diperoleh
pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 0,233 mm, sedangkan terendah pada perlakuan
V2 (1000 g) yaitu 0,211 mm.
Tabel 5 juga menunjukkan bahwa rataan tebal daun kaki I tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos 50 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)
yaitu 0,238 mm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 0,206 mm.
Luas Daun (cm2)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam luas daun pasir pada 44 HSPT dan
luas daun kaki I 50 HSPT dapat dilihat pada Lampiran 43-46. Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung
dan dosis pupuk kompos serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata
terhadap luas daun pasir dan luas daun kaki I. Rataan luas daun pasir 44 HSPT
dan luas daun kaki I 50 HSPT pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung
Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 6.dan Tabel 7
Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan luas daun pasir tertinggi pada
pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 211,53 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan
V2 (1000 g) yaitu 143,24 cm2.
Tabel 6. Rataan luas daun pasir (cm2) tembakau 44 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu
Tabel 6 juga menunjukkan bahwa rataan luas daun pasir tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos 44 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)
yaitu 199,26 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 138,77 cm2.
Tabel 7. Rataan luas daun kaki I (cm2) tembakau 50 HSPT dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu Vulkanik (g/polibeg)
Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0
Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan luas daun kaki I tertinggi pada
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung 50 HSPT diperoleh
pada perlakuan V0 (0 g) yaitu 178,32 cm2, sedangkan terendah pada perlakuan
V2 (1000 g) yaitu 143,65 cm2.
Tabel 7 juga menunjukkan bahwa rataan luas daun kaki I tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos 50 HSPT diperoleh pada perlakuan K3 (750 g)
Panjang Akar (cm)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam panjang akar dapat dilihat pada
Lampiran 47-48. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta interaksi
keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar. Rataan panjang akar
pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk
kompos dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan panjang akar tertinggi pada perlakuan
pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung diperoleh pada perlakuan V0 (0 g)
yaitu 35,19 cm, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu 29,59 cm.
Tabel 8.Rataan panjang akar (cm) tembakau dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu Vulkanik (g/polibeg)
Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0
Tabel 8 juga menunjukkan bahwa rataan panjang akar tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk kompos diperoleh pada perlakuan K3 (750 g) yaitu
34,17 cm, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 30,45 cm.
Bobot Kering Tanaman (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam bobot kering tanaman dapat dilihat
pada Lampiran 49-50. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos serta
Rataan bobot kering tanaman pada perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung
Sinabung dan dosis pupuk kompos dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9.Rataan bobot kering tanaman (g) tembakau dengan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung dan dosis pupuk kompos
Debu Vulkanik (g/polibeg)
Dosis Pupuk Kompos (g/polibeg) K0
Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan bobot kering tanaman tertinggi pada
perlakuan pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung diperoleh pada perlakuan
V0 (0 g) yaitu 74,28 g, sedangkan terendah pada perlakuan V2 (1000 g) yaitu
52,86 g.
Tabel 9 juga menunjukkan bahwa rataan bobot kering tanaman tertinggi
pada perlakuan dosis pupuk kompos diperoleh pada perlakuan K3 (750 g) yaitu
70,70 g, sedangkan terendah pada perlakuan K0 (0 g) yaitu 56,74 g.
Pembahasan
Dari hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa pemberian debu
vulkanik gunung Sinabung dengan dosis pupuk kompos berpengaruh tidak nyata
pada semua parameter pengamatan. Interaksi keduanya juga berpengaruh tidak
nyata.
Hasil analisis tanah awal dapat diketahui bahwa pH adalah 4.75 (masam),
kandungan C-Organik 1.16 % (rendah), N 0.21 % (sedang), C/N 5.52 (rendah), P
66.25 mg/kg (sangat tinggi), K 0.83 me/100g (tinggi), Ca 4.1 me/100g (rendah),
Hasil analisis pupuk kompos dapat diketahui bahwa pH adalah 5,90 (agak
masam), kandungan C-Organik 4,11 % (tinggi), N 0,54 % (tinggi), C/N 7,61
(rendah), P 0,14 % (sangat tinggi), K 0,44 % (sangat tinggi), Ca 5,07 % (sangat
tinggi), Mg 2,31 % (sangat tinggi).
Hasil analisis debu vulkanik Gunung Sinabung dapat diketahui pH adalah
4,75 (masam), C-Organik 2,44 % (sedang), N-total 0,07 % (sangat rendah), C/N
34,85 (sangat tinggi), P2O5 Total 0,24 % (sangat tinggi), K2O 0,12 % (tinggi),
MgO 0,03 % (sangat rendah), KTK 6,94 me/100g (rendah), Na 0,89 % (tinggi).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K0 dapat diketahui pH adalah
5,16 (masam), kandungan C-Organik 0,82 % (sangat rendah), N 0,12 % (rendah),
P Bray II 26,68 ppm (tinggi), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 7,29 me/100g
(sedang), Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 11,2 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K1 dapat diketahui pH adalah
6,04 (agak masam), kandungan C-Organik 1,02 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P
Bray II 48,06 ppm (Sangat Tinggi), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 8,99 me/100g
(sedang), Mg 0,85 me/100g (rendah) dan KTK 10,63 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K2 dapat diketahui pH adalah
5,62 (agak masam), kandungan C-Organik 1,03 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P
Bray II 18,64 ppm (sedang), K 0,46 me/100g (sedang), Ca 7,59 me/100g (sedang),
Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 11,21 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V0K3 dapat diketahui pH adalah
6,18 (agak masam), kandungan C-Organik 1,08 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P
Bray II 40,1 ppm (sangat tinggi), K 0,66 me/100g (sedang), Ca 9,2 me/100g
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K0 dapat diketahui pH adalah
4,93 (masam), kandungan C-Organik 0,69 % (sangat rendah), N 0,11 % (rendah),
P Bray II 21,14 ppm (sedang), K 0,42 me/100g (sangat tinggi), Ca 6,26 me/100g
(sedang), Mg 0,77 me/100g (rendah) dan KTK 10,06 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K1 dapat diketahui pH adalah
5,44 (masam), kandungan C-Organik 0,87 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah),
P Bray II 40,3 ppm (sangat tinggi), K 0,42 me/100g (rendah), Ca 9,03 me/100g
(sedang), Mg 0,82 me/100g (rendah) dan KTK 11,28 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K2 dapat diketahui pH adalah
5,58 (masam), kandungan C-Organik 0,94 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah),
P Bray II 21,78 ppm (sedang), K 0,57 me/100g (sedang), Ca 7,05 me/100g
(sedang), Mg 0,89 me/100g (rendah) dan KTK 10,21 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V1K3 dapat diketahui pH adalah
6,13 (agak masam), kandungan C-Organik 1,17 % (rendah), N 0,16 % (rendah), P
Bray II 90,23 ppm (sangat tinggi), K 0,71 me/100g (tinggi), Ca 9,77 me/100g
(sedang), Mg 0,98 me/100g (rendah) dan KTK 11,79 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K0 dapat diketahui pH adalah
4,76 (masam), kandungan C-Organik 0,88 % (sangat rendah), N 0,13 % (rendah),
P Bray II 22,44 ppm (sedang), K 0,56 me/100g (sedang), Ca 7,53 me/100g
(sedang), Mg 0,94 me/100g (rendah) dan KTK 11,75 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K1 dapat diketahui pH adalah
5,24 (masam), kandungan C-Organik 0,99 % (sangat rendah), N 0,14 % (rendah),
P Bray II 49,82 ppm (sangat tinggi), K 0,47 me/100g (sedang), Ca 9,75 me/100g
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K2 dapat diketahui pH adalah
5,52 (masam), kandungan C-Organik 1,00 % (rendah), N 0,14 % (rendah), P Bray
II 17,46 ppm (sedang), K 0,54 me/100g (sedang), Ca 7,38 me/100g (sedang), Mg
0,87 me/100g (rendah) dan KTK 10,58 me/100g (rendah).
Hasil analisis tanah akhir pada perlakuan V2K3 dapat diketahui pH adalah
5,20 (masam), kandungan C-Organik 1,18 % (rendah), N 0,16 % (rendah), P Bray
II 46,98 ppm (sangat tinggi), K 0,62 me/100g (tinggi), Ca 10,39 me/100g
(sedang), Mg 0,85 me/100g (rendah) dan KTK 11,21 me/100g (rendah).
Nitrogen (N)
Jika dilihat dari hasil analisis media tanam akhir tiap perlakuan dapat
diketahui bahwa unsur N tertinggi adalah 0,16 % pada media tanam V1K3 dan
V2K3. Namun, jika disesuaikan dengan kriteria sifat kimia tanah Balai Penelitian
Tanah Bogor unsur N tersebut masih tergolong rendah. Hal ini merupakan salah
satu faktor penyebab pertumbuhan tembakau tidak optimal. Nitrogen adalah salah
satu unsur haro makro yang sangat penting dan dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang banyak. Hal ini didukung oleh Hasibuan (2004) yang menyatakan bahwa
nitrogen merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman dan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhannya. Unsur hara N
yang terkandung berdasarkan analisis tanah awal dan kompos serta debu vulkanik
Gunung Sinabung masing masing tergolong sedang (0,21 %) dan tinggi (0,54 %),
sangat rendah (0,07 %). Nitrogen tersebut tidak dapat terserap dengan baik karena
bahan organik yang ditambahkan dalam media tanam tersebut yakni kompos
belum terdekomposisi secara sempurna di mana C/N rasionya adalah 7,61 %.
ini didukung oleh Novizan (2005) yang menyatakan kualitas kompos dianggap
baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. Walaupun C/N rasio debu vulkanik
Gunung Sinabung tergolong sangat tinggi (34.85), bahan organiknya masih kasar
dan mempunyai N yang sangat rendah bahkan sebenarnya sudah terlepas ke
udara. Sudaryono (2009) menyatakan C/N rasio berfungsi untuk mengatur apakah
bahan organik dalam kondisi cepat hancur tatu sulit hancur. Bahan organik dapat
berbentuk halus dan kasar. Bahan organik halus mempunyai kadar N tinggi
dengan C/N ratio rendah, sedangkan bahan organik kasar mempunyai N rendah
dengan C/N ratio tinggi
Fosfor (P)
Unsur hara fosfor adalah salah satu unsur hara makro yang penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan berhubungan dalam masa vegetatif
dan generatif tanaman. Hal ini didukung Cahyono (1998) yang menyatakan
bahwa peranan zat hara fosfat pada tanaman adalah untuk pertumbuhan akar,
pembentukan bunga, pembentukan buah dan biji. Dari hasil analisis akhir media
tanam tiap perlakauan dapat diketahui bahwa kandungan P tergolong tinggi di
mana media tanam V1K3 yaitu 90,23 ppm (sangat tinggi) dan kandungan P
terendah terdapat pada media tanam V2K2 yakni 17,46 ppm (sedang). Nilai yang
tergolong tinggi tersebut berdampak kurang baik dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tersebut. Menurut Neliyati (2005), pada konsentrasi yang
terlalu tinggi unsur hara esensial dapat menyebabkan ketidakseimbangan
penyerapan unsur hara lain pada proses metabolisme tanaman. Akibatnya, unsur
hara tersebut bukannya meningkatkan pertumbuhan tanaman tetapi justru akan
mempengaruhi ketersediaan fosfor. Hal ini sesuai dengan Barchia (2009) yang
menyatakan bahwa ketersediaan fosfor dalam tanah sangat dipengaruhi pH dan
pada kisaran pH 4,0 – 6,0 kebanyakan fosfor dalam larutan tanah berbentuk ion
H2PO4-1. Berdasarkan hasil analisis media tanam semua perlakuan diperoleh
kisaran pH yakni 4,76 – 6,18 sehingga fosfor sulit tersedia bagi tanaman.
Damanik et al (2011) menyatakan bahwa pada tanah masam bentuk ion H2PO4 -dijumpai lebih dominan. Bentuk ion H2PO4- pada umumnya lebih tersedia bagi
tanaman dari pada bentuk ion-ion lainnya. Pada tanah masam kelarutan daripada
unsur Al, Fe, dan Mn sangat tinggi sehingga mereka cenderung mengikat ion-ion
fosfat menjadi fosfat tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang
bereaksi masam kelarutan atau konsentrasi ion-ion Al dan Fe sangat tinggi.
Selanjutnya ion Al dan Fe ini bersenyawa dengan ion H2PO4- membentuk fosfat
hidroksi fosfat yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Kalium (K)
Hasil analisis media tanam tiap perlakuan menunjukkan bahwa kandungan
K tertinggi terdapat pada media tanam V1K3 yaitu 0,71 me/100 g (tinggi) dan
kandungan K terendah terdapat pada media tanam V1K0 dan V1K1 yaitu 0,42
me/100 g (sedang). Hal ini sejalan dengan unsur hara K pada media tanam awal
0,83 me/100g (tinggi), kompos 0,44 % (sangat tinggi), debu vulkanik Gunung
Sinabung 0,12 % (tinggi). Kalium adalah unsur hara makro ketiga yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak setelah tanaman. Barchia (2009)
menyatakan bahwa kalium dalam pertumbuhan tanaman berfungsi sebagai
aktivator enzim pada fotosintesis dan protein dan metabolisme karbohidrat,
Sifat hara K adalah sangat mobil. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi K tidak
optimal dalam pertumbuhan tanaman karena kalium tersebut cenderung tidak
tersedia. Hal ini berkaitan dengan unsur Na yang berasal dari debu vulkanik
Gunung Sinabung 0,89 % (tinggi). Damanik et al (2011) menyatakan bahwa Kalium dan amonium dapat terjepit diantara kisi mineral yang mudah
mengembang, sedangkan ion-ion yang lain yang mempunyai radius yang lebih
kecil seperti Na, H, Ca akan dibebaskan ke dalam larutan tanah. Kalium dalam
bentuk demikian, tidak dapat digantikan dengan cara pertukaran hara, dan
biasanya disebut kalium tidak dapat dipertukarkan, akibatnya kalium ini menjadi
lambat tersedia bagi tanaman. Fitter dan Hay (1991) menyatakan bahwa di dalam
tanaman antara unsur P dan K ada saling ketergantungan. Unsur K berfungsi
sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke
daun dan mentranslokasi asimilat dari daun keseluruh jaringan tanaman.
Kurangnya hara K dalam tanaman dapat menghambat proses transportasi dalam
tanaman. Oleh karena itu, agar proses transportasi unsur hara maupun asimilat
dalam tanaman dapat berlangsung optimal maka unsur hara K dalam tanaman
harus optimal. Serapan hara K termasuk hara P dari tanah oleh tanaman dapat
berlangsung optimal bila tersedia energi ATP yang cukup karena hara K dan P
diserap tanaman melalui proses difusi yang memerlukan banyak energi dari ATP.
Tanaman akan dapat membentuk ATP secara optimal bila serapan hara P juga
optimal. Barber (1974) dalam Fitter dan Hay (1991) menyatakan serapan K oleh tanaman berlangsung secara difusi yang memerluk an banyak energi dari ATP.
Namun, hasil analisis media tanam juga menunjukkan bahwa C tertinggi terdapat
tanam V1K0 yaitu 0,69% (sangat rendah). Ca tertinggi terdapat pada media tanam
V2K3 yaitu 10,39 me/100 (sedang) dan Ca terendah terdapat pada media tanam
V1K0 yaitu 6,26 me/100 (sedang). C organik yang rendah dan ion Ca yang tinggi
diduga sebagai penyebab kurang efektifnya serapan unsur P, walaupun kandungan
P dalam tanah sesuai hasil analis tanah awal adalah 66,25 mg/kg (sangat tinggi)
(Lampiran 5). Brady (1992) menyatakan bahwa C organik yang rendah dan Ca
yang tinggi dapat menyebabkan mudah terfiksasinya hara P oleh Ca menjadi
kalsium fosfat yang sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Tidak efektifnya
serapan hara P juga dapat menyebabkan tidak efektifnya serapan K.
Kalsium (Ca)
Unsur hara kalsium berperan penting dalam pembentukan lamella tengah
sel dan berhubungan dengan aktivitas sel dalam tanaman. Berdasarkan hasil
analisis media tanam akhir tiap perlakuan dapat diketahui bahwa unsur Ca
tergolong sedang yakni pada kisaran 6,26 me/100g (V1K0) – 10,39 me/100g
(V2K3). Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas sel dalam
tanaman tembakau kurang optimal sehingga terdapat tanaman yang ukurannya
kecil. Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa kalsium diserap sebagai Ca2+
valensi dua. Jika dihubungkan dengan tingginnya unsur K+ yang terdapat dalam
media tanam menyebabkan Ca2+ terjerap pada permukaan tanah dan tidak dapat
diserap tanaman dengan baik. Hal ini didukung oleh Damanik et al (2011) yang menyatakan bahwa kation-kation bervalensi dua lebih kuat terjerap pada
permukaan koloid tanah dibandingkan dengan kation bervalensi satu. Bila kation
NH4+ dan kation K+ yang bervalensi satu berada dalam jumlah yang besar pada
maka ion-ion yang bervalensi satu akan lebih dipertukarkan deibandingkan
dengan ion yang bervalensi dua. Oleh sebab itu, ion-ion yang bervalensi satu akan
lebih banyak diserap oleh akar tanaman.
Magnesium (Mg)
Magnesium adalah penyusun utama dari klorofil dan bertindak sebagai
pembawa fosfor di dalam tubuh tanaman. Berdasarkan analisis pada media tanam
awal, kompos, dan debu vulkanik Gunung Sinabung dapat diketahui unsur Mg
masing- masing adalah 0,75 me/100g (rendah), 2,31 % (sangat tinggi) dan 0,03 %
(sangat rendah). Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa magnesium
diserap sebagai Mg2+ valensi dua. Sedangkan pada hasil analisis media tanam
akhir kandungan Mg berada pada kisaran 0,77 me/100g (V1K0) – 1,04 me/100g
(V0K3) dan tergolong rendah. Penambahan kompos tersebut belum optimal
mendukung ketersediaan Mg. Penyerapan magnesium salah satunya dipengaruhi
oleh pH di mana media tanam akhir tergolong tanah masam. Hal ini didukung
oleh Mas’ud (1993) bahwa serapan magnesium oleh perakaran tergantung pada
kandungan K, Ca, NH4 tanah dan pH tanah. Jika tanah terlalu asam sebagai akibat
tingginya kepekatan ion H bebas yang menahan serapan ion Mg. Ion K dan NH4
juga menekan kemudahan magnesium untuk diserap, terutama jika pasokan
Mg-tanah berada pada batas minimal.
Carbon (C)
Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting
bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara dan
substrat bagi mikrobia tanah. Berdasarkan hasil analisis pada media tanam awal,