PERAN PELATIHAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA
KARYAWAN TRANS PAKUAN DI KOTA BOGOR
PUTRIATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Trans Pakuan di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
PUTRIATI. Peran Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Trans Pakuan di Kota Bogor. Dibimbing oleh MOHAMAD SYAMSUL MAARIF dan ANGGRAINI SUKMAWATI.
Pelatihan adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang sudah ada sekarang untuk memiliki keterampilan dalam kerja. Dalam prakteknya, diharapkan dapat memberikan kontribusi dan dampak yang baik terhadap produktivitas kerja karyawan. Salah satu perusahaan transportasi di kota Bogor adalah Trans Pakuan, sebuah Perusahaan Transportasi Daerah. Meskipun Trans Pakuan merupakan salah satu transportasi di Bogor, tetapi keterampilan karyawan kurang signifikan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh pelatihan dan motivasi dalam membentuk produktivitas karyawan di Trans Pakuan di Kota Bogor. Data yang digunakan meliputi data primer (diperoleh melalui wawancara) dan data sekunder (studi kepustakaan).
Berdasarkan analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan Partial Least Square (PLS), diketahui bahwa pengaruh pelatihan dan motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan memiliki nilai R-square 0,690 dan pengaruh pelatihan terhadap motivasi memiliki nilai R-square 0,435, dengan nilai koefisien jalur pelatihan terhadap produktivitas karyawan adalah 0,281 (alpha 5%). Disamping itu pengaruh pelatihan, motivasi dan interaksinya terhadap produktivitas kerja karyawan memiliki nilai R-square 0,712 dengan nilai koefisien jalur pelatihan terhadap produktivitas karyawan adalah 0,316 (alpha 5%).
Ini berarti bahwa pelatihan memberikan dampak yang nyata dan signifikan terhadap produktivitas karyawan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan memainkan peranan penting dalam meningkatkan produktivitas karyawan Trans Pakuan di Kota Bogor.
SUMMARY
PUTRIATI. The Role of Training on Employee Productivity Trans Pakuan in Bogor. Supervised by MOHAMAD SYAMSUL MAARIF and ANGGRAINI SUKMAWATI.
Training is a process of teaching new or existing employees in order to have the requared work skill. In practice, it is expected to contribute a good impact on employee productivity. One of transport companies in the city of Bogor is the Trans Pakuan, a Regional Transportation Company. Although the company is the only one transportation company in Bogor, but the skill of employee is still very low significantly. The main objective of this study was to analyze how the influence of training and motivation in developing the employee productivity in Trans Pakuan, Bogor. The subject of this study was employee of Trans Pakuan and census was used the technic of sampling. Data used include primary data (obtained by interview) and secondary data (literature study).
Based on the analysis of Structural Equation Modeling (SEM) with the Partial Least Square (PLS), it is known that the effect of the training an motivation model on employee work productivity yield R values 0.690, and the effect of the training on motivation yield R values 0.435, with estimate a path coefficient training model on employee productivity of 0.281 (alpha 5%). While, the effect of the training model, motivation with the interaction on employee work productivity yield R values 0.712, with estimate a path coefficient training model on employee productivity of 0.316 (alpha 5%).
This means that training turned out to give a real and significant impact on employee productivity. It can be concluded that training plays an important role in increasing Trans Pakuan employee productivity in Bogor.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen
PERAN PELATIHAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA
KARYAWAN TRANS PAKUAN DI KOTA BOGOR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Peran Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Trans Pakuan di Kota Bogor
Nama : Putriati NIM : H251110251
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir M Syamsul Maarif, MEng Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Manajemen
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 sampai dengan Februari 2013 ini ialah pelatihan, dengan judul Peran Pelatihan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Trans Pakuan di Kota Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ibunda Hjh Zahara dan Ayahanda Hj M Yatim (Alm), beserta keluarga: Untuo Razak, Udo Tuti (Alm), Ocu Hasyim, Ocu Edi, Ocu Hairun, Ocu Yunus, dan Adik Fitriani atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.
2. Bapak Prof Dr Ir M Syamsul Maarif, MEng DiplIng, DEA dan Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM selaku komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr Drs Sukiswo Dirdjosuparto selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dalam penyempurnaan tesis.
4. Ibu Hardiana Widyastuti, SHut MM selaku tim QC (quality control) yang telah banyak memberikan masukan mengenai format penulisan karya ilmiah. 5. Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc selaku ketua program studi ilmu
manajemen, Mas Hermawan dan Mas ujang atas bantuan administrasi.
6. Bapak Ir Yonathan Nugraha dan Bapak Ir Tri Handoyo Subiyatmoko yang merupakan direktur utama dan direktur operasional dari Perusahaan Daerah Jasa Transportasi Trans Pakuan Kota Bogor, Bapak Agus Jatmiko, SP beserta staf manajemen Trans Pakuan, serta Bapak Karya beserta karyawan lapangan, yang telah membantu selama pengumpulan data.
7. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Ir Tri Handoyo Subiyatmoko dan Ibu Dr Yulin Lestari selaku orang tua angkat yang telah membiayai perkuliahan selama di S2 Ilmu Manajemen FEM-IPB.
8. Mas Yuhan Angga Kusuma yang sangat saya sayangi, yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
9. Keluarga di wisma Pringgondani: Bapak Suseno, Atin, Orin, Mayang, Rina, Tika, Siska, Melan, dan Saibah.
10.Keluarga besar MAN 2011 terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 2
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 PERAN PELATIHAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA
KARYAWAN TRANS PAKUAN DENGAN KONSTRUK MOTIVASI
SEBAGAI VARIABEL PENGARUH TIDAK LANGSUNG 4
Pendahuluan 4
Metodologi Peneltian 6
Hasil dan Pembahasan 18
Simpulan 34
3 PERAN PELATIHAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN TRANS PAKUAN DENGAN KONSTRUK MOTIVASI
SEBAGAI VARIABEL MODERATOR 35
Pendahuluan 35
Metodologi Penelitian 37
Hasil dan Pembahasan 41
Simpulan 46
4 PEMBAHASAN UMUM 47
5 SIMPULAN DAN SARAN 49 DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN 53
DAFTAR TABEL
1 Perbedaan pelatihan dan pengembangan 5
2 Skor skala Likert 10
3 Operasionalisasi variabel pelatihan 14
4 Operasionalisasi variabel produktivitas kerja 15
5 Operasionalisasi variabel motivasi 15
6 Indikator pelatihan, produktitas kerja karyawan, dan motivasi 15
7 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin 21
8 Karakteristik bentuk pelatihan yang pernah di lakukan di Trans Pakuan 25 9 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai mode reflektif 29 10 Nilai analisis model inner vs standar (direct effect motivasi terhadap
produktivitas kerja karyawan dan indirect effect pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan melalui motivasi) 32 11 Perbandingan teori dan model motivasi menurut beberapa pakar 37
12 Perbedaan antara VBSEM dengan CBSEM 39
13 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai mode reflektif dengan
motivasi sebagai variabel moderator 43
14 Nilai analisis model inner vs standar dengan variabel moderator 45 15 Hasil analisis perbandingan model 1 dan model 2 47
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 7
2 Diagram alir penelitian 7
3 Contoh model path PLS 12
4 Konstruk awal pada model persamaan struktural peran pelatihan
terhadap produktivitas kerja karyawan 13
5 Struktur organisasi PDJT Kota Bogor 20
6 Karakteristik responden berdasarkan usia 22
7 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan 23 8 Karakteristik responden berdasarkan masa kerja 24
9 Hasil pelatihan GIZ (PDJT 2012-2020) 26
10 Model awal PLS (direct dan indirect effect) 27
11 Model akhir PLS (direct dan indirect effect) 30
12 Model pengujian hipotesis (Bootstrapping direct dan indirect effect) 33
13 Model sistem pelatihan 35
14 Tingkatan dalam mengukur produktivitas 36
15 Model hubungan moderator 37
16 Model awal PLS dengan variabel moderator 42
17 Model akhir PLS dengan variabel moderator 44
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian 53
2 Output PLS dan Bootstrapping model pengaruh langsung motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan dan pengaruh tidak langsung pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan melalui motivasi. 56 3 Output PLS dan Bootstrapping model dengan variabel moderator 58
1
PENDAHULUAN
Persaingan telah mendorong organisasi agar selalu meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja. Organisasi berusaha mencapai keunggulan bersaing dengan memaksimumkan kemampuan seluruh anggota organisasi. Telah diakui oleh para manajer organisasi bahwa kemajuan suatu organisasi tergantung dari pengembangan sumberdaya manusia dan diyakini pula bahwa produktivitas kerja karyawan dapat ditingkatkan. Kondisi ini menyadarkan para manajer bahwa pelatihan karyawan merupakan kebutuhan yang tak dapat ditunda. Suatu tantangan dan kesempatan bagi manajer sumberdaya manusia dan para profesional pelatihan untuk membantu organisasi agar mampu berkompetisi dan responsive terhadap lingkungan yang berubah cepat. Analisis kebutuhan pelatihan dapat meningkatkan produktivitas organisasi, dimana faktor yang dipertimbangkan adalah karakteristik peserta pelatihan dan kurikulum (materi) pelatihan (Dahiya dan Jha, 2011). Hal ini ditegaskan bahwa tujuan pelatihan diarahkan kepada peningkatan keterampilan kepada siapapun dalam rangka merubah perilaku karyawan untuk mandiri dan kreatif dalam mengembangkan usaha produktif.
Mendapatkan dan mempertahankan sumberdaya manusia yang berkualitas tidak terlepas dari peran manajemen sumberdaya manusia, dan salah satu aspek manajemen sumberdaya manusia yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan perusahaan adalah aspek pengembangan sumberdaya manusia. Program pendidikan dan pelatihan tidak hanya bermanfaat pada individu karyawan tetapi juga pada perusahaan. Program pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu kegiatan yang penting dan dijadikan salah satu investasi perusahaan dalam hal sumberdaya manusia. Dalam pencapaian harapan, tujuan dan hasil pendidikan dan pelatihan harus dapat diamati dan diukur, spesifik, dengan lamanya waktu pendidikan dan pelatihan, dan upaya pencapaiannya dapat dikelola dengan baik. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan aspek pengembangan sumberdaya manusia untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian yang diperlukan dalam bekerja, dan dengan adanya pelatihan diharapkan kesenjangan yang timbul antara kemampuan yang diharapkan perusahaan dengan kemampuan yang dimiliki karyawan dapat diatasi.
2
Latar Belakang
Kota Bogor memiliki sarana transportasi umum berupa angkutan kota yang biasa disebut angkot. Angkot di Kota Bogor saat ini berjumlah 3.412 unit. Angkot-angkot ini beroperasi sesuai trayek atau jalur pelayanan yang ditentukan oleh Pemerintah Kota bogor dan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor. DLLAJ membagi jalur pelayanan angkot menjadi 23 trayek yang tersebar di Kota Bogor. Kendaraan angkot dimiliki secara perorangan yang terdaftar di pemerintah daerah melalui izin trayek. Karena dimiliki secara perorangan, maka tidak ada standar dalam operasi pelayanan. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain masalah kedisiplinan berlalu-lintas yang menjadi salah satu penyebab kemacetan. Selain itu, faktor keamanan dan kenyamanan penumpang yang tidak diperhatikan pada layanan angkutan ini (Arianto, 2012).
Seiring tuntutan kebutuhan transportasi umum di Kota Bogor, Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2007 melalui Peraturan Daerah No 5 tahun 2007 membentuk suatu Perusahaan Daerah yang bergerak dalam bidang transportasi, yaitu Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan bus Trans Pakuan dan merupakan bantuan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan untuk dikembangkan sebagai model Bus Rapid Transit (BRT). Terdapat 11 kota yang mendapat bantuan sejenis, antara lain Bandung, Yogya, Palembang, Semarang, dan beberapa kota lainnya. Adapun sasaran utama dari PDJT Trans Pakuan ini adalah untuk kemudahan pengembangan sistem transportasi yang dapat menyelesaikan permasalahan kemacetan (PDJT, 2008). Salah satu keunggulan jasa angkutan Trans Pakuan adalah memiliki jadwal perjalanan (time schedule) yang tetap di dalam sistem pelayanannya yakni setiap 20 menit sekali, pembayarannya dengan sistem tiketing dan menggunakan halte pemberhentian khusus (shelter).
Bentuk pelatihan sumberdaya manusia di PDJT Trans Pakuan dilakukan berdasarkan pertimbangan perencanaan, pengembangan, monitoring dan evaluasi, dan pelaksanaan atau proses pelatihan. Dalam pelaksanaannya, pelatihan ini memberikan kontribusi yang baik terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan. Penelitian ini merupakan suatu bentuk kajian untuk menganalisis bentuk pelatihan sumberdaya manusia yang dilakukan di Trans Pakuan melalui pendekatan teori, sehingga diharapkan dapat memberikan pengayaan dalam model kajian kasus. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan sebagai penambahan referensi pengayaan dalam problem solving mengenai pelatihan sumberdaya manusia dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan yang ujungnya adalah untuk mencapai tujuan organisasi.
Perumusan Masalah
3 program pelatihan. Analisa kebutuhan pelatihan didasarkan pada kesenjangan/gap keterampilan atau yang harusnya dikuasai dan yang nyatanya dikuasai oleh karyawan/individu. Produktivitas secara spesifik merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per-satuan waktu, sedangkan peran serta tenaga kerja disini adalah penggunaan sumberdaya secara efisien dan efektif (Kussriyanto, 1993).
Berdasarkan uraian tersebut ditemukan adanya permasalahan yang dihadapi oleh Trans Pakuan yaitu adanya kesenjangan/gap keterampilan di kalangan karyawan Trans Pakuan yang selama ini bertugas di bidang transportasi umum di Kota Bogor, sehingga membutuhkan pelatihan agar dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawannya. Berangkat dari permasalahan tersebut, kemudian dirinci dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Indikator apa yang dominan mencerminkan keberhasilan pelatihan, motivasi dan produktivitas kerja karyawan di Trans Pakuan?
2. Bagaimana pengaruh pelatihan dan motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan Trans Pakuan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis indikator-indikator yang dominan mencerminkan keberhasilan pelatihan, motivasi, dan produktivitas kerja karyawan Trans Pakuan.
2. Menganalisis pengaruh pelatihan dan motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan Trans Pakuan.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu bagi organisasi (perusahaan) dan bagi masyarakat ilmiah: 1) bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan yang saat ini dihadapi dalam kaitannya dengan pelatihan, agar mampu meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan manajemen secara keseluruhan, 2) bagi masyarakat ilmiah, dapat digunakan sebagai informasi baik sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, serta bahan bacaan oleh peneliti lain yang ingin mengkaji pengaruh pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan.
Ruang Lingkup Penelitian
4
2
PERAN PELATIHAN TERHADAP PRODUKTIVITAS
KERJA KARYAWAN TRANS PAKUAN DENGAN
KONSTRUK MOTIVASI SEBAGAI VARIABEL
PENGARUH TIDAK LANGSUNG
Pendahuluan
Semakin beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar, dan persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan pengembangan dapat menyebabkan karyawan mampu mengembangkan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar. Melalui pelatihan, karyawan terbantu mengerjakan pekerjaan yang ada, dapat meningkatkan keseluruhan karier karyawan, dan membantu mengembangkan tanggung jawabnya dimasa depan. Pengembangan dapat membantu karyawan agar mampu mengatasi tanggung jawabnya dimasa depan. Perbedaan pelatihan dan pengembangan terletak pada: pelatihan lebih berorientasi pada kondisi sekarang, sedangkan pengembangan lebih berorientasi pada perspektif masa depan. Jika sebuah perusahaan ingin memiliki daya saing yang tinggi dimasa depan, maka salah satu upaya strategis yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah proses belajar berkelanjutan diseluruh lapisan karyawan melalui paket pelatihan dan pengembangan.
Pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat. Pelatihan merupakan wahana untuk membangun sumberdaya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan. Karena itu, kegiatan pelatihan tidak dapat diabaikan begitu saja terutama dalam memasuki era persaingan yang semakin ketat, tajam, berat pada abad ini. Berkaitan dengan hal tersebut kita menyadari bahwa pelatihan merupakan fundamental bagi karyawan. Adapun pengertian pelatihan adalah: Dessler (2009) mendefinisikan pelatihan sebagai proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka.
5 memperhitungkan tingkat reaksi, tingkat belajar, tingkat tingkah laku kerja, tingkat organisasi, dan nilai akhir.
Menurut Kaswan (2011) pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan. Pelatihan mungkin juga meliputi pengubahan sikap sehingga karyawan dapat melakukan tugasnya lebih efektif. Pelatihan bisa dilakukan pada semua tingkat dalam organisasi. Sisi lain, pengembangan merupakan proses dimana karyawan memperoleh keterampilan dan pengalaman agar berhasil pada pekerjaan sekarang dan tugas-tugas dimasa yang akan datang. Perbedaan pelatihan dan pengembangan menurut Kaswan (2011) tersaji pada Tabel 1. Terdapat dua metode pelatihan berdasarkan tempat pelaksaan pelatihan, yaitu on the job training (pelatihan ditempat kerja), dan off the job training (pelatihan diluar tempat kerja). On the job training dapat berupa: pelatihan instruksi pekerjaan, rotasi pekerjaan, magang, dan pelatihan (coaching), sedangkan off the job training berupa: kuliah, penyajian video, permainan peran, studi kasus, simulasi, studi mandiri, belajar terprogram, dan pelatihan laboratorium (Mangkuprawira, 2011).
Tabel 1 Perbedaan pelatihan dan pengembangan
Pelatihan Pengembangan
Fokus Pekerjaan saat ini Pekerjaan saat ini dan yang akan datang
Ruang lingkup
Karyawan secara individual Kelompok kerja atau organisasi
Kerangka waktu
Segera/jangka pendek Jangka panjang
Sasaran Memperbaiki kekurangan kemampuan saat ini
Mempersiapkan tuntukan kerja di masa yang akan datang Aktivitas Menunjukkan/memperlihatkan Pembelajaran
Produktivitas kerja yang tinggi mengandung beberapa indikator (Handayaningrat, 1989) yaitu:
a. Metode kerja yang diterapkan oleh perusahaan merupakan metode kerja yang terbaik dan yang paling tepat, sehingga dapat tercapai hasil yang maksimal, baik dari kualitas maupun kuantitas. Dalam pelaksanaannya metode kerja tersebut dijalankan dengan prosedur dan sebuah mekanisme dalam bekerja yang benar, cermat, dan tepat.
b. Penggunaan peralatan yang sesuai dengan metode kerja yang diterapkan pada perusahaan dan peralatan ini merupakan peralatan yang terbaik sehingga mencapai sebuah hasil yang maksimal dari segi kualitas dan kuantitas dibutuhkan perawatan terhadap peralatan dan dipergunakan secara maksimal tanpa meninggalkan rasa tanggung jawab.
c. Dengan menerapkan metode kerja dan penggunaan alat yang tepat dapat memperkecil bahkan meniadakan hambatan kerja sehingga hasil yang maksimal dapat tercapai.
6
karyawan dapat tercapai resikonya jika dibandingkan dengan penerapan metode kerja yang lain.
e. Personel pelaksana harus memiliki sifat inisiatif, kreatif, dan sifat bekerja yang tepat, terutama saat karyawan menghadapi hambatan-hambatan yang timbul selama bekerja, termasuk didalamnya kesediaan dan kemampuan karyawan untuk memperbaiki peralatan yang mengalami kerusakan sehingga peralatan tersebut dapat berfungsi dengan tepat.
Berdasarkan Kussriyanto (1993) ada lima bidang peluang dalam fungsi tradisional administrasi personalia yang relevansinya paling langsung dalam meningkatkan produktivitas karyawan, yaitu: seleksi karyawan, pengendalian tenaga kerja, penyempurnaan struktur organisasi, pengembangan sumberdaya manusia, dan motivasi. Produktivitas meliputi perilaku karyawan dalam menyelesaikan tugasnya, mencari metode kerja yang terbaik, kapasitas pelaksanaan tugas yang diberikan oleh pimpinan, kesediaan menyelesaikan tugas pokok orang lain dan melaporkan hasil kerja kepada pimpinan. Produktivitas kerja karyawan dapat diamati dari perilaku kerja karyawan, dedikasi, disiplin kerja, loyalitas, kerjasama, dan kematangan karyawan (Nawawi dan Hadari, 1990).
Teori Faktor Motivator dan Hygiene (Herzberg) yang di sitasi Hasibuan (2003): 1) Faktor Motivator terdiri dari prestasi, pengakuan/penghargaan, bekerja penuh, tanggung jawab, kemajuan, dan pengembangan/pertumbuhan, 2) Faktor Hygiene terdiri dari penyeliaan, kebijakan perusahaan, kondisi kerja, gaji/upah, hubungan sejawat dan keamanan kerja. David C. McClelland menyatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan prestasi, kebutuhan berafiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan. Kebutuhan akan prestasi meliputi kebutuhan prestasi, tanggung jawab personal, umpan balik, dan resiko moderat. Kebutuhan akan kekuasaan/pengaruh terdiri dari pengaruh dan persaingan, sedangkan kebutuhan akan afiliasi meliputi sikap menerima dan persahabatan serta kooperatif (Mangkuprawira 2011).
Metodologi Penelitian
Kerangka Pemikiran Penelitian
7
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
8
Hipotesis Penelitian
Arikunto (2002) menyatakan bahwa hipotesis dapat diartikan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian dan dibuktikan melalui pengujian pada data yang terkumpul. Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan adalah: H1 : Pelatihan berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan. H2 : Pelatihan berpengaruh positif terhadap motivasi.
H3 : Motivasi berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan dengan metode Non-probability Sampling, yaitu dengan cara disengaja (purposive sampling). Pengambilan data dilakukan di Kantor Pusat Perusahaan Daerah Jasa Transportasi Kota Bogor yang berlokasi di Jl. Pajajaran Kota Bogor. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan yaitu bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada asumsi bahwa PDJT Trans Pakuan mewakili kompleksitas suatu organisasi yang melibatkan banyak karyawan dari berbagai latar belakang yang memungkinkan timbulnya permasalahan di bidang praktek manajemen sumberdaya manusia, terutama yang terkait dengan pelatihan dan produktivitas kerja karyawan. Selain itu, yang menjadi bahan pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah Trans Pakuan merupakan salah satu perusahaan daerah di Indonesia yang bergerak dibidang transportasi. Persaingan yang ketat antar transportasi umum berupa angkutan kota (angkot) yang terlebih dahulu memiliki trayek atau jalur pelayanan yang ditentukan oleh Pemerintah Kota bogor dan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor, menuntut karyawan Trans Pakuan untuk memiliki produktivitas kerja yang tinggi.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini diambil dari dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada responden dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tercantum dalam daftar pertanyaan (kuesioner). Data lain berupa data mengenai kebutuhan pelatihan yang saat ini diterapkan. Selain itu, dilakukan pengamatan langsung dalam organisasi melalui laporan-laporan internal yang berkaitan dengan penelitian. Data primer tersebut antara lain mengenai persepsi karyawan terhadap sistem dan pelaksanaan pelatihan di PDJT Trans Pakuan, serta laporan-laporan perusahaan yang bersifat internal maupun eksternal. b. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer dalam menganalisis
9
Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel
Penentuan sampel ditentukan secara bertahap, yaitu:
1. Penentuan perusahaan dilakukan dengan teknik pertimbangan (purposive sampling) dengan alasan: a) tuntutan kebutuhan transportasi umum di Kota Bogor, b) bentuk pelayanan publik pemerintah kota Bogor dalam bidang transportasi umum yang mengutamakan faktor keamanan, kenyamanan penumpang dan ketepatan time schedule.
2. Penentuan responden (sampel) dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampling jenuh (sensus), dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel. Teknik ini sesuai yang dikemukakan oleh Sugiyono (2007) bahwa sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Anggota populasi penelitian ini yaitu seluruh karyawan PDJT Trans Pakuan di Kota Bogor yang berjumlah 135 orang (berdasarkan data karyawan PD Jasa Transportasi Trans Pakuan di Kota Bogor Bulan November 2012). Namun, pada saat turun lapang sampel yang diperoleh adalah 107 orang. Menurut Ghozali (2008), besar sampel minimal yang direkomendasikan untuk PLS adalah berkisar dari 30 sampai dengan 100 kasus.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara melalui instrumen kuesioner atau daftar pertanyaan (Lampiran 1). Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menemui langsung responden secara tatap muka. Daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden berupa daftar pertanyaan tertutup dan daftar pertanyaan terbuka. Daftar pertanyaan tertutup digunakan untuk memperoleh data yang merepresentasikan indikator-indikator dari setiap dimensi variabel dalam penelitian ini, sedangkan daftar pertanyaan terbuka digunakan untuk menggali informasi lebih dalam mengenai umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lama bekerja. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dibuat berdasarkan skala Likert.
10
cukup). Skala likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, seperti setuju-tidak setuju, suka-tidak suka, dan sebagainya (Umar 2002).
Tabel 2 Skor skala Likert
A Sangat Tidak Setuju (STS) Nilai 1
B Tidak Setuju (TS) Nilai 2
C Setuju (S) Nilai 3
D Sangat Setuju (SS) Nilai 4
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya diolah agar memiliki makna yang berguna untuk memecahkan masalah yang diteliti. Untuk data-data kualitatif dilakukan analisis deskriptif, sedangkan pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan kode (coding) untuk menyeragamkan data. Minitab 14 digunakan untuk mengkonversi data kuesioner yang berbentuk skala ordinal kedalam bentuk skala interval. Kemudian, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik SEM dengan bantuan Software Smart PLS versi 2.0. Adapun untuk keperluan penolakan atau penerimaan hipotesis, penulis menggunakan taraf signifikansi 5 persen (α = 0,05).
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang berkaitan dengan pengumpulan data dan penyajian suatu gugus data sehingga meberikan informasi yang berguna. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara menabulasi hasil kuesioner secara manual yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terkahir, dan lama waktu bekerja.
2. Analisis PLS (Partial Least Square)
Dalam menganalisis pengaruh pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan Trans Pakuan digunakan teknik SEM dengan Partial Least Square (PLS). Model persamaan struktural adalah suatu teknik peubah ganda yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linear secara simultan peubah-peubah pengamatan, yang sekaligus melibatkan peubah laten yang tidak dapat diukur langsung. Komponen-komponen yang digunakan dalam model penelitian terdiri dari variabel-variabel antara lain:
11 b. Variabel teramati atau indikator, merupakan variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris. Notasi matematik untuk variabel teramati yang merupakan ukuran dari variabel eksogen adalah X, sedangkan yang merupakan efek dari variabel laten endogen adalah Y.
Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set hubungan, yaitu:
1. Inner Model (structural model)
Inner model yang kadang disebut juga dengan (inner relation, structural model dan subtantive theory) menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Model persamaannya dapat ditulis seperti di bawah ini.
(1)
Dimana menggambarkan vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ adalah vektor variabel laten exogen, dan adalah vektor variabel residual (unexpalined variance). Oleh karena PLS didesain untuk model recursive, maka hubungan antar variabel laten, setiap variabel laten dependen , atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan sebagai berikut:
(2)
Dimana ji dan ji adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen dan variabel laten exogen ξ dan sepanjang range indeks i dan b, dan j adalah inner residual variable.
2. Outer Model (measurement model)
Outer model sering juga disebut (outer relation atau measurement model) mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:
(3)
Dimana x dan y adalah indikator atau manifest variabel untuk variabel laten exogen dan endogen ξ dan , Sedangkan Λx dan Λy merupakan matrik loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan x dan y dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran atau noise. Blok dengan indikator formatif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:
= 0+ + Гξ +
j= Σi ji i+ Σi jbξb+ j
x = Λxξ + x
12
(4)
Dimana ξ , , x dan y sama dengan yang digunakan pada persamaan (3). Пx dan Пy adalah koefisien regresi berganda dari variabel laten dan blok indikator dan x dan y adalah residual dari regresi.
3. Weight Relation
Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS memerlukan definisi weight relation. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut:
(5) (6)
Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variable laten ξb dan i. Estimasi variabel laten adalah linear agregat dari indikator yang nilai weightnya didapat dengan prosedur estimasi PLS seperti dispesifikasi oleh inner dan outer model dimana adalah vektor variabel laten endogen (dependen) dan ξ adalah vektor variabel laten exogen (independen), merupakan vektor residual dan serta Г adalah matrik koefisien jalur (path coefficient). Contoh model path PLS tersaji pada Gambar 3. Adapun konstruk awal penelitian ini tersaji pada Gambar 4.
Gambar 7 Contoh Model Path PLS
Gambar 3 Contoh model path PLS Keterangan:
= Ksi, variabel latent eksogen = Eta, variabel laten endogen
x = Lamnda (kecil), loading faktor variabel latent eksogen y = Lamnda (kecil), loading faktor variabel latent endogen
ξ = Пξx + ξ = П y +
13 x = Lamnda (besar), matriks loading faktor variabel latent eksogen y = Lamnda (besar), matriks loading faktor variabel laten endogen = Beta (kecil), koefisien pngruh var. endogen terhadap endogen = Gamma (kecil), koefisien pngruh var. eksogen terhadap endogen = Zeta (kecil), galat model
= Delta (kecil), galat pengukuran pada variabel laten eksogen = Epsilon (kecil), galat pengukuran pada variabel latent endogen
Gambar 4 Konstruk awal pada model persamaan struktural peran pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan
Berikut adalah konversi model path (Gambar 4) ke dalam bentuk persamaan PLS:
Outer model:
Untuk variabel laten eksogen 1 (reflektif)
x1 = x11 + 1 (7) x2 = x21 + 2 (8)
x3 = x31 + 3 (9)
Untuk variabel latent eksogen 2 (formatif)
2 = x4 X4 + x5 X5 + x6 X6 + 4 (10)
Untuk variabel latent endogen 1 (reflektif)
y1 = y11 + 1 (11) y2 = y21 + 2 (12)
Untuk variabel latent endogen 2 (reflektif)
y3 = y32 + 3 (13) y4 = y42 + 4 (14)
Inner model:
14
Operasionalisasi Variabel
Definisi dari operasional adalah sebuah definisi yang dibuat dengan kriteria spesifik sesuai dengan kriteria pengukuran dan pengujian. Operasionalisasi variabel sangat penting dalam memperoleh data untuk menguji hipotesis dan melihat kecocokan model yang dibangun berdasarkan konstruk teori. Oleh karena itu, penting dilakukan penyusunan kuesioner berdasarkan operasionalisasi variabel. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini dioperasionalisasikan kedalam dua variabel utama, yaitu variabel eksogen atau variabel independen dan variabel endogen atau variabel dependen. Operasionalisasi variabel merupakan kegiatan menguraikan variabel menjadi sejumlah variabel operasional (indikator) yang menunjuk langsung pada hal-hal yang dapat diamati atau diukur. Secara lebih rinci operasionalisasi masing-masing variabel dalam penelitian tersaji pada beberapa Tabel 3, 4 dan 5. Adapun indikator yang masing-masing variabel tersaji pada Tabel 6.
Tabel 3 Operasionalisasi variabel pelatihan
Variabel Sub variabel Definisi Indikator Skala
Pelatihan Pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan karyawan yang secara sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi (Rivai, 2004 dan Kaswan 2011)
Materi Materi disusun dari
estimasi kebutuhan tujuan
Metode Metode yang dipilih
disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan.
- Penggunaan metode on
the job training maupun off the job training.
Peserta Sangat penting untuk
memperhitungkan tipe
Evaluasi Evaluasi dilakukan setelah
15 Tabel 4 Operasionalisasi variabel produktivitas kerja
Variabel Indikator Skala
Produktivitas kerja
Definisi: Produktivitas merupakan sikap mental untuk melakukan perbaikan secara terus menerus, sehingga seseorang yang produktif akan senantiasa melakukan suatu pekerjaan secara efektif, efisien, dan berkualitas.
- Pelaksanaan kerja yang dijalankan dengan mekanisme yang benar, cermat, dan tepat.
- Personel pelaksana harus memiliki sifat inisiatif, kreatif, dan sifat bekerja yang tepat.
- Tingkat perilaku karyawan, dedikasi, disiplin kerja, loyalitas, kerja sama dan kematangan karyawan.
Ordinal
Tabel 5 Operasionalisasi variabel motivasi
Variabel Sub variabel Definisi Indikator Skala
Motivasi Motivasi menurut Hezberg terdiri dari dua
Tabel 6 Indikator pelatihan, produktivitas kerja karyawan, dan motivasi
Variabel Indikator Pengukuran
Varibel eksogen (): Pelatihan
Materi Pelatihan
X1= sasaran pelatihan disampaikan secara jelas X2= sasaran pelatihan yang tertulis dalam materi
pelatihan
X3= materi yang diberikan merupakan materi yang dibutuhkan dalam pekerjaan
X4= materi pelatihan seperti modul, buku, kertas kerja yang dipakai membantu dalam belajar
Metode Pelatihan
X5= metode penyampaian pelatihan yang menarik X6= metode pengajaran memfasilitasi peserta untuk
aktif
16
Lanjutan Tabel 6 Indikator pelatihan, produktivitas kerja karyawan, dan motivasi
Variabel Indikator Pengukuran
Varibel eksogen (): Pelatihan
Instruktur Pelatihan
X8= menyampaikan materi dengan jelas
X9= memberikan kesempatan untuk mengajukan pendapat
X10=menjawab pertanyaan dengan jelas X11= bersedia memberi bantuan
Sarana Pelatihan
X12= ketersediaan perlengkapan pelatihan X13= fasilitas pelatihan yang memadai X14= lingkungan dan suasana pelatihan yang
mendukung pelatihan
Peserta Pelatihan
X15= mendapat kesempatan untuk belajar selama pelatihan
X16= bersemangat mengikuti pelatihan X17= memiliki peluang untuk mempraktekkan
keterampilan
Efektivitas Pelatihan
X18= setelah pelatihan peserta menjadi lebih terampil
X19= meningkatnya pengetahuan dan keterampilan X20= pelatihan dilakukan sesuai harapan
Skala Likert 1
Y1 = mampu menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat
Y2 = dapat menyesuaikan diri dengan tugas Y3 = mentaati ketentuan jam kerja
Y4 = pemberian pengarahan oleh pimpinan Y5 = jujur dalam melaporkan hasil kerja Y6 = mampu mengatur dan merencanakan
pekerjaan
Y7 = mempunyai kreativitas dalam bekerja Y8 = memiliki etika dalam bekerja
Y9 = membina hubungan yang baik dengan atasan Y10= kesungguhan dalam melaksanakan tugas Y11= mentaati perintah tugas yang diberikan oleh
atasan
Y12= kemampuan bekerjasama dengan orang lain Y13= bersedia membantu penyelesaian tugas rekan
kerja
Y14= bersedia memberikan pelayanan kepada semua
17 Lanjutan Tabel 6 Indikator pelatihan, produktivitas kerja karyawan, dan motivasi
Variabel Indikator Pengukuran
Variabel Motivasi (Herzberg)
Faktor Motivator
Y17= pekerjaan yang berguna untuk masyarakat Y18 = penghargaan diberikan kepada karyawan
yang berprestasi
Y19= atasan memberikan pujian kepada bawahan Y20 = kesempatan bawahan untuk berkembang Y21= bawahan berpeluang untuk mengembangkan
keterampilan
Faktor Hygiene
Y22= hubungan sesama kerja baik dan harmonis Y23= pemberian gaji sesuai beban pekerjaan Y24= lingkungan bekerja yang nyaman Y25= mampu menyesuaikan diri Y26= keamanan kerja terjamin
Y27= memiliki kesempatan berpartisipasi Y28= situasi kerja yang menyenangkan
Y29= mempunyai alat-alat kerja yang memadai Y30= tempat kerja yang nyaman
Y31 = pemberian pelatihan oleh atasan
Skala Likert 1 s/d
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisa Partial Least Square (PLS) berdasarkan Ghozali (2008) adalah sebagai berikut:
Merancang Model Struktural (inner model)
Perancangan model pada SEM adalah berbasis teori, akan tetapi pada PLS bisa berupa teori, hasil penelitian empiris, analogi (hubungan antar variabel pada bidang ilmu yang lain), normatif (contoh peraturan pemerintah, undang-undang, dan sebagainya), dan rasional.
Merancang Model Pengukuran (outer model)
Pada SEM semua bersifat reflektif, model pengukuran tidak penting. Pada PLS perancangan outer model sangat penting baik reflektif maupun formatif dengan dasar perancangan dalam langkah pertama.
Mengkontruksi Diagram Jalur
Konversi Digram Jalur ke Sistem Persamaan
Estimasi: Koef, Jalur, Loading, dan Weight Pendugaan parameter:
a. Weight estimate yang digunakan untuk menghitung data variabel laten. b. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten
(koefisien jalur) dan antara variabel laten dengan indikatornya (loading). c. Berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi)
untuk indikator dan variabel laten.
d. Metode estimasi PLS: PLS dengan teknik iterasi.
18
Outer model reflektif: convergent dan discriminat validity, composite reliability.
Outer model formatif: dievaluasi berdasarkan pada substantive content nya yaitu dengan melihat signifikansi dan weight.
b. Goodness of fit inner model
Diukur menggunakan Q-Square predictive relevance.
Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping).
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum PDJT Trans Pakuan di Kota Bogor
Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) merupakan Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah Kota Bogor. PD Jasa Transportasi dibentuk dengan maksud agar Kota Bogor dapat melayani kebutuhan pelayanan bidang jasa usaha transportasi kepada masyarakat dengan tujuan: 1) meningkatkan pelayanan dalam bidang jasa transportasi kepada masyarakat, 2) mendorong perekonomian Daerah, 3) menunjang pembangunan Daerah, 4) sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan 5) menyelenggarakan kemanfaatan umum. Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2007 melalui Peraturan Daerah No 5 tahun 2007 membentuk suatu perusahaan Daerah yang bergerak dalam bidang transportasi, yaitu Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan bus Trans Pakuan dan merupakan bantuan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan untuk dikembangkan sebagai model Bus Rapid Transit (BRT). Terdapat 11 kota yang mendapat bantuan sejenis, antara lain Bandung, Yogya, Palembang, Semarang, dan beberapa kota lainnya. Adapun sasaran utama dari PDJT Trans Pakuan ini adalah untuk kemudahan pengembangan sistem transportasi yang dapat menyelesaikan permasalahan kemacetan (PDJT, 2008).
19 kendaraan untuk membantu mengurangi pemanasan global (Global Warming) dalam mewujudkan Kota Bogor sebagai kota hijau (Green City).
Sesuai peraturan daerah Nomor 11 tahun 2008, modal dasar PD Jasa Transportasi sebesar Rp. 10 Milyar berasal dari dana yang disetorkan oleh Pemerintah Kota Bogor kepada PDJT Kota Bogor yang akan dipenuhi dalam kurun waktu 10 tahun kedepan. Untuk memastikan arah dan tujuan PDJT dimasa yang akan datang maka PDJT menetapkan Visi, Misi, Motto kerja, dan Motto layanan angkutan Trans Pakuan sebagai berikut: 1) Visi: “εenjadikan perusahaan penyedia jasa terbaik dalam bidang transportasi”, β) εisi: “εemberikan kepuasan kepada masyarakat dengan Pelayanan Prima dan innovatif serta berperan sebagai penunjang otonomi daerah”, γ) εotto kerja: “Prima dalam pelayanan Jasa Transportasi melalui kerja ikhlas, kerja keras, kerja cerdas, dan kerja tuntas”, δ) Motto layanan angkutan Trans Pakuan: “Jadikan penumpang pelanggan setia”.
Tugas dan Fungsi Organisasi
PD Jasa Transportasi memiliki kedudukan, tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
a. Kedudukan
PD Jasa Transportasi Kota Bogor merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pengelolaan jasa angkutan, jasa bengkel umum, jasa kendaraan Derek dan jasa usaha transportasi lainnya.
PD Jasa Transportasi Kota Bogor dipimpin oleh seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada Walikota melalui Badan Pengawas.
b. Tugas Pokok
Memberikan pelayanan angkutan bagi masyarakat Kota Bogor secara memadai, aman, dan nyaman.
Memberikan pelayanan jasa bengkel, jasa kendaraan Derek, dan jasa usaha transportasi lainnya.
Menjadikan PD Jasa Transportasi mampu mengembangkan diri sesuai tugas dan fungsi, sehingga menambah pendapatan secara langsung dan/atau tidak langsung.
Melakukan pengembangan usaha dan investasi pada PD Jasa Transportasi Kota Bogor.
c. Fungsi Ekonomi
Sebagai sarana dan prasarana publik senantiasa dituntut untuk meningkatkan kemampuan pengembangan usaha dan memenuhi kewajiban-kewajiban lainnya dengan pengelolaan PD Jasa Transportasi Kota Bogor secara sehat berdasarkan asas ekonomi perusahaan.
d. Fungsi Sosial
20
dari semua golongan masyarakat dengan memberlakukan tarif yang terjangkau sesuai dengan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi dan tata kerja PD Jasa Transportasi ditetapkan oleh Walikota Bogor. Kepengurusan PD Jasa Transportasi Trans Pakuan Kota Bogor terdiri atas Badan Pengawas dan Direksi, yang diangkat dan diberhentikan oleh Walikota. PD Jasa Transportasi Kota Bogor dipimpin oleh seorang Direktur Utama, Direktur Administrasi, dan Direktur Operasi. PD Jasa Transportasi Kota Bogor telah memiliki Peraturan Kepegawaian yang meliputi pengadaan, waktu kerja, keselamatan kerja, cuti, penghasilan, pembinaan karir, penilaian kinerja, kepangkatan, pengangkatan pejabat, masa kerja, penghargaan masa kerja, pensiun, santunan, pemberhentian, hukuman, kewajiban pegawai, hak pegawai, larangan pegawai, dan ketentuan lainnya. Peraturan kepegawaian ini telah disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Bogor. Saat ini pegawai perusahaan telah mendapatkan penghasilan diatas Upah Minimum Kota (UMK) serta mendapatkan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja pada program Jamsostek. Adapun model struktur organisasi Perusahaan Daerah Jasa Transportasi Kota Bogor tersaji pada Gambar 5, berikut ini.
21
Karakteristik Responden
Secara keseluruhan jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 107 orang karyawan PD Jasa Transportasi Trans Pakuan yang terbagi dalam dua bagian yaitu: bagian administrasi dan operasional. Divisi administrasi terdiri dari bagian keuangan, bagian umum, dan ticketing. Divisi operasional terdiri dari bagian operasional, bagian pengembangan usaha, staf, koordinator lapangan, pengemudi, kondektur, teknisi, satpam, dan office boy. Karakteristik responden di analisis berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja. Penyajian karakteristik responden digunakan untuk mengetahui gambaran lingkungan kerja di Trans Pakuan dan berbagai keputusan yang dihasilkan dari 107 orang responden dengan berbagai karakteristik yang ada dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyimpulkan pengaruh langsung pelatihan terhadap produktivitas kerja, dan pengaruh tidak langsung pelatihan terhadap produktivitas kerja melalui variabel motivasi.
1. Jenis Kelamin Responden
Karyawan PD Jasa Transportasi Trans Pakuan di Kota Bogor terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian administrasi dan bagian operasional. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari kedua bagian tertebut tersaji pada Tabel 7 berikut ini:
Tabel 7 Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin
No Responden Keterangan Persentase
(%) 1 Jenis kelamin
- Bagian administrasi Laki-laki Perempuan Total
39 61 100 - Bagian operasional Laki-laki
Perempuan Total
78 22 100 - Seluruh bagian Laki-laki
Perempuan Total
74 26 100
22
merupakan perusahaan yang bergerak dibidang transportasi yang umumnya lebih banyak diminati oleh jenis kelamin laki-laki.
Karyawan Trans Pakuan dituntut untuk memiliki fisik dan stamina yang kuat karena berhubungan dengan pelayanan masyarakat dibidang transportasi seperti harus berdiri dan banyak berjalan (kondektur) serta kebanyakan duduk tetapi perlu sedikit jalan (pengemudi). Kebutuhan karyawan laki-laki sangat utama terutama dibagian pengemudi. Karyawan lapangan untuk perempuan diletakkan dibagian administrasi, kondektur, dan ticketing. Hal ini dikarenakan adanya peran reproduksi seperti cuti melahirkan akan menghambat produktivitas karyawan perempuan di dalam bekerja. Selain itu, ada juga peran etika yang dianut oleh sebagian masyarakat pada umumnya bahwa perempuan tidak layak atau tidak pantas untuk menjadi pengemudi (khususnya untuk mengemudikan bus atau angkot). Namun, manajemen PD Jasa Transportasi Trans Pakuan Bogor tidak akan mengurangi atau menghilangkan karyawan perempuan dalam rekrutment karyawan, dengan alasan bahwa Trans pakuan tidak bisa terlepas dari tuntutan performa, seperti sentuhan feminim, beauty, dan energic yang biasa terdapat pada perempuan.
2. Usia Responden
Usia responden dalam penelitian ini dibagi menjadi lima kelompok, yaitu responden yang berusia ≤ 20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, dan diatas 51 tahun. Berdasarkan kelompok usia tersebut diperoleh presentase terbesar (pertama) pada kisaran usia 21-30 tahun, peringkat kedua usia 31-40 tahun, ketiga usia ≤ 20 tahun, dan terakhir usia 41-50 tahun. Karakteristik usia responden dari kedua bagian karyawan tersaji pada Gambar 6. Bagian administrasi dan bagian operasional, usia yang dominan yaitu 21-30 tahun masing-masing sebesar 62% dari 13 orang dan 44% dari 94 orang. Kisaran usia tersebut termasuk usia produktif didalam bekerja. Adapun tugas utama dibagian administrasi Trans Pakuan adalah mengatur kelancaran pekerjaan, seperti mengatur keuangan perusahaan (pendapatan dan verifikasi) dan mengatur bagian umum (rumah tangga dan kepegawaian), sedangkan tugas utama bagian operasional adalah mengatur bagian angkutan, pengembangan usaha, perencanaan perusahaan, serta hukum dan kehumasan, maupun mengatur kerja sama dengan mitra atau dinas terkait.
23 Gambar 6 Karakteristik responden berdasarkan usia
3. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden dibagi menjadi lima yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat), Sekolah Menengah Umum (SMU/sederajat), Diploma (D3), Strata Satu (S1), dan Strata Dua (S2). Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan tersaji pada Gambar 7. Secara keseluruhan, 65% dari 107 responden merupakan lulsan SMU, 23% lulusan SMP, 8% lulusan D3, 3% lulusan S1, dan 1% lulusan S2. Berdasarkan Gambar 7 tersebut dapat dilihat karakteristik reponden dari segi pendidikan di bagian lapangan (operasional) pendidikan SMP dan SMU lebih mendominasi. Berbeda dengan bagian manajemen (administrasi) pendidikan terendah SMU dan tertinggi S2. Hal ini dikarenakan, untuk bagian operasional lapangan khususnya pengemudi dan kondektur tidak terlalu memerlukan karyawan yang berpendidikan tinggi, namun lebih mementingkan kondisi fisik yang sehat dan prima. Persentase ini menunjukkan potensi yang dimiliki oleh PDJT Trans Pakuan sebagai salah satu Perusahaan Daerah yang terdapat di Kota Bogor memberikan ruang lingkup lapangan pekerjaan kepada masyarakat Bogor dengan tingkat pendidikan menengah kebawah. Namun, Peraturan Perusahaan untuk bagian manajerial mensyaratkan pendidikan minimum pada jabatan Direksi dan Badan Pengawas adalah tingkat universitas S1 dan S2.
24 Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Pengertian tersebut menggambarkan pendidikan bukan hanya mempersiapkan masa depan agar lebih cerah, melainkan untuk membantu setiap individu mengembangkan faktor psikisnya menuju kedewasaan. Latar belakang pendidikan yang dimiliki seseorang akan terasa kurang apabila tidak diimbangi dengan pengalaman kerja yang memadai. Durasi masa kerja yang lama akan membentuk pola kerja yang efektif, karena berbagai kendala yang muncul selama bekerja akan dapat dikendalikan melalui pengalamannya. Sehingga diharapkan karyawan yang berpengalaman akan dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
4. Masa Kerja Responden
Karakteristik responden berdasarkan masa kerja terhitung semenjak diterima sebagai karyawan Trans Pakuan tersaji pada Gambar 8. Berdasarkan gambar tersebut, rata-rata masa kerja responden dibagian administrasi terbesar pada masa kerja 21-40 bulan yaitu sebesar 54% dari 13 orang. Selanjutnya, karakteristik responden di bagian operasional nilai terbesar pada masa kerja rata-rata 0-21 bulan yaitu sebesar 59% dari 94 orang.
Secara keseluruhan masa kerja tertinggi yaitu pada 0-20 bulan dengan persentase sebesar 54% dari total 107 karyawan. Hal ini dikarenakan pada tahun 2011 terjadi perubahan kepemimpinan dan struktur organisasi pada Perusahaan Daerah Jasa Transportasi Trans Pakuan di Kota Bogor sehingga mengakibatkan pertambahan jumlah karyawan. Selain itu awalnya bus Trans Pakuan yang berjumlah 30 buah, hanya 17 buah bus yang dioperasikan karena terdapat beberapa jalur yang kurang produktif. Namun, pada tahun 2012 sampai sekarang semua bus Trans Pakuan tersebut sudah beroperasi dengan baik yaitu dengan menambah jalur alternatif menjadi empat: terminal Bubulak, Cidangiang, Bellanova dan Ciawi.
25
Analisis Bentuk Pelatihan SDM di Trans Pakuan
Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi sumberdaya manusia (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan karyawan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja. Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich (2008) sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja (produktivitas) karyawan dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Selanjutnya, Ivancevich mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan sebagai berikut : (1) pelatihan adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok karyawan dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi, (2) pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan, (3) pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan investasi sumberdaya manusia dalam bentuk peningkatan produktivitas kerja karyawan.
Pelatihan sumberdaya manusia yang pernah dilakukan di PD Jasa Transportasi Trans Pakuan di Kota Bogor terdiri dari beberapa pelatihan seperti yang tersaji pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, dapat dijelaskan bahwa pelatihan GIZ merupakan pelatihan yang diikuti oleh seluruh karyawan mulai dari bagian administrasi maupun bagian operasional. Demikian juga pelatihan HSQ, ESQ, dan outbond Trans Pakuan. Namun, pelatihan smart driving hanya diikuti oleh karyawan di bagian operasional khususnya pengemudi dan kondektur. Kemudian pelatihan LKPN dan pelatihan fact finally tour diikuti oleh karyawan yang berada di bagian administrasi saja.
Tabel 8 Karakteristik bentuk pelatihan yang pernah dilakukan di Trans Pakuan
No Bentuk Pelatihan Keterangan (tahun)
1 Pelatihan Management Training by GIZ
2012
2 Pelatihan Smart Driving 2007-2013
3 Pelatihan LKPN 2012
4 Pelatihan Outbond Trans Pakuan 2008
5 Pelatihan Fact Finally Tour 2009
6 Pelatihan ESQ 2011
7 Pelatihan HSQ 2007, 2008, 2009, 2013
26
dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional, dan 4) Pelatihan perkembangan dan inovatif, menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan.
Pelatihan Management Training oleh GIZ (Deutsche Geelleschalt Fur Internationale Zusammenarbeit) yaitu pelatihan yang dilakukan di Trans Pakuan yang merupakan salah satu konsultan Pemerintah Kota Bogor berasal dari Jerman. Berdasarkan pelatihan ini diharapkan akan bisa meningkatkan produktivitas kerja karyawan PDJT sehingga bisa memperkuat manajemen PDJT tersebut, serta adanya jalinan kerjasama melalui kerja kelompok baik administrasi maupun operasional. Berikut adalah sedikit hasil pelatihan GIZ oleh Dr. Edzard Ruehe pada tahun 2012 (PDJT, 2012).
Analisis SWOT (Kesempatan/Peluang):
Sebagai perusahaan daerah dapat memberikan input kepada pemerintah daerah, terkait regulasi yang dapat mendukung PDJT.
Lebih mudah memperoleh kepercayaan pihak ketiga (vendor, supplier).
Usaha jasa transportasi sesuai dengan perencanaan pemerintah kota (Pemkot) sehingga didukung oleh Pemkot.
Satu-satunya transportasi/bus resmi Kota Bogor.
PDJT dapat mengembangkan unit usaha lain, selama masih termasuk dalam bidang usaha transportasi.
Ketersediaan budget Pemkot sampai 30 M untuk peruntukan 10 tahun. Analisis Goal (tahun 2012-2020)
Jaringan 8 koridor terbangun dengan standar kualitas yang baik, didukung oleh ketersediaan pengumpan (feeder).
PDJT dijalankan dengan model bisnis yang lebih efektif dan profesional untuk meningkatkan kualitas layanan publik. Goal 2012-2020 hasil pelatihan GIZ tahun 2012 di Trans Pakuan tersaji pada Gambar 9.
27
Analisis SEM PLS Pelatihan dan Motivasi terhadap Produktivitas Kerja Karyawan
Semua data yang dikumpulkan menurut rancangan model penelitian yang disusun, maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan software SmartPLS versi 2.0 untuk mengetahui besar pengaruh antara peubah laten bebas dengan peubah laten tidak bebas. Variabel laten dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu pelatihan, motivasi, dan produktivitas kerja. Setiap variabel laten memiliki masing-masing variabel manifest (indikator) sesuai dengan yang dijabarkan pada operasionalisasi variabel sebelumnya. Kode angka pada indikator menunjukkan nomor pertanyaan kuesioner. Misalnya X1, yang berarti variabel X atau pelatihan pada pertanyaan kuesioner nomor 1). Indikator variabel pelatihan dilambangkan dengan X yaitu X1 sampai dengan X20, indikator untuk variabel produktivitas kerja karyawan dilambangkan dengan Y yaitu Y1 sampai dengan Y16, dan indikator motivasi dilambangkan dengan Y yaitu Y19 sampai dengan Y31. Selanjutnya, pada analisis SEM PLS dilakukan dua analisis model yaitu: analisis outer model dan analisis inner model.
Model pada penelitian ini selain mengidentifikasi pengaruh langsung motivasi terhadap produktivitas, juga dilakukan pengujian pengaruh tidak langsung pelatihan terhadap produktivitas melalui motivasi. Variabel motivasi di posisikan sebagai variabel yang memediasi pengaruh tidak langsung pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan. Model pengukuran (outer model) adalah model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Analisis data dengan menggunakan SmartPLS semula dilakukan terhadap model awal (Gambar 10).
28
Gambar 10 Model awal PLS (direct dan indirect effect)
29
Model Pengaruh Langsung Motivasi terhadap Produktivitas dan Pengaruh Tidak Langsung Pelatihan terhadap Produktivitas melalui Motivasi
Pada model ini, dilakukan identifikasi pengaruh langsung dan tidak langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan total jumlah sampel 107. Metode analisis yang digunakan bertujuan untuk mengetahui bentuk dan besarnya pengaruh motivasi dan produktivitas kerja karyawan secara langsung dan pengaruh pelatihan terhadap produktivitas melalui motivasi secara tidak langsung. Hasil output PLS dan bootstrapping dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2.
Analisis Model Pengukuran (Outer Model)
Indikator pelatihan dan motivasi semuanya sejalan dalam mendukung produktivitas kerja karyawan. Indikator ini ditandai dengan nilai koefisiennya yang bernilai positif. Pada tahap awal, indikator bernilai paling kecil dihilangkan dari model diantara indikator-indikator lainnya dalam variabel pelatihan dan motivasi sampai semua indikator dari ketiga variabel memiliki nilai loading factor lebih dari 0,7. Dikarenakan semua indikator dalam model berbentuk reflektif, maka analisis outer model termasuk pada model reflektif. Pengujian mode reflektif terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan 5 kriteria yaitu: Loading Factor, Composite Reability, Average Variance Extracted (AVE), akar kuadrat AVE, dan Cross Loading (Ghozali, 2008). Nilai outer model reflektif penelitian ini telah memenuhi nilai standar yang ada, baik dalam kriteria reabilitas maupun validitas (Tabel 9).
Tabel 9 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai mode reflektif
No Kriteria Penjelasan Standar Hasil Penilaian
1 Loading
diatas 0,7 Semua indikator memiliki loading
factor≥ 0,7
30
Variabel pelatihan dalam penelitian ini dibagi menjadi 6 sub variabel yaitu: materi pelatihan, metode pelatihan, instruktur pelatihan, sarana dan prasarana pelatihan, peserta pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Setelah proses penghapusan pada model selesai, maka diperoleh model akhir seperti yang tersaji pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 11 tersebut menunjukkan bahwa variabel laten pelatihan dicerminkan oleh 5 indikator, yaitu: materi pelatihan (sasaran pelatihan yang tertulis dalam materi pelatihan memperkuat pembelajaran), metode pelatihan (metode penyampaian pelatihan membantu dalam mempelajari materi), instruktur pelatihan (pemberian kesempatan kepada karyawan untuk mengajukan pendapat), peserta pelatihan (memiliki peluang untuk mempraktekkan keterampilan), dan efektivitas pelatihan (hasil evaluasi menunjukkan karyawan lebih terampil dalam bekerja). Disamping itu, sub variabel sarana pelatihan tidak mencerminkan keberhasilan pelatihan di Trans Pakuan Kota Bogor dikarenakan sarana seperti perlengkapan dan fasilitas pelatihan yang mendukung pembejalaran belum terpenuhi dengan baik.
Gambar 11 Model akhir PLS (direct dan indirect effect) Keterangan:
- Pelatihan: materi pelatihan (X2), metode pelatihan (X5), instruktur pelatihan (X9), peserta pelatihan (X17), efektivitas pelatihan (X18).
- Motivasi: a) Faktor motivator: Y17 (pekerjaan yang berguna untuk masyarakat), Y20 (kesempangan untuk berkembang), b) Faktor Hygiene: Y22 (hubungan sesama rekan kerja baik dan harmonis), Y25 (mampu menyesuaikan diri), dan Y31 (pemberian pelatihan oleh atasan).
31 diberikan oleh atasan), Y12 (kemampuan bekerja sama dengan orang lain), Y14 (bersedia memberikan pelayanan kepada semua), dan Y16 (mengutamakan kepentingan tugas).
Hal ini berarti bahwa berdasarkan persepsi responden, kemampuan keberhasilan pelatihan di Trans Pakuan yang baik adalah ketika setidaknya kelima sub variabel indikator utama reflektif tersebut (materi, metode, instruktur, peserta, dan efektivitas) dapat terlaksana dengan optimal. Indikator peserta pelatihan (memiliki peluang untuk mempraktekkan keterampilan) merefleksikan interelasi terbesar dalam menggambarkan keberhasilan pelatihan dengan nilai loading factor 0,808. Hasil tersebut menggambarkan bahwa keberadaan peserta pelatihan dalam hal ini adalah memiliki cukup banyak peluang untuk mempraktekkan keterampilan yang diajarkan selama pelatihan merupakan indikator yang paling dominan dalam mencerminkan keberhasilan pelatihan di Perusahaan Daerah Jasa Transportasi Trans Pakuan. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan baik di perusahaan maupun di luar perusahaan. Para peserta pelatihan dikumpulkan pada suatu tempat yang dibantu oleh instruktur pelatihan baik istruktur dari atasan langsung maupun instruktur dari luar perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menciptakan knowledge sharing diantara karyawan yang nantinya akan berpengaruh pada pencapaian produktivitas kerja karyawan Trans Pakuan di Kota Bogor.
Variabel laten motivasi dibagi menjadi 2 sub variabel yaitu: faktor motivator (prestasi, pengakuan/penghargaan, bekerja penuh, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan/pertumbuhan) dan faktor hygiene (penyeliaan, kebijakan perusahaan, kondisi kerja, gaji/upah, hubungan sejawat dan kemanan kerja). Variabel laten motivasi dicerminkan oleh lima indikator yaitu: a) Faktor motivator: pekerjaan yang berguna untuk masyarakat dan kesempangan untuk berkembang, b) Faktor hygiene: hubungan sesama rekan kerja baik dan harmonis, mampu menyesuaikan diri, dan pemberian pelatihan oleh atasan, merupakan faktor dominan dalam rangka mencerminkan termotivasinya karyawan Trans Pakuan dalam bekerja di perusahaan tersebut. Namun, dari semua indikator motivasi tersebut, terdapat satu indikator yang paling dominan dari indikator motivasi lainnya yaitu indikator faktor hygiene (hubungan sejawat): hubungan sesama rekan kerja baik dan harmonis dengan nilai loading factor 0,797. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan kerja yang baik dan harmonis diatara sesama karyawan membuat karyawan di PDJT Trans Pakuan memiliki motivasi untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut. Menurut Hasibuan (2003) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.