PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK
USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN
TESIS
OLEH
NOVITA SARI
NIM: 127009023/LNGFAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK
USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
NOVITA SARI
NIM: 127009023/LNGFAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN
Nama Mahasiswa : Novita Sari Nomor Pokok : 127009023 Program Studi : Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Mulyadi, M.Hum
Ketua Anggota
Dr. Deliana, M.Hum
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. T. Silvana, M.A.,Ph.D.) (Dr.Syahron Lubis, M.A.)
Telah diuji pada
Tanggal : 29 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
SURAT PERNYATAAN Judul Tesis
PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan
ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan
hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Agustus 2014
Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini membahas pemerolehan leksikon anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690 Medan. Urgensi dalam penelitian ini meliputi leksikon anak usia 7 tahun, kelas kata, dan relasi semantis. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia7 tahun, (2) mengidentifikasi kelas kata yang dikuasai, dan (3) mendeskripsikan relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang diperoleh. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen gambar seri. Data dianalisis dengan menerapkan metode padan dan metode agih, kemudian keabsahan data diuji dengan menggunakan teknik triangulasi. Penelitian ini menggunakan teori pemerolehan bahasa, konsep kelas kata, dan teori semantik struktural sebagai alat analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leksikon anak usia 7 tahun meliputi dua belas ranah leksikon yaitu nama orang, hewan, kendaraan, anggota tubuh, pakaian, mainan, perabotan, perlengkapan rumah tangga, makanan/minuman, sifat dan keadaan, kegiatan, dan teknologi informasi. Selanjutnya, kelas kata leksikonnya mencakup verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, interjeksi, dan pertindihan kelas. Relasi semantis yang terbentuk pada leksikon anak usia 7 tahun meliputi sinonim, antonim, hiponim, meronim, homonim, dan polisemi.
ABSTRACT
This research analyzed the acquisition of lexicon by children of 7 years old at SD Negeri 067690 medan. The urgent research includes the lexicon by children 7 years old, class word and semantic relation. The aims of research are (1) to descript the acquisition of lexicon by children of 7 years old, (2) to identify class word which is got, (3) to descript semantic relation which is formed between words. The data obtained by using the observation and interview methods which is conducted through the field research. The data is analyzed by using the identity method and distributional method.Then, the appropriateness method of the word with the triangulation technique. This research uses the language acquisition theory, class word concept, and semantic structural theory as analysis tool. The finding show that the lexicon by children of 7 years old include eleven lexicon, they are people, animal, transportation, part of body, clothes, toys, furniture, household items, food and drink, properties and states, and activities. Then, class word in lexicon by children of 7 years old include verb, adjective, noun, pronoun, number, adverb, interogative, demonstrative, article, preposition, conjunction, fatis category, intejection, overlapping class, and semantic relation which formed in lexicon by children of 7 years old are synonymy, antonymy, hyponymy, meronymy, homonymy, and polysemy.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “Pemerolehan Leksikon Anak-Anak
Usia 7 Tahun di SD Negeri 067690 Medan” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan
terima kasih, penghargaan dan penghormatan kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Syahril Pasaribu, DTM&H,
MSc (CTM), Sp.A (K), atas berbagai fasilitas pendidikan;
2. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., dan Sekretaris
Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, Dr. Nurlela, M.Hum, yang selalu memberikan nasihat, masukan
dan motivasi kepada penulis.
3. Bapak Dr. Eddy Mulyadi, M.Hum. (Pembimbing I), yang telah
memberikan masukan yang sangat berharga. Selama bimbingan beliau
selalu menyempatkan diri dan meluangkan waktu khusus untuk
memberikan ilmu dan arahan, serta tidak pernah bosan memotivasi
penulis dengan penuh kesabaran sehingga tesis ini dapat ditulis dengan
harapan dan ketentuan akademik;
4. Ibu Dr. Deliana, M.Hum (Pembimbing II), yang membimbing dengan
penuh kesabaran dan memberi saran-saran kepada penulis dalam
5. Tim Penguji, Dr. Dwi Widayati, M.Hum., Dr. Mahriyuni, M.Hum.,
dan Dr. Nurlela, M.Hum., atas berbagai saran, koreksi, sanggahan, dan
kritik yang konstruktif;
6. Staf administrasi Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara atas pelayanan akademik yang baik;
7. Kepala Sekolah SD Negeri 067690 Medan Johor, Ibu Hj. Deli
Kesuma, S.Pd, atas perizinan tempat penelitian;
8. Guru-guru dan siswa/siswi SD Negeri 067690 Medan yang telah ikut
memberikan dukungan dan doa kepada penulis;
9. Kedua orang tua penulis yang semasa hidupnya selalu mencurahkan
kasih sayang yang tulus dan memberikan nasihat dan doa kepada
penulis;
10.Kedua mertua penulis, H.Kasim dan Hj. Radiah yang senantiasa
mendukung karir penulis;
11.Suami tercinta, Imanda, yang sangat sabar mendampingi penulis dalam
perjalanan menyelesaikan tesis ini dan tidak pernah bosan untuk
memberi semangat, dukungan, dan motivasi kepada penulis untuk
segera menyelesaikan tesis ini;
12.Teman-teman kuliah pada Program Studi Magister Linguistik USU,
terkhusus Bu del, Inun, rahma, Nanda, Rendra, dan Ilham yang selama
ini menjalani kebersamaan dan persahabatan demi menggapai cita-cita
dan berjuang meraih mimpi bersama-sama;
Tesis ini belum sempurna. Segala kesalahan dan kekurangan dalam tesis
ini menjadi tanggung jawab penulis. Semoga tesis ini dapat memberikan
konstribusi terhadap kajian pemerolehan bahasa dan semantik leksikal, khususnya
pada bahasa-bahasa di Sumatera Utara.
Medan, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
2.1Teori-Teori yang Relevan…………...………..…... 9
2.1.1 Teori Pemerolehan Bahasa... 9
2.1.2 Kelas Kata... 12
2.1.3 Teori Semantik Struktural...……... 17
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 21
2.3 Kerangka Kerja Teoretis... 26
BAB III METODE PENELITIAN………... 29
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..………... 29
3.2 Pendekatan dan Metode yang Digunakan………... 30
3.3 Data dan Sumber Data…...……... 31
3.4 Prosedur Pengumpulan Data...………... 30
3.5Analisis Data ... 33
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN………... 38
4.1 Pengantar...………...…………... 38
4.2Paparan Data ... 38
4.3Temuan Penelitian ... 56
BAB V PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN ...………... 57
5.1 Pengantar ...………... 57
5.2 Pemerolehan Leksikon... 57
5.2.1 Leksikon Nama Orang .………... 57
5.2.2 Leksikon Hewan ... 58
5.2.3 Leksikon Kendaraan ... 59
5.2.4 Leksikon Anggota Tubuh ... 60
5.2.5 Leksikon Pakaian ... 61
5.2.6 Leksikon Mainan ... 62
5.2.7 Leksikon Perabotan ... 64
5.2.8 Leksikon Perlengkapan Rumah Tangga ... 65
5.2.9 Leksikon Makanan/Minuman ... 66
5.2.10 Leksikon Sifat dan Keadaan ... 67
5.2.11 Leksikon Kegiatan ... 69
5.3 Kelas Kata ...………... 70
5.4 Relasi Semantis ... 79
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...………... 85
5.1 Simpulan ………... 85
5.2 Saran ... 86
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
4.1 Cerita gajah dan semut 39
4.2 Cerita bermain bola 40
4.3 Cerita membantu ibu 41
4.4 Cerita kegiatan sehari-hari 42 4.5 Cerita menonton pacuan kuda 43
4.6 Kelompok leksikon 44
4.7 Kelas kata 48
4.8 Sinonim 51
4.9 Antonim 52
4.10 Hiponim 53
4.14 Homonim 55
5.1 Leksikon nama orang 59
5.2 Leksikon hewan 59
5.3 Leksikon kendaraan 60
5.4 Leksikon anggota tubuh 61
5.5 Leksikon pakaian 62
5.6 Leksikon mainan 63
5.7 Leksikon perabotan 65
5.8 Leksikon perlengkapan rumah tangga 66 5.9 Leksikon makanan/minuman 67 5.10 Leksikon sifat dan keadaan 68
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Meronim ‘rumah’ 21
2.2 Kerangka kerja teoretis 29
4.11 Meronim ‘kepala’ 54
4.12 Meronim ‘rumah’ 54
4.13 Meronim ‘ sekolah’ 54
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Halaman LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian 91
LAMPIRAN 2 Data Penelitian 94
Data Asli 108
LAMPIRAN 3 Data Wawancara 118
LAMPIRAN 4 Data Leksikon 121
LAMPIRAN 5 Data Kelas Kata 124
ABSTRAK
Penelitian ini membahas pemerolehan leksikon anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690 Medan. Urgensi dalam penelitian ini meliputi leksikon anak usia 7 tahun, kelas kata, dan relasi semantis. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia7 tahun, (2) mengidentifikasi kelas kata yang dikuasai, dan (3) mendeskripsikan relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang diperoleh. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen gambar seri. Data dianalisis dengan menerapkan metode padan dan metode agih, kemudian keabsahan data diuji dengan menggunakan teknik triangulasi. Penelitian ini menggunakan teori pemerolehan bahasa, konsep kelas kata, dan teori semantik struktural sebagai alat analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leksikon anak usia 7 tahun meliputi dua belas ranah leksikon yaitu nama orang, hewan, kendaraan, anggota tubuh, pakaian, mainan, perabotan, perlengkapan rumah tangga, makanan/minuman, sifat dan keadaan, kegiatan, dan teknologi informasi. Selanjutnya, kelas kata leksikonnya mencakup verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, interjeksi, dan pertindihan kelas. Relasi semantis yang terbentuk pada leksikon anak usia 7 tahun meliputi sinonim, antonim, hiponim, meronim, homonim, dan polisemi.
ABSTRACT
This research analyzed the acquisition of lexicon by children of 7 years old at SD Negeri 067690 medan. The urgent research includes the lexicon by children 7 years old, class word and semantic relation. The aims of research are (1) to descript the acquisition of lexicon by children of 7 years old, (2) to identify class word which is got, (3) to descript semantic relation which is formed between words. The data obtained by using the observation and interview methods which is conducted through the field research. The data is analyzed by using the identity method and distributional method.Then, the appropriateness method of the word with the triangulation technique. This research uses the language acquisition theory, class word concept, and semantic structural theory as analysis tool. The finding show that the lexicon by children of 7 years old include eleven lexicon, they are people, animal, transportation, part of body, clothes, toys, furniture, household items, food and drink, properties and states, and activities. Then, class word in lexicon by children of 7 years old include verb, adjective, noun, pronoun, number, adverb, interogative, demonstrative, article, preposition, conjunction, fatis category, intejection, overlapping class, and semantic relation which formed in lexicon by children of 7 years old are synonymy, antonymy, hyponymy, meronymy, homonymy, and polysemy.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa
seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang
satu dengan yang lainnya untuk membentuk sebuah kalimat. Anak-anak yang
memiliki leksikon yang luas dapat menyusun kalimat dengan mudah karena
leksikon yang digunakan oleh anak mewakili ekspresi mereka dalam berbahasa.
Dalam pemerolehan bahasa, hal yang pertama kali diperoleh oleh
anak-anak adalah kata (Clark,1993:1). Dengan leksikon seorang anak-anak dapat
menyampaikan keinginan mereka, misalnya ingin membeli mainan, ingin makan
sesuatu, dan lain-lain. Leksikon yang dimiliki oleh anak-anak dapat diwujudkan
dalam kalimat yang sederhana, yang terdapat kesesuaian antara subjek dan
predikat. Misalnya pada kalimat, aku makan roti, aku merupakan subjek, makan
adalah predikat, dan roti adalah objek. Jadi, tanpa kata tidak ada struktur bunyi,
struktur kata, dan struktur sintaktis.
Penguasaan leksikon dapat memengaruhi keterampilan berbahasa anak.
Keterampilan berbahasa anak meningkat apabila kuantitas dan kualitas
kosakatanya meningkat (Tarigan, 1993: 14). Hal ini mengindikasikan bahwa
semakin banyak leksikon yang dimiliki oleh anak, makin baik pula bahasa yang
disampaikannya. Anak akan mudah menyampaikan maksud dan tujuan dengan
leksikon yang telah dimilikinya dan orang lain juga mudah memahami maksud
Salah satu upaya untuk mempercepat penguasaan leksikon anak adalah
melalui membaca. Rimm (dalam Pelenkahu, 2009:188) menyatakan bahwa
membacakan buku untuk anak sangat berguna saat anak mulai dapat memusatkan
perhatian untuk jangka waktu yang pendek (sebagian anak mulai bisa melakukan
kegiatan ini pada usia enam bulan). Melalui buku anak dapat melakukan gerakan
sederhana seperti bertepuk tangan atau menepuk-nepuk untuk menunjukkan
perasaan senang. Mereka juga senang dengan kalimat-kalimat yang dibacakan
atau mengisi kata-kata yang hilang atau mengoreksi jika secara sengaja
melewatkan satu kata dalam membaca.
Penelitian ini membahas pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun. Ada
empat alasan mengapa topik ini dipilih. Pertama, ada silang pendapat di antara
para ahli dalam kajian tentang pemerolehan leksikon, khususnya dalam penentuan
jumlah kosakata anak usia 7 tahun. Misalnya, Fry dan Cutterden (dalam Raja,
2008:234) menyatakan bahwa kosakata aktif anak berjumlah 4.000 pada usia 7
tahun. Raja (2008:234) mengungkapkan bahwa kosakata aktif anak pada usia 7
tahun adalah 7.760 dan 10.908 kata. Sementara itu, Clark (1993: 13)
memprediksikan bahwa usia 7 tahun anak memperoleh 17.000 kata.
Alasan kedua adalah adanya pendapat ahli yang berbeda mengenai kelas
kata yang dikuasai lebih awal oleh anak. Bloom (dalam Dardjowidjodjo, 2000:
37) mengatakan bahwa kata fungsi lebih banyak digunakan oleh anak daripada
nomina. Begitu juga, Tardif (dalam Dardjowidjodjo, 2005: 259) menyatakan
bahwa verba dikuasai lebih awal dan lebih banyak daripada nomina. Pada kasus
daripada verba. Hal ini terjadi karena Echa bergantung pada masukan yang
diterimanya. Dalam penelitian ini diungkapkan kelas kata yang dikuasai anak usia
7 tahun di SD Negeri 067690 Medan.
Alasan ketiga adalah bahwa anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690
Medan berasal dari berbagai suku, misalnya Jawa, Toba, Mandailing, Melayu,
Karo dan Aceh. Keheterogenan suku anak di SD ini tampaknya memengaruhi
leksikon yang diperoleh, contohnya, bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa
Jawa, seperti yang terdapat dalam kalimat Aku gak jadi ding. Contoh lain terdapat
pada ujaran anak yang bersuku Karo, Siapa nama kam?, akibatnya, leksikon yang
diperoleh anak memiliki perbedaan antara satu anak dan anak lainnya.
Kenyataan ini didukung oleh Dardjowidjojo (2000: 34), yang menyatakan
bahwa pemerolehan leksikon dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya
adalah budaya, latar belakang keluarga, taraf hidup, tingkat pendidikan, dan lokasi
(desa atau kota besar). Anak-anak yang tinggal di desa akan memiliki kosakata
yang berbeda dengan anak-anak yang tinggal di kota. Demikian pula anak-anak
yang berasal dari keluarga yang kaya berbeda leksikonnya dengan anak-anak yang
berasal dari keluarga yang miskin.
Alasan keempat ialah bahwa leksikon adalah pusat dalam pemerolehan
bahasa (Clark, 1993:1). Dalam berbahasa diperlukan leksikon. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam merangkai sebuah ide atau gagasan, anak juga
memerlukan kata agar ide dan gagasan dapat disampaikan dengan baik. Kajian
mengenai pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun merupakan dasar untuk
merupakan bentuk yang sederhana bagi anak untuk diingat, dalam kenyataannya
leksikon juga mudah dilupakan oleh anak karena tidak selalu digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebenarnya, anak-anak tidak benar-benar lupa mengenai
leksikon yang ingin diucapkan melainkan karena adanya gejala lain dalam wicara
yang berkaitan dengan ingatan (lihat Dardjowidjodjo, 2005: 153).
Pemilihan anak usia 7 tahun sebagai subjek penelitian ialah karena secara
teoretis anak usia 7 tahun berbahasa sudah seperti orang dewasa. Namun, mereka
masih kesulitan dalam menceritakan kegiatan harian mereka secara berurutan.
Dalam hal ini pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun diteliti melalui cerita
gambar seri yang mereka ungkapkan dalam bahasa mereka sendiri.
Penelitian ini membahas kelas kata dan relasi semantis. Dalam penelitian
ini diidentifikasi kelas kata yang digunakan anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri
067690. Dalam pengamatan awal diperoleh data yang berupa hasil cerita
berdasarkan gambar seri yang diberikan kepada anak. Berikut contoh teks yang
dikutip dari dua responden.
(1) Buaya dan kancil di sungai. Kancil meminum air sungai. Buaya berenang dan melihat kancil. Tiba-tiba buaya memakan kaki kancil karena buaya lapar. Itu bukan kakiku itu kayu kata kancil. Buaya kemudian melepaskan kaki kancil. Kancil berkata terima kasih buaya dan kancil pergi ke hutan meninggalkan buaya.
(2) Kancil meminum air sungai. Tiba-tiba seekor buaya datang ia menggigit kaki si kancil. Kata si kancil itu bukan kakiku itu kayu. Buaya melepaskan kaki kancil. Terima kasih buaya kata si kancil kemudian si kancil berjalan meninggalkan buaya.
Dari dua teks tersebut tampak bahwa anak sudah memiliki leksikon
hewan, anggota tubuh, kegiatan dan lain-lain. Kelas kata yang terdapat dalam teks
verba meminum, melihat, menggigit, meninggalkan, dan melepaskan, dan
konjungsi dan, karena, dan kemudian. Berdasarkan teks, kelas kata yang tampak
adalah nomina, verba, dan konjungsi. Hal ini menjadi bagian dalam penelitian
yang dilakukan untuk menemukan kelas kata yang diperoleh anak usia 7 tahun.
Dalam kaitan dengan relasi semantis, anak usia 7 tahun sudah dapat
menyebutkan beberapa jenis hewan yaitu gajah, kelinci, buaya, dan sapi. Jika
dilihat relasi pada leksikon hewan akan diketahui bahwa terdapat bentuk relasi
hiponim dalam leksikon hewan tersebut. Jenis hewan yang disebutkan anak
merupakan kata khusus dari hewan. Artinya, bahwa leksikon anak usia 7 tahun
sudah membentuk relasi semantis hiponim.
1.2Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji difokuskan pada pemerolehan leksikon pada anak
usia 7 tahun. Adapun masalahnya dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemerolehan leksikon anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri
067690?
2. Kelas kata apa sajakah yang dikuasai anak usia 7 tahun di SD Negeri
067690?
3. Bagaimanakah relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan
penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun di SD Negeri
067690.
2. Mengidentifikasi kelas kata yang dikuasai anak usia 7 tahun di SD Negeri
067690.
3. Mendeskripsikan relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang
diperoleh anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik pada tataran teoretis
maupun pada tataran praktis di bidang pemerolehan bahasa khususnya
pemerolehan leksikon.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dalam penelitian ini antara lain:
1. Menjadi salah satu model acuan yang dapat diandalkan untuk penelitian
tentang pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan leksikon.
2. Memperkaya kajian tentang pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan
leksikon anak.
3. Menjadi bahan acuan bagi para peneliti yang berfokus pada kajian
1.4.2 Manfaat Praktis
Pada tataran praktis, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai berikut:
1. Menjadi bahan pengajaran pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan
leksikon anak usia 7 tahun.
2. Sumber informasi dan rujukan bagi penelitian lanjutan dan bahan
perbandingan untuk melakukan kajian lanjut.
3. Masukan pemikiran kepada semua pihak yang terkait dalam perkembangan
bahasa anak.
1.5Definisi Istilah 1. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang berlangsung
dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya yang dilakukan secara
natural (lihat Dardjowidjodjo, 2005: 225; Chaer, 2003: 167; bdk. Tarigan 1986:
243; O’grady 1989:270; Goodluck 1992: 1).
2. Pemerolehan Leksikon
Pemerolehan leksikon adalah proses bagaimana anak mengidentifikasi
kata-kata dari bahasa mereka, mengisolasi (memisahkan) bentuk kata, dan
mengidentifikasi calon makna (Clark, 1997:14).
3. Leksikon
Leksikon adalah daftar kata dan makna yang dimuat dalam kamus (Saeed,
4. Leksem
Leksem adalah sejumlah daftar kata yang ada dalam kamus (Saeed,
2000:55).
5. Relasi Semantis
Relasi semantis adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau
satuan bahasa dengan kata atau
6. Kelas Kata
hubungan struktural di antara kata-kata (Geeraerts,
2010:52). Relasi semantis itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan
makna, dan ketercakupan makna. Dalam hal ini relasi semantis dapat dilihat dari
bentuk relasi leksikal seperti sinonim, antonim, hiponim, dan lain-lain.
Kelas kata adalah pengkategorian kata yang memposisikan suatu kata pada
tempat tertentu seperti nomina, ajektiva, verba, dan lain-lain (Kridalaksana, 1994:
33).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan
2.1.1 Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan
oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (Dardjowidjodjo,
2005: 225). Goodluck (1991: 1) menambahkan bahwa kajian mengenai
pemerolehan bahasa adalah bagaimana dan kapan anak-anak mendapatkan
pengertian linguistik.
Pandangan Chomsky mengenai pemerolehan bahasa (Haegemen, 1992:15)
adalah bahwa anak dibekali Language Acquisition Device (LAD) sejak lahir.
LAD yaitu perangkat lunak pemerolehan bahasa yang merupakan pemberian
biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci suatu tata bahasa universal.
Tata bahasa universal merupakan dasar pemerolehan bahasa. Proses pemerolehan
digerakkan oleh pengetahuan pada pengalaman linguistik anak (Haegemen,
1992:15). Pengetahuan juga akan memungkinkan anak untuk mempelajari
kosakata suatu bahasa, dalam hal ini adalah leksikon.
Seorang anak mengungkapkan sesuatu dengan sebuah bahasa, yaitu
leksikon yang telah mereka rekam dalam memori dan suatu waktu mereka
mengungkapkan suatu benda dengan leksikon yang telah disimpan dalam memori
sehingga kata yang digunakan untuk menyatakan suatu benda tersebut tepat.
Masalah utama pada anak-anak dalam pemerolehan leksikon adalah
pemetaan makna ke dalam bentuk kata. Artinya, mereka harus mengidentifikasi
ke dalam bentuk yang relevan. Dalam melakukan hal ini, mereka menggambarkan
kategori konsep dalam mengidentifikasi makna. Pada waktu yang sama, mereka
menggambarkan masukan bahasa yang ditujukan kepada mereka pada bentuk
yang sama dan juga petunjuk terhadap makna bentuk kata tersebut (Clark,1993:
14).
Kata-kata merupakan unit semantis terkecil yang dapat berubah dalam
sebuah ujaran yang dapat berubah untuk membentuk persesuaian yang baru
dengan makna yang berbeda. Bandingkan The man chased the dog dengan he dog
chased the man. Perubahan ini berbeda dengan keadaan morfem dalam kata-kata
tersebut. Morfem lain diatur, seperti dalam kata chased berlawanan dengan kata
tanpa ‘ed-chase’ atau calmly berlawanan dengan ‘ly-calm’. Kategori bentuk
gramatikal menyarankan dua atau lebih kata-kata yang memiliki bentuk sama.
Bandingkan kata kerja open dalam Rod opened the door atau The door opened
dengan kata kerja open dalam The open window atau The door is standing open.
Kadang-kadang dalam pembentukan gramatikal yang sama, kata mungkin
memiliki perbedaan makna yaitu satu kata menduduki lebih dari satu makna yang
berbeda, misalnya bank dalam He fished from the river bank dengan The bank is a
good example of art deco.
Penentuan awal mula pemerolehan leksikon anak berlandaskan pandangan
Dromi (dalam Dardjowidjodjo, 2005:258) yang mengatakan bahwa suatu bentuk
dapat dianggap telah dikuasai anak jika bentuk itu memiliki kemiripan fonetik
dengan bentuk kata orang dewasa dan korelasi yang ajeg antara bentuk dan
Dardjowidjojo (2000:36) mengatakan bahwa gambaran mengenai jumlah
kosakata yang diperoleh anak tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Menurutnya
siapa yang mencari angka bahkan hanya mendekati kemutlakan tidak akan dapat
memperolehnya.
Berdasarkan hasil penelitian Clark (1993: 31) terhadap seorang anak yang
bernama Damon, ditemukan 12 item leksikon yang dikuasainya. Di antaranya
adalah:
1. People: 18 istilah (termasuk nama orang)
Misalnya: baby, man, mummy, boy, girl, people
2. Animal : 25 istilah
Misalnya : cat, dog, rabbit, duck, mouse, zebra, animal.
3. Vehicles : 18 istilah
Misalnya : car, truck, train, bike, sled, fire-truck.
4. Body parts : 14 istilah
Misalnya : nose, toe, eye, head, finger, hand, knee.
5. Clothing : 14 istilah
Misalnya : diaper, sock, jacket, shirt, button.
6. Toys : 35 istilah
Misalnya : block, ball, clown, doll, bus, slinky, toy
7. Furniture : 12 istilah
Misalnya : chair, cushion, table, rug, bed, bath.
8. Household items and utensils : 39 istilah
9. Food : 31 istilah
Misalnya : milk, juice, cheese, nut, egg, carrot, food, cereal.
10.Properties and states: 24 istilah
Misalnya : hot, big, stuck, wet, tight, shut, sleepy.
11.Activities : 74 istilah
Misalnya : get, put, go, do, up, out, fall, jump, drive.
2.1.2 Kelas Kata
Kelas kata adalah perangkat kata yang sedikit banyak berperilaku sintaksis
sama. Dalam menentukan kelas kata dalam bahasa Indonesia perilaku sintaksis
tersebut dijadikan ciri dasar (Kridalaksana, 1994: 44). Sumber yang digunakan
untuk menjelaskan kelas kata adalah pendapat Kridalaksana (1994: 51-120).
Berikut adalah kelompok dalam kelas kata:
1.Verba
Berdasarkan bentuk kata (morfologis), verba dapat dibedakan atas: (1)
verba dasar (tanpa afiks), misalnya: makan, pergi, minum, duduk, dan tidur; (2)
verba turunan, a) verba dasar + afiks (wajib) menduduki, mempelajari, menyanyi;
b) verba dasar + afiks (tidak wajib) (mem)baca, (men)dengar, (men)cuci; c) verba
dasar (terikat afiks) + afiks (wajib) bertemu, bersua, mengungsi; d) reduplikasi
atau bentuk ulang berjalan-jalan, minum-minum, mengais-ngais; e) majemuk cuci
mata, naik haji, belai kasih.
2. Adjektiva
Dari bentuknya ajektiva dapat dibedakan atas: (1) Ajektiva dasar, misalnya
elok-elok, gagah-gagah, kesepian, kesakitan, kemerah-merahan, abadi, duniawi,
hewani, alami, melimpah, terbuka, terkejut, atas, bawah, depan, belakang,
bertambah, berkurang, berkecukupan, menyeluruh.
3. Nomina
Nomina ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak,
tetapi dapat dinegatifkan dengan kata bukan, misalnya: tidak kekasih seharusnya
bukan kekasih. Berikut adalah contoh nomina: rumah, orang, burung, keuangan,
perpaduan, tetamu, rumah-rumah, batu-batuan, kesinambungan, pengembangan,
kebersamaan, ketinggian, kesatuan, kelebihan, jatuhnya.
4. Pronomina
Pronomina berfungsi untuk menggantikan nomina dan yang digantikannya
disebut anteseden.
1. Pronomina intratekstual, menggantikan nomina yang ada dalam
wacana. Misalnya : Kitti nama kucing saya. Bulunya sangat halus
2. Pronomina ekstratekstual, menggantikan nomina diluar wacana.
Misalnya: Aku yang menggantinya
3. Pronomina takrif, misalnya: saya, aku, kami, kita, dia, mereka
4. Pronomina tak takrif, misalnya: seseorang, sesuatu, siapa, dll.
5. Numeralia
Numeralia dapat dikategorisasikan dalam numeralia takrif dan taktakrif.
Numeralia takrif tergolong atas: (1) numeralia utama dalam bilangan penuh,
kolektif. Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah taktentu.
Misalnya: suatu, beberapa, pelbagai, semua, dan lain-lain.
6. Adverbia
Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia,
atau preposisi dalam konstruksi sintaksis. Misalnya, dalam kalimat Ia sudah
pergi, kata sudah adalah adverbia, bukan karena mendampingi verba pergi, tetapi
karena mempunyai potensi untuk mendampingi ajektiva. Adverbia tidak boleh
dikacaukan dengan keterangan karena adverbia merupakan konsep kategori,
sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Adverbia dapat ditemui dalam
bentuk dasar dan bentuk turunan. Bentuk turunan itu terwujud melalui afiksasi,
reduplikasi, gabungan proses dan gabungan morfem.
7. Interogativa
Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi
menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan
apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang
dikukuhkan itu disebut anteseden. Anteseden tersebut berada di luar wacana dan
karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.
Ada interogativa dasar, seperti apa, bila, kapan, mana. Ada interogativa
turunan, seperti apabila, apakah, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa.
Ada pula interogativa terikat seperti kah dan tah.
8. Demonstrativa
Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu
dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar, seperti itu dan ini, (2)
demonstrativa turunan, seperti berikut, sekian, (3) demonstrativa gabungan seperti
di sini, di sana, ini itu, di sana-sini.
9. Artikula
Artikula merupakan sebuah partikel, sehingga dapat berafiksasi. Dalam
bahasa Indonesia artikula merupakan kategori yang mendampingi (1) nomina
dasar; misalnya, si kancil, sang dewa, para pelajar, (2) nomina deverbal;
misalnya, si terdakwa, si tertuduh, (3) pronomina misalnya, si dia, dan (4) verba
pasif misalnya, kaum tertindas, si tertindas.
10. Preposisi
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain, terutama
nomina sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada tiga jenis preposisi
yaitu: (1) preposisi dasar, yaitu preposisi yang tidak dapat mengalami proses
morfologis, (2) preposisi turunan, dan (3) preposisi yang berasal dari kategori lain,
misalnya pada, tanpa dan sebagainya.
11. Konjungsi
Konjungsi merupakan kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan
yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain
atau lebih dalam konstruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran
yang setataran maupun yang tidak setataran.
12. Kategori Fatis
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan,
biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan, yaitu
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara.
Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam
lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, kebanyakan kategori fatis
terdapat dalam kalimat-kalimat nonstandar yang banyak mengandung unsur-unsur
daerah atau dialek regional.
Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya kok kamu pergi
juga; ada yang di tengah kalimat, misalnya bukan dia, kok, yang mengambil buku
itu!; dan ada juga yang diakhir kalimat, misalnya saya hanya lihat saja, kok!
Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh,atau
selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya lah, atau pun.
13. Interjeksi
Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan
pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam
ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai
teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.
Interjeksi dapat ditemui dalam bentuk dasar, seperti aduh, aduhai, amboi,
wah, ayo, bah, eh, hai, lho dan dalam bentuk turunan, biasanya berasal dari
kata-kata biasa atau penggalan kalimat Arab, seperti alhamdulillah, astaga,
14. Pertindihan Kelas
Pertindihan kelas merupakan kelas kata yang memiliki kategori yang
berbeda pada kata yang sama dalam kalimat. Misalnya pada contoh kalimat
berikut (Kridalaksana, 1994 : 21):
(3) a. Kucing saya mati kemarin.
b. Mati itu bukan akhir segalanya.
c. Ini harga mati.
Pada kalimat di atas terdapat kata mati yang digolongkan atas 3 kategori,
yaitu mati pada kalimat pertama sebagai verba intransitif, mati pada kalimat
kedua sebagai nomina, dan mati
Dalam hal kategori kata ini, sebagian besar para peneliti berpandangan
bahwa kata utama dikuasai lebih awal daripada kata fungsi. Dari semua kata
utama, kebanyakan ahli berpandangan bahwa kata utama yang dikuasai awal
adalah nomina. Bahkan Gentner dalam Darjowidjojo (2000:36) mengatakan
bahwa kategori kata yang dikuasai lebih awal adalah nomina, dan ini dianggapnya
universal. Menurutnya juga ada perbedaan yang nyata antara nomina dengan
verba dari segi representasi batinnya. Nomina secara tipikal merujuk pada benda
konkrit dan yang dapat dipegang atau yang kasat mata. Sebaliknya, verba merujuk
pada hubungan unsur yang abstrak dan beraneka ragam. Berdasarkan perbedaan
inilah mengapa nomina dikuasai lebih dahulu.
sebagai verba intransitif (atributif).
2.1.3 Teori Relasi Semantis
Geeraerts (2010:48) menerangkan bahwa semantik struktural merupakan
pendekatan strukturalis yang dibawa pada ranah semantik leksikal. Secara teori
makna strukturalis. Ada tiga pendekatan dalam semantik struktural, yaitu ranah
leksikal, analisis komponen, dan relasi semantis (Geeraerts, 2010:52). Dalam hal
ini, relasi semantis akan digunakan sebagai kajian teoretis. Relasi semantis
mengembangkan ide dari gambaran relasi struktural dalam kata-kata yang
berhubungan (Geeraerts, 2010:52)
Ada sejumlah perbedaan jenis relasi semantis. Leksem merupakan bagian
dari relasi semantis. Agar lebih akurat, leksikon dianggap sebagai sebuah jaringan
daripada daftar kata sebuah kamus. Prinsip organisasi yang penting dalam
leksikon adalah bidang leksikal. Ini adalah kelompok leksem yang memiliki
bagian pengetahuan secara khusus, seperti istilah dalam memasak ataupun
berlayar, atau kosakata yang digunakan oleh dokter ataupun pemanjat tebing
(Geeraerts, 2010:53). Salah satu bidang leksikal adalah hubungan leksikal yang
lebih umum antara leksem dalam bidang yang sama. Dalam penelitian ini, teori
yang diterapkan untuk menjelaskan tentang relasi semantis adalah teori Saeed
(2000:63). Berikut merupakan contoh relasi semantis.
1. Homonim
Saeed (2000:63) menyebutkan bahwa homonimi adalah bentuk kata secara
fonologi sama tetapi maknanya tidak berhubungan. Beberapa penulis
membedakan homograf (kata yang tulisannya sama tetapi maknanya berbeda)
dengan homofon (kata yang pengucapannya sama tetapi maknanya berbeda).
Saeed menyebut kedua istilah tersebut homonim. Perbedaan tipe tersebut
a. leksem dari kategori sintaksis dan pengucapan yang sama, misalnya well ‘baik’
dan well ‘sumur’.
b. kategori yang sama tetapi pengucapannya berbeda, misalnya: night ‘malam’
dan knight ‘ksatria’.
c. kategori yang berbeda tetapi pengucapannya sama, misalnya: verba keep
‘menjaga’ dan nomina keep ‘nafkah’.
d. kategori yang berbeda dengan pengucapan yang berbeda, misalnya : not ‘tidak’
dan knot ‘simpul’.
2. Polisemi
Saeed mengatakan (2000:64) bahwa polisemi yaitu sebuah kata yang
memiliki makna lebih dari satu dan maknanya masih saling berhubungan satu
sama lain. Secara leksikologi, homonim dan polisemi memiliki perbedaan.
Meskipun keduanya memiliki pengertian yang sama, dalam polisemi ada relasi
makna yang erat antara kata yang bentuknya dan ucapannya sama.
Misalnya: hooker ‘ kapal bot komersil menggunakan kait dan jaring’ dan hooker
‘orang yang memancing’.
3. Sinonim
Sinonim adalah kata yang berbeda secara fonologi, tetapi memiliki makna
yang sama atau hampir sama (Saeed, 2000:65). Pada halaman yang sama Saeed
(2000: 65) juga mengatakan bahwa tidak ada sinonim yang sempurna karena tidak
ada bahasa yang maknanya persis sama. Biasanya terdapat perbedaan pada
Misalnya, kata karcis bersinonim dengan tiket, tetapi wilayah penggunaan karcis
ada pada kendaraan bus, sedangkan tiket digunakan pada pesawat.
4. Antonim
Secara terminologi, antonim merupakan relasi leksikal yang
menggambarkan makna yang bertentangan. Lebih lanjut, Saeed (2000:66-68)
menyebutkan lima jenis oposisi, yaitu:
a. Antonimi Sederhana: hubungan antara pasangan kata-kata yang jika
salah satunya positif, yang lainnya negatif. Pasangan ini sering disebut
pasangan komplementer atau pasangan binari. Contoh: dead ‘mati’
dengan alive ‘hidup’.
b. Antonimi Bertingkat: hubungan antara opisisi yang jika salah satunya
positif, yang lainnya tidak harus negatif. Contoh: hot ‘panas’ dengan
cold ‘dingin’.
c. Kebalikan (reverses): relasi yang menunjukkan gerakan arah yang
berlawanan. Contoh: push ‘dorong’ dan pull ‘tarik’.
d. Konversi (converses): Hubungan antara dua maujud dari sudut
pandang yang berganti. Contoh: employee ‘pekerja’ dengan employer
‘pemberi kerja’.
e. Taksonomi (taxonomic sisters): hubungan antara kata-kata dalam
5. Hiponim
Hiponimi adalah hubungan inklusi. Hiponimi mengacu pada hubungan
vertikal dari taksonomi (Saeed 2000:68-69). Saeed menyamakan istilah hiponimi
dengan hipernimi (superordinasi).
Contoh: dog ‘anjing’ dan cat ‘kucing’ adalah hiponim dari animal ‘hewan’.
6. Meronim
Meronim adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal (Saeed, 2000:70). Misalnya cover
dan page adalah meronim dari book. Meronim merefleksikan hierarki leksikon
seperti taksonomi sistem, seperti:
rumah
atap kamar lantai dapur
tidur mandi
Gambar 2.1 Meronim ‘rumah’
2.2Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kajian mengenai pemerolehan bahasa sudah banyak dilakukan oleh
beberapa peneliti khususnya dalam bahasa Indonesia. Beberapa penelitian tersebut
menjadi sumber acuan dalam penelitian ini. Pertama, Ramli (2002) dalam
artikelnya yang berjudul “Hubungan Penguasaan Kosakata dan Struktur Kalimat
dengan Pemahaman Informasi”. Penelitian ini merupakan kajian teoretis yang
memfokuskan hakikat penguasaan kosakata, struktur kalimat dan hubungan antara
membuktikan bahwa variabel kosakata dan struktur kalimat mempunyai hubungan
yang signifikan dengan pemahaman informasi. Peneliti juga menyarankan bahwa
pengajaran kosakata dan struktur kalimat perlu diberi penekanan dalam
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, yang dimulai dari sekolah dasar
sampai perguruan tinggi. Pengajaran membaca pemahaman juga harus
diperhatikan agar seseorang dapat membaca dengan baik.
Ramli tidak menyinggung pemerolehan bahasa dalam artikelnya
khususnya pemerolehan leksikon. Penelitian tersebut didasari oleh kajian teoretis
mengenai penguasaan kosakata. Kontribusi penelitiannya terletak pada konsep
kosakata. Hasil penelitiannya dapat memperkaya wawasan dalam mengkaji
kosakata dalam bahasa Indonesia.
Kedua, Raja (2008) dalam artikelnya yang berjudul “Pelambatan dan
Pertumbuhan Kosakata” mendiskusikan pertumbuhan kosakata yang terjadi pada
anak usia 1 tahun 9 bulan. Kajian ini merupakan telaah ulang atas hasil penelitian
pengamatan libat naturalistik atas produksi kebahasaan seorang anak laki-laki
yang bernama Mika. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gejala pelambatan
dan pertumbuhan kosakata Mika diikuti oleh kemajuan yang cukup pesat pada
aspek leksikal, fonologi, morfologis, sintaksis, dan semantis. Selanjutnya, peneliti
menyimpulkan bahwa proses pemerolehan bahasa yang sesungguhnya mulai
terjadi saat anak menunjukkan gejala pelambatan pertumbuhan kosakata dengan
alasan bahwa saat inilah anak mulai menginternalisasi dan mencipta ulang sistem
Kajian Raja sangat menarik dan memberi inspirasi karena penelitian yang
dilakukan membutuhkan waktu satu tahun dalam pengumpulan data. Meskipun
penelitiannya tidak membicarakan mengenai pemerolehan leksikon, uraian yang
terdapat dalam pelambatan dan pertumbuhan kosakata anak bermanfaat untuk
menjelaskan perkembangan bahasa anak, khususnya kosakata.
Ketiga, Pelenkahu (2009) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pemerolehan Bahasa Pertama Anak kembar Usia Dua Tahun Delapan Bulan”
mengemukakan pemerolehan bahasa khususnya perkembangan morfologi anak
kembar yang berusia dua tahun delapan bulan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik naturalistik, yaitu mengamati pola
pendidikan yang dilakukan orangtua terhadap anak-anaknya dan melakukan
perekaman pengembangan pemerolehan bahasa anak. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pelenkuhu menunjukkan bahwa anak kembar usia dua tahun
delapan bulan yang menjadi subjek penelitian ini dalam mengujarkan satu, dua
dan tiga kata mengawalinya dengan mengujarkan suku kata awal dan akhir secara
bergantian.
Dalam pemerolehan morfologinya anak sangat bergantung pada pola
kehidupan berbahasa yang ada di lingkungan keluarganya, maksudnya sedikit
banyaknya bergantung pada pola berbahasa yang dilakukan oleh ibu mereka,
kemudian ayah, dan saudara-saudaranya. Kebanyakan kata yang mampu diujarkan
merupakan gambaran kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam kehidupan
kedua anak tersebut. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa kedua anak
perlu mengembangkannya agar tidak mengalami keterlambatan dalam
pemerolehan bahasa yang baik dan benar.
Pelenkahu tidak menyinggung secara khusus pemerolehan leksikon,
namun penelitiannya sangat menarik karena data diambil dengan teknik
naturalistik. Dalam penelitian tersebut, kontribusi yang diberikan terletak pada
teori pemerolehan bahasa yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Referensi
yang digunakan oleh Pelenkahu juga memberikan banyak manfaat sebagai acuan
tambahan dalam kajian ini.
Keempat, Andriany (2009) dalam penelitiannya tentang “Pengaruh Stimuli
terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Prasekolah” bertujuan mengetahui perbedaan
yang signifikan sebelum dan setelah pemberian stimuli terhadap pemerolehan
kosakata bahasa anak, mengetahui perkembangan pemerolehan bahasa anak usia 4
tahun dari aspek pemerolehan kosakata, dan mengetahui responden yang masih
melakukan generalisasi terhadap makna benda yang memiliki karakteristik yang
sama. Responden dalam penelitian ini adalah anak prasekolah yang berusia 4
tahun dengan sampel 10 orang. Metode pengumpulan data dalam penelitiannya
menggunakan angket dan wawancara. Alat yang digunakan berupa
gambar-gambar benda melalui tiga langkah, yaitu prauji, reinforcement (penguatan) dan
pascauji. Pada tahap reinforcement peneliti melakukan proses pemberian stimulus
kepada responden dengan menunjukkan gambar-gambar yang menjadi instrumen.
Selanjutnya data dianalisis melalui metode induktif. Dari hasil penelitian yang
dilakukan peneliti menemukan bahwa pemberian stimulus kepada anak usia 4
stimuli secara intensif, pemerolehan kosakata responden berkembang dengan
cepat.
Kesimpulan Andriany adalah bahwa anak prasekolah masih melakukan
generalisasi terhadap benda yang memiliki karakteristik yang sama. Selain itu
apabila lingkungan memberikan stimuli secara intensif, semakin pesat
perkembangan pemerolehan bahasa anak prasekolah. Penelitian Andriany
berfokus pada pengaruh pemberian stimuli terhadap pemerolehan kosakata anak.
Namun , kontribusi yang diberikan dalam penelitian ini adalah pada metode
penelitian khususnya metode pengumpulan data dan bermanfaat juga untuk
menjelaskan pemerolehan leksikon anak.
Kelima, Mangarnap (2010) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pemerolehan Semantik Leksikal Siswa Sekolah Dasar” bertujuan
mendeskripsikan pemaknaan leksikal siswa di tingkat sekolah dasar, yaitu di kelas
V. Penelitiannya mempersoalkan kesesuaian makna yang diberikan siswa dengan
makna kamus, melihat perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan
perempuan, dan perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan
perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori semantik, yaitu teori referensial, teori kontekstual, teori
mentalisme, dan teori pemakaian makna. Pendekatan yang dipilih adalah
pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangarnap menunjukkan bahwa
dalam kesesuaian pemberian makna dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia
perempuan. Pada siswa laki-laki tingkat kesesuaiannya sebanyak 36% (108 kata)
dan untuk siswa perempuan sebanayak 10% (30 kata). Perbedaan makna kata
yang diberikan siswa laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa
berpengaruh pada pola pikir siswa. Siswa yang berlatar belakang dari keluarga
mampu dalam memberi makna lebih kepada makna fungsi dan aksi dari makna
kata tersebut, dan mengutamakan fisik dan aksi dalam pemberian makna. Dalam
kesesuaian makna dengan makna kamus dapat digambarkan bahwa siswa laki-laki
dan siswa perempuan lebih banyak memberikan makna yang sesuai pada
adjektiva, sedangkan ketidaksesuaian makna`lebih dominan pada nomina dan
verba.
Mangarnap tidak menyinggung pemerolehan leksikon. Leksikon
disinggung hanya pada penyesuaian makna yang dipahami anak dengan makna
kamus, sedangkan penelitian ini membahas leksikon anak yang dihubungkan
dengan relasi semantis. Dalam penelitian tersebut, kontribusi yang diberikan
adalah pada teori pemerolehan bahasa secara umum dan referensi yang berkenaan
dengan pemerolehan leksikon.
Semua hasil penelitian terdahulu sangat membantu dalam menentukan
tahap-tahap yang harus dilakukan dalam penelitian ini. Dengan adanya penelitian
terdahulu, penulis dapat membandingkan hasil yang telah didapatkan dalam
2.3 Kerangka Kerja Teoretis
Analisis dalam kajian ini berangkat dari data penelitian yaitu uraian yang
ditulis oleh anak usia 7 tahun. Penelitian ini membahas tiga permasalahan, yaitu
pemerolehan leksikon, kelas kata dan relasi semantis. Untuk menjelaskan
pemerolehan leksikon digunakan teori pemerolehan bahasa oleh Chomsky,
kemudian untuk membahas kelas kata mengacu pada konsep kelas kata oleh
Kridalaksana (1994) dan relasi semantis dijelaskan dengan menggunakan teori
semantik strukturalis yang dikembangkan oleh Saeed (2000). Hasil uraian yang
dituliskan anak, diklasifikasikan menurut kelompok leksikon dan kelas katanya,
kemudian dilihat relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang
diperoleh. Selanjutnya, pemerolehan leksikon, kelas kata dan relasi semantis
dianalisis berdasarkan data yang ditemukan dengan metode analisis yang telah
ditetapkan sehingga ditemukan sebuah temuan dalam penelitian. Berikut adalah
Kerangka Kerja Pemerolehan Leksikon
LEKSIKON
Pemerolehan leksikon Kelas Kata Relasi Semantis
TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KELAS KATA TEORI SEMANTIK STRUKTURAL
ANALSIS DATA
TEMUAN
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 067690 di
Jalan Karya Jaya No. 56 Kelurahan Pangkalan Mansyur Kecamatan Medan
Johor 20143. Sekolah ini didirikan pada tahun 1984, dengan status tanah
dan gedung adalah milik pemerintah dan luasnya 1500m2
Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena kondisi
ekonomi orang tua siswa yang beragam sehingga diasumsikan bahwa
kondisi ekonomi sebuah keluarga memengaruhi ragam leksikon yang
digunakan anak. Alasan lain adalah karena adanya suku yang heterogen. Hal
ini diasumsikan bahwa keheterogenan suku pada siswa SDN 067690
memberikan perbedaan pada pemerolehan leksikon anak satu sama lain. . Gedung sekolah
ini memiliki dua lantai yang terdiri atas 7 kelas, 3 kamar mandi, 1 kantor
kepala sekolah, dan 1 perpustakaan.
Waktu penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, yang meliputi
penyiapan bahan dan instrumen penelitian, pengumpulan data di lapangan,
pengkajian dan analisis data serta penulisan laporan. Sejak Februari 2014
sudah dilakukan proses observasi awal guna mendapatkan informasi
mengenai data-data sekolah, guru, dan siswa. Alokasi waktu yang telah
ditetapkan tersebut memungkinkan peneliti mencermati dan menganalisis
data secara lebih baik sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil
3.2 Pendekatan dan Metode yang Digunakan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati” (Moleong, 2007:3). Hal ini
mengindikasikan bahwa data deskriptif yang terdapat dalam penelitian
kualitatif dideskripsikan berdasarkan tujuan penelitian.
Pendekatan kualitatif dianggap berguna untuk mengungkapkan
pemerolehan leksikon anak, relasi semantis yang terdapat dalam leksikon
anak, dan kelas kata yang digunakan oleh anak usia 7 tahun. Hal ini dapat
dilihat dari masalah yang diteliti. Pendekatan kualitatif ini dipilih untuk
menjelaskan temuan dalam penelitian dan dibutuhkan pendeskripsian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak
dan metode cakap. Metode simak digunakan untuk mengumpulkan data
tulis. Metode ini memiliki teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar
digunakan dengan menggunakan teknik sadap, yakni menyadap cerita dari
gambar seri yang diceritakan oleh anak-anak. Mahsun (2007: 92)
menyatakan bahwa menyadap penggunaan bahasa tidak hanya secara lisan,
tetapi juga secara tertulis. Kemudian, teknik lanjutan berupa (1) teknik
simak libat cakap, yakni penyadapan dilakukan dengan cara melibatkan diri
secara langsung percakapan dengan anak, (2) teknik catat, yakni mencatat
semua situasi yang terjadi dilapangan yang mungkin memengaruhi data, (3)
Selanjutnya, metode cakap yaitu peneliti melakukan percakapan
langsung kepada anak untuk mendapatkan data lisan. Metode ini memiliki
teknik dasar yaitu teknik pancing. Dalam hal ini, media gambar seri
digunakan sebagai alat pemancing agar anak mau bercerita, sehingga data
dapat diperoleh dengan mudah. Kemudian, terdapat juga teknik lanjutan,
yakni teknik cakap semuka digunakan untuk mendapatkan data
selengkap-lengkapnya dengan cara melibatkan anak dalam percakapan secara
langsung.
3.3 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata (Moleong,
2007:155). Data penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer
dan data sekunder.
Data primer adalah data tulis yang dikumpulkan berupa uraian yang
ditulis anak-anak berdasarkan gambar seri sebagai media. Data tulis ini
merupakan data yang dianalisis. Gambar seri digunakan sebagai media
dalam pengambilan data agar anak dapat bercerita dan data mengenai
leksikon yang digunakan anak usia 7 tahun dapat diperoleh dengan mudah.
Sebagaimana yang dikatakan O’grady (1989: 271) bahwa media gambar
merupakan salah satu media yang digunakan untuk menguji anak dalam
berbahasa agar anak-anak mudah bercerita dengan kata-kata mereka sendiri
berdasarkan gambar yang ada.
Data sekunder adalah data lisan berupa wawancara anak usia 7 tahun
bebas yaitu pertanyaan yang berhubungan dengan gambar seri agar anak
dapat menceritakan gambar seri dengan mudah dan memberikan informasi
lebih mendalam, misalnya dalam gambar seri terdapat cerita dengan tokoh
salah satu hewan yaitu gajah, untuk mengetahui hewan apalagi yang
diketahui anak maka anak ditanya dengan beberapa pertanyaan. Data lisan
digunakan untuk mendukung data tulis memperoleh data yang shahih.
Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh anak-anak usia 7
tahun di SD Negeri 067690 Medan yang berjumlah 26 responden. Alasan
pemilihan anak usia 7 tahun sebagai sumber data adalah karena anak pada
usia tersebut masih duduk di kelas rendah dan sudah dituntut untuk
memahami teks bacaan. Oleh karena itu, pemahaman leksikon yang
diperoleh oleh anak usia 7 tahun sangat penting dalam memahami isi
bacaan.
3.4 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Data diambil dengan menggunakan media gambar seri, kemudian anak
diminta untuk menuliskan cerita yang terdapat dalam gambar. Dalam
gambar seri yang diberikan kepada anak terdapat variasi jalan cerita yang
berbeda agar leksikon yang digunakan anak untuk membuat cerita juga
bervariasi sehingga tampak pula kelas kata yang digunakan dalam cerita
tersebut. Untuk memudahkan anak bercerita, anak ditanya dengan
2. Setelah data awal diperoleh, kemudian dilanjutkan dengan
mewawancarai anak sebagai narasumber. Dalam hal ini, wawancara yang
dilakukan bersifat tak terstruktur. Tujuannya adalah untuk mengetahui
dan menemukan data tentang pemahaman leksikon anak yang
dihubungkan dengan relasi semantis. Misalnya, dalam uraian yang
dituliskan anak terdapat kata gajah yaitu salah satu jenis hewan, untuk
mengetahui pengetahuan anak tentang hewan apa saja yang diketahuinya
maka anak diwawancarai.
3. Semua leksikon yang terkumpul dipilah berdasarkan kelas kata dan
dilihat relasi semantis yang terbentuk sehingga terlihat pemerolehan
leksikon anak usia 7 tahun.
3.5 Analisis Data
Pada tahap analisis data, metode yang digunakan adalah metode
padan dan metode agih. Metode padan disebut juga dengan identitas yaitu
metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan satuan lingual.
Metode ini merupakan metode yang menggunakan alat penentu di luar dan
bukan bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode ini akan digunakan
dalam penelitian ini karena pemerolehan leksikon merupakan bagian dari
pemerolehan bahasa yang mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia
7 tahun.
Sudaryanto (1993:15) membedakan metode padan menjadi lima
subjenis yang digunakan dalam mengklasifikasikan macam alat penentu,
organ pembentuk bahasa atau organ wicara, (3) pembeda larik tulisan, (4)
pembeda reaksi dan kadar keterdengaran, dan (5) sifat dan watak aneka
langue. Dalam hal ini, kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa digunakan
sebagai alat penentu dalam pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun.
Untuk rumusan pertama yaitu leksikon anak usia 7 tahun diterapkan
metode padan. Metode ini bekerja untuk menentukan leksikon yang
digunakan anak dengan menunujukkan sifat referensialnya. Misalnya pada
kalimat “kucing mencuri ikan” yang diujarkan anak usia 7 tahun di SD
Negeri 067690 Medan.
Pada kalimat tersebut dapat diidentifikasi leksikon yang digunakan adalah:
a. Hewan
contohnya: kucing dan ikan
b. Kegiatan
contohnya: mencuri
Dengan demikian dapat dilihat bahwa anak usia 7 tahun dapat
mengembangkan leksikonnya seperti hewan dan kegiatan.
Rumusan kedua yaitu kelas kata yang terdapat pada anak usia 7
tahun diterapkan metode agih. Metode agih adalah metode yang
menggunakan bahasa sebagai alat penentu, yaitu dengan mengelompokkan
kata dengan satuan bahasa. Metode agih terdapat teknik dasar berupa teknik
bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik sisip, teknik ganti,
dan teknik balik. Teknik bagi unsur langsung digunakan untuk membagi
satuan bahasa yang datanya dibagi menjadi beberapa bagian, dan
bagian-bagian yang bersangkutan dianggap sebagai bagian-bagian yang langsung
Teknik ganti merupakan teknik yang pada penerapannya
menggantikan unsur tertentu dengan unsur yang lain sehingga diketahui
kadar kesamaan kelas kata dengan unsur pengganti (Sudaryanto, 1993: 48).
Misalnya pada kalimat berikut.
(4) a. Harimau melihat kancil.
b. Singa melihat kancil.
Kata harimau pada kalimat 4a menempati posisi sebagai subjek.
Dalam kalimat subjek merupakan nomina. Jika kata harimau diganti dengan
kata singa, maka kalimatnya menjadi singa melihat kancil, kata singa tetap
berperan sebagai nomina.
Teknik berikutnya adalah teknik balik, yaitu pembalikan unsur
satuan lingual. Misalnya:
(5) Saya bangun tidur pagi-pagi.
(6) Saya pagi-pagi bagun tidur.
(7) Pagi-pagi saya bangun tidur.
Kata pagi-pagi pada kalimat (5) merupakan adverbia. Jika kata
pagi-pagi diletakkan pada posisi tengah atau awal seperti pada kalimat (6) dan
(7), tampak bahwa tidak ada perubahan kelas pada kata pagi-pagi. Pada
kalimat (5), (6) dan (7) kata pagi-pagi tetap menduduki kelas adverbia,
meskipun posisinya sudah dibalik. Dengan demikian teknik balik dapat
digunakan dalam penentuan kelas kata.
Rumusan ketiga yaitu relasi semantis yang terbentuk pada leksikon
yang diperoleh anak usia 7 tahun dijelaskan dengan metode padan. Teknik
banding beda. Namun, penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
Misalnya kata kucing dipadankan dengan ikan. Kemudian, dianalisis dengan
teknik hubung banding beda. Kucing dan ikan merupakan dua jenis hewan
yang hidup di tempat yang berbeda. Hal ini dapat ditunjukkan dalam
kalimat berikut.
(8) a. Kucing hidup di darat
b. Ikan berenang di laut.
Secara skematis kalimat (a) dan (b) dideskripsikan sebagai berikut:
Kucing darat
Ikan air
Darat X air
Dalam kalimat tersebut terdapat kata darat yang merupakan lawan
kata dari air. Kedua kata tersebut menunjukkan bahwa kucing adalah
antonim dari ikan dilihat dari tempat hidup masing-masing hewan tersebut.
3.6 Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data
Data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik
triangulasi. Teknik ini dilakukan untuk memeriksa keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data. Prosedur triangulasi meliputi
penggunaan data dari berbagai sumber. Untuk menambah nilai argumen,
makin banyak bukti yang diperoleh, maka akan semakin baik.
Triangulasi diperlukan karena terdapat perbedaan pemahaman
makna leksikon dari anak yang satu dengan anak yang lain meskipun data
menguji pemahaman peneliti dan narasumber mengenai hal-hal yang
diinformasikan oleh narasumber kepada peneliti (Bungin, 2011:264).
Ada empat cara dalam melakukan triangulasi (Bungin, 2011:265),
yaitu: (1) triangulasi kejujuran peneliti, yaitu dengan cara pengecekan
langsung oleh peneliti, wawancara ulang dan merekam data yang sama di
lapangan, misalnya dengan cara meminta bantuan guru kelas dengan
melakukan pengecekan langsung, wawancara ulang dan merekam data yang
sama, (2) triangulasi dengan sumber data, yaitu dilakukan dengan cara
membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan sautu informasi melalui
waktu dan cara yang berbeda, misalnya untuk menguji kredibilitas data,
maka pengujian data dapat dilakukan dengan wawancara kepada guru wali
kelas dan teman murid. Data dari kedua sumber tersebut dikategorisasikan
mana pandangan yang sama dan yang berbeda. Data yang telah dianalisis
akan menghasilkan suatu kesimpulan kemudian dimintakan kesepakatan
(member check) dengan kedua sumber tersebut, (3) triangulasi dengan
metode, yaitu mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda, (4)
triangulasi dengan teori, yaitu dilakukan dengan menguraikan pola,
hubungan dan menyertakan penjelasan pembanding, yaitu fakta yang
ditemukan di lapangan diperiksa tidak hanya dengan satu teori, namun
dengan teori yang akan diperlukan untuk penjelasan banding. Misalnya,
fakta mengenai teori relasi semantis diperiksa tidak hanya diperiksa dengan
teori yang dikemukakan oleh Saeed (2010), namun dapat juga diperiksa
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
4.1 Pengantar
Bab ini membahas paparan data dan temuan penelitian. Paparan data
dalam bab ini mendeskripsikan data yang berhasil dikumpulkan oleh
peneliti dan membahas presentasi data dengan memfokuskan pada
pengklasifikasian data. Kemudian, bagian temuan penelitian menerangkan
hasil analisis data. Temuan ini menyangkut tiga masalah penelitian, yakni
pemerolehan leksikon, kelas kata, dan relasi semantis yang terbentuk pada
leksikon anak-anak usia 7 tahun.
4.2 Paparan Data
Data dalam penelitian ini mengacu pada leksikon yang digunakan
anak usia 7 tahun yang dihubungkan dengan kelas kata dan relasi semantis
yang terbentuk pada leksikon anak. Seluruh data dikumpulkan dengan
menggunakan media gambar seri. Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan
dengan media gambar seri, diklasifikasikan berdasarkan kelompok dan kelas
kata yang terdapat dalam leksikon anak.
Terkait dengan pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun, paparan
data dalam penelitian ini dapat diterangkan sebagai berikut.
(1) Data yang dikumpulkan berupa uraian yang ditulis oleh anak usia 7
tahun di SD Negeri 067690 Medan.
Berikut ini adalah data penelitian yang ditulis oleh anak usia 7 tahun
berdasarkan gambar seri yang telah disusun sedemikian rupa. Dalam