• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerolehan Leksikon Anak-Anak Usia 7 Tahun di SD Negeri 067690 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemerolehan Leksikon Anak-Anak Usia 7 Tahun di SD Negeri 067690 Medan"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK

USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN

TESIS

OLEH

NOVITA SARI

NIM: 127009023/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK

USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

NOVITA SARI

NIM: 127009023/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN

Nama Mahasiswa : Novita Sari Nomor Pokok : 127009023 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Mulyadi, M.Hum

Ketua Anggota

Dr. Deliana, M.Hum

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. T. Silvana, M.A.,Ph.D.) (Dr.Syahron Lubis, M.A.)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

SURAT PERNYATAAN Judul Tesis

PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan

ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan

hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang

dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2014

Penulis

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas pemerolehan leksikon anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690 Medan. Urgensi dalam penelitian ini meliputi leksikon anak usia 7 tahun, kelas kata, dan relasi semantis. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia7 tahun, (2) mengidentifikasi kelas kata yang dikuasai, dan (3) mendeskripsikan relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang diperoleh. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen gambar seri. Data dianalisis dengan menerapkan metode padan dan metode agih, kemudian keabsahan data diuji dengan menggunakan teknik triangulasi. Penelitian ini menggunakan teori pemerolehan bahasa, konsep kelas kata, dan teori semantik struktural sebagai alat analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leksikon anak usia 7 tahun meliputi dua belas ranah leksikon yaitu nama orang, hewan, kendaraan, anggota tubuh, pakaian, mainan, perabotan, perlengkapan rumah tangga, makanan/minuman, sifat dan keadaan, kegiatan, dan teknologi informasi. Selanjutnya, kelas kata leksikonnya mencakup verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, interjeksi, dan pertindihan kelas. Relasi semantis yang terbentuk pada leksikon anak usia 7 tahun meliputi sinonim, antonim, hiponim, meronim, homonim, dan polisemi.

(7)

ABSTRACT

This research analyzed the acquisition of lexicon by children of 7 years old at SD Negeri 067690 medan. The urgent research includes the lexicon by children 7 years old, class word and semantic relation. The aims of research are (1) to descript the acquisition of lexicon by children of 7 years old, (2) to identify class word which is got, (3) to descript semantic relation which is formed between words. The data obtained by using the observation and interview methods which is conducted through the field research. The data is analyzed by using the identity method and distributional method.Then, the appropriateness method of the word with the triangulation technique. This research uses the language acquisition theory, class word concept, and semantic structural theory as analysis tool. The finding show that the lexicon by children of 7 years old include eleven lexicon, they are people, animal, transportation, part of body, clothes, toys, furniture, household items, food and drink, properties and states, and activities. Then, class word in lexicon by children of 7 years old include verb, adjective, noun, pronoun, number, adverb, interogative, demonstrative, article, preposition, conjunction, fatis category, intejection, overlapping class, and semantic relation which formed in lexicon by children of 7 years old are synonymy, antonymy, hyponymy, meronymy, homonymy, and polysemy.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas

rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “Pemerolehan Leksikon Anak-Anak

Usia 7 Tahun di SD Negeri 067690 Medan” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan

terima kasih, penghargaan dan penghormatan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc (CTM), Sp.A (K), atas berbagai fasilitas pendidikan;

2. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., dan Sekretaris

Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara, Dr. Nurlela, M.Hum, yang selalu memberikan nasihat, masukan

dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Dr. Eddy Mulyadi, M.Hum. (Pembimbing I), yang telah

memberikan masukan yang sangat berharga. Selama bimbingan beliau

selalu menyempatkan diri dan meluangkan waktu khusus untuk

memberikan ilmu dan arahan, serta tidak pernah bosan memotivasi

penulis dengan penuh kesabaran sehingga tesis ini dapat ditulis dengan

harapan dan ketentuan akademik;

4. Ibu Dr. Deliana, M.Hum (Pembimbing II), yang membimbing dengan

penuh kesabaran dan memberi saran-saran kepada penulis dalam

(9)

5. Tim Penguji, Dr. Dwi Widayati, M.Hum., Dr. Mahriyuni, M.Hum.,

dan Dr. Nurlela, M.Hum., atas berbagai saran, koreksi, sanggahan, dan

kritik yang konstruktif;

6. Staf administrasi Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara atas pelayanan akademik yang baik;

7. Kepala Sekolah SD Negeri 067690 Medan Johor, Ibu Hj. Deli

Kesuma, S.Pd, atas perizinan tempat penelitian;

8. Guru-guru dan siswa/siswi SD Negeri 067690 Medan yang telah ikut

memberikan dukungan dan doa kepada penulis;

9. Kedua orang tua penulis yang semasa hidupnya selalu mencurahkan

kasih sayang yang tulus dan memberikan nasihat dan doa kepada

penulis;

10.Kedua mertua penulis, H.Kasim dan Hj. Radiah yang senantiasa

mendukung karir penulis;

11.Suami tercinta, Imanda, yang sangat sabar mendampingi penulis dalam

perjalanan menyelesaikan tesis ini dan tidak pernah bosan untuk

memberi semangat, dukungan, dan motivasi kepada penulis untuk

segera menyelesaikan tesis ini;

12.Teman-teman kuliah pada Program Studi Magister Linguistik USU,

terkhusus Bu del, Inun, rahma, Nanda, Rendra, dan Ilham yang selama

ini menjalani kebersamaan dan persahabatan demi menggapai cita-cita

dan berjuang meraih mimpi bersama-sama;

(10)

Tesis ini belum sempurna. Segala kesalahan dan kekurangan dalam tesis

ini menjadi tanggung jawab penulis. Semoga tesis ini dapat memberikan

konstribusi terhadap kajian pemerolehan bahasa dan semantik leksikal, khususnya

pada bahasa-bahasa di Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

2.1Teori-Teori yang Relevan…………...………..…... 9

2.1.1 Teori Pemerolehan Bahasa... 9

2.1.2 Kelas Kata... 12

2.1.3 Teori Semantik Struktural...……... 17

2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 21

2.3 Kerangka Kerja Teoretis... 26

BAB III METODE PENELITIAN………... 29

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..………... 29

3.2 Pendekatan dan Metode yang Digunakan………... 30

3.3 Data dan Sumber Data…...……... 31

3.4 Prosedur Pengumpulan Data...………... 30

3.5Analisis Data ... 33

(12)

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN………... 38

4.1 Pengantar...………...…………... 38

4.2Paparan Data ... 38

4.3Temuan Penelitian ... 56

BAB V PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN ...………... 57

5.1 Pengantar ...………... 57

5.2 Pemerolehan Leksikon... 57

5.2.1 Leksikon Nama Orang .………... 57

5.2.2 Leksikon Hewan ... 58

5.2.3 Leksikon Kendaraan ... 59

5.2.4 Leksikon Anggota Tubuh ... 60

5.2.5 Leksikon Pakaian ... 61

5.2.6 Leksikon Mainan ... 62

5.2.7 Leksikon Perabotan ... 64

5.2.8 Leksikon Perlengkapan Rumah Tangga ... 65

5.2.9 Leksikon Makanan/Minuman ... 66

5.2.10 Leksikon Sifat dan Keadaan ... 67

5.2.11 Leksikon Kegiatan ... 69

5.3 Kelas Kata ...………... 70

5.4 Relasi Semantis ... 79

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...………... 85

5.1 Simpulan ………... 85

5.2 Saran ... 86

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

4.1 Cerita gajah dan semut 39

4.2 Cerita bermain bola 40

4.3 Cerita membantu ibu 41

4.4 Cerita kegiatan sehari-hari 42 4.5 Cerita menonton pacuan kuda 43

4.6 Kelompok leksikon 44

4.7 Kelas kata 48

4.8 Sinonim 51

4.9 Antonim 52

4.10 Hiponim 53

4.14 Homonim 55

5.1 Leksikon nama orang 59

5.2 Leksikon hewan 59

5.3 Leksikon kendaraan 60

5.4 Leksikon anggota tubuh 61

5.5 Leksikon pakaian 62

5.6 Leksikon mainan 63

5.7 Leksikon perabotan 65

5.8 Leksikon perlengkapan rumah tangga 66 5.9 Leksikon makanan/minuman 67 5.10 Leksikon sifat dan keadaan 68

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Meronim ‘rumah’ 21

2.2 Kerangka kerja teoretis 29

4.11 Meronim ‘kepala’ 54

4.12 Meronim ‘rumah’ 54

4.13 Meronim ‘ sekolah’ 54

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian 91

LAMPIRAN 2 Data Penelitian 94

Data Asli 108

LAMPIRAN 3 Data Wawancara 118

LAMPIRAN 4 Data Leksikon 121

LAMPIRAN 5 Data Kelas Kata 124

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas pemerolehan leksikon anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690 Medan. Urgensi dalam penelitian ini meliputi leksikon anak usia 7 tahun, kelas kata, dan relasi semantis. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia7 tahun, (2) mengidentifikasi kelas kata yang dikuasai, dan (3) mendeskripsikan relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang diperoleh. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen gambar seri. Data dianalisis dengan menerapkan metode padan dan metode agih, kemudian keabsahan data diuji dengan menggunakan teknik triangulasi. Penelitian ini menggunakan teori pemerolehan bahasa, konsep kelas kata, dan teori semantik struktural sebagai alat analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leksikon anak usia 7 tahun meliputi dua belas ranah leksikon yaitu nama orang, hewan, kendaraan, anggota tubuh, pakaian, mainan, perabotan, perlengkapan rumah tangga, makanan/minuman, sifat dan keadaan, kegiatan, dan teknologi informasi. Selanjutnya, kelas kata leksikonnya mencakup verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, interjeksi, dan pertindihan kelas. Relasi semantis yang terbentuk pada leksikon anak usia 7 tahun meliputi sinonim, antonim, hiponim, meronim, homonim, dan polisemi.

(17)

ABSTRACT

This research analyzed the acquisition of lexicon by children of 7 years old at SD Negeri 067690 medan. The urgent research includes the lexicon by children 7 years old, class word and semantic relation. The aims of research are (1) to descript the acquisition of lexicon by children of 7 years old, (2) to identify class word which is got, (3) to descript semantic relation which is formed between words. The data obtained by using the observation and interview methods which is conducted through the field research. The data is analyzed by using the identity method and distributional method.Then, the appropriateness method of the word with the triangulation technique. This research uses the language acquisition theory, class word concept, and semantic structural theory as analysis tool. The finding show that the lexicon by children of 7 years old include eleven lexicon, they are people, animal, transportation, part of body, clothes, toys, furniture, household items, food and drink, properties and states, and activities. Then, class word in lexicon by children of 7 years old include verb, adjective, noun, pronoun, number, adverb, interogative, demonstrative, article, preposition, conjunction, fatis category, intejection, overlapping class, and semantic relation which formed in lexicon by children of 7 years old are synonymy, antonymy, hyponymy, meronymy, homonymy, and polysemy.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa

seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

satu dengan yang lainnya untuk membentuk sebuah kalimat. Anak-anak yang

memiliki leksikon yang luas dapat menyusun kalimat dengan mudah karena

leksikon yang digunakan oleh anak mewakili ekspresi mereka dalam berbahasa.

Dalam pemerolehan bahasa, hal yang pertama kali diperoleh oleh

anak-anak adalah kata (Clark,1993:1). Dengan leksikon seorang anak-anak dapat

menyampaikan keinginan mereka, misalnya ingin membeli mainan, ingin makan

sesuatu, dan lain-lain. Leksikon yang dimiliki oleh anak-anak dapat diwujudkan

dalam kalimat yang sederhana, yang terdapat kesesuaian antara subjek dan

predikat. Misalnya pada kalimat, aku makan roti, aku merupakan subjek, makan

adalah predikat, dan roti adalah objek. Jadi, tanpa kata tidak ada struktur bunyi,

struktur kata, dan struktur sintaktis.

Penguasaan leksikon dapat memengaruhi keterampilan berbahasa anak.

Keterampilan berbahasa anak meningkat apabila kuantitas dan kualitas

kosakatanya meningkat (Tarigan, 1993: 14). Hal ini mengindikasikan bahwa

semakin banyak leksikon yang dimiliki oleh anak, makin baik pula bahasa yang

disampaikannya. Anak akan mudah menyampaikan maksud dan tujuan dengan

leksikon yang telah dimilikinya dan orang lain juga mudah memahami maksud

(19)

Salah satu upaya untuk mempercepat penguasaan leksikon anak adalah

melalui membaca. Rimm (dalam Pelenkahu, 2009:188) menyatakan bahwa

membacakan buku untuk anak sangat berguna saat anak mulai dapat memusatkan

perhatian untuk jangka waktu yang pendek (sebagian anak mulai bisa melakukan

kegiatan ini pada usia enam bulan). Melalui buku anak dapat melakukan gerakan

sederhana seperti bertepuk tangan atau menepuk-nepuk untuk menunjukkan

perasaan senang. Mereka juga senang dengan kalimat-kalimat yang dibacakan

atau mengisi kata-kata yang hilang atau mengoreksi jika secara sengaja

melewatkan satu kata dalam membaca.

Penelitian ini membahas pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun. Ada

empat alasan mengapa topik ini dipilih. Pertama, ada silang pendapat di antara

para ahli dalam kajian tentang pemerolehan leksikon, khususnya dalam penentuan

jumlah kosakata anak usia 7 tahun. Misalnya, Fry dan Cutterden (dalam Raja,

2008:234) menyatakan bahwa kosakata aktif anak berjumlah 4.000 pada usia 7

tahun. Raja (2008:234) mengungkapkan bahwa kosakata aktif anak pada usia 7

tahun adalah 7.760 dan 10.908 kata. Sementara itu, Clark (1993: 13)

memprediksikan bahwa usia 7 tahun anak memperoleh 17.000 kata.

Alasan kedua adalah adanya pendapat ahli yang berbeda mengenai kelas

kata yang dikuasai lebih awal oleh anak. Bloom (dalam Dardjowidjodjo, 2000:

37) mengatakan bahwa kata fungsi lebih banyak digunakan oleh anak daripada

nomina. Begitu juga, Tardif (dalam Dardjowidjodjo, 2005: 259) menyatakan

bahwa verba dikuasai lebih awal dan lebih banyak daripada nomina. Pada kasus

(20)

daripada verba. Hal ini terjadi karena Echa bergantung pada masukan yang

diterimanya. Dalam penelitian ini diungkapkan kelas kata yang dikuasai anak usia

7 tahun di SD Negeri 067690 Medan.

Alasan ketiga adalah bahwa anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690

Medan berasal dari berbagai suku, misalnya Jawa, Toba, Mandailing, Melayu,

Karo dan Aceh. Keheterogenan suku anak di SD ini tampaknya memengaruhi

leksikon yang diperoleh, contohnya, bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa

Jawa, seperti yang terdapat dalam kalimat Aku gak jadi ding. Contoh lain terdapat

pada ujaran anak yang bersuku Karo, Siapa nama kam?, akibatnya, leksikon yang

diperoleh anak memiliki perbedaan antara satu anak dan anak lainnya.

Kenyataan ini didukung oleh Dardjowidjojo (2000: 34), yang menyatakan

bahwa pemerolehan leksikon dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya

adalah budaya, latar belakang keluarga, taraf hidup, tingkat pendidikan, dan lokasi

(desa atau kota besar). Anak-anak yang tinggal di desa akan memiliki kosakata

yang berbeda dengan anak-anak yang tinggal di kota. Demikian pula anak-anak

yang berasal dari keluarga yang kaya berbeda leksikonnya dengan anak-anak yang

berasal dari keluarga yang miskin.

Alasan keempat ialah bahwa leksikon adalah pusat dalam pemerolehan

bahasa (Clark, 1993:1). Dalam berbahasa diperlukan leksikon. Hal ini

mengindikasikan bahwa dalam merangkai sebuah ide atau gagasan, anak juga

memerlukan kata agar ide dan gagasan dapat disampaikan dengan baik. Kajian

mengenai pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun merupakan dasar untuk

(21)

merupakan bentuk yang sederhana bagi anak untuk diingat, dalam kenyataannya

leksikon juga mudah dilupakan oleh anak karena tidak selalu digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Sebenarnya, anak-anak tidak benar-benar lupa mengenai

leksikon yang ingin diucapkan melainkan karena adanya gejala lain dalam wicara

yang berkaitan dengan ingatan (lihat Dardjowidjodjo, 2005: 153).

Pemilihan anak usia 7 tahun sebagai subjek penelitian ialah karena secara

teoretis anak usia 7 tahun berbahasa sudah seperti orang dewasa. Namun, mereka

masih kesulitan dalam menceritakan kegiatan harian mereka secara berurutan.

Dalam hal ini pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun diteliti melalui cerita

gambar seri yang mereka ungkapkan dalam bahasa mereka sendiri.

Penelitian ini membahas kelas kata dan relasi semantis. Dalam penelitian

ini diidentifikasi kelas kata yang digunakan anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri

067690. Dalam pengamatan awal diperoleh data yang berupa hasil cerita

berdasarkan gambar seri yang diberikan kepada anak. Berikut contoh teks yang

dikutip dari dua responden.

(1) Buaya dan kancil di sungai. Kancil meminum air sungai. Buaya berenang dan melihat kancil. Tiba-tiba buaya memakan kaki kancil karena buaya lapar. Itu bukan kakiku itu kayu kata kancil. Buaya kemudian melepaskan kaki kancil. Kancil berkata terima kasih buaya dan kancil pergi ke hutan meninggalkan buaya.

(2) Kancil meminum air sungai. Tiba-tiba seekor buaya datang ia menggigit kaki si kancil. Kata si kancil itu bukan kakiku itu kayu. Buaya melepaskan kaki kancil. Terima kasih buaya kata si kancil kemudian si kancil berjalan meninggalkan buaya.

Dari dua teks tersebut tampak bahwa anak sudah memiliki leksikon

hewan, anggota tubuh, kegiatan dan lain-lain. Kelas kata yang terdapat dalam teks

(22)

verba meminum, melihat, menggigit, meninggalkan, dan melepaskan, dan

konjungsi dan, karena, dan kemudian. Berdasarkan teks, kelas kata yang tampak

adalah nomina, verba, dan konjungsi. Hal ini menjadi bagian dalam penelitian

yang dilakukan untuk menemukan kelas kata yang diperoleh anak usia 7 tahun.

Dalam kaitan dengan relasi semantis, anak usia 7 tahun sudah dapat

menyebutkan beberapa jenis hewan yaitu gajah, kelinci, buaya, dan sapi. Jika

dilihat relasi pada leksikon hewan akan diketahui bahwa terdapat bentuk relasi

hiponim dalam leksikon hewan tersebut. Jenis hewan yang disebutkan anak

merupakan kata khusus dari hewan. Artinya, bahwa leksikon anak usia 7 tahun

sudah membentuk relasi semantis hiponim.

1.2Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji difokuskan pada pemerolehan leksikon pada anak

usia 7 tahun. Adapun masalahnya dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pemerolehan leksikon anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri

067690?

2. Kelas kata apa sajakah yang dikuasai anak usia 7 tahun di SD Negeri

067690?

3. Bagaimanakah relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang

(23)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan

penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun di SD Negeri

067690.

2. Mengidentifikasi kelas kata yang dikuasai anak usia 7 tahun di SD Negeri

067690.

3. Mendeskripsikan relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang

diperoleh anak-anak usia 7 tahun di SD Negeri 067690.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik pada tataran teoretis

maupun pada tataran praktis di bidang pemerolehan bahasa khususnya

pemerolehan leksikon.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini antara lain:

1. Menjadi salah satu model acuan yang dapat diandalkan untuk penelitian

tentang pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan leksikon.

2. Memperkaya kajian tentang pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan

leksikon anak.

3. Menjadi bahan acuan bagi para peneliti yang berfokus pada kajian

(24)

1.4.2 Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai berikut:

1. Menjadi bahan pengajaran pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan

leksikon anak usia 7 tahun.

2. Sumber informasi dan rujukan bagi penelitian lanjutan dan bahan

perbandingan untuk melakukan kajian lanjut.

3. Masukan pemikiran kepada semua pihak yang terkait dalam perkembangan

bahasa anak.

1.5Definisi Istilah 1. Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang berlangsung

dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya yang dilakukan secara

natural (lihat Dardjowidjodjo, 2005: 225; Chaer, 2003: 167; bdk. Tarigan 1986:

243; O’grady 1989:270; Goodluck 1992: 1).

2. Pemerolehan Leksikon

Pemerolehan leksikon adalah proses bagaimana anak mengidentifikasi

kata-kata dari bahasa mereka, mengisolasi (memisahkan) bentuk kata, dan

mengidentifikasi calon makna (Clark, 1997:14).

3. Leksikon

Leksikon adalah daftar kata dan makna yang dimuat dalam kamus (Saeed,

(25)

4. Leksem

Leksem adalah sejumlah daftar kata yang ada dalam kamus (Saeed,

2000:55).

5. Relasi Semantis

Relasi semantis adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau

satuan bahasa dengan kata atau

6. Kelas Kata

hubungan struktural di antara kata-kata (Geeraerts,

2010:52). Relasi semantis itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan

makna, dan ketercakupan makna. Dalam hal ini relasi semantis dapat dilihat dari

bentuk relasi leksikal seperti sinonim, antonim, hiponim, dan lain-lain.

Kelas kata adalah pengkategorian kata yang memposisikan suatu kata pada

tempat tertentu seperti nomina, ajektiva, verba, dan lain-lain (Kridalaksana, 1994:

33).

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan

2.1.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan

oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (Dardjowidjodjo,

2005: 225). Goodluck (1991: 1) menambahkan bahwa kajian mengenai

pemerolehan bahasa adalah bagaimana dan kapan anak-anak mendapatkan

pengertian linguistik.

Pandangan Chomsky mengenai pemerolehan bahasa (Haegemen, 1992:15)

adalah bahwa anak dibekali Language Acquisition Device (LAD) sejak lahir.

LAD yaitu perangkat lunak pemerolehan bahasa yang merupakan pemberian

biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci suatu tata bahasa universal.

Tata bahasa universal merupakan dasar pemerolehan bahasa. Proses pemerolehan

digerakkan oleh pengetahuan pada pengalaman linguistik anak (Haegemen,

1992:15). Pengetahuan juga akan memungkinkan anak untuk mempelajari

kosakata suatu bahasa, dalam hal ini adalah leksikon.

Seorang anak mengungkapkan sesuatu dengan sebuah bahasa, yaitu

leksikon yang telah mereka rekam dalam memori dan suatu waktu mereka

mengungkapkan suatu benda dengan leksikon yang telah disimpan dalam memori

sehingga kata yang digunakan untuk menyatakan suatu benda tersebut tepat.

Masalah utama pada anak-anak dalam pemerolehan leksikon adalah

pemetaan makna ke dalam bentuk kata. Artinya, mereka harus mengidentifikasi

(27)

ke dalam bentuk yang relevan. Dalam melakukan hal ini, mereka menggambarkan

kategori konsep dalam mengidentifikasi makna. Pada waktu yang sama, mereka

menggambarkan masukan bahasa yang ditujukan kepada mereka pada bentuk

yang sama dan juga petunjuk terhadap makna bentuk kata tersebut (Clark,1993:

14).

Kata-kata merupakan unit semantis terkecil yang dapat berubah dalam

sebuah ujaran yang dapat berubah untuk membentuk persesuaian yang baru

dengan makna yang berbeda. Bandingkan The man chased the dog dengan he dog

chased the man. Perubahan ini berbeda dengan keadaan morfem dalam kata-kata

tersebut. Morfem lain diatur, seperti dalam kata chased berlawanan dengan kata

tanpa ‘ed-chase’ atau calmly berlawanan dengan ‘ly-calm’. Kategori bentuk

gramatikal menyarankan dua atau lebih kata-kata yang memiliki bentuk sama.

Bandingkan kata kerja open dalam Rod opened the door atau The door opened

dengan kata kerja open dalam The open window atau The door is standing open.

Kadang-kadang dalam pembentukan gramatikal yang sama, kata mungkin

memiliki perbedaan makna yaitu satu kata menduduki lebih dari satu makna yang

berbeda, misalnya bank dalam He fished from the river bank dengan The bank is a

good example of art deco.

Penentuan awal mula pemerolehan leksikon anak berlandaskan pandangan

Dromi (dalam Dardjowidjodjo, 2005:258) yang mengatakan bahwa suatu bentuk

dapat dianggap telah dikuasai anak jika bentuk itu memiliki kemiripan fonetik

dengan bentuk kata orang dewasa dan korelasi yang ajeg antara bentuk dan

(28)

Dardjowidjojo (2000:36) mengatakan bahwa gambaran mengenai jumlah

kosakata yang diperoleh anak tidak dapat ditetapkan dengan pasti. Menurutnya

siapa yang mencari angka bahkan hanya mendekati kemutlakan tidak akan dapat

memperolehnya.

Berdasarkan hasil penelitian Clark (1993: 31) terhadap seorang anak yang

bernama Damon, ditemukan 12 item leksikon yang dikuasainya. Di antaranya

adalah:

1. People: 18 istilah (termasuk nama orang)

Misalnya: baby, man, mummy, boy, girl, people

2. Animal : 25 istilah

Misalnya : cat, dog, rabbit, duck, mouse, zebra, animal.

3. Vehicles : 18 istilah

Misalnya : car, truck, train, bike, sled, fire-truck.

4. Body parts : 14 istilah

Misalnya : nose, toe, eye, head, finger, hand, knee.

5. Clothing : 14 istilah

Misalnya : diaper, sock, jacket, shirt, button.

6. Toys : 35 istilah

Misalnya : block, ball, clown, doll, bus, slinky, toy

7. Furniture : 12 istilah

Misalnya : chair, cushion, table, rug, bed, bath.

8. Household items and utensils : 39 istilah

(29)

9. Food : 31 istilah

Misalnya : milk, juice, cheese, nut, egg, carrot, food, cereal.

10.Properties and states: 24 istilah

Misalnya : hot, big, stuck, wet, tight, shut, sleepy.

11.Activities : 74 istilah

Misalnya : get, put, go, do, up, out, fall, jump, drive.

2.1.2 Kelas Kata

Kelas kata adalah perangkat kata yang sedikit banyak berperilaku sintaksis

sama. Dalam menentukan kelas kata dalam bahasa Indonesia perilaku sintaksis

tersebut dijadikan ciri dasar (Kridalaksana, 1994: 44). Sumber yang digunakan

untuk menjelaskan kelas kata adalah pendapat Kridalaksana (1994: 51-120).

Berikut adalah kelompok dalam kelas kata:

1.Verba

Berdasarkan bentuk kata (morfologis), verba dapat dibedakan atas: (1)

verba dasar (tanpa afiks), misalnya: makan, pergi, minum, duduk, dan tidur; (2)

verba turunan, a) verba dasar + afiks (wajib) menduduki, mempelajari, menyanyi;

b) verba dasar + afiks (tidak wajib) (mem)baca, (men)dengar, (men)cuci; c) verba

dasar (terikat afiks) + afiks (wajib) bertemu, bersua, mengungsi; d) reduplikasi

atau bentuk ulang berjalan-jalan, minum-minum, mengais-ngais; e) majemuk cuci

mata, naik haji, belai kasih.

2. Adjektiva

Dari bentuknya ajektiva dapat dibedakan atas: (1) Ajektiva dasar, misalnya

(30)

elok-elok, gagah-gagah, kesepian, kesakitan, kemerah-merahan, abadi, duniawi,

hewani, alami, melimpah, terbuka, terkejut, atas, bawah, depan, belakang,

bertambah, berkurang, berkecukupan, menyeluruh.

3. Nomina

Nomina ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak,

tetapi dapat dinegatifkan dengan kata bukan, misalnya: tidak kekasih seharusnya

bukan kekasih. Berikut adalah contoh nomina: rumah, orang, burung, keuangan,

perpaduan, tetamu, rumah-rumah, batu-batuan, kesinambungan, pengembangan,

kebersamaan, ketinggian, kesatuan, kelebihan, jatuhnya.

4. Pronomina

Pronomina berfungsi untuk menggantikan nomina dan yang digantikannya

disebut anteseden.

1. Pronomina intratekstual, menggantikan nomina yang ada dalam

wacana. Misalnya : Kitti nama kucing saya. Bulunya sangat halus

2. Pronomina ekstratekstual, menggantikan nomina diluar wacana.

Misalnya: Aku yang menggantinya

3. Pronomina takrif, misalnya: saya, aku, kami, kita, dia, mereka

4. Pronomina tak takrif, misalnya: seseorang, sesuatu, siapa, dll.

5. Numeralia

Numeralia dapat dikategorisasikan dalam numeralia takrif dan taktakrif.

Numeralia takrif tergolong atas: (1) numeralia utama dalam bilangan penuh,

(31)

kolektif. Numeralia tak takrif adalah numeralia yang menyatakan jumlah taktentu.

Misalnya: suatu, beberapa, pelbagai, semua, dan lain-lain.

6. Adverbia

Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi ajektiva, numeralia,

atau preposisi dalam konstruksi sintaksis. Misalnya, dalam kalimat Ia sudah

pergi, kata sudah adalah adverbia, bukan karena mendampingi verba pergi, tetapi

karena mempunyai potensi untuk mendampingi ajektiva. Adverbia tidak boleh

dikacaukan dengan keterangan karena adverbia merupakan konsep kategori,

sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Adverbia dapat ditemui dalam

bentuk dasar dan bentuk turunan. Bentuk turunan itu terwujud melalui afiksasi,

reduplikasi, gabungan proses dan gabungan morfem.

7. Interogativa

Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi

menggantikan sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan

apa yang telah diketahui pembicara. Apa yang ingin diketahui dan apa yang

dikukuhkan itu disebut anteseden. Anteseden tersebut berada di luar wacana dan

karena baru akan diketahui kemudian, interogativa bersifat kataforis.

Ada interogativa dasar, seperti apa, bila, kapan, mana. Ada interogativa

turunan, seperti apabila, apakah, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa.

Ada pula interogativa terikat seperti kah dan tah.

8. Demonstrativa

Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu

(32)

dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar, seperti itu dan ini, (2)

demonstrativa turunan, seperti berikut, sekian, (3) demonstrativa gabungan seperti

di sini, di sana, ini itu, di sana-sini.

9. Artikula

Artikula merupakan sebuah partikel, sehingga dapat berafiksasi. Dalam

bahasa Indonesia artikula merupakan kategori yang mendampingi (1) nomina

dasar; misalnya, si kancil, sang dewa, para pelajar, (2) nomina deverbal;

misalnya, si terdakwa, si tertuduh, (3) pronomina misalnya, si dia, dan (4) verba

pasif misalnya, kaum tertindas, si tertindas.

10. Preposisi

Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain, terutama

nomina sehingga terbentuk frasa eksosentris direktif. Ada tiga jenis preposisi

yaitu: (1) preposisi dasar, yaitu preposisi yang tidak dapat mengalami proses

morfologis, (2) preposisi turunan, dan (3) preposisi yang berasal dari kategori lain,

misalnya pada, tanpa dan sebagainya.

11. Konjungsi

Konjungsi merupakan kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan

yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain

atau lebih dalam konstruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran

yang setataran maupun yang tidak setataran.

12. Kategori Fatis

Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan,

(33)

biasanya terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan, yaitu

kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara.

Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam

lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, kebanyakan kategori fatis

terdapat dalam kalimat-kalimat nonstandar yang banyak mengandung unsur-unsur

daerah atau dialek regional.

Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya kok kamu pergi

juga; ada yang di tengah kalimat, misalnya bukan dia, kok, yang mengambil buku

itu!; dan ada juga yang diakhir kalimat, misalnya saya hanya lihat saja, kok!

Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas, misalnya kok, deh,atau

selamat, dan wujud bentuk terikat, misalnya lah, atau pun.

13. Interjeksi

Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan

pembicara dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam

ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai

teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.

Interjeksi dapat ditemui dalam bentuk dasar, seperti aduh, aduhai, amboi,

wah, ayo, bah, eh, hai, lho dan dalam bentuk turunan, biasanya berasal dari

kata-kata biasa atau penggalan kalimat Arab, seperti alhamdulillah, astaga,

(34)

14. Pertindihan Kelas

Pertindihan kelas merupakan kelas kata yang memiliki kategori yang

berbeda pada kata yang sama dalam kalimat. Misalnya pada contoh kalimat

berikut (Kridalaksana, 1994 : 21):

(3) a. Kucing saya mati kemarin.

b. Mati itu bukan akhir segalanya.

c. Ini harga mati.

Pada kalimat di atas terdapat kata mati yang digolongkan atas 3 kategori,

yaitu mati pada kalimat pertama sebagai verba intransitif, mati pada kalimat

kedua sebagai nomina, dan mati

Dalam hal kategori kata ini, sebagian besar para peneliti berpandangan

bahwa kata utama dikuasai lebih awal daripada kata fungsi. Dari semua kata

utama, kebanyakan ahli berpandangan bahwa kata utama yang dikuasai awal

adalah nomina. Bahkan Gentner dalam Darjowidjojo (2000:36) mengatakan

bahwa kategori kata yang dikuasai lebih awal adalah nomina, dan ini dianggapnya

universal. Menurutnya juga ada perbedaan yang nyata antara nomina dengan

verba dari segi representasi batinnya. Nomina secara tipikal merujuk pada benda

konkrit dan yang dapat dipegang atau yang kasat mata. Sebaliknya, verba merujuk

pada hubungan unsur yang abstrak dan beraneka ragam. Berdasarkan perbedaan

inilah mengapa nomina dikuasai lebih dahulu.

sebagai verba intransitif (atributif).

2.1.3 Teori Relasi Semantis

Geeraerts (2010:48) menerangkan bahwa semantik struktural merupakan

pendekatan strukturalis yang dibawa pada ranah semantik leksikal. Secara teori

(35)

makna strukturalis. Ada tiga pendekatan dalam semantik struktural, yaitu ranah

leksikal, analisis komponen, dan relasi semantis (Geeraerts, 2010:52). Dalam hal

ini, relasi semantis akan digunakan sebagai kajian teoretis. Relasi semantis

mengembangkan ide dari gambaran relasi struktural dalam kata-kata yang

berhubungan (Geeraerts, 2010:52)

Ada sejumlah perbedaan jenis relasi semantis. Leksem merupakan bagian

dari relasi semantis. Agar lebih akurat, leksikon dianggap sebagai sebuah jaringan

daripada daftar kata sebuah kamus. Prinsip organisasi yang penting dalam

leksikon adalah bidang leksikal. Ini adalah kelompok leksem yang memiliki

bagian pengetahuan secara khusus, seperti istilah dalam memasak ataupun

berlayar, atau kosakata yang digunakan oleh dokter ataupun pemanjat tebing

(Geeraerts, 2010:53). Salah satu bidang leksikal adalah hubungan leksikal yang

lebih umum antara leksem dalam bidang yang sama. Dalam penelitian ini, teori

yang diterapkan untuk menjelaskan tentang relasi semantis adalah teori Saeed

(2000:63). Berikut merupakan contoh relasi semantis.

1. Homonim

Saeed (2000:63) menyebutkan bahwa homonimi adalah bentuk kata secara

fonologi sama tetapi maknanya tidak berhubungan. Beberapa penulis

membedakan homograf (kata yang tulisannya sama tetapi maknanya berbeda)

dengan homofon (kata yang pengucapannya sama tetapi maknanya berbeda).

Saeed menyebut kedua istilah tersebut homonim. Perbedaan tipe tersebut

(36)

a. leksem dari kategori sintaksis dan pengucapan yang sama, misalnya well ‘baik’

dan well ‘sumur’.

b. kategori yang sama tetapi pengucapannya berbeda, misalnya: night ‘malam’

dan knight ‘ksatria’.

c. kategori yang berbeda tetapi pengucapannya sama, misalnya: verba keep

‘menjaga’ dan nomina keep ‘nafkah’.

d. kategori yang berbeda dengan pengucapan yang berbeda, misalnya : not ‘tidak’

dan knot ‘simpul’.

2. Polisemi

Saeed mengatakan (2000:64) bahwa polisemi yaitu sebuah kata yang

memiliki makna lebih dari satu dan maknanya masih saling berhubungan satu

sama lain. Secara leksikologi, homonim dan polisemi memiliki perbedaan.

Meskipun keduanya memiliki pengertian yang sama, dalam polisemi ada relasi

makna yang erat antara kata yang bentuknya dan ucapannya sama.

Misalnya: hooker ‘ kapal bot komersil menggunakan kait dan jaring’ dan hooker

‘orang yang memancing’.

3. Sinonim

Sinonim adalah kata yang berbeda secara fonologi, tetapi memiliki makna

yang sama atau hampir sama (Saeed, 2000:65). Pada halaman yang sama Saeed

(2000: 65) juga mengatakan bahwa tidak ada sinonim yang sempurna karena tidak

ada bahasa yang maknanya persis sama. Biasanya terdapat perbedaan pada

(37)

Misalnya, kata karcis bersinonim dengan tiket, tetapi wilayah penggunaan karcis

ada pada kendaraan bus, sedangkan tiket digunakan pada pesawat.

4. Antonim

Secara terminologi, antonim merupakan relasi leksikal yang

menggambarkan makna yang bertentangan. Lebih lanjut, Saeed (2000:66-68)

menyebutkan lima jenis oposisi, yaitu:

a. Antonimi Sederhana: hubungan antara pasangan kata-kata yang jika

salah satunya positif, yang lainnya negatif. Pasangan ini sering disebut

pasangan komplementer atau pasangan binari. Contoh: dead ‘mati’

dengan alive ‘hidup’.

b. Antonimi Bertingkat: hubungan antara opisisi yang jika salah satunya

positif, yang lainnya tidak harus negatif. Contoh: hot ‘panas’ dengan

cold ‘dingin’.

c. Kebalikan (reverses): relasi yang menunjukkan gerakan arah yang

berlawanan. Contoh: push ‘dorong’ dan pull ‘tarik’.

d. Konversi (converses): Hubungan antara dua maujud dari sudut

pandang yang berganti. Contoh: employee ‘pekerja’ dengan employer

‘pemberi kerja’.

e. Taksonomi (taxonomic sisters): hubungan antara kata-kata dalam

(38)

5. Hiponim

Hiponimi adalah hubungan inklusi. Hiponimi mengacu pada hubungan

vertikal dari taksonomi (Saeed 2000:68-69). Saeed menyamakan istilah hiponimi

dengan hipernimi (superordinasi).

Contoh: dog ‘anjing’ dan cat ‘kucing’ adalah hiponim dari animal ‘hewan’.

6. Meronim

Meronim adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal (Saeed, 2000:70). Misalnya cover

dan page adalah meronim dari book. Meronim merefleksikan hierarki leksikon

seperti taksonomi sistem, seperti:

rumah

atap kamar lantai dapur

tidur mandi

Gambar 2.1 Meronim ‘rumah’

2.2Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Kajian mengenai pemerolehan bahasa sudah banyak dilakukan oleh

beberapa peneliti khususnya dalam bahasa Indonesia. Beberapa penelitian tersebut

menjadi sumber acuan dalam penelitian ini. Pertama, Ramli (2002) dalam

artikelnya yang berjudul “Hubungan Penguasaan Kosakata dan Struktur Kalimat

dengan Pemahaman Informasi”. Penelitian ini merupakan kajian teoretis yang

memfokuskan hakikat penguasaan kosakata, struktur kalimat dan hubungan antara

(39)

membuktikan bahwa variabel kosakata dan struktur kalimat mempunyai hubungan

yang signifikan dengan pemahaman informasi. Peneliti juga menyarankan bahwa

pengajaran kosakata dan struktur kalimat perlu diberi penekanan dalam

pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, yang dimulai dari sekolah dasar

sampai perguruan tinggi. Pengajaran membaca pemahaman juga harus

diperhatikan agar seseorang dapat membaca dengan baik.

Ramli tidak menyinggung pemerolehan bahasa dalam artikelnya

khususnya pemerolehan leksikon. Penelitian tersebut didasari oleh kajian teoretis

mengenai penguasaan kosakata. Kontribusi penelitiannya terletak pada konsep

kosakata. Hasil penelitiannya dapat memperkaya wawasan dalam mengkaji

kosakata dalam bahasa Indonesia.

Kedua, Raja (2008) dalam artikelnya yang berjudul “Pelambatan dan

Pertumbuhan Kosakata” mendiskusikan pertumbuhan kosakata yang terjadi pada

anak usia 1 tahun 9 bulan. Kajian ini merupakan telaah ulang atas hasil penelitian

pengamatan libat naturalistik atas produksi kebahasaan seorang anak laki-laki

yang bernama Mika. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gejala pelambatan

dan pertumbuhan kosakata Mika diikuti oleh kemajuan yang cukup pesat pada

aspek leksikal, fonologi, morfologis, sintaksis, dan semantis. Selanjutnya, peneliti

menyimpulkan bahwa proses pemerolehan bahasa yang sesungguhnya mulai

terjadi saat anak menunjukkan gejala pelambatan pertumbuhan kosakata dengan

alasan bahwa saat inilah anak mulai menginternalisasi dan mencipta ulang sistem

(40)

Kajian Raja sangat menarik dan memberi inspirasi karena penelitian yang

dilakukan membutuhkan waktu satu tahun dalam pengumpulan data. Meskipun

penelitiannya tidak membicarakan mengenai pemerolehan leksikon, uraian yang

terdapat dalam pelambatan dan pertumbuhan kosakata anak bermanfaat untuk

menjelaskan perkembangan bahasa anak, khususnya kosakata.

Ketiga, Pelenkahu (2009) dalam penelitiannya yang berjudul

“Pemerolehan Bahasa Pertama Anak kembar Usia Dua Tahun Delapan Bulan”

mengemukakan pemerolehan bahasa khususnya perkembangan morfologi anak

kembar yang berusia dua tahun delapan bulan. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik naturalistik, yaitu mengamati pola

pendidikan yang dilakukan orangtua terhadap anak-anaknya dan melakukan

perekaman pengembangan pemerolehan bahasa anak. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Pelenkuhu menunjukkan bahwa anak kembar usia dua tahun

delapan bulan yang menjadi subjek penelitian ini dalam mengujarkan satu, dua

dan tiga kata mengawalinya dengan mengujarkan suku kata awal dan akhir secara

bergantian.

Dalam pemerolehan morfologinya anak sangat bergantung pada pola

kehidupan berbahasa yang ada di lingkungan keluarganya, maksudnya sedikit

banyaknya bergantung pada pola berbahasa yang dilakukan oleh ibu mereka,

kemudian ayah, dan saudara-saudaranya. Kebanyakan kata yang mampu diujarkan

merupakan gambaran kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam kehidupan

kedua anak tersebut. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa kedua anak

(41)

perlu mengembangkannya agar tidak mengalami keterlambatan dalam

pemerolehan bahasa yang baik dan benar.

Pelenkahu tidak menyinggung secara khusus pemerolehan leksikon,

namun penelitiannya sangat menarik karena data diambil dengan teknik

naturalistik. Dalam penelitian tersebut, kontribusi yang diberikan terletak pada

teori pemerolehan bahasa yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Referensi

yang digunakan oleh Pelenkahu juga memberikan banyak manfaat sebagai acuan

tambahan dalam kajian ini.

Keempat, Andriany (2009) dalam penelitiannya tentang “Pengaruh Stimuli

terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Prasekolah” bertujuan mengetahui perbedaan

yang signifikan sebelum dan setelah pemberian stimuli terhadap pemerolehan

kosakata bahasa anak, mengetahui perkembangan pemerolehan bahasa anak usia 4

tahun dari aspek pemerolehan kosakata, dan mengetahui responden yang masih

melakukan generalisasi terhadap makna benda yang memiliki karakteristik yang

sama. Responden dalam penelitian ini adalah anak prasekolah yang berusia 4

tahun dengan sampel 10 orang. Metode pengumpulan data dalam penelitiannya

menggunakan angket dan wawancara. Alat yang digunakan berupa

gambar-gambar benda melalui tiga langkah, yaitu prauji, reinforcement (penguatan) dan

pascauji. Pada tahap reinforcement peneliti melakukan proses pemberian stimulus

kepada responden dengan menunjukkan gambar-gambar yang menjadi instrumen.

Selanjutnya data dianalisis melalui metode induktif. Dari hasil penelitian yang

dilakukan peneliti menemukan bahwa pemberian stimulus kepada anak usia 4

(42)

stimuli secara intensif, pemerolehan kosakata responden berkembang dengan

cepat.

Kesimpulan Andriany adalah bahwa anak prasekolah masih melakukan

generalisasi terhadap benda yang memiliki karakteristik yang sama. Selain itu

apabila lingkungan memberikan stimuli secara intensif, semakin pesat

perkembangan pemerolehan bahasa anak prasekolah. Penelitian Andriany

berfokus pada pengaruh pemberian stimuli terhadap pemerolehan kosakata anak.

Namun , kontribusi yang diberikan dalam penelitian ini adalah pada metode

penelitian khususnya metode pengumpulan data dan bermanfaat juga untuk

menjelaskan pemerolehan leksikon anak.

Kelima, Mangarnap (2010) dalam penelitiannya yang berjudul

“Pemerolehan Semantik Leksikal Siswa Sekolah Dasar” bertujuan

mendeskripsikan pemaknaan leksikal siswa di tingkat sekolah dasar, yaitu di kelas

V. Penelitiannya mempersoalkan kesesuaian makna yang diberikan siswa dengan

makna kamus, melihat perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan

perempuan, dan perbedaan makna kata yang diberikan siswa laki-laki dan

perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa. Teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori semantik, yaitu teori referensial, teori kontekstual, teori

mentalisme, dan teori pemakaian makna. Pendekatan yang dipilih adalah

pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangarnap menunjukkan bahwa

dalam kesesuaian pemberian makna dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(43)

perempuan. Pada siswa laki-laki tingkat kesesuaiannya sebanyak 36% (108 kata)

dan untuk siswa perempuan sebanayak 10% (30 kata). Perbedaan makna kata

yang diberikan siswa laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat ekonomi siswa

berpengaruh pada pola pikir siswa. Siswa yang berlatar belakang dari keluarga

mampu dalam memberi makna lebih kepada makna fungsi dan aksi dari makna

kata tersebut, dan mengutamakan fisik dan aksi dalam pemberian makna. Dalam

kesesuaian makna dengan makna kamus dapat digambarkan bahwa siswa laki-laki

dan siswa perempuan lebih banyak memberikan makna yang sesuai pada

adjektiva, sedangkan ketidaksesuaian makna`lebih dominan pada nomina dan

verba.

Mangarnap tidak menyinggung pemerolehan leksikon. Leksikon

disinggung hanya pada penyesuaian makna yang dipahami anak dengan makna

kamus, sedangkan penelitian ini membahas leksikon anak yang dihubungkan

dengan relasi semantis. Dalam penelitian tersebut, kontribusi yang diberikan

adalah pada teori pemerolehan bahasa secara umum dan referensi yang berkenaan

dengan pemerolehan leksikon.

Semua hasil penelitian terdahulu sangat membantu dalam menentukan

tahap-tahap yang harus dilakukan dalam penelitian ini. Dengan adanya penelitian

terdahulu, penulis dapat membandingkan hasil yang telah didapatkan dalam

(44)

2.3 Kerangka Kerja Teoretis

Analisis dalam kajian ini berangkat dari data penelitian yaitu uraian yang

ditulis oleh anak usia 7 tahun. Penelitian ini membahas tiga permasalahan, yaitu

pemerolehan leksikon, kelas kata dan relasi semantis. Untuk menjelaskan

pemerolehan leksikon digunakan teori pemerolehan bahasa oleh Chomsky,

kemudian untuk membahas kelas kata mengacu pada konsep kelas kata oleh

Kridalaksana (1994) dan relasi semantis dijelaskan dengan menggunakan teori

semantik strukturalis yang dikembangkan oleh Saeed (2000). Hasil uraian yang

dituliskan anak, diklasifikasikan menurut kelompok leksikon dan kelas katanya,

kemudian dilihat relasi semantis yang terbentuk di antara kata-kata yang

diperoleh. Selanjutnya, pemerolehan leksikon, kelas kata dan relasi semantis

dianalisis berdasarkan data yang ditemukan dengan metode analisis yang telah

ditetapkan sehingga ditemukan sebuah temuan dalam penelitian. Berikut adalah

(45)

Kerangka Kerja Pemerolehan Leksikon

LEKSIKON

Pemerolehan leksikon Kelas Kata Relasi Semantis

TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KELAS KATA TEORI SEMANTIK STRUKTURAL

ANALSIS DATA

TEMUAN

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 067690 di

Jalan Karya Jaya No. 56 Kelurahan Pangkalan Mansyur Kecamatan Medan

Johor 20143. Sekolah ini didirikan pada tahun 1984, dengan status tanah

dan gedung adalah milik pemerintah dan luasnya 1500m2

Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena kondisi

ekonomi orang tua siswa yang beragam sehingga diasumsikan bahwa

kondisi ekonomi sebuah keluarga memengaruhi ragam leksikon yang

digunakan anak. Alasan lain adalah karena adanya suku yang heterogen. Hal

ini diasumsikan bahwa keheterogenan suku pada siswa SDN 067690

memberikan perbedaan pada pemerolehan leksikon anak satu sama lain. . Gedung sekolah

ini memiliki dua lantai yang terdiri atas 7 kelas, 3 kamar mandi, 1 kantor

kepala sekolah, dan 1 perpustakaan.

Waktu penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, yang meliputi

penyiapan bahan dan instrumen penelitian, pengumpulan data di lapangan,

pengkajian dan analisis data serta penulisan laporan. Sejak Februari 2014

sudah dilakukan proses observasi awal guna mendapatkan informasi

mengenai data-data sekolah, guru, dan siswa. Alokasi waktu yang telah

ditetapkan tersebut memungkinkan peneliti mencermati dan menganalisis

data secara lebih baik sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil

(47)

3.2 Pendekatan dan Metode yang Digunakan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati” (Moleong, 2007:3). Hal ini

mengindikasikan bahwa data deskriptif yang terdapat dalam penelitian

kualitatif dideskripsikan berdasarkan tujuan penelitian.

Pendekatan kualitatif dianggap berguna untuk mengungkapkan

pemerolehan leksikon anak, relasi semantis yang terdapat dalam leksikon

anak, dan kelas kata yang digunakan oleh anak usia 7 tahun. Hal ini dapat

dilihat dari masalah yang diteliti. Pendekatan kualitatif ini dipilih untuk

menjelaskan temuan dalam penelitian dan dibutuhkan pendeskripsian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak

dan metode cakap. Metode simak digunakan untuk mengumpulkan data

tulis. Metode ini memiliki teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar

digunakan dengan menggunakan teknik sadap, yakni menyadap cerita dari

gambar seri yang diceritakan oleh anak-anak. Mahsun (2007: 92)

menyatakan bahwa menyadap penggunaan bahasa tidak hanya secara lisan,

tetapi juga secara tertulis. Kemudian, teknik lanjutan berupa (1) teknik

simak libat cakap, yakni penyadapan dilakukan dengan cara melibatkan diri

secara langsung percakapan dengan anak, (2) teknik catat, yakni mencatat

semua situasi yang terjadi dilapangan yang mungkin memengaruhi data, (3)

(48)

Selanjutnya, metode cakap yaitu peneliti melakukan percakapan

langsung kepada anak untuk mendapatkan data lisan. Metode ini memiliki

teknik dasar yaitu teknik pancing. Dalam hal ini, media gambar seri

digunakan sebagai alat pemancing agar anak mau bercerita, sehingga data

dapat diperoleh dengan mudah. Kemudian, terdapat juga teknik lanjutan,

yakni teknik cakap semuka digunakan untuk mendapatkan data

selengkap-lengkapnya dengan cara melibatkan anak dalam percakapan secara

langsung.

3.3 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata (Moleong,

2007:155). Data penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer

dan data sekunder.

Data primer adalah data tulis yang dikumpulkan berupa uraian yang

ditulis anak-anak berdasarkan gambar seri sebagai media. Data tulis ini

merupakan data yang dianalisis. Gambar seri digunakan sebagai media

dalam pengambilan data agar anak dapat bercerita dan data mengenai

leksikon yang digunakan anak usia 7 tahun dapat diperoleh dengan mudah.

Sebagaimana yang dikatakan O’grady (1989: 271) bahwa media gambar

merupakan salah satu media yang digunakan untuk menguji anak dalam

berbahasa agar anak-anak mudah bercerita dengan kata-kata mereka sendiri

berdasarkan gambar yang ada.

Data sekunder adalah data lisan berupa wawancara anak usia 7 tahun

(49)

bebas yaitu pertanyaan yang berhubungan dengan gambar seri agar anak

dapat menceritakan gambar seri dengan mudah dan memberikan informasi

lebih mendalam, misalnya dalam gambar seri terdapat cerita dengan tokoh

salah satu hewan yaitu gajah, untuk mengetahui hewan apalagi yang

diketahui anak maka anak ditanya dengan beberapa pertanyaan. Data lisan

digunakan untuk mendukung data tulis memperoleh data yang shahih.

Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh anak-anak usia 7

tahun di SD Negeri 067690 Medan yang berjumlah 26 responden. Alasan

pemilihan anak usia 7 tahun sebagai sumber data adalah karena anak pada

usia tersebut masih duduk di kelas rendah dan sudah dituntut untuk

memahami teks bacaan. Oleh karena itu, pemahaman leksikon yang

diperoleh oleh anak usia 7 tahun sangat penting dalam memahami isi

bacaan.

3.4 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Data diambil dengan menggunakan media gambar seri, kemudian anak

diminta untuk menuliskan cerita yang terdapat dalam gambar. Dalam

gambar seri yang diberikan kepada anak terdapat variasi jalan cerita yang

berbeda agar leksikon yang digunakan anak untuk membuat cerita juga

bervariasi sehingga tampak pula kelas kata yang digunakan dalam cerita

tersebut. Untuk memudahkan anak bercerita, anak ditanya dengan

(50)

2. Setelah data awal diperoleh, kemudian dilanjutkan dengan

mewawancarai anak sebagai narasumber. Dalam hal ini, wawancara yang

dilakukan bersifat tak terstruktur. Tujuannya adalah untuk mengetahui

dan menemukan data tentang pemahaman leksikon anak yang

dihubungkan dengan relasi semantis. Misalnya, dalam uraian yang

dituliskan anak terdapat kata gajah yaitu salah satu jenis hewan, untuk

mengetahui pengetahuan anak tentang hewan apa saja yang diketahuinya

maka anak diwawancarai.

3. Semua leksikon yang terkumpul dipilah berdasarkan kelas kata dan

dilihat relasi semantis yang terbentuk sehingga terlihat pemerolehan

leksikon anak usia 7 tahun.

3.5 Analisis Data

Pada tahap analisis data, metode yang digunakan adalah metode

padan dan metode agih. Metode padan disebut juga dengan identitas yaitu

metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan satuan lingual.

Metode ini merupakan metode yang menggunakan alat penentu di luar dan

bukan bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode ini akan digunakan

dalam penelitian ini karena pemerolehan leksikon merupakan bagian dari

pemerolehan bahasa yang mendeskripsikan pemerolehan leksikon anak usia

7 tahun.

Sudaryanto (1993:15) membedakan metode padan menjadi lima

subjenis yang digunakan dalam mengklasifikasikan macam alat penentu,

(51)

organ pembentuk bahasa atau organ wicara, (3) pembeda larik tulisan, (4)

pembeda reaksi dan kadar keterdengaran, dan (5) sifat dan watak aneka

langue. Dalam hal ini, kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa digunakan

sebagai alat penentu dalam pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun.

Untuk rumusan pertama yaitu leksikon anak usia 7 tahun diterapkan

metode padan. Metode ini bekerja untuk menentukan leksikon yang

digunakan anak dengan menunujukkan sifat referensialnya. Misalnya pada

kalimat “kucing mencuri ikan” yang diujarkan anak usia 7 tahun di SD

Negeri 067690 Medan.

Pada kalimat tersebut dapat diidentifikasi leksikon yang digunakan adalah:

a. Hewan

contohnya: kucing dan ikan

b. Kegiatan

contohnya: mencuri

Dengan demikian dapat dilihat bahwa anak usia 7 tahun dapat

mengembangkan leksikonnya seperti hewan dan kegiatan.

Rumusan kedua yaitu kelas kata yang terdapat pada anak usia 7

tahun diterapkan metode agih. Metode agih adalah metode yang

menggunakan bahasa sebagai alat penentu, yaitu dengan mengelompokkan

kata dengan satuan bahasa. Metode agih terdapat teknik dasar berupa teknik

bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik sisip, teknik ganti,

dan teknik balik. Teknik bagi unsur langsung digunakan untuk membagi

satuan bahasa yang datanya dibagi menjadi beberapa bagian, dan

bagian-bagian yang bersangkutan dianggap sebagai bagian-bagian yang langsung

(52)

Teknik ganti merupakan teknik yang pada penerapannya

menggantikan unsur tertentu dengan unsur yang lain sehingga diketahui

kadar kesamaan kelas kata dengan unsur pengganti (Sudaryanto, 1993: 48).

Misalnya pada kalimat berikut.

(4) a. Harimau melihat kancil.

b. Singa melihat kancil.

Kata harimau pada kalimat 4a menempati posisi sebagai subjek.

Dalam kalimat subjek merupakan nomina. Jika kata harimau diganti dengan

kata singa, maka kalimatnya menjadi singa melihat kancil, kata singa tetap

berperan sebagai nomina.

Teknik berikutnya adalah teknik balik, yaitu pembalikan unsur

satuan lingual. Misalnya:

(5) Saya bangun tidur pagi-pagi.

(6) Saya pagi-pagi bagun tidur.

(7) Pagi-pagi saya bangun tidur.

Kata pagi-pagi pada kalimat (5) merupakan adverbia. Jika kata

pagi-pagi diletakkan pada posisi tengah atau awal seperti pada kalimat (6) dan

(7), tampak bahwa tidak ada perubahan kelas pada kata pagi-pagi. Pada

kalimat (5), (6) dan (7) kata pagi-pagi tetap menduduki kelas adverbia,

meskipun posisinya sudah dibalik. Dengan demikian teknik balik dapat

digunakan dalam penentuan kelas kata.

Rumusan ketiga yaitu relasi semantis yang terbentuk pada leksikon

yang diperoleh anak usia 7 tahun dijelaskan dengan metode padan. Teknik

(53)

banding beda. Namun, penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Misalnya kata kucing dipadankan dengan ikan. Kemudian, dianalisis dengan

teknik hubung banding beda. Kucing dan ikan merupakan dua jenis hewan

yang hidup di tempat yang berbeda. Hal ini dapat ditunjukkan dalam

kalimat berikut.

(8) a. Kucing hidup di darat

b. Ikan berenang di laut.

Secara skematis kalimat (a) dan (b) dideskripsikan sebagai berikut:

Kucing darat

Ikan air

Darat X air

Dalam kalimat tersebut terdapat kata darat yang merupakan lawan

kata dari air. Kedua kata tersebut menunjukkan bahwa kucing adalah

antonim dari ikan dilihat dari tempat hidup masing-masing hewan tersebut.

3.6 Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data

Data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik

triangulasi. Teknik ini dilakukan untuk memeriksa keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data. Prosedur triangulasi meliputi

penggunaan data dari berbagai sumber. Untuk menambah nilai argumen,

makin banyak bukti yang diperoleh, maka akan semakin baik.

Triangulasi diperlukan karena terdapat perbedaan pemahaman

makna leksikon dari anak yang satu dengan anak yang lain meskipun data

(54)

menguji pemahaman peneliti dan narasumber mengenai hal-hal yang

diinformasikan oleh narasumber kepada peneliti (Bungin, 2011:264).

Ada empat cara dalam melakukan triangulasi (Bungin, 2011:265),

yaitu: (1) triangulasi kejujuran peneliti, yaitu dengan cara pengecekan

langsung oleh peneliti, wawancara ulang dan merekam data yang sama di

lapangan, misalnya dengan cara meminta bantuan guru kelas dengan

melakukan pengecekan langsung, wawancara ulang dan merekam data yang

sama, (2) triangulasi dengan sumber data, yaitu dilakukan dengan cara

membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan sautu informasi melalui

waktu dan cara yang berbeda, misalnya untuk menguji kredibilitas data,

maka pengujian data dapat dilakukan dengan wawancara kepada guru wali

kelas dan teman murid. Data dari kedua sumber tersebut dikategorisasikan

mana pandangan yang sama dan yang berbeda. Data yang telah dianalisis

akan menghasilkan suatu kesimpulan kemudian dimintakan kesepakatan

(member check) dengan kedua sumber tersebut, (3) triangulasi dengan

metode, yaitu mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda, (4)

triangulasi dengan teori, yaitu dilakukan dengan menguraikan pola,

hubungan dan menyertakan penjelasan pembanding, yaitu fakta yang

ditemukan di lapangan diperiksa tidak hanya dengan satu teori, namun

dengan teori yang akan diperlukan untuk penjelasan banding. Misalnya,

fakta mengenai teori relasi semantis diperiksa tidak hanya diperiksa dengan

teori yang dikemukakan oleh Saeed (2010), namun dapat juga diperiksa

(55)

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

4.1 Pengantar

Bab ini membahas paparan data dan temuan penelitian. Paparan data

dalam bab ini mendeskripsikan data yang berhasil dikumpulkan oleh

peneliti dan membahas presentasi data dengan memfokuskan pada

pengklasifikasian data. Kemudian, bagian temuan penelitian menerangkan

hasil analisis data. Temuan ini menyangkut tiga masalah penelitian, yakni

pemerolehan leksikon, kelas kata, dan relasi semantis yang terbentuk pada

leksikon anak-anak usia 7 tahun.

4.2 Paparan Data

Data dalam penelitian ini mengacu pada leksikon yang digunakan

anak usia 7 tahun yang dihubungkan dengan kelas kata dan relasi semantis

yang terbentuk pada leksikon anak. Seluruh data dikumpulkan dengan

menggunakan media gambar seri. Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan

dengan media gambar seri, diklasifikasikan berdasarkan kelompok dan kelas

kata yang terdapat dalam leksikon anak.

Terkait dengan pemerolehan leksikon anak usia 7 tahun, paparan

data dalam penelitian ini dapat diterangkan sebagai berikut.

(1) Data yang dikumpulkan berupa uraian yang ditulis oleh anak usia 7

tahun di SD Negeri 067690 Medan.

Berikut ini adalah data penelitian yang ditulis oleh anak usia 7 tahun

berdasarkan gambar seri yang telah disusun sedemikian rupa. Dalam

Gambar

Gambar 2.1 Meronim ‘rumah’
Gambar 2.2 Kerangka Kerja Teoretis
Tabel di atas menunjukkan bahwa ada dua belas kelompok leksikon
Tabel 4.8 Sinonim
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sub Unit Organisasi UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Buleleng. U P B SD No.1

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

Telah dilakukan penelitian studi komunitas makrozoobentos pada tiga aliran sumber air panas di Sumatera Barat, yaitu di Desa Aia Angek Kabupaten Tanah Datar, Desa

Kapasitas jalan Raden Inten tanpa hambatan samping yaitu sebesar 6204 smp/jam, sedangkan kapasitas dengan hambatan samping sangat tinggi sebesar 4818 smp/jam, dan Tingkat

Painting berarti bahwa ketika anda menambahkan sesuatu – apakah itu titik, garis, bangun, coretan dan sebagainya – ke atas bidang gambar, maka anda melakukan hal yang sama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rute angkutan kota di Kota Bogor memiliki jaringan sirkuit, faktor yang paling berpengaruh pemilihan rute bagi supir yaitu biaya dan

Biaya investasi wajib dikeluarkan oleh pengusaha apapun diawal usahanya, tidak terlepas pada usaha budidaya udang yang telah dilakukan oleh petambak di kawasan

kepemimpinan kepala bidang perencanaan di Perum Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah ?”. 1.3