STANDAR LEARNING TECHNOLOGY SYSTEM ARCHITECTURE
(IEEE P1484.1)
SRI PALUPI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Analisis dan Desain E-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan Menggunakan Standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tugas akhir ini.
Bogor, Juni 2012
Management Training Using Learning Technology System Architecture Standard (IEEE P1484.1). Under supervision of MEUTHIA RACHMANIAH and ABDUL RAHMAN SALEH.
The need for training that meets the competencies of librarians and can be accessed regardless distance and time were the reasons for the development of e-learning of Technical Library Management Training at Training Center, National Library of Indonesia. The development of e-learning in the National Library has been initiated since 2007, but until now it has not been used as it faces several obstacles. In 2010, the development of e-learning in Training Center already reached the stage of development of learning management system (LMS) that will be placed on Training Centre site. However, it is untested if it really meets the criteria for the implementation of e-learning of Technical Library Management Training. The constraints were associated with the absence of standardized LMS for the implementation of e-learning for that training. Therefore, the purpose of this research was to analyze and design e-learning for the holding of Technical Library Management Training using Learning Technology Systems Architecture standard (IEEE P1484.1/D11, 2002-11-28). The approach used in this research was to examine the condition of existing e-learning of Technical Library Management Training compared with the Learning Technology System Architecture Standard (LTSA) document. Out of 5 layers that existed in LTSA system components, only layer 1 to 4 were analyzed in this research. LTSA is a standard for learning technology system that provides a framework to determine the existing and to be constructed system. Further analysis of the layers in the LTSA document was used to make the design of e-learning of Technical Library Management Training. The conclusions obtained from this research was that e-learning of Technical Library Management Training in Training Center, National Library of Indonesia did not meet LTSA standard. Out of 16 LTSA system components (layer 3), only 5 components were met by the e-learning of Technical Library Management Training. Those were entity leaner, coach, evaluation, multimedia, and learning content. The components that did not exist were delivery, learner record, learning resources, behavior, assessment, learner information, query, catalog info, locator, interaction context, and learning parameters. Based on this analysis, the web browser (web-based LMS) was a good example to be used as reference in making the e-learning of Technical Library Management Training design because it can map out all LTSA system components.
SRI PALUPI. Analisis dan Desain E-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan Menggunakan Standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1). Dibimbing oleh MEUTHIA RACHMANIAH dan ABDUL RAHMAN SALEH.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat, maka penerapannya juga telah merambah di berbagai bidang termasuk di bidang pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya aplikasi pendidikan jarak jauh yang berbasiskan internet, maka ketergantungan akan jarak dan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan akan dapat diatasi, karena kegiatan akademik akan dapat disediakan secara online dan dapat diakses kapan saja.
Setiap tahunnya jumlah lulusan peserta Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang dibiayai oleh APBN tidak lebih dari 30 orang, sedangkan jika melihat jumlah tenaga teknis pengelola perpustakaan yang masih perlu mengikuti Diklat tersebut adalah sejumlah 16.965 orang. Melihat kenyataan tersebut maka Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI merintis pengembangan e-learning diklat tenaga perpustakaan yang akan dimulai dengan Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan.
Pengembangan e-learning di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI telah dirintis sejak tahun 2007, namun sampai sekarang belum juga dapat digunakan
karena menghadapi beberapa kendala. Pada tahun 2010, pengembangan e-learning di Pusdiklat sudah sampai pada tahap pembuatan learning management
system (LMS) yang nantinya akan diletakkan di situs Pusdiklat. Namun LMS ini belum teruji apakah sudah benar-benar memenuhi kriteria penyelenggaraan e-learning untuk Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan karena belum pernah dilakukan simulasi mulai dari pendaftaran peserta, kegiatan belajar mengajar hingga peserta lulus dan mendapatkan sertifikat kelulusan.
Learning management system untuk penyelenggaraan e-learning khusus untuk Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan diperlukan karena diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dengan baik. Selain itu, dengan learning management system ini diharapkan dapat mengakomodasi target peserta yang begitu banyak dan luas cakupannya yaitu meliputi seluruh wilayah Indonesia bahkan jika dimungkinkan pesertanya dari luar negeri juga.
Terkait dengan kendala belum adanya learning management system yang sudah teruji dan sesuai standar untuk penyelenggaraan e-learning bagi diklat tersebut, maka penelitian ini akan mencoba untuk menganalisa dan mendesain e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan. Analisis dan desain dilakukan dengan menggunakan suatu standar yang diakui secara internasional.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melihat kondisi e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang ada saat ini untuk kemudian dibandingkan dengan hasil analisis layer-layer yang ada pada dokumen standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1). Dengan cara ini akan dapat dilihat sejauh mana komponen-komponen yang ada pada standar tersebut sudah terpenuhi oleh e-learning diklat tersebut. Selanjutnya hasil analisis layer-layer pada dokumen LTSA akan digunakan untuk membuat desain e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai standar. Pembuatan desain e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan dilakukan setelah mendapatkan hasil dari analisa terhadap layer 1 s.d 4 dari LTSA dibandingkan dengan kondisi yang ada pada e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI belum sesuai dengan standar LTSA. Dari 16 komponen sistem LTSA (layer 3) hanya 5 komponen saja yang terpenuhi oleh e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan, yaitu entitas siswa (leaner entity), instruktur (coach), evaluasi (evaluation), multimedia, dan materi belajar (learning content). Komponen yang belum ada yaitu pengiriman (delivery), data siswa (learner record), sumber belajar (learning resources), perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information), kueri (query), informasi katalog (catalog information), locator, konteks interaksi (interaction context), dan parameter belajar (learning parameters). Berdasarkan analisis tersebut didapatkan hasil bahwa web browser (LMS berbasis web) merupakan contoh yang tepat untuk dijadikan acuan dalam pembuatan desain e-learning Diklat ini karena dapat memetakan seluruh komponen sistem LTSA.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
STANDAR LEARNING TECHNOLOGY SYSTEM ARCHITECTURE
(IEEE P1484.1)
SRI PALUPI
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
System Architecture (IEEE P1484.1)
Nama : Sri Palupi
NRP : G652080115
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Ir. Meuthia Rachmaniah, M.Sc
Anggota
Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc
Diketahui
Ketua Program Studi
Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 ini ialah e-learning dengan judul Analisis dan Desain E-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan Menggunakan Standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Meuthia Rachmaniah, M.Sc dan Bapak Ir. Abdul Rahman Saleh, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom selaku ketua Program Studi Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan yang telah banyak memberi saran dan motivasi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Gardjito, M.Sc selaku Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengikuti program beasiswa S2. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Opong Sumiati, M.Si, Bapak Drs. Ahmad Masykuri, SS, MM, Bapak Drs. Deni Kurniadi, M.Hum, Bapak Markus Tendean, S.Sos dan Bapak Drs. M. Sugiyanto serta para pejabat dan kolega di lingkungan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, kakak dan adik serta seluruh keluarga dan sahabat atas do’a dan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
xvi
xvii
xviii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...
1 2.1.1 E-learning ...
2.1.2 Learning Management System (LMS) ... 2.1.3 Learning Technology System Architecture (LTSA) ... 2.1.4 Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan ... 2.1.5 Pusat Pendidikan dan Pelatihan ...
6 7 8 16 17 2.2 Penelitian Terdahulu ... 18
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran ... 3.2 Pendekatan ... 3.3 Kerangka Penelitian ... 3.4 Prosedur Penelitian ...
20 20 21 21 3.4.1 Studi Pustaka ...
3.4.2 Pengumpulan Data ... 3.4.3 Analisis E-learning Berdasar Standar LTSA ... 3.4.4 Pembuatan Desain E-learning ...
21 21 22 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Observasi Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan secara klasikal di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI ... 4.2 Hasil Observasi Kondisi Saat Ini Mengenai Penyelenggaraan
Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan ... 4.3 Analisis E-learning Berdasar Standar LTSA ...
24
31 36 4.3.1 Layer 1: Interaksi learner dengan lingkungannya ...
4.3.2 Layer 2: Desain fitur-fitur yang berfokus pada siswa ... 4.3.3 Layer 3: Komponen-komponen sistem ... 4.3.4 Layer 4: Stakeholder perspective and priorities ... 4.3.5 Pembuatan Desain E-learning Diklat Teknis Pengelolaan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ...
73 73
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
75
DAFTAR TABEL
Halaman
1 2
3 4 5 6 7
8
Kurikulum diklat teknis pengelolaan perpustakaan ... Daftar instruktur dan mata ajar diklat teknis pengelolaan perpustakaan ... Daerah asal peserta diklat tahun 2009 – 2011 ... Daftar sarana di ruang administrator e-learning pusdiklat ... Daftar sarana di laboratorium komputer Pusdiklat ... Daftar mata ajar dalam format multimedia ... Pemetaan komponen LTSA terhadap e-learning diklat teknis pengelolaan perpustakaan ... Pemetaan web browser terhadap komponen sistem LTSA ...
25
27 28 33 33 35
DAFTAR GAMBAR
Hasil penelitian Graf dan List ... Lima layer LTSA ... Cara pandang learner terhadap lingkungan belajar ... Cara pandang sistem dari learner-environment interaction ...
Komponen-komponen sistem LTSA ... Langkah-langkah penelitian ... Daerah asal peserta diklat tahun 2009 – 2011 ... Model pola interaksi antara siswa dengan lingkungan pelatihan.. Abstraksi proses entitas siswa ... Abstraksi data flow multimedia ... Abstraksi data flow parameter belajar ... Abstraksi data flow perilaku ... Abstraksi proses evaluasi ... Abstraksi data flow informasi siswa ...
Abstraksi data store data siswa (learner records) ... Abstraksi data flow informasi siswa yang diterima oleh sistem instruktur ...
Abstraksi data flow informasi siswa yang disimpan oleh sistem instruktur ... Abstraksi data store informasi penilaian ... Abstraksi proses instruktur (langkah 1) ... Abstraksi proses instruktur (langkah 2 dan 3) ... Abstraksi proses instruktur (langkah 4) ... Abstraksi proses instruktur (langkah 5) ... Abstraksi control flow kueri ... Abstraksi data store sumber belajar ... Abstraksi data flow informasi katalog ... Abstraksi data flow locator yang dikirim oleh instruktur ...
Abstraksi control flowlocator yang dikirim oleh proses delivery
DAFTAR LAMPIRAN
GBPP Kebijakan Institusional dalam Pengembangan Perpustakaan . GBPP Pengantar Ilmu Perpustakaan ... GBPP Pengembangan Koleksi ... GBPP Katalogisasi ... GBPP Klasifikasi dan Tajuk Subyek ... GBPP Layanan Perpustakaan ... GBPP Perawatan Bahan Pustaka ... GBPP Pengantar Teknologi Informasi ... GBPP Promosi Perpustakaan ... GBPP Praktik Kerja Perpustakaan ... GBPP Studi Banding ... GBPP Diskusi ... GBPP Evaluasi ... Data bibliografis modul bahan ajar Diklat Teknis Pengelolaan
Perpustakaan ... Format evaluasi terhadap pengajar ... Format evaluasi terhadap penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan ... Format evaluasi terhadap sikap dan perilaku peserta ... Format evaluasi nilai tugas/praktek dan tes formatif peserta ... Format evaluasi seminar ... Kondisi sarana dan prasarana di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI Pedoman penjaminan mutu e-learning ...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat, maka
penerapannya juga telah merambah di berbagai bidang termasuk di bidang
pendidikan dan pelatihan (diklat). Penerapan teknologi informasi di bidang
pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan dan
memeratakan mutu pendidikan, terutama di Indonesia yang wilayahnya tersebar di
berbagai daerah yang sangat berjauhan. Penyelenggaraan pendidikan nasional
yang bersifat konvensional, mengalami banyak kendala ketika dituntut untuk
memberikan pelayanannya bagi masyarakat luas yang tersebar di seluruh
Nusantara. Kendala tersebut antara lain keterbatasan finansial, jauhnya lokasi, dan
keterbatasan jumlah institusi (Tafiardi, 2005).
Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat dan cepat dalam mengatasi
berbagai masalah yang berkaitan dengan mutu pendidikan sekarang. Dengan
adanya aplikasi pendidikan jarak jauh yang berbasiskan internet, maka
ketergantungan akan jarak dan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan diklat
akan dapat diatasi, karena kegiatan akademik akan dapat disediakan secara online
dan dapat diakses kapan saja.
Sehubungan dengan hal tersebut, kebutuhan akan suatu konsep dan
mekanisme belajar mengajar (pendidikan) berbasis teknologi informasi menjadi
tidak terelakkan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan e-learning
ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional
kedalam bentuk digital, baik isi maupun sistemnya. Saat ini konsep e-learning
sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya
implementasi e-learning di lembaga pendidikan (sekolah, training centre, dan universitas) maupun industri dan perusahaan (Effendy & Zhuang, 2005).
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI sesuai dengan
visinya “Menjadi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Terdepan di Bidang Diklat
Tenaga Perpustakaan” saat ini sedang merintis usaha ke arah pengembangan
Perpustakaan adalah diklat pertama yang saat ini sedang disiapkan untuk
dijadikan e-learning.
Banyaknya perpustakaan yang tersebar di seluruh Indonesia, baik itu
merupakan badan-badan perpustakaan dari tingkat provinsi sampai
kabupaten/kota, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus, maupun
perpustakaan perguruan tinggi menuntut adanya SDM pengelola perpustakaan
yang mempunyai pengetahuan dasar-dasar mengelola perpustakaan yang baik
sesuai dengan kaidah ilmu perpustakaan serta berkompeten dibidangnya. Hal ini
sesuai dengan UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 1 ayat 8 yang
berbunyi: pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas
dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan
perpustakaan. Selanjutnya, pendidikan tenaga perpustakaan dilakukan oleh
penyelenggara perpustakaan sesuai dengan pasal 33 ayat 1 – 3 yang berbunyi: (1)
Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan
tanggung jawab penyelenggara perpustakaan; (2) Pendidikan untuk pembinaan
dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
pendidikan formal dan/atau nonformal; (3) Pendidikan untuk pembinaan dan
pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kerja
sama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan
umum kabupaten/kota dengan organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan
dan pelatihan.
Namun demikian, untuk memenuhi sumber daya manusia (SDM) pengelola
perpustakaan yang memenuhi kriteria tersebut tidaklah dapat dicapai jika hanya
mengandalkan lulusan Pendidikan dan Pelatihan yang terbatas jumlahnya. Dalam
hal ini Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknis Pengelolaan Perpustakaan
diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Perpustakaan Nasional RI.
Menurut data statistik yang dikumpulkan oleh Pusat Pengembangan
Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca Perpustakaan Nasional RI pada tahun
2011, jumlah berbagai jenis perpustakaan yang tersebar di seluruh Indonesia
adalah 24.080 perpustakaan, yang terdiri dari 20.920 perpustakaan sekolah, 922
khusus. Jika 24.080 perpustakaan tersebut dikelola oleh satu orang tenaga
pengelola perpustakaan saja, maka jumlah tenaga pengelola perpustakaan yang
dibutuhkan adalah sesuai dengan jumlah perpustakaan yang ada tersebut yaitu
24.080 orang.
Setiap tahunnya jumlah lulusan peserta Pendidikan dan Pelatihan Teknis
Pengelolaan Perpustakaan yang dibiayai oleh APBN tidak lebih dari 30 orang,
sedangkan jumlah tenaga teknis pengelola perpustakaan, dengan asumsi seperti
tersebut di atas, yang masih perlu mengikuti diklat tersebut adalah sejumlah
24.080 orang. Melihat kenyataan tersebut maka Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Perpustakaan Nasional RI merintis pengembangan e-learning diklat tenaga perpustakaan yang akan dimulai dengan Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan.
Manfaat e-learning bagi tersedianya SDM pengelola perpustakaan sangat besar. Peserta pelatihan yang tersebar di seluruh Indonesia dapat mengikuti
pelatihan tanpa harus datang ke pusat, sehingga mereka dapat menghemat biaya
perjalanan dan waktu. Jika e-learning dapat berjalan dengan baik maka pemenuhan kebutuhan akan SDM pengelola perpustakaan tidak sulit untuk
dilakukan.
Pengembangan e-learning di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI telah dirintis sejak tahun 2007, namun sampai sekarang belum juga dapat digunakan
karena menghadapi beberapa kendala. Pada tahun 2010, pengembangan e-learning di Pusdiklat sudah sampai pada tahap pembuatan learning management system (LMS) yang nantinya akan diletakkan di situs Pusdiklat. Namun demikian, LMS ini belum teruji apakah sudah benar-benar memenuhi kriteria
penyelenggaraan e-learning untuk Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan karena belum pernah dilakukan simulasi mulai dari pendaftaran peserta, kegiatan
belajar mengajar hingga peserta lulus dan mendapatkan sertifikat kelulusan.
Learning management system untuk penyelenggaraan e-learning khusus untuk Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan diperlukan karena diharapkan
dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dengan baik. Selain itu, dengan
learning management system ini diharapkan dapat mengakomodasi target peserta yang begitu banyak dan luas cakupannya yaitu meliputi seluruh wilayah Indonesia
Terkait dengan kendala belum adanya learning management system yang sudah teruji dan sesuai standar untuk penyelenggaraan e-learning bagi diklat tersebut, maka penelitian ini akan mencoba untuk menganalisa dan mendesain
e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan. Analisis dan desain dilakukan dengan menggunakan suatu standar yang diakui secara internasional.
Learning Technology System Architecture (LTSA) merupakan suatu standar untuk sistem teknologi pembelajaran yang menyediakan suatu kerangka kerja
untuk mengetahui sistem yang ada dan yang akan dibangun. LTSA adalah sebuah
arsitektur yang berbasis kepada komponen-komponen abstrak. Implementasi
sistem teknologi pembelajaran dapat dipetakan dari/ke LTSA. Dokumen LTSA
yang akan digunakan sebagai standar pada penelitian ini adalah IEEE
P1484.1/D11, 2002-11-28.
1.2 Perumusan Masalah
Pada penelitian ini dirumuskan permasalahan yang harus diselesaikan untuk
mencapai tujuan yaitu:
“Bagaimana hasil analisis e-learning yang menggunakan standar Learning Technology System Architecture dapat menghasilkan desain e-learning yang sesuai standar bagi penyelenggaraan e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis dan desain e-learning bagi penyelenggaraan Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan menggunakan Standar
Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1/D11, 2002-11-28).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Jangka pendek: memberikan rekomendasi kepada Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Perpustakaan Nasional RI dalam menyelenggarakan e-learning
(2) Jangka menengah: menjadi acuan/pedoman bagi penyelenggaraan
e-learning diklat tenaga perpustakaan lainnya.
(3) Jangka panjang: memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya Ilmu Perpustakaan dengan semakin banyaknya
orang yang dapat mempelajari Ilmu Perpustakaan melalui e-learning.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam tesis ini penelitian dibatasi dengan cakupan sebagai berikut:
(1) Melakukan analisis terhadap standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1/D11, 2002-11-28).
(2) Analisis Learning Technology System Architecture (LTSA) dibatasi hanya pada layer 1 s.d. layer 4 dari 5 layer yang ada pada dokumen LTSA tersebut.
(3) Komponen-komponen yang dianalisis berdasarkan standar dari LTSA
diantaranya adalah: learner entity, coach, evaluation dan delivery.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Basis Teori
2.1.1 E-learning
The American Society for Training and Development (ASTD)
mendefinisikan e-learning sebagai:
a broad set of applications and processes which include web-based learning, computer-based learning, virtual classrooms, and digital. Much of this is delivered via the Internet, intranets, audio- and videotape, satellite broadcast, interactive TV, and CD-ROM.
Selanjutnya Soekartawi et.al (2002) mendefinisikan e-learning sebagai berikut:
“E-learning is a generic term for all technologically supported learning using on array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions and the more recognized web based training or computer aided instruction also commonly reffered to as online courses”
Definisi lain menurut Clark dan Meyer (2008), e-learning didefinisikan sebagai berikut:
E-learning adalah salah satu dari model training yang berisi content
(informasi) dan metode instruksi (teknik) yang disampaikan melalui komputer (termasuk didalamnya CD-ROM, Internet ataupun Intranet) dalam bentuk teks, gambar, animasi, atau video, yang didesain untuk membantu pembelajar mencapai tujuan pembelajaran pribadi atau performa kerja yang sejalan dengan tujuan suatu organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka e-learning juga dapat diartikan sebagai pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jaringan elektronik
seperti telepon, audio, video tape, transmisi satelit atau komputer. Walaupun
didefinisikan dengan berbagai versi yang mungkin satu sama lain berbeda, namun
2.1.2 Learning Management System (LMS)
Ada dua bagian utama e-learning, yaitu learning management system dan
e-learning content atau materi pelajaran e-learning yang akan dipelajari oleh pemakai. Learning management system (LMS) adalah sistem yang membantu administrasi dan berfungsi sebagai platform e-learning content (Effendy & Zhuang, 2005). Sejalan dengan Effendy & Zhuang (2005), Mason & Rennie
(2009) menyatakan LMS adalah perangkat lunak yang menyediakan sarana untuk
administrasi e-learning dengan menyediakan sistem akses serta sistem pelacakan bagi kemajuan siswa.
Beberapa fungsi dasar LMS (Effendy & Zhuang, 2005) adalah: a) katalog,
b) registrasi dan persetujuan, c) menjalankan dan memonitor e-learning, d) evaluasi, e) komunikasi, f) laporan, g) rencana pelatihan, dan h) integrasi.
LMS ada yang bersifat proprietary (komersial), ada yang open source.
Contoh LMS proprietary adalah Saba Software, Apex Learning, Blackboard Inc., ANGEL Learning, dan Desire2Learn. LMS yang open source misalnya Tutor, Claroline, Dokeos, ILIAS, LON-CAPA, Moodle, dan Online Learning And Training (OLAT), dan Sakai Project. Pemilihan LMS disesuaikan dengan kebutuhan dan proses bisnis yang ada di institusi masing-masing.
Graf dan List (2005) dibiayai oleh European Social Fund (ESF) meneliti tentang evaluasi dan komparasi LMS berbasis open source. Graf menggunakan satu metode evaluasi produk software bernama Qualitative Weight and Sum
(QWS). QWS menghitung bobot (weight) menggunakan enam simbol kualitatif berdasarkan tingkat kepentingannya (importance level). Simbol-simbol dimaksud diurutkan dari yang paling penting ialah: E (essential), * (extremely valuable), # (very valuable), + (valuable), | (marginally valuable), 0 (not valuable). QWS memungkinkan penetapan maximum value sendiri, jadi tidak harus “E (essential)” yang paling tinggi, bisa juga “# (very valuable)” misalnya. Sistem pengukuran kualitas software seperti Graf ini adalah berdasarkan “product” dan bukan “process“.
memiliki subkategori, misalnya di communication tools akan dilihat fitur forum, chat, mail/message, announcements, conferences, collaboration, dan
synchronous/asynchronous tools. Subkategori lain bisa dilihat pada gambar 1 di bawah.
Gambar 1 Hasil penelitian Graf & List (2005)
Hasil dari penelitian ini yaitu secara umum Moodle dapat dikatakan merajai
kompetisi ini, unggul terutama di kategori communication tools, learning objects, management of user data, usability, dan adaptation. ILIAS dan Dokeos di urutan kedua dan ketiga, sedangkan urutan keempat adalah Atutor, LON-CAPA,
Spaghettilearning dan Open USS. Sakai dan dotLRN ada di posisi terakhir.
2.1.3 Learning Technology System Architecture (LTSA)
Dalam dokumen draft standar (IEEE, 2002) Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1/D11, 2002-11-28) disebutkan bahwa LTSA adalah suatu standar internasional sistem pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
IEEE 1484.1 Learning Technology Standards Committee (LTSC). LTSA adalah sebuah arsitektur yang berbasis pada komponen abstrak. Tingkat abstraksi yang
lebih tinggi dapat “diterapkan” pada tingkat yang lebih rendah: baik sebagai
abstraksi tingkat yang lebih rendah, atau sebagai implementasi aktual. Sistem
teknologi pembelajaran (implementasinya) dapat dipetakan dari/ke LTSA. Subcategories For
Communication tools Learning objects
user data
batas, fungsi, dan dekomposisi aktual atau sistem teknologi pembelajaran abstrak
mungkin tidak memiliki struktur yang sama dengan LTSA, artinya pemetaan
untuk LTSA tidak mungkin “satu-ke-satu”.
Tidak semua sistem teknologi pembelajaran akan memiliki semua
komponen LTSA atau dengan kata lain pemetaan untuk LTSA tidak mungkin
persis sama. LTSA dimaksudkan untuk memiliki penerapan yang luas atas
sistem teknologi pembelajaran. Tidak ada teknologi suatu generasi tertentu tersirat
dengan LTSA, jadi mungkin LTSA berlaku pada masa lalu (misalnya pada kurun
waktu 10, 30 dan 100 tahun yang lalu), masa kini (misalnya pada sistem yang
sudah ada), dan masa depan (misalnya pada sistem 10 tahun dari sekarang).
Standar ini menetapkan arsitektur level tinggi untuk pembelajaran yang
didukung teknologi informasi, pendidikan, dan sistem pelatihan yang
menggambarkan desain sistem tingkat tinggi beserta komponen-komponennya.
Standar ini mencakup berbagai sistem secara luas, umumnya dikenal sebagai
teknologi pembelajaran, teknologi pendidikan dan pelatihan, pelatihan berbasis
komputer, instruksi berbantuan komputer, dan intelligent tutoring. Standar ini bersifat netral terhadap aspek pedagogis, konten, budaya, implementasi, dan
platform. Standar ini (IEEE, 2002): (1) menyediakan kerangka bagi pemahaman
sistem yang sudah ada dan yang akan dibangun, (2) mempromosikan
interoperabilitas dan mudah dibawa (portable) dengan mengidentifikasi abstrak dan antarmuka sistem tingkat tinggi, serta (3) menggabungkan berbagai teknis
(penerapan) minimal 5-10 tahun sambil tetap mudah beradaptasi dengan teknologi
baru dan sistem teknologi pembelajaran. Standar ini akan memfasilitasi
pengembangan pedoman konfigurasi (misalnya profil) untuk sistem teknologi
pembelajaran umum. Standar ini tidak bersifat preskriptif maupun eksklusif.
Selanjutnya, dalam standar tersebut juga dikatakan bahwa secara umum,
tujuan pengembangan arsitektur sistem adalah untuk menciptakan kerangka kerja
tingkat tinggi untuk memahami jenis sistem tertentu, subsistemnya, dan interaksi
mereka dengan sistem yang terkait, atau dengan kata lain dimungkinkan untuk
lebih dari satu arsitektur (IEEE, 2002). Suatu arsitektur bukanlah suatu cetak biru
untuk merancang sebuah sistem tunggal, tetapi suatu kerangka kerja untuk
perbandingan sistem-sistem, atau dapat dikatakan arsitektur digunakan untuk
analisis dan komunikasi. Dengan mengungkapkan komponen bersama atas sistem
yang berbeda pada tingkat yang tepat secara umum, arsitektur mempromosikan
desain dan implementasi komponen dan subsistem yang dapat digunakan kembali,
dengan biaya yang efektif dan mudah beradaptasi, atau dengan kata lain bersifat
abstrak, antarmuka interoperabilitas tingkat tinggi dan layanan yang dapat
diidentifikasi. Kerangka arsitektur yang dikembangkan dalam standar ini tidak
dimaksudkan memberikan rincian implementasi spesifik yang diperlukan untuk
membuat komponen sistem teknologi pembelajaran.
2.1.3.1 Learning Technology System Architecture (LTSA) Layer
LTSA menspesifikasikan lima lapisan (layer), tetapi hanya layer 3 yang bersifat normatif sedangkan layer lainnya bersifat informatif. Normatif adalah istilah yang digunakan dalam LTSA sebagai petunjuk pada spesifikasi sistem
secara teknis pada implementasi yang akan dilakukan. Informatif adalah istilah
pada LTSA yang cukup membantu dalam perancangan arsitekturnya, namun
bukan merupakan hal yang diperlukan untuk mengerti isi dari standar LTSA. Hal
ini tidak termasuk spesifikasi teknis dan bukan berasal dari bagian terintegrasi
dari standar LTSA (IEEE, 2002).
Setiap layer menggambarkan sebuah sistem pada level yang berbeda.
Layer yang lebih tinggi memiliki prioritas yang lebih besar dan berpengaruh dalam analisis dan perancangan sistem. Berikut ini adalah lima layer yang dispesifikasikan LTSA (IEEE, 2002):
(1) Layer 1: Learner and Environment Interaction
Layer ini berfokus kepada akuisisi learner, transfer, pertukaran, formulasi dan penemuan pengetahuan dan atau informasi melalui interaksi dengan
lingkungan.
(2) Layer 2: Learner-Related Design Features
Layer ini berfokus kepada pengaruh yang dimiliki learner pada perancangan sistem teknologi pembelajaran.
(3) Layer 3: System Components
(4) Layer 4: Stakeholder Perspective and Priorities
Layer ini mendeskripsikan sistem teknologi pembelajaran dari berbagai perspektif dengan mengacu pada layer 3. Setiap stakeholder memiliki perspektif yang berbeda terhadap sistem pembelajaran. Analisis terhadap
perspektif dapat menghasilkan:
a. Verifikasi dan validasi komponen LTSA pada sistem.
b. Penentuan komponen LTSA yang tidak perlu dan perlu ditekankan pada
sistem.
c. Indikasi berbagai prioritas perancangan level tinggi dan level rendah.
(5) Layer 5: Operational Components and Interoperability (codings, APIs, protocols)
Layer ini mendeskripsikan komponen dan antar muka yang bersifat generik dari arsitektur pembelajaran berbasis teknologi informasi seperti yang
diidentifikasi pada layer 4.
Kelima spesifikasi layer arsitektur dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Lima layer LTSA(IEEE, 2002) Keterangan notasi pada gambar:
LE : Learner Entity B : Behavior
C : Coach LP : Learning Parameters
D : Delivery A : Assessment
E : Evaluation LI : Learner Info
LR : Learning Resources L : Locator
R : Learner Records LC : Learning Content
M : Multimedia CI : Catalog Info
IC : Interaction Context Q : Query
Lima layer abstrak ini mengidentifikasi prioritas desain, atau urutan desain dari yang paling penting sampai ke paling tidak penting. Pengembang akan
(layer 2) memiliki efek yang lebih luas pada desain sistem daripada, misalnya, format multimedia (layer 5). Format multimedia mempunyai lingkup kecil.
Lima layer mewakili lima bidang independen analisis teknis. Sebagai contoh, adalah mungkin untuk mendiskusikan sebuah abstraksi (misalnya,
komponen sistem LTSA atau layer 3), terlepas dari implementasi (misalnya,
coding, API, dan protocols yang merupakan implementasi aktual/layer 5). Dengan kata lain, meskipun layer 3 berisi komponen seperti “evaluasi” dan
“pelatih”, komponen-komponen ini adalah “konseptual” dalam arti tidak ada
keharusan bagi komponen-komponen tersebut disebut sebagai “evaluasi” dan
“pelatih” dalam implementasi aktual.
Lima layer LTSA membantu memisahkan “gambar besar” dari “rincian”. Penggunaan beberapa layer membantu pembaca memahami struktur “langkah demi langkah”. Layer 3 (komponen sistem) dapat digunakan untuk menganalisis kebutuhan interoperabilitas antar subsistem utama dalam sistem teknologi
pembelajaran. Berikut penjelasan lebih rinci mengenai layer pada LTSA (IEEE, 2002)
Gambar 3 Cara pandang learner terhadap lingkungan belajar (IEEE, 2002) :
(1) Layer 1 learner-environment interaction (Interaksi antara learner dengan lingkungannya)
Layer 1 atau layer atas LTSA adalah layer arsitektur yang sangat umum yang disebut “learner-environment interaction”.
Layer ini berfokus pada fungsi tingkat tertinggi (yang paling umum) dari perspektif teknologi informasi: learner memiliki pengetahuan baru atau berbeda setelah mendapatkan pengalaman belajar. Dalam teknologi
Internet/Web Lab Parent Collaboration* Mentor Teacher Coach
School
Books Television Computers
Other Learners*
Employer
Library Multimedia
Other Employees*
Newspaper
informasi, ini adalah diagram salah satu subsistem (lingkungan) yang
mentransfer informasi ke subsistem (learner), yang disebut suatu interaksi. Diagram learner-environment interaction tidak dimaksudkan untuk mewakili teori belajar yang ada atau proses pembelajaran. Ini merupakan
isu yang ada dalam teknologi informasi pada sistem teknologi pembelajaran
dan berguna untuk analisis dan teknik desain rekayasa perangkat lunak
secara umum dan mudah dipahami.
Gambar 4 Cara pandang sistem dari learner-environment interaction (IEEE, 2002)
Diagram interaksi learner-environment interaction (Gambar 4) hanya mewakili learner entity dan lingkungan mereka dari perspektif rekayasa sistem teknologi informasi, artinya diagram ini tidak menggambarkan
penelitian terkini tentang teori belajar.
Untuk keperluan standar ini, fokus
utama adalah teknologi informasi.
Sebagai catatan, pada layer ini seringkali ditemukan kebingungan atau salah tafsir. Tujuan dari layer ini adalah untuk melihat sistem dari perspektif teknologi informasi (terutama dalam hal aliran informasinya). Banyak yang
salah mengartikan layer ini sehingga memahaminya sebagai deskripsi beberapa teori belajar. Perlu ditegaskan bahwa deskripsi ini bukanlah
sebuah diagram dari teori belajar apapun. Tujuan dari deskripsi teknologi
pembelajaran pada layer ini adalah untuk menghubungkannya dengan metodologi rekayasa perangkat lunak sehingga dapat menciptakan abstraksi
pada layer yang lebih rendah.
Diagram ini sama dengan diagram
pada Gambar 3. Kolaborasi antara learner bersifat internal bagi learner entity kolektif.
Environment
Learning InteractionsLearner Entity
Collaboration
Learner
Alasan untuk menggunakan teknik diagram adalah untuk
menyederhanakan suatu aspek rekayasa desain teknologi: fokusnya adalah
pada cara pandang keseluruhan terhadap arus informasi dan sistem tersebut
digambarkan sebagai panah satu arah (aliran) interaksi dari lingkungan bagi
learner entity. Implementasi konsep (abstraksi tingkat yang lebih rendah atau sistem itu sendiri) dapat berfokus pada isu-isu pedagogis atau masalah
teknis lainnya.
Notasi LTSA pada kolaborasi learner adalah untuk menyederhanakan fitur LTSA sehingga dalam hal ini kolaborasi learner bersifat internal pada
learner entity dan bukan merupakan komponen yang terpisah. Learner entity (proses) mewakili abstraksi learner, yang dapat berupa seorang individu, beberapa learner yang bekerjasama, atau para anggota sebuah tim yang mempunyai tugas yang berbeda-beda. Analoginya dapat dilihat pada
sistem database yang terbagi yaitu beberapa database berkolaborasi untuk
menampilkan sebuah database.
Environment (proses) mewakili lingkungan dimana learner entity
berinteraksi. Learning interactions atau interaksi pembelajaran yang merupakan aliran data dapat dikolaborasikan menjadi pengalaman belajar.
(2) Layer 2 Learner-related design features (Desain yang berfokus pada
learner)
Layer ini memfokuskan pada pengaruh learner terhadap desain sistem teknologi pembelajaran. Desain yang lebih rendah dari layer arsitektur dipengaruhi oleh kebutuhan learner, khususnya, sifat manusia (yang berbeda dengan mesin) dalam belajar. Rincian dari pengaruh learner pada desain sistem berada di luar lingkup standar ini.
(3) Layer 3 System Components (Komponen Sistem) dibahas tersendiri pada sub-bab 2.1.3.2
(4) Layer 4 Stakeholder perspective/priorities (perspektif/priotitas stakeholder)
Layer perspektif/prioritas stakeholder dianggap sebagai perbaikan
layer yang terpisah karena layer ini membahas granularitas desain isu tertentu dimana perspektif, cara pandang, atau subsetnya relevan dengan
(5) Layer 5 Operational components and interoperability (Komponen operasional dan interoperabilitas)
Bidang utama komponen operasional dan interoperabilitas
diidentifikasi melalui beberapa notasi, tetapi secara umum dijelaskan
sebagai coding, API, dan protokol. Mengetahui standar interoperabilitas
(coding, API, dan protokol) yang sedang digunakan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang sistem dan membantu untuk mengetahui tentang
potensi interoperabilitas, tetapi sistem harus diintegrasikan dan
dikonfigurasi dengan benar untuk mencapai interoperabilitas yang tepat di
antara mereka sendiri. Standar teknis dapat dikaitkan dengan LTSA dan
proses pembangunan yang menciptakan dan menyelaraskan pekerjaan
teknis.
Aliran data dideskripsikan dengan konektivitas dan tipe dari informasi
yang dialirkan. Aliran data terdiri atas perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information), query, info katalog (catalog info), locator, materi pembelajaran (learning content), multimedia, Spesifikasi pengkodean, API, protokol yang aktual, berada di luar
lingkup LTSA.
2.1.3.2 Komponen Sistem LTSA (Layer 3)
Komponen LTSA dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu: proses,
penyimpanan data, dan aliran data.
(1) Proses (Process)
Proses dideskripsikan dengan batasan, input, fungsionalitas dan
output. Proses terdiri dari entitas siswa (learner entity), evaluasi (evaluation), instruktur (coach) dan pengiriman (delivery). Proses digambarkan dengan simbol elips.
(2) Penyimpanan Data (Store)
Penyimpanan data dideskripsikan dengan tipe dari informasi yang
disimpan dan dicari kembali dengan metode search, retrieval dan update. Penyimpanan data terdiri dari data siswa (learner records) dan sumber belajar (learner resources). Penyimpanan data digambarkan dengan simbol empat persegi panjang.
konteks interaksi (interaction context), dan parameter pembelajaran (learning parameters) (Gambar 5).
Gambar 5 Komponen-komponen sistem LTSA (IEEE, 2002)
Layer ini menerapkan perbaikan layer diatasnya sebagai kumpulan dari komponen sistem. LTSA mengidentifikasi empat proses, yaitu learner entity, evaluation, coach dan delivery; dua tempat penyimpanan, yaitu
learner records dan learning resources, dan tiga belas informasi mengalir di antara komponen ini, yaitu behavior, assessment, learner information (tiga kali), query, catalog info, locator (dua kali), learning content, multimedia, interaction context, dan learning parameters.
2.1.4 Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknis Pengelolaan Perpustakaan
Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan adalah salah satu Diklat Tenaga
Teknis Perpustakaan. Beberapa Diklat Tenaga Teknis Perpustakaan yang lain
adalah Diklat Pengolahan Bahan Perpustakaan, Diklat Penulisan Karya Ilmiah,
Diklat Pengembangan Koleksi Bahan Perpustakaan Digital, Diklat Pelestarian
Bahan Perpustakaan, dan Diklat Layanan.
Diklat Tenaga Teknis Perpustakaan adalah diklat yang dilaksanakan untuk
mencapai persyaratan kompetensi teknis kepustakawanan yang diperlukan untuk
pelaksanaan tugas pengelola perpustakaan. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Tenaga Teknis Perpustakaan berfungsi mengembangkan potensi pegawai melalui
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menjalankan tugas
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
132/KEP/M.PAN/12/2002 Perpustakaan Nasional RI adalah lembaga pemerintah
yang bertanggung jawab dalam pembinaan jabatan fungsional pustakawan. Salah
satu bentuk pembinaan adalah melalui penyelenggaraan Diklat Teknis
Kepustakawanan. Dalam rangka penyelenggaraan diklat tersebut, sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Pasal 26 ayat (1) dan (2)
Perpustakaan Nasional RI mempunyai tugas menyusun berbagai pedoman diklat
sebagai acuan pelaksanaan diklat untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
penyelenggaraan diklat yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara diklat.
Tujuan dari diadakannya Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan adalah
membekali peserta dengan kemampuan dalam mengelola perpustakaan, sehingga
lulusan dapat menyelenggarakan tata kerja rutin perpustakaan, mulai dari
pengadaan, pengolahan, perawatan koleksi, dan pelayanan perpustakaan.
2.1.5 Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Buku Rencana Strategis Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan
Nasional RI Tahun 2010 s.d. 2014 menyatakan bahwa Pusat Pendidikan dan
Pelatihan (Pusdiklat) merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Deputi
Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI.
Pusdiklat mempunyai visi: “Menjadi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Terdepan di
bidang Diklat Tenaga Perpustakaan.” Selanjutnya, misi Pusdiklat yaitu
(Perpusnas, 2009):
a. Melaksanakan kajian kebutuhan diklat di bidang perpustakaan;
b. Menyusun dan mengembangkan kurikulum diklat tenaga perpustakaan;
c. Menyusun dan mengembangkan bahan ajar diklat tenaga perpustakaan;
d. Menyelenggarakan diklat tenaga perpustakaan;
e. Mengelola dan mengembangkan sarana diklat;
f. Mengevaluasi dan memantau pelaksanaan diklat dan pasca-diklat tenaga
perpustakaan;
g. Membina dan mengembangkan penyelenggaraan diklat tenaga perpustakaan;
i. Melaksanakan akreditasi dan sertifikasi lembaga penyelenggara diklat tenaga
perpustakaan.
Berdasarkan Pasal 96 Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 3
Tahun 2001, Pusat Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas melaksanakan
pengembangan kurikulum, program, penyelenggaraan dan pengelolaan sarana,
serta evaluasi program pendidikan dan pelatihan perpustakaan. Selanjutnya dalam
melaksanakan tugas tersebut Pusdiklat menyelenggarakan fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan dan pengembangan kurikulum program pendidikan
dan pelatihan perpustakaan;
b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan perpustakaan;
c. Pelaksanaan pengelolaan sarana pendidikan dan pelatihan;
d. Evaluasi program pendidikan dan pelatihan perpustakaan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan berkaitan dengan
e-learning menggunakan Standar Learning Technology System Architecture
adalah penelitian yang dilakukan oleh Fadjriya (2001) dalam tesisnya yang
berjudul Perancangan E-Training Berbasis Web Menggunakan Standard Learning Technology System Architecture Studi Kasus: PT. Harrisma Service Centre. Tujuan dari penelitian tersebut adalah membuat rancangan e-training
yang bisa diakses oleh para peserta pelatihan dari semua tempat dan setiap waktu.
Ruang lingkupnya membahas perancangan sistem untuk pembuatan e-training di PT. Harrisma Service Centre dengan menggunakan standar LTSA. Penelitian ini
tidak mencakup penulisan pengkodean, user interface dan struktur basis data untuk sistem e-training tersebut.
Metode penelitian pada tesis ini mengikuti standar yang ada pada LTSA
yang merupakan standar IEEE untuk learning technology. Dalam pembahasannya, perancangan dibahas layer demi layer mulai dari layer tertinggi yang merupakan level abstraksi ke layer yang lebih rendah yang sifatnya semakin teknis.
(Distance Learning) Mengadopsi Standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1/D11). Maksud dari diadakannya penelitian ini adalah untuk merancang dan membangun aplikasi distance learning berdasarkan standar sistem arsitektur LTSA. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian tersebut
adalah: 1). untuk membangun aplikasi sebagai sarana belajar bagi para pelaku
kegiatan belajar mengajar yang berbasis pada web; dan 2). untuk membangun
aplikasi yang dapat menggantikan peran pengajar dengan sebuah sistem yang
dapat diakses oleh para pelajar, sehingga kegiatan belajar mengajar tetap dapat
berjalan walaupun mereka tidak berada pada tempat dan saat yang sama.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah studi
kepustakaan, identifikasi kebutuhan sistem, perancangan, pembuatan program,
dan uji coba pada skala lab. Dalam pembahasannya dilakukan perancangan hingga
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Penyelenggaraan e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan dilakukan untuk memenuhi sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjadi
pengelola perpustakaan yang mempunyai pengetahuan dasar-dasar mengelola
perpustakaan yang baik sesuai dengan kaidah ilmu perpustakaan serta
berkompeten dibidangnya. Target peserta diklat yang banyak dan tersebar di
seluruh Indonesia menuntut adanya suatu manajemen penyelenggaraan e-learning
diklat tersebut yang tepat agar dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas
dengan kompetensi seperti yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan adanya
desain e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang dapat memenuhi kebutuhan tenaga pengelola perpustakaan tersebut.
Saat ini learning management system (LMS) dan content e-learning tersebut telah dibangun oleh pihak ketiga namun belum teruji apakah sudah
benar-benar memenuhi kriteria penyelenggaraan e-learning untuk Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan. Oleh sebab itu penelitian ini ingin melakukan analisis
dan desain e-learning dengan menggunakan standar yang diakui secara internasional yaitu dengan Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1).
3.2 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melihat
kondisi e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang ada saat ini untuk kemudian dibandingkan dengan hasil analisis layer-layer yang ada pada dokumen standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1). Dengan cara ini akan dapat dilihat sejauh mana komponen-komponen yang ada
pada standar tersebut sudah terpenuhi oleh e-learning diklat tersebut.
3.3 Kerangka Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan pada penelitian ini disajikan pada
Gambar 6:
Gambar 6 Langkah-langkah penelitian
3.4 Prosedur Penelitian
Berdasarkan langkah-langkah penelitian pada Gambar 6, maka tahapan
penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
3.4.1 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pemahaman mengenai Standar
Learning Technology System Architecture.
3.4.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
Mulai
Studi Pustaka
Pengumpulan data: observasi dan wawancara mengenai penyelenggaraan Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan
secara klasikal dan e-learning
Analisis e-learning berdasar standar LTSA dibandingkan dengan kondisi terkini penyelenggaran e-learning
Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan
Pembuatan desain e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan
Kesimpulan dan Saran
(1) Melakukan pengamatan langsung atau observasi terhadap:
a. Penyelenggaraan Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan secara klasikal
di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.
Observasi terhadap penyelenggaraan Diklat Teknis Pengelolaan
Perpustakaan secara klasikal di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI
dilakukan dengan melihat tujuan diklat, mata ajar (kurikulum), bentuk
bahan ajar, metode pembelajaran, pengajar/instruktur, peserta, evaluasi,
waktu dan tempat pelaksanaan, sarana dan prasarana serta anggaran.
b. Kondisi saat ini mengenai kesiapan penyelenggaraan e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan.
Observasi ini meliputi kesiapan penyelenggaraan e-learning diklat tersebut dalam hal calon peserta diklat, sarana dan prasarana, calon SDM
pengelola, kurikulum, pengajar, content e-learning, learning management system, website Pusdiklat, kebijakan pengembangan
e-learning, serta perangkat pendukung lainnya yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan e-learning.
(2) Wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian.
Wawancara dilakukan dengan para pejabat struktural di lingkungan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan, para pejabat terkait, pihak ketiga yang membuat
learning management system untuk e-learning di Pusat Pendidikan dan Pelatihan serta calon SDM pengelola e-learning.
3.4.3 Analisis e-learning berdasar standar LTSA dibandingkan dengan kondisi terkini penyelenggaraan Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap layer 1, 2, 3, dan 4 dari LTSA (Gambar 2, hal.11). Analisis dilakukan dengan melihat kondisi yang ada saat ini.
Selanjutnya, dilakukan perbandingan antara kondisi terkini e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan dengan hasil analisis e-learning berdasar standar LTSA.
3.4.4 Pembuatan desain e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan Setelah mendapatkan hasil perbandingan dari analisis terhadap layer demi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan mengulas mengenai kondisi e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang ada saat ini untuk kemudian dibandingkan dengan
hasil analisis layer-layer yang ada pada dokumen standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1). Dengan cara ini akan dapat dilihat sejauh mana komponen-komponen yang ada pada standar tersebut sudah terpenuhi oleh
e-learning diklat tersebut. Dengan melihat komponen-komponen yang sudah dan belum terpenuhi, maka akan dibuat desain e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai dengan standar IEEE P1484.1 tentang LTSA.
4.1 Hasil Observasi Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan Secara Klasikal di
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI.
Observasi terhadap penyelenggaraan Diklat Teknis Pengelolaan
Perpustakaan secara klasikal di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dilakukan
dengan melihat berbagai aspek; yaitu 1) tujuan diklat, 2) mata ajar (kurikulum), 3)
bentuk bahan ajar, 4) metode pembelajaran, 5) pengajar/instruktur, 6) peserta,
7) evaluasi, 8) waktu dan tempat pelaksanaan, 9) sarana dan prasarana,
10) anggaran.
1) Tujuan Diklat
Tujuan diklat yaitu membekali peserta dengan kemampuan dalam
mengelola perpustakaan, sehingga lulusan dapat menyelenggarakan tata kerja
rutin perpustakaan, mulai dari pengadaan, pengolahan, perawatan koleksi dan
pelayanan perpustakaan.
2) Mata Ajar (kurikulum)
Kurikulum Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan terdiri dari 150 jam
pelatihan (jamlat) dengan alokasi waktu satu jamlat berdurasi 45 menit.
Kurikulum ini diselesaikan selama 17 hari, dengan waktu belajar mulai dari Senin
sampai Sabtu pukul 08.00 - 17.45 WIB. Kurikulum Diklat Teknis Pengelolaan
Perpustakaan dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun silabus dari setiap mata ajar
Tabel 1 Kurikulum Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan
3) Bentuk bahan ajar
Bahan ajar yang diberikan kepada peserta diklat adalah berupa modul yang
tercetak untuk setiap mata ajar sedangkan instruktur menyampaikan materinya
dalam bentuk file presentasi. Pengarang, tahun terbit, judul, dan penerbit untuk setiap modul dapat dilihat pada Lampiran 14.
4) Metode pembelajaran
Pendidikan dan pelatihan dilakukan secara klasikal atau tatap muka
langsung di dalam kelas antara peserta diklat dengan instruktur. Metode
pembelajaran yang dipakai berupa pemberian ceramah/kuliah yang diselingi
dengan tanya jawab antara peserta dengan instruktur dan praktik. Selain itu juga
dilakukan diskusi kelompok, praktik kerja perpustakaan, studi banding, dan
seminar/diskusi hasil studi banding.
Praktik kerja perpustakaan berupa kegiatan praktik langsung mengenai
teknis operasional pengelolaan perpustakaan di perpustakaan yang dianggap
No. Mata Ajar Durasi (Jam Pelatihan) 1. KELOMPOK DASAR
a. Kebijakan Institusional dalam Pengembangan Perpustakaan
2 b. Pengantar Ilmu Perpustakaan 10 2. KELOMPOK INTI
a. Pengembangan Koleksi 12 b. Katalogisasi 24 c. Klasifikasi dan Tajuk Subyek 24 d. Layanan Perpustakaan 20 e. Perawatan Bahan Pustaka 8 f. Pengantar Teknologi Informasi 8 g. Promosi Perpustakaan 8 h. Praktik Kerja Perpustakaan 16 3. KELOMPOK PENUNJANG
a. Studi Banding 8
b. Diskusi 6
c. Evaluasi 4
memadai dalam pengelolaannya. Praktik kerja meliputi kegiatan pengelolaan
perpustakaan secara keseluruhan, terutama kegiatan substantif perpustakaan
(pengadaan, pengolahan, pelayanan, dan perawatan bahan pustaka), serta belajar
pemecahan masalah pengelolaan.
Tujuan praktik kerja perpustakaan adalah agar peserta memperoleh
pengetahuan dan pengalaman praktis tentang penyelenggaraan perpustakaan
dengan berbagai aspeknya, mengaplikasikan dan membandingkan antara teori
yang telah dipelajari dengan praktik di lapangan, sehingga dapat menambah
pemahaman dan pengalaman peserta dalam penyelenggaraan perpustakaan.
Peserta diklat biasanya dibagi menjadi enam kelompok yang masing-masing
melakukan praktik kerja selama dua hari. Beberapa tempat yang biasa menjadi
lokasi praktik kerja perpustakaan adalah:
a) Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya No. 28A Jakarta Pusat
b) Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI, Jln. Gatot Subroto No.
10 Jakarta Pusat
c) Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta, Jln. Rawamangun Muka Jakarta
Timur
d) Perpustakaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jln. M.H.
Thamrin Jakarta Pusat
e) Perpustakaan Umum Daerah Kodya Jakarta Pusat, Jln. Tanah Abang II,
Kebon Jahe Jakarta Pusat
f) Perpustakaan Umum Daerah Kodya Jakarta Timur, Komplek Rawabunga
Jakarta Timur
g) Pusat Dokumentasi dan Informasi Manggala Wanabakti, Jln. Gatot Subroto,
Senayan Jakarta Pusat
h) SMA Al-Azhar, Jln. Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan
i) SMA Santa Theresia, Jln. K.H. Agus Salim 75 Menteng Jakarta Pusat
Metode pembelajaran studi banding berupa kegiatan pengamatan/observasi
langsung mengenai manajemen dan teknis operasional kegiatan perpustakaan
dengan mengunjungi perpustakaan yang dianggap memadai dalam
pengelolaannya. Pengamatan meliputi kondisi perpustakaan, sarana prasarana,
(pengadaan, pengolahan, pelayanan, dan perawatan bahan pustaka) serta
pemecahan berbagai masalah di perpustakaan. Tujuan studi banding adalah agar
peserta memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang penyelenggaraan
perpustakaan dengan berbagai aspeknya, membandingkan antara teori yang telah
dipelajari dengan praktik di lapangan, sehingga dapat menambah pemahaman
peserta dalam penyelenggaraan perpustakaan.
Setiap Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan diselenggarakan, peserta
melakukan Studi Banding ke dua lokasi. Beberapa lokasi yang biasa menjadi
tempat studi banding adalah:
a) Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya No. 28A Jakarta Pusat
b) Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI, Jln. Gatot Subroto No.
10 Jakarta Pusat
c) Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta, Jln. Cikini Raya No. 73
Jakarta Pusat
d) Perpustakaan Umum Daerah Provinsi DKI Jakarta, Gedung Nyi Ageng
Serang Lantai VIII Kav. 22 C Jl. H.R. Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan.
e) UPT Perpustakaan Universitas Indonesia, Kampus Baru UI – Depok.
5) Pengajar/Instruktur
Instruktur berasal dari Perpustakaan Nasional RI yang menguasai bidangnya
dan berpendidikan minimal S1 Perpustakaan atau S1 non Perpustakaan yang telah
mengikuti Diklat Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA) dan Diklat TOT
(Training of Trainers). Tabel 2 menyajikan daftar instruktur Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan pada tahun 2011 beserta mata ajar yang diberikan.
Tabel 2 Daftar instruktur dan mata ajar Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan
No. Mata Ajar Jumlah
Jamlat (Jam) Pengajar/Instruktur 1. KELOMPOK DASAR
a. Kebijakan Institusional dalam Pengembangan SDM Perpustakaan
No. Mata Ajar Jumlah
Jamlat (Jam) Pengajar/Instruktur 2. KELOMPOK INTI
a. Pengembangan Koleksi 12 Drs. Sudiro, SS
b. Katalogisasi 24 1. Noor Musifawati, S.Sos 2. Karyani, SH, MH c. Klasifikasi dan Tajuk Subyek 24 1. Helen Manurung, S.Sos
2. Dra. Tatat Kurniawati d. Layanan Perpustakaan 20 1. Liya Dachliyani, S.Sos
2. Tri Luki Cahya Dini, SS e. Perawatan Bahan Pustaka 8 Ellis Sekar Ayu, S.Pd f. Pengantar Teknologi Informasi 8 Drs. Sudarto, M.Si g. Promosi Perpustakaan 8 Dra. Nani Suryani, M.Si h. Praktik Kerja Perpustakaan 16 Panitia
3. KELOMPOK PENUNJANG
a. Studi Banding 8 Panitia b. Diskusi 6 Panitia c. Evaluasi 4 Panitia
Jumlah Jamlat 150
6) Peserta
Peserta berasal dari perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan
perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah yang ada di seluruh Indonesia. Jumlah
peserta dibatasi hanya 30 orang untuk setiap tahun anggaran. Persyaratan
pendidikan peserta minimal adalah SLTA. Tabel 3 menyajikan daerah asal
peserta Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan dari tahun 2009 sampai 2011.
Tabel 3 Daerah asal peserta diklat Tahun 2009 - 2011
No. Provinsi 2009 2010 2011 Jumlah 1
Nanggroe Aceh
Darussalam 1 1 2 Sumatera Utara 1 3 4 3 Sumatera Barat - 4 Bengkulu -
5 Riau 1 1
6 Kep. Riau 2 2
7 Jambi 1 1 1 3
No. Provinsi 2009 2010 2011 Jumlah 13 Banten 2 2 14 Jateng 4 2 6 15 DI Yogyakarta 1 1 16 Jawa Timur 2 6 2 10 17 Kalimantan Barat 3 2 1 6 18 Kalimantan Tengah 1 1 2 19 Kalimantan Selatan 1 1 1 3 20 Kalimantan Timur -
21 Bali -
22 Nusa Tenggara Barat - 23 Nusa Tenggara Timur 1 1 24 Sulawesi Barat - 25 Sulawesi Utara 2 1 3 26 Sulawesi Tengah - 27 Sulawesi Selatan - 28 Sulawesi Tenggara 1 1 29 Gorontalo - 30 Maluku 1 1 31 Maluku Utara - 32 Papua Barat 1 1
33 Papua 1 1
Jumlah peserta 30 30 30 90
Grafik daerah asal peserta disajikan dalam Gambar 8 berikut ini:
Gambar 7 Daerah asal peserta diklat Tahun 2009 – 2011.
Berdasarkan grafik daerah asal peserta diklat pada tahun 2009 – 2011
terlihat bahwa peserta terbanyak berasal dari DKI Jakarta sedangkan ada 11
Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan selama tiga tahun terakhir. Alasan 11
provinsi ini belum atau tidak pernah mengirimkan peserta untuk mengikuti Diklat
Teknis Pengelolaaan Perpustakaan perlu ditinjau oleh Pusdiklat Perpustakaan
Nasional RI.
7) Evaluasi
Setiap pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dilakukan pengamatan dan
pemantauan kepada peserta, instruktur dan penyelenggara serta pada akhir
pelatihan akan diadakan evaluasi. Peserta yang berhasil mengikuti pendidikan
dan pelatihan sesuai dengan tata tertib akan diberikan sertifikat yang menyatakan
peserta telah lulus mengikuti diklat tersebut. Sertifikat ini tidak menyatakan gelar
apapun.
Evaluasi terhadap peserta diklat dilakukan oleh instruktur maupun
penyelenggara. Evaluasi dilaksanakan pada tiga tahap kegiatan belajar mengajar,
yaitu pada awal diklat (pre-test), selama proses diklat (formative-test) dan akhir diklat (post-test). Evaluasi terhadap peserta selama proses diklat berlangsung dilakukan melalui pengamatan dan penilaian yang meliputi dua aspek, yaitu aspek
sikap dan perilaku dengan bobot nilai sebesar 10% yang terdiri atas kedisiplinan,
kerja sama dan prakarsa, sedangkan aspek penguasaan materi dan praktek
memiliki bobot nilai sebesar 90%. Apabila peserta mendapat nilai akhir dibawah
nilai 60,00 maka peserta dinyatakan tidak lulus dan harus mengikuti program
pengayaan materi/remedial untuk mencapai nilai standar kelulusan. (Perpusnas, 2010).
Evaluasi terhadap instruktur dan penyelenggara dilakukan oleh peserta
dengan cara mengisi format evaluasi instruktur dan penyelenggara. Format
evaluasi terhadap peserta, pengajar/instruktur, dan penyelenggara dapat dilihat
pada Lampiran 15 s.d. 19.
8) Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pendidikan dan Pelatihan dilaksanakan di Gedung Pusdiklat Perpustakaan
Nasional RI selama 17 hari dengan waktu belajar dari Senin s.d. Sabtu pukul
08.00 – 17.45 WIB. Selama pendidikan berlangsung, peserta ditempatkan di
asrama Pusdiklat yang terletak di Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11 Jakarta
9) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan Diklat Teknis Pengelolaan
Perpustakaan diantaranya adalah kelas/ruang tatap muka, laboratorium komputer,
perpustakaan, asrama, rumah ibadah, dan poliklinik. Kondisi sarana dan
prasarana dapat dilihat pada Lampiran 20.
10) Anggaran
Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan diselenggarakan dengan biaya
APBN. Pada setiap tahun anggaran hanya ada satu angkatan yang dibiayai oleh
APBN dengan jumlah peserta untuk setiap angkatan adalah 30 orang. Adapun
biaya yang diperlukan untuk setiap peserta diklat adalah sebesar kurang lebih
empat juta rupiah.
4.2 Hasil Observasi Kondisi Saat Ini Mengenai Penyelenggaraan E-learning
Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan
Saat ini penyelenggaraan e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan belum berjalan namun masih berada pada tahap perencanaan.
Observasi kondisi saat ini dilakukan untuk melihat kesiapan penyelenggaraan
e-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang meliputi: 1) calon peserta diklat, 2) sarana dan prasarana, 3) SDM pengelola, 4) kurikulum dan
bahan ajar, 5) pengajar/instruktur, 6) konten e-learning, 7) learning management system, 8) website Pusat Pendidikan dan Pelatihan, dan 9) kebijakan pengembangan e-learning.
1) Calon peserta diklat
E-learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan masih dalam tahap perencanaan, oleh karena itu calon peserta Diklat Teknis Pengelolaan
Perpustakaan direncanakan diambil dari:
Tiga puluh orang guru sekolah di DKI Jakarta yang merupakan alumni
peserta Diklat Pengenalan Pengelolaan Perpustakaan. Kemampuan alumni
peserta Diklat tersebut akan ditingkatkan dengan diikutsertakan dalam uji