• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Reproduksi dan Potensi Kerbau di Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Reproduksi dan Potensi Kerbau di Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS REPRODUKSI DAN POTENSI KERBAU DI

KECAMATAN CIKALONGKULON

KABUPATEN CIANJUR

DINIS SYIFAUL HAQ

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Reproduksi dan Potensi Kerbau di Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DINIS SYIFAUL HAQ. Analisis Reproduksi dan Potensi Ternak Kerbau di Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh KOMARIAH dan LUCIA CYRILLA ENSD.

Kecamatan Cikalongkulon memiliki potensi untuk mengembangkan usaha ternak kerbau karena wilayah ini banyak dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis performa reproduksi ternak kerbau, potensi pengembangan ternak kerbau dan pendapatan peternak dari usaha ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon. Sifat reproduksi kerbau diketahui dengan melakukan wawancara, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: umur berahi pertama 2.32+0.73 tahun, umur kawin pertama 2.53+0.70 tahun, umur beranak pertama 3.47+0.72 tahun, lama siklus berahi 54.23+30.62 hari, lama berahi 5.19+3.73 hari, lama bunting 11.95+0.20 bulan, berahi dan kawin setelah beranak 4.00+3.89 bulan, selang beranak 1.96+0.47 tahun. Populasi ternak kerbau masih bisa ditingkatkan sesuai dengan nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kecamatan Cikalongkulon, yaitu sebanyak 121.49 ST. Pendapatan usaha ternak kerbau yang paling tinggi adalah usaha ternak kerbau milik sendiri dengan skala pemeliharaan 6-10 ekor sebesar Rp23.793.500.

Kata kunci: analisis pendapatan, kerbau, KPPTR, sifat reproduksi

ABSTRACT

DINIS SYIFAUL HAQ. Reproduction Analysis and Potency of Buffalo in Cikalongkulon District Cianjur Regency. Supervised by KOMARIAH and LUCIA CYRILLA ENSD.

Cikalongkulon district has potential to develop buffaloes business because this region widely used for rice fields and plantations. The purpose of this research was to analyze the performance of buffalo reproduction, potential improvement, and farmer’s income from buffalo business. Buffalo reproduction performance known by doing interviews, the results that obtained were: 2.32+0.73 years old for the first puberty, 2.53+0.70 years old for the first conception, 3.47+0.72 years old for the first calving, 54.23+30.62 days period of estrous cycle, 4.00+3.89 hari days of estrous cycle, 11.95+0.20 months of gestation time, estrous and conception after 4,00+3.89 months partus, and 1.96+0.47 months of calving interval. Population of buffalo can still be improved, according to Capacity of Additional Ruminant Population (CARP) value of Cikalongkulon district as much as 121.49 AU. Farmers that own buffalo by themselves received the highest income, especially in scale 6-10 head. The highest income is Rp23.793.500.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

ANALISIS REPRODUKSI DAN POTENSI KERBAU DI

KECAMATAN CIKALONGKULON

KABUPATEN CIANJUR

DINIS SYIFAUL HAQ

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Reproduksi dan Potensi Kerbau di Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur

Nama : Dinis Syifaul Haq NIM : D14080139

Disetujui oleh

Ir Hj Komariah MSi Pembimbing I

Ir Lucia Cyrilla ENSD MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri MAgrSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Analisis Reproduksi dan Potensi Kerbau di Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Hj Komariah MSi dan Ibu Ir.Lucia Cyrilla ENSD MSi selaku pembimbing. Terima kasih kepada Bapak Edit Lesa Aditia SPt MSc, Ibu Ir Lilis Khotijah MSi dan Bapak M Sriduresta S Spt MSc selaku penguji dalam sidang saya. Terima kasih kepada para peternak yang telah bersedia untuk diwawancara dan memberikan banyak informasi tentang ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada segenap teman-teman yang telah membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.si ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat 2

Bahan 2

Prosedur 2

Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 3

Karakteristik Peternak Kerbau 4

Manajemen Pemeliharaan Ternak Kerbau 6

Sistem Pemeliharaan dan Perkandangan 6

Pakan 7

Perawatan Ternak Kerbau 8

Performa Sifat Reproduksi Ternak Kerbau 8

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) 10

Pendapatan Usaha Ternak Kerbau 10

SIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik peternak kerbau 5

2 Sifat reproduksi ternak kerbau 8

3 Potensi produksi hijauan 10

4 Hijauan hasil sisa pertanian (HHSP) 10

5 Nilai KPPTR 11

6 Nilai KPPTR masing-masing jenis ternak 11

7 Penerimaan, biaya dan pendapatan usaha ternak kerbau 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Kecamatan Cikalongkulon 4

2 Persentase sistem pemeliharaan ternak kerbau 6

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kecamatan Cikalongkulon merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di sebelah Utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cikalongkulon memiliki potensi untuk mengembangkan usaha ternak kerbau karena wilayah Kecamatan Cikalongkulon ini banyak dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan. Luas wilayah persawahan di Kecamatan Cikalongkulon adalah 5.197.7 ha (BPS Kabupaten Cianjur 2012). Selain itu, usaha ternak kerbau juga merupakan usaha turun temurun masyarakat Kecamatan Cikalongkulon. Jumlah populasi ternak kerbau di Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 adalah 10.464 ekor (BPS Kabupaten Cianjur 2012) dan jumlah populasi ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon pada tahun 2011 adalah 962 ekor (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur 2012).

Usaha ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon memiliki beberapa kendala, diantaranya adalah perkembangbiakan kerbau yang tidak teratur, tidak adanya dokter hewan dan banyaknya pencurian kerbau di daerah Kecamatan Cikalongkulon, sehingga banyak peternak kerbau yang mengalami kerugian. Berdasarkan potensi dan kendala usaha ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon tersebut, maka perlu adanya penelitian mengenai sifat-sifat reproduksi ternak kerbau, analisis potensi wilayah untuk pengembangan ternak kerbau dan analisis pendapatan usaha ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sifat reproduksi dan potensi wilayah untuk pengembangan ternak kerbau. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rata-rata tingkat pendapatan usaha ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur.

Ruang Lingkup Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan informasi awal tentang lokasi penelitian dilakukan pada bulan Juli 2012, kemudian dilanjutkan pengambilan data penelitian dari bulan Desember 2012 sampai Februari 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian lapang ini adalah borang kuesioner, alat tulis dan alat dokumentasi. Alat dokumentasi yang digunakan berupa camera digital.

Bahan

Objek utama pada penelitian lapang ini adalah ternak kerbau dan peternak kerbau. Peternak kerbau yang diwawancarai adalah peternak yang memiliki dua ekor kerbau atau lebih, bersedia untuk diwawancarai dan berdomisili di Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jumlah peternak yang diwawancara sebanyak 47 orang peternak kerbau dengan jumlah total kerbau yang dipelihara peternak adalah 176 ekor kerbau. Pada analisis usaha pendapatan ternak kerbau data yang bisa diolah adalah sebanyak 36 peternak.

Prosedur

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tahap prasurvei dan tahap survei. Tahap prasurvei dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian secara umum sesuai data awal yang didapat dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur, kemudian dilakukan tahap survei dengan mewawancarai peternak kerbau di daerah Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur untuk mengetahui informasi lebih detail sesuai dengan pertanyaan yang sudah disiapkan dalam kuesioner.

Analisis Data

(13)

3 Analisis deskriptif ini didapat dengan menggunakan data sekunder dari instansi yang mendukung objek penelitian dan data primer yang didapat melalui proses wawancara. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan keadaan umum lokasi penelitian, karakteristik peternak dan informasi mengenai reproduksi ternak kerbau.

Nilai KPPTR dapat dihitung menggunakan metode Nell dan Rollinson (1974) dengan rumus sebagai berikut:

KPPTR (SL) = KTTR – Populasi Riil KPPTR (KK) = KT (KK) – Populasi Riil 1. KTTR =

2. Kapasitas Tampung (KK) = Jumlah Kepala Keluarga (KK) x 3 ST/KK 3. KPPTR efektif / KPPTR (E)

KPPTR (E) = KPPTR (KK), jika KPPTR (KK) < KPPTR (SL) KPPTR (E) = KPPTR (SL), jika KPPTR (SL) < KPPTR (KK) Keterangan:

k : koefisien ketersediaan lahan penghasil hijauan Le : lahan penghasil hijauan

j : koefisian ketersediaan produksi Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP) Li : lahan penghasil Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP)

2,3 : kebutuhan ton BK/tahun setiap ST 3 ST/KK : setiap KK mampu memelihara 3 ST KTTR : kapasitas tampung ternak ruminansia KPPTR (SL) : KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan KPPTR (KK) : KPPTR berdasarkan tenaga kerja

15 ton/BK/tahun : rata-rata produksi padang rumput di Indonesia

Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui pendapatan usaha ternak kerbau selama satu tahun. Menurut Soekartawi (2002) analisis pendapatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

(14)

4

Kecamatan Sukaresmi dan Kabupaten Bogor. Letak Kecamatan Cikalongkulon dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Kecamatan Cikalongkulon Sumber: Google Maps (2012)

Luas wilayah Kecamatan Cikalongkulon adalah 96.4 km2. Pemanfaatan wilayah Kecamatan Cikalongkulon untuk lahan sawah adalah 5 197.7 ha dan luas lahan bukan sawah adalah 3 890 ha. Jarak Kecamatan Cikalongkulon ke ibu kota Kabupaten Cianjur adalah 17 km. Kecamatan Cikalongkulon berada di ketinggian 221-285 mdpl. Keadaan alam Kecamatan Cikalongkulon mendatar dan berbukit; wilayah sebelah Utara dan Barat merupakan daerah dataran tinggi, sedangkan sebelah Timur dan Selatan merupakan dataran rendah berupa pesawahan.

Kecamatan Cikalongkulon terdiri dari 18 desa yang terbagi menjadi 64 dusun. Jumlah penduduk Kecamatan Cikalongkulon tahun 2011 adalah sebanyak 97 573 jiwa yang terdiri atas laki-laki 49 513 jiwa dan perempuan 48 060 jiwa (BPS Kabupaten Cianjur 2012).

Karakteristik Peternak Kerbau

(15)

5 Tabel 1 Karakteristik peternak kerbau

Karakteristik peternak Jumlah responden (orang) Persentase (%)

Umur (tahun)

Persentase umur terbesar peternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon berada pada kisaran 41-50 tahun sebanyak 15 orang (31.9%). Pendidikan peternak kerbau masih rendah jika dilihat dari segi pendidikan formal, hal ini terlihat dari tingginya persentase tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 76.6% (36 orang), bahkan ada yang tidak merasakan pendidikan formal sebanyak 9 orang (19.1%) dan tidak ada peternak yang tingkat pendidikannya melebihi SMP. Menurut Pahrudin (2000) tingkat pendidikan formal yang umumnya rendah bukan satu-satunya kriteria untuk menggambarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak, akan tetapi secara relatif faktor ini dapat dijadikan sebagai indikator untuk menganalisis kemampuan peternak dalam menerima informasi atau inovasi baru.

Hasil survei menunjukkan bahwa peternak memiliki pengalaman beternak yang bervariasi dan relatif lama, persentase paling besar adalah selama 11-20 tahun sebesar 25.5% (12 orang). Menurut Dekayanti (2008) semakin lama peternak menjalankan usaha ternaknya semakin banyak pula pengalaman yang mereka peroleh sehingga dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi permasalahan dalam menjalankan usaha ternak tersebut.

(16)

6

beternak kerbau adalah sudah menjadi usaha turun temurun, yaitu sebesar 42.6%, motivasi lainnya beternak kerbau adalah sebagai sumber penghasilan keluarga (31.9%), kegemaran (21.3%), kebanggaan (2.1%) dan tabungan (2.1%).

Manajemen Pemeliharaan Ternak Kerbau Sistem Pemeliharaan dan Perkandangan

Sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon terbagi atas tiga sistem pemeliharaan, yaitu ekstensif, semi intensif dan intensif. Menurut Rahardi (2003) sistem pemeliharaan intensif adalah ternak dipelihara dalam kandang dan biasanya disebut kereman, sistem pemeliharaan semi intensif adalah ternak dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari, sedangkan sistem pemeliharaan ekstensif adalah ternak dipelihara dengan dilepas pada lahan atau padang rumput. Sistem yang paling banyak digunakan di Kecamatan Cikalongkulon adalah sistem pemeliharaan semi intensif, yaitu 76.6%. Persentase sistem pemeliharaan ternak kerbau dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Persentase sistem pemeliharaan ternak kerbau

(17)

7

Gambar 3 Bentuk kandang kerbau di Kecamatan Cikalongkulon

Kerbau pada siang hari biasanya akan berkubang kurang lebih selama 2-3 jam untuk menurunkan suhu tubuhnya sehingga biasanya para peternak mempekerjakan kerbau untuk membajak sawah dari pagi sampai siang hari sekitar pukul 07.00-12.00 WIB atau pukul 08.00-12.00 WIB. Tempat untuk berkubang kerbau biasanya berupa sungai, danau atau kolam yang dibuat sengaja oleh peternak. Tempat kerbau berkubang berada dekat disekitar kandang atau tempat penggembalaan ternak kerbau. Tempat kerbau berkubang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tempat berkubang kerbau di Kecamatan Cikalongkulon

Pakan

Pakan yang diberikan sebagian besar peternak untuk ternak kerbau hanya rumput lapang yang terdapat disekitar tempat pemeliharaan ternak kerbau, beberapa peternak ada yang memberikan singkong atau bonggol jagung sebagai pakan ternak dan ada juga yang memberikan garam kepada ternak kerbau dengan cara ditabur di atas rumput di tempat penggembalaan kerbau. Tempat penggembalaan ternak kerbau dapat dilihat pada Gambar 5.

(18)

8

Pemberian singkong atau bonggol jagung sebagai pakan biasanya tidak diberikan secara teratur setiap hari, namun pemberian singkong atau bonggol jagung sebagai pakan akan dilakukan ketika singkong atau bonggol jagung tersedia disekitar tempat tinggal peternak. Jarang ada peternak yang sengaja membeli singkong untuk pakan ternak kerbau. Peternak yang memberikan garam pada ternak kerbau mengatakan bahwa ternak kerbau akan lebih banyak makan ketika rumput ditaburi dengan garam. Jumlah pemberian pakan ketika ternak didalam kandang bervariasi baik pada sistem pemeliharaan intensif maupun semi intensif, tergantung kemampuan peternak mencari pakan. Manajemen pemberian pakan ternak kebau di Kecamatan Cikalongkulon masih kurang bagus, selain karena tenaga kerja yang terbatas juga karena sudah lama tidak adanya penyuluhan dari dinas peternakan terkait manajemen pemeliharaan ternak kerbau. Kerbau jarang diberi air minum oleh peternak ketika didalam kandang, biasanya kerbau akan minum pada saat berkubang.

Perawatan Ternak Kerbau

Penyakit yang sering menyerang kerbau adalah panas, para peternak di Kecamatan Cikalongkulon menyebutnya dengan istilah bangsar. Penyakit lainnya yang pernah menyerang kerbau adalah antraks, kembung dan batuk. Penyakit yang sering menyerang anak kerbau adalah cacingan, anak kerbau yang berusia sekitar tiga bulan biasanya akan terkena penyakit cacingan apabila induk kerbau dipekerjakan untuk membajak sawah. Hal ini disebabkan di sawah banyak terdapat telur-telur cacing yang kemungkinan menempel pada ambing induk kerbau pada saat membajak sawah, oleh karena itu beberapa peternak tidak mempekerjakan induk kerbau untuk membajak sawah ketika masih menyusui anaknya. Peternak biasanya memberikan obat cacing yang biasanya terdapat di warung-warung kepada anak kerbau. Pemberian vitamin jarang dilakukan peternak, jumlah peternak yang pernah memberikan vitamin atau jamu kepada kerbau berjumlah 8 orang dari 47 orang peternak yang diwawancara. Kerbau yang sakit parah dan tidak bisa ditangani oleh peternak biasanya akan segera dijual dengan harga yang murah ke tengkulak atau jagal sebelum kerbau mati. Peternak mengobati kerbau yang sakit sendiri atau meminta bantuan peternak lain karena tidak terdapat mantri dan dokter hewan di Kecamatan Cikalongkulon yang bisa diminta tolong untuk mengobati ternak kerbau mereka yang sedang sakit.

Performa Sifat Reproduksi Ternak Kerbau

(19)

9 (IB) karena tidak terdapat dokter hewan di daerah ini. Performa sifat reproduksi ternak kerbau dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sifat reproduksi kerbau

Sifat reproduksi Performa n Literatur

Umur berahi pertama (tahun) 2.32 + 0.73 (98) 2.48 + 0.37 a)

Umur berahi pertama dan umur kawin pertama kerbau secara berturut-turut adalah 2.32+0.73 tahun dan 2.53+0.70 tahun. Umur berahi pertama dan kawin pertama tidak terlalu berbeda jauh karena peternak menganggap umur berahi dan kawin pertama terjadi pada umur yang sama. Umur kawin pertama sejalan dengan hasil penelitian Ibrahim (2008) yang menyatakan bahwa umur kawin pertama kerbau adalah 2.76+0.29 tahun. Umur beranak pertama kerbau adalah 3.47+0.72 tahun, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ismawan (2000) yang menyatakan bahwa umur beranak pertama adalah 44.5 bulan (3.7 tahun).

Lama berahi kerbau adalah 5.19+3.73 hari dengan lama siklus berahi 54.23+30.62 hari. Lama berahi berkisar antara waktu penerimaan pertama sampai penolakan terakhir kerbau betina kepada kerbau jantan. Siklus berahi adalah interval antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode berahi berikutnya (Toelihere 1981).

Lama bunting adalah suatu aspek yang mempengaruhi selang beranak (Lendhanie 2005). Perbedaan lama kebuntingan bisa disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim lingkungan (Toelihere 1981). Lama bunting kerbau adalah 11.95+0.20 bulan. Hal ini sama dengan hasil penelitian Toliehere (1981) yang mendapatkan informasi dari peternak responden pada suatu survei di Jawa menyatakan bahwa periode kebuntingan pada kerbau lumpur berkisar antara 11-12 bulan. Sedangkan pada penelitian Ibrahim (2008) menyatakan bahwa lama bunting kerbau lumpur adalah 11.05 + 0.31 bulan.

Menurut Lendhanie (2008) apabila masa kebuntingan telah mencukupi maka akan terjadi fase kelahiran. Setelah peristiwa kelahiran organ reproduksi, terutama uterus, akan mengalami proses penyembuhan. Proses ini disebut dengan istilah involunsi uterus. Setelah involusi uterus selesai maka akan terjadi berahi kembali. Proses berahi setelah melahirkan pada tiap individu berbeda-beda bergantung kepada lamanya proses involusi uterus. Menurut peternak, berahi kembali dan kawin kembali kerbau setelah beranak adalah sama, yaitu 4.00+3.89 bulan.

(20)

10

antara dua kebuntingan yang berurutan disebut selang beranak (Lendhanie 2005). Menurut Herianti dan Pawarti (2010) keberhasilan pemeliharaan ternak berkaitan dengan reproduksinya terukur dari kemampuannya untuk menghasilkan anak dalam periode tertentu, artinya semakin pendek jarak beranak performa reproduksinya semakin baik. Selang beranak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon adalah 1.96+0.47 tahun.

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

KPPTR adalah suatu metode pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak sehingga diketahui potensi penyediaan hijauan pakan ternak wilayah tersebut. Metode ini menggunakan kaidah-kaidah kesetaraan dan nilai asumsi Nell dan Rollinson (1974). Potensi maksimum sumber daya lahan dipengaruhi oleh potensi produksi hijauan yang terdiri dari lahan sawah, sawah bera, galengan sawah, tegalan, perkebunan, hutan rakyat, dan hutan negara. Selain itu, potensi maksimum sumber daya lahan dipengaruhi oleh hijauan hasil sisa pertanian yang terdiri atas jerami padi, jerami jagung, daun ubi kayu, daun ubi jalar, jerami kedelai dan daun kacang tanah. Potensi maksimum sumber daya lahan di Kecamatan Cikalongkulon adalah 4.584.34 ST. Potensi Produksi hijauan dan hijauan hasil sisa pertanian di Kecamatan Cikalongkulon dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Potensi produksi hijauan

No Lahan hijauan Luas (ha)

Sumber: BPS Kabupaten Cianjur 2012

Tabel 4 Hijauan hasil sisa pertanian (HHSP)

No Bahan HHSP Produksi/ha (ton) Luas panen (ha)

Sumber: BPS Kabupaten Cianjur 2012

(21)

11 populasi kerbau sebesar nilai KPPTR tersebut. Hasil perhitungan nilai KPPTR dan Nilai KPPTR masing-masing jenis ternak ruminansia di Kecamatan Cikalongkulon berdasarkan metode Nell dan Rollinson (1974) dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5 Nilai KPPTR

Peubah Nilai (ST)

Populasi riil 3 959.32

PMSL 4 584.34

KPPTR (SL) 625.02

Keterangan:

Populasi riil : populasi riil ternak ruminansia

PMSL : Potensi maksimum sumber daya lahan

KPPTR (SL) : Kapasitas peningkatan populasi ternak berdasarkan sumber daya lahan

Tabel 6 Nilai KPPTR masing-masing jenis ternak

No Ternak Populasi KPPTR (ST)

Usaha ternak di Kecamatan Cikalongkulon masih sangat tradisional dan biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan rendah. Menurut Bamualin (2002) sarana dan prasarana dalam sistem agribisnis kerbau belum memadai. Belum ada pasar hewan kerbau, rumah potong kerbau, toko peternakan kerbau dan sebagainya untuk mendukung agribisnis kerbau. Sistem produksi masih bersifat tradisional yang mengarah kepada biaya minimal, bukan pada efisiensi usaha.

Peternak kerbau yang diwawancara pada penelitian ini memelihara kerbau 2-12 ekor sebanyak 47 orang peternak, akan tetapi data yang dapat diolah dalam analisis pendapatan usaha ternak kerbau adalah peternak yang memelihara ternak kerbau 2-10 ekor sebanyak 36 peternak. Berdasarkan hal tersebut, perhitungan usaha ternak kerbau dikelompokan menjadi dua, yaitu pemeliharaan 2-5 ekor kerbau dan pemeliharaan 6-10 ekor kerbau. Selain itu, dalam usaha ternak kerbau ini ada tiga macam sistem usaha berdasarkan kepemilikan ternak kerbau, yaitu usaha ternak kerbau milik sendiri, usaha ternak kerbau gaduhan (bagi hasil) dan usaha ternak kerbau milik sendiri sekaligus gaduhan. Oleh sebab itu, masing-masing dari kelompok ternak tersebut dikelompokan kembali menjadi tiga kelompok.

(22)

12

hasil antara peternak dan pemilik kerbau sekitar Rp20.000 untuk pemilik dan Rp40.000 untuk peternak, jika pembayaran jasa membajak kerbau Rp60.000 per hari. Pembayaran jasa membajak sawah bervariasi, yaitu Rp50.000 – Rp90.000 per hari. Menurut Soekartawi (2002) penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.

Biaya usaha ternak kerbau meliputi singkong, garam, listrik, biaya kesehatan, penyusutan kandang dan penyusutan peralatan. Menurut Rahim dan Hastuti (2007) biaya usaha tani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Rata-rata penerimaan, biaya dan pendapatan usaha ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata penerimaan, biaya dan pendapatan usaha ternak kerbau Kelompok Jumlah peternak Penerimaan (+) Biaya (-) Pendapatan

orang Rp

Pendapatan usaha ternak kerbau yang paling tinggi adalah usaha ternak kerbau milik sendiri dengan skala pemeliharaan 2-5 ekor sebesar Rp9.603.729 dan skala pemeliharaan 6-10 ekor sebesar Rp23.793.500. Peternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon banyak yang mengalami pencurian kerbau, kerbau dijual murah karena sakit, kematian kerbau dan penipuan, sehingga peternak banyak mengalami kerugian dan pendapatan rendah. Menurut Soekartawi (2002) pendapatan usaha tani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Perbandingan pendapatan usaha ternak kerbau dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 6 Perbandingan pendapatan usaha ternak kerbau selama satu tahun

Rp-2-5 ekor kerbau 6-10 ekor kerbau

P

en

d

ap

atan

Skala pemeliharaan usaha ternak kerbau

(23)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Manajemen pemeliharaan dan reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon perlu ditingkatkan. Performa reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon belum optimal dengan karakteristik umur berahi pertama 2.32+0.73 tahun, umur kawin pertama 2.53+0.70 tahun, umur beranak pertama 3.47+0.72 tahun, lama siklus berahi 54.23+30.62 hari, lama berahi 5.19+3.73 hari, lama bunting 11.95+0.20 bulan, berahi dan kawin setelah beranak 4.00+3.89 bulan, selang beranak 1.96+0.47 tahun. Populasi ternak ruminansia termasuk kerbau masih bisa ditingkatkan sesuai dengan nilai KPPTR ternak kerbau Kecamatan Cikalongkulon, yaitu sebanyak 121.49 ST dengan pendapatan usaha ternak kerbau paling tinggi adalah usaha ternak kerbau milik sendiri skala pemeliharaan 6-10 ekor.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pendapatan usaha ternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon, sehingga kesejahteraan peternak bisa ditingkatkan. Peternak sebaiknya melakukan usaha ternak kerbau milik sendiri dengan skala pemeliharaan 6-10 ekor dan membentuk kelompok peternak kerbau. Selain itu, perlu adanya bantuan dokter hewan dan pemerintah sehingga bisa diadakan pemeriksaan ternak kerbau secara teratur dan penyuluhan kepada peternak kerbau di Kecamatan Cikalongkulon tentang manajemen sistem pemeliharaan dan reproduksi ternak kerbau sehingga para peternak bisa lebih memaksimalkan pengelolaan usaha ternak kerbau. Pemerintah juga harus segera menangani kasus pencurian ternak kerbau yang sering terjadi di Kecamatan Cikalongkulon.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi HA. 2011. Produktivitas, potensi dan strategi pengembangan kerbau belang di Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2012. Kecamatan Cikalongkulon dalam Angka 2012. Cianjur (ID): BPS Kabupaten Cianjur.

Bamualim A, Zulbardi M, Talib C. 2009. Peran dan ketersediaan teknologi pengembangan kerbau di Indonesia. Di dalam: Bamualim A, Talib C, Herawati T, Muladi, editor. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau; 2008 Oktober 24-26; Tana Toraja, Indonesia.Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hlm 1-10.

(24)

14

Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur. 2012. Arsip: Populasi Kerbau dan Kuda menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Cianjur. Cianjur (ID): Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur. Google Maps. 2012. Peta Kecamatan Cikalongkulon [internet]. [diunduh 2012

Des 21]. Tersedia pada: http://maps.google.com

Herianti I, Pawarti MDM. 2010. Penampilan reproduksi dan produksi kerbau pada kondisi peternakan rakyat di Pringsurat Kabupaten Temanggung. Di dalam: Talib C, Herawati T, Matondang RH, Syafitrie C, Muladi, P Rahmawati Elvianora, Hidajati N, editor. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau

“Peningkatan Produktivitas Kerbau melalui Aplikasi Teknolohi Reproduksi

dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Peternak”; 2009 November 11 -13; Brebes, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hlm 119-127.

Ibrahim L. 2008. Produksi susu, reproduksi dan manajemen kerbau perah di Sumatera Barat. J. Peternakan. 5 (1): 1-9.

Ismawan AH. 2000. Produktivitas ternak kerbau di Desa Bojong dan Cibunar Kabupaten Garut (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lendhanie U. 2005. Karakteristik reproduksi kerbau rawa dalam kondisi lingkungan peternakan rakyat. Kalimantan Selatan. Bioscientiae. 2(1): 43-48. Lita M. 2009. Produktivitas kerbau rawa di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten

Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nell AJ, Rollinson DHL. 1974. The Requirement and Availability of Livestock Feed in Indonesia. Jakarta (ID): UNDP Project INS/72/009.

Pahrudin A. 2000. Potensi pengembangan ternak kerbau di Desa Bojong dan Cibunar Kabupaten Garut (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putu IGM. 2003. Aplikasi teknologi reproduksi untuk meningkatkan performans

produksi ternak kerbau di Indonesia. Wartazoa (ID). 13 (4): 172-180. Rahardi F. 2003. Agribisnis Peternakan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Rahim A, Hastuti DRD. 2007. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI-Press.

Toelihere MR. 1976. Pengendalian dan penyerentakan siklus berahi pada kerbau. Laporan Penelitian Tahap II. Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Toelihere MR. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dinis Syifaul Haq, dilahirkan di Cianjur pada tanggal 1 Januari 1990, anak dari pasangan Abad Badrul Haq dan Lilis Sopiah. Penulis memiliki dua orang adik laki-laki yang bernama Hamzah Syifaul Haq dan Fajar Syifaul Haq.

(25)

15 IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan.

Gambar

Tabel 1  Karakteristik peternak kerbau
Gambar 5  Tempat penggembalaan kerbau di Kecamatan Cikalongkulon
Tabel 2  Sifat reproduksi kerbau

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sifat kualitatif dan kuantitatif ternak kerbau lumpur ( Swamp Buffalo) di Kecamatan Sungai Limau Kabupaten

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di pasar hewan Bolu Kecamatan Tallunglipu Kabupaten Toraja Utara mengenai tingkat kepuasan konsumen ternak kerbau

Karakterisasi ternak kerbau dilakukan untuk mendapatkan deskripsi sifat-sifat penting dan untuk melihat potensi produksi dari sifat fisik yang menjadi ciri khas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil usaha ternak kerbau yang dijalankan oleh peternak kerbau di Desa Dangdang, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang dan

Permasalahan ini dipengaruhi oleh sifat alami ternak kerbau yaitu memiliki pertumbuhan yang lambat, angka reproduksi rendah, masa kebuntingan yang lebih panjang daripada sapi, serta

POTENSI SUMBER DAYA DAN ANALISIS USAHA TERNAK SAPI POTONG RAKYAT DENGAN INSEMINASI BUATAN DI DESA MEKARSARI KECAMATAN AGRABINTA KABUPATEN

Ternak kerbau sebagai salah satu komoditas ternak yang dapat dikembangkan di wilayah-wilayah marginal di Indonesia, dan memiliki peluang serta potensi yang cukup

Tabel 3 menunjukkan bahwa performan reproduksi kerbau pada setiap lokasi kecamatan hampir sama yaitu rata-rata S/C (1,5 bulan sampai 1,6 bulan), jarak (1,6 bulan),