PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PADA
MASYAKARAT BINAAN KPKM BUARAN FKIK UIN
SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2015
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh:
Raka Petra Prazasta
NIM: 1112103000074
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 Oktober 2015
iii
PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
PADA MASYARAKAT BINAAN KPKM BUARAN FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2015
Laporan Penelitian
Ditujukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Raka Petra Prazasta NIM: 1112103000074
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Marita Fadhilah, PhD NIP. 19780314 200604 2 001
dr. Zulhafdy M., Sp.M NIP. 19570808 198612 1 001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iv
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PADA MASYARAKAT BINAAN KPKM BUARAN FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2015 yang diajukan oleh Raka Petra Prazasta (NIM 1112103000074) telah diujikan dalam ividing Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 12 Oktober 2015. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program studi Pendidikan Dokter.
Ciputat, 12 Oktober 2015 DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Marita Fadhilah, PhD NIP. 19780314 200604 2 001
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Marita Fadhilah, PhD NIP. 19780314 200604 2 001
dr, Zulhafdy M., Sp.M NIP. 19570808 198612 1 001
Penguji I Penguji II
dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM NIP. 19660629 199807 1 001
dr. Fika Ekayanti, Dpl.FM, M.Med.Ed NIP. 19790130 200604 2 001
PIMPINAN FAKULTAS
DEKAN FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN
Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes NIP. 19650808 198803 1 002
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan karunia yang senantiasa tercurahkan kepada penulis.Segala kemudahan, kesehatan, dan kesemangatan senantiasa dilimpahkan oleh-Nya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa, shalawat serta salam penulis haturkan ke jungjungan Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya yang telah menjadi suri tauladan bagi penulis. Dalam penelitian ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali pihak yang turut memberikan bantuan serta dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.kes selaku dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. dr. Sardjana, SpOG (K), SH, Maftuhah, M.Kep, Ph.D, dan Fase Badriah, SKM, Mkes, Ph.D selaku pembantu dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, SpOT, M.Epid selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Marita Fadhilah, PhD selaku pembimbing 1 yang telah membimbing serta memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
4. dr. Zulhafdy M, Sp.M selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya untuk memberi saran dan kritik dalam membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.
5. dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS FACS dan dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD 2012 yang telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian ini.
6. dr. Dwi Tyastuti, MPH, PhD selaku ketua KPKM Buaran yang ikut serta memberi saran dan kritiknya untuk uji validasi dan reliabilitas dalam penelitian ini.
7. Gubernur Sumatera Selatan, Ir. Alex Noerdin yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mendapatkan beasiswa Santri Jadi Dokter. 8. Ayahanda Agus Media Chandra, SP dan Ibunda Gaya Ratna Juwita yang
tak pernah lelah memberikan doa, dukungan, cinta dan kasih sayang. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan atas semua yang telah diberikan.
9. Adinda Raras Diva Pradipta dan Muhammad Raihan yang selalu menjadi pemacu semangat penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
vi
perancangan judul hingga mengolah data selalu bersama-sama, semoga selalu saling menolong hingga sukses nanti.
12.Fakhri Muhammad, Fajr Muzammil, Najib Askar, Rakha Faturachman, Rizky Ananda, Hipni Solehudin, Alwi Muarif, Ahmad Khoiron, Ahmad Sofyan, Azwar Lazuardi dan teman teman lain yang selalu mengingatkan dan memberikan saran sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar, semoga kekeluargaan kita terus berlanjut hingga nanti.
13.Official CIMSA UIN 2014/2015 khususnya Fiizhda Baqarizky dan Sari Dewi Apriana yang selalu memberikan dukungan dan doanya sehingga proses pengambilan data penelitian ini lancar.
14.Rohman Sungkono, Faisal Ravif, Siti Fauziah, dan Aris Rivaldi Wicaksono, adik-adikku yang telah memberikan semangat dan dukungannya.
15.Hisyam Ismail Hamzah, Muhammad Hanifsyah O, Muhammad Azdahar Alwi, dan Hermansyah yang bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.
16.Seluruh teman sejawat PSPD 2012, terima kasih atas segala yang telah kalian berikan. Semoga kesejawatan kita terus terjaga hingga kita menjadi seorang profesional.
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna.Penulis berharap mendapatkan saran dan kritik demi kebaikan di kemudian hari.Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat.
Ciputat, 12 Oktober 2015
vii ABSTRAK
Raka Petra Prazasta. Program Studi Pendidikan Dokter. Penilaian Tingkat Risiko dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada Masyarakat Binaan KPKM Buaran Tahun 2015. Penyakit Paru Obstrukktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang paling banyak menyebabkan kematian.Peningkatan prevalensi PPOK di Indonesia berbanding lurus dengan peningkatan faktor risiko berupa angka konsumsi rokok dan tingkat polusi udara.Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan angka kejadian PPOK paling banyak terdapat pada negara berkembang.Tindakan preventif merupakan cara terbaik untuk mengurangi angka kejadian PPOK.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat risiko PPOK pada komunitas KPKM Buaran. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebesar 134 responden yang terpilih menggunakan metode two stages cluster sampling. Responden yang terpilih akan mengisi kuesioner yang diadaptasi dari COPD Risk Screener.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa individu pada komunitas KPKM Buaran yang memiliki risiko tinggi untuk PPOK sebanyak 5,2% dan individu yang memiliki risiko rendah untuk terjadinya PPOK sebanyak 94,8%. Berdasarkan Fisher’s Exact Test, terdapat hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, gejala awal PPOK, dan merokok dengan tingkat risiko PPOK (p-value<0,05).
Kata kunci: Penyakit Paru Obstruktif Kronik, faktor risiko, tingkat risiko, COPD Risk Screener.
ABSTRACT
Raka Petra Prazasta.Medical Education Study Program. The Assessment of Chronic Obstructive Pulmonary Disease Risk Levels and Associated Factors in the Community of KPKM Buaran in 2015.
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is currently one of degenerative disease causes most death. Increase in prevalence of COPD in Indonesia is straightly correlate with increase of risk factor such as tobacco smoking and air pollution level. It shows that the most of COPD incidence found in developing country. Prevention is the best way to reduce the incidence of COPD. The aim of this study is to identify the risk level of COPD in the community around the KPKM Buaran.This studyused cross sectional design with 134 respondents taken by two stages cluster sampling. Respondents filled the questionnaire adapted from COPD Risk Screener. The results showed the community around KPKM Buaran have risk levels COPD respectively 5,2% at high risk and 94,8% at low risk. Based on Fisher’s Exact Test, there is a significant correlation between the risk levels and age, gender, the early symptoms COPD, and tobacco smoking (p<0,05).
viii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
LEMBAR PENGAJUAN...iii
LEMBAR PENGESAHAN ...iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTARGAMBAR ... xi
DAFTARBAGAN ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Hipotesis ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 2
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ... 4
2.1.1 Definisi ... 4
2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko ... 4
2.1.3 Klasifikasi ... 7
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi ... 8
2.1.5 Gejala klinis ... 9
2.1.6 Pencegahan ... 10
2.2. Chronic Obstructive Pulmonary Disease Population Screener ...10
2.3. Peranan penilaian risiko penyakit degeneratif ... 11
2.4. Kerangka Teori ... 12
2.5. Kerangka Konsep... 13
2.6. Definisi Operasional ... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Desain Penelitian ... 15
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15
3.2.1. Lokasi ... 15
3.2.2. Waktu Penelitian ... 15
3.3. Populasi dan Sampel ... 15
3.3.1. Populasi ... 15
3.3.2. Sampel ... 15
3.3.3. Cara pengambilan sampel ... 16
3.3.4. Kriteria Inklusi ... 16
3.3.5. Kriteria Eksklusi ... 16
3.4. Cara Kerja Penelitian ... 17
ix
3.5.1. Pengumpulan data ... 17
3.5.2. Pengolahan data ... 17
3.5.3. Analisis data... 18
3.5.3.1. Analisis Univariat ... 18
3.5.3.2. Analisis Bivariat ... 18
3.5.4. Penyajian data ... 18
3.6. Etika Penelitian ... 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil uji validitas dan reliabilitas ... 19
4.1.1. Uji validitas ... 19
4.1.2. Uji reliabilitas ... 20
4.2. Analisis univariat ... 22
4.2.1. Gambaran karakteristik responden ... 22
4.2.2. Gambaran gejala awal PPOK pada responden ... 23
4.2.3. Gambaran faktor risiko PPOK pada responden ... 25
4.2.4. Gambaran tingkat risiko PPOK pada responden ... 26
4.3. Analisis bivariat ... 26
4.3.1. Hubungan karakteristik responden dengan tingkatan risiko PPOK ... 27
4.3.2. Hubungan gejala awal dengan tingkatan risiko PPOK ... 29
4.3.3. Hubungan faktor risiko dengan tingkatan risiko PPOK ... 31
4.4 Kelebihan penelitian ... 32
4.5 Kekurangan penelitian ... 32
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 33
5.2. Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
x
Tabel 2.1 Definisi Operasional ... 13
Tabel 4.1 Hasil uji validitas pada item kuesioner ... 20
Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas ... 21
Tabel 4.3 Hasil uji reliabilitas item kuesioner ... 21
Tabel 4.4 Sebaran karakteristik responden... 22
Tabel 4.5 Sebaran gejala awal PPOK pada responden ... 24
Tabel 4.6 Sebaran faktor risiko PPOK pada responden ... 25
Tabel 4.7 Sebaran tingkat risiko PPOK pada responden... 26
Tabel 4.8 Hubungan jenis kelamin dengan tingkat risiko PPOK ... 27
Tabel 4.9 Hubungan usia dengan tingkat risiko PPOK ... 28
Tabel 4.10 Hubungan status pekerjaan dengan tingkat risiko PPOK ... 28
Tabel 4.11 Hubungan sesak dengan tingkat risiko PPOK... 29
Tabel 4.12 Hubungan masalah pernapasan dengan tingkat risiko PPOK... 30
Tabel 4.13 Hubungan produksi dahak dengan tingkat risiko PPOK ... 30
xi
[image:11.595.133.493.186.539.2]DAFTAR GAMBAR
xii
Bagan 2.1 Skema pelayanan kesehatan pribadi dan hubungan antara
pasien dengan komponen lainnya ... 11
Bagan 2.2 Aplikasi pelayanan prospektif di komunitas ... 12
Bagan 2.3 Kerangka teori ... 12
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat permohonan komite etik ... 36
Lampiran 2 Surat tanda terima komite etik ... 37
Lampiran 3 Lembar surat persetujuan responden ... 38
Lampiran 4 COPD Risk Screener ... 40
Lampiran 5 Kuesioner penelitian... 41
Lampiran 6 Hasil uji validitas dan reliabilitas ... 44
Lampiran 7 Hasil uji statistik ... 46
Lampiran 8 Dokumentasi ... 53
1 1.1 Latar Belakang Penelitian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), 65 juta orang menderita PPOK dan lebih dari 3 juta orang meninggal dunia akibat menderita PPOK. Pada tahun 2002, PPOK masuk ke dalam kategori lima besar penyakit dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Angka kematian akibat PPOK diperkirakan akan meningkat sebesar 30% dalam 10 tahun mendatang jika tidak ada tindakan preventif untuk mengurangi kebiasaan yang menjadi faktor risiko penyebab PPOK, terutama konsumsi rokok. WHO mengestimasikan PPOK akan masuk kategori tiga besar penyakit dengan angka mortalitas yang tinggi pada tahun 2030.1,2,3
Di Indonesia, PPOK adalah salah satu penyebab kematian utama. Perkiraan prevalensi PPOK pada laki-laki berusia ≥ 30 tahun sebesar 1,6% dan pada perempuan sebesar 0,9 dengan angka prevalensi keseluruhan adalah sebesar 3,7%. Peningkatan prevalensi PPOK di Indonesia berbanding lurus dengan peningkatan faktor risiko berupa angka konsumsi rokok, tingkat polusi udara, dan umur harapan hidup.4
Menurut WHO, penyebab utama terjadinya PPOK adalah rokok, baik perokok aktif maupun pasif. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2005 sekitar 5,4 juta orang meninggal karena merokok. Kematian yang terkait dengan konsumsi rokok diproyeksikan dapat mencapai angka 8,3 juta kematian per tahun pada tahun 2030.1,5,6
Beberapa faktor risiko penyebab PPOK selain rokok adalah usia, polusi udara, senyawa kimia yang berbentuk gas. Meskipun merokok merupakan penyebab utama PPOK, data yang didapatkan dari WHO menyebutkan bahwa sekitar 400.000 kematian per tahun terjadi akibat paparan gas sisa bahan bakar.1,3
2
dicegah. WHO menyebutkan bahwa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah pemaparan terhadap faktor risiko penyebab PPOK.3,6
Upaya pencegahan PPOK di Indonesia sendiri masih sangat kurang. Tidak ada penjaringan atau program khusus yang dilakukan institusi kesehatan untuk mencegah terjadinya PPOK. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), pencegahan yang dilakukan berupa upaya untuk menghindari asap rokok, polusi udara, infeksi saluran napas berulang, dan mengenali gejala awal dari PPOK tersebut.7
Pencegahan seperti menghindari asap rokok baik untuk perokok aktif atau pasif bisa menjadi salah satu pencegahan yang efektif karena perokok aktif di Indonesia masih cukup banyak terutama di usia 30-34 tahun sebesar 33,4% dan lebih banyak pada laki-laki. Selain asap rokok, kejadian infeksi saluran napas berulang juga bisa menjadi faktor risiko yang perlu dicegah karena angka kejadian infeksi saluran napas di Indonesia sebesar 25%.4
Penilaian tingkat risiko untuk mengalami PPOK pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bagi individu untuk mengendalikan atau menghindari paparan faktor risiko dan lebih mengenal gejala-gejala awal PPOK sehingga angka kejadian PPOK ini semakin tahun akan semakin dapat berkurang.
1.2 Rumusan Masalah
Mengetahui bahwa PPOK merupakan penyakit yang tidak bisa diobati dan mudah terjadi karena faktor risiko yang dimiliki oleh seorang individu, maka diperlukan adanya identifikasi dini dari tingkat risiko individu untuk mengalami PPOK sehingga dapat mengurangi angka kejadian PPOK. Dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tingkat risiko penyakit paru obstruktif kronik pada masyarakat di Kelurahan Buaran?
1.3 Hipotesis
1. Masyarakat binaan KPKM Buaran tahun 2015 lebih dari 30% berisiko tinggi untuk mengalami PPOK.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat risiko PPOK dengan jenis kelamin, usia, status pekerjaan, gejala awal PPOK, dan perilaku merokok.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Teridentifikasinya individu dengan risiko tinggi terhadap penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui sebaran tingkat risiko PPOK pada masyarakat binaan KPKM Buaran.
b. Untuk mengetahui hubungan antara paparan faktor risiko dan gejala awal dengan tingkat risiko yang dimiliki oleh subyek penelitian.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu
a. Bagi subyek penelitian, dapat memberikan informasi paparan faktor risiko sehingga dapat dilakukan pencegahan terhadap PPOK.
b. Sebagai data untuk institusi agar dapat membantu menurunkan angka kejadian PPOK.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik 2.1.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi
saluran napas yang bersifat kronik dan progresif, karakteristik penyakit ini berupa
keterbatasan aliran udara yang bersifat ireversibel dan penurunan fungsi paru yang
disebabkan oleh bronkitis kronik, emfisema, atau keduanya. Penyebab utama
PPOK adalah respon inflamasi berlebihan pada organ paru yang berlangsung
kronis dan progresif. Respon inflamasi ini disebabkan oleh polusi udara, terutama
asap rokok.1,3,5,16
Bronkitis kronik merupakan peradangan saluran napas di bagian bronkus
yang terjadi secara progresif dan kronik. Inflamasi pada saluran napas akan
menimbulkan manifestasi berupa batuk, sehingga pada pasien dengan bronkitis
kronik akan muncul gejala klinis berupa batuk yang terjadi hampir setiap hari
selama sekurang-kurangnya tiga bulan dalam satu tahun.3,5,16
Emfisema merupakan penyakit paru obstruktif dimana permukaan
alveolus menjadi rusak akibat paparan zat-zat polusi udara sehingga menyebabkan
pengembangan berlebihan alveolus paru. 3,5,16
2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko dan
mempengaruhi perkembangan penyakit PPOK, yaitu:
a. Kebiasaan merokok
Pada individu yang merupakan perokok berat, kemungkinan untuk
menderita PPOK menjadi lebih tinggi daripada individu yang tidak
mengonsumsi rokok.
Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK. Sebanyak 80%
kematian penderita PPOK merupakan pasien yang mengonsumsi rokok.
13 kali lebih banyak dibandingkan wanita yang bukan perokok. Pria yang
merokok mempunyai kemungkinan 12 kali lebih besar dibandingkan yang
bukan perokok.2,9,10
Prevalensi dari individu yang mengalami obstruksi saluran napas ringan
sampai berat banyak terjadi pada individu berusia 35-60 tahun yang
mengonsumsi rokok.2,9 b. Genetik
Faktor genetik yang diketahui paling berpengaruh adalah defisiensi alfa-1
antitrypsin (AAT). AAT merupakan enzim yang berfungsi sebagai
inhibitor serin protease. Protease merupakan enzim yang berfungsi untuk
mendegradasi protein. Dalam kasus ini, protein yang dipecah merupakan
komponen penyusun dinding alveolus. Protease dapat dihasilkan oleh
bakteri, PMN, monosit, dan makrofag ketika terjadi proses peradangan.
AAT berperan mencegah porses degradasi dinding alveolus, sehingga
pada individu yang menderita defisiensi AAT tidak akan ada enzim yang
mencegah protease sehingga terjadi degradasi dinding alveolus.6 c. Polusi udara
Paparan pasif asap rokok (environmental tobacco smoke atau ETS) juga berperan dalam menimbulkan masalah pada PPOK. Asap rokok yang
terhirup perokok pasif dapat meningkatkan peradangan pada sistem
respirasi.2,6,8
Paparan akibat zat-zat kimia pada pekerja, baik zat organic, inorganic, dan
bahan kimia merupakan faktor risiko PPOK yang kurang diperhatikan.
Menurut survei yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Survey (US-NHANES) dengan populasi hampir sepuluh ribu orang dewasa
berusia 30-75 tahun, didapatkan data bahwa penderita PPOK yang
disebabkan paparan akibat kerja mencapai angka 19,2% dan terdapat
sekitar 30,1% penderita PPOK yang tidak mengonsumsi rokok. Kotoran
hewan, kayu, dan zat-zat residu pembakaran merupakan penyebab utama
6
d. Asma/Hipersensitivitas Bronkus
Asma mungkin juga merupakan faktor risiko PPOK meskipun belum ada
bukti yang pasti mengenai hal tersebut. Berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh European Community Respiratory Health Survey, hipersensitivitas bronkial merupakan faktor risiko PPOK tertinggi kedua setelah merokok.
Sekitar 15% penderita PPOK merupakan individu yang mengidap
hipersensitivitas bronkial. 6,8,12 e. Infeksi
Riwayat penyakit infeksi saluran respirasi yang berat pada usia muda
diketahui berpengaruh terhadap penuurunan fungsi paru. Kerentanan
terhadap infeksi berperan dalam eksaserbasi PPOK, namun belum
diketahui secara pasti hubungan antara infeksi dan progresivitas PPOK.
Infeksi HIV dapat mempercepat onset dari smoking-related emphysema. Tuberkulosis juga merupakan faktor risiko PPOK dan dapat digunakan
sebagai diagnosis banding terhadap PPOK. 2,6,12 f. Faktor lainnya
Status sosioekonomi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PPOK
meskipun hubungan diantara keduanya masih belum terlalu jelas. Individu
dengan status ekonomi yang rendah lebih rentan terpapar polutan, rentan
terhadap infeksi, dan intake nutrisi yang rendah.8,12 g. Jenis kelamin
Jenis kelamin diketahui berpengaruh terhadap PPOK. Sebanyak 2,3-8,4%
kematian yang disebabkan PPOK, laki-laki mempunyai proporsi yang
lebih besar dibandingkan perempuan. Beberapa studi menyebutkan bahwa
perempuan lebih rentan terhadap efek asap rokok dibandingkan pria.
Perempuan yang berusia di bawah 55 tahun lebih rentan untuk menderita
PPOK. Hal ini disebabkan karena saluran napas dan volume paru yang
2.1.3 Klasifikasi
Pedoman PPOK yang ditulis oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) dan National Institute for Health and Care
Excellence merekomendasikan bahwa obstruksi dapat didefinisikan sebagai rasio
dari Forced Expiratory Volume (FEV1)/ Forced Vital Capacity (FVC) yang
kurang dari 0,70.9
Berikut ini merupakan klasifikasi dari PPOK :
a. Stadium 1 (PPOK ringan)
Keterbatasan aliran udara ringan (FEV1/FV C < 70%, FEV1 ≥ 80%).
Terkadang disertai batuk kronik dan produksi sputum berlebihan. Pada
stadium ini, individu yang mengalami gejala tersebut tidak mengetahui
bahwa fungsi parunya abnormal.9,19,20 b. Stadium II (PPOK sedang)
Terjadi perburukan aliran udara (FEV1/FVC < 70%, 50% ≤ FEV1 <
80%). Terdapat sesak napas yang timbul pada saat melakukan aktivitas
berat. Pada stadium ini, pasien biasanya akan melakukan konsultasi
dengan dokter karena mengalami gejala respirasi yang kronik. 9,19,20 c. Stadium III (PPOK berat)
Terjadi perburukan yang lebih berat dibandingkan stadium sedang
(FEV1/FVC < 70%, 30% ≤ FEV1 < 50%). Terdapat sesak napas yang
lebih berat. Keterbatasan melakukan latihan dan peningkatan frekuensi
eksaserbasi. 9,19,20
d. Stadium IV (PPOK sangat berat)
Keterbatasan aliran udara yang sangat berat (FEV1/FVC < 70%; FEV1
< 30% atau FEV1< 50%). Terdapat gagal napas kronik. Pada stadium
ini, kualitas hidup pasien sangat terganggu dengan eksaserbasi yang
8
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Pasien penderita PPOK akan mengalami proses inflamasi pada saluran
napas. Proses inflamasi pada PPOK tidak diketahui dengan pasti karena terdapat
gabungan beberapa proses yang bergantung kepada etiologi dan pengaruh genetik
yang dimiliki oleh pasien. Stres oksidatif dan produksi enzim protease berlebihan
yang terjadi pada paru dapat mengubah proses inflamasi yang terjadi. Stres
oksidatif yang terjadi dapat ditandai dengan munculnya biomarker seperti
hidrogen peroksida, 8-isoprostan, dll.1,2,10,
Beberapa mekanisme inflamasi tersebut dapat memberikan gambaran
patognomonik PPOK. Zat-zat oksidan tersebut berasal dari rokok yang
dikonsumsi, partikel kimia yang terinhalasi, dan zat yang dilepaskan oleh sel-sel
inflamasi yang teraktivasi seperti makrofag dan neutrofil. 9,10,17
Pada pasien-pasien PPOK juga didapatkan ketidakseimbangan antara
protease yang memecah jaringan ikat dan komponen dinding alveolus dan
enzim-enzim yang mencegah proses tersebut seperti alfa-1 antitrypsin (AAT). Beberapa
protease yang dihasilkan oleh sel-sel proinflamasi mengalami peningkatan pada
pasien PPOK. Elastin yang merupakan komponen utama jaringan parenkim paru
mengalami destruksi ireversibel yang diinduksi oleh protease. Hal ini merupakan
salah satu gambaran khas yang terjadi pada PPOK.8,9,16
Beberapa studi menunjukkan bahwa sel endotel dan epitel paru pada
pasien PPOK mengalami kematian. Selain itu, peningkatan jumlah kematian sel
septal alveolus juga berhubunbgan dengan penurunan vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan reseptor VEGFR-2 yang terdapat pada pasien dengan
2.1.5 Gejala klinis
Gejala klinis yang paling sering muncul pada PPOK adalah batuk,
peningkatan produksi mukus, dan sesak napas akibat peningkatan aktivitas. Gejala
klinis dari PPOK akan berjalan progresif. Peningkatan frekuensi dan kualitas
gejala klinis akan terjadi dalam proses bertahap. Pada stadium yang sangat parah,
sesak napas akan dirasakan pasien dalam keadaan melakukan aktivitas yang
sangat minimal. Pada keadaan ini, akan didapatkan manifestasi berupa
hipoksemia dan pasen membutuhkan suplementasi oksigen.8,16
Stadium awal PPOK tidak akan menimbulkan gejala apapun sehingga
pada saat pemeriksaan fisik pasien akan didapatkan hasil normal. Tanda-tanda
perokok aktif akan tercium aroma rokok dan tanda warna nikotin pada kuku
pasien. Pada pasien dengan stadium berat, ketika pemeriksaan fisik akan
didapatkan pemanjangan fase ekspirasi dan wheezing ekspiratorik. Hiperinflasi yang ditandai dengan barrel chest dan peningkatan volume paru akan terlihat jika dilakukan perkusi. Pasien dengan predominan emfisema dideskripsikan ‘pink puffer’ karena tidak terdapatnya sianosis, namun terlihat penggunaan otot
aksesoris untuk bernapas. Pasien dengan bronkhitis kronik akan dideskripsikan
‘blue bloater’ karena sianosis lebih terlihat dan terjadi retensi cairan. Stadium
Gambar 2.1
[image:22.595.118.503.93.534.2]10
yang sangat berat terkadang disertai systemic wasting yang ditandai dengan
penurunan berat badan.5,8,16
2.1.6 Pencegahan
PPOK merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. Tindakan preventif akan sangat berguna untuk mengurangi angka penderita
PPOK. Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencegah PPOK, yaitu :
1. Hindari konsumsi rokok
Penghentian konsumsi rokok dapat mengurangi risiko terjadinya
PPOK, terutama pada penderita defisiensi AAT. Individu dengan
defisiensi AAT, jika diberikan AAT akan menurunkan risiko untuk
menderita PPOK.4,18 2. Hindari polusi udara
Polusi udara seperti zat kimia dan zat sisa pembakaran dapat
menyebabkan PPOK meskipun dengan kemungkinan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan konsumsi rokok. Namun, paparan zat tersebut
dapat memperparah kondisi pasien yang sudah menderita PPOK.4,18
2.2 Chronic Obstructive Pulmonary Disease Population Screener
Chronic Obstructive Pulmonary Disease Population Screener (COPD-PS)
adalah kuesioner yang sudah pernah divalidasi pada 698 pasien dengan usia lebih
dari 35 tahun yang mengunjungi klinik paru di United States. COPD-PS ini bisa digunakan untuk orang yang belum pernah didiagnosis PPOK. Kuesioner
COPD-PS berisi 5 pertanyaan yang merupakan pertanyaan tersering yang ditanyakan
untuk mendiagnosis PPOK (kuesioner terlampir di lampiran). 13
Penilaian kuesioner yang sudah diisi menggunakan skoring yang terdapat
pada kuesioner tersebut. Jika hasil skoringnya adalah 5 atau lebih maka individu
tersebut sudah termasuk ke dalam risiko tinggi mengalami PPOK. Skor 5 atau
lebih dari hasil kuesioner COPD-PS ini mempunyai sensitivitas sebesar 84,4%
sensitivitas yang tinggi ini bisa menentukan pasien untuk pemeriksaan lanjutan
berupa spirometri.13
Validasi yang dilakukan tidak hanya pada pasien yang mendatangi klinik
paru di US, tetapi juga dilakukan pada masyarakat umum dengan menggunakan
survey online pada website www.copd-screener.com.13
2.3 Peranan Penilaian Risiko Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif seperti salah satunya penyakit paru obstruktif kronik
merupakan sesuatu yang dapat dicegah dengan melakukan penilaian faktor risiko
yang ada pada pasien. Faktor risiko tersebut berupa genetik, lingkungan, dan
aspek gaya hidup. Upaya promosi kesehatan yang baik memerlukan beberapa
komponen, salah satunya berupa profil kesehatan pasien. Dari profil kesehatan
pasien tersebut diharapkan dokter dapat melihat risiko apa yang ada di pasien dan
melakukan intervensi yang sesuai sebelum risiko tersebut menjadi suatu penyakit
kronis. Penilaian risiko pada pasien di komunitas terbagi menjadi tiga kelompok
yaitu risiko rendah, tinggi, dan penderita penyakit kronis.14
Bagan 2.1 Skema pelayanan kesehatan pribadi dan hubungan antara pasien dan
12
Bagan 2.2 Aplikasi pelayanan prosektif di komunitas.14
2.4 Kerangka Teori
2.5 Kerangka Konsep
Bagan 2.4 Kerangka konsep
[image:26.595.109.536.95.754.2]2.6 Definisi Operasional
Tabel 2.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi operasional Alat ukur Skala
ukur Hasil ukur
1. Sesak
Nafas
Kesulitan bernafas
selama 4 bulan
terakhir.13
Kuesioner Ordinal 0. Tidak pernah
0. Jarang (kurang dari
10 kali)
1. Beberapa kali
(kurang dari 25
kali)
2. Sering
(lebih dari 25 kali)
2. Setiap saat
2. Aktivitas Mengalami
keterbatasan dalam
aktivitas sehari-hari
selama 12 bulan
terakhir akibat sesak
nafas.13
Kuesioner Ordinal 0. Sangat tidak setuju
0. Tidak setuju
0. Tidak yakin
1. Setuju
14
3. Produksi
dahak
Mengalami atau
merasakan saluran
napas dipenuhi oleh
dahak atau lendir.13
Kuesioner Ordinal 0. Tidak pernah
0. Hanya ketika
infeksi saluran
nafas atas
1. Ya, beberapa hari
per bulan.
1. Ya, beberapa hari
per minggu.
2. Ya, setiap hari
4. Merokok Sedang
mengkonsumsi rokok
selama hidup lebih
dari 100 batang.13
Kuesioner Ordinal 0. Tidak/tidak tahu
2. Ya
5. Usia Usia partisipan > 35
tahun.13
Kuesioner Ordinal 0. 35 - 49 tahun
1. 50 - 59 tahun
2. 60 - 69 tahun 2. >70 tahun
6. Tingkat
risiko
PPOK
Tingkat risiko PPOK
ini digunakan untuk
melihat kemungkinan
mengalami PPOK
dalam beberapa tahun
kemudian sebagai
bentuk pencegahan
awal.13
COPD-PS Ordinal 1. Risiko tinggi: skoring 5-10 2. Risiko rendah:
15
3.1. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat
deskriptif-analitik dengan menggunakan desain cross sectional.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di RT 001/003, RT 001/004, dan RT 003/005
di wilayah binaan KPKM Buaran FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2014 sampai bulan
Agustus tahun 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah masyarakat di RT 001/003,
RT 001/004, dan RT 003/005 di wilayah binaan KPKM Buaran FKIK UIN Syarif
Hidayatullah yang berusia lebih dari 35 tahun pada tahun 2015.
3.3.2 Sampel
Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan rumus
seperti berikut:
�1= �2=(
�� 2��+�� �1�1+�2�2) ! (�1−�2) !
Keterangan:
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z� = Deviat baku alfa pada derajat kepercayaan 95% dengan hipotesis
dua arah yaitu sebesar 1,96
16
P1 = Proporsi kejadian PPOK yang mendapat pengaruh dari usia ≥ 60
tahun sebesar 0,714.13
P2 = Proporsi kejadian PPOK yang mendapat pengaruh dari usia < 60
tahun sebesar 0,286.13
P = Proporsi total: (P1+P2)/2
Q1 = 1-P1
Q2 = 1-P2
Q = 1-P
�1= �2=(1,
96 2 0,5 0,5 +0,84 0,714 0,286 + 0,286 0,714 ) !
(0,714−0,286) !
�1=�2=(1,
386+0,537) !
0,183
�1=�2=20,20218
Sampel yang digunakan untuk penelitian ini berdasarkan perhitungan
besar sampel adalah sebesar 20 orang di setiap kelompok sehingga jumlah total
minimal sampel adalah sebesar 40 orang.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan two stage random sampling. Pemilihan awal
yaitu dipilih RW yang menjadi binaan KPKM Buaran FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dari RW tersebut dipilih satu RT di setiap RW. Warga dari
setiap RT dipilih random sebanyak 40 orang.
3.3.4 Kriteria Inklusi
‐ Masyarakat yang tinggal di daerah binaan KPKM Buaran FKIK UIN
Syarif Hidayatullah
‐ Usia responden diatas 35 tahun
‐ Belum pernah didiagnosis oleh dokter menderita PPOK
3.3.5 Kriteria Eksklusi
3.4. Cara Kerja Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang sudah dikembangkan dari
COPD Risk Screener untuk menilai tingkat risiko seseorang terhadap Penyakit
Paru Obstruktif Kronik.
Responden yang sudah terpilih dengan two stage cluster sampling
didatangi oleh peneliti dan dilakukan wawancara terpimpin dengan lima
pertanyaan yang ada pada COPD Risk Screener yang sudah diadaptasi. Setelah
dilakukan wawancara terpimpin, hasil dimasukan kedalam skoring yang terdapat
pada COPD Risk Screener tersebut untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas
pada 30 responden dan selanjutnya dianalisis dengan analisis univariat dan
bivariat.
3.5. Manajemen Data
3.5.1 Pengumpulan Data
- Data primer
Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang dibagikan pada
masyarakat RT 001/003, RT 001/004 dan RT 003/005 disekitar KPKM Buaran
yang telah dipilih dengan two stage cluster sampling serta memenuhi kriteria
inklusi.
- Alur pengumpulan data
3.5.2 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dari responden akan diolah dengan
menggunakan program computer software SPSS versi 20. Tahapan pengolahan
18
3.5.3 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan dua tahapan yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat.
3.5.3.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari
variabel independen dan dependen. Keseluruhan data yang ada dalam kuesioner
diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.5.3.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variable
independen dan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji chi-square,
bila syarat uji chi-square tidak terpenuhi maka akan digunakan uji fisher exact.
3.5.4 Penyajian Data
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.
3.6. Etika Penelitian
Jenis penelitian ini sudah melewati kaji etik serta dalam pelaksanaannya
19
4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas isi kuesioner ini dilakukan untuk menilai apakah isi instrumen
mempunyai validitas yang baik atau kurang. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner, maka uji validitas dilakukan untuk menilai item
kuesioner yang valid maupun kurang valid. Selain itu, validitas juga dilakukan
untuk mengukur kesesuaian alat yang digunakan untuk penelitian eksperimenter.
Uji reliabilitas berfungsi untuk mengukur ketepatan alat ukur yang
digunakan dalam penelitian. Ketepatan alat ukur dapat diketahui dengan analisis
statistik untuk mengetahui kesalahan ukur. Instrumen dapat dianggap reliabel jika
instrumen tersebut dapat dipercaya sebagai alat ukur data yang diambil dalam
penelitian.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di daerah KPKM Buaran dengan
jumlah responden sebanyak tiga puluh orang. Responden terdiri dari 18 orang
perempuan dan 12 orang laki-laki dengan rata-rata usia 50 tahun. Pengolahan data
uji validitas dan reliabilitas ini menggunakan program aplikasi SPSS versi 20.
4.1.1 Uji Validitas
Suatu item dalam instrument dapat dikatakan mempunyai validitas yang
baik jika hasil Pearson Correlation lebih besar daripada koefisien korelasi
sederhana (tabel r). Tabel r yang digunakan pada uji validitas ini bernilai 0,361
20
No. Item Kuesioner Pearson
Correlation
P Value
(2-tailed) Tabel r Keterangan
1. Usia 0,523 0,003 0,361 Baik
2. Perokok 0,707 0,000 0,361 Baik
3. Sesak nafas dalam 4 minggu
terakhir 0,795 0,000 0,361 Baik
4. Dahak dan lendir saat batuk 0,829 0,000 0,361 Baik
5.
Aktivitas terganggu karena
pernapasan selama 12
terakhir
0,761 0,000 0,361 Baik
Hasil uji validitas item kuesioner yang ditanyakan pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semua item yang memiliki validitas yang baik. Semua item
kuesioner tersebut dapat dimasukkan ke dalam kuesioner untuk menentukan
penilaian risiko yang mengacu pada kuesioner COPD Risk Screener.
4.1.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur ketepatan alat ukur. Instrumen
dapat dianggap reliabel jika instrumen tersebut dapat dipercaya sebagai alat ukur
data yang diambil dalam penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. Hasil dari uji reliabilitas ini dapat dilihat
dengan kriteria pembagian dari interpretasi nilai Cronbach’s Alpha, yaitu sebagai
berikut :
1. Reliabilitas sangat lemah : Cronbach’s Alpha 0,00 - 0,20
2. Reliabilitas lemah : Cronbach’s Alpha 0,21 - 0,40
3. Reliabilitas sedang : Cronbach’s Alpha 0,42 - 0,60
4. Reliabilitas kuat : Cronbach’s Alpha 0,61 - 0,80
[image:33.595.109.517.109.384.2] [image:33.595.106.517.111.473.2]
Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas
Hasil Cronbach’s Alpha dari uji reliabilitas tersebut menyatakan bahwa
instrumen kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini bernilai adalah 0,768.
Jika dimasukkan ke dalam kriteria pembagian interpretasi nilai Cronbach’s Alpha
maka instrumen tersebut termasuk ke dalam kriteria reliabilitas yang kuat.
Tabel 4.3 Hasil uji reliabilitas item kuesioner
No. Item Kuesioner Cronbach’s Alpha if
item deleted Keterangan
1. Usia 0,784 Baik
2. Perokok 0,680 Baik
3. Sesak nafas dalam 4 minggu
terakhir 0,548 Baik
4. Dahak dan lendir saat batuk 0,556 Baik
5.
Aktivitas terganggu karena
pernapasan selama 12
terakhir
0,568 Baik
Dari hasil uji reliabitilitas pada item kuesioner, didapatkan bahwa
reliabilitas dari setiap item kuesioner kuat. Hal ini mengartikan bahwa pertanyaan
yang diberikan kepada responden konstan atau stabil. Setiap item yang terdapat
dalam kuesioner tersebut akan dimasukkan ke dalam kuesioner untuk kepentingan
scoring dan analisis data. Beberapa pertanyaan akan ditambahkan untuk
mengantisipasi ketidakpahaman responden.
Cronbach’s Alpha Jumlah item
[image:34.595.130.498.225.542.2]
22
4.2 Analisis Univariat
Variabel yang terdapat pada penelitian ini akan dideskripsikan dengan
analisis univariat yang akan memberikan gambaran terhadap karakteristik
responden. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
pekerjaan, jenjang pendidikan terakhir, faktor risiko dan gejala PPOK. Variabel
terikat pada penelitian ini adalah risiko rendah dan tinggi dari PPOK. Sampel pada
penelitian ini berjumlah 134 responden dengan batas minimal sampel berjumlah
40 responden.
4.2.1 Gambaran karakteristik responden
Karakteristik responden penelitian ini digambarkan melalui sebaran
responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan jenjang pendidikan
[image:35.595.108.519.113.600.2]terakhir.
Tabel 4.4 Sebaran karakteristik responden. (N=134)
Variabel Kategori N %
Jenis kelamin Laki-laki 41 30,6
Perempuan 93 69,4
Usia 35-59 tahun 109 81,3
≥ 60 tahun 25 18,7
Pekerjaan Bekerja 46 34,3
Tidak bekerja 88 65,7
Pendidikan terakhir Rendah 76 56,7
Menengah 56 41,8
Tinggi 2 1,5
Dari tabel 4.3 didapatkan bahwa responden laki-laki berjumlah 41 orang
(30,6%) dan responden perempuan berjumlah 93 orang (69,4%)
Responden pada range usia 35-59 tahun berjumlah 109 orang (81,3%)
sedangkan responden yang berusia lebih dari 60 tahun berjumlah 25 orang
(18,7%). Usia seluruh responden sesuai dengan kriteria inklusi, yaitu lebih dari 35
Pekerjaan responden terbagi menjadi dua kategori, yaitu bekerja dan tidak
bekerja. Sebanyak 46 responden (34,3%) bekerja sedangkan sebanyak 88
responden (65,7%) tidak bekerja.
Pendidikan terakhir responden dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
pendidikan terakhir rendah, menengah, dan tinggi. Kelompok yang termasuk
dalam kategori pendidikan terakhir rendah adalah responden yang tidak sekolah,
tidak lulus SD, dan lulus SD. Kelompok yang termasuk dalam kategori
pendidikan terakhir menengah adalah responden yang telah lulus SMP dan lulus
SMA. Kelompok yang termasuk dalam kategori pendidikan terakhir tinggi adalah
responden yang telah lulus perguruan tinggi atau sarjana. Dari tabel diatas,
sebanyak 76 responden (56,7%) termasuk dalam kategori pendidikan rendah, 56
responden (41,8%) termasuk dalam kategori pendidikan terakhir menengah, dan 2
responden (1,5%) berpendidikan tinggi.
4.2.2 Gambaran gejala awal PPOK pada responden
Variabel gejala PPOK pada penelitian ini diambil berdasarkan gejala yang
termasuk ke dalam item kuesioner COPD Risk Screener. Gejala-gejala tersebut
merupakan gejala PPOK yang dapat dideteksi sedini mungkin sehingga responden
[image:37.595.134.502.100.527.2]
24
Tabel 4.5 Sebaran gejala awal PPOK pada responden
Variabel Kategori N %
Sesak napas
Tidak pernah 114 85,1
Jarang 11 8,2
Beberapa kali 2 1,5
Sering 3 2,2
Setiap saat 4 3,0
Produksi dahak
Tidak pernah 53 39,6
Ketika ISPA 70 52,2
Beberapa hari setiap bulan 4 3,0
Setiap hari 7 5,2
Aktivitas anda
terganggu oleh
masalah pernapasan
Sangat tidak setuju 65 48,5
Tidak setuju 49 36,6
Tidak yakin 4 3,0
Setuju 13 9,7
Sangat setuju 3 2,2
Dari tabel 4.5 didapatkan bahwa sebanyak 114 responden (85,1%) tidak
pernah mengalami sesak napas, 11 responden (8,2%) jarang mengalami sesak
napas, 2 responden (1,5%) beberapa kali mengalami sesak napas, 3 responden
(2,2%) sering mengalami sesak napas, dan 4 responden (3,0%) mengalami sesak
napas setiap saat.
Untuk responden yang sering dan setiap saat mengalami sesak napas
segera disarankan untuk melakukan pemeriksaan spirometri untuk mengetahui
apakah responden tersebut mengalami sesak napas yang dikarenakan PPOK atau
sesak napas karena penyakit lain seperti gagal jantung, asma, dan lain sebagainya.
Selain itu juga responden tersebut diberikan pertanyaan lebih lanjut mengenai
Dari tabel 4.5 didapatkan bahwa sebanyak 53 responden (39,6%) tidak
pernah mengeluarkan dahak atau lendir, 70 responden (52,2%) mengeluarkan
dahak hanya ketika ISPA, 4 responden (3,0%) mengeluarkan dahak hanya
beberapa hari setiap bulan, dan 7 responden menyatakan setiap hari merasakan
setiap hari mengeluarkan dahak.
Responden yang merasakan saluran pernapasannya dipenuhi oleh dahak
atau lendir memiliki faktor risiko untuk terjadinya PPOK. Dahak merupakan hasil
sekresi dari sel goblet saluran pernapasan akibat adanya proses inflamasi yang
terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh asap rokok, polusi udara, maupun riwayat
alergi yang dimiliki oleh responden. Proses inflamasi yang terjadi dalam jangka
waktu yang lama merupakan patofisiologi penyebab terjadinya PPOK. 5,10,14
Dari tabel 4.5 didapatkan bahwa sebanyak 65 responden (48,5%)
menyatakan sangat tidak setuju jika aktivitas mereka terganggu oleh masalah
pernapasan, 49 responden (36,6%) tidak setuju, 4 responden (3,0%) tidak yakin,
13 responden (9,7%) setuju, dan 2 responden (2,2%) menyatakan sangat setuju
jika aktivitas mereka berkurang akibat masalah pernapasan yang dirasakan.
Produksi dahak atau mukus akibat teproses inflamasi kronik menyebabkan
terjadinya penyempitan lumen saluran napas. Hal ini mengakibatkan penurunan
asupan oksigen ketika seorang individu melakukan aktivitas fisik. Penurunan
asupan oksigen ini akan membuat pasien merasa sesak ketika melakukan aktivitas
fisik. 5,10,14
4.2.3 Gambaran faktor risiko PPOK pada responden
Variabel faktor risiko pada penelitian ini diambil berdasarkan faktor risiko
yang ada di dalam kuesioner COPD Risk Screener tentang PPOK. Selain usia,
[image:38.595.191.431.642.707.2]konsumsi rokok merupakan faktor yang paling berisiko menimbulkan PPOK.
Tabel 4.6 Sebaran faktor risiko PPOK pada responden. (N=134)
Perokok N %
Tidak 100 74,6
26
Dari tabel 4.6 didapatkan bahwa 100 responden (74,6%) bukan perokok,
sedangkan 34 responden lainnya (25,4%) mengonsumsi rokok. Jumlah responden
non-perokok lebih banyak jumlahnya dibandingkan perokok dapat dikarenakan
jumah responden perempuan yang lebih banyak.
Zat yang terkandung dalam asap rokok merupakan penyebab terjadinya
inflamasi saluran pernapasan. Paparan asap rokok yang berkelanjutan dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan inflamasi kronis yang menyebabkan
terjadinya PPOK. 5,10,14
[image:39.595.109.508.177.556.2]4.2.4 Gambaran tingkat risiko PPOK pada responden
Tabel 4.7 Sebaran tingkat risiko PPOK pada responden
Data di dalam tabel 4.7, faktor risiko dan gejala yang terdapat dalam
kuesioner yang dijumlahkan sesuai dengan aturan scoring pada COPD Risk
Screener. Hasil penilaian tersebut dibagi menjadi dua kategori, yaitu risiko rendah
dan risiko tinggi untuk terjadinya PPOK.
Sebanyak 127 responden (94,8%) termasuk dalam kategori risiko rendah,
sedangkan 7 responden (5,2%) termasuk dalam kategori risiko tinggi untuk
terjadinya PPOK. Banyaknya responden yang mempunyai risiko rendah
dikarenakan rata-rata usia dalam penelitian ini adalah 49 tahun.
Pencegahan primer PPOK sejak usia muda sangat diperlukan karena
seiring dengan bertambahnya usia maka risiko untuk terjadinya PPOK semakin
tinggi ditambah dengan pola hidup yang kurang baik seperti merokok dapat
menyebabkan bertambah tingginya risiko terhadap PPOK. 11,12,14,15
4.3 Analisis Bivariat
Uji yang dilakukan untuk analisis bivariat adalah Fisher’s karena semua
variabel distribusinya tidak normal dan syarat penggunaan uji chi-square tidak
Tingkat risiko N %
Risiko rendah 127 94,8
terpenuhi yaitu jumlah expected count yang <5 terdapat pada >33% sel dimana
seharusnya hanya boleh <20% sel.
Variabel bebas yang digunakan adalah jenis kelamin, usia, gejala dan
faktor risiko PPOK yang akan dianalisis terhadap variabel terikat yaitu tingkatan
risiko PPOK. Jika p-value bernilai < 0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna
antara variabel bebas dan terikat dengan derajat kepercayaan mencapai 95%.
[image:40.595.119.504.260.533.2]4.3.1 Hubungan karakteristik responden dengan tingkat risiko PPOK
Tabel 4.8 Hubungan jenis kelamin dengan tingkat risiko PPOK
Jenis kelamin
Tingkat risiko PPOK
Total
Rendah Tinggi
Laki-laki 35 6 41
Perempuan 92 1 93
Total 127 7 134
P-value = 0,003
Dari tabel 4.8 didapatkan hasil laki-laki memiliki risiko tinggi terhadap
PPOK sebanyak 8 responden dibandingkan perempuan yang hanya berjumlah 1
orang. Sebaliknya perempuan memiliki risiko rendah lebih besar sebanyak 92
responden dibandingkan laki-laki yang hanya berjumlah 35 responden. Hasil ini
memiliki hubungan bermakna karena hasil p-value = 0,003 (<0,05).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rycroft5 bahwa 2,3% sampai 8,4%
kematian yang disebabkan PPOK, proporsi laki-laki lebih besar jika dibandingkan
dengan proporsi wanita dengan rentang usia 65-74 tahun. Meskipun konsumsi
rokok dapat menjelaskan perbedaan proporsi antara laki-laki dan perempuan,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan perbedaan proporsi tersebut
[image:41.595.160.470.140.265.2]
28
Tabel 4.9 Hubungan usia dengan tingkat risiko PPOK
Dari tabel 4.9 didapatkan bahwa jumlah responden risiko tinggi PPOK
dengan ≥ 60 tahun berjumlah 4 orang dibandingkan dengan responden dengan usia 35-59 tahun sebanyak 3 orang responden. Sebaliknya, responden dengan usia
35-59 tahun yang berisiko rendah PPOK berjumlah 106 orang, lebih banyak jika
dibandingkan responden dengan usia ≥ 60 tahun yang berjumlah 21 orang responden. Hasil ini memiliki hubungan bermakna karena hasil p-value = 0,023
(< 0,05).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rycroft5 bahwa kematian yang
disebabkan oleh PPOK sebagian besar merupakan individu yang berusia 65-74
tahun. Hal ini dijelaskan juga oleh Akkermans8 dalam studinya bahwa prevalensi
individu yang terdiagnosis PPOK melalui pemeriksaan spirometri merupakan
individu yang berusia lanjut. Menurut Akkermans8, terdapat hubungan bermakna
antara usia lanjut dengan angka kejadian PPOK (p-value = < 0,001).5,8
Tabel 4.10 Hubungan status pekerjaan dengan tingkat risiko PPOK
Dari tabel 4.10 didapatkan jumlah responden risiko tinggi yang bekerja
sebanyak 3 orang, sedangkan responden risiko tinggi yang tidak bekerja
Usia
Tingkat risiko PPOK
Total Rendah Tinggi
35-59 tahun 106 3 109
≥ 60 tahun 21 4 25
Total 127 7 134
P-value = 0,023
Status pekerjaan
Tingkat risiko PPOK
Total Rendah Tinggi
Bekerja 86 3 89
Tidak bekerja 41 4 45
Total 127 7 134
[image:41.595.158.468.583.707.2]
berjumlah 4 orang. Sebaliknya, responden risiko rendah yang bekerja berjumlah
86 orang, lebih banyak jika dibandingkan dengan responden risiko rendah yang
tidak bekerja dengan jumlah 41 orang. Hasil ini memiliki hubungan yang tidak
bermakna dengan p-value = 0,224 (> 0,05).
Hasil yang kurang bermakna dapat terjadi karena penelitian ini tidak
mencantumkan jenis pekerjaan responden. Jenis pekerjaan sangat berpengaruh
terhadap risiko terjadinya PPOK karena ada beberapa pekerjaan yang mempunyai
paparan langsung terhadap polusi udara. Zat-zat polusi udara merupakan salah
satu penyebab terjadinya proses inflamasi kronik pada kasus PPOK.3,5
[image:42.595.114.508.172.518.2]4.3.2 Hubungan gejala awal dengan tingkatan risiko PPOK
Tabel 4.11 Hubungan sesak dengan tingkat risiko PPOK
Dari tabel 4.11 didapatkan bahwa jumlah responden risiko tinggi yang
pernah mengalami gejala sesak sebanyak 5 orang responden lebih banyak jika
dibandingkan dengan responden risiko tinggi yang tidak pernah mengalami gejala
sesak, yaitu sebanyak 2 orang respoden. Sebaliknya, jumlah responden risiko
rendah yang tidak pernah mengalami gejala sesak berjumlah sebanyak 123 orang
responden lebih banyak jika dibandingkan dengan responden risiko rendah
yangpernah mengalami gejala sesak napas. Hasil ini memiliki hubungan
bermakna karena nilai p-value = 0,0001 (< 0,05).
Gejala sesak
Tingkat risiko PPOK
Total Rendah Tinggi
Tidak pernah 123 2 125
Pernah sesak 4 5 9
Total 127 7 134
[image:43.595.176.462.111.275.2]
30
Tabel 4.12 Hubungan masalah pernapasan dengan tingkat risiko PPOK
Dari tabel 4.12 didapatkan bahwa jumlah responden risiko tinggi yang
menyatakan setuju jika aktivitasnya terganggu akibat masalah pernapasan
sebanyak 5 orang lebih banyak jika dibandingkan dengan responden risiko tinggi
yang tidak setuju jika aktivitasnya terganggu oleh masalah pernapasan yang
berjumlah sebanyak 2 orang responden. Sebaliknya responden risiko rendah yang
tidak setuju jika aktivitasnya terganggu akibat masalah pernapasan yang
berjumlah sebanyak 116 orang lebih banyak jika dibandingkan dengan responden
risiko rendah yang tidak setuju jika aktivitasnya terganggu akibat masalah
pernapasan yang yang berjumlah sebanyak 11 orang responden. Hasil ini
[image:43.595.113.512.246.678.2]bermakna karena nilai p-value = 0,0001 (< 0,05).
Tabel 4.13 Hubungan produksi dahak dengan tingkat risiko PPOK
Selalu
mengeluarkan
dahak
Tingkat risiko PPOK
Total Rendah Tinggi
Tidak setuju 121 2 123
Setuju 6 5 11
Total 127 7 134
p-value = 0,0001
Dari tabel 4.13 didapatkan bahwa responden risiko tinggi yang setuju jika
merasa selalu mengeluarkan dahak berjumlah sebanyak 5 orang lebih banyak jika
dibandingkan dengan responden risiko tinggi yang setuju jika merasa selalu
Aktivitas
terganggu akibat
masalah
pernapasan
Tingkat risiko PPOK
Total
Rendah Tinggi
Tidak setuju 116 2 118
Setuju 11 5 16
Total 127 7 134
mengeluarkan dahak berjumlah sebanyak 2 orang responden. Sebaliknya,
responden risiko rendah yang tidak setuju jika merasa selalu mengeluarkan dahak
berjumlah sebanyak 121 orang lebih banyak jika dibandingkan dengan responden
risiko rendah yang setuju jika merasa selalu mengeluarkan dahak yang berjumlah
sebanyak 6 orang responden. Hasil ini bermakna karena nilai p-value = 0,0001 (<
0,05).
Hasil ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Roberto de
Marco14 yang menyebutkan bahwa gejala awal yang disebabkan oleh
hiperresponsivitas saluran pernapasan mempunyai hubungan yang bermakna
untuk angka kejadian PPOK. Hiperresponsivitas saluran pernapasan mempunyai
manifestasi berupa sesak napas dan peningkatan produksi mukus.
Hiperresponsivitas saluran pernapasan merupakan salah satu tanda kardinal asma
bronkial, namun apabila proses ini terjadi secara kronik maka akan terjadi
kerusakan irreversibel jaringan saluran pernapasan yang mengakibatkan
PPOK.3,9,10,12,14
[image:44.595.115.504.181.586.2]4.3.3 Hubungan faktor risiko dengan tingkat risiko PPOK
Tabel 4.14 Hubungan konsumsi rokok dengan tingkat risiko PPOK
Dari tabel 4.14 didapatkan bahwa responden risiko tinggi yang merokok
berjumlah sebanyak 6 orang sedangkan responden risiko tinggi yang tidak
merokok berjumlah sebanyak 1 orang. Sebaliknya, responden risiko rendah yang
tidak merokok berjumlah sebanyak 99 orang sedangkan responden risiko rendah
yang merokok berjumlah sebanyak 28 orang responden. Hasil ini bermakna
karena nilai p-value = 0,0001 (< 0,05).
Hasil ini diperkuat oleh penelitian Akkermans8 yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara konsumsi rokok dengan kejadian PPOK
(p-Perokok
Tingkat risiko PPOK
Total Rendah Tinggi
Tidak 99 1 100
Ya 28 6 34
Total 127 7 134
32
value = 0,006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Agusti9 disebutkan bahwa
konsumsi rokok merupakan penyebab utama terjadinya proses inflamasi kronik
yang merupakan patofisiologi terjadinya PPOK.5,8,10,14
4.4 Kelebihan Penelitian
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit degeneratif yang
memiliki faktor risiko yang dapat diubah. Jika seorang individu terdiagnosis
menderita PPOK, pengobatan yang diberikan hanya berguna untuk meredakan
eksaserbasi. Intervensi untuk mencegah PPOK adalah dengan cara mengurangi
paparan penyebab utama terjadinya PPOK. Penelitian ini dilakukan untuk menilai
tingkat risiko individu untuk mengalami PPOK. Semakin cepat seorang individu
teridentifikasi mempunyai risiko untuk menderita PPOK, maka semakin mudah
untuk mengurangi angka kejadian PPOK.
Penelitian ini juga dilakukan pada komunitas. Populasi yang terjaring pada
penelitian ini dapat menggambarkan frekuensi individu yang mempunyai risiko
tinggi terhadap PPOK.
COPD Risk Screener merupakan kuesioner untuk mengidentifikasi risiko
seorang individu terhadap PPOK. Kuesioner ini sudah dipakai di berbagai negara
dan telah melalui proses validasi untuk penelitian ini.
4.5 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan. Sebagian besar
responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan berusia lanjut sehingga
ada beberapa pertanyaan yang kurang dimengerti oleh responden. Kuesioner
yang digunakan juga diambil dari COPD Risk Screener sehingga harus
dilakukan uji validasi terlebih dahulu untuk melihat kesesuaian item kuesioner
untuk diterapkan di Indonesia.
Kuesioner ini merupakan gabungan dengan beberapa kuesioner yang
membahas penyakit degeneratif lainnya sehingga uji validitas dan reliabilitas
33
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada masyarakat binaan KPKM Buaran FKIK UIN Syarif
Hidayatullah tahun 2015, sebaran tingkat risiko untuk mengalami
PPOK yaitu risiko tinggi sebesar 5,2% dan risiko rendah sebanyak
94,8%.
2. Terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin, usia, gejala awal
PPOK, dan perilaku merokok dengan tingkat risiko untuk mengalami
PPOK dengan p-value bernilai kurang dari 0,05.
3. Tidak terdapat hubungan bermakna antara status pekerjaan dengan
tingkat risiko untuk mengalami PPOK dengan p-value = 0,224 (>0,05)
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mencakup populasi
yang lebih besar sehingga dapat dilakukan tindakan preventif pada
masyarakat yang termasuk dalam tingkatan risiko tinggi.
2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan status pekerjaan pada
responden harus lebih spesifik untuk menilai ada atau tidaknya
hubungan antara status pekerjaan dengan tingkat risiko PPOK.
3. Untuk sampel dengan risiko tinggi, dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk menilai fungsi pernapasan menggunakan spirometri.
4. Untuk sampel dengan risiko tinggi, dapat dilakukan penelitian lebih
34
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization, 2014. Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. [Cited 26 Oct 2014] Available from :
www.who.int/tobacco/research/copd/en/index.html.
2. COPD International, 2014. COPD Statistics. [Cited 26 Oct 2014]
Available from: http://www.copd-international.com/library/statistics.html.
3. Raherison C, Girodet PO. (Review) Epidemiology of COPD. EurRespir
Rev. 2009;18:114,213-221.
4. Halbert RJ, Natoli JL, Gano A, Badamgraw E, Buist AS, Mannino DM.
Global burden of COPD: systematic review and meta-analysis.EurRespir
J. 2006;28:523-532.
5. Rycroft CE, Heyes A, Lanza L, Becker K. Epidemiology of chronic
obstructive pulmonary disease: a literature review. International Journal
of COPD. 2012;7:457-494.
6. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013.
7. Burge S, Wedzicha JA. COPD Exacerbations: Definitions and
Classifications.EurRespir J. 2003;21:46-53.
8. Akkermans RP, Biermans M, Robberts B, terRiet G, Jacobs A, van Weel
C, Wensing M, Schermer T. COPD Prognosis in Relation to Diagnostic
Criteria for Airflow Obstruction in Smokers. EurRespir J. 2014;43:54-63.
9. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquets X. (Review)
Systemic effects of chronic obstructive pulmonary disease. EurRespir J.
2003;21:347-360.
10. Patriani, Ana A., Paramastri I., Priyanto, M.A., 2010. Pemberdayaan
keluarga dalam rehabilitasi medic paru pada penderita penyakit paru
obstruktif kronik di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Yogyakarta.
Yogyakarta: Berita Kedokteran Masyarakat.
11. Karen D, Gerrad WF. Identifying chronic obstructive pulmonary disease in
primary care of urban underserved patients: tools, applications, and
12. Ralph S, RS Williams. Prospective medicine: the next health care
transformation. Acad Med. 2003;78:1079-1084.
13. Octaria P. Hubungan antara derajat merokok dengan kejadian PPOK
[skripsi]. Surakarta: FK Universitas Sebelas Maret; 2010.
14. De Marco R, Accordini S, Marcon A, et al. Risk factors for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease in a European cohort of young adults.
American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2011:Vol
183.
15. Mosenifar Z, Kamangar N, Byrd RP. Chronic Obstructive Pulmonary
Disease Clinical Presentation. [Cited 18 Jul 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/297664-clinical
16. Spruit MA, Singh SJ, Garvey C, et al. An Official American Thoracic
Society/European Respiratory Society Statement: Key Concepts and
Advances in Pulmonary Rehabilitation. American Journal of Respiratory
and Critical Care Medicine. 2013:Vol 188.
17. Penyakit Paru Obstruktif Kronik: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
18. Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD. American Lung
Association: State of Lung Disease in Diverse Communitites. 2010.
19. Centers for Disease Control and Prevention. Public Health Strategic
Framework for COPD Prevention. Atlanta, GA: Centers for Disease
Control and Prevention. 2011.
20. Qaseem A, Wilt TJ, Weinberger SE, et al. Diagnosis and Management of
Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease: A Clinical Practice
Guideline Update from the American College of Physicians, American
College of Chest Physicians, American Thoracic Society, and European
Respiratory Society. American College of Physicians. 2011;155:179-191.
21. Rudolf M, O’Reilly J, Parnham J, et al. Chronic Obstructive Pulmonary
Disease: Management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in
Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and
36
37
38
Lampiran 3. Lembar surat persetujuan responden
KUESIONER PENELITIAN
Penilaian Tingkat Risiko dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada Masyarakat Binaan KPKM Buaran
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2015
SURAT PERSETUJUAN PARTISIPAN
Assalamualaikum Wr.Wb.
Saat ini, kami mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Dokter dalam Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah sedang melakukan penelitian
sebagai salah satu syara