PERBEDAAN PEMAHAMAN KONSEP KIMIA SISWA
YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN
SAINS-TEKNOLOGI-MASYARAKAT (STM)
DAN YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN
KONVENSIONAL
OLEH
FAUZAN MUNIR
NIM: 102016023841
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
▸ Baca selengkapnya: pendekatan konsep ruang pada teks tersebut yang berhubungan dengan sejarah lokal kota bekasi tampak pada pernyataan dibawah ini , yaitu …
(2)MASYARAKAT (STM) DAN YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN KONVENSIONAL”, disusun oleh Fauzan Munir, NIM 102016023841, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Kimia.
Jakarta, 6 September 2010
Pada Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)
Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP. 19700209 200003 2 001
Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)
Nengsih Juanengsih, M.Pd ... ... NIP. 19790510 200604 2 001
Penguji I
Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si ... ... NIP. 19540310 198803 1 001
Penguji II
Burhanudin Milama, M.Pd ... ... NIP. 19770201 200801 1 011
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Penelitian ini dilakukan pada kelas X-2 di MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta Selatan dengan jumlah sampel 31 dan sebagai kelas kontrol yaitu kelas X-1 dengan jumlah sampel 31. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
cluster random sampling yaitu pengambilan sampel dengan memilih kelompok (cluster) secara acak. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah pendekatan STM dan pendekatan konvensional, sedangkan variabel terikat (Y) adalah pemahaman konsep kimia siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal-soal bentuk pilihan ganda dengan alternatif lima pilihan jawaban sebanyak 35 butir soal. Setelah uji validitas dan reliabilitas diperoleh 20 soal yang dijadikan instrumen untuk mengukur perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji-t. Pemahaman siswa tentang minyak bumi dan petrokimia pada kelas yang diberi perlakuan dengan pendekatan konvensional (kelas kontrol) memiliki skor rata-rata 58,13. Sedangkan pemahaman siswa tentang minyak bumi dan petrokimia pada kelas yang diberi perlakuan dengan pendekatan STM (kelas eksperimen) memiliki skor rata-rata 66. Dari pengujian hipotesis melalui uji-t didapat thitung > ttabel yaitu thitung = 2,42 sedangkan ttabel =
ii
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan ridha-Nya skripsi yang
berjudul “Perbedaan Pemahaman Konsep Kimia Siswa yang Diajarkan dengan
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang Diajarkan dengan
Pendekatan Konvensional” ini dapat penulis selesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berperan dalam proses
penyelesaian skripsi ini, yakni:
1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Zurinal Z, dan Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku dosen
pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan
motivasi serta banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah
mentransfer ilmu pengetahuannya kepada penulis sejak awal masuk sampai
berakhirnya masa perkuliahan.
5. Bapak Drs. Haris Makhri, selaku Kepala MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta
Selatan yang telah memberikan izin dan memberikan fasilitas kepada penulis
dalam penelitian ini.
6. Bapak Ismiyanto, S.Pd, selaku Guru Mata Pelajaran Kimia MA Al-Khairiyah
Mampang Jakarta Selatan yang juga telah memberikan izin dan memberikan
informasi serta saran kepada penulis dalam penelitian ini.
7. Sahabat-sahabat angkatan 2002 program studi pendidikan kimia dan
pendidikan biologi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah
banyak memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat
iii
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
ikut berperan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini secara khusus penulis dedikasikan untuk Ayahanda Muhammad
Nur dan Ibunda Masliyah tersayang serta isteri tercinta, Iimmatissa’diah, yang
terus menerus mendo’akan penulis dan memberi dukungan baik moril maupun
materil. Semoga Allah membalas kebaikan mereka semua dengan pahala yang
berlipat ganda. Amin.
Jakarta, Agustus 2010
iv
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10
BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik ... 11
1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat ... 11
2. Pembelajaran Konvensional ... 22
3. Pemahaman Konsep Kimia ... 25
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39
C. Kerangka Berpikir ... 39
D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43
v
C. Metode dan Desain Penelitian ... 43
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ... 47
F. Teknik Analisis Data ... 52
G. Hipotesis Statistik ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) di MA Al-Khairiyah Jakarta Selatan ... 56
B. Pemahaman Konsep Kimia Siswa ... 58
C. Pengaruh Pendekatan STM dan Pendekatan Konvensional dalam Pembelajaran Kimia terhadap Pemahaman Konsep Kimia Siswa ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
vii
1. Interaksi Sains Teknologi Masyarakat ... 11
2. Diagram Distilasi Minyak Bumi ... 35
vi
DAFTAR TABEL
1. Fraksi Minyak Bumi ... 36
2. Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design ... 45
3. Prosedur Perlakuan Penelitian ... 45
4. Indikator dan Item Soal Instrumen Penelitian ... 47
5. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 71
6. Analisis Butir Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ... 84
7. Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Hasil Uji Instrumen ... 85
8. Validitas Soal Instrumen ... 88
9. Tingkat Kesukaran Soal ... 91
10. Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 92
11. Daftar Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal ... 94
12. Jawaban Instrumen Penelitian Kelas Kontrol ... 111
13. Jawaban Instrumen Penelitian Kelas Eksperimen ... 112
14. Selisih Siswa Menjawab Benar ... 112
15. Skor Pemahaman Siswa Kelas Kontrol ... 113
16. Skor Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen ... 114
17. Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol... 115
18. Uji Normalitas Liliefors Kelas Kontrol... 116
19. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 118
20. Uji Normalitas Liliefors Kelas Eksperimen ... 119
21. Perhitungan Uji Homogenitas ... 121
22. Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 123
viii
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 71
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 72
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ... 76
Lampiran 4 Soal Uji Coba Instrumen ... 77
Lampiran 5 Analisis Butir Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ... 84
Lampiran 6 Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Hasil Uji Instrumen .. 85
Lampiran 7 Perhitungan Validitas Soal Uji Coba Instrumen ... 87
Lampiran 8 Perhitungan Uji Reliabilitas Soal Uji Coba Tes ... 90
Lampiran 9 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 91
Lampiran 10 Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 92
Lampiran 11 Daftar Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda... 94
Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa ... 95
Lampiran 13 Soal Instrumen Penelitian ... 107
Lampiran 14 Hasil Jawaban Instrumen Penelitian ... 111
Lampiran 15 Skor Pemahaman Siswa ... 113
Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 115
Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 118
Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas ... 121
Lampiran 19 Hasil Perhitungan Uji-t ... 123
Lampiran 20 Luas Dibawah Lengkungan Kurva Normal Dari 0 – Z ... 126
Lampiran 21 Nukilan Tabel Nilai ”t” untuk Berbagai df ... 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan keharusan mutlak bagi setiap manusia.
Pendidikan adalah suatu proses yang berfungsi membimbing anak didik dalam
kehidupan sesuai dengan tugas dan perkembangannya yang harus dijalani oleh
anak didik. Pendidikan merupakan salah satu cara manusia untuk memperoleh
ilmu pengetahuan. Dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan tersebut
seseorang haruslah belajar karena belajar sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan sumber daya manusianya.
Sekolah adalah tempat di mana siswa dan guru melakukan proses
pembelajaran. Di tempat ini siswa dididik, belajar dan diharapkan
mendapatkan hasil belajar yaitu perubahan dalam dirinya. Perubahan atau
hasil belajar yang diharapkan adalah mencakup perubahan dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar bergantung kepada banyak hal atau faktor. Faktor-faktor
yang berpengaruh dalam proses belajar banyak jenisnya namun secara garis
besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal (yang ada dalam
diri individu yang sedang belajar) dan faktor eksternal (yang ada di luar diri
individu yang sedang belajar).1 Agar belajar berhasil maksimal, faktor-faktor
pendukung belajar perlu diupayakan sebaik mungkin.
Salah satu faktor di luar diri individu yang sedang belajar yang
mempengaruhi belajar siswa yaitu metode dan pendekatan mengajar. Siswa
akan dapat belajar dengan lebih baik jika pendekatan dan metode mengajar
yang digunakan oleh guru tepat, efisien, dan efektif.2 Kreativitas guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode
1
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 54.
2
dan pendekatan mengajar sangat diperlukan agar proses pembelajaran dapat
berlangsung optimal.
Di antara pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran
adalah pendekatan konvensional. Pendekatan konvensional merupakan
pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya
lebih terpusat pada guru. Guru sebagai subjek pengajar dalam kegiatan
pembelajaran dan siswa sebagai objek yang diajarkan.
Pendekatan konvensional biasa dilakukan melalui ceramah, cara klasik
yang hingga kini masih banyak digunakan oleh guru dalam mengajar. Guru
datang ke kelas, memberikan bahan pelajaran dengan topik tertentu selama
waktu tertentu pula. Metode ini biasa digunakan bila guru akan memberikan
informasi dan kapasitas kelas yang terlalu besar atau kelas dengan jumlah
siswa yang terlalu banyak sehingga menyulitkan bila menggunakan
metode-metode lain.
Dengan menggunakan pendekatan konvensional dalam pembelajaran,
alokasi waktu hampir dapat dipastikan dapat diplot dengan tepat karena
segalanya tergantung pada guru. Keseluruhan bahan pelajaran sesuai
kurikulum pun dapat disampaikan kepada siswa. Pendekatan konvensional
dengan metode ceramah merupakan cara yang praktis, dapat digunakan untuk
mengajar siswa tingkat menengah dan dapat digunakan pada kelas yang besar
jumlah siswanya.
Namun metode-metode konvensional dalam pembelajaran misalnya
metode ceramah yang sering dipakai oleh guru mempunyai
kelemahan-kelemahan, di antaranya yaitu dapat menghalangi respons siswa, kurang
menarik, sulit digunakan untuk anak-anak, membatasi daya ingat, dan kurang
menjamin bahwa siswa dapat menangkap dan menguasai apa yang telah
diajarkan oleh guru.
Guru tidak dapat mengetahui secara pasti sampai sejauh mana siswa
telah memahami pelajarannya karena siswa yang hanya duduk, mendengar,
3
penjelasan guru dan penjelasan guru juga dapat ditafsirkan lain oleh siswa
sehingga terjadi kesalahpahaman konsep dalam memahami materi.
Metode ini pun kurang mendukung terjadinya proses perkembangan
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Hal ini disebabkan dalam kegiatan
belajar mengajar, guru berperan sentral dan guru sebagai sumber ilmu yang
hanya mentransfer ilmunya kepada siswa-siswanya yang merupakan aspek
kognitif saja.
Kegiatan siswa yang hanya duduk, mendengar, mencatat dan
menghafal tentu saja membosankan bagi siswa. Siswa yang menjadi bosan,
mengantuk, dan pasif dalam pembelajaran, tentu tidak dapat membantu
meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan motivasi siswa untuk belajar
serta perhatian siswa dalam belajar.
Salah satu rumpun mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah
ilmu pengetahuan alam atau sains yaitu ilmu yang mempelajari mengenai
gejala-gejala alam dan hukum-hukum alam.
Sains memiliki beberapa definisi, yaitu: proses memperoleh informasi
melalui metode empiris (empirical method); informasi yang diperoleh melalui penyelidikan yang telah ditata secara logis dan sistematis; dan suatu
kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat
dipercaya dan valid.3
Berdasarkan tiga definisi tersebut, sains mengandung dua elemen
utama, yaitu proses dan produk yang saling mengisi dalam derap kemajuan
dan perkembangan sains. Sains sebagai produk meliputi sekumpulan
pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip,
generalisasi, teori dan hukum-hukum, serta model yang dapat dinyatakan
dalam beberapa cara. Sains sebagai suatu proses merupakan rangkaian
kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk
menghasilkan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang lazim disebut
3
produk sains.4 Sains sebagai proses meliputi sikap-sikap dan
keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk mencapai produk sains.
Sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan disebut dengan sikap ilmiah,
sedangkan keterampilan-keterampilannya disebut dengan keterampilan proses
sains.
Pada sekolah tingkat menengah atas, salah satu mata pelajaran yang
diajarkan yang termasuk dalam rumpun mata pelajaran sains adalah mata
pelajaran kimia yang khusus mempelajari tentang komposisi dan struktur
suatu materi, sifat materi, perubahan materi serta energi yang menyertai
perubahan materi tersebut.
Ilmu kimia memiliki ciri-ciri khusus di antaranya yaitu sebagian besar
materi pelajarannya bersifat abstrak, ilmu yang dipelajari merupakan
penyederhanaan dari yang sebenarnya, dan materi pelajarannya berurutan serta
pengetahuan bidang kimia berkembang dengan cepat.
Pembelajaran sains saat ini masih didominasi oleh penggunaan metode
ceramah yang kegiatannya lebih berpusat pada guru sedangkan kegiatan siswa
hanya mendengarkan penjelasan dalam ceramah tersebut dan mencatat hal-hal
yang dianggap penting. Guru menjelaskan sains hanya sebatas produk berupa
pengetahuan fakta-fakta sains sedangkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
sains hanya sekedar disampaikan bukan dibimbing untuk memahami konsep
dan prinsip sains. Bahkan sains sebagai proses berupa sikap ilmiah dan
keterampilan proses sains tidak dikembangkan pada diri siswa karena
padatnya materi yang harus selesai dibahas.5
Guru kadang hanya meminta siswa menghafalkan saja apa yang telah
diajarkan oleh guru. Sedangkan belajar tidak akan menjadi bermakna bagi
siswa jika hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang
4
Uus Toharudin, Sains dalam Pembelajaran di Sekolah, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/012007/05/wacana.htm, 5 Januari 2007.
5
5
pengetahuan orang lain.6 Cara ini tentu tidak mengembangkan seluruh
kemampuan intelektual siswa.
Pembelajaran transfer informasi dengan menggunakan metode
ceramah kurang mengaitkan materi pelajaran yang diberikan dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sehingga siswa kurang mampu
menerapkan ide atau pengetahuan yang diperoleh pada berbagai macam situasi
yang dihadapinya.7 Siswa hanya menghafal tanpa memahami konsep yang
diperlukan dalam menerapkannya pada berbagai macam situasi.
Sedangkan dalam teori belajar kognitif, seseorang hanya dapat
dikatakan belajar apabila telah memahami keseluruhan persoalan secara
mendalam (insight). Memahami berkaitan dengan proses mental, yaitu bagaimana impresi indera dicatat dan disimpan dalam otak dan bagaimana
impresi-impresi itu digunakan dalam memecahkan masalah.
Belajar dengan memahami adalah belajar yang memberikan tekanan
pada dikuasainya materi pelajaran secara menyeluruh (insightful) karena memahami hubungan satu materi dengan yang lain. Belajar yang bersifat
mekanistik dan tanpa pemahaman dipertanyakan manfaatnya. Pemecahan
masalah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan informasi yang tidak
bermakna. Siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang sulit
apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan
temannya.8
Pelajaran kimia yang sebagian besar konsepnya bersifat abstrak tidak
semuanya dapat diterangkan dengan metode konvensional seperti metode
ceramah. Pelajaran kimia membutuhkan variasi strategi pembelajaran agar
kimia itu menjadi mudah dan menarik bagi siswa.
6
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 28.
7
Desak Made Citrawathi, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 13. 8
Melalui penelitian ini penulis mengemukakan salah satu solusi agar
pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa karena siswa belajar dengan
memahami bukan sekedar menghafal. Penulis mengajukan salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran selain pendekatan
konvensional dengan cara melihat perbedaan pemahaman konsep antara siswa
yang diajarkan dengan pendekatan konvensional dengan pendekatan lain
tersebut. Pendekatan tersebut yaitu pendekatan sains teknologi masyarakat
(STM).
Pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) yang merupakan
terjemahan dari Science-Technology-Society (STS) adalah pendekatan pembelajaran yang memadukan antara sains, teknologi, dan issu yang ada di
masyarakat.9
Pendekatan STM yaitu suatu usaha untuk menyajikan sains dalam
proses pembelajaran dengan mempergunakan masalah-masalah penerapan
sains dan teknologi dari dunia nyata dan kaitannya dengan kehidupan
masyarakat.
Mengapa menggunakan pendekatan STM? Karena pada pendekatan
STM, siswa didekatkan kepada berbagai masalah yang berkembang dalam
masyarakat di mana anak didik tersebut tinggal.
Dalam proses belajar mengajar, setiap anak didik harus didekatkan
kepada berbagai masalah yang berkembang dalam masyarakat di mana anak
didik tersebut tinggal. Dengan mendekatkan anak didik kepada masalah dalam
kehidupan sehari-hari, setiap mata pelajaran akan semakin akrab dengan
kehidupan anak didik. Dengan demikian, proses belajar mengajar lebih
menyenangkan bagi anak didik, yang pada gilirannya membantu anak didik
untuk menerima mata pelajaran dengan baik, bahkan lebih aplikatif pada saat
anak didik selesai belajar kelak.10 Dengan mendekatkan anak didik kepada
9
Pembelajaran Dengan Model STS, http://www.uny.ac.id/home/data.php?i=1 &m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&k=347, 27 Nov 2006.
10
7
masalah dalam kehidupan sehari-hari, akan mempermudah siswa dalam
memahami konsep kimia yang bersifat abstrak dan rumit.
Namun demikian pendekatan STM, sebuah pendekatan yang
mengaitkan pelajaran kimia dengan contoh-contoh yang sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi siswa di kehidupan masyarakat, masih kurang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran.
Galib menyatakan bahwa dalam kurikulum mata pelajaran sains di
sekolah, pendekatan STM belum diakomodir sebagai salah satu pendekatan
yang relevan untuk pembelajaran sains di sekolah.11
Adapun keistimewaan pendekatan STM yaitu dalam
langkah-langkahnya guru harus mencari isu aktual dulu. Pada saat guru memberikan
tugas kepada siswa, itu berarti guru memberikan rangsangan kepada siswa
untuk mengungkapkan suatu isu. Dengan cara seperti itu, siswa akan lebih
terlatih untuk berpikir, namun tidak melupakan kenyataan di lingkungannya di
mana ia hidup. Dengan demikian, pada gilirannya, anak akan semakin kritis
dan tanggap terhadap berbagai hal yang terjadi pada lingkungannya.
Kelebihan lain dari pendekatan STM adalah pendekatan ini
berlandaskan pada teori belajar konstruktivisme sehingga memungkinkan
siswa berperan aktif dalam pembelajaran.12
Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM tidak
hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga
menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan
masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak
sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran, siswa
mampu mengkonstruk (membangun) fakta dan konsep dari lingkungan sekitar
yang berhubungan dengan kimia sebagai sumber belajar. Oleh karena dalam
pembelajarannya mengaitkan antara sains, teknologi, dan perannya dalam
11
La Maronta Galib, “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 Tahun ke-8, Januari 2002, h. 39.
12
kehidupan masyarakat, pendekatan STM mempermudah siswa dalam
memahami konsep yang rumit dan abstrak. Siswa belajar dengan memahami
konsep dan tidak sekedar menerima dan menghafalkan materi pelajaran.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah yang
timbul yaitu:
1. Dalam pembelajaran di sekolah, sebagian besar guru hanya mentransfer
ilmunya kepada siswa-siswanya yang merupakan aspek kognitif saja
sehingga perubahan yang diharapkan pada diri siswa pada ranah afektif
dan psikomotorik tidak tercapai.
2. Pembelajaran sains saat ini masih didominasi oleh penggunaan metode
ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi
pasif bahkan guru kadang hanya meminta siswa menghafalkan saja apa
yang telah diajarkan oleh guru.
3. Konsep kimia yang sebagian besar bersifat abstrak tidak semuanya dapat
diterangkan dengan metode konvensional namun guru jarang sekali
menggunakan variasi strategi pembelajaran yang dapat mengaitkan konsep
kimia dengan kehidupan siswa sehari-hari.
4. Pendekatan yang mengaitkan pelajaran kimia dengan contoh-contoh yang
sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi siswa di kehidupan
masyarakat seperti pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) kurang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehingga sulit memahami
konsep kimia yang bersifat abstrak dan rumit.
C.
Pembatasan Masalah
Dari masalah yang telah diidentifikasi di atas, penulis membatasi ruang
lingkup masalah yang akan diteliti agar pemecahannya terfokus dengan jelas
dan karena adanya keterbatasan waktu, kemampuan dan dana yang dimiliki
9
Masalah penelitian ini dibatasi pada perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Penelitian ini menganalisis secara statistik apakah dengan menggunakan pendekatan STM memberikan hasil belajar berupa pemahaman
konsep kimia yang berbeda secara signifikan (berarti) dibandingkan dengan
menggunakan pendekatan konvensional.
Yang dimaksud dengan pendekatan STM dalam penelitian ini yaitu
suatu usaha untuk menyajikan sains dalam proses pembelajaran dengan
mempergunakan masalah-masalah penerapan sains dan teknologi dari dunia
nyata dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
Pendekatan konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya
lebih terpusat pada guru. Pendekatan konvensional dalam penelitian ini
dengan menggunakan metode ceramah.
Yang diukur dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep kimia
siswa. Konsep kimia yang diteliti difokuskan pada pelajaran kimia SLTA
kelas X dengan bahan kajian minyak bumi dan petrokimia. Siswa dalam
penelitian dibatasi pada siswa kelas X Madrasah Aliyah Al-Khairiyah
Mampang Prapatan tahun ajaran 2008/2009.
D.
Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia siswa
yang diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan
pendekatan konvensional?
E.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris perbedaan
pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan STM dan
F.
Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah khazanah atau perbendaharaan keilmuan bidang pendidikan
mengenai perbedaan pemahaman konsep kimia siswa antara yang
diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan pendekatan
konvensional.
2. Secara praktis dapat dijadikan masukan bagi guru tentang salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman
konsep kimia siswa.
3. Sebagai pijakan awal bagi siapa saja yang ingin melakukan penelitian
11
BAB II
PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.
Deskripsi Teoretik
1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan terjemahan dari
Science Technology Society (STS).1 Secara konseptual, pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dapat dikaitkan dengan asumsi bahwa sains,
teknologi, dan masyarakat memiliki keterkaitan timbal balik, saling
mengisi, saling tergantung, saling mempengaruhi dan mendukung dalam
mempertemukan antara permintaan dan kebutuhan manusia serta membuat
kehidupan masyarakat lebih baik dan mudah.2 Keterkaitan sains, teknologi
[image:21.595.109.503.106.552.2]dan masyarakat ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 1. Interaksi Sains Teknologi Masyarakat 3
Gambar di atas menunjukkan bahwa adanya saling keterkaitan
antara sains, teknologi dan masyarakat. Penemuan dalam sains menunjang
perkembangan teknologi. Teknologi menyediakan instrumen yang baru
lagi yang menunjang observasi dan eksperimentasi dalam sains. Sains dan
teknologi mempengaruhi masyarakat dalam hal tanggung jawab sosial,
1
Rusmansyah dan Yuda Irhasyuarna, “Implementasi Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di SMU Negeri Kota Banjarmasin,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040 Tahun ke-9, Januari 2003, h. 99.
2
La Maronta Galib, “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 Tahun ke-8, Januari 2002, h. 45.
3
Galib, “Pendekatan...,” h. 45.
Sains
pembentukan masalah sosial, penyelesaian masalah praktis dan sosial,
serta kontribusi terhadap ekonomi, militer, dan berpikir sosial. Pengaruh
masyarakat terhadap sains dan teknologi yaitu dalam hal pengendalian
dana, kebijakan, aktivitas sains, industri, militer, etika dalam program
penelitian, dan institusi pendidikan.4
National Science Teachers Association (NSTA) memandang STM sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks
pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk
meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses
sains dalam kehidupan sehari-hari.5
Menurut Rusmansyah dan Irhasyuarna, pendekatan STM adalah
suatu usaha untuk menyajikan sains dengan mempergunakan
masalah-masalah dari dunia nyata.6
Pujani menyatakan bahwa pendekatan STM merupakan perekat
yang mempersatukan sains, teknologi, dan masyarakat, dan melalui
pendekatan ini, siswa belajar sains dalam konteks pengalaman nyata yang
mencakup penerapan sains dan teknologi.7
Sedangkan Galib menyatakan bahwa pendekatan STM adalah
proses belajar dan mengajarkan sains dan teknologi dalam konteks
pengalaman manusia dalam kehidupan masyarakat.8
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan STM
adalah suatu usaha untuk menyajikan sains dalam proses pembelajaran
dengan mempergunakan masalah-masalah penerapan sains dan teknologi
dari dunia nyata dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
4
Made Alit Mariana, “Suatu Tinjauan Tentang Hakekat Pendekatan Science, Technology, and Society dalam Pembelajaran Sains,” dalam Buletin Pelangi Pendidikan, Vol. 2 No. 1 Tahun 1999/2000, h. 40-41.
5
http://esdikimia.wordpress.com/2010/10/13/macam-macam-pendekatan-pembelajaran-kimia/, 13 Oktober 2010.
6
Rusmansyah dan Irhasyuarna, “Implementasi...,” h. 99. 7
Ni Made Pujani, “Pemanfaatan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru dengan Suplemen LKS Berwawasan STM dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sisimangaraja, No. 4 Tahun ke-36, Oktober 2003, h. 51.
8
13
Mariana menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains dengan
pendekatan STM, siswa diarahkan untuk literasi sains dan teknologi, yaitu
dapat memahami dari segi sains dan teknologinya lingkungan sekitar yang
penuh dengan produk teknologi serta dampak-dampak yang
ditimbulkannya.9
Menurut Prayekti, pendidikan sains dengan menggunakan
pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya
menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga
menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan
masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap
dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat.10
Dengan demikian pembelajaran sains dengan menggunakan
pendekatan STM tidak hanya menekankan pada hasil belajar ranah
kognitif saja melainkan juga mengembangkan ranah afektif dan
psikomotorik pada diri siswa.
Lebih lanjut Prayekti mengutip pernyataan Poedjiadi yang
menyatakan bahwa pendekatan STM menitikberatkan pada penyelesaian
masalah dan proses berpikir yang melibatkan transfer jarak jauh yaitu
menerapkan konsep-konsep yang diperoleh di sekolah pada situasi di luar
sekolah yaitu yang ada di masyarakat.11 Siswa tidak hanya belajar dengan
menghafal fakta yang tidak bermakna dan tidak berdaya guna dalam
kehidupan nyata, tetapi siswa belajar dengan memahami konsep sains dan
belajar menerapkan konsep sains yang kelak berguna pada kehidupan
nyata.
Strategi pembelajaran dengan pendekatan STM adalah dengan cara
memecahkan masalah isu sosial. Pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan STM memiliki ciri yang paling utama, yaitu dilakukan dengan
9
Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 42. 10
Prayekti, “Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat tentang Konsep Pesawat Sederhana dalam Pembelajaran IPA di Kelas 5 Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 039 Tahun ke-8, November 2002, h. 777.
11
memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru sebelumnya sudah
memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan.12 Dengan
isu sosial tersebut guru mendekatkan siswa pada konsep yang dipelajari
sehingga lebih meningkatkan motivasi, minat dan perhatian siswa. Dengan
isu sosial itu pula guru membimbing siswa memahami konsep-konsep
sains.
Tujuan utama pendekatan STM menurut Insih Wilujeng dengan
mengadopsi pendapat Iskandar, yaitu membekali siswa pengetahuan yang
cukup untuk mampu mengambil keputusan penting tentang
masalah-masalah dalam masyarakat sehingga dapat mengambil tindakan
sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.13
Menurut Bybee, sebagaimana dikutip Aikenhead, pembelajaran
saisns dengan pendekatan STM memiliki tiga tujuan umum, yaitu:
a. Diperolehnya pengetahuan (konsep ilmu pengetahuan dan teknologi)
untuk kebutuhan pribadi, permasalahan masyarakat, atau perspektif
budaya.
b. Pengembangan keterampilan belajar (proses penemuan sains dan
teknologi) untuk pengumpulan informasi, pemecahan masalah, dan
pembuatan keputusan.
c. Pengembangan nilai dan ide (berkaiatan dengan sains, teknologi, dan
masyarakat) untuk masalah lokal, kebijakan publik, dan masalah
global.14
Landasan penting dari pendekatan STM yaitu:
a. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat.
b. Pembelajaran dengan pendekatan STM mengandung lima ranah, yaitu
ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas,
serta ranah hubungan dan aplikasi.
12
Prayekti, “Pendekatan...,” h. 777. 13
http://www.uny.ac.id/home/data.php?i=1&m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&k =347, 27 Nov 2006.
14
15
c. Proses belajar menganut pandangan konstruktivisme yaitu teori belajar
yang menekankan pada proses konstruksi pengetahuan dalam diri
siswa dimana siswa yang aktif dalam membentuk pengetahuannya.15
Konstruktivisme yang menjadi landasan proses belajar dengan
pendekatan STM merupakan teori pembelajaran kognitif dalam psikologi
pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak
sesuai lagi. Slavin menyatakan, sebagaimana dikutip oleh Trianto, bahwa
siswa akan benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan
jika mereka bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.16
Lorsbach dan Tobin seperti yang dikutip oleh Pannen menyatakan
bahwa pengetahuan menurut konstruktivisme tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari otak guru ke kepala siswanya tetapi siswa sendirilah yang
harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan
terhadap pengalaman-pengalaman mereka atau konstruksi yang telah
mereka miliki sebelumnya.17
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme
adalah teori belajar yang menekankan pada proses konstruksi pengetahuan
dalam diri siswa, siswa yang aktif dalam membentuk pengetahuannya
dengan menafsirkan apa yang telah dipelajari dengan menyesuaikan
terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang telah mereka
miliki sebelumnya sehingga terbentuk pengetahuan baru.
Pembelajaran konstruktivis yaitu pembelajaran yang menerapkan
prinsip-prinsip konstruktivisme dalam proses belajar siswa dan proses
mengajar guru yang berjalan seiring dalam pembentukan pengetahuan
siswa.
15
Rusmansyah dan Irhasyuarna, “Implementasi...,” h. 100. 16
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 26-27.
17
Belajar menurut kaum konstruktivis, merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti dari teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain.
Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
dimiliki oleh siswa sehingga pengetahuannya berkembang.18
Kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru, menurut
konstruktivisme, bukanlah suatu kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru ke siswa melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan
awal yang telah dimilikinya.19
Citrawathi dengan mengutip pernyataan Yager yang menyatakan
bahwa kegiatan pembelajaran dengan menerapkan konstruktivisme berarti
menempatkan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program
pengajaran.20
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
konstruktivis adalah pembelajaran yang menekankan pada proses
pembelajaran yang aktif, dimana siswa adalah sebagai fokus dalam
pembelajaran sementara guru membantu siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya.
Menurut Pannen, prinsip-prinsip konstruktivisme secara garis
besarnya yaitu bahwa: pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara
personal maupun sosial; pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke
siswa kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar; siswa
aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan
18
Pannen, dkk., Konstruktivisme ..., h. 45. 19
Desak Made Citrawathi, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 15. 20
17
konsep ilmiah; dan guru sekedar membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan lancar.21
Prinsip-prinsip tersebut yang digunakan dalam pembelajaran
dengan pendekatan STM sehingga pembelajaran sangat memperhatikan
penempatan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program
pembelajaran bahkan memberi kesempatan siswa sebagai pengambil
keputusan.22 Penempatan siswa pada posisi sentral dalam pembelajaran
memberi ruang pada pemanfaatan pengetahuan awal yang dimiliki oleh
siswa dan informasi dari berbagai macam sumber belajar dalam
mengkonstruk pengetahuannya dalam pembelajaran.
Karakteristik utama pembelajaran dengan pendekatan STM
menurut Heath yang dikutip oleh Galib yaitu sebagai berikut:
a. Isu-isu dan masalah-masalah dalam masyarakat dan kehidupan
sehari-hari yang relevan dengan materi pelajaran menjadi titik awal untuk
mempelajari dan menerapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dan
proses sains dan teknologi dengan mempertimbangkan perhatian,
minat, atau kepentingan siswa.
b. Mengikutsertakan siswa dalam pengembangan sikap dan keterampilan
dalam pengambilan keputusan serta mendorong siswa untuk
mempertimbangkan informasi tentang isu-isu sains dan teknologi.
c. Mengintegrasikan belajar dan pembelajaran dari banyak ruang lingkup
kurikulum.
d. Mengembangkan literasi sains, teknologi dan sosial siswa.23
Sedangkan menurut Joseph Piel yang dikutip oleh Mariana,
karakteristik STM yaitu mempersiapkan siswa agar:
a. menggunakan sains untuk memperbaiki kehidupan dirinya dan untuk
menghadapi perkembangan teknologi,
b. dapat menghadapi isu-isu teknologi dalam masyarakat dengan penuh
tanggung jawab,
21
Pannen, dkk., Konstruktivisme ..., h. 15-16. 22
Citrawathi, “Penerapan...,” h. 15. 23
c. memahami pengetahuan dasar untuk dapat menangani isu-isu sains,
teknologi, dan masyarakat, dan
d. mengetahui gambaran yang akurat tentang syarat-syarat atau
kesempatan kerja di lapangan sains, teknologi, dan masyarakat.24
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan
STM, siswa akan lebih merasa terlibatkan dalam pembelajaran karena
bahan pelajaran berkaitan dengan kehidupan mereka di masyarakat dan
siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran karena siswa tidak hanya
menghafalkan bahan-bahan pelajaran yang terasa asing bagi mereka
melainkan memahami konsep sains dan aplikasinya dalam teknologi serta
keterkaitannnya dengan masyarakat.
Langkah-langkah pembelajaran sains dengan pendekatan STM
menurut Herawati Susilo yang dikutip Citrawathi terdiri dari enam
langkah dasar yang tidak harus dilaksanakan secara berurutan, yaitu:
a. Pembelajaran dimulai dari suatu masalah atau isu yang terkait dengan
suatu konsep inti yang akan dipelajari misalnya dilakukan melalui
curah pendapat.
b. Siswa didorong untuk mendefinisikan pertanyaan atau fenomena
khusus mengenai masalah atau isu tersebut.
c. Siswa didorong untuk mencari alternatif pemecahan masalah.
d. Siswa diminta menggunakan bermacam-macam sumber informasi
untuk pemecahan masalah.
e. Siswa diajak melakukan analisis, sintesis, dan evaluasi, yaitu
mengambil keputusan setelah mempertimbangkan sisi positif dan sisi
negatif dari setiap alternatif pemecahan masalah yang telah terpikirkan.
f. Siswa diajak melakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang
diambilnya.25
24
Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 42. 25
19
Sedangkan Yager yang dikutip oleh Mariana, mengajukan empat
tahap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM,
yaitu:
a. Tahap invitasi.
Tahap invitasi meliputi pengamatan hal yang menarik dari
lingkungan sekitar yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari
kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal tersebut.
b. Tahap eksplorasi.
Pada tahap eksplorasi siswa memberikan sumbang saran
alternatif yang sesuai tentang informasi yang akan dicari,
mengobservasi fenomena khusus, mengumpulkan data, memecahkan
masalah, dan menganalisis data.
c. Tahap pengajuan penjelasan dan solusi.
Tahap ini meliputi kegiatan menyampaikan gagasan, menyusun
model, membuat penjelasan baru, membuat solusi, dan memadukan
solusi dengan teori dan pengalaman.
d. Tahap penentuan langkah.
Tahap penentuan langkah yaitu tahap dimana siswa membuat
keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagi
informasi dan gagasan serta mengajukan pertanyaan lanjutan.26
Mariana menyatakan dalam pembelajaran dicantumkan juga tahap
yang memungkinkan guru untuk menghaluskan konsep yang diperoleh
siswa atau mengubah konsep yang diterima secara keliru oleh siswa
karena berbagai sebab. Hal ini dilakukan pada tahap ketiga yaitu tahap
pengajuan penjelasan dan solusi.27
Prayekti menggunakan tahap-tahap kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STM sebagai berikut:
26
Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 46. 27
a. Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi).
Tahap apersepsi yaitu mengemukakan isu/masalah yang ada di
masyarakat yang dapat diamati oleh siswa yang berkaitan dengan
konsep sains yang akan dipelajari.
b. Tahap pembentukan konsep.
Tahap pembentukan konsep yaitu tahap dimana siswa
membangun sendiri pengetahuannnya melalui observasi,
eksperimentasi, dan diskusi, sedangkan guru memfasilitasi dan
menjadi mediator dalam proses pembentukan pengetahuan ini.
c. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah.
Pada tahap aplikasi konsep, siswa menganalisa isu/masalah
yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasarkan konsep
yang sudah dipahami siswa sebelumnya.
d. Tahap pemantapan konsep.
Tahap pemantapan konsep yaitu tahap pemberian pemantapan
konsep oleh guru. Pemantapan konsep ini diberikan agar tidak terjadi
kesalahan konsep pada siswa.
e. Tahap evaluasi.
Tahap akhir berupa evaluasi yaitu penggunaan tes untuk
mengetahui penguasaan konsep pada siswa.28
Dari uraian berbagai tahap tersebut, dapatlah diajukan tahap-tahap
pembelajaran menggunakan pendekatan STM sebagai berikut:
a. Tahap invitasi.
Pada tahap pertama ini, guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan seputar isu atau masalah di masyarakat yang berkaitan
dengan konsep yang akan dipelajari, sedangkan siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tahap invitasi ini antara lain bertujuan
untuk menarik perhatian dan minat siswa pada konsep yang akan
dipelajari dan untuk mengetahui pengetahuan awal yang telah dimiliki
oleh siswa.
28
21
b. Tahap eksplorasi.
Tahap eksplorasi yaitu tahap dimana siswa secara aktif
memberi sumbang saran alternatif yang sesuai tentang informasi yang
akan dicari, mengobservasi fenomena khusus, mengumpulkan data,
memecahkan masalah, dan menganalisis data.
c. Tahap pembentukan konsep.
Pada tahap pembentukan konsep, siswa membangun sendiri
pengetahuannnya melalui kegiatan diskusi, observasi, dan
eksperimentasi, sedangkan guru memfasilitasi dan menjadi mediator
dalam proses pembentukan pengetahuan ini.
d. Tahap aplikasi dan pemantapan konsep.
Tahap aplikasi dan pemantapan konsep yaitu menganalisa isu
atau masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran
berdasarkan konsep yang sudah dipahami siswa sebelumnya, serta
pemberian pemantapan konsep oleh guru agar tidak terjadi kesalahan
konsep pada siswa.
e. Tahap evaluasi.
Tahap akhir berupa evaluasi yaitu tahap peninjauan kembali
apa yang telah terjadi pada diri siswa berkaitan dengan
konsep/pembelajaran berdasarkan hasil pekerjaan siswa atau dengan
menggunakan tes hasil belajar untuk mengetahui penguasaan konsep
pada siswa.
Dengan tahap-tahap pembelajaran menggunakan pendekatan STM
tersebut, siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran. Siswa lebih menaruh
perhatian dan lebih berminat pada konsep yang akan dipelajari karena
bahan pelajaran berkaitan dengan kehidupan mereka di masyarakat.
Dengan adanya keterkaitan teresebut, siswa dalam pembelajaran tidak
hanya menghafalkan bahan-bahan pelajaran yang terasa asing bagi mereka
melainkan memahami konsep sains dan aplikasinya dalam teknologi serta
2. Pendekatan Konvensional
Pendekatan konvensional adalah pembelajaran klasikal yaitu
pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya lebih terpusat pada guru
dan keaktifan siswa tidak optimal. Guru berperan sentral dalam
keseluruhan proses pembelajaran.
Pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran
dilakukan dengan cara guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru
mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih
banyak sebagai penerima.29
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Guru memiliki otoritas yang utama dan guru berperan sebagai contoh
bagi murid-muridnya.
b. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat
kecil.
c. Pembelajaran di sekolah dipandang sebagai persiapan akan masa
depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.
d. Penekanan dalam pembelajaran adalah pada bagaimana pengetahuan
dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang
menjadi tolok ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan
potensi siswa diabaikan.30
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional lebih sering
menggunakan cara pemberian informasi (telling) daripada cara memperagakan (demonstrating) dan cara memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung (doing direct performance). Dengan kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode
ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Keberhasilan program pembelajaran dilihat dari
29
http://banjarnegarambs.wordpress.com/2008/09/10/pendekatan-pembelajaran/, 10 September 2008.
30
23
ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum.
Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan
mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut.31
Dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional, alokasi
waktu hampir dapat dipastikan dapat diplot dengan tepat karena segalanya
tergantung pada guru. Guru dapat mengatur alokasi waktu untuk tiap
materi yang akan diajarkan pada siswa.
Pengajaran dengan pendekatan konvensional ini dipandang efektif,
terutama untuk berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat
lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan
informasi, dan mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan
mendengarkan.
Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai
beberapa kelemahan, yaitu: tidak semua siswa memiliki cara belajar
terbaik dengan mendengarkan; sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar
siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari; pendekatan tersebut
cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis; dan pendekatan
tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak
bersifat pribadi.32
Pendekatan konvensional biasa dilakukan dengan metode ceramah.
Metode ceramah merupakan cara klasik yang hingga kini masih banyak
digunakan oleh guru dalam mengajar. Guru ingin mencapai tujuan
pembelajaran dengan menggunakan kata-kata dengan cara
mempergunakan metode ceramah.33
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran
secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan
31
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/, 20 December 2009.
32
http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik -namun-paling-disukai/, 2 Maret 2009.
33
dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang
kegiatan siswa.34
Metode ceramah merupakan metode penyampaian informasi secara
lisan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Metode ini
tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Baik atau buruknya metode
ceramah arus dinilai menurut tujuan penggunaannya.35
Keunggulan metode ini yaitu dapat digunakan untuk mengajar
orang dewasa, dapat menghabiskan waktu dengan baik, dan dapat
digunakan pada kelompok besar. Sedangkan kekurangan metode ini yaitu
bisa menghalangi respons siswa, kurang menarik, sulit digunakan untuk
anak-anak, membatasi daya ingat, dan pembicara tidak selalu dapat
menilai reaksi orang yang belajar.36
Metode ceramah memiliki kelemahan yang mencolok misalnya
tidak dapat memberi kesempatan siswa mempraktekkan perilaku belajar
yang relevan selain mencatat.37
Tujuan utama suatu ceramah adalah menyajikan ide-ide. Meskipun
metode ceramah memiliki kelemahan, metode ini masih dapat bermanfaat
bagi siswa dalam pembelajaran. Metode ceramah memungkinkan guru
menyampaikan topik pembelajaran dengan perasaan yaitu dapat melalui
cara penyampaiannya, dapat pula melalui intonasi tertentu, dengan tekanan
suaranya, ataupun dengan gerak-gerik tangannya. Dengan demikian topik
pembelajaran yang sederhana dapat dibuat menarik atau sebaliknya, topik
pembelajaran yang menarik dapat dibuat sederhana.38
Namun bila guru mengajar dengan metode ceramah saja, siswa
menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja.39 Tentu saja
34
http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/, 19 Februari 2008.
35
Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 36
Arifin, Pengembangan ..., h. 108. 37
Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 38
Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 39
25
hal ini tidak dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan
motivasi siswa untuk belajar.
3. Pemahaman Konsep Kimia
a. Hasil Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan.40 Sebagai sebuah proses, belajar mempunyai hasil dari
proses yang disebut dengan hasil belajar.
Nana Sudjana menyatakan bahwa yang dimaksud hasil belajar
yaitu kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menempuh
pengalaman belajar.41
Perubahan tingkah laku atau kemampuan siswa setelah
menempuh pengalaman belajar yang disebut hasil belajar tersebut
meliputi hal-hal yang bersifat internal yang tidak dapat langsung
diamati seperti pemahaman dan sikap, serta hal-hal yang bersifat
eksternal yang dapat langsung diamati seperti keterampilan motorik
dan berbicara dalam bahasa asing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan hal-hal internal dan eksternal siswa setelah menerima
pengalaman belajar.
Hasil yang diperoleh melalui kegiatan belajar dapat diamati
pada akhir kegiatan belajar. Hasil belajar dapat dijadikan sebagai
indikator untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu proses
pembelajaran.42
Untuk mengetahui seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh
maka diperlukan penilaian hasil belajar. Melalui penilaian ini dapat
40
Slameto, Belajar ..., h. 2. 41
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 2.
42
diketahui apakah komponen bahan pelajaran, metode mengajar dan
alat bantu pembelajaran telah dilaksanakan sesuai fungsinya dengan
baik atau belum dan dapat diketahui pula apakah tujuan pembelajaran
dapat dicapai atau belum. Informasi mengenai keberhasilan atau
kegagalan kegiatan pembelajaran sangat penting untuk menetapkan
keputusan lebih lanjut mengenai kegiatan belajar dan pembelajaran.43
Dengan hasil penilaian yang diperoleh, menurut Daryanto,
guru akan dapat mengetahui siswa-siswa yang mana yang sudah
maupun yang belum berhasil menguasai bahan. Guru juga dapat
mengetahui apakah meteri yang diajarkan sudah tepat bagi siswa dan
apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum.44
Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl (1964) membagi hasil
belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu; ranah kognitif
(cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).45
Ketiga aspek-aspek hasil belajar tersebut dapat dirinci sebagai
berikut yaitu:
1) Kawasan kognitif adalah kawasan yang berkenaan dengan hasil
belajar intelektual mulai dari tingkat pengetahuan sampai ke
tingkat yang lebih tinggi yaitu terdiri dari pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.
2) Kawasan afektif adalah satu dominan yang berkenaan dengan sikap
yaitu terdiri dari penerimaan, reaksi atau tanggapan, penilaian,
organisasi, dan internalisasi.
3) Kawasan psikomotor berkenaan dengan hasil belajar berupa
keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perspektual,
43
Sudjana, Penilaian..., h. 2. 44
Daryanto, Evaluasi ..., h. 9-10. 45
27
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif
dan interpretatif. 46
Untuk dapat mengungkapkan dan mengukur data tentang hasil
belajar yang memenuhi syarat, maka kunci pokoknya dengan
mengetahui secara garis besar jenis dan indikator hasil belajar serta
cara pendekatan pengungkapan dan instrumen pengukurannya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar bergantung kepada banyak hal atau faktor. Tidak
semua faktor mempunyai pengaruh yang sama besar, ada yang
peranannya sangat penting, ada yang kecil saja pengaruhnya. Agar
belajar berhasil baik, faktor-faktor pendukung belajar perlu dikerahkan
sebaik mungkin.
Pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan STM yang
menekankan pada proses pembelajaran yang aktif akan membuat hasil
belajar siswa lebih baik. Dengan demikian, pembelajaran konstruktivis
dengan pendekatan STM merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar banyak
jenisnya. Menurut Slameto, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal
(yang ada dalam diri individu yang sedang belajar) dan faktor eksternal
(yang ada di luar diri individu yang sedang belajar).47
Sedangkan menurut Muhibbin Syah, secara umum
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga, yaitu faktor-faktor internal, faktor-faktor
eksternal, dan faktor pendekatan belajar (approach to learning).48 Faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar antara
lain yaitu:
46
Sudjana, Penilaian..., h. 22-23. 47
Slameto, Belajar..., h. 54. 48
1) Faktor jasmaniah
Faktor jasmaniah meliputi kondisi kesehatan kesehatan dan
cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu jika
kesehatannya terganggu. Demikian juga siswa yang cacat akan
mengalami gangguan dalam belajarnya.49
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis meliputi inteligensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Pengaruh faktor-faktor
ini dalam belajar yaitu:
a) Seseorang yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi
akan lebih berhasil daripada yang memiliki tingkat inteligensi
yang rendah dalam situasi belajar yang sama.
b) Jika pelajaran tidak menjadi perhatian siswa maka timbullah
kebosanan sehingga ia tidak lagi suka mempelajari hal tersebut.
c) Jika pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa
maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena
tidak ada daya tarik bagi siswa.
d) Jika bahan pelajaran yang dipelajari sesuai dengan bakat siswa
maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang belajar
kemudian ia lebih giat dalam belajar.
e) Motif yang kuat sangat diperlukan dalam belajar karena dapat
lebih mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik dengan
berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan
melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar.
f) Seorang siswa akan lebih berhasil belajarnya jika ia sudah siap
(matang).
g) Jika siswa belajar dengan adanya kesiapan maka hasil
belajarnya akan lebih baik.50
49
Slameto, Belajar..., h. 54-55. 50
29
3) Faktor kelelahan.
Kondisi jasmani atau rohani yang lelah akan menghambat
belajar seseorang. Kelelahan jasmani menimbulkan kecenderungan
untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani (psikis)
mengakibatkan kepala pusing-pusing sehingga sulit berkonsentrasi
seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja.51
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar terdiri
dari tiga faktor, yaitu:
1) Faktor keluarga
Faktor keluarga yang memberikan pengaruh kepada siswa
yang belajar berupa:
a) Cara orang tua mendidik
b) Hubungan antara anggota keluarga
c) Suasana rumah tangga
d) Keadaan ekonomi keluarga
e) Pengertian orang tua
f) Latar belakang kebudayaan.52
2) Faktor sekolah
Salah satu faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa
yaitu metode mengajar dan pendekatan belajar (approach to learning). Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi atau metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.53
Metode mengajar adalah suatu cara yang digunakan dalam
menyajikan bahan pelajaran oleh guru kepada siswanya agar siswa
tesebut menerima, menguasai, dan mengembangkannya.
Pendekatan belajar dan metode mengajar mempengaruhi
belajar. Siswa akan dapat belajar dengan lebih baik jika
51
Slameto, Belajar..., h. 59-60. 52
Slameto, Belajar..., h. 60-64. 53
pendekatan belajar dan metode mengajar yang digunakan oleh
guru tepat, efisien, dan efektif. 54
Pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan STM
merupakan salah satu pendekatan belajar yang tepat, efisien, dan
efektif sehingga hasil belajar siswa, termasuk di dalamnya
pemahaman konsep siswa, akan meningkat.
Faktor sekolah lainnya yang berpengaruh terhadap belajar
siswa yaitu kurikulum, hubungan siswa dengan guru dan sesama
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar siswa,
dan tugas rumah.55
3) Faktor masyarakat.
Faktor masyarakat yang berpengaruh terhadap belajar siswa
yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.56
c. Pemahaman Konsep
Dalam taksonomi Bloom, pemahaman merupakan hasil belajar
yang termasuk dalam ranah kognitif. Menurut Dahar dan Liliasari,
pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir untuk
mengetahui tentang sesuatu hal serta dapat melihatnya dari berbagai
segi.57
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemahaman adalah
keadaan siswa yang mengetahui apa-apa yang disampaikan dan dapat
menggunakan materi atau gagasan yang diberikan.
Indikator pencapaian hasil belajar berupa pemahaman menurut
Dahar dan Liliasari di antaranya yaitu siswa mampu membedakan,
54
Slameto, Belajar..., h. 64-69. 55
Slameto, Belajar..., h. 64-69. 56
Slameto, Belajar..., h. 70-72. 57
31
menjelaskan, mendemonstrasikan, memperkirakan, menafsirkan,
memberikan contoh, dan menghubung-hubungkan.58
Menurut Ngalim Purwanto, indikator pencapaian hasil belajar
berupa pemahaman di antaranya yaitu siswa mampu mengubah,
mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menentukan, dan mengambil
kesimpulan.59
Abin Samsuddin Makmun menyatakan bahwa indikator
pencapaian hasil belajar berupa pemahaman yaitu siswa mampu serta
mampu menyebutkan atau menunjukkan kembali apa-apa yang telah
dipelajari.60
Dengan demikian, indikator pencapaian hasil belajar berupa
pemahaman yaitu siswa mampu menyebutkan atau menunjukkan
kembali apa-apa yang telah dipelajari, mampu membedakan,
menjelaskan, mendemonstrasikan, memperkirakan, menafsirkan,
memberikan contoh, menghubung-hubungkan, mengubah,
mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menentukan, dan mengambil
kesimpulan.
Menurut Makmun, pemahaman dapat diukur dengan
menggunakan instrumen penilaian hasil belajar berupa pertanyaan,
persoalan, tugas, atau tes.61
Sudjana menyatakan, dalam tes objektif, aspek pemahaman
banyak diungkapkan melalui tes tipe pilihan ganda dan tipe
benar-salah.62
Dalam teori belajar kognitif, seseorang hanya dapat dikatakan
belajar apabila telah memahami keseluruhan persoalan secara
mendalam (insight). Memahami itu berkaitan dengan proses mental:
58
Dahar dan Liliasari, Interaksi..., h. 48. 59
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 44-45.
60
Abin Samsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Perngajaran Modul, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. ke-7, h. 167.
61
Makmun, Psikologi..., h. 167. 62
bagaimana impresi indera dicatat dan disimpan dalam otak dan
bagaimana impresi-impresi itu digunakan dalam memecahkan
masalah.63
Belajar dengan memahami adalah belajar yang memberikan
tekanan pada dikuasainya materi pelajaran secara menyeluruh
(insightful) karena memahami hubungan satu materi dengan yang lain. Belajar yang bersifat mekanistik dan tanpa pemahaman dipertanyakan
manfaatnya. Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan informasi yang tidak bermakna.
Konsep-konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan
pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan. Konsep-konsep
menyediakan skema-skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi
stimulus-stimulus baru dan untuk menentukan hubungan di dalam dan
di antara kategori-kategori.64
Konsep m