• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan sains-teknologi-masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan sains-teknologi-masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PEMAHAMAN KONSEP KIMIA SISWA

YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN

SAINS-TEKNOLOGI-MASYARAKAT (STM)

DAN YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN

KONVENSIONAL

OLEH

FAUZAN MUNIR

NIM: 102016023841

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

▸ Baca selengkapnya: pendekatan konsep ruang pada teks tersebut yang berhubungan dengan sejarah lokal kota bekasi tampak pada pernyataan dibawah ini , yaitu …

(2)

MASYARAKAT (STM) DAN YANG DIAJARKAN DENGAN PENDEKATAN KONVENSIONAL”, disusun oleh Fauzan Munir, NIM 102016023841, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Kimia.

Jakarta, 6 September 2010

Pada Ujian Munaqasyah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP. 19700209 200003 2 001

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.Pd ... ... NIP. 19790510 200604 2 001

Penguji I

Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si ... ... NIP. 19540310 198803 1 001

Penguji II

Burhanudin Milama, M.Pd ... ... NIP. 19770201 200801 1 011

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(3)

i

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Penelitian ini dilakukan pada kelas X-2 di MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta Selatan dengan jumlah sampel 31 dan sebagai kelas kontrol yaitu kelas X-1 dengan jumlah sampel 31. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

cluster random sampling yaitu pengambilan sampel dengan memilih kelompok (cluster) secara acak. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah pendekatan STM dan pendekatan konvensional, sedangkan variabel terikat (Y) adalah pemahaman konsep kimia siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal-soal bentuk pilihan ganda dengan alternatif lima pilihan jawaban sebanyak 35 butir soal. Setelah uji validitas dan reliabilitas diperoleh 20 soal yang dijadikan instrumen untuk mengukur perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji-t. Pemahaman siswa tentang minyak bumi dan petrokimia pada kelas yang diberi perlakuan dengan pendekatan konvensional (kelas kontrol) memiliki skor rata-rata 58,13. Sedangkan pemahaman siswa tentang minyak bumi dan petrokimia pada kelas yang diberi perlakuan dengan pendekatan STM (kelas eksperimen) memiliki skor rata-rata 66. Dari pengujian hipotesis melalui uji-t didapat thitung > ttabel yaitu thitung = 2,42 sedangkan ttabel =

(4)

ii

syukur kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan ridha-Nya skripsi yang

berjudul “Perbedaan Pemahaman Konsep Kimia Siswa yang Diajarkan dengan

Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang Diajarkan dengan

Pendekatan Konvensional” ini dapat penulis selesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berperan dalam proses

penyelesaian skripsi ini, yakni:

1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Zurinal Z, dan Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku dosen

pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan

motivasi serta banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis

dalam penyusunan skripsi ini.

4. Para Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah

mentransfer ilmu pengetahuannya kepada penulis sejak awal masuk sampai

berakhirnya masa perkuliahan.

5. Bapak Drs. Haris Makhri, selaku Kepala MA Al-Khairiyah Mampang Jakarta

Selatan yang telah memberikan izin dan memberikan fasilitas kepada penulis

dalam penelitian ini.

6. Bapak Ismiyanto, S.Pd, selaku Guru Mata Pelajaran Kimia MA Al-Khairiyah

Mampang Jakarta Selatan yang juga telah memberikan izin dan memberikan

informasi serta saran kepada penulis dalam penelitian ini.

7. Sahabat-sahabat angkatan 2002 program studi pendidikan kimia dan

pendidikan biologi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah

banyak memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat

(5)

iii

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

ikut berperan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini secara khusus penulis dedikasikan untuk Ayahanda Muhammad

Nur dan Ibunda Masliyah tersayang serta isteri tercinta, Iimmatissa’diah, yang

terus menerus mendo’akan penulis dan memberi dukungan baik moril maupun

materil. Semoga Allah membalas kebaikan mereka semua dengan pahala yang

berlipat ganda. Amin.

Jakarta, Agustus 2010

(6)

iv

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik ... 11

1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat ... 11

2. Pembelajaran Konvensional ... 22

3. Pemahaman Konsep Kimia ... 25

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 39

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

(7)

v

C. Metode dan Desain Penelitian ... 43

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 52

G. Hipotesis Statistik ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) di MA Al-Khairiyah Jakarta Selatan ... 56

B. Pemahaman Konsep Kimia Siswa ... 58

C. Pengaruh Pendekatan STM dan Pendekatan Konvensional dalam Pembelajaran Kimia terhadap Pemahaman Konsep Kimia Siswa ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

(8)

vii

1. Interaksi Sains Teknologi Masyarakat ... 11

2. Diagram Distilasi Minyak Bumi ... 35

(9)

vi

DAFTAR TABEL

1. Fraksi Minyak Bumi ... 36

2. Desain Penelitian Posttest Only Control Group Design ... 45

3. Prosedur Perlakuan Penelitian ... 45

4. Indikator dan Item Soal Instrumen Penelitian ... 47

5. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 71

6. Analisis Butir Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ... 84

7. Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Hasil Uji Instrumen ... 85

8. Validitas Soal Instrumen ... 88

9. Tingkat Kesukaran Soal ... 91

10. Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 92

11. Daftar Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Soal ... 94

12. Jawaban Instrumen Penelitian Kelas Kontrol ... 111

13. Jawaban Instrumen Penelitian Kelas Eksperimen ... 112

14. Selisih Siswa Menjawab Benar ... 112

15. Skor Pemahaman Siswa Kelas Kontrol ... 113

16. Skor Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen ... 114

17. Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol... 115

18. Uji Normalitas Liliefors Kelas Kontrol... 116

19. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 118

20. Uji Normalitas Liliefors Kelas Eksperimen ... 119

21. Perhitungan Uji Homogenitas ... 121

22. Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 123

(10)

viii

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 71

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 72

Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ... 76

Lampiran 4 Soal Uji Coba Instrumen ... 77

Lampiran 5 Analisis Butir Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ... 84

Lampiran 6 Kelompok Atas dan Kelompok Bawah Hasil Uji Instrumen .. 85

Lampiran 7 Perhitungan Validitas Soal Uji Coba Instrumen ... 87

Lampiran 8 Perhitungan Uji Reliabilitas Soal Uji Coba Tes ... 90

Lampiran 9 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 91

Lampiran 10 Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 92

Lampiran 11 Daftar Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda... 94

Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa ... 95

Lampiran 13 Soal Instrumen Penelitian ... 107

Lampiran 14 Hasil Jawaban Instrumen Penelitian ... 111

Lampiran 15 Skor Pemahaman Siswa ... 113

Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 115

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 118

Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas ... 121

Lampiran 19 Hasil Perhitungan Uji-t ... 123

Lampiran 20 Luas Dibawah Lengkungan Kurva Normal Dari 0 – Z ... 126

Lampiran 21 Nukilan Tabel Nilai ”t” untuk Berbagai df ... 127

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan keharusan mutlak bagi setiap manusia.

Pendidikan adalah suatu proses yang berfungsi membimbing anak didik dalam

kehidupan sesuai dengan tugas dan perkembangannya yang harus dijalani oleh

anak didik. Pendidikan merupakan salah satu cara manusia untuk memperoleh

ilmu pengetahuan. Dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan tersebut

seseorang haruslah belajar karena belajar sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan sumber daya manusianya.

Sekolah adalah tempat di mana siswa dan guru melakukan proses

pembelajaran. Di tempat ini siswa dididik, belajar dan diharapkan

mendapatkan hasil belajar yaitu perubahan dalam dirinya. Perubahan atau

hasil belajar yang diharapkan adalah mencakup perubahan dalam ranah

kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hasil belajar bergantung kepada banyak hal atau faktor. Faktor-faktor

yang berpengaruh dalam proses belajar banyak jenisnya namun secara garis

besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal (yang ada dalam

diri individu yang sedang belajar) dan faktor eksternal (yang ada di luar diri

individu yang sedang belajar).1 Agar belajar berhasil maksimal, faktor-faktor

pendukung belajar perlu diupayakan sebaik mungkin.

Salah satu faktor di luar diri individu yang sedang belajar yang

mempengaruhi belajar siswa yaitu metode dan pendekatan mengajar. Siswa

akan dapat belajar dengan lebih baik jika pendekatan dan metode mengajar

yang digunakan oleh guru tepat, efisien, dan efektif.2 Kreativitas guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode

1

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 54.

2

(12)

dan pendekatan mengajar sangat diperlukan agar proses pembelajaran dapat

berlangsung optimal.

Di antara pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran

adalah pendekatan konvensional. Pendekatan konvensional merupakan

pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya

lebih terpusat pada guru. Guru sebagai subjek pengajar dalam kegiatan

pembelajaran dan siswa sebagai objek yang diajarkan.

Pendekatan konvensional biasa dilakukan melalui ceramah, cara klasik

yang hingga kini masih banyak digunakan oleh guru dalam mengajar. Guru

datang ke kelas, memberikan bahan pelajaran dengan topik tertentu selama

waktu tertentu pula. Metode ini biasa digunakan bila guru akan memberikan

informasi dan kapasitas kelas yang terlalu besar atau kelas dengan jumlah

siswa yang terlalu banyak sehingga menyulitkan bila menggunakan

metode-metode lain.

Dengan menggunakan pendekatan konvensional dalam pembelajaran,

alokasi waktu hampir dapat dipastikan dapat diplot dengan tepat karena

segalanya tergantung pada guru. Keseluruhan bahan pelajaran sesuai

kurikulum pun dapat disampaikan kepada siswa. Pendekatan konvensional

dengan metode ceramah merupakan cara yang praktis, dapat digunakan untuk

mengajar siswa tingkat menengah dan dapat digunakan pada kelas yang besar

jumlah siswanya.

Namun metode-metode konvensional dalam pembelajaran misalnya

metode ceramah yang sering dipakai oleh guru mempunyai

kelemahan-kelemahan, di antaranya yaitu dapat menghalangi respons siswa, kurang

menarik, sulit digunakan untuk anak-anak, membatasi daya ingat, dan kurang

menjamin bahwa siswa dapat menangkap dan menguasai apa yang telah

diajarkan oleh guru.

Guru tidak dapat mengetahui secara pasti sampai sejauh mana siswa

telah memahami pelajarannya karena siswa yang hanya duduk, mendengar,

(13)

3

penjelasan guru dan penjelasan guru juga dapat ditafsirkan lain oleh siswa

sehingga terjadi kesalahpahaman konsep dalam memahami materi.

Metode ini pun kurang mendukung terjadinya proses perkembangan

kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Hal ini disebabkan dalam kegiatan

belajar mengajar, guru berperan sentral dan guru sebagai sumber ilmu yang

hanya mentransfer ilmunya kepada siswa-siswanya yang merupakan aspek

kognitif saja.

Kegiatan siswa yang hanya duduk, mendengar, mencatat dan

menghafal tentu saja membosankan bagi siswa. Siswa yang menjadi bosan,

mengantuk, dan pasif dalam pembelajaran, tentu tidak dapat membantu

meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan motivasi siswa untuk belajar

serta perhatian siswa dalam belajar.

Salah satu rumpun mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah

ilmu pengetahuan alam atau sains yaitu ilmu yang mempelajari mengenai

gejala-gejala alam dan hukum-hukum alam.

Sains memiliki beberapa definisi, yaitu: proses memperoleh informasi

melalui metode empiris (empirical method); informasi yang diperoleh melalui penyelidikan yang telah ditata secara logis dan sistematis; dan suatu

kombinasi proses berpikir kritis yang menghasilkan informasi yang dapat

dipercaya dan valid.3

Berdasarkan tiga definisi tersebut, sains mengandung dua elemen

utama, yaitu proses dan produk yang saling mengisi dalam derap kemajuan

dan perkembangan sains. Sains sebagai produk meliputi sekumpulan

pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip,

generalisasi, teori dan hukum-hukum, serta model yang dapat dinyatakan

dalam beberapa cara. Sains sebagai suatu proses merupakan rangkaian

kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk

menghasilkan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang lazim disebut

3

(14)

produk sains.4 Sains sebagai proses meliputi sikap-sikap dan

keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk mencapai produk sains.

Sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan disebut dengan sikap ilmiah,

sedangkan keterampilan-keterampilannya disebut dengan keterampilan proses

sains.

Pada sekolah tingkat menengah atas, salah satu mata pelajaran yang

diajarkan yang termasuk dalam rumpun mata pelajaran sains adalah mata

pelajaran kimia yang khusus mempelajari tentang komposisi dan struktur

suatu materi, sifat materi, perubahan materi serta energi yang menyertai

perubahan materi tersebut.

Ilmu kimia memiliki ciri-ciri khusus di antaranya yaitu sebagian besar

materi pelajarannya bersifat abstrak, ilmu yang dipelajari merupakan

penyederhanaan dari yang sebenarnya, dan materi pelajarannya berurutan serta

pengetahuan bidang kimia berkembang dengan cepat.

Pembelajaran sains saat ini masih didominasi oleh penggunaan metode

ceramah yang kegiatannya lebih berpusat pada guru sedangkan kegiatan siswa

hanya mendengarkan penjelasan dalam ceramah tersebut dan mencatat hal-hal

yang dianggap penting. Guru menjelaskan sains hanya sebatas produk berupa

pengetahuan fakta-fakta sains sedangkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip

sains hanya sekedar disampaikan bukan dibimbing untuk memahami konsep

dan prinsip sains. Bahkan sains sebagai proses berupa sikap ilmiah dan

keterampilan proses sains tidak dikembangkan pada diri siswa karena

padatnya materi yang harus selesai dibahas.5

Guru kadang hanya meminta siswa menghafalkan saja apa yang telah

diajarkan oleh guru. Sedangkan belajar tidak akan menjadi bermakna bagi

siswa jika hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang

4

Uus Toharudin, Sains dalam Pembelajaran di Sekolah, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/012007/05/wacana.htm, 5 Januari 2007.

5

(15)

5

pengetahuan orang lain.6 Cara ini tentu tidak mengembangkan seluruh

kemampuan intelektual siswa.

Pembelajaran transfer informasi dengan menggunakan metode

ceramah kurang mengaitkan materi pelajaran yang diberikan dengan

pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sehingga siswa kurang mampu

menerapkan ide atau pengetahuan yang diperoleh pada berbagai macam situasi

yang dihadapinya.7 Siswa hanya menghafal tanpa memahami konsep yang

diperlukan dalam menerapkannya pada berbagai macam situasi.

Sedangkan dalam teori belajar kognitif, seseorang hanya dapat

dikatakan belajar apabila telah memahami keseluruhan persoalan secara

mendalam (insight). Memahami berkaitan dengan proses mental, yaitu bagaimana impresi indera dicatat dan disimpan dalam otak dan bagaimana

impresi-impresi itu digunakan dalam memecahkan masalah.

Belajar dengan memahami adalah belajar yang memberikan tekanan

pada dikuasainya materi pelajaran secara menyeluruh (insightful) karena memahami hubungan satu materi dengan yang lain. Belajar yang bersifat

mekanistik dan tanpa pemahaman dipertanyakan manfaatnya. Pemecahan

masalah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan informasi yang tidak

bermakna. Siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang sulit

apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan

temannya.8

Pelajaran kimia yang sebagian besar konsepnya bersifat abstrak tidak

semuanya dapat diterangkan dengan metode konvensional seperti metode

ceramah. Pelajaran kimia membutuhkan variasi strategi pembelajaran agar

kimia itu menjadi mudah dan menarik bagi siswa.

6

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 28.

7

Desak Made Citrawathi, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 13. 8

(16)

Melalui penelitian ini penulis mengemukakan salah satu solusi agar

pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa karena siswa belajar dengan

memahami bukan sekedar menghafal. Penulis mengajukan salah satu

pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran selain pendekatan

konvensional dengan cara melihat perbedaan pemahaman konsep antara siswa

yang diajarkan dengan pendekatan konvensional dengan pendekatan lain

tersebut. Pendekatan tersebut yaitu pendekatan sains teknologi masyarakat

(STM).

Pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) yang merupakan

terjemahan dari Science-Technology-Society (STS) adalah pendekatan pembelajaran yang memadukan antara sains, teknologi, dan issu yang ada di

masyarakat.9

Pendekatan STM yaitu suatu usaha untuk menyajikan sains dalam

proses pembelajaran dengan mempergunakan masalah-masalah penerapan

sains dan teknologi dari dunia nyata dan kaitannya dengan kehidupan

masyarakat.

Mengapa menggunakan pendekatan STM? Karena pada pendekatan

STM, siswa didekatkan kepada berbagai masalah yang berkembang dalam

masyarakat di mana anak didik tersebut tinggal.

Dalam proses belajar mengajar, setiap anak didik harus didekatkan

kepada berbagai masalah yang berkembang dalam masyarakat di mana anak

didik tersebut tinggal. Dengan mendekatkan anak didik kepada masalah dalam

kehidupan sehari-hari, setiap mata pelajaran akan semakin akrab dengan

kehidupan anak didik. Dengan demikian, proses belajar mengajar lebih

menyenangkan bagi anak didik, yang pada gilirannya membantu anak didik

untuk menerima mata pelajaran dengan baik, bahkan lebih aplikatif pada saat

anak didik selesai belajar kelak.10 Dengan mendekatkan anak didik kepada

9

Pembelajaran Dengan Model STS, http://www.uny.ac.id/home/data.php?i=1 &m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&k=347, 27 Nov 2006.

10

(17)

7

masalah dalam kehidupan sehari-hari, akan mempermudah siswa dalam

memahami konsep kimia yang bersifat abstrak dan rumit.

Namun demikian pendekatan STM, sebuah pendekatan yang

mengaitkan pelajaran kimia dengan contoh-contoh yang sesuai dengan situasi

dan kondisi yang dihadapi siswa di kehidupan masyarakat, masih kurang

digunakan oleh guru dalam pembelajaran.

Galib menyatakan bahwa dalam kurikulum mata pelajaran sains di

sekolah, pendekatan STM belum diakomodir sebagai salah satu pendekatan

yang relevan untuk pembelajaran sains di sekolah.11

Adapun keistimewaan pendekatan STM yaitu dalam

langkah-langkahnya guru harus mencari isu aktual dulu. Pada saat guru memberikan

tugas kepada siswa, itu berarti guru memberikan rangsangan kepada siswa

untuk mengungkapkan suatu isu. Dengan cara seperti itu, siswa akan lebih

terlatih untuk berpikir, namun tidak melupakan kenyataan di lingkungannya di

mana ia hidup. Dengan demikian, pada gilirannya, anak akan semakin kritis

dan tanggap terhadap berbagai hal yang terjadi pada lingkungannya.

Kelebihan lain dari pendekatan STM adalah pendekatan ini

berlandaskan pada teori belajar konstruktivisme sehingga memungkinkan

siswa berperan aktif dalam pembelajaran.12

Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM tidak

hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga

menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan

masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak

sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat.

Dengan menggunakan pendekatan STM dalam pembelajaran, siswa

mampu mengkonstruk (membangun) fakta dan konsep dari lingkungan sekitar

yang berhubungan dengan kimia sebagai sumber belajar. Oleh karena dalam

pembelajarannya mengaitkan antara sains, teknologi, dan perannya dalam

11

La Maronta Galib, “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 Tahun ke-8, Januari 2002, h. 39.

12

(18)

kehidupan masyarakat, pendekatan STM mempermudah siswa dalam

memahami konsep yang rumit dan abstrak. Siswa belajar dengan memahami

konsep dan tidak sekedar menerima dan menghafalkan materi pelajaran.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah yang

timbul yaitu:

1. Dalam pembelajaran di sekolah, sebagian besar guru hanya mentransfer

ilmunya kepada siswa-siswanya yang merupakan aspek kognitif saja

sehingga perubahan yang diharapkan pada diri siswa pada ranah afektif

dan psikomotorik tidak tercapai.

2. Pembelajaran sains saat ini masih didominasi oleh penggunaan metode

ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru sehingga siswa menjadi

pasif bahkan guru kadang hanya meminta siswa menghafalkan saja apa

yang telah diajarkan oleh guru.

3. Konsep kimia yang sebagian besar bersifat abstrak tidak semuanya dapat

diterangkan dengan metode konvensional namun guru jarang sekali

menggunakan variasi strategi pembelajaran yang dapat mengaitkan konsep

kimia dengan kehidupan siswa sehari-hari.

4. Pendekatan yang mengaitkan pelajaran kimia dengan contoh-contoh yang

sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi siswa di kehidupan

masyarakat seperti pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) kurang

digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehingga sulit memahami

konsep kimia yang bersifat abstrak dan rumit.

C.

Pembatasan Masalah

Dari masalah yang telah diidentifikasi di atas, penulis membatasi ruang

lingkup masalah yang akan diteliti agar pemecahannya terfokus dengan jelas

dan karena adanya keterbatasan waktu, kemampuan dan dana yang dimiliki

(19)

9

Masalah penelitian ini dibatasi pada perbedaan pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Penelitian ini menganalisis secara statistik apakah dengan menggunakan pendekatan STM memberikan hasil belajar berupa pemahaman

konsep kimia yang berbeda secara signifikan (berarti) dibandingkan dengan

menggunakan pendekatan konvensional.

Yang dimaksud dengan pendekatan STM dalam penelitian ini yaitu

suatu usaha untuk menyajikan sains dalam proses pembelajaran dengan

mempergunakan masalah-masalah penerapan sains dan teknologi dari dunia

nyata dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat.

Pendekatan konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya

lebih terpusat pada guru. Pendekatan konvensional dalam penelitian ini

dengan menggunakan metode ceramah.

Yang diukur dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep kimia

siswa. Konsep kimia yang diteliti difokuskan pada pelajaran kimia SLTA

kelas X dengan bahan kajian minyak bumi dan petrokimia. Siswa dalam

penelitian dibatasi pada siswa kelas X Madrasah Aliyah Al-Khairiyah

Mampang Prapatan tahun ajaran 2008/2009.

D.

Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep kimia siswa

yang diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan

pendekatan konvensional?

E.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris perbedaan

pemahaman konsep kimia siswa yang diajarkan dengan pendekatan STM dan

(20)

F.

Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:

1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

menambah khazanah atau perbendaharaan keilmuan bidang pendidikan

mengenai perbedaan pemahaman konsep kimia siswa antara yang

diajarkan dengan pendekatan STM dan yang diajarkan dengan pendekatan

konvensional.

2. Secara praktis dapat dijadikan masukan bagi guru tentang salah satu

pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman

konsep kimia siswa.

3. Sebagai pijakan awal bagi siapa saja yang ingin melakukan penelitian

(21)

11

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.

Deskripsi Teoretik

1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat

Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan terjemahan dari

Science Technology Society (STS).1 Secara konseptual, pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dapat dikaitkan dengan asumsi bahwa sains,

teknologi, dan masyarakat memiliki keterkaitan timbal balik, saling

mengisi, saling tergantung, saling mempengaruhi dan mendukung dalam

mempertemukan antara permintaan dan kebutuhan manusia serta membuat

kehidupan masyarakat lebih baik dan mudah.2 Keterkaitan sains, teknologi

[image:21.595.109.503.106.552.2]

dan masyarakat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 1. Interaksi Sains Teknologi Masyarakat 3

Gambar di atas menunjukkan bahwa adanya saling keterkaitan

antara sains, teknologi dan masyarakat. Penemuan dalam sains menunjang

perkembangan teknologi. Teknologi menyediakan instrumen yang baru

lagi yang menunjang observasi dan eksperimentasi dalam sains. Sains dan

teknologi mempengaruhi masyarakat dalam hal tanggung jawab sosial,

1

Rusmansyah dan Yuda Irhasyuarna, “Implementasi Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di SMU Negeri Kota Banjarmasin,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 040 Tahun ke-9, Januari 2003, h. 99.

2

La Maronta Galib, “Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 034 Tahun ke-8, Januari 2002, h. 45.

3

Galib, “Pendekatan...,” h. 45.

Sains

(22)

pembentukan masalah sosial, penyelesaian masalah praktis dan sosial,

serta kontribusi terhadap ekonomi, militer, dan berpikir sosial. Pengaruh

masyarakat terhadap sains dan teknologi yaitu dalam hal pengendalian

dana, kebijakan, aktivitas sains, industri, militer, etika dalam program

penelitian, dan institusi pendidikan.4

National Science Teachers Association (NSTA) memandang STM sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks

pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk

meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses

sains dalam kehidupan sehari-hari.5

Menurut Rusmansyah dan Irhasyuarna, pendekatan STM adalah

suatu usaha untuk menyajikan sains dengan mempergunakan

masalah-masalah dari dunia nyata.6

Pujani menyatakan bahwa pendekatan STM merupakan perekat

yang mempersatukan sains, teknologi, dan masyarakat, dan melalui

pendekatan ini, siswa belajar sains dalam konteks pengalaman nyata yang

mencakup penerapan sains dan teknologi.7

Sedangkan Galib menyatakan bahwa pendekatan STM adalah

proses belajar dan mengajarkan sains dan teknologi dalam konteks

pengalaman manusia dalam kehidupan masyarakat.8

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan STM

adalah suatu usaha untuk menyajikan sains dalam proses pembelajaran

dengan mempergunakan masalah-masalah penerapan sains dan teknologi

dari dunia nyata dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat.

4

Made Alit Mariana, “Suatu Tinjauan Tentang Hakekat Pendekatan Science, Technology, and Society dalam Pembelajaran Sains,” dalam Buletin Pelangi Pendidikan, Vol. 2 No. 1 Tahun 1999/2000, h. 40-41.

5

http://esdikimia.wordpress.com/2010/10/13/macam-macam-pendekatan-pembelajaran-kimia/, 13 Oktober 2010.

6

Rusmansyah dan Irhasyuarna, “Implementasi...,” h. 99. 7

Ni Made Pujani, “Pemanfaatan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru dengan Suplemen LKS Berwawasan STM dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Sisimangaraja, No. 4 Tahun ke-36, Oktober 2003, h. 51.

8

(23)

13

Mariana menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains dengan

pendekatan STM, siswa diarahkan untuk literasi sains dan teknologi, yaitu

dapat memahami dari segi sains dan teknologinya lingkungan sekitar yang

penuh dengan produk teknologi serta dampak-dampak yang

ditimbulkannya.9

Menurut Prayekti, pendidikan sains dengan menggunakan

pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya

menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga

menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan

masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap

dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat.10

Dengan demikian pembelajaran sains dengan menggunakan

pendekatan STM tidak hanya menekankan pada hasil belajar ranah

kognitif saja melainkan juga mengembangkan ranah afektif dan

psikomotorik pada diri siswa.

Lebih lanjut Prayekti mengutip pernyataan Poedjiadi yang

menyatakan bahwa pendekatan STM menitikberatkan pada penyelesaian

masalah dan proses berpikir yang melibatkan transfer jarak jauh yaitu

menerapkan konsep-konsep yang diperoleh di sekolah pada situasi di luar

sekolah yaitu yang ada di masyarakat.11 Siswa tidak hanya belajar dengan

menghafal fakta yang tidak bermakna dan tidak berdaya guna dalam

kehidupan nyata, tetapi siswa belajar dengan memahami konsep sains dan

belajar menerapkan konsep sains yang kelak berguna pada kehidupan

nyata.

Strategi pembelajaran dengan pendekatan STM adalah dengan cara

memecahkan masalah isu sosial. Pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan STM memiliki ciri yang paling utama, yaitu dilakukan dengan

9

Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 42. 10

Prayekti, “Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat tentang Konsep Pesawat Sederhana dalam Pembelajaran IPA di Kelas 5 Sekolah Dasar,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 039 Tahun ke-8, November 2002, h. 777.

11

(24)

memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru sebelumnya sudah

memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan.12 Dengan

isu sosial tersebut guru mendekatkan siswa pada konsep yang dipelajari

sehingga lebih meningkatkan motivasi, minat dan perhatian siswa. Dengan

isu sosial itu pula guru membimbing siswa memahami konsep-konsep

sains.

Tujuan utama pendekatan STM menurut Insih Wilujeng dengan

mengadopsi pendapat Iskandar, yaitu membekali siswa pengetahuan yang

cukup untuk mampu mengambil keputusan penting tentang

masalah-masalah dalam masyarakat sehingga dapat mengambil tindakan

sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.13

Menurut Bybee, sebagaimana dikutip Aikenhead, pembelajaran

saisns dengan pendekatan STM memiliki tiga tujuan umum, yaitu:

a. Diperolehnya pengetahuan (konsep ilmu pengetahuan dan teknologi)

untuk kebutuhan pribadi, permasalahan masyarakat, atau perspektif

budaya.

b. Pengembangan keterampilan belajar (proses penemuan sains dan

teknologi) untuk pengumpulan informasi, pemecahan masalah, dan

pembuatan keputusan.

c. Pengembangan nilai dan ide (berkaiatan dengan sains, teknologi, dan

masyarakat) untuk masalah lokal, kebijakan publik, dan masalah

global.14

Landasan penting dari pendekatan STM yaitu:

a. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat.

b. Pembelajaran dengan pendekatan STM mengandung lima ranah, yaitu

ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas,

serta ranah hubungan dan aplikasi.

12

Prayekti, “Pendekatan...,” h. 777. 13

http://www.uny.ac.id/home/data.php?i=1&m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&k =347, 27 Nov 2006.

14

(25)

15

c. Proses belajar menganut pandangan konstruktivisme yaitu teori belajar

yang menekankan pada proses konstruksi pengetahuan dalam diri

siswa dimana siswa yang aktif dalam membentuk pengetahuannya.15

Konstruktivisme yang menjadi landasan proses belajar dengan

pendekatan STM merupakan teori pembelajaran kognitif dalam psikologi

pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru

dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak

sesuai lagi. Slavin menyatakan, sebagaimana dikutip oleh Trianto, bahwa

siswa akan benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan

jika mereka bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk

dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.16

Lorsbach dan Tobin seperti yang dikutip oleh Pannen menyatakan

bahwa pengetahuan menurut konstruktivisme tidak dapat dipindahkan

begitu saja dari otak guru ke kepala siswanya tetapi siswa sendirilah yang

harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan

terhadap pengalaman-pengalaman mereka atau konstruksi yang telah

mereka miliki sebelumnya.17

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme

adalah teori belajar yang menekankan pada proses konstruksi pengetahuan

dalam diri siswa, siswa yang aktif dalam membentuk pengetahuannya

dengan menafsirkan apa yang telah dipelajari dengan menyesuaikan

terhadap pengalaman-pengalaman atau konstruksi yang telah mereka

miliki sebelumnya sehingga terbentuk pengetahuan baru.

Pembelajaran konstruktivis yaitu pembelajaran yang menerapkan

prinsip-prinsip konstruktivisme dalam proses belajar siswa dan proses

mengajar guru yang berjalan seiring dalam pembentukan pengetahuan

siswa.

15

Rusmansyah dan Irhasyuarna, “Implementasi...,” h. 100. 16

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 26-27.

17

(26)

Belajar menurut kaum konstruktivis, merupakan proses aktif siswa

mengkonstruksi arti dari teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain.

Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan

pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah

dimiliki oleh siswa sehingga pengetahuannya berkembang.18

Kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru, menurut

konstruktivisme, bukanlah suatu kegiatan memindahkan pengetahuan dari

guru ke siswa melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa

membangun sendiri pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan

awal yang telah dimilikinya.19

Citrawathi dengan mengutip pernyataan Yager yang menyatakan

bahwa kegiatan pembelajaran dengan menerapkan konstruktivisme berarti

menempatkan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program

pengajaran.20

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

konstruktivis adalah pembelajaran yang menekankan pada proses

pembelajaran yang aktif, dimana siswa adalah sebagai fokus dalam

pembelajaran sementara guru membantu siswa untuk mengkonstruksi

pengetahuannya.

Menurut Pannen, prinsip-prinsip konstruktivisme secara garis

besarnya yaitu bahwa: pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara

personal maupun sosial; pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke

siswa kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar; siswa

aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan

konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan

18

Pannen, dkk., Konstruktivisme ..., h. 45. 19

Desak Made Citrawathi, “Penerapan Suplemen Bahan Ajar Berwawasan Sains Teknologi Masyarakat dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Biologi untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa SMUN I Singaraja,” dalam

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 Tahun ke-36, April 2003, h. 15. 20

(27)

17

konsep ilmiah; dan guru sekedar membantu menyediakan sarana dan

situasi agar proses konstruksi siswa berjalan lancar.21

Prinsip-prinsip tersebut yang digunakan dalam pembelajaran

dengan pendekatan STM sehingga pembelajaran sangat memperhatikan

penempatan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program

pembelajaran bahkan memberi kesempatan siswa sebagai pengambil

keputusan.22 Penempatan siswa pada posisi sentral dalam pembelajaran

memberi ruang pada pemanfaatan pengetahuan awal yang dimiliki oleh

siswa dan informasi dari berbagai macam sumber belajar dalam

mengkonstruk pengetahuannya dalam pembelajaran.

Karakteristik utama pembelajaran dengan pendekatan STM

menurut Heath yang dikutip oleh Galib yaitu sebagai berikut:

a. Isu-isu dan masalah-masalah dalam masyarakat dan kehidupan

sehari-hari yang relevan dengan materi pelajaran menjadi titik awal untuk

mempelajari dan menerapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dan

proses sains dan teknologi dengan mempertimbangkan perhatian,

minat, atau kepentingan siswa.

b. Mengikutsertakan siswa dalam pengembangan sikap dan keterampilan

dalam pengambilan keputusan serta mendorong siswa untuk

mempertimbangkan informasi tentang isu-isu sains dan teknologi.

c. Mengintegrasikan belajar dan pembelajaran dari banyak ruang lingkup

kurikulum.

d. Mengembangkan literasi sains, teknologi dan sosial siswa.23

Sedangkan menurut Joseph Piel yang dikutip oleh Mariana,

karakteristik STM yaitu mempersiapkan siswa agar:

a. menggunakan sains untuk memperbaiki kehidupan dirinya dan untuk

menghadapi perkembangan teknologi,

b. dapat menghadapi isu-isu teknologi dalam masyarakat dengan penuh

tanggung jawab,

21

Pannen, dkk., Konstruktivisme ..., h. 15-16. 22

Citrawathi, “Penerapan...,” h. 15. 23

(28)

c. memahami pengetahuan dasar untuk dapat menangani isu-isu sains,

teknologi, dan masyarakat, dan

d. mengetahui gambaran yang akurat tentang syarat-syarat atau

kesempatan kerja di lapangan sains, teknologi, dan masyarakat.24

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pendekatan

STM, siswa akan lebih merasa terlibatkan dalam pembelajaran karena

bahan pelajaran berkaitan dengan kehidupan mereka di masyarakat dan

siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran karena siswa tidak hanya

menghafalkan bahan-bahan pelajaran yang terasa asing bagi mereka

melainkan memahami konsep sains dan aplikasinya dalam teknologi serta

keterkaitannnya dengan masyarakat.

Langkah-langkah pembelajaran sains dengan pendekatan STM

menurut Herawati Susilo yang dikutip Citrawathi terdiri dari enam

langkah dasar yang tidak harus dilaksanakan secara berurutan, yaitu:

a. Pembelajaran dimulai dari suatu masalah atau isu yang terkait dengan

suatu konsep inti yang akan dipelajari misalnya dilakukan melalui

curah pendapat.

b. Siswa didorong untuk mendefinisikan pertanyaan atau fenomena

khusus mengenai masalah atau isu tersebut.

c. Siswa didorong untuk mencari alternatif pemecahan masalah.

d. Siswa diminta menggunakan bermacam-macam sumber informasi

untuk pemecahan masalah.

e. Siswa diajak melakukan analisis, sintesis, dan evaluasi, yaitu

mengambil keputusan setelah mempertimbangkan sisi positif dan sisi

negatif dari setiap alternatif pemecahan masalah yang telah terpikirkan.

f. Siswa diajak melakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang

diambilnya.25

24

Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 42. 25

(29)

19

Sedangkan Yager yang dikutip oleh Mariana, mengajukan empat

tahap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM,

yaitu:

a. Tahap invitasi.

Tahap invitasi meliputi pengamatan hal yang menarik dari

lingkungan sekitar yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari

kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal tersebut.

b. Tahap eksplorasi.

Pada tahap eksplorasi siswa memberikan sumbang saran

alternatif yang sesuai tentang informasi yang akan dicari,

mengobservasi fenomena khusus, mengumpulkan data, memecahkan

masalah, dan menganalisis data.

c. Tahap pengajuan penjelasan dan solusi.

Tahap ini meliputi kegiatan menyampaikan gagasan, menyusun

model, membuat penjelasan baru, membuat solusi, dan memadukan

solusi dengan teori dan pengalaman.

d. Tahap penentuan langkah.

Tahap penentuan langkah yaitu tahap dimana siswa membuat

keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagi

informasi dan gagasan serta mengajukan pertanyaan lanjutan.26

Mariana menyatakan dalam pembelajaran dicantumkan juga tahap

yang memungkinkan guru untuk menghaluskan konsep yang diperoleh

siswa atau mengubah konsep yang diterima secara keliru oleh siswa

karena berbagai sebab. Hal ini dilakukan pada tahap ketiga yaitu tahap

pengajuan penjelasan dan solusi.27

Prayekti menggunakan tahap-tahap kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan STM sebagai berikut:

26

Mariana, “Suatu Tinjauan ...,” h. 46. 27

(30)

a. Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi).

Tahap apersepsi yaitu mengemukakan isu/masalah yang ada di

masyarakat yang dapat diamati oleh siswa yang berkaitan dengan

konsep sains yang akan dipelajari.

b. Tahap pembentukan konsep.

Tahap pembentukan konsep yaitu tahap dimana siswa

membangun sendiri pengetahuannnya melalui observasi,

eksperimentasi, dan diskusi, sedangkan guru memfasilitasi dan

menjadi mediator dalam proses pembentukan pengetahuan ini.

c. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah.

Pada tahap aplikasi konsep, siswa menganalisa isu/masalah

yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasarkan konsep

yang sudah dipahami siswa sebelumnya.

d. Tahap pemantapan konsep.

Tahap pemantapan konsep yaitu tahap pemberian pemantapan

konsep oleh guru. Pemantapan konsep ini diberikan agar tidak terjadi

kesalahan konsep pada siswa.

e. Tahap evaluasi.

Tahap akhir berupa evaluasi yaitu penggunaan tes untuk

mengetahui penguasaan konsep pada siswa.28

Dari uraian berbagai tahap tersebut, dapatlah diajukan tahap-tahap

pembelajaran menggunakan pendekatan STM sebagai berikut:

a. Tahap invitasi.

Pada tahap pertama ini, guru mengajukan

pertanyaan-pertanyaan seputar isu atau masalah di masyarakat yang berkaitan

dengan konsep yang akan dipelajari, sedangkan siswa menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tahap invitasi ini antara lain bertujuan

untuk menarik perhatian dan minat siswa pada konsep yang akan

dipelajari dan untuk mengetahui pengetahuan awal yang telah dimiliki

oleh siswa.

28

(31)

21

b. Tahap eksplorasi.

Tahap eksplorasi yaitu tahap dimana siswa secara aktif

memberi sumbang saran alternatif yang sesuai tentang informasi yang

akan dicari, mengobservasi fenomena khusus, mengumpulkan data,

memecahkan masalah, dan menganalisis data.

c. Tahap pembentukan konsep.

Pada tahap pembentukan konsep, siswa membangun sendiri

pengetahuannnya melalui kegiatan diskusi, observasi, dan

eksperimentasi, sedangkan guru memfasilitasi dan menjadi mediator

dalam proses pembentukan pengetahuan ini.

d. Tahap aplikasi dan pemantapan konsep.

Tahap aplikasi dan pemantapan konsep yaitu menganalisa isu

atau masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran

berdasarkan konsep yang sudah dipahami siswa sebelumnya, serta

pemberian pemantapan konsep oleh guru agar tidak terjadi kesalahan

konsep pada siswa.

e. Tahap evaluasi.

Tahap akhir berupa evaluasi yaitu tahap peninjauan kembali

apa yang telah terjadi pada diri siswa berkaitan dengan

konsep/pembelajaran berdasarkan hasil pekerjaan siswa atau dengan

menggunakan tes hasil belajar untuk mengetahui penguasaan konsep

pada siswa.

Dengan tahap-tahap pembelajaran menggunakan pendekatan STM

tersebut, siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran. Siswa lebih menaruh

perhatian dan lebih berminat pada konsep yang akan dipelajari karena

bahan pelajaran berkaitan dengan kehidupan mereka di masyarakat.

Dengan adanya keterkaitan teresebut, siswa dalam pembelajaran tidak

hanya menghafalkan bahan-bahan pelajaran yang terasa asing bagi mereka

melainkan memahami konsep sains dan aplikasinya dalam teknologi serta

(32)

2. Pendekatan Konvensional

Pendekatan konvensional adalah pembelajaran klasikal yaitu

pembelajaran yang kegiatan belajar mengajarnya lebih terpusat pada guru

dan keaktifan siswa tidak optimal. Guru berperan sentral dalam

keseluruhan proses pembelajaran.

Pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran

dilakukan dengan cara guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru

mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih

banyak sebagai penerima.29

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Guru memiliki otoritas yang utama dan guru berperan sebagai contoh

bagi murid-muridnya.

b. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat

kecil.

c. Pembelajaran di sekolah dipandang sebagai persiapan akan masa

depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.

d. Penekanan dalam pembelajaran adalah pada bagaimana pengetahuan

dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang

menjadi tolok ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan

potensi siswa diabaikan.30

Pembelajaran dengan pendekatan konvensional lebih sering

menggunakan cara pemberian informasi (telling) daripada cara memperagakan (demonstrating) dan cara memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung (doing direct performance). Dengan kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode

ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Keberhasilan program pembelajaran dilihat dari

29

http://banjarnegarambs.wordpress.com/2008/09/10/pendekatan-pembelajaran/, 10 September 2008.

30

(33)

23

ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum.

Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan

mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut.31

Dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional, alokasi

waktu hampir dapat dipastikan dapat diplot dengan tepat karena segalanya

tergantung pada guru. Guru dapat mengatur alokasi waktu untuk tiap

materi yang akan diajarkan pada siswa.

Pengajaran dengan pendekatan konvensional ini dipandang efektif,

terutama untuk berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat

lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan

informasi, dan mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan

mendengarkan.

Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai

beberapa kelemahan, yaitu: tidak semua siswa memiliki cara belajar

terbaik dengan mendengarkan; sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar

siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari; pendekatan tersebut

cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis; dan pendekatan

tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak

bersifat pribadi.32

Pendekatan konvensional biasa dilakukan dengan metode ceramah.

Metode ceramah merupakan cara klasik yang hingga kini masih banyak

digunakan oleh guru dalam mengajar. Guru ingin mencapai tujuan

pembelajaran dengan menggunakan kata-kata dengan cara

mempergunakan metode ceramah.33

Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran

secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan

31

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatan-pembelajaran-konvensional/, 20 December 2009.

32

http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik -namun-paling-disukai/, 2 Maret 2009.

33

(34)

dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang

kegiatan siswa.34

Metode ceramah merupakan metode penyampaian informasi secara

lisan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Metode ini

tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Baik atau buruknya metode

ceramah arus dinilai menurut tujuan penggunaannya.35

Keunggulan metode ini yaitu dapat digunakan untuk mengajar

orang dewasa, dapat menghabiskan waktu dengan baik, dan dapat

digunakan pada kelompok besar. Sedangkan kekurangan metode ini yaitu

bisa menghalangi respons siswa, kurang menarik, sulit digunakan untuk

anak-anak, membatasi daya ingat, dan pembicara tidak selalu dapat

menilai reaksi orang yang belajar.36

Metode ceramah memiliki kelemahan yang mencolok misalnya

tidak dapat memberi kesempatan siswa mempraktekkan perilaku belajar

yang relevan selain mencatat.37

Tujuan utama suatu ceramah adalah menyajikan ide-ide. Meskipun

metode ceramah memiliki kelemahan, metode ini masih dapat bermanfaat

bagi siswa dalam pembelajaran. Metode ceramah memungkinkan guru

menyampaikan topik pembelajaran dengan perasaan yaitu dapat melalui

cara penyampaiannya, dapat pula melalui intonasi tertentu, dengan tekanan

suaranya, ataupun dengan gerak-gerik tangannya. Dengan demikian topik

pembelajaran yang sederhana dapat dibuat menarik atau sebaliknya, topik

pembelajaran yang menarik dapat dibuat sederhana.38

Namun bila guru mengajar dengan metode ceramah saja, siswa

menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja.39 Tentu saja

34

http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/, 19 Februari 2008.

35

Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 36

Arifin, Pengembangan ..., h. 108. 37

Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 38

Popham dan Baker, Teknik ..., h. 80. 39

(35)

25

hal ini tidak dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan

motivasi siswa untuk belajar.

3. Pemahaman Konsep Kimia

a. Hasil Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungan.40 Sebagai sebuah proses, belajar mempunyai hasil dari

proses yang disebut dengan hasil belajar.

Nana Sudjana menyatakan bahwa yang dimaksud hasil belajar

yaitu kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menempuh

pengalaman belajar.41

Perubahan tingkah laku atau kemampuan siswa setelah

menempuh pengalaman belajar yang disebut hasil belajar tersebut

meliputi hal-hal yang bersifat internal yang tidak dapat langsung

diamati seperti pemahaman dan sikap, serta hal-hal yang bersifat

eksternal yang dapat langsung diamati seperti keterampilan motorik

dan berbicara dalam bahasa asing.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan hal-hal internal dan eksternal siswa setelah menerima

pengalaman belajar.

Hasil yang diperoleh melalui kegiatan belajar dapat diamati

pada akhir kegiatan belajar. Hasil belajar dapat dijadikan sebagai

indikator untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu proses

pembelajaran.42

Untuk mengetahui seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh

maka diperlukan penilaian hasil belajar. Melalui penilaian ini dapat

40

Slameto, Belajar ..., h. 2. 41

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 2.

42

(36)

diketahui apakah komponen bahan pelajaran, metode mengajar dan

alat bantu pembelajaran telah dilaksanakan sesuai fungsinya dengan

baik atau belum dan dapat diketahui pula apakah tujuan pembelajaran

dapat dicapai atau belum. Informasi mengenai keberhasilan atau

kegagalan kegiatan pembelajaran sangat penting untuk menetapkan

keputusan lebih lanjut mengenai kegiatan belajar dan pembelajaran.43

Dengan hasil penilaian yang diperoleh, menurut Daryanto,

guru akan dapat mengetahui siswa-siswa yang mana yang sudah

maupun yang belum berhasil menguasai bahan. Guru juga dapat

mengetahui apakah meteri yang diajarkan sudah tepat bagi siswa dan

apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum.44

Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl (1964) membagi hasil

belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu; ranah kognitif

(cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).45

Ketiga aspek-aspek hasil belajar tersebut dapat dirinci sebagai

berikut yaitu:

1) Kawasan kognitif adalah kawasan yang berkenaan dengan hasil

belajar intelektual mulai dari tingkat pengetahuan sampai ke

tingkat yang lebih tinggi yaitu terdiri dari pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.

2) Kawasan afektif adalah satu dominan yang berkenaan dengan sikap

yaitu terdiri dari penerimaan, reaksi atau tanggapan, penilaian,

organisasi, dan internalisasi.

3) Kawasan psikomotor berkenaan dengan hasil belajar berupa

keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perspektual,

43

Sudjana, Penilaian..., h. 2. 44

Daryanto, Evaluasi ..., h. 9-10. 45

(37)

27

ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif

dan interpretatif. 46

Untuk dapat mengungkapkan dan mengukur data tentang hasil

belajar yang memenuhi syarat, maka kunci pokoknya dengan

mengetahui secara garis besar jenis dan indikator hasil belajar serta

cara pendekatan pengungkapan dan instrumen pengukurannya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar bergantung kepada banyak hal atau faktor. Tidak

semua faktor mempunyai pengaruh yang sama besar, ada yang

peranannya sangat penting, ada yang kecil saja pengaruhnya. Agar

belajar berhasil baik, faktor-faktor pendukung belajar perlu dikerahkan

sebaik mungkin.

Pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan STM yang

menekankan pada proses pembelajaran yang aktif akan membuat hasil

belajar siswa lebih baik. Dengan demikian, pembelajaran konstruktivis

dengan pendekatan STM merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar banyak

jenisnya. Menurut Slameto, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal

(yang ada dalam diri individu yang sedang belajar) dan faktor eksternal

(yang ada di luar diri individu yang sedang belajar).47

Sedangkan menurut Muhibbin Syah, secara umum

faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada tiga, yaitu faktor-faktor internal, faktor-faktor

eksternal, dan faktor pendekatan belajar (approach to learning).48 Faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar antara

lain yaitu:

46

Sudjana, Penilaian..., h. 22-23. 47

Slameto, Belajar..., h. 54. 48

(38)

1) Faktor jasmaniah

Faktor jasmaniah meliputi kondisi kesehatan kesehatan dan

cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu jika

kesehatannya terganggu. Demikian juga siswa yang cacat akan

mengalami gangguan dalam belajarnya.49

2) Faktor psikologis

Faktor psikologis meliputi inteligensi, perhatian, minat,

bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Pengaruh faktor-faktor

ini dalam belajar yaitu:

a) Seseorang yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi

akan lebih berhasil daripada yang memiliki tingkat inteligensi

yang rendah dalam situasi belajar yang sama.

b) Jika pelajaran tidak menjadi perhatian siswa maka timbullah

kebosanan sehingga ia tidak lagi suka mempelajari hal tersebut.

c) Jika pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa

maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena

tidak ada daya tarik bagi siswa.

d) Jika bahan pelajaran yang dipelajari sesuai dengan bakat siswa

maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang belajar

kemudian ia lebih giat dalam belajar.

e) Motif yang kuat sangat diperlukan dalam belajar karena dapat

lebih mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik dengan

berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan

melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar.

f) Seorang siswa akan lebih berhasil belajarnya jika ia sudah siap

(matang).

g) Jika siswa belajar dengan adanya kesiapan maka hasil

belajarnya akan lebih baik.50

49

Slameto, Belajar..., h. 54-55. 50

(39)

29

3) Faktor kelelahan.

Kondisi jasmani atau rohani yang lelah akan menghambat

belajar seseorang. Kelelahan jasmani menimbulkan kecenderungan

untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani (psikis)

mengakibatkan kepala pusing-pusing sehingga sulit berkonsentrasi

seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja.51

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar terdiri

dari tiga faktor, yaitu:

1) Faktor keluarga

Faktor keluarga yang memberikan pengaruh kepada siswa

yang belajar berupa:

a) Cara orang tua mendidik

b) Hubungan antara anggota keluarga

c) Suasana rumah tangga

d) Keadaan ekonomi keluarga

e) Pengertian orang tua

f) Latar belakang kebudayaan.52

2) Faktor sekolah

Salah satu faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa

yaitu metode mengajar dan pendekatan belajar (approach to learning). Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi atau metode yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.53

Metode mengajar adalah suatu cara yang digunakan dalam

menyajikan bahan pelajaran oleh guru kepada siswanya agar siswa

tesebut menerima, menguasai, dan mengembangkannya.

Pendekatan belajar dan metode mengajar mempengaruhi

belajar. Siswa akan dapat belajar dengan lebih baik jika

51

Slameto, Belajar..., h. 59-60. 52

Slameto, Belajar..., h. 60-64. 53

(40)

pendekatan belajar dan metode mengajar yang digunakan oleh

guru tepat, efisien, dan efektif. 54

Pembelajaran konstruktivis dengan pendekatan STM

merupakan salah satu pendekatan belajar yang tepat, efisien, dan

efektif sehingga hasil belajar siswa, termasuk di dalamnya

pemahaman konsep siswa, akan meningkat.

Faktor sekolah lainnya yang berpengaruh terhadap belajar

siswa yaitu kurikulum, hubungan siswa dengan guru dan sesama

siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar

pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar siswa,

dan tugas rumah.55

3) Faktor masyarakat.

Faktor masyarakat yang berpengaruh terhadap belajar siswa

yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman

bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.56

c. Pemahaman Konsep

Dalam taksonomi Bloom, pemahaman merupakan hasil belajar

yang termasuk dalam ranah kognitif. Menurut Dahar dan Liliasari,

pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir untuk

mengetahui tentang sesuatu hal serta dapat melihatnya dari berbagai

segi.57

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemahaman adalah

keadaan siswa yang mengetahui apa-apa yang disampaikan dan dapat

menggunakan materi atau gagasan yang diberikan.

Indikator pencapaian hasil belajar berupa pemahaman menurut

Dahar dan Liliasari di antaranya yaitu siswa mampu membedakan,

54

Slameto, Belajar..., h. 64-69. 55

Slameto, Belajar..., h. 64-69. 56

Slameto, Belajar..., h. 70-72. 57

(41)

31

menjelaskan, mendemonstrasikan, memperkirakan, menafsirkan,

memberikan contoh, dan menghubung-hubungkan.58

Menurut Ngalim Purwanto, indikator pencapaian hasil belajar

berupa pemahaman di antaranya yaitu siswa mampu mengubah,

mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menentukan, dan mengambil

kesimpulan.59

Abin Samsuddin Makmun menyatakan bahwa indikator

pencapaian hasil belajar berupa pemahaman yaitu siswa mampu serta

mampu menyebutkan atau menunjukkan kembali apa-apa yang telah

dipelajari.60

Dengan demikian, indikator pencapaian hasil belajar berupa

pemahaman yaitu siswa mampu menyebutkan atau menunjukkan

kembali apa-apa yang telah dipelajari, mampu membedakan,

menjelaskan, mendemonstrasikan, memperkirakan, menafsirkan,

memberikan contoh, menghubung-hubungkan, mengubah,

mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menentukan, dan mengambil

kesimpulan.

Menurut Makmun, pemahaman dapat diukur dengan

menggunakan instrumen penilaian hasil belajar berupa pertanyaan,

persoalan, tugas, atau tes.61

Sudjana menyatakan, dalam tes objektif, aspek pemahaman

banyak diungkapkan melalui tes tipe pilihan ganda dan tipe

benar-salah.62

Dalam teori belajar kognitif, seseorang hanya dapat dikatakan

belajar apabila telah memahami keseluruhan persoalan secara

mendalam (insight). Memahami itu berkaitan dengan proses mental:

58

Dahar dan Liliasari, Interaksi..., h. 48. 59

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 44-45.

60

Abin Samsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Perngajaran Modul, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. ke-7, h. 167.

61

Makmun, Psikologi..., h. 167. 62

(42)

bagaimana impresi indera dicatat dan disimpan dalam otak dan

bagaimana impresi-impresi itu digunakan dalam memecahkan

masalah.63

Belajar dengan memahami adalah belajar yang memberikan

tekanan pada dikuasainya materi pelajaran secara menyeluruh

(insightful) karena memahami hubungan satu materi dengan yang lain. Belajar yang bersifat mekanistik dan tanpa pemahaman dipertanyakan

manfaatnya. Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan

menggunakan informasi yang tidak bermakna.

Konsep-konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan

pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan. Konsep-konsep

menyediakan skema-skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi

stimulus-stimulus baru dan untuk menentukan hubungan di dalam dan

di antara kategori-kategori.64

Konsep m

Gambar

Gambar 1. Interaksi Sains Teknologi Masyarakat 3
Gambar 2. Diagram Distilasi Minyak Bumi
Tabel 1. Fraksi Minyak Bumi
Gambar 3. Bagan Kerangka Berpikir
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengalaman pendiri juga dibagikan kepada ca- lon suksesor untuk meningkatkan kemampuan suk- sesor agar bisa memimpin perusahaan dengan baik dan lebih siap dalam melanjutkan

[r]

Fullan dan Langworthy (2014) mengatakan bahwa pembelajaran mendalam merupakan pembelajaran memanfaatkan kekuatan kemitraan baru untuk melibatkan para siswa dalam

Dari pemaparan beberapa teori tentang pentingnya kepuasan konsumen pendidikan terutama peserta didik, kepala sekolah degan guru di SMA Muhammadiyah 1 Taman Sidoarjo juga

Hal yang sering dilakukan mahasiswa dengan sistem barter ini terhadap teman dekat (sahabat) dan pacar. Sistem ini hanya mengandalkan sebuah kepercayaan yang penuh

Metode deteksi penyakit pustul bakteri pada kedelai yang berbasis PCR dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan waktu singkat seperti yang dijelaskan di atas,

Hasil rangkaian tindakan ke satu sampai kedua menunjukan bahwa penggantian mistar lompat dengan menggunakan tali karet pada lompat tinggi gaya straddle pada siswa

Perhitungan kapasitas pompa dihitung menjadi dua tahapan: (a) Untuk seluruh total areal dengan berbagai jenis tanaman, dan (b) Untuk setiap jenis tanaman dan masing-masing