2
EKSPERIM ENTASI PEM BELAJARAN M ATEM ATIKA REALISTIK DENGAN M ETODE PENEM UAN DITINJAU DARI
KREATIVITAS BELAJAR M ATEM ATIKA SISW A
(Penelitian Dilakukan di SD Negeri Kelas VI di Kecamatan Nusaw ungu Kabupaten Cilacap Tahun Ajaran 2009/ 2010)
OLEH:
RIAW AN YUDI PURW OKO
S850908013
Telah diset ujui oleh Tim Pem bimbing Pada t anggal : __________________ Pembim bing I
Drs. Tri At mojo K, M .Sc, Ph.D NIP 19630826 198803 1 002
Pem bimbing II
Drs. Suyono, M .Si NIP. 19500301 197603 1 002 M enget ahui
Ket ua Program Studi Pendidikan M at em at ika
3
EKSPERIM ENTASI PEM BELAJARAN M ATEM ATIKA REALISTIK
DENGAN M ETODE PENEM UAN DITINJAU DARI
KREATIVITAS BELAJAR M ATEM ATIKA SISW A
( Penelitian Dilakukan di SD Negeri Kelas VI di Kecamatan Nusaw ungu
Kabupaten Cilacap Tahun Ajaran 2009/ 2010)
OLEH:
RIAW AN YUDI PURW OKO
S850908013
Telah diset ujui oleh Tim Penguji Pada t anggal : _______________ Jabat an
Ket ua
Sekret aris
Angot a Penguji
Nam a Prof. Dr. Budiyono, M .Sc
Dr. Riyadi, M .Si
1. Drs. Tri At mojo K, M .Sc,Ph.D
2. Drs. Suyono, M .Si
Tanda Tangan ………
………
………
………
Surakart a, Juli 2010 M enget ahui
Direkt ur PPs UNS
Prof. Drs. Surant o, M .Sc, Ph.D NIP 19570820 198503 1 004
Ket ua Prodi. Pendidikan M at ematika
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjat kan ke hadirat Allah SW T at as segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat m enyelesaikan penyusunan t esis yang berjudul “ Eksperim ent asi Pem belajaran M at em at ika Realist ik Dengan M et ode Penem uan Dit injau Dari Kreat ivit as Belajar M at emat ika Sisw a, (Penelit ian Dilakukan di SD Negeri Kelas VI di Kecamat an Nusaw ungu Kabupat en Cilacap Tahun Ajaran 2009/ 2010)” .
Ham bat an dan perm asalahan yang menim bulkan kesulit an dalam menyelesaikan penulisan t esis ini banyak dit em ui oleh penulis, akan t et api berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulit an-kesulit an yang timbul t ersebut dapat t erat asi. Oleh karena it u, dalam kesem pat an kali ini penulis menyam paikan t erima kasih kepada sem ua pihak at as segala bent uk bantuannya yang t elah m eringankan penyelesaian penulisan tesis ini, t erut am a kepada: 1. Prof. Drs. Suranto, M .Sc, Ph.D, Direkt ur Program Pascasarjana Universit as
Sebelas M aret Surakart a yang t elah m em berikan kesem pat an penulis unt uk menempuh st udi di program M agist er Pendidikan M at emat ika.
5
3. Drs. Tri At mojo K, M .Sc, Ph.D, Pem bimbing I, yang t elah mem berikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesungguhan dan kesabaran hingga penyusunan t esis ini selesai.
4. Drs. Suyono, M .Si, Pem bimbing II, yang t elah mem berikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesungguhan dan kesabaran hingga penyusunan t esis ini selesai.
5. Ibu Terkasih, Bapak t erhormat dan Adik-adiku t ercint a at as dukungan do’ a, perhat ian, dorongan sem angat dan motivasi sert a segala sesuat u yang t elah diberikan selama ini.
6. Sahabat t erbaik Pendidikan M at em at ika PPs UNS ’08 at as segala kebersam aan dan kenangan yang t akkan t erlupakan selama ini. Selam at berjuang & semoga sukses.
7. Seluruh pihak yang t elah membantu penulis dalam m enyelesaikan t esis ini yang t idak mungkin penulis sebut kan sat u persat u.
Sem oga am al kebaikan sem ua pihak t ersebut di at as m endapat kan imbalan dari Allah SW T. Penulis berharap penelit ian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya, bagi dunia pendidikan dan pem baca pada umum nya.
Surakart a, Juli 2010
6 DAFTAR ISI
HALAM AN JUDUL ... i
HALAM AN PERSETUJUAN ... ii
HALAM AN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
M OTTO ... v
PERSEM BAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAM BAR ... xiii
DAFTAR LAM PIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Lat ar Belakang M asalah ... 1
B. Identifikasi M asalah ... 6
C. Pem ilihan M asalah ... 8
D. Pem bat asan M asalah ... 8
E. Perum usan M asalah ... 9
F. Tujuan Penelitian ... 10
7
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Tinjauan Pust aka ... 13
1. Prest asi Belajar M at em at ika ... 13
2. M et ode Pem belajaran ... 21
a. M et ode Konvensional ... 23
b. Pembelajaran M at emat ika Realist ik (PM R) ... 24
c. M et ode Penem uan………. ... 42
3. Kreat ivit as Belajar M at em at ika Sisw a ... 45
4. Tinjauan M at eri ... 53
B. Penelit ian Yang Relevan ... 54
C. Kerangka Berfikir ... 55
D. Perum usan Hipot esis ... 58
BAB III M ETODE PENELITIAN ... 60
A. Tem pat , Subyek dan W akt u Penelitian ... 60
1. Tempat dan Subyek Penelit ian ... 60
2. Wakt u Penelitian ... 60
B. M et ode Penelitian ... 61
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengam bilan Sampel ... 62
1. Populasi ... 62
2. Sampel ... 62
3. Teknik Pengam bilan Sampel ... 63
D. Teknik Pengumpulan Dat a ... 64
1. Variabel Penelitian ... 64
2. Rancangan Penelit ian ... 66
3. M etode Pengumpulan Dat a ... 66
4. Inst rum en Penelitian ... 69
E. Teknis Analisis Dat a ... 76
8
2. Uji Prasyarat ... 78
3. Uji Hipot esis ... 81
4. Uji Komparasi Ganda ... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 91
A. Deskripsi Dat a ... 91
1. Dat a Hasil Uji Coba Inst rum en ... 91
2. Dat a Skor Prest asi Belajar M at emat ika Siswa ... 94
3. Dat a Skor Kreat ivit as Belajar M at em at ika Sisw a ... 94
B. Pengujian Prasyarat an Analisis ... 95
1. Uji Prasyarat Perlakuan ... 95
2. Uji Prasyarat Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama ... 97
C. Hasil Pengujian Hipot esis ... 99
1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sam a ... 99
2. Uji Lanjut Pasca Anava ... 100
D. Pem bahasan Hasil Analisis Dat a ... 101
1. Hipot esis Pert am a ... 101
2. Hipot esis Kedua ... 102
3. Hipot esis Ket iga ... 103
4. Hipot esis Keem pat ... 103
5. Hipot esis Kelim a ... 104
E. Ket erbat asan Penelit ian ... 105
BAB V KESIM PULAN, IM PLIKASI DAN SARAN ... 106
A. Kesim pulan ... 106
B. Im plikasi ... 107
1. Implikasi Teoritis ... 107
2. Implikasi Prakt is ... 108
C. Saran ... 109
9 ABSTRAK
Riaw an Yudi Purwoko. 2010. Eksperimentasi Pembelajaran M atematika Realistik Dengan M etode Penemuan Ditinjau dari Kreativitas Belajar
M atematika Sisw a Kelas VI Semester I SD Negeri di Kecamatan Nusaw ungu
Tahun Pelajaran 2009/ 2010. Tesis: Program St udi Pendidikan M at emat ika Program Pascasarjana Universit as Sebelas M aret Surakart a.
M asalah pada penelitian ini adalah: (1) apakah pem belajaran mat em at ika realist ik dengan m et ode penem uan dapat m enghasilkan prest asi belajar mat emat ika yang lebih baik daripada penggunaan met ode eksposit ori pada pokok bahasan luas dan volum e, (2) apakah prest asi belajar m at emat ika siswa yang m empunyai kreat ivit as belajar mat em at ika lebih t inggi lebih baik dari siswa yang m empunyai kreat ivit as b elajar m at em at ika lebih rendah pada pokok bahasan luas dan volume, (3) apakah prest asi belajar mat em at ika sisw a ant ara siswa yang diberikan pem belajaran mat ematika realist ik dengan m et ode penem uan dan met ode eksposit ori konsist en unt uk tiap-tiap kreat ivit as belajar mat em at ika sisw a, dan perbedaan prest asi belajar mat em at ika siswa ant ara siswa dengan kreat ivitas belajar m at emat ika yang t inggi, kreat ivit as belajar mat em at ika yang sedang dan kreat ivit as belajar m atem at ika yang rendah konsist en unt uk t iap-t iap m et ode pem belajaran.
Penelit ian ini m erupakan penelitian eksperimen sem u dengan desain fakt orial 2 × 3. Populasi penelitian ini adalah sisw a kelas VI SD Negeri di Kecamat an Nusaw ungu Tahun Pelajaran 2009/ 2010 yang berjum lah 56 SD. Teknik pengam bilan sampel dilakukan secara st rat ified clust er random sampling. Sampel dalam penelitian berjumlah 233 responden yang t erdiri dari kelom pok eksperimen dan kelompok kont rol. Inst rum en yang digunakan untuk mengum pulkan dat a adalah inst rumen t es prest asi belajar m atem at ika dan inst rum en angket kreat ivit as belajar m at emat ika siswa. Inst rum en t es dan angket diujicobakan sebelum digunakan unt uk pengambilan dat a. Validit as inst rumen t es dan angket dilakukan oleh validator, reliabilitas t es diuji dengan rumus KR-20 dan reliabilit as angket diuji dengan rumus Alpha.
Uji prasyarat Analisis Variansi m enggunakan uji Lillifors untuk uji normalitas dan uji Barlett untuk uji homogenitas. Dengan α = 0,05 diperoleh sam pel berasal dari populasi berdist ribusi norm al dan hom ogen.
10
met ode ekspositori pada pokok bahasan luas dan volum e, (2) Fb = 32,8727 > 3,00 = F0,05;2;227 = Ftabel berart i prest asi belajar mat em atika sisw a yang mempunyai kreat ivit as belajar mat em at ika lebih tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai kreat ivit as belajar m at emat ika lebih rendah pada pokok bahasan luas dan volume, (3) Fab = 1,3146 < 3,00 =
F0,05;2;227 = Ftabel berart i karakt erist ik perbedaan ant ara pem belajaran mat em at ika realist ik dengan m et ode penem uan dan met ode ekspositori unt uk set iap kreat ivit as belajar m at emat ika sisw a sam a. Ini berart i pem belajaran mat em at ika realist ik dengan met ode penemuan lebih baik daripada met ode eksposit ori jika ditinjau pada masing-m asing kreat ivit as belajar m at emat ika siswa.
Dari hasil komparasi ganda ant ar kolom diperoleh bahw a (1) sisw a dengan kreat ivit as belajar m at emat ika t inggi m em punyai prest asi belajar mat em at ika yang lebih baik daripada sisw a dengan kreat ivit as belajar mat em at ika sedang (F.1-.2 = 36,2122 > 6,00 = Ftab), (2) sisw a dengan kreat ivit as
belajar mat emat ika t inggi mem punyai prest asi belajar m at em at ika yang lebih baik daripada sisw a yang m em punyai kreat ivit as belajar mat emat ika rendah (F. 1-.3 = 113,9291 > 6,00 = Ftab), (3) sisw a dengan kreat ivit as belajar m at emat ika
sedang m em punyai prest asi belajar m at em at ika yang lebih baik daripada sisw a yang m em punyai kreat ivit as belajar m at em at ika rendah (F.2-.3 = 27,0970 > 6,00 =
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini, tidak lepas dari
peranan matematika. Matematika bukan hanya untuk keperluan kalkulasi, tetapi
lebih dari itu matematika telah banyak digunakan untuk pengembangan berbagai
ilmu pengetahuan. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek
terapannya maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan yang penting dalam
upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Salah satu indikasi pentingnya matematika
nampak bahwa pembelajaran matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang
diberikan di setiap jenjang pendidikan. Matematika yang diajarkan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dikenal sebagai matematika sekolah (School
Mathematics). Matematika sekolah adalah bagian-bagian matematika yang dipilih
atas dasar makna kependidikan yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan
kepribadian peserta didik serta tuntunan perkembangan yang nyata dari
lingkungan hidup yang senantiasa berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan
teknologi.
Matematika merupakan ilmu dasar (basic of science) yang berkembang
pesat baik materi maupun kegunaannya di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
Namun ironisnya kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah,
khususnya untuk mata pelajaran matematika. Menurut hasil penelitian Trends in
12
IPA dan matematika siswa SMP di Indonesia masing-masing pada urutan 33 dan
35 dari 38 negara di lima benua (www./pikiran-rakyat.com 2008). Berdasarkan
data tentang Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI)
kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan 110 dari 173 negara di dunia.
Peringkat Indonesia ini tergolong sangat rendah, hanya satu tingkat di atas negara
Kamboja. Selain itu, Indonesia berada pada posisi yang sangat jauh bila
dibandingkan negara ASEAN, seperti Vietnam, apalagi Singapura, Malaysia dan
Filipina (www.indonesia-house/archive.com 2008). Menurut laporan hasil ujian
akhir nasional SD tahun pelajaran 2006/2007 dan tahun 2007/2008 di Kecamatan
Nusawungu dari 56 SD diperoleh data sebagai berikut:
Nilai Tahun 2006/2007 Tahun 2007/2008
Rata-rata 7,01 7,22
Tetinggi 8,90 9,75
Terendah 4,75 3,35
Sumber: DISDIKPORA Kec. Nusawungu Kab. Cilacap
Dari nilai rata-rata UAN di atas, meskipun angka rata-rata meningkat tetapi
prestasi belajar matematika masih lebih rendah jika dibandingkan dengan mata
pelajaran yang lain.
Salah satu usaha yang harus ditempuh untuk perbaikan dan pengembangan
kualitas pendidikan khususnya pembelajaran matematika, diantaranya perbaikan
dan penyempurnaan sistem pendidikan dan semua aspek yang tercakup dalam
pembelajaran matematika. Kualitas pembelajaran matematika dapat dilihat dari
13
belajar matematika. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri siswa, diantaranya yaitu motivasi belajar, minat belajar,
kedisiplinan siswa, kemandirian belajar, aktivitas belajar siswa, dan sebagainya.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain
meliputi metode mengajar, lingkungan sosial, fasilitas belajar dan lingkungan
keluarga.
Metode mengajar sangat penting dalam menentukan keberhasilan proses
belajar mengajar, ketrampilan guru dalam menggunakan metode mengajar yang
tepat, akan mempermudah siswa dalam memahami materi yang disampaikan dan
tentunya akan menuju pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Dari berbagai pengalaman kegiatan pembelajaran, bahwa tidak semua
siswa memperoleh prestasi belajar matematika yang baik. Artinya, sampai saat ini
mata pelajaran matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Sebagian
siswa menganggap bahwa matematika sangat sulit sehingga mereka sering acuh
tak acuh dalam proses belajar mengajar dan pada akhirnya prestasi belajar
menjadi rendah .
Salah satu penyebab kesulitan siswa dalam belajar matematika
kemungkinan adalah metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan kondisi
siswa maupun pokok bahasan yang disampaikan. Oleh karena itu, dalam proses
belajar mengajar hendaknya digunakan metode yang tepat. Pemilihan metode
mengajar perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi pelajaran, situasi dan
hal-14
hal lain yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Metode yang dipilih
hendaknya metode yang dapat mendorong siswa untuk aktif. Dengan
menggunakan metode mengajar yang tepat, diharapkan seorang guru bukan hanya
sekedar menyelesaikan sejumlah materi tetapi guru juga harus mampu
menanamkan konsep materi dengan baik kepada siswa. Hal ini bertujuan agar
siswa dapat mengerjakan berbagai variasi soal yang pada prinsipnya mempunyai
konsep yang sama.
Dalam pembelajaran matematika banyak metode mengajar yang dapat
digunakan, namun tidak setiap metode mengajar cocok dengan materi pokok
bahasan yang diajarkan. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran yang matang
dalam pemilihan metode mengajar yang tepat untuk suatu pokok bahasan yang
akan disajikan, hal tersebut dimaksudkan agar pembelajaran matematika efektif
dan efisien. Namun yang sering terjadi guru kurang bervariasi dalam
menggunakan metode mengajar. Umumnya yang sering digunakan adalah metode
ceramah dan ekspositori. Kedua metode tersebut terpusat pada guru. Dominasi
guru menyebabkan siswa kurang dapat berpikir kritis dan kreatif.
Salah satu materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa kelas VI
adalah subpokok materi luas dan volume bangun ruang. Materi luas dan volume
bangun ruang ini membahas tentang luas permukaan dan volume benda-benda
ruang atau dimensi tiga. Untuk mencari luas permukaan dan volume benda-benda
ruang diperlukan kemampuan-kemampuan yang mendukung seperti kemampuan
numerik, kemampuan memahami rumus, dan kemampuan menggambar
15
menerapkan rumus untuk mencari luas permukaan dan volume benda-benda ruang
dikarenakan begitu banyak rumus yang ada. Sehingga banyak siswa yang merasa
bingung dalam mempelajari dan memahami materi luas permukaan dan volume
benda-benda ruang tersebut. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang
digunakan guru masih bersifat konvensional, yang menempatkan guru sebagai
pusat belajar. Dalam pembelajaran konvensional yang penerapannya lebih
dominan menggunakan metode ekspositori guru mendominasi jalannya proses
pembelajaran. Guru menjelaskan materi dan memberikan contoh soal kemudian
memberikan latihan untuk dikerjakan oleh siswa. Siswa hanya memiliki sedikit
kesempatan untuk berperan aktif, bertanya atau berdiskusi dengan temannya.
Akibatnya siswa tidak banyak mengkreativitas pembelajaran secara positif dan
tidak dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal dalam situasi dan
kondisi serta suasana pembelajaran yang bersifat monoton, tanpa adanya variasi
dalam pembelajaran.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka perlu dipikirkan strategi atau cara
penyajian dan suasana pembelajaran matematika yang membuat siswa terlibat
aktif dan merasa senang dalam belajar matematika. Soedjadi menyarankan untuk
memilih suatu strategi yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar. Strategi
tersebut bertumpu pada dua hal, yaitu optimalisasi keikutsertaan seluruh indera,
emosi, karsa, karya dan nalar. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah lebih
mengakrabkan matematika dengan lingkungan anak. Oleh karena itu dalam
pembelajaran matematika, keterkaitan konsep-konsep matematika dengan
16
Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada penerapan
matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran matematika
realistik. Pembelajaran yang dikembangkan dan diteliti di Belanda selama kurang
lebih 38 tahun (dimulai tahun 1970) dikenal sebagai Realistic Mathematics
Education (RME) menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan. Laporan dari
TIMSS (Trend International Mathematics and Science Study) tahun 2007
menyebutkan bahwa berdasarkan penilaian TIMSS, siswa di Belanda memperoleh
hasil yang memuaskan baik dalam keterampilan komputasi maupun kemampuan
pemecahan masalah. Oleh karena itu pembelajaran matematika realistik
diharapkan dapat memberikan inspirasi siswa dalam mengembangkan kreativitas
dan lebih termotivasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan prestasi belajar.
Rendahnya prestasi belajar matematika siswa tidak hanya dipengaruhi oleh
metode mengajar saja, tetapi juga bagaimana kreativitas siswa dalam mempelajari
mata pelajaran matematika. Tingginya kreativitas belajar siswa dapat berakibat
pada tingginya prestasi belajar matematika, begitu pula sebaliknya kreativitas
belajar siswa yang rendah dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar
matematika siswa. Dengan demikian kreativitas pada saat belajar matematika
sangat penting dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di muka tentang prestasi belajar
17
realistik yang ditinjau dari kreativitas siswa dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa kemungkinan disebabkan oleh
metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar
kurang tepat. Terkait dengan hal ini, muncul permasalahan yang menarik
untuk diteliti, yaitu apakah pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dan
tepat dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.
2. Pada umumnya prestasi belajar matematika siswa masih rendah. Hal ini
mungkin disebabkan karena kurangnya perhatian guru terhadap kreativitas
siswa terhadap pembelajaran matematika. Selain hal itu, banyak siswa yang
menganggap bahwa pelajaran matematika itu sulit, dan membosankan
terutama pada materi luas dan volume benda ruang. Terkait dengan hal ini
muncul pertanyaan apakah semakin tinggi kreativitas siswa dalam belajar
matematika, semakin tinggi pula prestasi belajar matematikanya.
3. Dominasi guru dalam pembelajaran pada pokok bahasan luas dan volume
menyebabkan siswa cenderung menghafal rumus daripada memahami konsep.
Sehingga siswa akan merasa kesulitan jika dihadapkan pada permasalahan
yang berbeda. Berkenaan dengan hal ini apakah pemusatan pembelajaran yang
berlebihan oleh guru pada pokok bahasan luas dan volume berdampak
penurunan prestasi belajar siswa.
4. Pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan merupakan salah
satu pembelajaran yang berorientasi pada penerapan matematika dalam
18
pembelajaran konvensional, yang mana kurang melibatkan siswa secara aktif.
Mengenai hal ini dapat dilakukan penelitian apakah jika dilakukan
pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
C. Pemilihan Masalah
Suatu penelitian tidak mungkin dilakukan dengan banyak pertanyaan
penelitian dalam waktu yang sama. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
diteliti masalah yang menyangkut metode pembelajaran yang dikaitkan dengan
kreativitas belajar matematika siswa.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, masalah
yang akan diteliti pada penelitian ini adalah pengaruh pembelajaran matematika
realistik terhadap prestasi belajar metematika materi geometri ditinjau dari
kreativitas siswa terhadap proses pembelajaran. Agar penelitian dicapai tujuan dan
arah yang jelas perlu beberapa batasan sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VI semester I SD Negeri di Kecamatan
Nusawungu Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Metode pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada pembelajaran
matematika realistik dengan metode penemuan pada kelompok eksperimen
dan metode ekspositori pada kelompok kontrol pada pokok bahasan luas dan
19
3. Kreativitas belajar siswa pada penelitian ini dibatasi pada kreativitas belajar
matematika baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah dari siswa
kelas VI semester I dan dalam penelitian ini kreativitas belajar matematika
siswa dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, rendah.
4. Prestasi belajar matematika siswa dalam penelitian ini adalah nilai tes yang
dilakukan oleh peneliti setelah pembelajaran selesai.
E. Perumusan Masalah
Dengan merumuskan masalah yang jelas, akan memberi arah dan
pedoman dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian latar belakang di muka,
dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran
ekspositori pada pokok bahasan luas dan volume?
2. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai kreativitas
belajar matematika lebih rendah pada pokok bahasan luas dan volume?
3. Apakah pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan
menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada penggunaan
metode ekspositori pada siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika tinggi dan sedang serta apakah pada siswa yang mempunyai
20
matematika baik dengan pembelajaran matematika realistik dengan metode
penemuan maupun metode ekspositori?
4. Apakah pada pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan,
siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika tinggi menghasilkan
prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa yang mempunyai
kreativitas belajar matematika sedang dan rendah serta siswa yang mempunyai
kreativitas belajar matematika sedang menghasilkan prestasi belajar
matematika lebih baik daripada siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika rendah?
5. Apakah pada metode ekspositori, siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika tinggi menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik
daripada siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika sedang dan
rendah serta siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika sedang
menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa yang
mempunyai kreativitas belajar matematika rendah?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Apakah pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan dapat
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada
21
2. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika rendah pada pokok bahasan luas dan volume.
3. Apakah pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan
menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada penggunaan
metode ekspositori pada siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika tinggi dan sedang serta apakah pada siswa yang mempunyai
kreativitas belajar matematika rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar
matematika baik dengan pembelajaran matematika realistik dengan metode
penemuan maupun metode ekspositori.
4. Apakah pada pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan,
siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika tinggi menghasilkan
prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa yang mempunyai
kreativitas belajar matematika sedang dan rendah serta siswa yang mempunyai
kreativitas belajar matematika sedang menghasilkan prestasi belajar
matematika lebih baik daripada siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika rendahManakah yang memberikan prestasi belajar matematika
lebih baik antara pendekatan realistik metode penemuan dengan metode
ekspositori pada kreativitas belajar matematika rendah.
5. Apakah pada metode ekspositori, siswa yang mempunyai kreativitas belajar
matematika tinggi menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik
daripada siswa yang mempunyai kreativitas belajar matematika sedang dan
22
menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa yang
mempunyai kreativitas belajar matematika rendah
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah teori
pembelajaran matematika yang berkaitan dengan pendekatan realistik dengan
metode penemuan ditinjau dari kreativitas belajar matematika siswa, serta
pengaruhnya pada prestasi hasil belajar matematika siswa. Dengan mengetahui
seberapa besar kekuatan pengaruh tersebut diharapkan dapat menunjukkan
seberapa penting variabel tersebut mempengaruhi prestasi hasil belajar
matematika siswa.
2. Manfaat Praktis
Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
siswa tentang cara belajar matematika dalam upaya untuk meningkatkan
kemampuan matematikanya, khususnya untuk prestasi hasil belajar matematika.
Bagi guru, diharapkan melalui penelitian ini guru mengenal pendekatan
realistik dengan metode penemuan ditinjau dari kreativitas belajar matematika
siswa dan termotivasi untuk berani melakukan inovasi pembelajaran sebagai
upaya meminimalisir kelemahan siswa dan memaksimalkan hasil belajar
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Prestasi
Pencapaian prestasi merupakan suatu masalah yang penting dalam sejarah
kehidupan siswa karena sepanjang rentang kehidupan siswa selalu mengejar
prestasi yang gemilang menurut bidang dan kemampuannya masing-masing. Oleh
karena tidak berlebihan jika guru dan orang tua memberikan penghargaan yang
tinggi bagi siswa yang berprestasi.
Berikut ini diberikan beberapa pengertian tentang prestasi:
1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895), kata prestasi
mempunyai pengertian "Hasil yang telah dicapai (dari yang telah
dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)".
2. Sedangkan Winkel (1991: 391) mengatakan bahwa "Prestasi adalah bukti
usaha yang telah dicapai". Di dalam pengertian ini prestasi merupakan
suatu usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari
pelaksana usaha tersebut. Prestasi merupakan akhir dari sesuatu yang
melalui proses pendidikan dan latihan tertentu yang telah dicapainya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi
adalah bukti atau hasil usaha yang telah dicapai olah seseorang setelah
24
b. Pengertian Belajar
Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting,
baik dalam kehidupan masyarakat tadisional maupun modern. Pentingnya proses
belajar dapat dipahami dari traditional/local wisdom, filsafat, temuan penelitian
dan teori tentang belajar. Traditional/local wisdom adalah ungkapan verbal dalam
bentuk frasa, peribahasa, adagium, maksim, kata mutiara, petatah-petitih atau
puisi yang mengandung makna eksplisit atau implisit tentang pentingnya belajar
dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh: Iqra bismirobbika ladzi kholaq
(Bacalah alam semsta ini dengan nama tuhanmu ); Belajarlah sampai ke negeri
China sekalipun (Belajarlah tentang apa saja, dari sapa saja dimana saja); Bends
the willow when it is young (Didiklah anak selagi masih muda).
Menurut Udin S. Winataputra (2007: 15), “ Dalam pandangan yang lebih
komperhensif konsep belajar dapat digali dari berbagai sumber seperti filsafat,
penelitian empiris dan teori”. Para ahli filsafat telah mengembangkan konsep
balajar secara sistematis atas dasar pertimbangan nalar dan logis tentang realita
kebenaran, kebajikan dan keindahan. Sehingga manusia yang telah belajar akan
mengalami perubahan tingkah laku baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan,
maupun dalam sikap.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 13) disebutkan bahwa belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku
atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sementara itu Winkel (1991:
36) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang
25
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Sementara itu, Nana Sudjana (1996: 5) menyatakan bahwa belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2003: 154) bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.
Menurutnya, belajar merupakan bagian hidup manusia dan berlangsung seumur
hidup. Kapan saja dan di mana saja, baik di sekolah, di rumah, bahkan di jalanan
dalam waktu yang tidak ditentukan sebelumnya.
Beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar, diantaranya
adalah:
1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relative mantap:
harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
Berapa lama periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti tetapi
perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang
mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun
26
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan
dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
(Ngalim Purwanto,2006: 86)
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri atau dari interaksi dengan lingkungan. Perubahan ini meliputi
berbagai aspek baik fisik maupun psikis. Perubahan tersebut bersifat menetap dan
tahan lama.
c. Prestasi Belajar
Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa prestasi merupakan bukti atau
hasil usaha yang telah dicapai, sedangkan belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri atau dari
interaksi dengan lingkungan, sehingga prestasi belajar mengandung pengertian
sebagai hasil yang dicapai seseorang selama proses usaha yang dilakkan untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895), " Prestasi belajar
adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes/angka nilai yang diberikan oleh
27
belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar. Dengan
mengetahui prestasi belajar siswa dapat diketahui kedudukan siswa dalam kelas
yang dikategorikan dalam kelompok siswa pandai, sedang atau kurang. Prestasi
belajar siswa ini dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun simbol pada
tiap-tiap periode tertentu yang diwujudkan dalam bentuk rapot.
Sedangkan Zainal Arifin (1990:3) menyatakan bahwa “Prestasi belajar
merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah manusia karena
sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut
bidang dan kemampuannya masing-masing”. Zainal Arifin juga mengemukakan
bahwa prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:
1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
telah dikuasai anak didik.
2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
Asumsinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta
didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan
sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan;
4. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan. Fungsi prestasi belajar sebagai indikator internal berarti
prestasi belajar dijadikan sebagai indikator produktivitas suatu institusi
pendidikan, sedangkan fungsi prestasi belajar sebagai indikator eksternal
berarti tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat
28
5. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan)
anak didik.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil usaha yang dicapai oleh siswa dalam proses belajar yang dinyatakan
dalam bentuk angka, huruf maupun simbol dalam periode tertentu. Di dalam
penelitian ini prestasi belajar dinyatakan dalam bentuk angka.
d. Pengertian Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 723) matematika mempunyai
pengertian bahwa, “Ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan”.
Ditinjau dari struktur dan urutan unsur-unsur pembentuknya, Purwoto
(2003: 12) mengemukakan bahwa, “Matematika adalah pengetahuan tentang pola
keteraturan pengetahuan struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur
yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma dan postulat dan
akhirnya ke dalil”.
Di bawah ini diberikan beberapa pengertian tentang matematika, antara
lain:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik.
2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
29
4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat
(Soedjadi, 2000: 11)
Dari definisi yang saling berbeda itu, dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus
atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum.
Beberapa karakteristik itu adalah:
a. Memiliki objek kajian abstrak
b. Bertumpu pada kesepakatan
c. Berpola pikir deduktif
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti
e. Memperhatikan semesta pembicaraan
f. Konsisten dalam sistemnya
(Soedjadi, 2000: 13)
e. Prestasi Belajar Matematika
Berdasarkan pengertian prestasi belajar dan matematika yang telah
diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah
hasil usaha siswa dalam proses belajar matematika yang dinyatakan dalam simbol,
angka, huruf yang menyatakan hasil yang sudah dicapai oleh siswa setelah
30
Proses pencapaian prestasi belajar matematika ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang saling berhubungan dan saling menunjang satu sama lain,
yaitu:
1) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan faktor utama yang harus
diperhatikan untuk mengetahui tingkat pencapaian prestasi belajar siswa.
Tujuan pembelajaran berisi perumusan pola tingkah laku yang berupa
kemampuan, ketrampilan dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa setelah
kegiatan pembelajaran selesai.
2) Materi Pembelajaran
Setiap bidang studi mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Pencapaian prestasi belajar matematika diindikasikan dengan sejauh mana
tingkat pemahaman siswa terhadap materi matematika yang telah
diajarkan. Apabila siswa mampu memahami dengan baik materi yang
telah disampaikan, maka siswa dianggap telah berhasil dalam pencapaian
prestasi belajar matematika. Materi pelajaran matematika ini disajikan
dalam pokok-pokok bahasan dan yang disampaikan dalam setiap
pertemuan pembelajaran.
3) Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam
proses belajar mengajar dan merupakan salah satu penunjang utama
pencapaian prestasi belajar matematika siswa. Disamping ketrampilan
31
pembelajaran, serta dapat menggunakannya dengan tepat sesuai dengan
pokok bahasan yang diajarkan.
4) Guru
Kemampuan seorang guru untuk menyampaikan materi dan
mengelola proses pembelajaran sangat menentukan jalannya proses
pembelajaran sehingga juga sangat menentukan proses pencapaian prestasi
belajar matematika siswa.
5) Siswa
Siswa merupakan subyek dalam pembelajaran. Ada beberapa faktor
dari dalam diri siswa yang mempengaruhi proses pencapaian prestasi
belajar.
Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini yaitu prestasi belajar pada
sub pokok bahasan luas permukaan dan volume kubus,balok, tabung dan prisma.
2. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam proses
belajar mengajar dan merupakan salah satu penunjang utama berhasil atau
tidaknya seorang guru dalam mengajar. Di samping ketrampilan mengajar,
seorang guru harus memiliki dan menguasai metode-metode pembelajaran, serta
dapat menggunakannya dengan tepat sesuai dengan pokok bahasan yang
diajarkan. Pentingnya metode terkait penanaman konsep pokok bahasan
dikemukanan oleh Robert Q. Berry, Linda Bol, Sueanne E. McKinney (2009)
32
also be able to teach geometry, algebraic concepts, measurement, and data
analysis and probability”.
Metode mengajar sesuai yang dikemukakan oleh Slameto (1995: 65) adalah
suatu cara atau jalan yang harus dilakukan dalam mengajar. Menurut Oemar
Hamalik (1989: 98), metode belajar berarti cara mencapai tujuan pembelajaran,
yaitu tujuan-tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh murid dalam kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Purwoto (2003: 70), “Metode mengajar adalah cara-cara yang
tepat dan serasi dengan sebaik-baiknya, agar pembelajaran mencapai tujuannya
atau sasarannya”. Sementara itu, Muhibbin Syah (1995: 202) mengatakan bahwa,
“Metode mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan
kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada
siswa”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah
cara yang teratur dan terpikir oleh guru yang digunakan dalam menyampaikan
materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Selanjutnya dari pengertian pembelajaran dan metode mengajar di atas
dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang teratur dan
terpikir oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang diharapkan adalah proses pembelajaran
dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Dalam proses pembelajaran salah satu komponen yang sangat menentukan
33
oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran. Pemilihan metode pembelajaran
yang tepat akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Metode
pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran
matematika adalah metode konvensional. Untuk itu akan dicoba penerapan
metode pembelajaran yang baru yaitu metode pembelajaran matematika realistik
dengan metode penemuan. Berikut ini akan dijelaskan terlebih mengenai metode
konvensional dan pembelajaran matematika realistik dengan metode penemuan.
a. Metode Konvensional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (2005: 593)
disebutkan bahwa, “Konvensional adalah tradisional”. Sedangkan tradisional
sendiri diartikan sebagai sikap cara berpikir dan bertindak yang selalu berpegang
teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.
Metode konvensional yang disebut juga metode tradisional adalah metode
mengajar dengan cara-cara lama. Jadi metode konvensional dapat diartikan
sebagai pengajaran yang masih menggunakan sistem yang biasa dilakukan yaitu
sistem ceramah. Menurut Purwoto (2003: 137) yang menyatakan, “Metode
ceramah merupakan metode yang paling banyak dipakai”. Hal ini mungkin
dianggap guru sebagai metode pembelajaran yang paling mudah dilaksanakan.
Kalau bahan pelajaran sudah dikuasai dan sudah ditentukan urutan
penyampaiannya, guru tinggal memaparkannya di kelas. Siswa tinggal duduk
memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa isinya, dan membuat
catatan-catatan. Kadang-kadang guru juga mengkombinasikan metode ceramah
34
metode pembelajaran tersebut belum begitu mendalam dan masih didominasi oleh
metode ceramah.
Peran siswa dalam metode konvensional adalah diam mendengarkan
dengan cermat serta mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan oleh guru.
Guru mempunyai peranan utama dalam menentukan isi materi kepada siswa. Hal
ini mengakibatkan siswa pasif dan reseptif karena tidak ada kegiatan apapun bagi
siswa selain mendengarkan guru. Sehingga siswa akan mudah jenuh, kurang
inisiatif, sangat tergantung pada guru dan tidak terlatih untuk belajar mandiri.
Selain metode ceramah, metode pembelajaran yang sering digunakan dalam
pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Purwoto (2003:
69) “Jika dibandingkan metode ceramah pada metode ekspositori dominasi guru
banyak berkurang, karena guru tidak terus bicara saja”. Guru berbicara pada awal
pembicaraan, menerangkan materi dan memberi contoh pada waktu yang
diperlukan, kemudian dilanjutkan dengan memberikan soal latihan. Siswa belajar
lebih aktif, mengerjakan latihan sendiri, mungkin saling tanya jawab dan
mengerjakan bersama temannya, atau diminta mengerjakan di papan tulis. Dalam
pembelajaran matematika metode pembelajaran yang sering digunakan oleh guru
dalam mengajar adalah metode ekspositori. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Purwoto (2003: 69) “Yang biasa dinamakan mengajar
matematika dengan metode ceramah (seperti yang tercantum dalam satuan
pelajaran) menurut penjelasan di atas sebenarnya adalah metode ekspositori,
sebab guru memberikan pula soal-soal latihan untuk dikerjakan oleh siswa di
35
Dalam penelitian ini metode konvensional yang dipakai adalah
menggunakan metode ekspositori.
b. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
1) Hakekat Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) atau Realistic Mathematics
Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan
matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di
Belanda pada tahun 1970 oleh institute Freudenthal. Teori ini mengacu kepada
pendapat Freudental yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan
realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus
dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Gravemeijer
(dalam Zainurie : 1) mengemukakan bahwa matematika sebagai aktvitas manusia
berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan
konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan
melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan "realistik".
Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada
sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa diungkapkan oleh Slettenhar (dalam
Zaenurie: 1). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur
pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep
matematisasi.
Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (dalam Zainurie : 2),
36
Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan
penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentranformasian
masalah dunia real ke masalah matematik.
Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan
dalam rumus, perbaikan dan penyesuain model matematik, penggunaan
model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian. Kedua jenis matematisasi ini
mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai
sama.
Pendekatan matematika berdasarkan komponen matematisasi horizontal dan
matematisasi vertikal yaitu mekanistik, empiristik, strukturalistik dan realistik.
Perbedaan keempat pendekatan dalam pendidikan matematika ditekankan sejauh
mana pendekatan tersebut memuat atau menggunakan kedua komponen tersebut.
a) Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan
pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang
sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini manusia dianggap
sebagai mesin. Kedua jenis matematisasi tidak digunakan.
b) Pendekatan emperistik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep
matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui
matematisasi horizontal.
c) Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan sistem
formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului
dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi
37
d) Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah
realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi
horizontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan
mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
2) Karakteristik dan Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
PMR memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Menggunakan masalah kontekstual (masalah kontekstual sebagai titik tolak
atau titik awal untuk belajar).
b) Menggunakan model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang
membantu siswa belajar matematika pada level abstraksi yang berbeda.
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self develop models). Peran self develop
models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak
atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat
model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama model situasi yang
dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dari formalisasi model tersebut
akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran
matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis.
Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.
c) Menggunakan produksi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil dari mereka.
Dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi
pada bagian mana yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
38
kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran
lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
d) Menggunakan Interaktif.
e) Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMR.
Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
f) Menggunakan Keterkaitan.
g) Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika
dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain,
maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan
matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks.
Jaka Purnama (2004: 21)
Karakteristik PMR di atas diungkapkan pula oleh Marpaung (2003: 6) yaitu:
a) Siswa aktif, guru aktif matematika sebagai aktivitas manusia.
b) Memulai dengan masalah kontekstual/realistik Masalah Realistik artinya
dapat dibayangkan oleh siswa atau berasal dari masalah-masalah dalam dunia
nyata.
c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan
cara sendiri-sendiri Lintasan belajar siswa.
d) Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan Kondisi belajar.
e) Siswa dapat menyelesaikan masalah secara individu atau dalam kelompok
39
f) Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke
luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data) Variasi
Pembelajaran.
g) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenungkan proses atau
makna Refleksi.
h) Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (penggunaan model)
Translasi modus representasi atau model.
i) Guru bertindak sebagai fasilitator Tutwuri Handayani.
j) Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah, jangan
dimarahi tetapi dihargai dan dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan
Bimbingan dan tenggang rasa.
Mengacu pada karakteristik pembelajaran matematika realistik di atas,
maka langkah-langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran matematika
realistik pada penelitian ini adalah :
Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami
permasalahan tersebut.
Langkah 2 : Menjelaskan masalah kontekstual
Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan
petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian
tertentu yang belum dipahami siswa. Penjelasan ini hanya sampai
40
Langkah 3 : Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual
dengan cara mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk
menyelesaikan masalah dengan cara mereka dengan memberikan
pertanyaan/petunjuk/saran.
Langkah 4 : Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara
berkelompok. Untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan
pada diskusi kelas.
Langkah 5 : Menyimpulkan
Dari diskusi, guru menarik kesimpulan suatu prosedur atau
konsep.
Joko Bekti Haryono (2005: 35-36)
Pandangan belajar yang berbasis pada pembelajaran matematika realistik
adalah siswa secara aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika. Hal
terpenting adalah siswa dapat mengetahui kapan dan dalam konstruk apa mereka
menerapkan konsep-konsep matematika itu dalam menyelesaikan suatu persoalan.
Materi Pelajaran dalam pembelajaran matematika realistik dikembangkan
dari situasi kehidupan sehari-hari yaitu dari apa yang telah didengar, dilihat atau
dialami oleh siswa. Situasi dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang pernah
41
secara informal. Oleh karena itu, dalam memberikan pengalaman belajar kepada
siswa hendaknya diawali dari sesuatu yang real/nyata bagi siswa.
Prinsip-prinsip pokok pembelajaran matematika secara PMR dikemukakan oleh
Marpaung (2003: 5-6) yaitu :
a) Prinsip Aktivitas. Prinsip ini menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas
manusia. Matematika paling baik dipelajari dengan melakukannya sendiri.
b) Prinsip Realitas. Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika
dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman
siswa (masalah yang realistis bagi siswa). (Catatan : realistis bagi siswa
diartikan tidak selalu berkaitan dengan dunia nyata, bisa juga dari dunia lain
tetapi dapat dibayangkan oleh siswa). Jika matematika diajarkan lepas dari
pengalaman siswa maka matematika itu mudah dilupakan.
c) Prinsip Penjenjangan. Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa
terhadap matematika melalui berbagai jenjang yaitu dari menemukan (to
invent) penyelesaian kontekstual secara informal ke skematisasi. Kemudian
perolehan insight dan penyelesaian secara formal.
d) Prinsip Jalinan. Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di sekolah
tidak di pecah-pecah menjadi aspek-aspek (learning strands) yang diajarkan
terpisah-pisah.
e) Prinsip Interaksi. Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat
dipandang sebagai aktivitas sosial selain sebagai aktivitas individu. (Prinsip
42
pihak pengetahuan itu adalah konstruksi sosial (Vijgotskij) dan di lain pihak
sebagai konstruksi individu (Piaget)).
f) Prinsip Bimbingan. Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan
kembali (reinvent) matematika, siswa perlu mendapat bimbingan.
3) Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Suwarsono (dalam Jaka Purnama, 2004: 18) kelebihan-kelebihan
Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR) adalah sebagai berikut :
a) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
tentang kegunaan matematika pada umumnya kepada manusia.
b) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang “biasa” yang lain,
tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak
harus sama antara orang satu dengan orang yang lain.
d) RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang
utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri
proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan
43
(guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran
yang bermakna tidak akan terjadi.
e) RME memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan
pembelajaran lain yang juga dianggap “unggul”.
f) RME bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan operasional. Proses
pembelajaran topik-topik matematika dikerjakan secara menyeluruh,
mendetail dan operasional sejak dari pengembangan kurikulum,
pengembangan didaktiknya di kelas, yang tidak hanya secara makro tapi juga
secara mikro beserta proses evaluasinya.
Selain kelebihan-kelebihan seperti yang diungkapkan diatas, terdapat juga
kelemahan-kelemahan Realistic Mathematics Education (RME) yang oleh
Suwarsono (dalam Jaka Purnama, 2004: 20) adalah sebagai berikut :
a) Pemahaman tentang RME dan pengimplementasian RME membutuhkan
paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai
berbagai hal, misalnya seperti siswa, guru, peranan sosial, peranan kontek,
peranan alat peraga, pengertian belajar dan lain-lain. Perubahan paradigma
ini mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan karena
paradigma lama sudah begitu kuat dan lama mengakar.
b) Pencarian soal-soal yang kontekstual, yang memenuhi syarat-syarat yang
dituntut oleh RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang
perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa
44
c) Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan cara untuk menyelesaikan
tiap soal juga merupakan tantangan tersendiri.
d) Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa dengan memulai soal-soal
kontekstual, proses matematisasi horizontal dan proses matematisasi vertikal
juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana karena proses dan mekanisme
berpikir siswa harus diikuti dengan cermat agar guru bisa membantu siswa
dalam menemukan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.
e) Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang dipilih bisa
membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan RME.
f) Penilaian (assesment) dalam RME lebih rumit daripada dalam pembelajaran
konvensional.
g) Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara
substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan
prinsip-prinsip RME.
Perbedaan antara pembelajaran matematika secara konvensional dengan
[image:44.612.131.510.573.702.2]RME (Realistic Mathematics Education) dapat dilihat pada table 2.1 berikut.
Table 2.1 Perbedaan antara Pembelajaran Matematika secara Konvensional
dengan RME (Realistic Mathematics Education)
Pembelajaran Konvensional RME (Realistic Mathematics Education)
Pembelajaran dimulai dari teori kemudian
diberikan contoh soal yang dilanjutkan
dengan latihan soal. Masalah kehidupan
sehari-hari terkadang digunakan pada topik
tertentu, tetapi muncul di bagian akhir
Ditinjau dari karakteristik RME (Realistic
Mathematics Education), pembelajaran diawali
dengan pemberian masalah nyata (masalah
45 pembahasan suatu topik atau suatu pemberian
contoh.
Siswa menyelesaikan masalah dengan
menggunakan bentuk formal yang sudah
dikenalkan sebelumnya (umumnya prosedur/
konsep diberikan oleh guru).
Siswa cenderung pasif dalam proses
pembelajaran, untuk memperoleh
pengetahuan siswa cenderung hanya
menerima apa yang diberikan guru.
Guru cendrung mendominasi kegiatan
pembelajaran.
Hampir tidak ada interaksi antar siswa.
Pada strategi dalam membangun dan membentuk
konsep, sebelum menuju pada strategi formal,
sangat memungkinkan siswa menyelesaikan
masalah dengan menggunakan informal, atau
dengan menggunakan bentuk formal yang
dipahami mereka (umumnya posedur/ konsep
dibangun oleh siswa secara aktif).
Aktifitas siswa dalam proses membangun dan
pembentukan konsep, siswa belajar secara aktif
membangun konsep/ pengetahuan dari
pengalaman dan pengetahuan awal.
Pada karakteristik RME (Realistic Mathematics
Education), kontribusi siswa sangat diperlukan,
sehingga peran guru lebih banyak sebagai
pemotivator dan fasilitator terjadinya proses
pembelajaran.
Pada karakteristik RME (Realistic Mathematics
Education), terdapat interaksi yang kuat antara
siswa dengan siswa yang lainnya.
4) Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran Matematika Realistik
a) Teori Belajar Ausubel
Belajar dapat dikelompokkan menjadi dua dimensi, menurut Ausubel (dalam
Makmur Sugeng, 2004: 25). Dimensi pertama, berhubungan dengan cara
46
penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan
informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada.
Pada tingkat pertama, belajar penerimaan (reception learning) menyangkut
materi dalam bentuk final, sedangkan belajar penemuan (discovery learning) yang
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang
dipelajari.
Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi
tersebut pada konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini “belajar
bermakna (meaningful learning)”. Tetapi siswa mungkin saja tidak mengaitkan
informasi tersebut pada konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitifnya;
siswa hanya terbatas menghafal informasi baru tersebut; dalam hal ini terjadi “
belajar hapalan (rote learning)”.
Pada pembelajaran matematika realistik, karakteristik pertama yaitu
menggunakan masalah konstektual yang berfungsi sebagai motivasi awal atau
“starting point” dalam pembelajaran, guru meminta kepada siswa untuk
mengguakan strategi atau cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah. Untuk
keperluan tersebut siswa harus mampu menghubungkan pengetahuan yang
dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi. Bila pengetahuan/ konsep yang
dimiliki siswa belum dapat digunakan dalam memecahkan masalah, maka guru
perlu membimbing siswa (bersifat terbatas) dalam menemukan konsep tersebut.
Dengan demikian siswa akan mampu menyelesaikan masalah konstektual yang
diajukan kepadanya apabila ia memiliki cukup pengetahuan yang terkait dengan
47
Dari uraian ini, maka yang melandasi diberikan dari teori belajar bermakna
Ausubel untuk pembelajaran matematika realistik adalah kemampuan siswa dalam
menghubungkan pengetahuan yang ada dengan masalah konstektual yang sedang
dibahas. Kemampuan ini akan sangat membantu dalam menyelasaikan masalah
yang dihadapi.
b) Teori Piaget
Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Menurut Piaget
(dalam Makmur Sugeng, 2004: 26), perkembangan intelektual didasarkan pada
dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi memberikan kemampuan untuk mensistematikkan atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi
sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur.
Adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk menyesuaikan diri
atau beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingungan dilakukan
melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi, orang
menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi
masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi, orang
memerlukan modifikasi struktur mental yang sudah ada untuk menanggapi respon
terhadap masalah yang dihadapi dalam lingkungannya.
Adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang
sudah ada dalam pikirannya untuk mengadakan respon terhadap tantangan
48
yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan. Jika dalam proses
asimilasi, seseorang tidak dap