KAJIAN KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris) SEBAGAI BAHAN
PENGIKAT DAN PENGISI PADA SOSIS IKAN LELE
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh
KINANTHI DIAH CAHYANI
H 0606085
Pembimbing Utama
:
Dian Rachmawanti A, S.TP, MP.
Pembimbing Pendamping
: Ir. Kawiji, MP.
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufiq, dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “
KAJIAN
PENGGUNAAN
KACANG
MERAH
(Phaseoulus vulgaris) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN PENGISI PADA
SOSIS IKAN LELE
” dengan baik. Penelitian dan penyusunan skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya penulis tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Ir. Kawiji, MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Pendamping
telah memberikan bimbingan, arahan, saran, serta dukungan selama penulisan dan
penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dian Rachmawanti Affandi, S.TP, MP. selaku Pembimbing Akademik dan
Pembimbing Utama yang telah memberi arahan selama menempuh kuliah serta
masukan dan saran kepada penulis dari awal hingga akhir dan juga telah
memberikan bimbingan, arahan, saran, serta dukungan selama penulisan dan
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Choirul Anam, MP. selaku Penguji Skripsi yang telah memberi arahan
selama menempuh kuliah serta masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi
commit to user
5. Bapak dan Ibu Dosen Teknologi Hasil Pertanian khususnya, dan seluruh dosen
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah
diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis
6. Laboran dan staff administrasi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Ibu Lis, Pak
Slamet, Pak G.O dan Pak DJoko terimakasih atas bantuannya selama penelitian
ini berlangsung.
7. Papah, Mamah yang selalu memberi semangat dan doa tiada henti, maaf apabila
saya belum bisa memberikan yang terbaik -_-!! Dik Fadli ayo semangat juga buat
kuliahmu. Dik Arum, semoga juga dapat keretima di SMA fav and bisa jadi
dokter, LOL~ ur such a genius, I believe in you^^ amin~ juga keluarga besar
terima kasih atas semua cinta dan dukungannya.
Love y’all~!
!! ^^
8. All my best friends : Tyak yang udah bantu in the end of D-Day. Tika, Mita and
Wuri. Remember what were we doing in this college, during these 5 years we
played, we studied, we fought, we laughed, we cried.. thanks for everything
-_-i’ve learnt
so much from you!!! ^^
9. THP family 2006 ZZANG~!! and also Elis sbg temen refreshing and Mb Iik
thanks for the
Dude’s
jokes^^
10. MiRRRR
,미르and
승호,이준,지오 와 천둥이:엠블랙이들sometimes Se7en and B2STare includes!!내가 화이팅!!!!!^^
11. My PC (I hate you so much!!!!! #$%&*@#!$%#-__-) and my bike, you were
always accompanying me anytime, anywhere ^^
Pada penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa ‘‘tidak ada yang
sempurna di dunia ini kecuali ciptaan-
Nya’’. Namun penulis tetap berharap skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Surakarta, Mei 2011
Penulis
HALAMAN JUDUL………...
i
H
ALAMAN PENGESAHAN ……….…………
....
ii
KA
TA PENGANTAR….……….…
.
…..
iii
DA
FTAR ISI………..………..……...
v
DAF
TAR TABEL...………..……..
vii
DAFTAR GAMBAR.………..………...
viii
RIN
GKASAN……….………
ix
S
UMMARY………..
...
x
I.
PENDAHULUAN ………..………
1
A. Latar Belakang ...
1
B. Perumusan Masalah ...
4
C. Tujuan Penelitian ...
4
D. Manfaat Penelitian...
4
II. LANDASAN TEORI ...
5
A. Tinjauan Pustaka ...
1.
Sosis ...
2.
Kacang Merah ...
3.
Antioksidan ...
4.
Antosianin ...
B. Kerangka Berpikir ...
III. METODE PENELITIAN ...
A. Waktu dan Tempat ...
B. Bahan dan Alat ...
C. Tahapan Penelitian ...
1.
Pembuatan Tepung dan Pasta Kacang Merah ...
2.
Pembuatan Sosis Ikan Lele ...
3.
Analisis Data ...
5
5
12
13
15
16
17
17
17
19
19
20
commit to user
4.
Rancangan Percobaan Analisis Data ...
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...
A. Uji Sensoris Sosis Ikan Lele
………..
1. Warna ...
2. Aroma ...
3. Tekstur ...
4. Rasa ...
5. Overall ...
B. Karakteristik Kimia dan Fisik Sosis Ikan Lele ...
1. Kadar Air ...
2. Kadar Abu ...
3. Kadar Protein ...
4. Kadar Lemak ...
5. Kadar Karbohidrat ...
6. Kadar Antosianin ...
7. Aktivitas Antioksidan ...
8. Tekstur ...
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ...
Tabel 2.1. Syarat Mutu Sosis Daging ...
6
Tabel 2.2 Komposisi Gizi Beberapa Ikan Air Tawar dan Payau
………
.
8
Tabel 2.3. Susunan Asam Amino Esensial Ikan Lele ...
8
Tabel 2.4. Perbandingan Komposisi Gizi Ikan Lele dengan Daging Sapi
dan Daging Ayam
………
..
Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi Kacang Merah dan Tapioka / 100 gram bahan...
Tabel 3.1 Variasi Formulasi Sosis dengan Substitusi Tepung Kacang Merah..
Tabel 3.2 Variasi Formulasi Sosis dengan Substitusi Pasta Kacang Merah...
Tabel 3.3 Formulasi Sosis Kontrol (R)...
Tabel 4.1 Kualitas Sensoris Warna Sosis Lele ...
Tabel 4.2 Kualitas Sensoris Aroma Sosis Lele
………...
Tabel 4.3 Kualitas Sensoris Tekstur Sosis Lele
………
..
Tabel 4.4 Kualitas Sensoris Rasa Sosis Lele
………
...
Tabel 4.5 Kualitas Sensoris Overall Sosis Lele Substitusi tepung Kacang Merah..
Tabel 4.6 Kualitas Sensoris Overall Sosis Lele Substitusi Pasta Kacang Merah
…
.
Tabel 4.7 Kadar Air
Sosis Ikan Lele ………
.
Tabel 4.8 Kadar Abu Sosis Ikan Lele
………
Tabel 4.9 Kadar Protein Sosis Ikan Lele
………
..
Tabel 4.10 Kadar Lemak Ikan Lele
………
..
Tabel 4.11 Kadar Karbohidrat Ikan Lele
………
.
Tabel 4.12 Kadar Antosianin Ikan Lele
………
..
Tabel 4.13 Aktivitas Antioksidan Ikan Lele
………
Tabel 4.14 Gaya Tekan Maksimal Sosis Ikan Lele
………...
...
9
12
23
23
23
26
27
30
31
33
34
36
37
38
39
41
42
43
44
commit to user
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Sosis Ikan Lele dengan Substitusi Kacang Merah
……..
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Kacang Merah
………..
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Pasta Kacang Merah
……….
Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Sosis Ikan Lele
……….
Gambar 3.4 Diagram Rancangan Penelitian ...
16
19
20
22
24
Kinanthi Diah Cahyani H 0606085
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
RINGKASAN
Sosis merupakan produk olahan daging yang terbuat dari daging sapi atau ayam dengan bahan pengikat dan pengisi susu skim dan tepung tapioka namun pada penelitian ini sosis dibuat dari ikan lele dengan tepung atau pasta kacang merah sebagai pengikat dan pengisi. Pada penelitian ini tepung tapioka disubstitusi dengan tepung dan pasta kacang merah. Selain sebagai bahan pengisi, kacang merah bisa berfungsi sebagai bahan pengikat karena kacang merah mengandung protein. Kelebihan kacang merah adalah mengandung antosianin (senyawa antioksidan) serta kadar lemaknya rendah. Kacang merah diharapkan bisa menjadi pewarna alami bagi sosis lele agar menarik seperti sosis ayam atau sapi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui formulasi terbaik sosis dengan bahan pengikat dan pengisi tepung atau pasta kacang merah dan tepung tapioka (25%/75%, 50%/50%, 75%/25%, 100%/0%) ditinjau dari karakteristik sensorisnya (warna, aroma, tekstur, rasa dan overall), dan mengetahui karakteristik kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, antosianin dan aktivitas antioksidan) dan karakteristik fisik (tekstur) sosis lele dengan formulasi terbaik. Penelitian ini terdiri dari 2 variasi percobaan yaitu sosis lele dengan substitusi tepung kacang merah dan sosis lele dengan substitusi pasta kacang merah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan variasi konsentrasi penambahan tepung kacang merah atau pasta kacang merah. Data hasil pengujian sensoris dianalisis statistik menggunakan ANOVA dan jika ada perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan analisis Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada α = 5%. Dari hasil uji sensoris diperoleh sosis dengan substitusi tepung atau pasta
kacang merah terbaik, selanjutnya dilakukan pengujian kimia dan fisik. Data hasil pengujian kimia dan fisik dianalis dengan Independent Samples T-Test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula terbaik dari penggunaan tepung kacang merah atau pasta kacang merah sebagai bahan pengikat dan pengisi sosis lele ditinjau dari karakteristik sensorisnya adalah penggunaan 50% tepung atau pasta kacang merah. Kadar abu, antosianin dan aktivitas antioksidan sosis yang disubstitusi dengan tepung kacang merah lebih tinggi dari sosis yang disubstitusi dengan pasta kacang merah, yaitu 3,54% lebih tinggi dari 2,28%, 11,6 mg/g lebih tinggi dari 6,2 mg/g dan 17,69% lebih tinggi dari 12,82%. Kadar protein dan karbohidrat kedua jenis sosis tidak berbeda nyata. Kadar air dan lemak sosis dengan substitusi pasta kacang merah lebih tinggi dari sosis yang disubstitusi dengan tepung kacang merah, yaitu 29,99% (bb) lebih tinggi dari 24,50% (bb) dan 1,12% lebih tinggi dari 0,78%. Tekstur sosis yang disubstitusi dengan tepung kacang merah lebih baik dari tekstur sosis yang disubstitusi dengan pasta kacang merah.
Kata kunci : sosis lele, kacang merah, antosianin, antioksidan, karakteristik sensoris,
commit to user
STUDY ON THE USE OF KIDNEY BEANS (Phaseolus vulgaris) AS BINDER AND FILLER MATERIALS IN CATFISH SAUSAGE
Kinanthi Diah Cahyani H 0606085
Agriculture Product Technology
Agriculture Faculty Sebelas Maret University Surakarta
SUMMARY
Sausage is a processed meat product which is generally made of beef or chicken, but in this research using catfish. Sausage binder and filler usually use skim milk, protein isolates and tapioca. In this research tapioca substituted by flour and kidney bean paste. Beside as being filler, kidney beans can serve as binder, because it contains protein. The advantages of kidney beans are contain anthocyanins (antioxidant compounds) and low fat content. Kidney beans was expected to be natural colorant for catfish sausage to make it look interesting such as chicken and beef sausages.
The purpose of this research was to determine the best formulation of sausage binder and filler flour or kidney bean paste and tapioca (25%/75%, 50%/50%, 75%/25%, 100%/0%) viewed from the sensory characteristics (color, flavor, texture, taste and overall), and know the chemical characteristics (water, ash, protein, fat, carbohydrates, anthocyanins and antioxidant activity) and physical characteristics (texture) catfish sausage with the best formulation. This research consisted of 2 experimental variations those are catfish sausage with kidney bean flour substitution and catfish sausage with kidney bean paste substitution. The experimental design used was Completely Randomized Design (CRD) with the addition treatment of various concentration of flour or kidney bean paste. Data of sensory test results were analyzed statistically using ANOVA and if there are differences among the treatments
followed by analysis of Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) at α = 5%.From the sensory
analysis results obtained the best sausage with the substitution of flour or kidney bean paste, then followed by chemical and physical analysing. The data of chemical and physical test results analyzed by Independent Samples T-Test.
The results showed that the best formula of the use of kidney bean flour or kidney bean paste as a binder and filler catfish sausage viewed from sensory characteristics was the use of 50% flour or kidney bean paste. Ash content, anthocyanin content and antioxidant activity of sausage with kidney bean flour substitution was higher than sausage with kidney bean paste substitution, which are 3.54% was higher than 2.28%, 11.6 mg/g was higher than 6.2 mg/g and 17.69% was higher than 12.82%. Content of protein and carbohydrates both types of sausages were not significantly different. Water and fat content sausage with kidney bean paste substitution was higher than sausage with kidney bean flour substitution, which are 29.99% (wb) was higher than 24.50% (wb) and 1.12% was higher than 0.78%. Texture of sausage with kidney bean flour substitution was better than texture of sausage with kidney bean paste substitution.
Keyword: catfish sausage, kidney beans, anthocyanin, antioxidant, sensory characteristics,
yang dipersiapkan dan disusun oleh
KINANTHI DIAH CAHYANI
H 0606085
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal : 02 Mei 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Surakarta, Mei 2011
Mengetahui
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS
NIP. 19551217 198203 1 003
Ketua
Dian Rachmawanti A, S.TP, MP.
NIP. 19790803 200604 2 001
Anggota I
Ir. Kawiji, MP.
NIP. 19611214 198601 1 001
Anggota II
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sosis adalah olahan daging yang berupa campuran daging giling dengan
bumbu-bumbu tambahan lain yaitu garam, merica gula dan bumbu penyedap
lain. Adonan daging giling kemudian dimasukan ke dalam pembungkus atau
casing yang mencetaknya menjadi bentuk bulat panjang. Bentuk bulat panjang
inilah yang merupakan ciri khas sosis yang membedakannya dengan hasil olahan
daging lain. Sosis dapat dikonsumsi semua kalangan karena teksturnya yang
empuk dan kenyal, yang berbeda dengan daging sebelum diolah menjadi sosis
yang terkadang bersifat keras atau alot. Sehingga sosis diciptakan untuk
mempermudah seseorang dalam mengkonsumsi daging.
Mengkonsumsi produk olahan ikan atau produk yang mengandung ikan,
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai gizi masyarakat melalui
protein ikan. Salah satu bentuk dari aneka produk olahan hasil perikanan adalah
sosis ikan. Sosis ikan merupakan produk daging giling yang bersifat kenyal dan
berbentuk silinder dengan pembungkus khusus (casing). Pada umumnya sosis
dibuat dari daging sapi, tetapi sosis juga bisa dibuat dari daging ikan. Sosis ikan
belum banyak dikenal masyarakat Indonesia. Pada dasarnya, hampir semua jenis
ikan dapat dimanfaatkan untuk membuat sosis, seperti ikan tuna, ikan lemuru,
ikan tongkol dan ikan remang (Waridi, 2004). Pada penelitian ini ikan yang
digunakan adalah ikan lele.
Ikan merupakan bahan makanan penting sebagai sumber zat gizi. Protein
ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai
penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai pelengkap mutu
protein dalam menu. Protein ikan mengandung semua asam amino esensial yang
dalam jumlah yang cukup. Protein ikan mengandung lisin dan metionin yang
mengandung Omega-3 dan protein dengan kadar lisin dan leusin lebih tinggi
dibanding daging sapi. Omega-3 sangat diperlukan tubuh untuk pencegahan
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah.
Asam lemak Omega-3 juga berperan sangat penting untuk proses tumbuh
kembang sel-sel saraf termasuk sel otak (Astawan, 2007).
Bahan pengisi yang digunakan pada sosis harus mengandung pati.
Tapioka adalah pati yang berasal dari estrak umbi ketela pohon (Manihot
utilissima Pohl) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan. Kandungan
utama dari tepung tapioka adalah pati. Penambahan bahan-bahan yang
mengandung karbohidrat seperti tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu atau
tepung beras dapat membentuk tekstur sosis yang kompak atau padat (Anonim
1,
2010). Selain bahan pengisi, di dalam sosis juga diperlukan bahan pegikat. Bahan
pengikat yang biasa dipakai adalah susu skim dan isolat protein kedelai, karena
kedua bahan tersebut mengandung protein. Pada penelitian ini tepung tapioka
akan disubstitusi dengan tepung dan pasta kacang merah. Selain sebagai bahan
pengisi, kacang merah bisa berfungsi sebagai bahan pengikat karena kacang
merah mengandung protein. Kacang merah dapat menambah nilai gizi, serat dan
antioksidan pada sosis. Selain itu warna merah pada kacang diharapkan bisa
menjadi pewarna alami agar tidak terlalu pucat.
Kacang merah memiliki kandungan gizi yang sangat baik, hal ini sangat
menguntungkan bagi kesehatan tubuh manusia apalagi jika diolah secara baik
dan benar. Kacang merah kering merupakan sumber protein nabati, karbohidrat
kompleks, serat, vitamin B, folasin, tiamin, kalsium, fosfor, dan zat besi. Folasin
adalah zat gizi esensial yang mampu mengurangi resiko kerusakan pada
pembuluh darah. Kandungan lemak dan natrium yang dimiliki oleh kacang
merah sangat rendah, nyaris bebas lemak jenuh, serta bebas kolesterol. Di
samping itu, kacang merah juga merupakan sumber serat yang baik. Dalam 100
gram kacang merah kering, dapat menghasilkan 4 gram serat yang terdiri dari
commit to user
nyata mampu menurunkan kadar kolesterol dan kadar gula darah. Sebagai
sumber pemenuhan gizi keluarga kacang merah dapat diolah menjadi berbagai
variasi olahan makanan, antara lain: daging sintetis kacang merah yang dapat
divariasikan dalam berbagai olahan seperti sate, nugget, steak, dan burger kacang
merah yang dapat digunakan sebagai alternatif menu bagi pemenuhan gizi
anak-anak. (Avianti dan Rahmawati, 2004).
Pembudidayaan tanaman kacang merah di Indonesia telah meluas ke
berbagai daerah. Tahun 1961-1967 luas areal penanaman kacang merah di Indonesia
sekitar 3.200 Ha, tahun 1969-1970 seluas 20.000 Ha dan tahun 1991 mencapai
79.254 Ha dengan produksi 168.829 ton. Peningkatan produksi kacang merah
mempunyai arti penting dalam menunjang peningkatan gizi masyarakat, karena
merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan
(Sulistyowati, 2008). Kacang merah yang semakin diminati oleh masyarakat
membuat peneliti ingin meneliti dan menbuat inovasi dalam pemanfaatan kacang
merah. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan dikaji seberapa besar peranan
kacang merah sebagai bahan pengikat atau pengisi pada sosis.
Selain itu dalam kacang merah terkandung antosianin yang tidak terdapat
pada kacang-kacangan lain, yang bisa memberikan warna merah. Antosianin juga
dikatakan mempunyai sifat antikarsinogenik, memberi perlindungan kepada
sistem kardiovaskular, menjaga kadar gula dalam darah, khususnya bagi
penderita kencing manis, mencegah penyakit saluran kencing dan menghambat
serangan bakteria Helicobacter pylori yang menyebabkan masalah lambung,
kanker perut dan radang usus (Anonim
2, 2010)
Dalam penelitian ini diteliti tentang karakteristik sosis ikan lele dengan
bahan pengisi dan pengikat tepung tapioka yang disubstitusi dengan tepung dan
pasta kacang merah. Formulasi tapioka yang disubstitusi dengan tepung dan pasta
kacang merah bermacam-macam akan menghasilkan tekstur yang berbeda.
Diperlukan konsentrasi penambahan tepung atau pasta kacang merah yang tepat
diperlukan penelitian tentang pengaruh substitusi tepung tapioka dengan tepung
dan pasta kacang merah sebagai bahan pengisi dan pengikat terhadap karakteristik
sosis ikan lele.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana formulasi terbaik dari sosis ikan lele yang disubstitusi dengan
tepung kacang merah dan pasta kacang merah sebagai bahan pengisi dan
pengikat ditinjau dari karakteristik sensorisnya ?
2. Bagaimana karakteristik sensoris, kimia dan fisik sosis ikan lele dengan
formulasi terbaik ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui formulasi terbaik penggunaan tepung kacang merah dan pasta
kacang merah sebagai bahan pengisi dan pengikat ditinjau dari karakteristik
sensoris (warna, aroma, tekstur, rasa dan overall) sosis lele.
2. Mengetahui karakteristik sensoris (warna, aroma, tekstur, rasa dan overall),
kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, antosianin dan aktivitas
antioksidan) dan fisik (tekstur) sosis lele.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik sosis ikan lele sehingga masyarakat mengetahui
berbagai manfaat dari mengkonsumsi sosis ikan lele dengan kandungan gizi
yang terkandung di dalamnya.
2. Dengan penggunaan pasta dan tepung kacang merah sebagai substitusi tepung
tapioka diharapkan memberikan alternatif tentang teknologi pengolahan sosis
ikan lele ataupun sosis ikan pada umumnya dan sebagai referensi untuk
commit to user
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1.
Sosis
Sosis adalah contoh emulsi minyak dalam air dimana lemak
berfungsi sebagai fase diskontinu dan air sebagai fase kontinu, sedangkan
protein daging berfungsi sebagai pengemulsi (Kramlich, 1971). Sosis
merupakan suatu produk makanan yang dibuat dari daging yang digiling,
dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung terigu serta susu skim pada
umumnya dimasukkan ke dalam selongsong (casing) sehingga bentuknya
simetris. Selama preparasi emulsi, air dan protein yang terlarut pada garam
akan membentuk suatu matriks dikelilingi globula lemak terdispersi.
Protein-protein yang larut dalam garam, miosin dan aktomiosin melekat pada
permukaan globula lemak dan membentuk suatu penstabil (Price and
Schweigert, 1971).
Ikan lele termasuk dalam famili Claridae dan sering juga disebut
mud fish atau catfish. Di Indonesia, ikan lele dikenal dengan beberapa nama
daerah, seperti ikan maut (Sumatera Utara dan Aceh), keling (Sulawesi
Selatan), dan cepi (Bugis). Ikan lele lebih dikenal sebagai hewan karnifora
karena kegemarannya makan cacing, serangga air, dan udang. Ikan lele
senang makan sisa bahan organik yang berprotein dan sisa-sisa dapur. Ikan
lele juga memakan organisme busuk, sehingga termasuk dalam binatang
pemusnah (Astawan, 2007). Dari sisi ekonomi juga ikan lele lebih murah
dibandingkan dengan daging ayam atau sapi yang sudah biasa dibuat sosis.
Standard mutu sosis daging sapi diatur dalam Standard Nasional
Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Dewan Standard Nasional (DSN).
Menurut SNI sosis adalah produk makanan yang dibuat dari campuran
daging halus dengan campuran tepung atau pati dengan atau tanpa
yang diijinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis. Standard mutu
sosis menurut Dewan Standard Nasional (1994) dapat dilihat dalam table 2.1
Tabel 2.1 Syarat Mutu Sosis Daging (Standar Nasional Indonesia)
Kriteria Uji
% bb
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Maks.67,0
Min. 13,0
Maks.25,0
Maks. 8
Abu
Maks. 3,0
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) sosis daging
a.
Berbagai Jenis Sosis
Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin
salsus yang artinya asin. Tidak ada data tertulis, sejak kapan orang mulai
membuatnya. Tujuan pembuatan sosis pada awalnya adalah untuk
mengawetkan daging. Menurut Joko Hermanianto, ada 3 kelompok
besar di dalam sosis, yaitu sosis mentah (rohwurst), sosis matang
(brunchwurst), dan sosis masak (kochwurst). Ketiganya dibedakan
berdasarkan proses pembuatannya. Sosis jenis rohwurst dibuat tanpa
proses pemasakan. Sosis yang masuk dalam kelompok brunchwurst
merupakan jenis yang paling banyak beredar di Indonesia. Proses
pembuatannya adalah daging mentah digiling, diolah, lalu dimasak.
Sedangkan sosis masak atau kochwurst, biasanya terbuat dari daging
tetelan atau hati yang direbus, diolah, dan dimasak lagi (Anonim,
2010
3).
Berbagai macam sosis antara lain :
1. Sosis sapi : merupakan sosis yang terbuat dari daging sapi, teksturnya
ada yang halus, ada juga yang kasar (dari daging giling). Jenis yang
kasar, teksturnya menyerupai bakso urat. Warna merah. Sosis sapi
commit to user
2. Sosis kambing : sosis yang terbuat dari daging kambing. Tekstur
sosis ini lebih 'berurat' dengan warna merah bercampur putih dari
lemak kambing.
3. Sosis ayam : Terbuat dari daging ayam giling, berwarna putih dan
kemerahan. Sosis ayam juga banyak diproduksi di Indonesia sama
dengan sosis sapi (Anonim
3, 2010).
4. Sosis ikan: Sosis ikan adalah satu olahan yang dibuat dari daging
ikan yang telah digiling ditambah dengan bumbu-bumbu, kemudian
dibungkus/dikemas dengan selongsong (casing). Jenis-jenis ikan
sebagai bahan yang dapat digunakan untuk membuat sosis ikan
adalah ikan kakap, tenggiri, ekor kuning, taking-talang dan ikan
remang.
Sosis yang banyak dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi
segar (fresh sausage) tanpa fermentasi. Di pasaran dituliskan dalam
bentuk asal bahan baku seperti beef sausage dari daging sapi, chicken
sausage dari ayam, dan pork sausage dari daging babi (LP, POM, MUI
2001).
b.
Bahan-Bahan Sosis Ikan :
1)
Lele
Ikan lele (Clarias spp.) merupakan ikan air tawar yang dapat
hidup di tempat-tempat kritis, seperti rawa, sungai, sawah, kolam
ikan yang subur, kolam ikan yang keruh, dan tempat berlumpur
yang kekurangan oksigen. Hal ini dimungkinkan karena ikan lele
mempunyai alat pernapasan tambahan, yakni arborecent. Ikan lele
dapat pula dipelihara di tambak air payau asal kadar garamnya tidak
terlalu tinggi. Protein ikan adalah protein yang istimewa karena
bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein yang
menu. Perbandingan komposisi gizi beberapa jenis ikan dapat
dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Komposisi Gizi Beberapa Ikan Air Tawar dan Payau
Jenis ikan Protein (%) Lemak (%) Mineral (%) Air (%) KH (%)
Mas 16 2,0 1,0 80 1,0
Bandeng 20 1,3 1,2 76 1,5
Tawas 9,7 5,1 1,5 82 1,7
Gabus 20 1,5 1,3 77 0,2
Betook 17,5 5,0 2,0 75 0,5
Lele 17,7 4,8 1,2 76 0,3
Sumber : Vaas,1956 dalam Astawan 2008 (Di dalam Anonim, 2010)
Tabel 2.2 menunjukkan bahwa kandungan lemak dan
protein ikan lele cukup tinggi dibandingkan dengan ikan tawar
lainnya. Protein ikan mengandung semua asam amino esensial yang
dalam jumlah yang cukup. Protein ikan mengandung lisin dan
metionin yang lebih tinggi dibanding protein susu dan daging. Ikan
darat umumnya mengandung protein dengan kadar metionin dan
sistin yang tinggi Susunan asam amino ikan lele dapat dilihat pada
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Susunan Asam Amino Esensial Ikan Lele dan Bahan
Pangan Hewani Lainnya
S
Sumber: *Fisher, FAO, 1972. Fiheries Annual Report. **Borgstorm, G.1962. Fish as Food (1962). (Di dalam Anonim, 2010)
Asam amino Lele
(% protein)*
Haddock (% protein)**
Daging sapi (% protein)**
Arginin 6,3 5,7 6,1
Histidin 2,8 1,9 3,6
Asoleusin 4,3 5,4 5
Leusin 9,5 7,5 7,8
Lisin 10,5 8,6 8,7
Metionin 1,4 2,8 2,7
Fenilalanin 4,8 3,7 3,8
Treonin 4,8 4,2 4,5
Valin 4,7 5,6 5,2
Triptofan 0,8 0,9 1
Total Esensial 49,9 46,3 48,4
commit to user
Tabel 2.3 menunjukkan bahwa ikan lele mengandung leusin
dan lisin yang lebih tinggi daripada daging sapi dan haddock.
Leusin berguna untuk perombakan dan pembentukan protein otot.
Sementara lisin sangat dibutuhkan tubuh untuk membantu proses
pertumbuhan (Astawan, 2008).
Berikut adalah Tabel perbadingan Komposisi Gizi Ikan Lele
dengan daging sapi,
Tabel 2.4 Perbandingan Komposisi Gizi Ikan Lele dengan Daging
Sapi dan Daging Ayam
No Bahan
Standar Gizi Daging Sapi / 100 gram
Standar Gizi Ikan Lele /100 gram
Standar Gizi Daging Ayam
/ 100 gram
1 Protein (%) 18,4 17 22
2 Lemak (%) 14 4,5 25
3 Karbohidrat (%) - -
-4 Kalsium (mg/100g) 11 20 13
5 Fosfor (mg/100g) 170 200 190
6 Besi (mg/100g) 2,8 1 1,5
7 Air (%) 66 76 74
Sumber : Anonim, 2010
Dari tabel 2.4 dapat dilihat bahwa dengan kadar protein
yang relatif sama dengan daging sapi dan ayam, kadar lemak lele
jauh lebih rendah.
2)
Air es atau es
Tujuan penambahan air es atau es dalam pembuatan sosis
adalah untuk membentuk adonan yang baik serta menurunkan suhu
selama proses pencampuran dan penggilingan. Umumnya air atau
es yang ditambahkan pada pembuatan sosis sebesar 20
–
30 pound
per 100 pound daging. Menurut “Meat Inspection Devision” dari
USDA, sosis masak tidak boleh mengandung air melebihi empat
kali kandungan protein daging ditambah 10 % dan tidak boleh
segar. Penambahan air yang terlalu banyak akan menyebabkan sosis
lunak, sedangkan penambahan air yang terlalu sedikit menyebabkan
tekstur sosis keras.
3)
Bahan Pengikat dan Pengisi
Pati mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air
dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang
bersifat kental (De Man, 1997). Fraksi terlarut disebut amilosa
sedangkan tidak terlarut disebut amilopektin. Tapioka mengandung
17% amilosa dan 83% amilopektin (Makfoeld, 1982).
Tapioka merupakan hasil pati hasil pengolahan tanaman ubi
kayu. Tapioka ini diperoleh dari hasil pemisahan granula pati dan
komponen lainnya melalui proses ekstraksi dan pengendapan
tepung ubi. Penyusun utama tapioka adalah pati yaitu sebesar 85%
dengan sifat-sifat antara lain tidak larut dalam air dingin, dapat
membentuk gel dengan air panas, tidak berasa dan tidak berwarna.
Pati merupakan senyawa kimia yang tersusun oleh D-Glukosa.
Komponen penyusun utama pati adalah amilosa dan amilopektin.
Amilopektin dapat dipisahkan dari amilosa dengan cara
melarutkannya dalam air panas dibawah temperatur gelatinisasi.
Fraksi terlarut dalam air panas adalah amilosa dan fraksi tidak larut
adalah amilopektin (Fennema, 1985 dalam Avianita 1996).
Penambahan bahan pengisi dan bahan pengikat berfungsi
untuk meningkatkan stabilitas emulsi, mengurangi penyusutan
pemasakan, meningkatkan karakteristik potongan, meningkatkan
cita rasa dan mengurangi biaya formulasi. Bahan pengisi dan bahan
pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedelai atau isolate
protein, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, tepung ubi
commit to user
4)
Bahan-bahan lain
Penambahan garam dapur ke dalam adonan sosis berfungsi
untuk melarutkan protein, memberikan cita rasa dan mengawetkan.
Sosis yang difermentasi umumnya mengandung garam 3
–
5 %, sosis
segar 1,5
–
2 % dan produk sosis masak mengandung 2
–
3 %.
Bahan pemanis yang sering ditambahkan dalam produk
sosis adalah sukrosa, dekstrosa, laktosa dan sirup kacang merah.
Tetapi yang biasa digunakan adalah sukrosa dan dekstrosa. Gula
membantu menahan aroma garam pada produk sosis berkadar
garam tinggi dan mempengaruhi warna sosis.
5)
STPP
Senyawa polifosfat merupakan salah satu bahan tambahan
makanan yang umumnya digunakan pada produk daging, unggas,
ternak, dan minyak serta roti. Polifosfat merupakan komponen
kimia yang dapat berfungsi sebagai penyangga, pengikat ion logam,
dan dapat meningkatkan ion kadar fosfat 0,5% yang dikombinasi
dengan 0,1 M garam dapat meningkatkan pH dan kemampuan
mengikat air (Sofos, 1986).
6)
Casing / Selongsong
Casing, menurut Sri Kanoni (1999) digunakan untuk
memberikan bentuk dan ukuran yang disukai oleh konsumen.
Casing sosis dibedakan sebagai casing alami dan casing buatan.
Casing alami ini dibuat dari usus besar sapi, babi, kuda dan lainnya.
Untuk casing buatan, pada umumnya dibuat dari selulosa, bahan
berserat, plastik dan kolagen. Namun demikian yang paling baik
2.
Kacang Merah (Phaseolus vulgaris)
Kacang merah tergolong makanan nabati. Kelompok kacang polong
(legume); satu keluarga dengan kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo,
dan kacang uci. Kacang merah biasa dikonsumsi ketika sudah benar-benar
masak berupa kacang kering. Ia termasuk salah satu kacang polong kering
yang populer di dunia dan Indonesia (Nurfi Afriansyah, 2004).
Pada kacang merah diketahui terdapat senyawa fungsional. Senyawa
fungsional tersebut adalah antioksidan dan antosianin. Antosianin terdapat
pada buah-buahan, kacang-kacangan, padi-padian, serealia, sayuran, dan
beberapa bahan pangan lainnya (Suda et al. 2003). Pigmen antosianin ini
berperan sebagai senyawa antioksidan dalam pencegahan beberapa penyakit
seperti kanker, diabetes, kolesterol, dan jantung koroner (Kobori, 2003).
Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi Kacang Merah dan Tapioka / 100 gram Bahan
Zat gizi
Kacang merah
Tapioka ***(g)
*(g)
**(g)
Air
12,0
10
12,00
Protein
23,1
22,6
0,29
Lemak
1,7
1,4
0,30
Karbohidrat
59,5
62
86,90
Mineral
3,7
3,7
-Sumber : *Daftar Analisis Bahan Makanan (DABM) (Oey Kam Nio, 1992) ** Smartt, J. (1993) *** Suprapti (2009)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kandungan protein dari
kacang merah lebih banyak dari tapioka, sedangkan tapioka sangat tinggi
kandungan airnya. Dengan disubstitusinya tepung tapioka dengan kacang
merah diharapkan dapat menambah kadar protein dan nilai gizi pada sosis
commit to user
3.
Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat menunda / mencegah terjadinya
reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar Rossell
dalam Ardiansyah, 2007). Fennema (1985) menambahkan, bahwa
antioksidan merupakan substansi kimia yang dapat menghambat permulaan
atau memperlambat kecepatan oksidasi pada bahan yang mudah teroksidasi
(autoxidizable). Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah
terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan
cara menyumbangkan hidrogen atau elektron. Sumber-sumber antioksidan
dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu antioksidan sintetik
(antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan
alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami) (Ardiansyah, 2007).
Antioksidan akan mencegah radikal bebas yang dihasilkan dari proses
oksidasi normal dalam tubuh. Radikal bebas ini akan merusak sel-sel tubuh
sehingga beresiko menimbulkan terjadinya penyakit kanker, jantung dan
penyakit Alzheimer. Jenis-jenis anti oksidan antara lain vitamin A, vitamin
C, vitamin E, Seng, Mangan, Koenzim Q10, Selenium dan lainnya. Dari
hasil penelitian makanan, termasuk juga sayuran dan buah-buahan yang
menduduki peringkat teratas kandungan anti oksidannya antara lain
kacang-kacangan misalnya kacang merah, blue berry, apel dan kentang. Atas dasar
fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu sebagai
berikut :
a. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal
bebas baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi
molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sampai
bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal
adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting karena
bebas. Bekerjanya enzim ini sangat dipengaruhi oleh mineral-mineral
seperi mangan, seng, tembaga, dan selenium yang harus terdapat dalam
makanan dan minuman.
b. Antioksidan sekunder berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah
terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih
besar. Contoh yang popular dari antioksidan sekunder adalah vitamin E,
vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.
c. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang
termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan
reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut
bermanfaat untuk memperbaiki DNA pada penderita kanker
d. Oxygen Scavanger yang mengikat oksigen sehingga tidak mendukung
reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau Sequesstrants mengikat logam yang mampu mengkatalisis
reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino (Kumalaningsih,
2006).
Salah satu metode untuk analisa aktivitas antioksidan adalah Uji
DPPH. Dalam uji DPPH, kemampuan scavenging terhadap DPPH dilakukan
dengan mengamati penurunan absorbansi pada 515-517 nm. Penurunan
absorbansi terjadi karena penambahan elektron dari senyawa antioksidan
pada elektron yang tidak berpasangan pada gugus nitrogen dalam struktur
senyawa DPPH. Larutan DPPH berwarna ungu. Intensitas warna ungu akan
menurun ketika radikal DPPH tersebut berikatan dengan hidrogen. Semakin
kuat aktivitas antioksidan sampel maka akan semakin besar penurunan
intensitas warna ungunya (Osawa, 1981).
Mekanisme reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan adalah
DPPH
•+ AH
DPPH-H + A
•. Reaksi yang cepat dari radikal
commit to user
sekunder lambat menyebabkan penurunan absorbansi yang progresif,
sehingga keadaan steady state tidak akan dicapai untuk beberapa jam.
Kebanyakan penelitian yang menggunakan metode DPPH melaporkan
aktivitas scavengingnya setalah reaksi 15 atau 30 menit (Pokorny, 2001).
4.
Antosianin
Antosianin merupakan salah satu zat pewarna alami berwarna
kemerah-merahan yang larut dalam air dan tersebar luas di dunia
tumbuh-tumbuhan. Zat warna ini banyak diisolasi untuk digunakan dalam beberapa
bahan olahan, makanan maupun minuman (Tranggono, 1990). Pada kondisi
asam antosianin akan lebih stabil dibandingkan dengan pada kondisi basa
atau netral. Antosianin dipengaruhi beberapa faktor antara lain pH,
temperatur, oksigen, ion logam (Nollet,1996). Antosianin juga tergolong
senyawa flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan alami
(Madhavi, et al., 1996).
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan antosianin
antara lain secara enzimatis dan non enzimatis. Secara enzimatis kehadiran
enzim polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin karena
dapat merusak antosianin. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan
antosianin secara non enzimatis adalah pengaruh dari pH, cahaya, suhu
(Elbe dan Schwartz, 1996). Antosianin mampu menghentikan reaksi radikal
bebas dengan menyumbangkan hidrogen atau elektron pada radikal bebas
dan menstabilkannya (Madhavi, et al., 1996). Menurut Francis (1985) dan
Markakis (1982), hal tersebut dikarenakan terdapatnya 2 cincin benzena
yang dihubungkan dengan 3 atom C dan dirapatkan oleh 1 atom O sehingga
B. Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Sosis Ikan Lele dengan Substitusi Kacang Merah
Alt ernat if penggant i daging sapi at au ayam adalah ikan lele
Alt ernat if penggant i susu skim dan t apioka adalah kacang merah,
rendah lemak, mengandung ant ioksidan dan kaya ant osianin. Umumnya hanya
dibakar dan digoreng
Pada umumnya terbuat dari daging sapi at au ayam dengan kadar
lemak lebih t inggi
Bahan pengikat nya t epung t apioka dan
susu skim
Variasi perlakuan t epung dan past a
Sosis rendah lemak dan kaya ant ioksidan dengan pewarna alami Kaya Omega-3, kaya
asam amino esensial, rendah
lemak
Ikan Lele SOSIS
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Pembuatan sosis dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Sedangkan untuk penelitian dan analisa akan dilakukan di
Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian
dilakukan selama ± 4 bulan (Agustus - Desember 2010).
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis ikan lele antara lain
sebagai berikut :
1)
Ikan lele yang didapat dari Pasar Lokal Surakarta.
2)
Tepung tapioka didapat dari Pasar Lokal Surakarta.
3)
Kacang merah didapat dari Pasar Lokal Surakarta.
4)
Bumbu-bumbu tambahan lain didapat dari Pasar Lokal Surakarta.
b. Sedangkan bahan untuk analisa antara lain :
1)
Analisa kadar air : sampel sosis ikan lele dengan pengikat tapioka dan
tepung kacang merah, dengan pengikat tepung kacang merah saja,
dengan pengikat tapioka dan pasta kacang merah, serta dengan
pengikat pasta kacang merah saja.
2)
Analisa kadar abu : sampel sosis ikan lele dengan pengikat tapioka dan
tepung kacang merah, dengan pengikat tepung kacang merah saja,
dengan pengikat tapioka dan pasta kacang merah, serta dengan
5)
Analisa kadar protein : larutan HCl 0,02 N, H2SO4, HgO, larutan
NaOH-Na2S2O3, K2SO4, Na2B4O7.10H2O, H3BO3, indikator (campuran
2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue
0,2% dalam alkohol), aquadest.
6)
Analisa kadar lemak : petroleum ether, sampel ikan lele.
7)
Total antosianin : buffer HCl pekat, aquadest.
8)
Analisa aktivitas antioksidan : dengan metode DPPH menggunakan
bahan berupa etanol, aquadest dan larutan DPPH.
9)
Bahan untuk uji sensoris baik uji kesukaan maupun uji pembedaan
adalah sebagai berikut : sampel sosis ikan lele dengan pengikat tapioka
dan tepung kacang merah, dengan pengikat tepung kacang merah saja,
dengan pengikat tapioka dan pasta kacang merah, serta dengan
pengikat pasta kacang merah saja.
2. Alat
a) Analisa kadar air : cawan porselen, desikator, oven dan neraca analitik.
b) Analisa kadar abu : cawan pengabuan, oven, desikator, tanur dan neraca
analitik.
c) Analisa kadar protein: pemanas kjeldahl, labu kjeldahl 30 ml/50 ml, alat
distilasi lengkap dengan erlenmeyer berpenampung berukuran 125 ml, dan
buret 25 ml/50 ml dan neraca analitik.
d) Analisa kadar lemak : alat ekstraksi Soxhlet, desikator, kertas saring bebas
lemak dan neraca analitik.
e) Analisa kadar antosianin dan aktivitas antioksidan : labu takar 10 ml, labu
takar 50 ml, spektrofotometer thermo spectronic GENESYS 20, kuvet,
pipet volume 5 ml, pipet volume 1 ml, pro pipet, timbangan analitik, dan
seperangkat alat gelas.
f) Tekstur sosis ikan lele ditentukan secara obyektif dengan menggunakan
commit to user
g) Uji sensoris baik uji kesukaan maupun uji kesukaan: borang, piring kecil,
sendok dan nampan.
C. Tahapan Penelitian
1. Pembuatan Tepung dan Pasta Kacang Merah
a.
Pembuatan Tepung Kacang Merah
Pembuatan tepung kacang merah yaitu : Dipilih kacang merah
dengan kualitas baik, dilakukan steam blanching selama 10 menit.
Kacang merah yang telah di blanching kemudian direndam dalam air
selama 12 jam. Setelah itu dilakukan pengeringan dengan menggunakan
cabinet dryer dengan suhu 60-70 ºC selama 7 hingga 8 jam. Kacang
merah kering yang diperoleh kemudian digiling dengan menggunakan
penggiling, setelah itu dilakukan pengayakan 80 mesh. Diperoleh tepung
[image:30.612.131.530.161.641.2]biji kacang merah kering (Price and Schweigert, 1971).
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Kacang Merah
(Price and Schweigert, 1971).
Kacang merah keringSteam blanching 10 menit Dicuci
Direndam dalam air selama 12 jam
Dikeringkan (cabinet dryer) selama 7–8 jam, suhu 60-70oC
Diayak 80 mesh
b.
Pembuatan Pasta Kacang Merah
Pembuatan pasta kacang merah yaitu dengan mencampur 250
gram kacang merah basah dengan air 100ml, kemudian di blender sampai
[image:31.612.144.473.198.494.2]halus. Diperoleh pasta kacang merah.
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Pasta Kacang Merah
2. Pembuatan Sosis Ikan Lele
a. Preparasi Sampel
1) Ikan lele
Ikan lele dihilangkan durinya lalu dihaluskan dengan cara
diblender dengan penambahan es batu 10 gram.
2) Tepung kacang merah
Disiapkan berbagai formulasi yaitu :
F1 (tapioka 25% + tepung kacang merah 75%)
F2 (tapioka 50% + tepung kacang merah 50%)
F3 (tapioka 75% + tepung kacang merah 25%)
F4 (tepung kacang merah 100%)
Kacang merah basah
Direbus selama 5-10 menit
Diblender 250 gram kacang merah dengan air 100 ml
commit to user
3) Pasta kacang merah
Disiapkan berbagai formulasi yaitu :
F1 (tapioka 25% + pasta kacang merah 75%)
F2 (tapioka 50% + pasta kacang merah 50%)
F3 (tapioka 75% + pasta kacang merah 25%)
F4 (pasta kacang merah 100%).
4) Bahan
–
bahan tambahan :
Bahan tambahan yang digunakan adalah garam 3% (15 gram),
merica 1 % (5 gram) pala 1% (5 gram) gula 0,5 % (2,5 gram) STTP 0,75
% (3,75 gram) dan air es 10,0 gr. Masing masing dalam 100% daging
lele (500 gram).
b. Tahapan
–
Tahapan Pembuatan Sosis Adalah Sebagai Berikut :
1. Ikan lele dihaluskan
Dihasilkan adonan ikan lele yang telah halus
2. Bahan
–
bahan ditimbang
Bahan
–
bahan termasuk ikan lele yang sudah dihaluskan kemudian
ditimbang sesuai resep.
3. Pencampuran
Ikan lele halus dicampur dengan semua bumbu yang telah dihaluskan,
serta bahan pengikatnya berbagai formulasi.
4. Pemasukan adonan sosis ke dalam selongsong
Pemasukan adonan sosis ke dalam selongsong dalam penelitian ini
menggunakan alat pencetak biskuit.
5. Pemasakan sosis
Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen adonan sosis,
memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba. Pemasakan dilakukan
Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Sosis Ikan Lele
3. Analisis Data
Analisa yang dilakukan pada sosis ikan lele meliputi:
No Jenis Analisa Metode
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Antioksidan Total Antosianin
Thermogravimetri (Anton Apriyantono dkk, 1989) Penetapan total abu (Anton Apriyantono dkk, 1989) Kjeldahl-mikro (Anton Apriyantono dkk, 1989). Soxhlet (Anton Apriyantono dkk, 1989).
by difference. (Anton Apriyantono dkk, 1989)
DPPH (Osawa, 1981).
Metode pH differensial (Giusti dan Worlstad, 2001). 8. 9. Tekstur Sensoris Llyod instrument Multiple comparisson
4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan kacang merah dalam bentuk
tepung dan pasta serta variasi konsentrasi penambahannya sebagai subtitusi
tepung tapioka sebagai bahan pengikat terhadap karakteristik fisikokimia dan
Penggilingan sampai halus
(blender)
Pencampuran
Pemasukkan ke dalam
selongsong
Pengikatan dengan tali
Pengukusan (20 menit)
Daging Ikan Lele
commit to user
sensoris sosis ikan lele. Masing-masing perlakuan dilakukan 2 kali ulangan
analisis. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada masing-masing sosis
ikan lele yang dihasilkan digunakan uji statistik analisis varian (ANOVA).
Apabila ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji
Duncan
’s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat signifikasi 95% atau α
5%.
[image:34.612.143.512.197.492.2]Variasi Formula :
Tabel 3.1 Variasi Formulasi Sosis dengan Substitusi Tepung Kacang Merah
Tabel 3.2 Variasi Formulasi Sosis dengan Substitusi Pasta Kacang Merah
Sosis Kontrol :
Sosis kontrol untuk dibandingkan dengan kedua jenis sosis adalah
sosis ikan lele dengan penambahan tepung tapioka 100% tanpa penambahan
[image:34.612.144.498.617.666.2]tepung atau pasta kacang merah.
Tabel 3.3 Formulasi Sosis Kontrol (R)
Variasi
Tepung Kacang Merah
(%)
Tapioka
(%)
F
125
75
F2
F3
F
450
75
100
50
25
0
Variasi
Pasta Kacang Merah
(%)
Tapioka
(%)
F1
25
75
F2
F
3F4
50
75
100
50
25
0
Kontrol
Tepung/ Pasta
Kacang Merah (%)
Tapioka
(%)
Rancangan penelitian sosis ikan lele penggunaan tepung kacang merah
dan pasta kacang merah sebagai subtitusi tepung tapioka terhadap
karakteristik (sensoris, kimia dan fisik) dapat dilihat pada Gambar 3.4 sebagai
[image:35.612.176.457.204.584.2]berikut :
Gambar 3.4 Diagram Rancangan Penelitian
Uji sensoris
(warna, aroma, t ekstur, rasa dan overall)
Sosis formulasi t erbaik
Analisis kimia dan fisik : - kadar air - abu - prot ein - lemak - karbohidrat - ant osianin - ant ioksidan - tekst ur
Sosis ikan lele
Perlakuan Percobaan :
a. Sosis lele dengan subst it usi t epung kacang merah 25% ; 50% ; 75% ; 100%. b. Sosis lele dengan subst it usi pasta kacang
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Sensoris Sosis Ikan Lele dengan Substitusi Tepung dan Pasta Kacang
Merah
Uji sensoris pada suatu produk memiliki peran yang sangat penting,
berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Pada
penelitian kali ini uji sensoris dilakukan dengan uji Multiple Comparisson oleh 25
orang panelis tidak terlatih. Parameter yang digunakan untuk uji sensoris yaitu
warna, aroma, tekstur, rasa dan overall. Panelis diminta tanggapan pribadinya
untuk membandingkan dua jenis sosis ikan lele dengan substitusi tepung dan
pasta kacang merah, untuk dibandingkan dengan sosis kontrol.
1. Warna
Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan,
meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu
disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi
hilang (Moehyi 1992). Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau
kerusakan dari makanan, seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan
adanya perubahan warna. Oleh karena itu untuk mendapatkan warna yang
sesuai dan menarik harus digunakan tehnik memasak tertentu atau dengan
penyimpanan yang baik (Meilgaard et al. 2000). Warna sosis ikan yang
didapat adalah keabu-abuan karena daging ikan lele yang berwarna putih,
tidak seperti daging sapi yang berwarna merah atau daging ayam yang
kemerahan. Untuk hasil analisis warna sosis ikan lele dengan berbagai
formulasi bahan pengikat tepung atau pasta kacang merah dengan tepung
Tabel 4.1 Kualitas Sensoris Warna Sosis Lele Dengan Bahan Pengikat dan
Pengisi Tepung dan Pasta Kacang Merah
Konsentrasi Kacang Merah : Tapioka Bentuk Bahan Pengikat
Nilai
F1
25%:75%
F2
50%:50%
F3
75%:25%
F4
100%
Tepung Kacang Merah
5,22
a4,70
a5,70
a6,87
bPasta Kacang Merah
4,96a
a5,17
a5,48
ab5,69
bNotasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (α <0,05) pada baris yang sama.
Skala nilai : 1= Amat sangat lebih baik dari R; 2= Sangat lebih baik dari R; 3= Lebih baik dari R; 4= Agak lebih baik dari R; 5= Sama baiknya dari R; 6= Agak lebih buruk dari R; 7= Lebih buruk dari R; 8= Sangat lebih buruk dari R; 9= Amat sangat lebih buruk dari R.
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kualitas warna sosis terbaik
dengan substitusi tepung kacang merah adalah pada sosis F2 yang
menunjukkan angka 4,7 atau agak lebih baik dari R. Pada penelitian kali ini R
adalah sosis kontrol dengan warna putih tulang. Untuk sosis F1 dan F3
masing-masing 5,22 dan 5,77 atau sama baiknya dengan R. Dari data statistik
kualitas warna ketiga sosis untuk F1, F2, dan F3 tidak berbeda nyata, tetapi
kualitas warna sosis F4 berbeda nyata dengan ketiga formulasi sebelumnya,
nilainya paling tinggi yaitu 6,87 atau agak lebih buruk dari R. Pada sosis ikan
lele yang disubstitusi dengan pasta kacang merah, hasil yang terbaik ditinjau
dari kualitas warna adalah F1 dengan nilai 4,96 atau hampir sama baiknya
dengan R. Dari uji statistik kualitas warna F1 tidak berbeda nyata dengan F2
dan F3 tetapi berbeda nyata dengan F4. Warna sosis F4 agak gelap
dibandingkan ketiga sosis F1, F2, dan F3. Untuk kedua jenis sosis berbahan
pengisi dan pengikat yang berbeda ini, semakin banyak konsentrasi kacang
merah warna juga semakin gelap (kecoklatan).
Dalam hal ini panelis lebih menyukai warna yang tidak terlalu
gelap. Untuk sosis yang disubstitusi dengan tepung kacang merah sosis F2
yang terbaik karena untuk formulasi 50% : 50% merupakan formulasi yang
tepat, dilihat dari kualitas warna yang tidak terlalu kecoklatan. Sosis yang
disubstitusi dengan pasta kacang merah sosis F1 merupakan sosis yang
[image:37.612.145.531.138.457.2]commit to user
warna yang terbaik, karena semakin tinggi konsentrasi menunjukkan nilai
yang semakin tinggi pula atau kualitas semakin rendah.
Warna sosis lele kali ini dikontribusi oleh antosianin pada kacang
merah, apabila dibandingkan dengan sosis sapi atau ayam warnanya berbeda.
Pada sosis sapi atau ayam tidak mengandung antosianin. Warna merah
disebakan oleh warna daging yang berwarna merah, daging sapi berwarna
merah karena mengandung mioglobin, dan pada daging sapi terdapat senyawa
nitrosil hemokrom yang berwarna merah muda. Nitrit akan bereaksi dengan
mioglobin membentuk mioglobin nitrat, dan proses pemasakan akan
mengibahnya menjadi nirosil hemokrom (Kramlich, dalam Potter 1995).
Selain itu, pada sosis sapi merk
“Farm House” juga ditambahkan zat pewarna
merah Ponceau 4.
2. Aroma
Aroma sosis ikan lele berbeda dengan sosis daging sapi atau sosis
ayam pada umumnya. Aroma ikan pada sosis lele masih tajam. Hasil
pengujian parameter aroma sosis ikan lele dengan berbagai formulasi bahan
pengikat tepung atau pasta kacang merah dengan tepung tapioka dapat dilihat
pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Kualitas Sensoris Aroma Sosis Lele Dengan Bahan Pengikat dan
Pengisi Tepung dan Pasta Kacang Merah
Konsentrasi Kacang Merah : Tapioka Bentuk Bahan Pengikat
Nilai
F1
25%:75%
F2
50%:50%
F3
75%:25%
F4
100%
Tepung Kacang Merah
5,22
a5,04
a4,48
a5,09
aPasta Kacang Merah
4,91
a4,96
a4,74
a5,48
aNotasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (α <0,05) pada baris yang sama.
[image:38.612.127.529.195.485.2]Skala nilai : 1= Amat sangat lebih baik dari R; 2= Sangat lebih baik dari R; 3= Lebih baik dari R; 4= Agak lebih baik dari R; 5= Sama baiknya dari R; 6= Agak lebih buruk dari R; 7= Lebih buruk dari R; 8= Sangat lebih buruk dari R; 9= Amat sangat lebih buruk dari R.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sosis ikan lele terbaik dengan substitusi
[image:38.612.142.535.532.612.2]4,48 atau agak lebih baik dari R. Dari uji statistik keempat formulasi tidak
berbeda nyata. Sosis ikan lele ini aromanya cukup tajam (bau amis), bau amis
merupakan bau khas ikan yang disebabkan komponen kandungan amonia,
Trimetyl Amine Oksida (TMAO), guanidin dan turunan Imidazole (Govindan,
1985). Semakin banyak konsentrasi bahan pengikat dan pengisinya aroma
tajam akan berkurang karena tertutup oleh aroma tepung kacang merah, dan
akan mengurangi aroma khas ikan pada sosis ikan lele ini. Sosis F3 dianggap
sebagai sosis dengan formulasi yang terbaik untuk kualitas aromanya, karena
75% tepung kacang merah merupakan batas optimum penambahan, apabila
terlalu banyak maka aroma amis ikannya juga akan hilang. Kombinasi flavor
ikan lele dan tepung atau pasta kacang merah pada F3 memberikan nilai lebih
pada kedua sosis tersebut dihadapan panelis. Sosis F1 nilainya 5,22 atau sama
baiknya dengan R menunjukkan bahwa penambahan sedikit tepung kacang
merah dimungkinkan aroma yang dihasilkan masih agak tajam. Berdasarkan
uji statistik keempat sosis tidak berbeda nyata. Sosis F2 nilainya hampir sama
dengan F1 yaitu 5,04 tetapi, penambahan konsentrasi sedikit mengurangi bau
amis karena nilainya semakin menurun. Sedangkan pada sosis F4 penilaian
panelis naik kembali ini disebabkan karena aroma ikannya terlalu sedikit,
sehingga kurang menunjukkan aroma sosis ikan lele. Jadi substitusi yang tepat
adalah pada sosis F3.
Pada sosis ikan lele yang disubstitusi dengan pasta kacang merah,
hasil yang terbaik untuk kualitas aroma adalah F3 dengan nilai 4,74 atau agak
lebih baik dari R. Untuk sosis lele yang disubstitusi dengan pasta kacang
merah ini keempat formulasi menunjukkan nilai hampir sama atau tidak
berbeda nyata. Sama seperti sosis disubstitusi dengan tepung kacang merah,
semakin banyak konsentrasi pasta juga akan menutup aroma tajam dari sosis
ikan. Untuk sosis F1 dan F2 memiliki nilai yang hampir sama, karena
perbedaan konsentrasi belum bisa membedakan kualitas aroma kedua sosis
commit to user
kurang kuat disebabkan substitusi pasta kacang merahnya yang banyak. Sosis
F3 dengan 75% pasta kacang merah merupakan formulasi yang terbaik
ditinjau dari aromanya.
3. Tekstur
Menurut Meilgaard et al. (2000) faktor yang mempengaruhi kualitas
tekstur adalah rabaan oleh tangan, keempukan, kemudahan dikunyah serta
kerenyahan makanan. Untuk itu cara pemasakan bahan makanan dapat
mempengaruhi kualitas tekstur makanan yang dihasilkan. Secara umum,
struktur primer yang mempengaruhi keempukan daging adalah myofibril
(aktomyosin) dan kontribusi jaringan ikat (kolagen dan elastin) dimana
kolagen merupakan jaringan penunjang pada otot yang apabila dimasak pada
suhu terlalu tinggi dapat mengalami kerusakan, sehingga mengakibatkan
elastisitas daging menurun. Kolagen berperan dalam keempukan daging dan
pada tekstur sosis yang dihasilkan. Pembentukan tekstur yang kenyal pada
sosis juga disebabkan oleh peranan amilosa dan amilopektin pada tapioka.
Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam
produk pangan yang mana produk pangan yang memiliki kandungan
amilopektin tinggi akan semakin mudah untuk dicerna. Substitusi tepung
tapioka dengan produk olahan kacang merah sebagai bahan pengikat dan
pengisi akan mempengaruhi tekstur sosis ikan lele. Tapioka membentuk
tekstur yang padat dan memperbaiki daya iris permukaan sosis (Nurhayati,
1996). Sosis ikan yang dihasilkan teksturnya berbeda-beda antara formulasi
[image:40.612.148.528.211.491.2]satu dengan lainnya. Hasil pengujian tekstur ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sosis ikan lele terbaik dengan substitusi
tepung kacang merah ditinjau dari kualitas teksturnya adalah sosis F4 dengan
nilai 4,43 atau agak lebih baik dari R. Uji statistik menunjukkan bahwa
merah tidak berbeda nyata, tetapi skor yang terendah adalah sosis F4. Hal ini
karena sosis F4 teksturnya padat dan kompak.
Tabel 4.3 Kualitas Sensoris Tekstur Sosis Lele Dengan Bahan Pengikat dan
Pengisi Tepung dan Pasta Kacang Merah
Konsentrasi Kacang Merah : Tapioka Bentuk Bahan Pengikat
Nilai
F1
25%:75%
F2
50%:50%
F3
75%:25%
F4
100%
Tepung Kacang Merah
4,65
a4,96
a4,96
a4,43
aPasta Kacang Merah
4,78
a4,52
a6,26
b6,78
bNotasi yang berbeda menunjukkan beda nyata (α <0,05) pada baris yang sama.
Skala nilai : 1= Amat sangat lebih baik dari R; 2= Sangat lebih baik dari R; 3= Lebih baik dari R; 4= Agak lebih baik dari R; 5= Sama baiknya dari R; 6= Agak lebih buruk dari R; 7= Lebih buruk dari R; 8= Sangat lebih buruk dari R; 9= Amat sangat lebih buruk dari R.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tepung kacang merah
mampu membentuk tekstur sosis yang kenyal dan kompak dan dapat
menggantikan tepung tapioka. Tekstur yang kenyal dan kompak ini diperoleh
dari 100% bahan pengikat dan pengisi tepung kacang merah. Tepung kacang
merah mengandung protein yang merupakan syarat bahan pengisi. Kelebihan