• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Kacang Merah dan Tepung Tempe Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Kacang Merah dan Tepung Tempe Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI SIFAT FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG KACANG MERAH DAN TEPUNG TEMPE KACANG MERAH

(Phaseolus vulgaris L.)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

Oleh

ELISABET RUBEN NIM : 1111105035

(2)

ii

ELISABET RUBEN. 1111105035. 2016. Studi Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Kacang Merah dan Tepung Tempe Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dibawah bimbingan Ni Wayan Wisaniyasa, S.TP., M.P. dan I Desak Pt. Kartika Pratiwi, S.TP., MP.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik, kimia, dan fungsional tepung kacang merah dan tepung tempe kacang merah. Data dianalisis dengan Paired T-test pada selang kepercayaan 95% dengan menggunakan SPSS

(Statistical Program for Social Science). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan pada sifat fisik yaitu densitas kamba, pada sifat kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan pada semua sifat fungsional yaitu kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, swelling

power, kelarutan, sedangkan tidak terdapat perbedaan pada sifat fisik yaitu uji

warna, dan pada sifat kimia yaitu kadar protein. Hasil analisis menyatakan tepung kacang merah dengan densitas kamba (0,58g/ml), uji warna (nilai L 44,085, nilai a (-4,65), nilai b (13,635)), kadar air (6,79%bb), kadar abu (3,33%bb), kadar lemak (12,56%bb), kadar protein (9,04%bb), kadar karbohidrat (68,28%bb), kapasitas penyerapan air (246,04%), kapasitas penyerapan minyak (91,14%), swelling

power (4,27g/g), dan kelarutan (12,12%), sedangkan tepung tempe kacang merah

dengan densitas kamba (0,54g/ml), uji warna (nilai L 41,08, nilai a (-6,45), nilai b (15,83)), kadar air (8,26%bb), kadar abu (2,14%bb), kadar lemak (7,11%bb), kadar protein (9,87%bb), kadar karbohidrat (72,62%bb), kapasitas penyerapan air (277,81%), kapasitas penyerapan minyak (99%), swelling power (4,75g/g), dan kelarutan (21,67%).

(3)

iii

ELISABET RUBEN. 1111105035. 2016. Study on Physical, Chemical, and Functional Properties of Red Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) Flour and Red Kidney Bean Tempeh Flour. Superviced by Ni Wayan Wisaniyasa, S.TP., M.P. and I Desak Pt. Kartika Pratiwi, S.TP., MP.

ABSTRACT

This research aims to know differences in the physical, chemical, and functional properties of red kidney beans and red kidney beans tempeh flour. Data were analyzed by paired t-test at the 95% confidence interval using SPSS (Statistical Program for Social Science). The results showed that there are differences in the physical properties is bulk density, the chemical properties are water content, ash content, fat content, carbohydrate content, and the functional properties are water absorption capacity, oil absorption capacity, swelling power, solubility, while there are no differences in color test, and protein content. The analysis results of red kidney bean flour for bulk density (0.58g/ml), color test (L value (44.08), a value (-4.65), b value (13.63)), water content (6.79%bb), ash content (3.33%bb), fat content (12.56%bb), protein content (9.04%bb), carbohydrates content (68.28%bb), water absorption capacity (246.04%), oil absorption capacity (91.14%), swelling power (4.27g/g), and solubility (12.12%), while the analysis result of red kidney beans tempeh flour for bulk density (0.54g/ml), color test (L value (41.08), a value (-6.45), b value (15.83)), water content (8.26%bb), ash content (2.14%bb), fat content (7.11%bb), protein content (9.87%bb), carbohydrates content (72.62%bb), water absorption capacity (277.81%), oil absorption capacity (99.00%), swelling power (4.75g/g), and solubility (21.67%).

(4)

iv RINGKASAN

Produk tepung yang banyak beredar adalah tepung yang berasal dari gandum, beras, jagung, dan lain-lain. Salah satu upaya memperluas bahan yang

digunakan untuk memproduksi tepung adalah kacang-kacangan yang dihasilkan dari pertanian di Indonesia. Tepung kacang-kacangan yang telah banyak diaplikasikan menjadi berbagai produk adalah tepung kacang merah. Berdasarkan

penelitian Pangastuti (2013), salah satu hasil tepung kacang merah yang baik adalah dengan perlakuan pendahuluan perebusan 90 menit dibandingkan tepung

tanpa perlakuan pendahuluan. Untuk meningkatkan nilai gizi pada tepung kacang merah, maka dilakukan proses fermentasi, dimana mengolah kacang merah menjadi tempe kacang merah terlebih dahulu, kemudian dijadikan tepung tempe

kacang merah. Menurut Astawan (2004), beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh dibandingkan dengan

bahan bakunya, dikarenakan proses fermentasi dapat mengubah senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik, kimia, dan

fungsional tepung kacang merah dan tepung tempe kacang merah. Data dianalisis dengan Paired T-test pada selang kepercayaan 95% dengan menggunakan SPSS

(Statistical Program for Social Science). Variabel yang diamati dalam penelitian

ini adalah densitas kamba, warna, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan

(5)

v

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sifat fisik pada tepung yaitu densitas kamba, sifat kimia yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak,

kadar karbohidrat, dan semua sifat fungsional, sedangkan tidak terdapat perbedaan sifat fisik yaitu warna, dan sifat kimia yaitu kadar protein. Hasil analisis

menunjukkan densitas kamba tepung kacang merah (0,58), warna (nilai L 44,085, nilai a (-4,65), nilai b (13,635)), kadar air (6,79%bb), kadar abu (3,33%bb), kadar lemak (12,56%bb), kadar protein (9,04%bb), kadar karbohidrat (68,28%bb),

kapasitas penyerapan air (246,04%), kapasitas penyerapan minyak (91,14%),

swelling power (4,27g/g), dan kelarutan (12,12%), sedangkan densitas kamba

tepung tempe kacang merah (0,54), warna (nilai L 41,08, nilai a (-6,45), nilai b (15,83)), kadar air (8,26%bb), kadar abu (2,14%bb), kadar lemak (7,11%bb), kadar protein (9,87%bb), kadar karbohidrat (72,62%bb), kapasitas penyerapan air

(6)
(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis Elisabet Ruben, dilahirkan di Banjarmasin, pada tangal 15 April 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari ayah bernama

Thomas Ruben dan ibu bernama Alfrida P. Bala.

Penulis mulai memasuki dunia pendidikan di TK Bunda Maria Alak, Kupang pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan

pendidikan sekolah dasar kelas 1 (tahun 1998) di SD Inpress Tenau, Kupang, kelas 2 (tahun 1999) dan kelas 3 (tahun 2000) di SD Tambakrejo 07, Cilacap, dan

kelas 4 (tahun 2001) sampai kelas 6 (tahun 2004) di SDN Kebraon I, Surabaya. Penulis melanjutkan pendidikan jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMPK Angelus Custos II Surabaya dan tamat pada tahun 2007. Penulis melanjutkan

pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMAK Santo Yusuf Surabaya dan lulus pada tahun 2010.

Tahun 2011 penulis diterima di Perguruan Tinggi melalui jalur PMDK, dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), Universitas Udayana Bali. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di tingkat

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya, penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Studi Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional

Tepung Kacang Merah dan Tepung Tempe Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)” disusun berdasarkan hasil penelitian dan diajukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali.

Selama penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, nasehat, saran, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan yang

berbahagia ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ni Wayan Wisaniyasa, S.TP, M.P. dan I Desak Pt. Kartika Pratiwi,

S.TP., M.P. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

2. Bapak Dr. Ir. I Dewa Gede Mayun Permana, M.P. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

3. Ketua Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

(9)

ix

5. Bapak Yoga, Bapak Surya, Ibu Gung Mirah dan staff laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana yang telah

membimbing penulis selama penyusunan penelitian.

6. Seluruh keluarga besar (Ruben dan Payung Tasik) tercinta, terutama Papa

(Thomas Ruben), Mama (Alfrida P. Bala), Kakak (Natalia R.), Pak Yadi sekeluarga, dan keluarganya Yulia terima kasih atas segala motivasi, kesabaran, doa tanpa henti, dukungan baik moril dan materil yang

diberikan selama kuliah hingga penyusunan skripsi.

7. Semua teman-teman ITP’11, khususnya Yulia, Shintya dan Rya dan

teman-teman di Surabaya, salah satunya Frecillia Mega Irawan yang selalu mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya bagi yang membacanya.

Denpasar, Januari 2016

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RINGKASAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan ... 3

1.5 Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang merah ... 4

2.2 Tempe ... 6

2.3 Fermentasi tempe ... 7

2.4 Penepungan ... 8

2.5 Sifat fisik, Kimia, dan Fungsional ... 9

2.5.1 Sifat Fisik... ... 9

a. Densitas Kamba... ... 9

b. Uji Warna... ... 9

2.5.2 Sifat Kimia... ... 10

(11)

xi

a. Kapasitas Penyerapan Air... ... 11

b. Kapasitas Penyerapan Minyak... ... 11

c. Swelling Power dan Kelarutan... ... 12

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu penelitian ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.2.1 Bahan ... 13

3.2.2 Alat ... 13

3.3 Rancangan Penelitian ... 14

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 14

3.5 Variabel yang Diamati ... 18

3.5.1 Densitas Kamba ... 19

3.5.2 Uji Warna ... 19

3.5.3 Kadar Air... 20

3.5.4 Kadar Abu ... 20

3.5.5 Kadar Lemak ... 21

3.5.6 Kadar Protein ... 21

3.5.7 Kadar Karbohidrat... 22

3.5.8 Kapasitas Penyerapan Air... ... 22

3.5.9 Kapasitas Penyerapan Minyak... ... 22

3.5.10 Swelling Power dan Kelarutan... ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisik... ... 24

4.1.1 Densitas Kamba... ... 24

4.1.2 Warna... ... 25

4.2 Sifat Kimia... ... 26

4.2.1 Kadar Air... 27

4.2.2 Kadar Abu ... 28

4.2.3 Kadar Lemak ... 28

4.2.4 Kadar Protein ... 29

(12)

xii

4.3 Sifat Fungsional... ... 30

4.3.1 Kapasitas Penyerapan Air... 30

4.3.2 Kapasitas Penyerapan Minyak... ... 31

4.3.3 Swelling Power... ... 32

4.3.4 Kelarutan... ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Komposisi gizi kacang merah kering per 100 g... 5

2. Hasil analisis uji t berpasangan sifat fisik tepung kacang merah

dan tepung tempe kacang merah... 24

3. Hasil analisis uji t berpasangan sifat kimia tepung kacang merah dan tepung tempe kacang merah... 27

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.

2.

Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)...

Diagram Alir Pembuatan Tepung Kacang Merah (Pangastuti, 2013 yang dimodifikasi)...

4

15

3. Diagram alir proses pembuatan tempe kacang merah (Satyari, 2014 yang dimodifikasi pada bahan yang digunakan)... 17

4. Diagram alir proses pembuatan tepung tempe kacang merah (Satyari, 2014 yang dimodifikasi pada bahan yang digunakan).... 18

5. Perbandingan L, a, b tepung kacang merah dan tepung tempe

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Densitas Kamba………... 40

2. Warna Nilai L ... 41

3. Warna Nilai a... 42

4. Warna Nilai b... 43

5. Kadar Air... 44

6. Kadar Abu... 45

7. Kadar Lemak... 46

8. Kadar Protein... 47

9. Kadar Karbohidrat... 48

10. Kapasitas Penyerapan Air... 49

11. Kapasitas Penyerapan Minyak... 50

12. Swelling Power... 51 13.

14.

15. 16.

[image:15.595.119.494.176.648.2]

Kelarutan... Gambar Proses Pemeraman...

Gambar Tempe Kacang Merah... Gambar Tepung Kacang Merah dan Tepung Tempe Kacang Merah...

52 53

53

(16)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi penepungan merupakan suatu metode pengolahan yang menghasilkan produk setengah jadi yang bertujuan untuk memudahkan aplikasinya sebagai bahan pangan. Tepung mempunyai beberapa keunggulan,

antara lain : lebih mudah dalam penyimpanan, umur simpan lebih lama, penggunaanya lebih luas, lebih mudah difortifikasi, dan lebih mudah bercampur

dengan bahan lain (komposit) (Marta, 2011).

Di pasaran, tepung yang banyak beredar adalah tepung yang berasal dari

gandum, beras, jagung, dan lain-lain. Tepung adalah partikel padat yang berbentuk halus. Salah satu bahan pangan yang dapat diolah menjadi tepung adalah kacang-kacangan. Kacang-kacangan memiliki keunggulan sebagai sumber

energi dan protein. Terdapat berbagai jenis kacang-kacangan, salah satunya adalah kacang merah.

Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan komoditas

kacang-kacangan yang sudah dikenal masyarakat dan sangat baik untuk dikonsumsi. Kacang merah telah banyak diolah menjadi berbagai olahan, seperti bubur, sup,

atau digunakan sebagai pengisi beberapa kue seperti bakpao dan kue moci. Selain harganya yang relatif terjangkau, kacang merah kaya akan asam folat, kalsium, karbohidrat kompleks, serat dan protein yang tergolong tinggi. Kadar protein yang

terkandung dalam kacang merah yaitu sekitar 21-27%, dan dalam 100 g kacang merah mengandung 4 g serat pangan yang terdiri dari campuran serat larut air dan

(17)

2 Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produksi kacang merah mencapai

103.376 ton per tahun. Dalam upaya untuk memperluas aplikasi kacang merah pada produk pangan, maka pada kacang merah dilakukan proses penepungan.

Tepung kacang merah telah diaplikasikan pada beberapa produk pangan, seperti pembuatan cookies (Ekawati, 1999) serta bahan pengikat dan pengisi pada sosis ikan lele (Cahyani, 2012). Sebagai bahan pensubstitusi, tepung kacang merah

dapat mengganti sampai dengan 30% terigu dalam pembuatan roti tawar (Hartayanie dan Retnaningsih, 2006), serta dapat mengganti 70% terigu dalam

pembuatan daging tiruan (Nuraidah, 2013).

Berdasarkan penelitian Pangastuti (2013), salah satu hasil tepung kacang

merah yang baik adalah dengan perlakuan pendahuluan perebusan 90 menit dibandingkan tepung kacang merah tanpa perlakuan pendahuluan. Untuk meningkatkan nilai gizi pada tepung kacang merah, maka dilakukan proses

fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan mengolah kacang merah menjadi tempe kacang merah kemudian dijadikan tepung tempe kacang merah. Menurut Astawan (2004), beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah

dicerna dan diserap oleh tubuh dibandingkan dengan bahan bakunya, dikarenakan proses fermentasi dapat mengubah senyawa kompleks menjadi

(18)

3 1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan sifat fisik, kimia, dan fungsional tepung kacang merah dengan tepung tempe

kacang merah?

1.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan sifat fisik, kimia, dan fungsional tepung kacang merah dengan tepung tempe kacang merah.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik, kimia, dan fungsional pada tepung kacang merah dengan tepung tempe kacang merah.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai perbedaan sifat fisik, kimia, dan fungsional pada

(19)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kacang Merah

Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris L. Biji kacang merah berbentuk bulat agak panjang,

berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih. Kacang merah banyak ditanam di Indonesia. Varietas kacang merah yang beredar di pasaran jumlahnya sangat

[image:19.595.192.435.332.523.2]

banyak dan beraneka ragam (Rahmat, 2009).

Gambar 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

Menurut Rahmat (2009), kedudukan kacang merah dalam tatanama (sistematika) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plant

Divisi : Spermatophyta

(20)

5 Ordo : Rosales (Leguminales)

Famili : Leguminosae (Papilionaceae) Sub famili : Papilionoideae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Menurut Salunkhe et al (1985), vitamin B yang terdapat pada kacang

merah terdiri dari thiamin 0,88 mg/100g, riboflavin 0,14 mg/100g dan niasin 2,2 mg/100g. Kacang merah juga mempunyai susunan asam amino essensial yang

lengkap. Asam amino pembatas pada protein kacang merah adalah metionin dan sistein dengan kandungan relatif rendah yaitu 10,56 dan 8,46 mg/100g, namun

protein kacang-kacangan biasanya mengandung lisin yang banyak. Menurut Sukami (1979), kacang-kacangan selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber mineral. Daftar kandungan gizi pada kacang merah kering dapat dilihat

[image:20.595.173.442.468.645.2]

pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gizi kcang merah kering per 100 g No. Komposisi Gizi Jumlah 1. Energi (kkal) 314

2. Protein (g) 22,1

3. Lemak (g) 1,1

4. Karbohidrat (g) 56,2

5. Kalsium (mg) 502

6. Fosfor (mg) 429

7. Zat Besi (mg) 10,3 8. Vitamin B1 (mg) 0,4 9. Serat pangan *) (g) 4 *)

Sumber : *) Nufri dalam Ningrum, 2012

Kacang merah kering adalah sumber karbohidrat kompleks, serat makanan

(fiber), vitamin B (terutama asam folat dan vitamin B6), fosfor, mangaan, besi, thiamin, dan protein. Setiap 100 gram kacang merah kering yang telah direbus

(21)

6 harian. Kandungan protein dan profil asam amino dalam 100 gram kacang merah

(kidney bean) dari yang terbanyak adalah lisin (1323 mg), asam aspartat (1049 mg), leusin (693 mg), asam glutamat (595 mg), arginin (537 mg), serin (472 mg),

phenilalanin (469 mg), valin (454 mg), isoleusin (383 mg), proline (368 mg), treonin (365 mg), alanin (364 mg), glisin (339 mg), metionin (10,56 mg) dan sistein (8,46 mg) (Kay, 1979).

2.2. Tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus sp.

Struktur padatan kompak dan warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan bahan baku. Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak, dan flavor yang spesifik.

Proses pengolahan tempe meliputi tahap pencucian, perebusan, perendaman, pengulitan, pengukusan, penirisan dan pendinginan, inokulasi, pengemasan, lalu fermentasi selama 2-3 hari. Perendaman mengakibatkan ukuran

biji menjadi lebih besar dan struktur kulit mengalami perubahan sehingga lebih mudah dikupas. Perebusan dan pengukusan selain melunakkan biji dimaksudkan

untuk membunuh bakteri kontaminan dan mengurangi zat anti gizi. Penirisan dan pendinginan bertujuan mengurangi kadar air dalam biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur (Purwadaksi, 2007).

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai, mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan

(22)

7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe tetap

basah, jamur tumbuh kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam di permukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat.

2.3. Fermentasi Tempe

Fermentasi secara umum adalah suatu perubahan kimia pada substrat

organik melalui aktivitas enzim mikroba dan dalam suatu hal dapat terjadi tanpa adanya sel-sel hidup, proses dapat berlangsung secara aerob dan anaerob. Proses

fermentasi tempe, kapang yang tumbuh pada bahan pangan akan menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna

oleh tubuh.

Menurut Hidayat (2009), proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu :

a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas, peningkatan suhu, pertumbuhan kapang yang cepat terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin

banyak sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.

b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi

tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu dan jumlah asam lemak yang dibebaskan, pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih

(23)

8 c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi

peningkatan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti,

terjadi perubahan flavor karena penguraian protein lanjut sehingga terbentuk amonia.

2.4. Penepungan

Penepungan merupakan suatu proses penghancuran bahan padatan kering

untuk mengubah ukuran bahan semula menjadi ukuran yang lebih kecil dan seragam. Secara umum terdapat dua jenis metode penepungan yang sering

diterapkan dalam produksi tepung serealia yaitu metode basah dan metode kering. Pada metode basah dilakukan perendaman bahan terlebih dahulu sebelum ditepungkan sedangkan metode kering tidak dilakukan perendaman (Suardi et al.,

2002).

Pembuatan tepung kacang merah dan tepung tempe kacang merah memiliki beberapa tujuan, yaitu memanfaatkan potensi kacang merah di

Indonesia, lebih mudah diolah atau diproses menjadi produk pangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dalam penyimpanan, dan

(24)

9 2.5. Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional

2.5.1 Sifat Fisik a. Densitas Kamba

Densitas kamba (bulk density) adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong di antara butiran bahan (Syarief dan Irawati,1988). Densitas kamba menunjukkan ukuran partikel, partikel

dengan ukuran lebih kecil akan membentuk massa dengan kerapatan lebih besar akibat pengurangan rongga-rongga antar partikel. Tepung yang memiliki densitas

kamba yang besar akan lebih efektif dan efisien dalam menempati suatu ruang. Hal ini dapat berperan penting dalam perencanaan gudang penyimpanan, volume

alat pengolahan ataupun sarana transportasinya (Janathan, 2007).

b. Warna

Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang seringkali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat

baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak menarik untuk dipandang dan memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya

(Winarno, 2004).

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk uji warna adalah colorimeter. Dalam uji colorimeter terdapat 3 parameter yaitu L, a, dan b dimana L mempunyai

interval antara 0 – 100 untuk warna kecerahan, a mempunyai interval untuk warna hijau hingga merah dan b untuk interval biru hingga kuning.Pada parameter L

(25)

10 negatif (-), warna semakin hijau dan positif (+) warna semakin merah. Parameter

b semakin negatif (-), warna semakin biru dan semakin positif (+), warna akan semakin kuning. Dalam sistem pembacaan colorimeter akan keluar 4 digit dimana

4 digit tersebut dibagi 100 untuk hasil kuantitatifnya.

2.5.2 Sifat Kimia

Dalam tahap-tahap proses pengolahan, reaksi kimia pada bahan pangan menyebabkan terjadinya perubahan, baik perubahan yang diharapkan maupun

perubahan yang tidak diharapkan. Proses pengolahan dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan peningkatan nilai gizi bahan pangan (misalnya karena terjadinya

destruksi senyawa anti-nutrisi, terjadinya denaturasi molekul, sehingga meningkatkan daya cerna dan ketersediaan zat gizi). Akan tetapi proses pengolahan dengan suhu tinggi bila tidak terkontrol akan menurunkan nilai gizi

bahan pangan (misalnya terjadi reaksi antar molekul nutrien, hancurnya nutrien yang tidak tahan panas, atau terbentuknya molekul kompleks yang tidak dapat diuraikan atau dicerna oleh enzim tubuh) (Muchtadi, 1989).

Selama proses pengolahan tepung kacang merah dan tepung tempe kacang merah, kadar air menurun sehingga naiknya kadar zat gizi di dalam massa yang

tertinggal. Selama proses pengeringan maupun pemanasan yang terlalu lama dapat mengakibatkan protein mengalami denaturasi, sedangkan untuk bahan yang banyak mengandung karbohidrat, pengeringan dan pemanasan dapat

(26)

11 2.5.3 Sifat Fungsional

a. Kapasitas Penyerapan Air (KPA)

Kapasitas penyerapan air digunakan untuk mengukur besarnya

kemampuan tepung untuk menyerap air dan ditentukan dengan cara sentrifugasi. Kapasitas penyerapan air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan dengan sejumlah air. Menurut Prabowo (2010), semakin

tinggi protein yang terkandung pada bahan maka kapasitas penyerapan air akan semakin besar dan semakin rendah kadar proteinnya maka semakin rendah

kapasitas penyerapan airnya. Selain kadar protein, ternyata kadar air dapat mempengaruhi kapasitas penyerapan air. Kemampuan daya serap air suatu bahan

pangan seperti tepung ternyata dapat berkurang apabila kadar air dalam tepung terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab ternyata dapat menghambat daya serap air tepung itu sendiri. Kapasitas penyerapan air juga mempengaruhi

kemudahan dalam menghomogenkan adonan tepung ketika dicampurkan dengan air.

b. Kapasitas Penyerapan Minyak (KPM)

Kapasitas penyerapan minyak yang rendah diperlukan pada produk-produk

yang diproses dengan penggorengan sehingga tidak menyerap minyak dalam jumlah yang besar. Kapasitas penyerapan minyak pada tepung terutama berkaitan dengan kadar lemak dan kadar protein. Kapasitas penyerapan minyak yang

(27)

12 mulut (mouthfeel) ketika tepung sudah diolah menjadi suatu produk (Chandra dan

Shamser, 2013).

c. Swelling Power dan Kelarutan

Kelarutan merupakan berat tepung terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. Swelling power merupakan

kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air (Baah, 2009 dalam Anggriawan, 2011).

Peningkatan suhu pada saat proses pengeringan tepung menyebabkan kemampuan swelling power menurun. Hal ini diduga karena pada pengeringan

suhu tinggi pengurangan air yang cepat menyebabkan susunan molekul dalam granula pati lebih rapat, sehingga air tidak mudah masuk ke dalam granula pati, sedangkan peningkatan suhu pada saat tepung diolah dan dicampur dengan air

menyebabkan molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula pati (Indrastuti et al, 2012)

Nilai kelarutan menunjukkan indikasi tingkat kemudahan suatu tepung

untuk dapat larut dalam air. Nilai kelarutan yang tinggi mengindikasikan bahwa tepung lebih mudah larut dalam air dan sebaliknya. Hal ini disebabkan

Gambar

Gambar Proses Pemeraman...........................................................
Gambar 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Tabel 1. Komposisi gizi kcang merah kering per 100 g

Referensi

Dokumen terkait

LKIP Tahun 2019 ini menyajikan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Rote Ndao

Universitas Sumatera Utara.. melengkapi Brastagi menjadi lebih utuh sekaligus sebagai wisata budaya. Sebagai kota wisata, Brastagi pun memanjakan pengunjungnya dengan

Perceraian diakui dalam ajaran Islam sebagai jalan terakhir keluar dari kemelut rumah tangga bagi pasangan suami isteri, dimana kedua belah pihak atau salah

Secara umumnya, perbincangan tentang golongan kata akan membincangkan aspek- aspek yang lazim dibincangkan oleh pengkaji-pengkaji bahasa, iaitu kata nama, kata kerja dan

Personal Hygiene Habit among school Going Children in Rural Areas of Jaipur, Rajasthan, India.. Plan, Motivated and Habitual Hygiene Behaviour : an Eleven Country

2013 : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Universitas

Meskipun tidak menyebutkan data pasti seberapa berapa besar alih fungsi lahan pertanian produktif yang terjadi di Jawa Barat, Ono berasumsi ini terjadi karena angka pembangunan di Jawa