LAPORAN AKHIR
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI (HUPS)
KAJIAN SIFAT FUNGSIONAL DAN KIMIA
TEPUNG KECAMBAH KACANG MERAH (Phaseolus vulgarisL.) DAN
APLIKASINYA MENJADI FLAKES
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
Oleh
Ni Wayan Wisaniyasa, S.TP., M.P. NIDN: 0013047101
Prof. Dr. Ir. I Ketut Suter, M.S. NIDN:0010125007
Dibiayai oleh :
DIPA PNBP Universitas Udayana
sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor:
1108/UN14.1.26.II/PNL.01.03.00/2015, tanggal 25 Mei 2015
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
3 RINGKASAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fungsional dan kimia tepung kecambah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dan aplikasinya sebagai produk pangan fungsional dalam hal ini berupa flakes kecambah kacang merah. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1). Mengetahui sifat fungsional dan kimia tepung kecambah kacang merah. Sifat fungsional meliputi kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, swelling power, dan kelarutan, sedangkan sifat kimia meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, antioksidan, antitripsin, serta serat pangan. 2). Mengetahui kandungan gizi flakes yang terbuat dari tepung kecambah kacang merah meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan antioksidan. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan : a) Membuat tepung kecambah kacang merah lalu diteliti sifat fungsional dan kimianya. b). Aplikasi tepung kecambah kacang merah menjadi flakes lalu diteliti kandungan gizinya. Target khusus yang ingin dicapai adalah produk flakes yang terbuat dari tepung kecambah kacang merah dalam rangka pengembangan pangan fungsional. Proses perkecambahan mampu meningkatkan kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, kelarutan, kadar abu, dan kadar protein tepung kecambah kacang merah, namun menurunkan swelling power, kadar air, kadar lemak, karbohidrat dan aktivitas antitripsin. Kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, swelling power dan kelarutan tepung kecambah kacang merah berturut-turut sebesar 145,35%; 89,84%; 3,05 g/g dan 23,37%. Karakteristik kimia dari tepung kecambah kacang merah adalah kadar air 6,84%, kadar abu 4,53%, kadar protein 17,59%, kadar lemak 6,22%, karbohidrat 64,82%, kapasitas antioksidan 140,34 mg/Kg, serat pangan 34,26% dan aktivitas antitripsin 2985,96 mg/g. flakes tepung kecambah kacang merah yang paling disukai panelis adalah flakes dengan formula 60% terigu dan 40% tepung kecambah kacang merah dengan kriteria kadar air 5,18%, kadar abu 4,19%, kadar protein 12,56%, kadar lemak 9,83 persen, karbohidrat 68,00% dan kapasitas antioksidan 43,82 mg/Kg.
Kata-kata kunci: kecambah kacang merah, sifat fungsional, sifat kimia, flakes
4 PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNyalah laporan akhir Penelitian Hibah Unggulan Program Studi dengan judul KAJIAN SIFAT FUNGSIONAL DAN KIMIATEPUNG KECAMBAH KACANG MERAH (Phaseolus vulgarisL.) DAN APLIKASINYA MENJADI FLAKES ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Kegiatan penelitian ini kami lakukan karena kami ingin menambah nilai ekonomi dari kacang merah yang merupakan produk pertanian lokal yaitu yang dapat dihasilkan di Indonesia melalui perkecambahan. Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah ada ternyata proses perkecambahan mampu meningkatkan kandungan gizi dari kacang. Setelah kacang merah dikecambahkan lalu dijadikan tepung dan diaplikasikan menjadi flakes sehingga mudah untuk diterima di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dalam rangka pengembangan pangan fungsional.
Bersama ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat yang telah mendanai penelitian ini dan kepada semua pihak yang mendukung pelaksanaan penelitian ini. Masukan-masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan. Akhir kata semoga laporan ini ada manfaatnya.
Denpasar, Oktober 2015 Tim Penelitian,
5 DAFTAR ISI
Hal :
HALAMAN SAMPUL ……… i
HALAMAN PENGESAHAN ……… ii
RINGKASAN ……… iii
PRAKATA……….. DAFTAR ISI ……….. iv v BAB 1. PENDAHULUAN ……… 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………. 3
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……….. 12
BAB 4. METODE PENELITIAN……….. 13
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN………..………. 21
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ……… DAFTAR PUSTAKA ……… 29
30
1 BAB I. PENDAHULUAN
Salah satu komoditas kacang-kacangan yang sangat dikenal di masyarakat Indonesia adalah kacang merah ( Phaseolus vulgaris L.). Produksi kacang merah di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 116.397 ton pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2011).
Salah satu kendala penggunaan kacang-kacangan adalah adanya zat antigizi yang dapat menurunkan bioavailabilitas zat gizi yang ada di dalamnya. Maka salah satu upaya untuk mengatasi ini adalah dilakukan perlakuan pendahuluan untuk menghilangkan zat anti gizi tersebut, yaitu dengan cara perkecambahan. Proses perkecambahan mampu menurunkan jumlah komponen antinutrisi misalnya asam fitat (Martin-Cabrejas et al., 2008 dan Lin dan Lai, 2006).
Penelitian mengenai perkecambahan sudah banyak dilakukan contohnya perkecambahan kacang gude. Penelitian tersebut membuktikan bahwa perkecambahan mampu memperbaiki kualitas nutrisi dari biji. Perkecambahan berhasil mengurangi aktifitas antitripsin (trypsin inhibitor) sebanyak 36% (Torres et al., 2007).
Perkecambahan telah diketahui sebagai proses yang tidak mahal dan teknologi yang efektif dalam meningkatkan kualitas kacang-kacangan. Perkecambahan dapat menyebabkan perubahan pada kandungan nutrisi seperti isoflavon dan sifat fungsional karena adanya respirasi aerobik dan metabolisme biokimia. Total isoflavon pada biji kedelai 0,25-3 mg/g, jumlah ini meningkat menjadi 20-30 mg/g pada ekstrak kecambah kacang kedelai (Song et al., (2003) dalam Winarsi, 2010)
Proses perkecambahan juga terbukti mampu meningkatkan kadar serat pangan larut (soluble dietary fibre) dan aktivitas antioksidan pada pembuatan tepung kecambah kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet)(Anita, 2009). Pengetahuan serat pangan dan antioksidan menjadi menarik karena efek fisiologis yang ditimbulkan. Berbagai penelitian telah mengkaitkan antara serat pangan larut dan antioksidan dengan penyakit hiperkolesterolemia.
2 produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur dengan tepung lain, mudah diperkaya dengan zat gizi, mudah dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis.
Dalam suatu proses pengolahan pangan yang menggunakan tepung, harus diketahui sifat fungsional dan kimia tepung tersebut. Sifat fungsional merupakan sifat fisikokimia yang mempengaruhi perilaku komponen tersebut dalam makanan selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi, sedangkan sifat kimia mencakup kandungan gizi dari tepung tersebut.
3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kacang Merah
Di Indonesia terdapat berbagai jenis kacang-kacangan dengan berbagai warna, bentuk,
ukuran dan varietas, yang sebenarnya potensial untuk menambah zat gizi dalam diet atau
menu sehari-hari. Kacang-kacangan menjadi salah satu komoditi bahan pangan yang
digemari oleh masyarakat Indonesia. Jenis kacangan-kacangan yang lekat dengan masyarakat
Indonesia antara lain, kacang kedelai, kacang hijau dan kacang merah.
Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) atau kacang jogo (kacang buncis tipe tegak)
berasal dari Amerika. Penyebarluasan tanaman kacang merah dari Amerika ke Eropa
dilakukan sejak abad 16. Daerah pusat penyebaran adalah Inggris dan pengembangan dimulai
sejak tahun 1594, ke negara-negara Eropa dan Afrika hingga ke Indonesia (Sulistyowati,
2008).
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1992) komposisi gizi per 100 g kacang
merah adalah energi 336 kkal, protein 23,1 g, lemak 1,7 g, karbohidrat 59,5 g, kalsium 80
mg, phosphor 400 mg, besi 5,0 mg, vitamin B1 0,6 mg dan air 12 g. Selain dapat menurunkan
kolesterol, kacang merah juga baik untuk mencegah tingginya gula darah karena memiliki
kandungan serat yang tinggi. Dalam 100 gram kacang merah kering, dapat menghasilkan 4
gram serat terdiri dari serat larut dalam air dan serat yang tidak larut air (Anon., 2009).
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Archives of Internal Medicine mengkonfirmasikan
bahwa makan makanan tinggi serat, seperti kacang merah, membantu mencegah penyakit
jantung. Hampir 10.000 orang Amerika berpartisipasi dalam penelitian ini yang dilakukan
selama 19 tahun. Masyarakat yang biasa mengkonsumsi serat 21 gram setiap hari, dapat
mengurangi resiko penyakit jantung koroner hingga 12% dan 11% penyakit jantung koroner
dibandingkan yang hanya mengkonsumsi serat 5 gr setiap hari. Studi lain menunjukkan bahwa
kacang merah dan kacang pinto mengandung lebih banyak asal lemak omega 3 daripada jenis
kacang lainnya (Anon., 2009).
4
Perkecambahan merupakan suatu rangkaian perubahan-perubahan morfologi, fisiologi
dan biokimia. Copeland dan Donald (2001) menyatakan bahwa perkecambahan biji, secara
fisiologi adalah muncul dan berkembangnya struktur-struktur penting dari embrio biji sampai
dengan akar menembus kulit biji.
Secara umum rangkaian proses perubahan morfologi dan biokimia yang terjadi selama
perkecambahan biji yaitu : (1) imbibisi air, (2) pengaktifan enzim dan hormon, (3) proses
perombakan cadangan makanan, (4) pertumbuhan awal dari embrio, (5) pecahnya kulit benih
dan munculnya radikel, (6) pertumbuhan kecambah (Pranoto et al., 1990).
Kebutuhan akan suhu lebih fleksibel tergantung dari jenis biji. Setiap spesies biji memiliki suhu optimal germinasi, kecepatan germinasi akan turun jika suhu germinasi di atas atau di bawah kondisi optimalnya. Keberadaan oksigen dibutuhkan untuk mendukung proses respirasi, seperti halnya kebutuhan akan suhu yang sesuai untuk memfasilitasi berbagai proses metabolik yang terjadi. Biji pada beberapa tanaman dapat gagal untuk bergerminasi meskipun berada dalam kondisi yang tepat karena biji berdormansi (Desai et al., 1997).
Cahaya merupakan faktor pembatas pada sebagian biji-bijian. Namun pada hampir semua biji tanaman, perkecambahan sama baiknya dengan cahaya maupun tanpa cahaya. Pada umumnya kualitas cahaya terbaik untuk perkecambahan biji dinyatakan dengan panjang gelombang 660-700 nm, yaitu cahaya merah. Pengaruh cahaya hanya terjadi pada biji yang lembab. Pada biji dengan kadar air rendah, pengaruh cahaya relatif tidak ada terhadap perkecambahan. Hal ini disebabkan oleh fitokrom, yaitu pigmen penyerap cahaya, tidak aktif pada biji berkadar air rendah (Pranoto et al., 1990).
Proses metabolisme perkecambahan biji ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik yang berpengaruh terhadap perkecambahan biji adalah sifat dormansi dan
komposisi kimia biji. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkecambahan biji
adalah air, gas, suhu, kadar oksigen dan cahaya. Air merupakan kebutuhan dasar utama untuk
perkecambahan. Kebutuhan air berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Fungsi air ialah
untuk : (1) melunakkan kulit biji sehingga embrio dan endosperm membengkak yang
menyebabkan pecahnya kulit biji, (2) memungkinkan pertukaran gas untuk suplai oksigen ke
dalam biji, (3) mengencerkan protoplasma sehingga terjadi proses-proses metabolisme di
dalam benih, (4) mobilisasi cadangan makanan ke titik tumbuh yang memerlukan.
5 Perkecambahan meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan proses katabolis yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Melalui germinasi, nilai daya cerna kacang-kacangan akan meningkat, sehingga waktu pemasakan atau pengolahan pun menjadi lebih singkat. Pada saat berkecambah terjadi hidrolisis karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna. Dalam proses perkecambahan terjadi beberapa perubahan biologis yakni pecahnya berbagai komponen dari biji menjadi berbagai bentuk senyawa yang lebih sederhana, yang telah siap cerna bagi embrio atau kecambah yang tumbuh lebih lanjut (Rusydi et al., 2011).
Setelah proses keluarnya radikel (growing axis), biji yang berkecambah mengelola proses pertumbuhannya dengan penggunaan cadangan makanan yang tersimpan. Organ penyimpan cadangan makanan umumnya mengandung sejumlah, minimal dua jenis, cadangan makanan dalam bentuk polimer kompleks, yaitu karbohidrat, lipid, protein dan komponen lain yang mengandung fosfor. Cadangan makanan ini harus dihidrolisis atau didegradasi menjadi monomer yang lebih sederhana melalui reaksi katabolisme enzimatis untuk menghasilkan ATP sebelum digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Desai et al., 1997).
Biji-bijian mengandung sejumlah cadangan makanan berupa karbohidrat, protein, dan lemak yang akan dipecah menjadi komponen-komponen pembangun selama proses germinasi untuk menyediakan energi dan menjadi substrat pada awal tahap pertumbuhan dan perkembangan. Umumnya karbohidrat menjadi komponen cadangan utama bahkan yang paling dominan pada biji-bijian. Pati umumnya adalah bentuk cadangan utama karbohidrat pada sebagian besar biji-bijian selain polisakarida lain seperti hemiselulosa, galaktomanan dan oligosakarida lain. Amilosa dan amilopektin dalam pati didegradasi secara hidrolisis menjadi molekul yang lebih sederhana menggunakan enzim alfa amilase dan beta amilase (Desai et al., 1997).
6 yang lebih bebas, dengan demikian lebih mudah dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan (Winarno, 1980).
Penelitian mengenai perkecambahan kacang gude pernah dilakukan oleh Torres et al., 2007. Penelitian tersebut membuktikan bahwa perkecambahan mampu memperbaiki kualitas nutrisi dari biji. Perkecambahan berhasil mengurangi aktifitas α-galaktosidase, asam fitat dan tripsin inhibitor sebanyak 83%, 61% dan 36% berturut-turut dan meningkatkan vitamin B12 sebanyak 145%, vitamin C dari tidak ada menjadi 14 mg/100 g, vitamin E 108 % dan kapasitas antioksidan total 28%. Dalam penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa suplementasi tepung kecambah kacang gude pada produk dapat menjadi ingredien yang sangat bagus dalam meningkatkan unsur gizi tanpa mengurangi sifat sensoris produk.
Perkecambahan juga mampu meningkatkan komponen fenolik sampai 450% pada biji L campestrin. Penemuan tersebut memberi keyakinan bahwa perkecambahan dapat menjadikan produk pangan biji-bijian dengan sifat-sifat nutraceutikal yang lebih (Martinez, 2012).
Donangelo et al., 1995 melaporkan bahwa perkecambahan selama 48 jam pada biji kedelai, kacang hitam dan kacang lupin dapat meningkatkan serat pangan baik itu serat larut maupun tidak larut. Jumlah serat larut sebanyak sepertiga dari total serat pangan .
Pada biji gandumperkecambahan dapat meningkatkan kandungan folat sebesar 1,7- 3,8 kali. Akar hipokotilnya memberikan kontribusi kadar folat sebesar 30-50% dari total kandungan folat (Kariluoto et al., 2006), sedangkan Tian et al., (2010) melaporkan bahwa perkecambahan dapat meningkatkan kandungan lisin sebesar 30% dan menurunkan asam fitat dari 0,35-0,11% pada biji gandum. Perkecambahan selama 24 jam dari biji gandum tersebut mampu memperbaiki kandungan nutrisi dari biji gandum.
Perkecambahan dapat pula meningkatkan protein, asam askorbat, riboflavin dan niasin serta menurunkan lipase inhibitor pada kedelai. Pada penelitian tersebut juga diamati adanya penurunan asam fitat dan tripsin inhibitor. Penurunan kadar asam fitat karena meningkatnya aktivitas enzim fitase sehingga meningkatkan ketersediaan mineral Fe (Bau et al., 1997).
7 Perkecambahan mampu memperbaiki nilai gizi lablab bean dengan menurunkan faktor anti gizi dan meningkatkan kadar protein. Perkecambahan lablab bean selama 36 jam mampu menghasilkan tepung dengan kandungan protein yang tertinggi yaitu 28.35% dan mampu menurunkan kadar α-galaktosidasesebesar 75.41% (Borijindakul dan Phimolsiripol, 2013).
2.3. Sifat fungsional tepung
Sifat fungsional merupakan sifat fisikokimia yang mempengaruhi perilaku komponen tersebut dalam makanan selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi (Metirukmi, 1992). Karakterisasi sifat fungsional tepung diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial.
a. Kapasitas penyerapan air (KPA)
Kapasitas penyerapan air digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air. Kapasitas penyerapan air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan dengan sejumlah air. Menurut Elliason (2004), granula pati dapat basah dan secara spontan terdispersi dalam air. Air yang terserap disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara fisik maupun intermolekuler pada bagian amorphous. Kapasitas penyerapan air menentukan jumlah air yang tersedia untuk proses gelatinisasi pati selama pemasakan. Bila jumlah air kurang maka pembentukan gel tidak dapat mencapai kondisi optimum. Dengan demikian kemampuan hidrasi yang rendah kurang cocok untuk produk olahan yang membutuhkan tingkat gelatinisasi yang tinggi. Kapasitas penyerapan air juga mempengaruhi kemudahan dalam menghomogenkan adonan tepung ketika dicampur dengan air. Tingkat homogenitas adonan akan berpengaruh terhadap kualitas hasil pengukusan. Adonan yang homogen, setelah dikukus akan mengalami gelatinisasi yang merata yang ditandai tidak terdapatnya spot-spot putih atau kuning pucat pada adonan tepung yang telah dikukus (Tamet al., 2004).
b. Kapasitas penyerapan minyak
8 berhubungan dengan mekanisme KPM yang disebabkan pemerangkapan minyak secara fisik dengan gaya kapiler dan peran hidrofobisitas protein (Voutsinas & Nakai, 1983).
c. Swelling power dan kelarutan
Swelling power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di dalam air (Baah, 2009). Kelarutan merupakan berat tepung terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. Kedua parameter tersebut merupakan petunjuk besarnya interaksi antara pati dalam bidang amorphous dan bidang kristalin (Baah, 2009). Kelarutan dan swelling volume merupakan dua hal yang berkaitan dan terjadi pada saat gelatinisasi. Menurut Hoover dan Hadziyev (1981) dalam Ratyanake et al., (2002) ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi “terganggu” sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan swelling. Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan (Baah, 2009).
2.4. Flakes
Flakes adalah produk makanan kering berbentuk lembaran-lembaran tipis, bagian tepi tidak beraturan, umumnya berwarna kuning kecoklatan, tekstur renyah dan mempunyai kemampuan untuk melakukan rehidrasi. Untuk mendapatkan tekstur renyah, kadar air flakes harus berkisar 3-5% (Gupta, 1990).
Flakes merupakan salah satu produk pangan yang dikonsumsi saat sarapan yang pada umumnya terbuat dari sereal yang berbentuk serpihan. Berdasarkan teknik pengolahan dan bentuknya, pangan untuk sarapan dari sereal dibagi menjadi beberapa jenis antara lain: serpihan (flakes), hancuran atau parutan, kembangan, panggangan dan ekstrudat.
9 Sanatorium yang mengalami gangguan pencernaan, guna meningkatkan konsumsi serat pda dietnya. Flakes merupakan makanan berkarbohidrat tinggi yang diolah dengan pemanasan. Pemanasan pati disertai air akan mengakibatkan pati mengalami gelatinisasi, suatu proses hidrasi dan pelarutan granula pati. Pati yang tergelatinisasi terdiri dari granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air (Winarno, 1995). Pati yang kemudian mendingin, kehilangan energy akibat penurunan suhu menyebabkan molekul amilosa saling berikatan kembali karena energi kinetik tidak lagi cukup serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula dan membentuk Kristal yang tersusun dari butir pati yang membengkak menggabung menjadi semacam jarring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap. Gelatinisasi dan retogradasi dapat menurunkan kecernaan pati dalam usus halus karena membentuk fraksi pati yang disebut pati resisten atau resintat starch (RS), yaitu pati dan hasil pencernaan pati yang tidak diserap di dalam usus halus individu yang sehat (Asp and Bjork, 1992).
Flakes dikatakan sebagai produk cukup praktis karena ringan sehingga mudah disimpan dan relative tahan lama. Flakes termasuk produk yang mudah dalam penyiapan untuk dikonsumsi karena kemampuannya untuk rehidrasi pada saat flakes disiram atau dimasukkan dalam suatu zat cair. Umumnya bahan pelengkap yang dipakai dalam mengkonsumsi flakes adalah susu dengan alasan susu dapat meningkatkan nilai gizi.
Menurut Muchtadi (1988), pemipihan dapat dilakukan pada biji untuk partikel-partikel besar atau pada tepung. Pembuatan flakes sangatlah sederhana yaitu terdiri dari proses pemasakan butir-butir gandum, pemipihan partikel-partikel halus dengan alat penggiling an memanggangnya pada suhu tinggi.
10 Tabel 2.2. Standar Mutu Flakes
No Komponen Jumlah
6. Karbohidrat Minimal 6,0%
7. Serat kasar Maksimal 7,0%
8. Bahan tambahan makanan
a. Pemanis buatan (sakarin dan siklamat) b. Pewarna tambahan Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1996
Penelitian mengenai flakes sudah banyak dilakukan dengan berbagai kombinasi bahan antara lain kacang hijau, pisang, labu kuning, tempe, tepung kacang merah (Hapsari, 2011) dan tepung garut (Rahayu, 2011). Pada penelitian ini akan dikaji pembuatan flakes berbasis kacang gude.
2.5. Pangan Fungsional
12 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1). Mengetahui sifat fungsional ( meliputi kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, swelling power, dan kelarutan) dan sifat kimia (meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, kapasitas antioksidan, serat pangan dan antitripsin) tepung kecambah kacang merah.
2). Mengetahui kandungan gizi flakes yang terbuat dari substitusi terigu dengan tepung kecambah kacang merah meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan kapasitas antioksidan .
1.2. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1). Meningkatkan nilai ekonomi dari kacang merah.
2). Memberikan informasi tentang pengaruh perkecambahan terhadap sifat fungsional dan kimia tepung kecambah kacang merah.
13 BAB IV. METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan penelitian : Kajian sifat fungsional dan
kimia tepung kecambah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.), kemudian dilanjutkan dengan
penelitian : aplikasi tepung kecambah kacang merah menjadi flakes.
Penelitian diawali dengan membuat kecambah kacang merah. Kacang merah dibagi 2
kelompok. Satu kelompok dikecambahkan, satu kelompok lagi tidak dikecambahkan.
Kemudian dilakukan penepungan. Setelah jadi tepung kemudian dianalisis sifat fungsional
maupun kimianya. Sifat fungsional meliputi kapasitas penyerapan air (KPA), kapasitas
penyerapan minyak (KPM), swelling power, dan kelarutan, sedangkan sifat kimia meliputi
kadar air, abu, protein, lemak, anti tripsin, aktivitas antioksidan dan serat pangan. Sebagai
pembanding adalah tepung kacang merah yang tidak dikecambahkan karena penelitian ini
ingin mengetahui perubahan sifat tepung sebagai akibat proses perkecambahan. Penelitian
diulang sebanyak 3 (tiga) kali ulangan. Data tepung kecambah kacang merah dibandingakan
dengan data tepung kacang merah dengan uji t-test.
Pada penelitian berikutnya, tepung kecambah kacang merah kemudian dijadikan flakes
kecambah kacang merah dengan perlakuan perbandingan terigu dengan tepung kecambah
kacang merah. Pada penelitian ini akan diuji 5 formula flakes. Flakes berbasis tepung
kecambah kacang merah dibuat dari campuran terigu dan tepung kecambah kacang merah
dengan penggunaan tepung kecambah kacang gude ≥ 60%. Digunakan 5 macam formula
dengan perbandingan tepung kecambah kacang merah dan terigu berturut-turut sbb.:
1. Tepung kecambah kacang merah : terigu = 60 % : 40%
2. Tepung kecambah kacang merah: terigu = 70 % : 30%
3. Tepung kecambah kacang merah : terigu = 80 % : 20%
4. Tepung kecambah kacang merah : terigu = 90 % : 10%
5. Tepung kecambah kacang merah : terigu = 100 % : 0 %
14 pangan, aktivitas antioksidan. Secara skematis rancangan penelitian disajikan pada Gambar 3.1
1.
Gambar 3.1. Skema rancangan penelitian
3.1. Penelitian Tahap A
3.1.1. Bahan dan alat
Bahan utama pada penelitian ini adalah biji kacang merah yang diperoleh di pasar Badung. Adapun zat-zat kimia yang diperlukan untuk analisis adalah sbb: K2SO4, HgO ,
H2SO4 pekat,Aquadest, NaOH, H3BO3, indikator merah metil serta metil biru, HCl 0,02
N,HCl 25%, batu didih, heksana,buffer fosfat, enzim thermamyl, HCl, enzim pepsin, NaOH 1 M, enzim pankreatin, whatman 41, etanol 95%, aseton, etanol 78%, asam galat, pelarut kloroform-metanol dengan perbandingan 2:1, pelarut etil asetat, buffer asetat (pH 5.50),
Kacang merah
1. Pengujian : Formula flakes I -V melalui evaluasi sensoris (hedonik)
2. Pengujian kandungan gizi dan serat pangan flakes
Penelitian Tahap B:
- Formula berbasis tepung
kecambah kacang merah : Evaluasi sifat sensorik
- Pengujian kandungan gizi dan
serat pangan
Luaran :
1. Formula flakes tepung kecambah kacang merah terpilih
2. Kandungan gizi dan serat pangan flakes terpilih
Indikator:
15 methanol, DPPH,larutan N-α-Benzoyl-L-arginine-4-nitroanilidehyd-chloride, asam asetat dan enzim trypsin,
Peralatan yang dipakai : cawan aluminium, oven, desikator, neraca analitik, cawan porselen, tanur, labu kjeldahl, erlenmeyer, ruang asam, seperangkat alat dekstrusi, seperangkat alat destilasi, labu lemak, soxhlet, gelas arloji, kertas saring, kertas pembungkus sampel, inkubator, penyaring vakum, magnetik stirrer, freeze dryer, shaker, rotavapor, oven vakum, shaker, penyaring vakum, vacuum evaporator, aluminium foil, penangas air, spektrofotometer dan UV/Vis spktrofotometri.
3.1.2. Prosedur Penelitian
16 Kacang merah segar
Kecambah kacang gude
Kecambah kacang merah
Gambar 3.2. Proses pembuatan kecambah kacang merah (Okereke, 2008 yang dimodifikasi)
Setelah diperoleh kecambah kacang merah, kemudian dibuat tepung dengan proses seperti terlihat pada Gambar 3.3.
Kecambah kacang merah
Tepung kecambah kacang merah
Gambar 3.3. Proses pembuatan tepung kecambah kacang merah
Setelah diperoleh tepung kecambah kacang merah, selanjutnya dilakukan analisis. Sebagai pembanding adalah tepung kacang merah (tanpa perkecambahan). Adapun proses pembuatan tepung kacang merah dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Pengeringan ( 50 ± 10C , sampai kadar air sekitar 7-8 % )
Penggilingan dan pengayakan (60 mesh) Sortasi
Pencucian
Perkecambahan : Penempatan pada keranjang plastik dengan alas & tutup daun pisang (suhu kamar, tanpa cahaya )
Perkecambahan (48 jam)
17 Kacang merah
Tepung kacang gude Tepung kacang merah
Gambar 3.4. Proses pembuatan tepung kacang merah
3.1.3. Parameter:
Tepung kecambah kacang merah yang diperoleh kemudian dianalisis sifat fungsional meliputi kapasitas penyerapan air metode gravimetri (Fernandez-Lopez et al., 2009 yang dimodifiksi), kapasitas penyerapan minyak metode gravimetri (Fernandez-Lopez et al., 2009 yang dimodifikasi), swelling volumedan kelarutan (metode Collado & Corke, 1999). Analisis sifat kimia tepung meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, protein,lemak dan karbohidrat) (AOAC, 1995) , aktivitas anti tripsin (metode Kakade et al., 1974 dalam Pazlopez, 2012), kadar serat pangan metode rapid enzymatic (Asp et al., 1983) dan aktivitas antioksidan (Yun, 2001).
3.1.4. Analisis data
Data hasil analisis sifat fungsional dan kimia tepung kecambah kacang merah dibandingkan dengan tepung kacang merah (tanpa perkecambahan), dengan uji T- test menggunakan SPSS (Sarwono, 2006).
3.1.5 . Luaran dan indikator capaian
Luaran yang diharapkan dari penelitian tahap A ini adalah sifat fungsional dan kimia Disortasi
Penggilingan dan pengayakan (60 mesh) Pencucian
18 tepung kacang merah dan tepung kecambah kacang merah. Indikator capaiannya adalah : nilai KPA, KPM, swelling power, kelarutan, kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, antitripsin, antioksidan dan serat pangan.
3.2. Penelitian tahap B
Penelitian tahap B adalah aplikasi tepung kecambah kacang merah menjadi flakes. 3.2. 1. Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah tepung kecambah kacang gude, terigu, susu skim, garam, putih telur margarin, dan air. Zat-zat kimia yang diperlukan untuk analisis adalah sbb: K2SO4, HgO , H2SO4 pekat,Aquadest, NaOH, H3BO3, indikator merah metil serta metil biru,
HCl 0,02 N,HCl 25%, batu didih, heksana,buffer fosfat, enzim thermamyl, HCl, enzim pepsin, NaOH 1 M, enzim pankreatin, whatman 41, etanol 95%, aseton, etanol 78%, asam galat, pelarut kloroform-metanol dengan perbandingan 2:1, pelarut etil asetat, buffer asetat (pH 5.50), methanol, DPPH.
Peralatan yang dipakai : loyang, oven, waskom, pisau, aluminium foil, cawan aluminium, oven, desikator, neraca analitik, cawan porselen, tanur, labu kjeldahl, erlenmeyer, ruang asam, seperangkat alat dekstrusi, seperangkat alat destilasi, labu lemak, soxhlet, gelas arloji, kertas saring, kertas pembungkus sampel, inkubator, penyaring vakum, magnetik stirrer, freeze dryer, shaker, rotavapor, oven vakum, shaker, penyaring vakum, vacuum evaporator, aluminium foil, penangas air dan spektrofotometer.
3.2.2. Prosedur penelitian
19 Tabel 4.1. Persentase tepung kecambah kacang gude dan terigu
Formula
A B C D E
Terigu (%) 70 60 50 40 30
Tepung kecambah kacang merah(%) 30 40 50 60 70
Masing-masing formula flakes mengandung tepung komposit 80%. Bahan lain untuk pembuatan flakes adalah susu skim, garam, putih telur dan margarin. Adapun formula flakes tepung kecambah kacang merah dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 4.2. Formula flakes tepung kecambah kacang merah (per 100 g)
Bahan Formula (g)
A B C D E
Terigu 56 48 40 32 24
Tepung kecambah kacang merah 24 32 40 48 56
Susu skim 4 4 4 4 4
Garam 2 2 2 2 2
Putih telur 10 10 10 10 10
Margarin 4 4 4 4 4
Air*) 25 25 25 25 25
Keterangan : *) = jumlah air yang ditambahkan 25% dari jumlah total adonan.
20 Campuran tepung kecambah kacang merah dan terigu (80%)
Flakes tepung kecambah kacang merah
Gambar 4.5. Diagram alir pembuatan flakes berbasis tepung kecambah kacang merah (Rahayu, 2011 yang dimodifikasi)
3.2.3. Parameter
Setealah diperoleh flakes lalu dilakukan pengujian sensoris meliputi rasa, warna, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan oleh 20 panelis (Soekarto, 1985). Setelah diperoleh flakes tepung kecambah kacang merah yang terbaik, kemudia flakes yang terpilih dianalisis proksimat meliputi: kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat (AOAC, 1995) , aktivitas antioksidan (Yun, 2001) dan serat pangan metode rapid enzymatic (Asp et al., 1983)
3.2.4. Analisis data
Data hasil evaluasi sensoris yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS (Sarwono, 2006). Data kandungan gizi flakes dianalisis secara deskriptif.
3.2.5 . Luaran dan indikator capaian
Luaran yang diharapkan dari penelitian tahap B adalah flakes tepung kecambah kacang merah. Indikator capaiannya adalah : Formula flakes terbaik dan kandungan gizi flakes meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohirat dan kapasitas antioksidan.
Pencampuran
Pencampuran
Pemotongan menjadi bentuk persegi (1x1 cm)
Pengovenan 150oC, 10 menit Susu skim 4%, garam
2%, telur 10%
Air 25% dari seluruh bahan
Margarin 4% Pencampuran
21 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penelitian Tahap I
5.1.1. Sifat Fungsional
Sifat fungsional tepung yang diamati pada penelitian ini adalah kapasitas penyerapan air, kapasitas penyreapan minyak, swelling power dan kelarutan. Adapun data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.1 .
Tabel 5.1. Data kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, swelling power dan kelarutan tepung kacang merah dan tepung kecambah kacang merah
Perlakuan KPA (% ) KPM (%) Swelling power
(g/g)
Kelarutan (%) Tepung kacang
merah
129,59 ± 8,13 a 86,03 ± 0,92 a 3,12 ± 0,047a 20,11 ± 1,55 a Tepung
kecambah kacang merah
145,35 ± 6,49 a 89,84 ± 2,65 a 3,05 ± 0,015 a 23,37 ± 1,05 a
a. Kapasitas Penyerapan Air
Dari Tabel 5.1. telihat bahwa kapasitas penyerapan air (KPA) tepung kecambah kacang merah tidak berbeda nyata dengan tepung kacang merah. KPA tepung kecambah kacang merah sebesar 145,35% sedangkan kapasitas penyerapan air tepung kacang merah yaitu 129,59%. Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari belum mampu mengubah KPA dari tepung yang dihasilkan.
b. Kapasitas Penyerapan Minyak
Dari Tabel 5.1. terlihat bahwa kapasitas penyerapan minyak (KPM) tepung kecambah kacang merah tidak berbeda nyata dengan kapasitas penyerapan minyak tepung kacang merah. Nilai kapasitas penyerapan minyak tepung kecambah kacang merah sebesar 89,84% sedangkan tepung kacang merah sebesar 86,03%. Hal ini berarti bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 haritidak mengubah KPM dari tepung yang dihasilkan.
22 Dari Tabel 5.1. terlihat bahwa swelling power tepung kecambah kacang merah sebesar 3,05 g/g. Nilai ini lebih rendah dari swelling power tepung kacang merah yaitu 3,12 g/g, namun data ini tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama dua hari tidak mengubah swelling power dari tepung yang dihasilkan.
d. Kelarutan
Tabel 5.1. menunjukkan bahwa kelarutan tepung kecambah kacang merah sebesar 23,37%, sedangkan kelarutan tepung kacang merah yaitu 20,11%, namun tidak berbeda nyata. Data ini menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari belum mampu mengubah nilai kelarutan tepung yang dihasilkan.
5.1.2. Sifat Kimia
5.1.2.1. Kadar Proksimat dan Kapasitas Antioksidam Tepung Kacang Merah dan
Tepung Kecambah Kacang Merah
Sifat kimia tepung kecambah kacang merah yang dianalisis pada penelitian ini adalah kadar air, abu, protein, lemak, aktivitas antioksidan, serat pangan dan antitripsin. Namun sampai saat ini yang baru diamati adalah kadar air dan abu (Tabel 5.2). Analisis aktivitas antioksidan,
23 a. Kadar Air
hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perkecambahan tidak berpengaruh terhadap kadar air tepung yang dihasilkan. Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa kadar air tepung kecambah kacang merah sebesar 6,84%, sedangkan kadar air tepung kacang merah yaitu 7,72%, namun tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari tidak mengubah kadar air dari tepung yang dihasilkan.
b. Kadar Abu
Hasil analisis analisis statistik menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu tepung yang dihasilkan. Tabel 5.2. menunjukkan bahwa kadar abu tepung kecambah kacang merah sebesar 4,53% sedangkan kadar abu tepung kacang merah sebesar 4,22%. Kadar abu tepung kecambah kacang merah lebih tinggi dari kadar abu tepung kacang merah kemungkinan karena pada proses perkecambahan terbentuk mineral-mineral yang tidak ada sebelumnya. Terbentuknya mineral-mineral tersebut menyebabkan kadar abu dari tepung yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ikujenlola dan Fashakin (2005) yang menemukan bahwa perkecambahan jagung, beras dan cowpea mampu meningkatkan beberapa mineral-mineral seperti kalsium, phospor, potasium, besi, senk dan sodium.
c. Kadar Protein
24 d. Kadar Lemak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari tidak berpengaruh terhadap kadar lemak dari tepung yang dihasilkan. Dari tabel 5.1. tersebut terlihat bahwa kadar lemak tepung kecambah kacang merah sebesar 6,22%, sedangkan kadar lemak tepung kacang merah sebesar 6,60%, namun tidak berbeda nyata.
e. Kadar Karbohidrat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari tidak berpengaruh terhadap kadar kadar karbohidrat tepung yang dihasilkan. Tabel 5.2. menunjukkan bahwa kadar karbohidrat tepung kecambah kacang merah yaitu 64,82%, sedangkan kadar karbohidrat kacang merah yaitu 67,50%, namun nilai ini tidak berbeda nyata.
f. Kapasitas Antioksidan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kapasitas antioksidan tepung yang dihasilkan. Kapasitas antioksidan tepung kecambah kacang merah lebih tinggi dari tepung kacang merah. Tabel 5.2. menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan tepung kacang merah sebesar 85,49 mg/Kg, sedangkan tepung kecambah kacang merah 140,34 mg/Kg. Hasil ini menunjukkan proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari mampu meningkatkan kapasitas antioksidan. Hal ini senada dengan hasil penelitian Martinez at al., (2012), tentang pengaruh perkecambahan terhadap kapasitas antioksidan biji L. campestris. Secara umum, selama germinasi terjadi peningkatan zat-zat nutrisi terutama setelah munculnya buluh akar yaitu setelah 24-48 jam perkecambahan (Andarwulan dan Hariyadi, 2005). Zat-zat nutrisi tersebut kemungkinan senyawa-senyawa fenol yang termasuk ke dalam senyawa antioksidan.
5.2.2.2. Kadar Serat Pangan dan Aktivitas Antitripsin Tepung Kacang Merah dan Tepung Kecambah kacang Merah
25 Tabel 5.3. Data kadar serat pangan dan aktivitas antitripsin tepung kacang merah dan tepung
kecambah kacang merah
Sampel Kadar serat pangan (% bb) Aktivitas antitripsin (mg/g sampel)
Tepung kacang merah 32,23 ± 0,62 a 4238,06 ± 80,49 a Tepung kecambah kacang
merah 34,29 ± 0,33 b 2983,59 ± 4,10 b
Ket.: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0.01)
a. Kadar Serat Pangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perkecambahan kacang merah selama 2 hari berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap kadar serat pangan tepung yang dihasilkan. Tabel 5.3. menunjukkan bahwa proses perkecambahan mampu meningkatkan kadar serat pangan tepung. Kadar serat pangan tepung kacang merah sebesar 32,23% sedangkan kadar serat pangan tepung kecambah kacang merah 34,29%. Hal ini didukung oleh penelitian Benitez et al., (2013), yang meneliti tentang pengaruh perkecambahan terhadap kadar serat pangan legum. Uchegbu dan Amulu (2015) juga membuktikan bahwa perkecambahan mampu meningkatkan kadar serat Afrika Yam Bean.
b. Aktivitas Antitripsin
26 5.2. Penelitian Tahap II
Penelitian tahap II adalah membuat flakes dengan bahan baku tepung kecambah kacang merah. Flakes yang dibuat disini dengan perlakuan perbandingan tepung terigu dengan tepung kecambah kacang merah. Ada lima formula yang dicoba pada penelitian ini yaitu :
Formula A : 70% terigu : 30% tepung kecambah kacang merah Formula B : 60% terigu : 40% tepung kecambah kacang merah Formula C : 50% terigu : 50% tepung kecambah kacang merah Formula D : 40% terigu : 60% tepung kecambah kacang merah Formula E : 30% terigu : 70% tepung kecambah kacang merah
5.2.1. Evaluasi Sensoris Flakes
Data hasil evaluasi sensoris dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil Evaluasi Sensoris Flakes Tepung Kecambah Kacang Merah
Kriteria Formula
A B C D E
Warna 5,5 a 5,31 a 5,25 a 5,21 a 4,63 a
Aroma 5,5 a 5,38 a 5,25 a 4,94 a 5,19 a
Tekstur 5,19 a 5,88 a 5,56 a 5,56 a 5,31 a
Rasa 4,75 a 5,25 a 5,13 a 4,63 a 4,81 a
Penerimaan Keseluruhan 5,19 a 5,38 a 5,25 a 5,06 a 5,13 a
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung terigu dengan tepung kecambah kacang merah tidak berpengaruh terhadap karakteristik flakes yang dihasilkan baik secara warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan. Untuk mengambul keputusan formula yang terbagus, maka diambil data yang tertinggi di antara kelima perlakuan.
a. Warna
27 dan 70% tepung kecambah kacang merah). Semakin banyak penggunaan tepung kecambah kacang merah penerimaan panelis terhadap warna flakes semakin menurun. Hal ini kemungkinan dikarenakan panelis lebih menyukai warna flakes yang terbuat dari lebih banyak terigu. Semakin banyak penggunaan tepung tepung kecambah kacang merah, warna flakes semakin kurang disukai oleh panelis.
b. Aroma
Hasil evaluasi sensoris terhadap aroma pada Tabel 5.4. menunjukkan bahwa nilai aroma tertinggi yaitu 5,5 diperoleh pada formula A (70% terigu dan 30% tepung kecambah kacang merah), sedangkan yang terendah yaitu 4,94 diperoleh pada perlakuan D (40% terigu dan 60% tepung kecambah kacang merah). Semakin banyak penggunaan tepung kecambah kacang merah, penerimaan panelis terhadap aroma flakes semakin menurun. Hal ini kemungkinan dikarenakan panelis lebih menyukai aroma flakes yang terbuat dari lebih banyak terigu. Semakin banyak penggunaan tepung tepung kecambah kacang merah, aroma flakes semakin kurang disukai oleh panelis.
c. Tekstur
Hasil evaluasi sensoris terhadap tekstur pada Tabel 5.4. menunjukkan bahwa nilai tekstur tertinggi yaitu 5,88 diperoleh pada formula B (60% terigu dan 40% tepung kecambah kacang merah), sedangkan yang terendah yaitu 5,19 diperoleh pada perlakuan A (70% terigu dan 30% tepung kecambah kacang merah).
d. Rasa
Hasil evaluasi sensoris terhadap rasa pada Tabel 5.4. menunjukkan bahwa nilai rasa tertinggi yaitu 5,25 diperoleh pada formula B (60% terigu dan 40% tepung kecambah kacang merah), sedangkan yang terendah yaitu 4,23 diperoleh pada perlakuan D (40% terigu dan 60% tepung kecambah kacang merah).
e. Penerimaan Keseluruhan
28 tepung kecambah kacang merah), sedangkan yang terendah yaitu 5,06 diperoleh pada perlakuan D (40% terigu dan 60% tepung kecambah kacang merah).
Dari data evaluasi sensoris, dapat diambil kesimpulan bahwa flakes yang dibuat dengan formula B (60% terigu dan 40% tepung kecambah kacang merah) merupakan flakes yang dipilih terbaik oleh panelis karena dari lima parameter yaitu warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan, formula B mendapat tiga kali nilai tertinggi.
5.2.2. Sifat Fungsional Flakes
Sifat fungsional flakes dengan formula 60% terigu dan 40% tepung kecambah kacang merah dapat dilihat pada Tabel 5.5. berikut.
Tabel 5.5. Sifat Fungsional Flakes tepung Kecambah Kacang Merah Sampel KPA (% bb) KPM (%bb) Swelling power
(g/g)
Kelarutan (%)
Flakes 186,64 146,02 4,71 20,1
Dari Tabel 5.5. terlihat bahwa flakes yang terbuat dari formula 60% terigu dan 40% tepung kacang merah mempunyai kapasitas penyerapan air 186,64%, kapasitas minyak 146,02%, swelling volume 4,71 g/g dan kelarutan 20,1 %.
5.2.3. Sifat Kimia Flakes
Sifat kimia flakes yang terbuat dari formula 60% terigu dan 40% tepung kecambah kacang merah dapat dilihat pada Tabel 5.6.
29 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a. Proses perkecambahan kacang merah tidak berpengaruh terhadap sifat fungsional (kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, swelling power dan kelarutan) dari tepung yang dihasilkan. Kapasitas penyerapan air dari tepung kecambah kacang merah sebesar 145,35%, kapasitas penyerapan minyak sebesar 89,84%, swelling power 3,06 g/g dan kelarutan 22,30%.
b. Proses perkecambahan kacang merah tidak berpengaruh terhadap kadar air, kadar lemak dan kadar karbohidrat tepung yang dihasilkan, namun mampu meningkatkan kadar abu, kadar protein, kapasitas antioksidan dan serat pangan serta mampu menurunkan aktivitas antitripsin tepung yang dihasilkan.
Tepung kecambah kacang merah mempunyai kadar air 6,84%, kadar abu 4,53%, kadar protein 17,59, kadar lemak 6,22% dan kadar karbohidrat 64,82%, kadar serat pangan 32,23% dan aktivitas antitripsin 2983,59 mg/g sampel.
c. Flakes yang paling disukai oleh panelis adalah flakes yang terbuat dari 60% terigu dan 40% tepung kecambah kacang merah dengan kapasitas penyerapan air 185,5%, kapasitas penyerapan minyak 145,0%, swelling volume 4,72g/g dan kelarutan 20,4% dengan kadar air 5,18%, kadar abu 4,19%, kadar protein 12,56%, kadar lemak 9,83% dan kadar karbohidrat 68,24%.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh lama waktu perkecambahan terhadap
30 DAFTAR PUSTAKA
Anita, S. 2009. Studi Sifat Fisiko-Kimia, Sifat Fungsional Karbohidrat dan Aktivitas Antioksidan Tepung Kecambah Kacang Komak (Lablab purpureus (L). sweet). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Adedeji, O.E., O.D.Oyinloye and O.B. Ocheme. Effects of germination time on the functional properties of maize flour and the degree of gelatinization of its cookies . African Journal of Food Science. Vol. 8 (1); 42-47.
Anonim. 2009. Kacang Merah.
http://CrmipEzUeSkJ:epaper.republika.co.id/berita/30944+Tiamin+Kacang+Merah+ =clnk&gl=id. Diakses tanggal 12 Desember 2014.
AOAC (Association of Official Analytical Chemistry). 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry International. Washington DC: AOAC International.
Asp, NG and Bjork. 1992. Resistant Starch. In Trends in Food Sience and Technology 3: Elsevier, London, pp.111-4
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai. Solo. Afify, A.E.M., H.S El-Beltagi., S..MA.El-Salam, & A.A. Omran 2012. “Solubility,
Digestibility and Fractionation after Germination of Sorghum Varieties”, Available from:journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0031154.
Baah, D.F. 2009. Characterization of Water Yam (Dioscorea atalata) for Existing and Potensal Food Product. Thesis. Faculty of Biosciences Kwame Nkrumah Uniersity, Nigeria.
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Sayuran di
Indonesia.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=
1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=20. Diakses pada tanggal 8 Mei 2014.
31 Bau, HM., C. Villaume, JP. Nicolas and L. Méjean. 1997. Effect of Germination on Chemical Composition, Biochemical Constituents and Antinutritional Factors of Soya Bean (Glycine max) Seeds. J. Food Sci. and Agric.73 (1): 1–9
Benitez, V., S. Cantera, Y. Aguilera, E. Molla, R. M.Esteban, MF. Diaz, M.A.A. Cabrejaz. 2013. Impact of germination on starch, dietary fiber and physicochemical properties in non-conventional legumes. Journal of Food Research International. 50 (1): 64-69
Bhandari, B. 2000. Understanding Food: Priciples and Preparation. Wadsworth Thomson Learning. USA. www: Fst.edu.av/staff/bbhandari/teaching/brown.Amy.
Borijindakul, L. dan Y. Phimolsiripol. 2013. Physicochemical and Functional Properties of Starch and Germinated Flours from Dolichos lablab. J. Food and App. Biosc.. 1(2): 69-80
Chung, H.J., D. Liu, Pauls, K.P., Fan, M.Z. and Yada, R. 2008. In vitro starch digestibility, expected glycemic index and some physicochemical properties of starch and flour from common bean (Phaseolus vulgaris L.) varieties grown in Canada. J. Food Res. Intern. 41: 869-875.
Collado LS, and H. Corke. 1999. Heat moisture treatment effect on sweet potato starches differing in amylosa content. J. Food Chem 65: 339-346.
Copeland, LO. and M. B. Mc Donald, 2001 Seed germination In: Principles of seed science and technology, 4th Ed., 72123 , Kluwer Academic Publishers Group. Netherlands.
Desai, B.B., P.M. Kotecha and D.K. Salunkhe. 1997. Seeds Handbook: Biology, Production, Processing, and Storage. Marcel Dekker, New York.
Dewi. 2012. Jantung Koroner Dapat Diobati. Available from :http://www.tabloidcleopatra.com/jantung-koroner-dapat-diobati/ Diakses: 15 Januari 2013.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhartara Karya Aksara, Jakarta.
Donangelo, CM., L.C. Trugo, N.M.F. Trugo and B.O. Eggum. 1995. Effect of Germination of Legume Seeds on Chemical Composition and on Protein and Energy Utilization in Rats. J. Food Chem. 53 (1): 23–28
Elliasson, A.C. 2004. Starch in Food. Structure, Function and Application. Woodhead Publishing Limited. CRC Press, New York.
32 Fernandez-Lopez, J. Sendra-Natal, E. Navarro, C.Sayas, E.V. Martos and Perez-Alvarez. 2009. Storage Stability of a High Dietary Fibre Powder From Orange by-Products. International J. Food Sci. and Tech., 44:748-756.
Frias, J. , C.Diaz-Pollan, CL. Hedley, C. VidalValverde. 1995. Evolution of Trypsin Inhibitor Activity during Germination of Lentils. J. Agric. Food Chem. 43 (8): 2231-34
Garko,M. 2012. Coronary Heart Disease – Part I: The Prevalence, Incidence, Mortality and Pathogenesis of the Leading Cause of Death in the United States. Available from :www.letstalknutrition.com.
Gomez, K. A. dan Gomez, A. A., (1995), Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian, Terjemahan: Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah, UI Press, Jakarta,
Gunnes, P and MJ. Gidley. 2010. Mechanisms Underlying the Cholesterol-Lowering Properties of Soluble Dietary Fibre Polysaccharides. J.Food Funct.1: 149-155
Gupta, R.K. 1990. Processing of Fruit, Vegetables and Other Food Processing (Process Food Industries). New Dehli: SBP of Consultant Engineers.
Hapsari, AH. 2011. Formula Flakes Berbasis Tepung Kacang Merah (Phaseoulus vulgaris L.) : Evaluasi Sifat Sensorik, Fisik dan Kimia. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Ygyakarta. Harland, JI. 2012. Food Combinations for Cholesterol Lowering. Nutr. Res.Rev. 25 (2):
249-266
Hasler, CM. 2002. Functional Foods: Benefits, Concerns and Challenges—A Position Paper from the American Council on Science and Health. J. Nutr. 132 (12): 3772-3781
Igene, FU., SO Oboh, dan VA. Aletor. 2005. Effect of Some Processing Techniques on Functional Properties of Winged Seed Flours. J. of Agric. And Environment. Vol.3 (2) : 28-31
Ikujenlola, VA. And Fashakin, JB. 2005. The physico-chemical properties of a complementary diet prepared from vegetable proteins. J. of Food Agriculture & Environment Vol.3 (3&4) : 23-26
Kariluoto, S. , KH. Liukkonen, O. Myllymäki, L.Vahteristo , A.Kaukovirta-Norja, and V. Piironen. 2006. Effect of Germination and Thermal Treatments on Folates in Rye. J.Agric Food Chem. 54(25):9522-8
Lin, PY and Lai, HM. 2006. Bioactive compounds in legumes and their germinated products.
33 Martin-Cabrejas, MA, MF. Diaz, Y.Aguilera, V.Benitez, E.Molla and RM.Esteban. 2008. Influence of germination on the soluble carbohydrates and dietary fibre fractions in non-conventional legumes. J. Food Chem., 107:1045- 1052.
Martinez, CJ., AC.Martinez and ALM.Ayala. 2012. Changes in Protein, Non nutritional Factors, and Antioxidant Capacity during Germination of L. campestris Seeds. Intern.J. Agronomy. 7 :10-11
Metirukmi, D. 1992. Peranan kedelai dan hasil olahanya dalam penanggulangan masalah gizi ganda. Makalah disampaikan dalam Seminar Pengembangan Teknologi Pangan dan Gizi Menyongsong Pelita VI, Bogor, 19 Desember1992.
Muchtadi, TR. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. PAU, Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Okereke, 2008. Functional properties of processed pigeon pea (Cajanus cajan) flour. Intern. J.
of Tropical Agric. and Food Systems 2 (3): 3-4 Onwuka, C. Frank, Ikewuchi, C.Chaterine, Ikewuchi, C. Jude and O. Edward. 2009.
Investigation on the effect of Germination on the Proximate Composition of African Yam Bean (Sphenostylis stenocarpa Hochst ex A Rich) and Fluted Pumpkin (Telferia occidentalis). J. Appl. Sci. Environ.
Pazlopez, CM. 2012. Common Beans Cooked at High Altitudes Have Higher Trypsin Inhibitor Activitya and Lower Protein Digestibility Than Beans Cookes at Sea Level. Presented to The College of agriculture and Life Science, Physical Sciences, Cornel University, America.
Pranoto HS, WQ. Mugnisjah and E.Murniati. 1990. Biologi Benih. Bogor: Pusat Antar Universitas, IPB.
Rahayu, M. 2011. Formulasi dan Evaluasi Sifat Sensoris, Kimiawi dan Fisikawi Flakes Berbasis Tepung Garut (Marantha arundinacea L). Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Ygyakarta.
Rusydi, M., C.W. Noraliza, A.Azrina, dan A. Zulkhairi. 2011. Nutritional changes in germinated legumes and rice varieties. J of Intern. Food Res. 18: 705-713
Sandhu, KS dan ST. Lim. 2008. Digestibility of Legume Starches as Influenced by Their Physical and Structural Properties. J. Carbohidrat Polymer.71: 245-252.
Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Andi Offset. Yogyakarta.
34 Srimany, A. 2012. Effect of Germination on Physico-chemical Properties of Some Agricultural Commodities.Thesis. Departement of Food Technology and Biochemical Engineering, faculty of Engineering and Technology, Jadavpur University Kolkata.
Sulistyowati. 2008. Kacang Merah. http://kacangmerah-mitra.blokspot.com/. Diakses tanggal 6 April 2014.
Tam, L.M., H. Corke, W.T. Tan, J. Li, and L.S. Collado. 2004. Production of bihon-type noodle from maize starch differing in amylosa content. J Cereal Chem.. 81(4):475-480.
Tian, B., B. Xie, J. Shi, J.Wu, Y. Cai, T. Xu, SJ. Xue, and Q. Deng. 2010. Physicochemical Changes of Oat Seeds During Germination. J. of Food Chem. 119(3) : 1195-1200 Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prowirokusumo S, dan Lebdosukedjo L. 1991.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Torres, A., J.Frias, M.Granito, dan C.Vidal. 2007. Fermented Pigeon Pie (Cajanus cajan) Ingredient in Pasta Product. J. Food Chem. 101 (18):202-211.
Uchegbu, N.N., and F.N. Amulu. 2015. Effect of Germination on Proximate, Available Phenol and Flavonoid Content, and Antioxidant Activities of African Yam Bean (Sphenostylis stenocarpa). International Journal of Biological, Biomolecular, Agricultural, Food and Biotechnological Engineering Vol:9, No:1: 106-9
Voutsinas, L.P. and Nakai, S. 1983. A simple turbidimetric method for determining the fat binding capacity of proteins. Journal Agri. Food Chem. 31 : 58-61.
Wildman, REC. 2001. Handbook of Functional Food and Nutraceuticals. Boca Raton: CRC Press. ISBN 0-8493-8734-5
Winarno, FG., SS. Endang dan AB. Ahza. 1980. Mempelajari Pengaruh Proses Perkecambahan Biji-bijian terhadap Sifat Fisik dan Kimia Rendemen Tepung. Bul. FTDC-IPN, Mei 1980, Bogor
Winarno, FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarsi, H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah: Manfaatnya Bagi Kesehatan. Kanisius, Yogyakarta. ISBN:978-979-21-2886-4.
Yamada, K., N. Sato-Mito, J. Nagata, K.Umegaki. 2008. "Health claim evidence requirements in Japan". J.Nutr. (dalam bahasa English) (American Society for Nutrition) 138: 1192S–1198S
35 LAMPIRAN – LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. UJI T-TEST SIFAT FUNGSIONAL TEPUNG Kapasitas Penyerapan Air
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation
Std. Error Mean Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
145.3500 3 6.49243 3.74840
Tepung Kacang Merah 129.5900 3 8.13279 4.69547
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
37 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
89.8367 3 2.65368 1.53210
Tepung Kacang Merah 86.0267 3 .92425 .53361
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
38 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
3.0467 3 .01528 .00882
Tepung Kacang Merah 3.1167 3 .04726 .02728
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
39 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
23.3667 3 1.05040 .60645
Tepung Kacang Merah 20.1100 3 1.55116 .89556
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
40 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
6.8433 3 .31786 .18352
Tepung Kacang Merah 7.7233 3 .59214 .34187
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
41 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
4.5267 3 .06658 .03844
Tepung Kacang Merah 4.2167 3 .05508 .03180
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
42 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
6.2233 3 .35105 .20268
Tepung Kacang Merah 6.5967 3 .90666 .52346
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
43 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
17.5867 3 1.32478 .76486
Tepung Kacang Merah 13.9600 3 1.29572 .74809
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
44 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
64.8200 3 1.78303 1.02943
Tepung Kacang Merah 67.5033 3 1.34931 .77902
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
45 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
34.2567 3 .32868 .18977
Tepung Kacang Merah 32.3233 3 .61598 .35564
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
46 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
2985.9600 3 4.10496 2.37000
Tepung Kacang Merah 4201.8100 3 80.49326 46.47281
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah -
47 Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah
140.3400 3 3.51000 2.02650
Tepung Kacang Merah 85.4867 3 6.91500 3.99238
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig. Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah & Tepung Pair 1 Tepung Kecambah
Kacang Merah - Tepung Kacang Merah
48 LAMPIRAN 2. UJI STATISTIK EVALUASI SENSORIS FLAKES TEPUNG KECAMBAH
KACANG MERAH
1. Warna
Descriptives
Warna
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
H1 16 5.5000 1.03280 .25820 4.9497 6.0503 3.00 7.00
H2 16 5.1250 1.25831 .31458 4.4545 5.7955 2.00 7.00
H3 16 5.2500 1.12546 .28137 4.6503 5.8497 3.00 7.00
H4 16 5.3125 1.35247 .33812 4.5918 6.0332 2.00 7.00
H5 16 4.6250 1.14746 .28687 4.0136 5.2364 2.00 6.00
Total 80 5.1625 1.19539 .13365 4.8965 5.4285 2.00 7.00
Test of Homogeneity of Variances
Warna
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.406 4 75 .804
ANOVA
Warna
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.950 4 1.738 1.230 .305
Within Groups 105.938 75 1.413
49 Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Warna
Duncana
Perlakuan N
Subset for alpha
= 0.05
1 Notasi
H5 16 4.6250 a
H2 16 5.1250 a
H3 16 5.2500 a
H4 16 5.3125 a
H1 16 5.5000 a
Sig. .066
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
50 2. Aroma
Descriptives
Aroma
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
H1 16 5.5000 .73030 .18257 5.1109 5.8891 4.00 7.00
H2 16 5.2500 .57735 .14434 4.9424 5.5576 4.00 6.00
H3 16 5.3750 .88506 .22127 4.9034 5.8466 4.00 7.00
H4 16 4.9375 1.23659 .30915 4.2786 5.5964 2.00 6.00
H5 16 5.1875 1.10868 .27717 4.5967 5.7783 3.00 7.00
Total 80 5.2500 .93457 .10449 5.0420 5.4580 2.00 7.00
Test of Homogeneity of Variances
Aroma
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.824 4 75 .031
51 Aroma
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.875 4 .719 .815 .519
Within Groups 66.125 75 .882
Total 69.000 79
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Aroma
Duncana
Perlaku
an N
Subset for alpha =
0.05
1 Notasi
H4 16 4.9375 a
H5 16 5.1875 a
H2 16 5.2500 a
H3 16 5.3750 a
H1 16 5.5000 a
Sig. .136
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
52 3. Tekstur
Descriptives
Tekstur
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
H1 16 5.1875 1.04682 .26171 4.6297 5.7453 3.00 6.00
H2 16 5.8750 1.02470 .25617 5.3290 6.4210 3.00 7.00
H3 16 5.5625 .81394 .20349 5.1288 5.9962 3.00 6.00
H4 16 5.5625 .62915 .15729 5.2272 5.8978 4.00 6.00
H5 16 5.3125 1.25000 .31250 4.6464 5.9786 2.00 7.00
53 Test of Homogeneity of Variances
Tekstur
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.110 4 75 .358
ANOVA
Tekstur
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.500 4 1.125 1.180 .326
Within Groups 71.500 75 .953
Total 76.000 79
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Tekstur
Duncana
Perlaku
an N
Subset for alpha =
0.05
1 Notasi
H1 16 5.1875 a
H5 16 5.3125 a
H3 16 5.5625 a
H4 16 5.5625 a
H2 16 5.8750 a
54 Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
16,000.
4. Rasa
Descriptives
Rasa
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
H1 16 4.7500 1.18322 .29580 4.1195 5.3805 2.00 6.00
H2 16 5.2500 1.18322 .29580 4.6195 5.8805 3.00 7.00
H3 16 5.1250 1.40831 .35208 4.3746 5.8754 2.00 7.00
H4 16 4.6250 1.50000 .37500 3.8257 5.4243 2.00 7.00
55 Descriptives
Rasa
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
H1 16 4.7500 1.18322 .29580 4.1195 5.3805 2.00 6.00
H2 16 5.2500 1.18322 .29580 4.6195 5.8805 3.00 7.00
H3 16 5.1250 1.40831 .35208 4.3746 5.8754 2.00 7.00
H4 16 4.6250 1.50000 .37500 3.8257 5.4243 2.00 7.00
H5 16 4.8125 1.22304 .30576 4.1608 5.4642 2.00 6.00
Total 80 4.9125 1.29452 .14473 4.6244 5.2006 2.00 7.00
Test of Homogeneity of Variances
Rasa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.402 4 75 .807
ANOVA
Rasa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.450 4 1.113 .652 .627
Within Groups 127.938 75 1.706
56 Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Rasa
Duncana
Perlaku
an N
Subset for alpha =
0.05
1 Notasi
H4 16 4.6250 a
H1 16 4.7500 a
H5 16 4.8125 a
H3 16 5.1250 a
H2 16 5.2500 a
Sig. .236
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.