• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Dan Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah (Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Dan Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah (Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PEMANFAATAN LIMBAH

TERNAK SAPI PERAH (Kampung Areng,

Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Kabupaten Bandung Barat)

RITA PAJARWATI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan dan Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah (Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

RITA PAJARWATI. Analisis Pendapatan dan Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah (Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Sub sektor peternakan memiliki peran yang strategis dari sisi pembangunan ekonomi nasional, di antaranya berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar Rp 145 720 milyar pada tahun 2012, serta sebagai sumber energi alternatif terbarukan dari pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Biogas menjadi salah satu solusi untuk mencukupi kebutuhan energi sektor rumah tangga yang semakin meningkat dengan laju pertumbuhan sekitar 0.88% per tahun. Penelitian ini menganalisis pendapatan usahaternak sapi perah tipe I dan II, menganalisis perubahan konsumsi energi sebelum dan sesudah penggunaan biogas dan selisih biaya konsumsi energi antara peternak tipe I dan II, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pemanfaatan biogas. Metode yang digunakan adalah analisis pendapatan dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan usahaternak sapi perah tipe I lebih besar dibandingkan tipe II dengan nilai selisih pendapatan sebesar Rp 146 273/bulan/ST. Konsumsi energi berkurang sebanyak dua kali lipat, dan selisih biaya konsumsi energi diantara kedua tipe usahaternak sebesar Rp 182 560. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan peternak untuk menggunakan biogas di antaranya jumlah ternak, pengeluaran untuk membeli gas elpiji, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan responden. Nilai R/C rasio yang dihasilkan lebih besar dari satu, sehingga usahaternak menguntungkan.

(4)

ABSTRACT

RITA PAJARWATI. The Analysis of Income and Factors Influencing The Utilization of Dairy Cattle Waste (Areng Sub Village, Cibodas Village, Lembang District, West Bandung Regency). Supervised by ADI HADIANTO.

Livestock sub-sector has a strategic role in terms of national economic development, including contributing to the Gross Domestic Product of Rp 145,720 billion in 2012, as well as an alternative renewable energy sources from the utilization of livestock manure into biogas. Biogas becomes one solution to meet the energy needs of the household sector that increased to the growth rate of about 0.88% per year. This study analyzes income of dairy cattle business types I and II, to analyze the changes of energy consumption before and after the use of biogas and energy consumption cost difference between the farmers types I and II, as well as to identify the factors that influence the decision of the utilization of biogas. The method used is the analysis of income and logistic regression analysis. The results showed that the rate of dairy cattle business income type I is greater than type II with the increment value income of Rp 146,273/month/ST. Energy consumption is reduced as much as two-fold, and the difference in the cost of energy consumption between the two types of cattle business Rp 182 560. The factors that significantly influence the breeder's decision to use biogas in between the number of livestock, expenditure on purchase of LPG, gender, and education level of the respondents. Value of R/C ratio is greater than one, so the cattle business is profitable.

(5)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PEMANFAATAN LIMBAH

TERNAK SAPI PERAH (Kampung Areng,

Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Kabupaten Bandung Barat)

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah bidang ekonomi pertanian dengan judul Analisis Pendapatan dan Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah (Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan dukungan, arahan, serta bantuan dalam penyelesaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Wahya Burhanudin (Alm), Ibu Sukarsih, kakak Endah Wahyati, Sahlan, Diar Nugraha, Linda Wahyuni, dan adik Adi Setiawan, kepada keluarga WH dan #DiJaminGaGaring yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan keceriaan, serta seluruh keluarga besar, saudara, dan sahabat atas segala doa dan kasih sayang yang begitu melimpah.

Penghargaan dan penghormatan, penulis sampaikan kepada segenap dosen beserta staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas ilmu dan bantuannya selama ini, serta kepada keluarga Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan khususnya angkatan 47 dan teman-teman satu bimbingan yang selalu saling menyemangati dan bersama-sama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis ucapkan pula kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala kontribusi dan bantuan hingga terselesaikannya penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lainnya

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Konsep Usahaternak Sapi Perah ... 10

2.2 Limbah Peternakan ... 12

2.3 Pemanfaatan Limbah Peternakan untuk Biogas ... 13

2.4 Pemanfaatan untuk Pupuk Organik ... 14

2.5 Pemanfaatan Biogas ... 15

2.6 Penelitian Terdahulu ... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 24

3.1.1 Penerimaan usahaternak sapi perah ... 24

3.1.2 Biaya usahaternak sapi perah ... 24

3.1.3 Pendapatan usahaternak sapi perah ... 25

3.1.4 Analisis regresi logit ... 25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

IV. METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 29

4.4 Metode Analisis Data ... 30

4.4.1 Model logit ... 30

(9)

4.4.1.2Uji signifikansi parsial ... 33

4.4.2 Analisis pendapatan ... 33

4.4.3 Analisis R/C rasio ... 35

4.4.4 Analisis konsumsi energi ... 35

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 37

5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 37

5.1.1 Letak geografis dan topografi ... 37

5.1.2 Keadaan lahan dan jenis penggunaannya ... 37

5.1.3 Potensi sumberdaya manusia dan mata pencaharian ... 38

5.2 Karakteristik Responden ... 38

5.2.1 Jenis kelamin ... 39

5.2.2 Usia ... 40

5.2.3 Tingkat pendidikan ... 40

5.2.4 Status kepemilikan ternak ... 41

5.2.5 Lama usahaternak ... 41

5.2.6 Jumlah ternak ... 42

5.3 Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng ... 42

5.4 Perkembangan Biogas di Kampung Areng ... 42

5.5 Proses Pembuatan Biogas ... 43

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

6.1 Teknis Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng ... 46

6.2 Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Tipe I dan II ... 51

6.1.1 Penerimaan usahaternak sapi perah tipe I dan II ... 51

6.1.2 Biaya usahaternak sapi perah tipe I dan II ... 55

6.1.3 Analisis pendapatan usahaternak sapi perah tipe I dan II ... 57

6.1.4 Analisis R/C rasio usahaternak sapi perah tipe I dan II di Kampung Areng ... 59

6.3 Konsumsi Energi Peternak Sapi Perah Tipe I dan II di Kampung Areng .. 60

6.4 Identifikasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Keputusan Peternak untuk Memanfaatkan Biogas ... 64

VII.SIMPULAN DAN SARAN ... 70

(10)

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 76

RIWAYAT HIDUP ... 88

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2012 ... 1

2 Data Populasi Sapi Perah di Pulau Jawa Tahun 2009-2013* ... 6

3 Nilai Kesetaraan Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain ... 14

4 Persamaan dan Perbedaan Penelitian ... 19

5 Penelitian Terdahulu ... 21

6 Data Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Usahaternak ... 30

7 Matriks Metode Analisis Data ... 30

8 Luas Wilayah Menurut Penggunaan ... 37

9 Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Cibodas ... 38

10 Karakteristik Responden di Kampung Areng ... 39

11 Produksi Susu yang Dihasilkan Bangsa Sapi Perah ... 46

12 Komposisi Rata-rata Populasi Sapi Perah yang Dimiliki Responden ... 47

13 Rata-rata Pemberian Pakan Ternak Sapi Perah di Kampung Areng ... 49

14 Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah di Kampung Areng ... 49

15 Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Tipe I (Rp/bulan/ST) ... 53

16 Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Tipe II (Rp/bulan/ST) ... 54

17 Rata-rata Biaya Usahaternak Sapi Perah Tipe I (Rp/bulan/ST) ... 56

18 Rata-rata Biaya Usahaternak Sapi Perah Tipe II (Rp/bulan/ST) ... 57

19 Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah (Rp/bulan/ST) ... 58

20 Selisih Penerimaan Usahaternak per Bulan di Desa Haurngombong ... 59

21 Analisis Ekonomi Pendapatan Usahaternak di Desa Haurngombong ... 59

22 Rata-rata R/C Rasio Usahaternak Sapi Perah Tipe I dan II ... 60

23 Penggunaan Sumber Energi Peternak Responden ... 61

(11)

25 Rata-rata Biaya Konsumsi Energi Responden... 63

26 Perbedaan Jumlah Konsumsi Kayu Bakar di Wilayah Perbukitan Nepal ... 64

27 Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Biogas ... 65

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 PDB Peternakan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2008-2011* (Milyar Rp) ... 2

2 Hubungan Teknologi Biogas dan Kesejahteraan Penggunanya ... 17

3 Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 28

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Dokumentasi ... 76

2 Pendapatan Peternak Sapi Perah Tipe I di Kampung Areng ... 79

3 Pendapatan Peternak Sapi Perah Tipe II di Kampung Areng ... 81

4 Hasil Regresi Logistik ... 83

(12)
(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sub sektor peternakan memiliki peran yang cukup strategis dari sisi pembangunan ekonomi nasional, di antaranya berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan pangan, bahan energi, pakan dan bahan baku industri, serta sumber pendapatan di pedesaan. Kontribusi subsektor peternakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2012 Lapangan

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

(14)

Gambar 1 PDB Peternakan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2008-2011* (Milyar Rp)

Sumber : Ditjennak (2013)

Data di atas menunjukkan bahwa nilai PDB sub sektor peternakan, baik atas dasar berlaku maupun atas dasar harga konstan menghasilkan tren positif. Laju pertumbuhan sub sektor peternakan pada tahun 2010 sebesar 4.27%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2009 sebesar 3.45% (angka tetap). Laju pertumbuhan sub sektor peternakan pada tahun 2012**) sebesar 4.82%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011*) sekitar 4.78% (angka sementara). Sehingga berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto yang menunjukkan tren positif setiap tahunnya menunjukkan bahwa sub sektor peternakan berperan sebagai tonggak perekonomian yang perlu dikembangkan.

(15)

konsumen masih rendah, harga jual pedet/sapi perah yang tidak stabil, dan pencemaran dari limbah ternak yang dihasilkan dari kegiatan usahaternak.

Permasalahan dalam subsektor peternakan harus diselesaikan dengan melibatkan berbagai aspek secara komprehensif. Nurlina et.al (2011) menyatakan bahwa dalam upaya mencapai perkembangan sub sektor peternakan secara positif diperlukan berbagai aspek yang mendukung, seperti pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) peternak, Sumber Daya Alam (SDA), modal, teknologi, dan kelembagaan, dimana setiap aspek memilki fungsi dan peran masing-masing untuk memberikan hasil yang positif. Salah satu keunggulan pada sub sektor peternakan adalah adanya limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif yang berguna dan memberikan manfaat besar bagi peternak.

Secara umum terjadinya peningkatan jumlah populasi penduduk berkorelasi positif dengan peningkatan kebutuhan energi. Sensus Penduduk (SP) tahun 1971-2010 yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan menjadi dua kali lipat selama hampir 40 tahun, dari sekitar 118 juta pada tahun 1971 menjadi 237 juta pada tahun 2010. Kondisi ini akan menyebabkan kenaikan permintaan energi nasional, salah satunya kebutuhan energi di sektor rumah tangga. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) tahun 2011, pertumbuhan energi di sektor rumah tangga secara perlahan terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 0.88% per tahun dimana pertumbuhan konsumsi energi tertinggi dihasilkan oleh penggunaan LPG (Liquified Petroleum Gas) dengan laju pertumbuhan 17.8% per tahun. Berdasarkan buku Outlook Energi Indonesia tahun 2013, konsumsi energi final (termasuk biomassa) pada kurun waktu 2000-2011 meningkat rata-rata 2.87% per tahun dari 764 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 1.044 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2011 (1 ton LNG = 8.0532 SBM).

(16)

dalam rangka optimasi penyediaan energi. Saat ini penyediaan energi masih didominasi oleh energi berbahan baku fosil yang merupakan sumber energi yang tidak terbarukan, disisi lain penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) masih relatif terbatas padahal potensi sumberdaya EBT Indonesia cukup melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan energi nasional. Potensi sumberdaya EBT yang dapat dimanfaatkan di antaranya tenaga air, panas bumi, mini dan mikrohidro, biomassa, tenaga surya, tenaga angin, biofuel, arus laut, nuklir, Coal Bed Methane (CBM), dan batubara. Secara umum, skala keekonomian dari jenis EBT menunjukkan bahwa biomassa merupakan salah satu EBT yang memerlukan biaya pengadaan bahan baku yang lebih murah dibandingkan dengan pengolahan sumber EBT yang lain, seperti pencairan dan gasifikasi batu bara, panas bumi, Bahan Bakar Nabati (BBN), dan Coal Bed Methane (CBM).

Salah satu hasil dari biomassa adalah biogas. Teknologi biogas berpotensi dikembangkan untuk memanfaatkan secara optimal limbah industri pertanian salah satunya peternakan sapi. Menurut Roosganda (2008), beberapa potensi limbah biomassa di seluruh Indonesia sekitar 49 907.43 MW. Berbagai jenis biomassa dari beberapa kegiatan seperti kayu yang dihasilkan dari industri pengolahan hutan, pertanian, dan perkebunan, limbah kotoran hewan seperti sapi, kuda, kerbau, dan babi juga dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda. Secara umum penggunaan limbah pertanian sebagai bahan dasar biogas lebih sulit dibandingkan kotoran ternak, karena membutuhkan lebih banyak waktu untuk proses hidrolisis bahan selulosa dari limbah pertanian dan hara.

(17)

menurut Pointcellot (2004) memiliki pengertian yang sepadan dengan istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Harwood (1987) mendefinisikan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai usaha pertanian yang memanfaatkan sumberdaya secara optimal untuk menghasilkan produk panen dengan input dan biaya yang wajar, memenuhi kriteria sosial, ekonomi, dan kelestarian lingkungan, serta tidak menggunakan sarana produksi yang tidak terbarukan.

Menurut Wahyuni (2008), sumber energi fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam yang telah dimanfaatkan oleh manusia dan sumber bahan bakar tradisional seperti kayu bakar. Saat ini pemanfaatan kedua sumber bahan bakar tersebut kurang efisien dikarenakan jumlahnya yang semakin menurun. Selain itu efisiensi panenan energi dari kayu bakar dan bahan bakar fosil relatif lebih rendah yaitu sekitar 20-30% dibandingkan dengan efisiensi panenan energi dari biogas yaitu 30-40%.

Dampak lain dari pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas yaitu mengurangi pencemaran udara yang ditimbulkan oleh bau kotoran serta penurunan tingkat pencemaran air akibat pembuangan kotoran ternak ke sungai. Dengan demikian, pemanfaatan limbah kotoran ternak ini dapat memberikan dampak yang positif bagi perekonomian peternak sekaligus lingkungan di sekitar lokasi peternakan. Salah satu limbah peternakan yang baik untuk dijadikan biogas adalah limbah ternak sapi perah.

Singh (2003) menjelaskan bahwa teknologi biogas berperan vital bukan hanya dalam penyediaan energi untuk kebutuhan rumah tangga di pedesaan, tetapi juga dapat berkontribusi positif terhadap pembangunan di pedesaan. Sebagai contoh dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan khususnya bagi pengguna biogas, dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan. Teknologi biogas yang dihasilkan dari kotoran ternak, kotoran manusia, dan limbah padat dapat menghasilkan gas metana yang mengandung kalori sekitar 26 500 Kj/m3 yang dapat digunakan untuk pemanas dan penerangan.

(18)

perah meningkat sebanyak 12 000 ekor. Sebaran populasi sapi perah sebagian besar terkonsentrasi di pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, dimana Jawa Timur berada pada urutan pertama dengan jumlah populasi sebanyak 323 814 ekor, kemudian Jawa Tengah sebanyak 155 324 ekor, dan Jawa Barat berada diurutan ketiga sebanyak 143 382 ekor. Secara umum, jumlah populasi sapi perah di pulau Jawa dari tahun 2009-2013 cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan sebanyak 182 813 ekor per tahun (Tabel 2).

Tabel 2 Data Populasi Sapi Perah di Pulau Jawa Tahun 2009-2013*

No Provinsi Tahun

2009 2010 2011 2012 2013*) 1 Jawa Barat 117 337 120 475 139 970 136 054 143 382 2 Jawa Tengah 120 677 122 489 149 931 154 398 155 324 3 Jawa Timur 221 743 231 408 296 350 308 841 323 814

Sumber : Ditjennak (2014) *angka sementara

Menurut Achmad (2011), Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. Hal ini dikarenakan Jawa Barat memiliki karakteristik yang menunjang pengembangan usahaternak sapi perah, yaitu sumber bahan baku yang melimpah yang berasal dari limbah pertanian, ketersediaan air, dan iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Keberadaan industri susu di Jawa Barat memang sudah sejak dahulu menjadi komoditi primadona, bukan hanya karena letak geografis yang sesuai untuk menjalankan usahaternak sapi perah, melainkan budaya masyarakat sunda yang gemar untuk beternak dan memanfaatkan hasil ternak untuk dikonsumsi maupun dijual menjadikan komoditi susu segar terus berkembang di masyarakat, baik sebagai usaha rakyat maupun sebagai usaha komersial dengan tingkat pendapatan yang relatif besar sesuai dengan skala usaha yang dijalankan.

(19)

Peternakan, baik yang berasal dari dalam maupun luar Provinsi Jawa Barat, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), stasiun televisi, bahkan peserta Workshop Internasional Biogas. Mayoritas penduduknya yang berprofesi sebagai peternak menghasilkan limbah peternakan yang cukup melimpah yang dimanfaatkan untuk biogas, sehingga kampung ini dikenal sebagai kampung energi.

Pemanfaatan biogas di Kampung Areng digunakan untuk kebutuhan memasak sebagai pengganti gas elpiji, selain itu ampas biogas yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai pupuk sehingga mengurangi biaya produksi pertanian. Kehadiran reaktor biogas tidak hanya berdampak pada sektor pertanian yang ada

di Kampung Areng, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi peternak yaitu

adanya penghematan untuk konsumsi energi. Selain itu, dapat menjadi bahan

pembelajaran bagi masyarakat lain yang berkunjung ke Kampung Areng.

1.2 Perumusan Masalah

Kelangkaan dan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat melakukan diversifikasi energi dari sumber energi tidak terbarukan ke sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya pertanian dan peternakan yang menjadi potensi cukup besar untuk pengembangan energi alternatif berbasis masyarakat yang ramah lingkungan. Salah satu jenis ternak yang perkembangannya cukup tinggi di Indonesia adalah sapi perah, dimana produk yang dihasilkannya berupa susu dan kotoran. Susu sebagai produk utama merupakan sumber penerimaan utama dari usahaternak sapi perah. Selain penerimaan terdapat pula komponen biaya yang dikeluarkan peternak untuk input produksi, seperti pakan konsentrat, hijauan, tenaga kerja, obat-obatan, dan ketersediaan air yang diperkirakan berdampak terhadap produksi susu. Sumber penerimaan lain yang dihasilkan dari usahaternak sapi perah adalah penjualan pupuk dari pengolahan limbah kotorannya.

(20)

jumlah populasi sapi yang ada maka limbah peternakan yang dihasilkan akan sangat banyak. Penanganan limbah yang baik sangat penting karena dapat memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan dan memberikan manfaat lain, seperti diolah menjadi biogas dan pupuk, dimana dengan adanya biogas sebagai salah satu energi alternatif akan berpengaruh terhadap konsumsi energi peternak terutama konsumsi gas elpiji.

Kelompok peternak yang terdapat di Kampung Areng adalah Kelompok Ternak Mekar Saluyu dan Bakti Saluyu dengan kepemilikan jumlah ternak yang beragam. Pemanfaatan limbah ternak di Kampung Areng tidak hanya digunakan sebagai biogas, namun ampas (sludge) yang merupakan keluaran reaktor biogas juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk pertanian, sehingga pengembangan reaktor biogas dapat menjadikan usaha ternak sapi perah menjadi usaha yang zero waste. Keputusan untuk menggunakan biogas tidak terlepas dari berbagai aspek yang dijadikan bahan pertimbangan oleh peternak, sehingga diperlukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor apa yang signifikan terhadap keputusan peternak untuk menggunakan biogas yang berimplikasi terhadap pengembangan biogas di Kampung Areng.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dapat dikaji di antaranya:

1. Berapa besar pendapatan usahaternak sapi perah tipe I dan II di Kampung Areng?

2. Berapa besar perubahan konsumsi energi sebelum dan sesudah penggunaan biogas pada peternak sapi perah tipe I dan selisih konsumsi energi antara peternak sapi perah tipe I dan II di Kampung Areng?

3. Faktor-faktor apa yang memengaruhi keputusan responden untuk memanfaatkan limbah ternak sapi perah menjadi biogas di Kampung Areng?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

(21)

2. Menganalisis perubahan konsumsi energi sebelum dan sesudah penggunaan biogas pada usahaternak sapi perah tipe I dan selisih konsumsi energi antara peternak sapi perah tipe I dan II di Kampung Areng.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan responden untuk memanfaatkan limbah ternak sapi perah menjadi biogas di Kampung Areng.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi dan gambaran bagi peternak mengenai potensi pemanfaatan limbah kotoran sapi perah terhadap kondisi ekonomi peternak.

2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dan landasan dalam penyusunan kebijakan dan pengembangan potensi sumberdaya wilayahnya khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan limbah kotoran sapi perah. 3. Memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti, baik sebagai tambahan pengetahuan maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa mendatang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Usahaternak Sapi Perah

Berdasarkan aspek teknis, peternakan sapi perah di Indonesia merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat memungkinkan dan sangat baik untuk dikembangkan (Sastroamidjojo dan Soeradji dalam Sihite 1998). Menurut Erwidodo 1993, peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha dalam skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh.

Menurut Mubyarto (1989), pola pemeliharaan usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Peternakan rakyat. Kelompok peternakan ini melakukan budidayanya secara tradisional dengan tidak melibatkan orang lain dalam proses usahaternaknya. Pola pemeliharaan dilakukan oleh anggota keluarga peternak setiap hari. Peternakan rakyat ditandai dengan keterampilan peternak yang masih sangat sederhana, penggunaan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang terbatas, dan tujuan utama pemeliharaan ternak adalah sebagai ternak kerja.

2. Peternakan semi komersil ditandai dengan keterampilan peternak yang cukup baik, penggunakan bibit unggul, obat-obatan, dan penggunaan makanan penguat cenderung meningkat. Tujuan utama usahaternak ini adalah menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.

3. Peternakan komersil termasuk dalam kategori usahaternak skala besar. Jenis usahaternak ini dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan modal, sarana prasarana, teknologi yang cukup modern, penggunaan tenaga kerja lain diluar tenaga kerja keluarga yang dibayar dalam jumlah yang besar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah yang banyak.

(23)

1. usaha peternakan sapi perah rakyat yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran.

2. Perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usahaternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor sapi perah campuran (Pradana 2009).

Suratiyah (2008) menjelaskan bahwa usahaternak dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu:

1) Usaha yang bersifat tradisional, yaitu peternakan kecil yang mempunyai 1-2 ekor ternak ruminansia besar, kecil, bahkan ayam kampung. Usaha ini hanya bersifat sambilan dan untuk saving saja.

2) Usaha backyard, yaitu peternakan ayam ras, sapi perah, ikan. Tujuan usaha selain memenuhi kebutuhan juga untuk dijual, oleh karena itu memakai input teknologi, manajemen, dan pakan yang rasional. Dalam perkembangannya ditunjang dengan sistem PIR (Perusahaan Inti rakyat). 3) Usaha komersial, yaitu peternak yang telah benar-benar menerapkan

prinsip-prinsip ekonomi, profit oriented, dan efisiensi. Usaha ini meliputi pembibitan, usaha pakan ternak, usaha penggemukan, dan lain-lain.

Usahaternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usahaternak yang lain. Beberapa keuntungan usahaternak sapi perah menurut Nurlina et.al (2011) adalah :

a) Peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, karena fluktuasi harga, produksi dan konsumsi tidak begitu tajam. Produksi susu dalam suatu peternakan sapi perah tidak banyak bervariasi dari tahun ke tahun dibandingkan dengan hasil pertanian lainnya.

(24)

menyediakan zat-zat makanan bagi manusia, hal ini setara dengan protein dan kalori dari 2 ekor sapi pedaging yang beratnya masing-masing 500 kg. c) Memiliki jaminan pendapatan yang tetap. Petani penghasil palawija dan

sayur mayur mendapatkan hasil secara musiman, peternakan sapi pedaging mendapatkan hasil setahun sekali, sedangkan peternakan sapi perah memperoleh pendapatan dua minggu sekali atau sebulan sekali secara tetap sepanjang tahun.

d) Penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman. Usaha peternakan sapi perah menggunakan tenaga kerja secara terus menerus sepanjang tahun, tidak ada waktu menganggur sehingga dapat memilih pekerja yang baik dan mengurangi pengangguran serta menambah pendapatan seseorang.

e) Pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, misalnya rumput, dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas bir dan ampas kecap.

f) Kesuburan tanah dapat dipertahankan. Dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk maka fertilisasi dan kondisi fisik tanah dapat dipertahankan. Pupuk kandang sapi perah lebih baik nilainya daripada pupuk kandang sapi potong karena pakan utama sapi perah banyak menggunakan pakan hijauan.

2.2 Limbah Peternakan

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair, seperti feses, urin, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lainnya. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak sapi perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses) (Sihombing 2000).

(25)

berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni, air pencucian alat-alat), sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. 2.3 Pemanfaatan Limbah Peternakan untuk Biogas

Menurut Wahyuni (2009), biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerob. Pada umumnya biogas terdiri atas gas metana (CH4) 50-70%, gas karbon dioksida (CO2) 30-40%, hidrogen (H2) 5-10%, dan gas-gas lainnya dalam jumlah yang sedikit. Temperatur ideal proses fermentasi untuk pembentukan biogas berkisar 30 0C. Biogas memliki berat 20% lebih ringan dibandingkan dengan udara dan memiliki nilai panas pembakaran antara 4 800 – 6 200 kkal/m3. Nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai pembakaran gas metana murni yang mencapai 8 900 kkal/m3.

Haryati (2006) menjelaskan bahwa proses pencernaan anaerob merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu pemecahan bahan organik oleh aktivasi bakteri metanogenik dan bakteri asidogenetik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik sepeti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.

Biogas merupakan salah satu teknik tepat guna untuk mengolah limbah peternakan, pertanian, limbah industri, dan rumah tangga untuk menghasilkan energi. Teknologi ini memanfaatkan mikroorganisme yang tersedia di alam untuk merombak dan mengolah berbagai limbah organik yang ditempatkan pada ruang kedap udara (anaerob). Hasil pengolahan limbah tersebut berupa biogas dan pupuk organik, baik pupuk padat maupun cair yang bermutu baik.

(26)

Tabel 3 Nilai Kesetaraan Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain Biogas Bahan Bakar Lain

1 m3

Elpiji 0.46 kg

Minyak tanah 0.62 liter Minyak solar 0.52 liter Bensin 0.8 liter Gas kota 1.50 m3

Sumber: Wahyuni 2009

Pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas memberikan manfaat, di antaranya (Wahyuni 2009):

1. Membantu menurunkan emisi gas rumah kaca yang bermanfaat dalam memperlambat laju pemanasan global.

2. Menghemat pengeluaran masyarakat, dengan memanfaatkan biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah atau kayu bakar untuk memasak dan dapat digunakan sebagai pembangkit listrik.

3. Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan dihasilkannya pupuk organik yang berkualitas atau dapat menghemat biaya pembelian pupuk bagi yang memerlukannya.

4. Pemakaian kayu dan minyak tanah akan berkurang.

5. Mewujudkan lingkungan yang bersih karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

6. membuka lapangan kerja baru.

2.4 Pemanfaatan untuk Pupuk Organik

Pembuatan bio gas akan menghasilkan dua macam produk, yaitu produk utama berupa gas dan produk sampingan berupa lumpur bahan organik. Lumpur ini terdiri dari dua bagian, yaitu padatan dan cairan. Bagian yang padat dijadikan kompos setelah dikeringkan beberapa hari, sedangkan yang bagian cair dijadikan pupuk organik cair. Menurut Rahayu et.al (2009), pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat mendukung usaha pertanian tanaman sayuran karena pada kotoran ternak terkandung unsur hara, baik unsur hara makro maupun mikro seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo yang dibutuhkan oleh tanaman.

(27)

serasah sisa panen, kotoran ternak, dan sisa sayuran. Proses pembuatan pupuk organik juga sangat sederhana karena bahan bakunya diperoleh secara mudah dan murah. Adanya aktivitas mikroorganisme dan terbentuknya asam organik pada proses dekomposisi menyebabkan daya larut unsur N, P, K, dan Ca menjadi lebih tinggi sehingga memengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman (Simamora et.al 2006).

Menurut Bintoro (2008) terdapat banyak manfaat yang dihasilkan dari penggunaan pupuk organik di antaranya:

a. Menyediakan unsur hara bagi tanaman baik unsur hara makro maupun mikro.

b. Menggemburkan tanah.

c. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah. d. Meningkatkan porositas dan aerasi tanah.

e. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang menguntungkan. f. Meningkatkan daya simpan air (water holding capacity).

g. Meningkatkan kapasitas tukar kation. h. Mengurangi pemakaian pupuk anorganik.

i. Memperbaiki kualitas pertumbuhan dan hasil tanaman. 2.5 Pemanfaatan Biogas

Mulyono (2007) menjelaskan bahwa teknologi biogas memiliki hal yang menarik untuk diaplikasikan, yaitu :

a) Sebagai sumber bahan bakar yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. b) Sebagai sarana penanganan limbah untuk mengatasi masalah pencemaran,

sehingga dapat membantu terciptanya sanitasi lingkungan yang sehat. c) Menghasilkan pupuk dari sludge yang dihasilkan.

d) Menghasilkan makanan ternak dari residu yang dihasilkan dalam sistem biogas.

(28)

lingkungan. Pemanfaatan bahan-bahan ini masih terbuka, misalnya sludge dari sistem biogas kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (bio fertilizer). Hal ini didasarkan atas hasil penelitian bahwa dalam sludge ini ditemukan vitamin B12 yang cukup banyak, mencapai 3.000 mikro gram vitamin B12 per kg sludge kering. Sebagai perbandingan, tepung ikan dalam ransum makanan ternak hanya mengandung 200 mikro gram per kg dan tepung tulang sekitar 100 mikro gram per kg. Kenyataan ini membuka peluang kemungkinan pemanfaatan sludge dalam sistem biogas menjadi makanan ternak.

Singh (2003) menjelaskan bahwa penggunaan biogas berkorelasi positif terhadap kesejaheraan pengguna biogas itu sendiri. Hasil penelitiannya yang dilakukan di Wilayah Perbukitan Nepal menunjukkan bahwa teknologi biogas yang dihasilkan dari limbah kotoran ternak memberikan manfaat bagi penggunanya, di antaranya :

1. Membantu menghemat waktu pengumpulan kayu bakar dan memasak. Penghematan waktu tersebut digunakan untuk aktivitas pertanian, aktivitas yang meningkatkan pendapatan, dan aktivitas rumah tangga lainnya.

2. Mengurangi konsumsi kayu bakar dan menurunkan pembakaran biomassa yang dapat digunakan dalam pertanian untuk lebih meningkatkan hasil panen dan pendapatan.

3. Memperbaiki tingkat kesehatan individu, rumah tangga, dan komunitas. 4. Berkontribusi dalam penghematan biaya pembelian sabun.

5. Mampu mengurangi penggunaan kayu bakar yang mendorong terjadinya deforestasi hutan dan kerusakan alam.

6. Menyediakan energi ramah lingkungan yang pada akhirnya mengarah pada kesejahteraan masyarakat pedesaan.

(29)

Gambar 2 Hubungan Teknologi Biogas dan Kesejahteraan Penggunanya Menurut Nurlina et.al (2011), terdapat beberapa hal yang dirasakan peternak sebagai kendala dalam menggunakan biogas terutama dalam hal :

a) Harus mengaduk dan memasukkan kotoran ke dalam digester jika api gas sudah kurang (produksi gas metana oleh bakteri berkurang karena pasokan kotoran ternak sebagai pembentuk gas methan berkurang).

b) Api yang dihasilkan dari biogas terkadang tidak mencukupi kebutuhan gas untuk memasak dan lain-lain. Sehingga ada beberapa peternak yang masih menggunakan gas elpiji selain biogas.

c) Biaya pembuatan instalasi biogas (digester, dll) yang cukup mahal.

(30)

Hamni (2008) juga menambahkan kendala-kendala dalam penggunaan biogas yang menyebabkan masyarakat kurang tertarik menggunakan energi biogas dari kotoran ternak, yaitu :

1. Masalah kebiasaan, masyarakat sudah terbiasa menggunakan minyak tanah atau kayu sebagai bahan bakar, sulit bagi mereka untuk mengubah kebiasaan ini secara drastis dan membutuhkan waktu yang lama.

2. Masalah kepraktisan, menggunakan minyak tanah lebih praktis dibandingkan dengan menggunakan biogas.

3. Ketersediaan energi alternatif (biogas dari kotoran ternak) di pasar tidak terjamin secara berkesinambungan.

4. Tabung yang beredar dipasaran terbuat dari plat baja dengan harga yang mahal dan kapasitas lebih sedikit.

2.6 Penelitian Terdahulu

(31)

Tabel 4 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Penelitian

Terdahulu Persamaan Perbedaan Kebaruan Heriyatno

(32)
(33)

Tabel 5 Penelitian Terdahulu 2. Menganalisis peran KSU

Karya Nugraha terhadap

1. Besarnya penerimaan dan biaya harian usahaternak skala menengah lebih besar dari usahaternak skala kecil dan usahaternak skala rakyat. Perbandingan tingkat pendapatan berdasarkan skala usahaternak, yaitu usaha skala menengah : usaha skala kecil : usaha skala rakyat adalah 1:3:5. Perbandingan pada biaya harian yang dikeluarkan hampir sama dengan perbandingan penerimaan harian pada masing-masing skala usahaternak, yaitu 1:4:5. Jadi dapat disimpulkan bahwa skala usahaternak berhubungan positif dengan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh peternak.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi susu berasal dari faktor internal sapi itu sendiri, yaitu jumlah pemberian pakan (konsentrat dan hijauan), dan masa laktasi. sedangkan faktor diluar itu (faktor eksternal) seperti biaya usaha tidak berpengaruh nyata.

(34)

No Peneliti / Judul Tujuan Metode Hasil 2 Rani Maulanasari/

Faktor-faktor yang memengaruhi

1. Hampir seluruh pengguna biogas hanya mengeluarkan setengah dari biaya energi yang dikeluarkan oleh pengguna non biogas.

2. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas, yaitu besar keluarga, pengetahuan istri mengenai biogas dan jumlah akses informasi. 3. Keluarga pengguna biogas lebih banyak

melakukan manajemen keuangan dan peternak lebih besar dibandingkan biaya variabelnya

2. Penerimaan usahaternak sapi perah yang diperoleh menguntungkan peternak meskipun hanya berasal dari penjualan susu.

(35)

No Peneliti / Judul Tujuan Metode Hasil 4 Nina Hermawati / Analisis

Dampak Ekonomi,Sosial,

1. Sebagian besar responden menilai pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung bagi peternak dan masyarakat di sekitar lokasi usahaternak.

2. Faktor-faktor yang signifikan

mempengaruhi peternak dalam

pemanfaatan biogas yaitu jenis kelamin, lama berusahaternak, dan

tingkat pengetahuan peternak

mengenai biogas.

3. Selisih pendapatan atas biaya tunai dan biaya total masing-masing sebesar Rp 355.036/bulan dan Rp

143.191/bulan. Rata-rata

Penghematan pengeluaran peternak biogas sebesar Rp 189.760/bulan, pengguna biogas non peternak Rp

31.890/bulan, dan selisih

pengeluaran energi usahaternak

biogas dan non biogas sebesar Rp 131.840/bulan.

4. Dampak sosial dan lingkungan yang dirasakan masyarakat: meningkatkan budaya gotong royong dan lapangan pekerjaan sebagai teknisi biogas, meningkatkan kinerja kelompok dan berkurangnya pencemaran udara dan air.

(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Penerimaan usahaternak sapi perah

Penerimaan pada usahaternak pun terdiri atas penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Menurut Siregar (1990), penerimaan usaha ternak sapi perah diperoleh dari penjualan susu, penjualan sapi-sapi afkir dan pedet yang tidak digunakan untuk mengganti sapi laktasi, sedangkan penjualan limbah kotoran ternak sapi perah yang digunakan untuk input usahatani peternak, penjualan susu untuk konsumsi keluarga termasuk penerimaan non tunai.

3.1.2 Biaya usahaternak sapi perah

Soekartawi et.al (1986) mendefinisikan biaya sebagai semua nilai faktor

produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode

produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai tertentu. Biaya usahaternak susu

terdiri dari dua jenis yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan (biaya non

tunai). Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya sarana

produksi yang diperlukan untuk usahaternak susu, sedangkan biaya yang

diperhitungkan adalah biaya untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja

peternak dan modal. Biaya tunai seperti konsentrat, hijauan, obat – obatan, air dan tenaga kerja. Sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan meliputi pengeluaran

tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti sewa lahan dan penyusutan sarana

produksi.

(37)

dapat mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomis, sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang maksimal.

3.1.3 Pendapatan usahaternak sapi perah

Menurut Hernanto (1993), analisis pendapatan memerlukan data penerimaan (revenue) dan pengeluaran (expenses), baik yang menyangkut biaya tetap (fixed) maupun biaya operasi (operating expenses). Jumlah yang dijual (termasuk yang dikonsumsi sendiri) dikalikan dengan harga merupakan jumlah yang diterima atau penerimaan. Dengan demikian penerimaan dikurangi biaya produksi merupakan pendapatan. Pendapatan tunai usaha tani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani (Soekartawi et.al 1986). Selisih tersebut merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai, sehingga dengan menghitung pendapatan usahatani yang diterima akan membantu para pengelola usahatani dalam melihat tingkat keberhasilan dari kegiatan usahatani yang dijalankannya.

Analisis pendapatan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian mengenai tingkat pendapatan yang diperoleh peternak dalam menjalankan usahaternaknya. Komponen pendapatan terdiri dari penerimaan dan biaya, dimana dalam setiap kegiatan usaha pelaku usaha berupaya untuk meminimalisir biaya begitu pun dengan peternak. Biaya yang dikeluarkan oleh setiap peternak berbeda-beda tergantung faktor input produksi yang disesuaikan dengan kepemilikan jumlah ternak. Maka analisis pendapatan usahaternak bisa digunakan untuk mengkaji lebih dalam mengenai pendapatan peternak.

3.1.4 Analisis regresi logit

Hosmer dan Lemeshow (1989) dalam Agassi (2013) menjelaskan bahwa regresi logit adalah bagian dari analisis regresi. Analisis logit digunakan untuk mengkaji hubungan variabel respon yang kategori dan variabel bebasnya. Analisis regresi logit digunakan untuk memperoleh probabilitas atau peluang kejadian tertentu dari kategori variabel respon (Suharjo 2008). Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang variabel kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut (Juanda 2009) :

(38)

atau dapat dituliskan dalam persamaan yang lain:

i E | i - - …... (4.2) Dari persamaan di atas dapat dikembangkan model logit sebagai berikut:

i i - …... (4.3) Dimana:

Pi = Peluang individu dalam mengambil suatu keputusan Y = Variabel terikat/variabel respon

Xi = Variabel bebas = Intersep

= Koefisien regresi

e Bilangan dasar logaritma natural e 2,718…

Zi i variabel acak yang menyebar normal

Berdasarkan persamaan 4.3 di atas, maka terdapat dua probabilitas atau peluang. P(i) adalah peluang peternak memanfaatkan biogas, sedangkan 1-Pi adalah peluang peternak tidak memanfaatkan biogas, dirumuskan sebagai berikut:

1- i

…... (4.4) Transformasi logit dari persamaan di atas yaitu:

i ln - i ... (4.5) Analisis regresi logit digunakan untuk menjawab tujuan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi peternak untuk menggunakan biogas. Uji regresi logit merupakan uji binomial dengan dua kategori variabel terikat atau variabel dependen. Penggunaan model logit dalam penelitian ini dikarenakan variabel terikat atau variabel dependen memiliki dua pilihan (binnary logistic regression) yaitu bernilai 1 jika peternak memanfaatkan biogas, dan bernilai 0 jika peternak tidak memanfaatkan biogas, sehingga tepat untuk menggunakan analisis regresi logit untuk menjawab tujuan penelitain mengenai faktor-faktor yang memengaruhi peternak untuk memanfaatkan biogas.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(39)

adalah kegiatan usahaternak sapi perah yang terdapat di Kampung Areng. Usahaternak sapi perah menghasilkan limbah berupa kotoran, baik berupa padat maupun cair. Pengelolaan limbah usahaternak sapi perah di Kampung Areng menggolongkan usahaternak sapi perah menjadi 2 jenis, yaitu usahaternak sapi perah tipe I dan usahaternak sapi perah tipe II. Usahaternak sapi perah tipe I adalah kegiatan usaha peternakan yang telah memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas, sedangkan usahaternak sapi perah tipe II sebaliknya, yaitu usahaternak yang tidak memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi biogas.

(40)

Gambar 3 Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan pemanfaatan biogas Mengidentifikasi

usahaternak sapi perah di Kampung

Areng Analisis regresi

logit

Usahaternak sapi perah tipe II

konsumsi energi responden Usahaternak

sapi perah tipe I

Analisis konsumsi energi Biaya

Penerimaan

Nilai Penghematan

konsumsi energi Pendapatan R/C Rasio

Net benefit Rekomendasi

(41)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Areng, Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi usahaternak sapi perah dengan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi sebagai pupuk dan biogas. Waktu penelitian dan pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapang, penyebaran kuesioner, dan wawancara langsung kepada responden yang merupakan peternak sapi perah tipe I dan II, serta aparat pemerintah setempat. Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik responden, komponen biaya dan penerimaan dalam pengelolaan usahaternak, serta biaya yang dikeluarkan peternak untuk kebutuhan energinya. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan data yang diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Lembang dan Desa Cibodas.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

(42)

Tabel 6 Data Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Usahaternak

Tipe Usahaternak Jumlah Populasi Jumlah Sampel Persentase Sampel (%)

Tipe I 46 31 53.45

Tipe II 35 27 46.55

Total 81 58 100.00

Sumber : Data Primer (diolah) 2014

4.4 Metode Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis secara kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan usahaternak yang meliputi penerimaan dan pembiayaan serta pengeluaran energi responden. Data-data tersebut diolah dengan menggunakan program microsoft excell. Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan peternak untuk menggunakan biogas diolah dengan metode logit menggunakan program IBM SPSS Statistics 21. Matriks metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Metode Analisis 1. Menganalisis pendapatan

usahaternak sapi perah tipe I dan II di Kampung Areng.

Analisis pendapatan (pendekatan penerimaan dan pengeluaran usahaternak) dengan Microsoft Excell 2013.

2. Menganalisis perubahan konsumsi energi sebelum dan sesudah penggunaan biogas pada usahaternak sapi perah tipe I dan selisih konsumsi energi antara peternak sapi perah tipe I dan II di Kampung Areng.

Analisis kuantitatif terhadap konsumsi energi peternak dengan Microsoft Excell 2013.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan responden dalam pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Kampung Areng.

Analisis regresi logistik dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 21.

4.4.1 Model logit

Perumusan model secara lengkap berdasarkan variabel bebasnya dinotasikan ke dalam persamaan matematis sebagai berikut :

i ln 1 i- i 1 2 3KE 4 5D1 i... (4.6) dimana :

(43)

Pi = Peluang individu dalam penentuan keputusan penggunaan biogas

(1-Pi) = Peluang individu dalam penentuan keputusan tidak menggunakan biogas

= Intersep

i = Parameter variabel independen LU = Lama usahaternak (tahun) JT = Jumlah ternak (ekor)

KE = Konsumsi gas elpiji (Rp/bulan) TP = Tingkat pendidikan (tahun)

D1 = Dummy jenis kelamin (laki-laki = 1, perempuan = 0) i = Galat

Beberapa variabel bebas yang diduga memengaruhi pengambilan keputusan peternak untuk menggunakan biogas merupakan variabel dummy. Variabel dummy disebut sebagai variabel indikator, variabel biner, variabel kategorik atau variabel dikotomi. Variabel ini digunakan jika variabel bebas yang terdapat dalam analisis regresi memiliki skala nominal atau ordinal.

Faktor-faktor yang diduga memengaruhi keputusan peternak untuk memanfaatkan biogas dianalisis dengan menggunakan regresi logit. Hipotesis dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Lama usahaternak diharapkan berpengaruh positif terhadap peluang peternak untuk menggunakan biogas, dikarenakan semakin lama peternak menjalankan usahaternaknya maka semakin berpengalaman pula untuk mengolah limbah yang dihasilkan dari usahaternak sapi perahnya.

2. Jumlah ternak diharapkan berpengaruh positif terhadap peluang peternak untuk menggunakan biogas. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah ternak yang dimiliki peternak maka semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya sehingga potensi pengembangan biogas akan semakin tinggi.

(44)

gas elpiji untuk keperluan memasak sehingga semakin besar pula biaya untuk membeli gas elpiji, sehingga setelah adanya biogas konsumsi terhadap gas elpiji akan semakin berkurang.

4. Tingkat pendidikan peternak diharapkan bernilai positif, karena dengan semakin tingginya tingkat pendidikan peternak maka kesadaran untuk menjaga lingkungan pun akan semakin tinggi, dan peternak akan semakin sadar terhadap aspek ekonomi yang cukup menguntungkan dari pemanfaatan biogas.

5. Dummy jenis kelamin diharapkan pengaruh positif terhadap peluang peternak untuk menggunakan biogas. Hal ini dikarenakan pekerjaan dalam proses pengolahan limbah sapi perah menjadi biogas merupakan pekerjaan yang cukup berat, misalnya mengangkat kotoran dalam jumlah yang cukup banyak untuk dimasukkan ke dalam inlet atau tempat penampungan kotoran, sehingga lebih baik jika dilakukan oleh laki-laki yang berusia produktif dibandingkan oleh perempuan.

4.4.1.1Uji signifikansi secara keseluruhan

Uji ini untuk menguji model logit dan menduga selang kepercayaan koefisien. Uji yang pertama kali dilakukan adalah pengujian peranan parameter di dalam model secara keseluruhan yaitu dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : 1 2 3 ... p= 0 (model tidak dapat menjelaskan)

H1: minimal ada i 0, (model dapat menjelaskan)

untuk i=1,2,3,...,p

Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji-G yaitu uji rasio kemungkinan (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas dalam model secara bersamaan (Hosmer dan Lemeshow 1989). Rumus umum untuk uji-G adalah :

G -2 ln 1] ... (4.7) Keterangan : L0 = Likelihood tanpa variabel bebas

(45)

Statistik uji-G mengikuti sebaran χ2 dengan derajat bebas p. Kaidah

keputusan yang diambil yaitu menolak H jika G > χ2p Hosmer dan Lemeshow 1989).

4.4.1.2Uji signifikansi parsial

Untuk menguji koefisien regresi logit secara parsial dapat menggunakan statistik uji Wald, berdasarkan hipotesis:

H0: i = 0 (variabel Xi tidak berpengaruh nyata) H1: i 0 (variabel Xi berpengaruh nyata) dimana i = 1,2,3,...,p

Rumus umum statistik uji Wald sebagai berikut :

E î ... (4.8) ̂ enduga i

E ̂i enduga galat baku dari .

4.4.2 Analisis pendapatan

Analisis pendapatan usahaternak digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha saat ini. Pendapatan adalah ukuran perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran (biaya) pada periode tertentu. Penerimaan usahaternak (Total Revenue) adalah perkalian antara produksi yang diporoleh (Y) dengan harga jual (Py). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 1995):

∑ . y

n

i 1 dimana: TR= Penerimaan total

Y = Produksi yang diperoleh

Py = Harga jual

Aplikasi dari rumus di atas jika digunakan dalam penelitian ini, maka persamaan menjadi (Hermawati 2012):

TR = TRtunai + TRnon tunai

(∑3i 1 . y)tunai ∑6i 4 . y non tunai

(46)

Keterangan :

TRtunai = Penerimaan tunai

TRnon tunai = Penerimaan non tunai (diperhitungkan)

Y1.Py1 = Perkalian antara jumlah susu yang dijual (liter) dengan harga jual yang berlaku (Rp/liter)

Y2.Py2 = Perkalian antara jumlah pupuk yang dijual (karung) dengan harga jual yang berlaku (Rp/karung)

Y3.Py3 = Perkalian antara jumlah pedet (ekor) dengan harga jual yang berlaku (Rp/ekor)

Y4.Py4 = Perkalian antara jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga (liter) dengan harga jual susu yang berlaku (Rp/liter)

Y5.Py5 = Perkalian antara jumlah pupuk (kg) yang digunakan untuk lahan pertanian sendiri dengan harga jual pupuk yang berlaku (Rp/kg)

Y6.Py6 = Manfaat dari penggunaan biogas yaitu jumlah

penghematan konsumsi energi peternak untuk keperluan memasak

Biaya yang digunakan dalam usaha ternak sapi perah juga dibedakan atas biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai dibedakan lagi menjadi biaya tetap tunai dan biaya variabel tunai. Biaya tetap tunai meliputi biaya sewa dan pajak lahan, perawatan kandang. Selanjutnya biaya variabel tunai meliputi biaya pakan (hijauan dan penguat), perlengkapan dan tenaga kerja upahan. Biaya non tunai juga dibedakan menjadi biaya tetap non tunai dan biaya variabel non tunai. Biaya tetap non tunai meliputi biaya penyusutan (kandang dan peralatan), sedangkan biaya variabel non tunai adalah biaya tenaga kerja keluarga. Biaya penyusutan merupakan nilai beli suatu benda investasi atau peralatan dikurangi nilai sisa kemudian dibagi dengan lamanya benda investasi atau peralatan dipakai (umur ekonomis). Biaya penyusutan dalam penelitian ini dihitung dengan metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa nol. Rumus biaya penyusutan adalah :

(47)

dimana, Nb = Nilai beli Ns = Nilai sisa N = Umur ekonomis

Pendapatan dapat didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = TR –TC Keterangan: π = Pendapatan

TR = Total penerimaan (total revenue) TC = Total biaya (total cost)

Total penerimaan dan biaya usahaternak dalam penelitian ini akan dikonversikan dalam jangka waktu satu bulan. Identifikasi dan perhitungan dari total penerimaan dan total biaya digunakan untuk melihat pendapatan yang diperoleh peternak dalam kurun waktu satu bulan.

4.4.3 Analisis R/C rasio

Perhitungan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) digunakan untuk menilai besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahaternak. Nilai yang dihasilkan dari rasio penerimaan atas biaya dapat menjadi parameter apakah kegiatan usaha yang dijalankan menguntungkan atau tidak selama proses pelaksanaannya. Menurut Soekartawi (2002), analisis R/C rasio terbagi menjadi dua yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Hasil perhitungan R/C > 1 mempunyai arti bahwa usahatani tersebut menguntungkan, sedangkan nilai R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan apabila nilai R/C = 1 maka usahatani tersebut berada pada keuntungan normal.

C atas biaya tunai enerimaan tunaiBiaya tunai

C rasio usahaternak otal penerimaan usahaternak otal biaya usahaternak

4.4.4 Analisis konsumsi energi

(48)

sebagai pengganti BBM dan gas elpiji. Konsumsi energi responden peternak ini terdiri dari komponen-komponen biaya yang dikeluarkan oleh tiap rumah tangga peternak. Komponen konsumsi energi tersebut meliputi biaya penggunaan bahan bakar minyak dan gas elpiji sebelum dan setelah penggunaan biogas dalam kurun waktu satu bulan. Nilai penghematan dari adanya pemanfaatan limbah ternak sapi perah menjadi biogas dilakukan melalui studi komparatif pada usahaternak sapi perah tipe I dengan membandingkan konsumsi energi sebelum dan setelah penggunaan biogas.

ΔC = C0 - C1

dimana : ΔC Penghematan biaya konsumsi energi

(49)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

5.1.1 Letak geografis dan topografi

Wilayah penelitian merupakan bagian dari Desa Cibodas dan terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Luas Desa Cibodas mencapai 1 273.44 ha. Batas wilayah Desa Cibodas secara geografis adalah sebagai berikut :

Sebelah utara : Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang Sebelah selatan : Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Sebelah timur : Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang Sebelah barat : Desa Lengansari, Kecamatan Lembang

Secara topografi, Desa Cibodas merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 1260 meter di atas permukaan laut (mdpl). Curah hujan rata-rata 177.55 mm per tahun dengan suhu rata-rata harian 19 sampai 22 0C.

5.1.2 Keadaan lahan dan jenis penggunaannya

Total luas Desa Cibodas mencapai 1273.44 ha dengan kondisi tanah yang subur berwarna hitam dan tekstur tanah bersifat debuan. Luas lahan menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Jenis Penggunaan Luas Lahan (ha)

Pemukiman 113.5

Pertanian 637.74

Hutan lindung 351

Pemakaman 0.9

Pekarangan 130

Taman 1

Perkantoran 0.5

Prasarana umum lainnya 36.5

Total luas desa 1273.44

Sumber : Laporan Profil Desa Cibodas (2013)

(50)

Cobodas antara lain tanaman pangan (jagung, ubi kayu, ubi jalar), tanaman hortikultura (cabe, tomat, sawi, kentang, kubis, mentimun, buncis, brokoli, terong, bayam, selada, asparagus, alpokat, pepaya, jambu klutuk, dan murbei).

5.1.3 Potensi sumberdaya manusia dan mata pencaharian

Jumlah total penduduk di Desa Cibodas tahun 2013 sebanyak 10 425 orang dengan jumlah penduduk laki-laki yang lebih banyak yaitu 5 256 orang dibandingkan perempuan yang berjumlah 5 169 orang. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 3 374 KK. Mata pencaharian penduduk di Desa Cibodas beraneka ragam, namun pada umumnya bekerja sebagai petani dan buruh tani. Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian tahun 2013 dapat dilihat dalam Tabel 9. Tabel 9 Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Cibodas Jenis Pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

Petani 553 44

Buruh tani 789 299

Buruh migran perempuan 2 9

Pegawai Negeri Sipil 37 23

Pengrajin industri rumah tangga 3 6

Pedagang keliling 39 14

Peternak 497 17

Montir 23 -

Dokter swasta 1 -

Pembantu rumah tangga 7 18

TNI 3 -

POLRI 1 -

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 29 4 Pengusaha kecil dan menengah 51 33

Pengusaha besar 13 2

Arsitek 1 -

Seniman 6 -

Sumber : Laporan Profil Desa Cibodas (2013)

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa luas lahan pertanian berbanding lurus dengan potensi sumber daya manusianya. Luas lahan pertanian yang besar menjadikan mayoritas masyarakat di Desa Cibodas bermatapencarian sebagai petani dan buruh tani.

5.2 Karakteristik Responden

(51)

ternak, lama usahaternak, dan jumlah ternak. Perbedaan dalam tiap karakteristik tersebut dapat memengaruhi hasil peternak dalam proses budidaya ternak sapi perah. Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Karakteristik Responden di Kampung Areng

Karakteristik Responden Jumlah Total Biogas Non biogas

Sumber : Laporan Profil Desa Cibodas (2013)

5.2.1 Jenis kelamin

(52)

kemudian memikul rumput yang berat pikulannya sekitar 15-20 kg. Dengan kegiatan yang cukup berat tersebut, maka tidak heran jika mayoritas responden pada usahaternak sapi perah tipe I adalah laki-laki.

5.2.2 Usia

Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi yaitu dari usia 20 hingga 60 tahun. Menurut Soegiharto (2004) menyatakan bahwa umur petani/peternak digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu petani/peternak taruna yang berusia 15-25 tahun, petani/peternak muda yang berusia 25-44 tahun dan petani/peternak dewasa yang berusia di atas 45 tahun. Mayoritas responden berada pada kisaran usia 35-45 tahun sebesar 36.21% sehingga tergolong peternak muda, sedangkan persentase paling sedikit yaitu 5.17% pada usia di atas 56 tahun. Data tersebut menunjukkan meskipun usahaternak sapi perah merupakan jenis usaha yang cukup berat namun masih dapat dijalankan oleh usia yang non produktif. Selain itu, jumlah responden usia produktif (usia kurang dari 35 tahun) yang cukup banyak yaitu sebesar 32.76% menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah masih diminati oleh kaum muda yang biasanya lebih memilih untuk mencari pekerjaan di perkotaan.

5.2.3 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan responden akan memengaruhi tingkat adopsi teknologi baru. Tingkat pendidikan responden di Kampung Areng cukup beragam namun masih tergolong rendah karena sebagian besar responden yaitu sekitar 68.97% adalah lulusan sekolah dasar (SD), bahkan 20.69% tidak lulus SD. Terdapat satu responden yang lulus hingga perguruan tinggi, itupun dengan alasan tuntutan di tempat pekerjaan utamanya.

(53)

yang menyataan bahwa pendidikan dipandang tidak hanya meningkatkan keahlian dan keterampilan, melainkan juga dapat memperbaiki sikap dan menambah pengetahuan sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas. Tingkat pendidikan ini dipengaruhi oleh pola pikir responden yang masih beranggapan bahwa pendidikan bukanlah hal yang utama dan tidak terlalu berpengaruh terhadap pekerjaan yang sudah mereka lakukan secara turun temurun.

5.2.4 Status kepemilikan ternak

Responden yang diwawancarai umumnya memiliki ternak dengan status kepemilikan sendiri (72.41%), kemudian kepemilikan gabungan atau sistem maro dengan peternak lainnya sebanyak 10.34%, dan status kepemilikan campuran antara milik sendiri dan sistem maro 17.24%. Kepemilikan ternak dengan sistem gabungan atau maro memiliki sistem pembagian, baik dalam hal biaya maupun penerimaan antara pemilik ternak dan pemelihara ternak yang disepakati oleh kedua belah pihak. Selain status kepemilikan ternak di atas terdapat kepemilikan ternak yang merupakan bantuan dari pemerintah. Terdapat 14 orang responden dari total 25 orang peternak yang mendapatkan bantuan sapi perah dari pemerintah.

5.2.5 Lama usahaternak

Gambar

Tabel 1  PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2012
Gambar 1   PDB Peternakan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun
Tabel 3  Nilai Kesetaraan Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain
Gambar 2  Hubungan Teknologi Biogas dan Kesejahteraan Penggunanya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik koperasi KUD Pasir Jambu dapat dilihat dari gambaran perkembangan jumlah peternak anggota, perkembangan jumlah ternak sapi perah yang dipelihara

PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA BAGIAN PRODUKSI DI KOPERASI PETERNAK SAPI BANDUNG UTARA (KPSBU) JABAR.. Universitas Pendidikan Indonesia

Berdasarkan atas pelaksanaan prosedur pemberian pinjaman pada Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU JABAR) diatas belum sesuai dengan teori yang telah

Tema yang dipilih dalam penulisan skripsi ini adalah nutrisi ternak dengan judul Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda di Koperasi Peternak Sapi

Hasil penelitian menunjukan bahwa jaminan fidusia dengan objek berupa sapi perah pada perjanjian sapi bergulir antara Koperasi Susu Bandung Utara dengan anggota

Berdasarkan atas pelaksanaan prosedur pemberian pinjaman pada Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU JABAR) diatas belum sesuai dengan teori yang telah

Hasil pengkajian antara lain: (1) Limbah ternak sapi perah dapat dimanfaatkan sebagai kompos, biogas dan pupuk cair (POC), (2) Pembinaan peternak dalam memanfaatkan limbah

Karakteristik koperasi KUD Pasir Jambu dapat dilihat dari gambaran perkembangan jumlah peternak anggota, perkembangan jumlah ternak sapi perah yang dipelihara