• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemberian Pakan serta Prediksi Kebutuhan Nutrien Sapi Pegon Berdasarkan Bobot Badan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Pemberian Pakan serta Prediksi Kebutuhan Nutrien Sapi Pegon Berdasarkan Bobot Badan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PEMBERIAN PAKAN SERTA PREDIKSI KEBUTUHAN

NUTRIEN SAPI PEGON BERDASARKAN BOBOT BADAN

ACHMAD ZAINURI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Pemberian Pakan Serta Prediksi Kebutuhan Nutrien Sapi Pegon Berdasarkan Bobot Badan, benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Achmad Zainuri

(4)

ABSTRAK

ACHMAD ZAINURI. Sistem Pemberian Pakan serta Prediksi Kebutuhan Nutrien Sapi Pegon Berdasarkan Bobot Badan. Dibimbing oleh NAHROWI dan SRI SUHARTI .

Beragamnya bobot badan sapi yang akan digemukkan dan manajemen pakan serta belum ada standar kebutuhan pakan sapi pedaging lokal menjadi permasalahan program penggemukan sapi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sistem pemberian pakan, menganalisis korelasi antara konsumsi nutrien dan pertambahan bobot badan harian (PBBH), dan memprediksi kebutuhan nutrien sapi pegon. Penelitian dilakukan di peternakan komersial di Cariuk, Bogor dengan populasi sapi Pegon sebanyak 971 ekor. Sapi dikelompokkan berdasarkan bobot badan awal dengan selang 50 kg. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi dan regresi linier berganda. Prediksi konsumsi bahan kering (BK) menggunakan rataan bobot badan metabolis (ABW0.75) dan PBBH. Hasil penelitian

menunjukkan sistem pemberian pakan sapi Pegon sudah bagus dan cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak. Konsumsi BK dan nutrien memberikan pengaruh beragam terhadap PBBH, dengan hasil korelasi yg tidak signifikan. Sapi Pegon membutuhkan konsumsi BK 7-9 kg per ekor per hari, protein kasar sekitar 14 % dan TDN 61-64 %. Persamaan prediksi kebutuhan BK yang memiliki nilai R2 tertinggi adalah sapi bobot badan 200 – 250 kg dengan persamaan BK = 5.412 – 0.040 ABW 0.75 + 0.154 PBBH.

Kata kunci: Bobot badan awal, korelasi, nutrien, Pegon, regresi

ABSTRACT

ACHMAD ZAINURI. Feeding System and Nutrient Requirement Prediction of Pegon Cattle Based on Body Weight. Supervised by NAHROWI and SRI SUHARTI.

The problems in the fattening program of beef cattle in Indonesia are high variation in body weight, feeding management and the lack of standard for dry matter and nutrient requirement of local beef cattle. The objectives of this research ware to evaluate feeding system, to analyze correlation between nutrient intake and average daily gain (ADG), and to predict nutrient requirement on Pegon cattle. The research was conducted at commercial Feedlot in Cariuk, Bogor using 971 Pegon cattles. This research used a correlation and multiple linear regression analysis. Prediction of DMI consisted of metabolism average body weight (ABW0.75 ) and ADG. The results showed that feeding system of Pegon cattle was good enough and meet the requirement. dry matter and nutrient intake influenced ADG varietively with the correlation was not significant. Pegon cattle needs 7-9 kg per head per day. DMI of feed with 14 % crude protein and 61-64 % TDN. The regression which has a highest R2 value was the cattle with body weight 200-250 kg, with prediction DMI = 5.412 – 0.040 ABW 0.75 + 0.154 ADG.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SISTEM PEMBERIAN PAKAN SERTA PREDIKSI KEBUTUHAN

NUTRIEN SAPI PEGON BERDASARKAN BOBOT BADAN

ACHMAD ZAINURI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sistem Pemberian Pakan serta Prediksi Kebutuhan Nutrien Sapi Pegon Berdasarkan Bobot Badan

Nama : Achmad Zainuri NIM : D24100014

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc Pembimbing I

Dr Sri Suharti, SPt MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul Sistem Pemberian Pakan Serta Prediksi Kebutuhan Nutrien Sapi Pegon Berdasarkan Bobot Badan, yang telah dilaksanakan pada bulan April-Juli 2014. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan pada Departeman Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan di masa yang akan datang. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Materi 2

Prosedur Penelitian 2

Observasi Lapang 2

Sistem Pemeliharaan dan Pemberian Pakan 2

Koleksi dan Preparasi Data 3

Analisis Data 3

Uji Validitas 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Peternakan 4

Penyiapan dan Pemberian Pakan 4

Konsumsi Nutrien Sapi Pegon 6

Kondisi dan Produktivitas Ternak 8

Korelasi antara Konsumsi Nutrien dan Pertambahan Bobot Badan Harian 9

Persamaan Prediksi Kebutuhan Bahan Kering dalam Persen Bobon Badan 10

Uji Validitas 10

Persamaan Hasil Korelasi Konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

RIWAYAT HIDUP 21

(11)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi nutrien ransum 3

2 Kandungan nutrien total mix ration untuk sapi Pegon berdasarkan periode pemeliharaan dalam BK 5

9 Prediksi kebutuhan BK, PK dan TDN sapi Pegon berdasarkan bobot badan 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel kesimpulan prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan ABW0.75, prediksi berdasarkan bobot badan.

15 2 Tabel anova prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan

ABW0.75 bobot badan 200

15 3 Tabel anova prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan

ABW0.75 bobot badan 250

15 4 Tabel anova prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan

ABW0.75 bobot badan 300

15 5 Tabel anova prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan

ABW0.75 bobot badan 350

16 6 Tabel anova prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan

ABW0.75 bobot badan 400

16 7 Tabel anova prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan

ABW0.75 bobot badan 450

16 8 Tabel anova prediksi kebutuhan BK dengan peubah tetap PPBH dan

ABW0.75 bobot badan 500

terhadap PBBH bobot badan 200-250 kg

(12)

17 Grafik penyebaran data korelasi antara konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH bobot badan 250-300 kg

18 18 Grafik penyebaran data korelasi antara konsumsi PK dan TDN

terhadap PBBH bobot badan 300-350 kg

19 19 Grafik penyebaran data korelasi antara konsumsi PK dan TDN

terhadap PBBH bobot badan 350-400 kg

19 20 Grafik penyebaran data korelasi antara konsumsi PK dan TDN

terhadap PBBH bobot badan 400-450 kg

19 21 Grafik penyebaran data korelasi antara konsumsi PK dan TDN

terhadap PBBH bobot badan 450-500 kg

20 22 Grafik penyebaran data korelasi antara konsumsi PK dan TDN

terhadap PBBH bobot badan ≥500 kg

(13)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara berkembang yang berbasis pertanian termasuk di dalamnya peternakan. Berbagai program pengembangan peternakan dilakukan oleh pemerintah, salah satunya program swasembada daging yang selalu menjadi target program pembangunan. Pemenuhan kebutuhan daging di Indonesia belum bisa terpenuhi oleh produk domestik sehingga nilai impor daging sapi ataupun bakalan sapi masih tinggi. Secara nasional kebutuhan daging sapi dan kerbau tahun 2012 untuk konsumsi dan industri sebanyak 484 000 ton, sedangkan ketersediaannya sebanyak 399 000 ton (82.4%) dicukupi dari sapi lokal, sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85 000 ton (17.6%). Kekurangan ini dipenuhi dari impor berupa sapi bakalan sebanyak 283 000 ekor (setara dengan daging 51 000 ton) dan impor daging beku sebanyak 34 000 ton (Ditjen Peternakan dan Keswan 2013).

Usaha penggemukan sapi potong semakin banyak diminati karena peluang pasar yang masih luas demi terpenuhinya kebutuhan daging di Indonesia. Bakalan sapi yang digunakan untuk usaha penggemukan berasal jenis sapi baik lokal maupun impor dengan bobot badan dan umur yang berbeda. Sapi lokal merupakan sapi yang didatangkan dari dalam negeri, sedangkan sapi impor yaitu sapi yang didatangkan dari luar negeri. Jenis sapi lokal yang digemukkan yaitu sapi Pegon dan sapi Simental-Limosin (SL).

Sapi Pegon adalah salah satu nama pasar jenis sapi lokal yang digemukkan. Sapi pegon merupakan sapi persilangan antara sapi Simental dan sapi Jawa atau Madura. Sapi ini banyak dikembangkan oleh masyarakat, khususnya daerah Jawa sehingga mudah untuk mendapatkan bakalan sapi Pegon. Selain itu penggemukan sapi Pegon dimaksudkan untuk mendukung program pemerintah demi terwujudnya swasembada daging dan mengurangi nilai impor sapi. Pada usaha penggemukan, peningkatan bobot badan yang optimal dengan pakan yang sesuai dan waktu yang singkat menjadi patokan untuk memperoleh keuntungan yang besar.

Pemilihan bakalan untuk program penggemukan serta pakan yang diberikan ikut menentukan keuntungan atau keberhasilan terkait dengan pencapaian pertambahan bobot badan yang optimal. Keberagaman bobot badan bakalan sapi yang digemukkan dan penyediaan pakan menjadi permasalahan tersendiri terkait dengan efektivitas pemiliharaan dan konsumsi pakan yang diberikan. Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha penggemukan sapi potong. Pakan memegang peranan sekitar 75 % dari total biaya operasional, tergantung tahap produksi dan performa yang diinginkan. Aspek nutrien pakan merupakan faktor utama yang mempengaruhi performa ternak (Azevedo et al. 2010)

(14)

2

Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis sistem pemberian pakan sapi Pegon, melihat hubungan atau korelasi antara konsumsi nutrien terhadap peningkatan bobot badan serta memprediksi kebutuhan bahan kering dan nutrien berdasar bobot badan yang sesuai kebutuhan sapi Pegon.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan penggemukan sapi potong komersial Kecamatan Cariuk, Bogor, Provinsi Jawa Barat, Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni 2014.

Materi

Alat penelitian yaitu hardware berupa komputer dan beberapa software

seperti microsoft word 2013, microsoft excel 2013 dan statistical product and service solution (SPSS) 16.0. Bahan penelitian yaitu data sekunder pemeliharaan sapi Pegon di tahun 2013 yang sudah dikelompokkan sesuai bobot badan dengan selang 50 kg . Populasi sapi Pegon yang digunakan adalah 971 ekor. Jumlah sapi dengan badan 200-250 kg adalah 29 ekor (3%), 250-300 kg adalah 177 ekor (18.5%), 300-350 kg adalah 323 ekor (33%), 350-400 kg adalah 252 ekor (26%), 400-450 kg adalah 108 ekor (11%), 450-500 kg adalah 58 ekor (6%), serta 24 ekor (2.5%) dengan bobot badan lebih dari 500 kg. Pakan yang diberikan berupa hijauan

Pennisetum purpureum (rumput gajah) dan ransum komplit yang terdiri dari ransum komplit starter dan finisher dengan bahan baku dan kandungan nutrien pakan yang diberikan selama pemeliharaan.

Prosedur Penelitian

Observasi lapang

Observasi lapang dilaksanakan untuk melihat kondisi umum peternakan serta manajemen penyiapan dan pemberian pakan, serta mencari informasi pendukung dengan melakukan wawancara secara langsung kepada manajer kandang dan manajer pakan serta beberapa karyawan yang bekerja di peternakan. Pemeliharaan dan pemberian pakan

Sapi Pegon dipelihara dengan diikat dan diberi akses ke tempat pakan dan minum secara individu. Tipe pemeliharaan sapi Pegon adalah head to head. Sapi tersebut dikelompokkan kedalam satu blok kandang untuk satu jenis sapi. Setiap blok akan dibagi menjadi beberapa pen dan setiap pen berisi 8–10 ekor yang sesuai dengan grade sapi.

(15)

komplit starter dan finisher. Ransum komplit starter diberikan untuk ternak yang baru datang sampai 20 hari, setelah 20 hari ternak akan diberikan ransum komplit

finisher. Pemberian pakan diberikan secara sesuai dengan patokan konsumsi hari sebelumnya dan kondisi ternak, sedangkan pemberian air minum diberikan secara

Ad libitum. Kandungan nutrien pakan yang diberikan pada sapi Pegon akan ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi nutrien pakan dalam BK

Pakan BK* Abu* PK* SK* LK* BETN* TDN

Ransum komplit Starter 85.67 12.85 16.61 18.31 2.90 49.33 64.06**

Ransum komplit Finisher 85.66 15.08 14.66 19.72 2.94 47.60 65.32**

Rumput gajah 15.75 12.46 8.78 31.03 0.07 47.66 54.34***

BK: bahan kering, PK: protein kasar, SK: serat kasar, LK: lemak kasar, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, dan TDN: total digestible nutrient.; *Hasil Analisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB.; **TDN = 40.263 + (0.197xPK) + (0.423xBETN) + (1.19xLK) - (0.138xSK) (Wardeh 1981).; ***TDN =-21.7656 + (1.4284xPK) + (1.0277xBETN) + (1.2321x LK) + (0.4867xSK) (Wardeh 1981)

Koleksi dan preparasi data

Koleksi data dilakukan dengan mengambil data pemeliharaan 971 sapi Pegon yang dikelompokkan berdasarkan bobot badan dengan selang 50 kg (Kearl 1982). Data 971 ekor sapi yang digunakan adalah data ternak yang sudah dilakukan eliminasi terhadap data sapi sakit dan yang dipelihara kurang dari 20 hari serta yang memiliki pertambahan bobot badan negatif untuk mengurangi bias pada data. Data yang diambil meliputi bobot badan awal sapi, bobot jual sapi, lama pemiliharaan, pertambahan bobot badan, rataan bobot badan harian serta konsumsi pakan harian dari rumput dan konsentrat. Selain itu, dilakukan perhitungan konsumsi bahan kering (BK) dan nutrien yang meliputi protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK) dan BETN.

Perhitungan konsumsi bahan kering dan nutrien diakumulasikan dari seluruh pakan yang diberikan. Nilai total nutrien tercerna atau total digestible nutrient (TDN) dihitung berdasarkan estimasi dari kandungan nutrien yang ada di dalam pakan (Wardeh 1981).

Analisis data

Data hasil wawancara dan observasi lapang seperti lokasi, kandang dan pakan dianalisis secara diskriptif. Analisis data diskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi umum peternakan serta penyiapan dan pemberian pakan. Data performa ternak seperti bobot badan awal , bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, dan lama pemeliharaan serta konsumsi bahan kering dan konsumsi nutrien dianalisis secara statistik menggunakan microsoft excel 2013 dan SPSS 16.0 untuk pengujian korelasi dan regresi.

(16)

4

Penentuan persamaan prediksi konsumsi bahan kering dilakukan dengan uji regresi dengan penentuan variabel konsumsi bahan kering dijadikan sebagai variabel terikat (Y) atau respon, sedangkan yang menjadi variabel bebas (X) yaitu bobot badan rata-rata metabolis (ABW0.75) dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) (Hardiyanto 2014). Dari hasil persamaan bahan kering yang sudah valid akan dikalkulasikan dengan persamaan penyebaran data konsumsi protein dan TDN untuk memperoleh nilai kebutuhan BK, PK dan TDN

Uji validitas

Uji validitas dimaksudkan untuk menguji seberapa baik instrumen penelitian mengukur konsep yang seharusnya diukur. Uji validitas digunakan untuk pengembangan persamaan prediksi baru yang dibuat yang dilakukan dengan cara melihat trendline antara konsumsi BK observasi sebagai peubah X dan konsumsi BK prediksi sebagai peubah Y. Konsumsi BK prediksi dan observasi dambil dari data sekunder pemeliharaan tahun 2012. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan microsoft exel 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Peternakan

Peternakan terletak di kawasan strategis di pinggir jalan provinsi sehingga memudahkan untuk proses transportasi maupun akomodasi. Peternakan ini berfokus pada program penggemukan dengan sistem intensif dengan kapasitas kurang lebih 3500 ekor. Kondisi kandang membujur dari barat ke timur dan beratapkan seng. Alas kandang, tempat pakan dan minum terbuat dari beton. Kawasan ini merupakan kawasan yang memeliki banyak sumber air.

Suhu udara dan kelembaban daerah Cariuk-Jonggol, Bogor rata-rata mencapai 25.7°C dan 84.1% (BPS 2014). Kondisi tersebut merupakan kondisi yang cukup ideal untuk ternak sapi potong. Menurut Williamson dan Payne (1993) bahwa suhu lingkungan yang optimal untuk ternak sapi potong adalah 21-27 oC. Kelembaban ideal bagi sapi potong adalah 60-80 % (Abidin 2006). Comfort zone

sapi silangan turunan pertama (F1) antara sapi yang berasal dari kawasan tropis dan sub tropis diperkirakan pada suhu udara 18-28oC (Aryogi 2005).

Selain bangunan kandang, terdapat juga kantor utama, asrama pegawai untuk tempat tinggal beberapa pegawai, pabrik dan gudang pakan untuk memproduksi dan menyimpan pakan yang akan diberikan kepada ternak dan juga terdapat kebun rumput gajah milik perusahaan yang digunakan untuk memasok sumber pakan hijauan bagi ternak. Selain itu, juga terdapat tempat pengelolaan limbah dari peternakan yang digunakan untuk pupuk.

Sistem Penyiapan dan Pemberian Pakan

(17)

gajah yang akan diberikan kepada ternak dicacah terlebih dahulu sehingga ukuran partikelnya lebih kecil. Pengurangan ukuran partikel mampu mempercepat gerak laju pakan dalam rumen sehingga menaikkan konsumsi pakan serta menurunkan

heat increament karena berkurangnya ruminasi (Utomo 2012).

Ransum komplit yang digunakan yaitu ransum komplit produksi sendiri dengan menggunakan bahan baku pakan seperti onggok, jagung, dedak padi, pollard, bungkil kelapa, bungkil kedelai, pelepah sawit, garam dan premix. Bahan baku tersebut diformulasi sendiri dan diproduksi setiap harinya untuk menjaga kualitas pakan yang dihasilkan. Ransum komplit tersebut dikemas dalam karung kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan dan untuk diberikan pada ternak pada hari itu juga atau paling lambat keesokan harinya. Jadi pakan pakan tersebut diberikan selalu dalam kondisi masih segar sehingga tidak mengurangi kandungan nutrien pakan.

Komposisi bahan penyusun ransum komplit starter dan finisher tidak jauh berbeda, yang membedakan hanyalah persentase penggunaan bahan dan juga kandungan nutrien dari kedua ransum komplit tersebut. Ransum komplit starter

memiliki nilai protein kasar yang lebih tinggi daripada finisher (Tabel 1), namun kandungan protein kedua ransum komplit tersebut diatas standar yang telah ditentukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Persyaratan mutu konsentrat sapi potong untuk program penggemukan yaitu dengan kadar air maksimal 14%, abu maksimal 12%, protein kasar minimal 13%, lemak kasar maksimal 7% dan TDN minimal 70%. Kandungan protein yang tinggi membuat biaya pakan akan terhitung lebih mahal, namun nilai protein yang tinggi diharapkan mampu mempercepat proses adaptasi ternak terhadap lingkungan baru ternak.

Rasio hijauan dan konsentrat periode 1 berbeda dengan rasio hijauan dan konsentrat periode 2. Pada periode 1 rasio hijauan lebih tinggi daripada periode 2, hal tersebut diharapkan untuk tetap menjaga nilai ransum yang diberikan kepada ternak dengan capaian protein sekitar 14 %. Pada periode 1 pakan konsentrat diberikan lebih sedikit daripada periode 2 tetapi dengan kandungan protein dan energi yang lebih tinggi. Selain itu pada dasarnya konsentrat yang digunakan secara kandungan nutrisi sudah merupakan ransum komplit sehingga hijauan hanya digunakan sebagai suplemen serat. Data kandungan nutrien total mix ration untuk sapi Pegon sesuai periode pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.

(18)

6

Tabel 2 Kandungan nutrien total mix ration (TMR) untuk sapi Pegon

Komposisi Bobot badan (kg)

200 250 300 350 400 450 ≥500

(19)

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa semakin besar bobot sapi maka konsumsi bahan kering dan zat makanan lainya secara jumlah juga semakin meningkat. Namun, tidak terlihat adanya peningkatan konsumsi yang signifikan setiap kenaikan bobot badan 50 kg. Jika dilihat konsumsi per persen bobot badan, semakin tinggi bobot badan maka konsumsi per bobot badan akan semakin menurun. Menurut Parakkasi (1999) hewan dengan bobot badan yang relatif lebih kecil menggunakan lebih sedikit (dalam persen) dari makanan yang terkonsumsi untuk memenuhi hidup pokoknya dibandingkan dengan hewan yang lebih tua dan lebih besar, dengan demikian makanan yang terkonsumsi akan lebih banyak digunakan untuk produksi.

Pemenuhan kebutuhan dapat dibandingkan dengan beberapa standar kebutuhan yang sesuai dengan kondisi Indonesia yang beriklim tropis dan merupakan negara berkembang. Data standart kebutuhan nutrien diperoleh dari interpolasi dari standar yang sudah ada supaya data standar sesuai dengan rataan bobot badan dan pertambahan bobot badan yang dicapai. Data tersebut ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Standar kebutuhan bahan kering dan nutrien menurut Kearl (1982) Konsumsi

Konsumsi pakan merupakan hal mendasar dalam penentuan fungsi dan respon ternak serta level nutrient penggunaan nutrien dalam pakan (Arora 1995). Ternak pada umumnya akan mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya terlebih dahulu, kemudian akan meningkat sejalan dengan perkembangan performa dan produksi yang dihasilkan.

Konsumsi bahan kering merupakan faktor yang penting diperhatikan dalam pemberian pakan pada ternak karena pada umumnya kebutuhan ternak direpresentasikan dalam bentuk bahan kering. Konsumsi bahan kering sapi pegon ini belum sesuai dengan standar Kearl 1982 karena pada bobot kurang dari 300 kg melebihi standar kebutuhan (Tabel 4) sedangkan sapi dengan bobot lebih dari 350 kg kurang dari standar kebutuhan (Tabel 4). Hal tersebut dapat terjadi karena sapi Pegon mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak jauh berbeda yaitu pada sekitar rataan 7-9 kg BK per hari. Mc Maniman et al. (2009) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keakurasian dalam menentukan kebutuhan konsumsi bahan kering seperti interaksi antar individu, pakan, hewan ternaknya, lingkungan dan menejemen.

(20)

8

bobot badan ternak (Kearl 1982). Menurut Haryanto (2012) Ukuran tubuh ternak mempengaruhi kebutuhan energi, dimana ternak dengan ukuran yang lebih besar memerlukan energi untuk hidup pokok lebih tinggi dibandingkan ternak dengan ukuran tubuh lebih kecil.

Produktivitas Ternak

Data pemeliharaan dan produktivitas sapi Pegon selama tahun 2013 disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Pertambahan bobot badan sapi Pegon selama pemeliharaan

Variabel 200 kg 250 kg 300 kg 350 kg 400 kg 450 kg ≥500 kg

ABW: average body weight (rataan bobot badan), ABW0.75: average body weight metabolic (rataan

bobot badan metabilis), PBBH: pertambahan bobot badan harian

Lama waktu pemeliharaan sapi di peternakan berkisar 100 – 112 hari, dengan rata rata pertambahan bobot badan harian 0.77 sampai 1.05 kg. Sehingga diperoleh rataan bobot akhir senilai 446.23 kg (Tabel 5). Field dan Taylor (2002) menyatakan bahwa penyebab perbedaan bobot badan akhir adalah adanya perbedaan konsumsi pakan setiap harinya serta pertambahan bobot serta jumlah otot dan lemak yang disimpan oleh tubuh.

(21)

Korelasi antara Konsumsi Nutrien dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan bahan kering dan nutrien terhadap pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi bahan kering dan nutrien terhadap pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Namun konsumsi bahan kering dan nutrien terhadap pertambahan bobot badan harian memiliki nilai yang positif. Data nilai korelasi konsumsi nutrien dan pertambahan bobot badan ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai korelasi konsumsi nutrien dan PBBH

PBBH Konsumsi nutrien (kg hari -1)

(kg hari -1) BK PK SK LK BETN TDN

200 0.377 0.362 0.383 0.371 0.374 0.375

250 0.095 0.103 0.074 0.139 0.093 0.098

300 0.216 0.222 0.203 0.233 0.216 0.218

350 0.208 0.204 0.206 0.216 0.206 0.208

400 0.300 0.305 0.298 0.290 0.302 0.300

450 0.106 0.095 0.115 0.098 0.104 0.104

500 0.042 0.040 0.051 0.020 0.043 0.041

Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan dari data diatas tergolong kecil karena nilai mendekati nol. Nilai korelasi yang mendekati nol memiliki hubungan yang lemah (Irianto 2004). Menurut Nurgiantoro (2004) koefisien korelasi berkisar antara -1.00 sampai dengan +1.00, koefisien r 1.00 baik positif atau negatif menunjukkan bahwa ada hubungan yang sempurna. Semakin tinggi nilai r maka hubungan antara kedua variabel semakin erat atau sempurna. Nilai korelasi dianggap mulai memiliki hubungan erat jika nilai korelasinya diatas 70 % baik dari +1.00 atau -1.00.

Konsumsi bahan kering dan nutrien terhadap pertambahan bobot badan harian memiliki hubungan yang linier, namun penyebaran data yang beragam yang menunjukkan respon berbeda antara setiap sapi dari berbagai bobot badan. Data tersebut sesuai dengan kondisi di lapang bahwa dengan bobot badan yang seragam dan jumlah konsumsi yang hampir sama memberikan respon yang sangat beragam terhadap pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan genetik sapi Pegon yang dapat terlihat dari pertambahan bobot badan harian yang sangat beragam yaitu dengan kisaran 0.1-1.7 kg. Selain itu juga diduga dari sistem pemeliharaan sebelumnya yang belum terstandar.

Persamaan prediksi kebutuhan bahan kering dalam persen bobot badan.

(22)

10

pertambahan bobot badan (Kolath et al. 2006). Berikut adalah hasil regresi berdasarkan bobot badan yang dikelompokan dengan selang 50 kg yang disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Penentuan model regresi Bobot badan

awal (kg)

Persamaan regresi Adjusted R2 200 BK = 5,412 – 0.040 ABW 0.75 + 0.154 PBBH 33.5

250 BK = 5.134 – 0.035 ABW 0.75 + 0.008 PBBH 32.6 300 BK = 4.121 – 0.024 ABW 0.75 + 0.053 PBBH 24.0 350 BK = 4.023 – 0.022 ABW 0.75 + 0.075 PBBH 15.2

400 BK = 4.285 – 0.025 ABW 0.75 + 0.152 PBBH 16.5 450 BK = 4.115 – 0.022 ABW 0.75 + 0.050 PBBH 18.5 500 BK = 4.671 – 0.027 ABW 0.75 + 0.152 PBBH 27.9

Dari persamaan diatas dapat diprediksi kebutuhan bahan kering dengan pertambahan bobot badan yang kita harapkan dan juga rataan bobot badan metabolis ternak yang akan digemukkan. Bobot badan awal yang sesuai dapat ditentukan berdasarkan hasil regresi tersebut. Penentuan bobot badan awal yang sesuai melalui persamaan pada Tabel 5 dengan mempertimbangkan nilai adjusted

R2 dari masing masing regresi bobot badan. Adjusted R2 diterjemahkan sebagai R2 yang disesuaikan. Nilai ini menyatakan bahwa adjusted R2 adalah sebuah statistik yang berusaha mengoreksi R2 agar lebih mendekati ketepatan model dalam populasi (Herdiyanto 2014).

Nilai Adjusted R2 tertinggi terlihat pada bobot badan awal 200–250 kg yaitu sebesar 33.55. Rekomendasi untuk pemilihan bobot badan yang sesuai dengan persamaan tersebut adalah pada bobot badan 200 – 250 kg dengan rataan konsumsi BK sebesar 2.72 % BB. Menurut Badan Litbang Pertanian (2013), bobot badan bakalan yang ideal untuk penggemukan sapi yaitu 260 – 300 kg dengan umur 1,5 – 2,5 tahun.

Uji Validitas

Uji validitas merupakan uji untuk mengetahui tingkat ketepatan persamaan regresi linier berganda. Pengujian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara data observasi yang tidak digunakan dibandingkan dengan data hasil prediksi. Pengujian ini akan dilakukan pada salah satu persamaan yang memungkinkan adanya data observasi lain. Hasil uji validitas akan di tampilkan pada Gambar 5.

(23)

Gambar 1 Validitas persamaan dengan bobot badan 250 – 300 kg. Persamaan hasil korelasi konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH

Persamaan dari penyebaran data hubungan antara konsumsi PK dan TDN akan digunakan untuk membuat dasar penentuan pola standar konsumsi sapi Pegon sesuai pertambahan bobot badan harian. Persamaan konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH akan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Persamaan konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH

Bobot Persamaan

Persamaan di atas akan digunakan untuk menghitung standar konsumsi bahan kering, protein kasar dan TDN sapi Pegon untuk pertambahan bobot badan yang diharapkan. Data standar konsumsi bahan kering , protein kasar dan TDN akan disajikan pada Tabel 9.

(24)

12

Tabel 9 Prediksi kebutuhan BK, PK dan TDN sapi Pegon berdasarkan bobot badan

Bobot PBBH Bahan kering Protein kasar TDN

badan (kg) (kg) (%) (kg) (kg) (%) (kg) (%)

200 0.75 2.72 7.88 1.13 14.28 4.88 61.97

1.00 2.76 7.99 1.15 14.39 5.00 62.53

1.25 2.79 8.11 1.18 14.50 5.11 63.07

250 0.75 2.44 8.02 1.18 14.70 5.12 63.82

1.00 2.44 8.03 1.19 14.81 5.16 64.26

1.25 2.44 8.04 1.20 14.92 5.20 64.70

300 0.75 2.07 8.01 1.18 14.68 5.11 63.74

1.00 2.08 8.06 1.20 14.84 5.20 64.43

1.25 2.10 8.11 1.22 15.00 5.28 65.11

350 0.75 2.04 8.56 1.24 14.46 5.35 62.47

1.00 2.06 8.64 1.25 14.42 5.43 62.83

1.25 2.08 8.72 1.25 14.38 5.51 63.18

400 0.75 1.97 8.78 1.29 14.68 5.59 63.65

1.00 2.03 9.06 1.31 14.51 5.70 62.89

1.25 2.09 9.34 1.34 14.36 5.81 62.17

450 0.75 1.77 9.15 1.32 14.46 5.73 62.67

1.00 1.78 9.21 1.33 14.45 5.77 62.64

1.25 1.79 9.27 1.34 14.44 5.81 62.61

500 0.75 1.66 9.37 1.38 14.70 5.97 63.75

1.00 1.70 9.58 1.38 14.41 5.99 62.48

1.25 1.74 9.80 1.39 14.13 6.00 61.27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sistem pemberian pakan di peternakan sudah sesuai standar pemberian pakan. Pemberian pakan diberikan dalam bentuk segar yang dilakukan lima kali sehari. Sapi pegon membutuhkan konsumsi bahan kering 7-9 kg (1.66-2.79 % bobot badan) per hari dengan kebutuhan PK sekitar 14 % dan TDN 61–64 %. Konsumsi pakan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pertambahan bobot badan. Sapi Pegon dengan bobot badan 200-250 kg merupakan sapi yang memiliki nilai adj R2 dan nilai efisiensi pakan terbaik diantara bobot badan lainya.

Saran

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka. Agus A. 2007. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. Yogyakarta (ID): PT. Citra

Adi Parama.

Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Aryogi. 2005. Kemungkinan timbulnya interaksi antara genetik dan ketinggian lokasi terhadap performans sapi potong silangan peranakan ongole di jawa timur. [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Azevêdo JAG, Sebastio de Campos VF, Douglas dos SP, Rilene Ferreira DV, Edenio D. 2010. Prediction of Dry Matter Intake by Cattle in Feedlot

[Internet].[diunduh 2014 April 30]. Tersedia pada: www.BR-CorteBrazil.co.id.

[Litbang Pertanian] Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. 2013.

Formulasi ransum pada usaha ternak sapi penggemukan. Sinar tani. Agroinovasi. Edisi 4 no 3522 tahun XLIV.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Data suhu dan kelembaban daerah Bogor [Internet].[diunduh 2015 Januari 15]. Tersedia pada: www.bps suhu dan kelembaban.co.id.

[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Data impor daging indonesia. [Internet]. [diunduh 2014 Mei 15]. Tersedia pada: www.pertanian.go.id.

Field TG, Taylor RT. 2002. Beef Production and Management Decisions. Ed ke-4. New Jersey (US): Prentice Hall.

Hardiyanto Y. 2014. Evaluasi penyiapan pakan dan prediksi kebutuhan bahan kering pada sapi pegon dan SL. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Haryanto B. 2012. Perkembangan Penelitian Nutrisi Ruminansia. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Irianto A. 2004. Statistika Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed ke-1. Cetakan ke-5. Jakarta (ID): Prenada Media Group.

Kearl LC. 1982. Nutrient Requirement or Ruminant in Developing Countries. International Feedstuffs Institute Utah. Agric. Exp, Station Utah Satate University Logan, Utah. USA.

Kolath WH, Kerley MS, Golden JW. 2006. The relationship between mitochondrial function and residual feed intake in angus steers. J Anim Sci. 84: 861-865.

Mc Maniman JP, Defoor PJ, Galyean. 2009. Evaluation of the national research council (1996) dry matter intake prediction equations and relationships between intake and performance by feedlot cattle. J Anim Sci. 87 :1138-1146.

Nurgiyantoro B, Gunawan, Marzuki. 2004. Statistik Terapan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Orskov ER. 1998. The Feeding of Ruminant Principles and Practice. Marlow (UK) : Chalombe publ.

(26)

14

Sagala W. 2011. Analisis biaya pakan dan performa sapi potong lokal pada ransum hijauan tinggi yang disuplementasi ekstrak lerak (sapindus rarak). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Utomo R. 2012. Evaluasi Pakan dengan Metode Noninvasif. Yogyakarta (ID): PT Citra Aji Purnama.

Wardeh MF. 1981. Models for esmating energy and protein utilization for feeds [disertasi]. Utah (US): Utah State Univ Pr.

(27)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Kesimpulan Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap ABW0.75 dan PBBH, Prediksi Berdasarkan Bobot Badan.

Bobot

BK: bahan kering (peubah respon), PBBH: pertambahan bobot badan harian, ABW0.75: rataan bobot

badan metabolis.

Lampiran 2 Tabel ANOVA Prediksi kebutuhan BK dengan Peubah Tetap ABW0.75 dan PBBH Bobot Badan 200

Lampiran

Lampiran 3 Tabel ANOVA Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap ABW0.75 dan PBBH Bobot Badan 250

Lampiran

Lampiran 4 Tabel ANOVA Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap ABW0.75 dan PBBH Bobot Badan 300

(28)

16

Lampiran 5 Tabel ANOVA Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap ABW0.75

dan PBBH Bobot Badan 350 Lampiran

Lampiran 7 Tabel ANOVA Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap ABW0.75 dan PBBH Bobot Badan 450

Lampiran

Lampiran 8 Tabel ANOVA Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap ABW0.75 dan PBBH Bobot Badan 500

Lampiran

Lampiran 9 Tabel Koefisien Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap PBBH dan ABW0.75 Bobot Badan 200

Model

Koefisien tidak distandarisasi

Koefisien

distandarisasi thit Sig.

(29)

Lampiran 10 Tabel Koefisien Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap PBBH

distandarisasi Thit Sig.

Statistik Lampiran 11 Tabel Koefisien Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap PBBH

dan ABW0.75 Bobot Badan 300 Model

Koefisien tidak distandarisasi

Koefisien

distandarisasi Thit Sig.

Statistik Lampiran 12 Tabel Koefisien Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap PBBH

dan ABW0.75 Bobot Badan 350 Model

Koefisien tidak distandarisasi

Koefisien

distandarisasi Thit Sig.

Statistik Lampiran 13 Tabel Koefisien Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap PBBH

dan ABW0.75 Bobot Badan 400 Model

Koefisien tidak distandarisasi

Koefisien

distandarisasi Thit Sig.

(30)

18

Lampiran 14 Tabel Koefisien Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap PBBH dan ABW0.75 Bobot Badan 450

Model

Koefisien tidak distandarisasi

Koefisien

distandarisasi Thit Sig.

Statistik kolinieritas

B Galat Beta Toleransi VIF

1

(konstan) 4.115 0.641 6.418 0.000

ABW0.75 -0.022 0.006 -0.508 -3.600 0.001 0.719 1.391

ADG 0.050 0.069 0.102 0.725 0.471 0.719 1.391

Lampiran 15 Tabel Koefisien Prediksi Kebutuhan BK dengan Peubah Tetap PBBH dan ABW0.75 Bobot Badan 500

Model

Koefisien tidak distandarisasi

Koefisien

distandarisasi Thit Sig.

Statistik kolinieritas

B Galat Beta Toleransi VIF

1

(konstan) 4.671 1.002 4.660 0.000

ABW0.75 -0.027 0.009 -0.665 -2.903 0.009 0.597 1.676

ADG 0.074 0.117 0.144 0.629 0.536 0.597 1.676

Lampiran 16 Grafik Penyebaran Data Korelasi antara Konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH bobot badan 200-250 kg

(31)

Lampiran 18 Grafik Penyebaran Data Korelasi antara Konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH bobot badan 300-350 kg

Lampiran 19 Grafik Penyebaran Data Korelasi antara Konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH bobot badan 350-400 kg

(32)

20

Lampiran 21 Grafik Penyebaran Data Korelasi antara Konsumsi PK dan TDN terhadap PBBH bobot badan 450-500 kg

(33)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 17 Januari 1992 sebagai anak kedua dari pasangan berbahagia Bapak Suparman dan Ibu Sri’ah. Tahun 2004 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Plandaan. Tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tembelang. Tahun 2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Jombang dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan

Saringan Masuk Institut (USMI) dan memperoleh beasiswa Bidik Misi dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selama masa perkuliahan, penulis juga aktif dalam berbagai organisasi dimulai dari sebagai pengurus himpunan mahasiswa (HIMASITER) sebagai staf pengembangan sumber daya mahasiswa (PSDM) tahun 2011-2012 kemudian menjadi ketua HIMASITER pada tahun 2012-2013. Selain itu juga tergabung dalam formatur dan kepengurusan South East Asia Animal Science Networking (SEAAS Net) dan juga Klub Sekolah Peternakan Rakyat (KSPR IPB).

Selain Aktif di organisasi penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan baik yang ada di IPB ataupun di lingkup Bogor. Penulis pernah menjadi delegasi dalam

Internship Program di Perlis Malaysia pada bulan Januari – Februari 2013 serta peserta dalam kegiatan IPB Goes to Field di Wonosalam pada Juli 2013. Penulis juga menjadi asisten praktikum dalam beberapa mata kuliah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan perolehan beasiswa Bidik Misi sehingga saya bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Terimakasih kepada dosen pembimbing Dr. Sri Suharti, SPt MSi sebagai pembimbing akademik dan juga pembimbing skripsi, Prof Dr Ir Nahrowi, MSc sebagai pembimbing pertama skripsi. Dr Ir Widya Hermana, MSi dan Ibu Dilla Mareistia Fassah, SPt MSc sebagai dosen panitia dan pembahas seminar pada tanggal 26 September 2014. Dosen penguji siding yang dilaksanakan pada tanggal 30 maret 2015 yaitu Dr. Ir Didid Diapari, MSi dan M. Baihaqi SPt, MSc. serta seluruh dosen pengajar dan staf tata usaha Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta atas dukungan dan doanya sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah saya. Terimakasih untuk seluruh teman D.NET, HIMASITER, SM Management, Keluarga Asri Putra, serta seluruh sahabat-sahabat yang hebat atas semangat dan dorongan serta hari-hari indah selama kuliah, serta seluruh pihak yang telah membantu terselesaikanya karya ilmiah ini.

(34)

Gambar

Tabel 3  Konsumsi nutrien sapi pegon berdasarkan kelompok bobot badan bakalan
Tabel 4  Standar kebutuhan bahan kering dan nutrien menurut Kearl (1982)
Tabel 5 Pertambahan bobot badan sapi Pegon selama pemeliharaan
Gambar 1 Validitas persamaan dengan bobot badan 250  – 300 kg.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai jenis konsentrat terhadap konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan ternak kelinci jenis New Zealand

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji kebutuhan pakan, energi dan nutrien pakan melalui hubungan antara konsumsi pakan dengan bobot metabolik berdasarkan metode

Penelitian ini bertujuan untuk mempelaj ari penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan karkas sapi Brahman Cross Heifer dengan pemberian konsentrat yang berbeda,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian limbah bayam dalam ransum terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan ayam kampung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi, kecernaan nutrien, perubahan bobot badan, dan status fisiologi kambing Bligon jantan yang diberi perlakuan pembatasan pakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi, kecernaan nutrien, perubahan bobot badan, dan status fisiologi kambing Bligon jantan yang diberi perlakuan pembatasan pakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi, kecernaan nutrien, perubahan bobot badan, dan status fisiologi kambing Bligon jantan yang diberi perlakuan pembatasan pakan

Materi Penelitian Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi Limousin Cross jantan dengan rata-rata bobot badan 371,4 ± 9,6 kg.. Pakan Pakan yang