PELUANG KEMISKINAN
(Studi Kasus : Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara)
Oleh :
ENDANG SARI SIMANULLANG
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
ABSTRAK
ENDANG SARI SIMANULLANG.
Analisis Model Peluang Kerja Suami dan
Istri, Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan. Studi Kasus :
Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah Propinsi Sumatera Utara (
SJAFRI MANGKUPRAWIRA
sebagai
Ketua,
RINA OKTAVIANI DAN ARIEF DARYANTO
sebagai Anggota
Komisi Pembimbing).
Usaha perikanan yang ditekuni oleh nelayan tradisional sebagian besar
didominasi usaha berskala kecil, teknologi sederhana dan sangat dipengaruhi oleh
irama musim. Hal tersebut mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumahtangga
yang minim. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rumahtangga nelayan
tradisional diperlukan pendekatan yang memperhatikan pola pengambilan
keputusan dalam rumahtangga nelayan tradisional.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis : (1) faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap peluang kerja suami dan istri di luar sub sektor perikanan,
(2) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga
nelayan tradisional, dan (3) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang
kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional.
Hasil penelitian menunjukkan fenomena pencarian tambahan pendapatan
mempengaruhi peluang kerja suami di luar sub sektor perikanan walaupun
pendapatan yang dihasilkan tinggi atau rendah. Faktor-faktor non ekonomi seperti
jumlah anak balita, umur istri dan lama pendidikan istri mempengaruhi peluang
istri bekerja di luar sub sektor perikanan. Produksi nelayan dipengaruhi oleh biaya
produksi, aset perahu, dummy jaring dan dummy musim. Curahan waktu kerja
suami di dalam sub sektor perikanan dipengaruhi oleh umur suami, lama
pendidikan suami, umur perahu dan dummy musim. Curahan waktu kerja suami
di luar sub sektor perikanan dipengaruhi oleh lama pendidikan suami dan dummy
musim. Curahan waktu kerja istri di luar sub sektor perikanan dipengaruhi oleh
jumlah anak balita dan lama pendidikan istri. Pendapatan suami di dalam sub
sektor perikanan dipengaruhi oleh produksi, harga jual ikan atau udang, dan
dummy musim. Pendapatan suami di luar sub sektor perikanan dipengaruhi oleh
curahan waktu kerja suami di luar sub sektor perikanan, umur suami, lama
pendidikan dan dummy musim. Pendapatan istri di luar sub sektor perikanan
dipengaruhi oleh oleh curahan waktu kerja istri di luar sub sektor perikanan dan
lama pendidikan istri. Pendapatan total rumahtangga, banyaknya anggota
rumahtangga dan dummy musim mempengaruhi konsumsi pangan. Pendapatan
total rumahtangga, banyaknya anggota rumahtangga, konsumsi pangan dan
dummy musim mempengaruhi konsumsi non pangan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional adalah
pengeluaran total rumahtangga dan dummy musim.
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa dalam tesis saya yang
berjudul :
ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI,
EKONOMI
RUMAHTANGGA
DAN
PELUANG
KEMISKINAN
(STUDI KASUS : RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL DI
KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROPINSI
SUMATERA UTARA)
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukin rujukannya. Tesis ini
belum pernah diajukan untuk untuk memperoleh gelar pada program sejenis dari
Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2006
Endang Sari Simanullang
Nrp. A151020351
iii
Hak Cipta Endang Sari Simanullang, tahun 2006
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apapun baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.
PELUANG KEMISKINAN
(Studi Kasus : Rumah tangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara)
Oleh :
ENDANG SARI SIMANULLANG
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1980 di Sibolga, Sumatera
Utara. Penulis merupakan anak kelima dari lima orang bersaudara dari Bapak
H. Agus Jamin Simanullang dan Almh. Ibu Rohana Sitompul.
Penulis masuk sekolah dasar tahun 1986 di SD 081232 Sibolga. Pada
tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Sibolga dan Tahun 1998
penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 2 Plus Matauli, Pandan.
Pendidikan sarjana (S1) penulis selesaikan di Fakultas Pertanian Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian / Agrobisnis, Universitas Riau, Pekanbaru Tahun 2002.
pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Program
Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
v
PRAKATA
Alhamdulillahirabbala’lamin.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga Tesis yang merupakan salah satu syarat
untuk melaksanakan penelitian akhir dan penyelesaian studi pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat terselesaikan.
Tesis ini berjudul “Analisis Model Peluang Kerja Suami dan Istri, Perilaku
Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan (Studi Kasus : Rumahtangga
Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi
Sumatera Utara) disusun berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada tahun
2004 dan awal tahun 2005.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira sebagai Ketua Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS dan Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc sebagai Anggota
Komisi Pembimbing, atas arahan dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini.
2.
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai Penguji luar komisi atas saran dalam
penyempurnaan tulisan ini.
3.
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
beserta staf yang telah memberikan kemudahan selama mengikuti kegiatan
akademik.
4.
Sahabat-sahabatku (Nana, Ujay, Elis, Rizal, Andre, Rini, Murni, Guslaini,
vi
2002 EPN yang telah memberikan bahan masukan dan semangat kepada
penulis untuk penyelesaian tesis ini.
Secara khusus penulis mengucapkan rasa terimakasih dan dan hormat yang
mendalam pada Ayahanda H. Agus Jamin Simanullang dan Ibunda Almh.
Rohanda Sitompul, Etek Siti Aisyah Nasution, Saudaraku (Iwan, Lian, Evi, Ita)
yang selalu mendukung dan mendoakan setiap aktivitas penulis untuk menjadi
orang yang bermanfaat.
Penghargaan dan rasa terimakasih yang tulus kepada Ir. Hj. Roslila
Sitompul dan keluarga atas dukungan dan motivasi dalam mendorong penulis
untuk melanjutkan dan menyelesaikan studi. Secara khusus penulis mengucapkan
terimakasih kepada ” Tante Samsiah” yang telah mengorbankan waktu dan tenaga
untuk menjaga penulis dan keluarga ketika almarhumah umak baru meninggal
dunia.
Penulis mengucapkan terimakasih atas perhatian keluarga Om Naskom
Sitompul, SH, keluarga nenek Salbiah Sitompul, keluarga tante Butet Sitompul,
dan keluarga Armansyah Sitompul selama penulis menyelesaikan studi.
Penulis menyadari tulisan ini banyak kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Januari 2006
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
...
xi
DAFTAR GAMBAR
... xiii
DAFTAR LAMPIRAN
... xiv
I.
PENDAHULUAN
...
1
1.1. Latar Belakang ...
1
1.2. Perumusan Masalah ...
4
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...
6
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ...
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
...
8
2.1. Peluang Kerja Anggota Rumahtangga ...
8
2.2. Ekonomi Rumahtangga Nelayan ...
12
2.3. Kemiskinan Rumahtangga Nelayan di Wilayah Pesisir ...
16
III. KERANGKA PEMIKIRAN
...
20
3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri Nelayan Di Luar
Sub Sektor Perikanan ...
20
3.2. Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional ...
23
3.3. Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan
Tradisional...
40
IV. METODOLOGI PENELITIAN
………. ...
42
4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ...
42
4.2. Metode Pengumpulan Data ...
42
4.3. Penarikan Contoh Sampel ...
43
4.4. Model dan Metode Analisis ...
43
4.5. Metode Pendugaan Model...
53
4.6. Definisi Operasional ...
54
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
...
57
5.1. Letak dan Keadaan Alam ...
57
viii
5.3. Kependudukan ...
58
5.4. Potensi Ekonomi...
60
5.5. Sumber Daya Perikanan ...
61
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SUB
SEKTOR PERIKANAN
...
67
6.1. Peluang Kerja Suami Di Luar Sub
Sektor Perikanan ...
67
6.2. Peluang Kerja Istri Di Luar Sub Sektor Perikanan...
71
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA
...
77
7.1. Produksi Nelayan ...
77
7.2. Curahan Waktu Kerja Suami Di Dalam
Sub Sektor Perikanan...
80
7.3. Curahan Waktu Kerja Suami Di Luar Sub
Sektor Perikanan...
83
7.4. Curahan Waktu Kerja Istri Di Luar Sub
Sektor Perikanan...
85
7.5. Pendapatan Suami Di Dalam Sub Sektor Perikanan ...
87
7.6. Pendapatan Suami Di Luar Sub Sektor Perikanan ...
90
7.7. Pendapatan Istri Di Luar Sub Sektor Perikanan...
93
7.8. Konsumsi Pangan ...
95
7.9. Konsumsi Non Pangan...
97
VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA
NELAYAN TRADISIONAL
...
100
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
... 106
9.1. Kesimpulan... 106
9.2. Saran... 108
DAFTAR PUSTAKA
... 110
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.
Produksi Ikan Menurut Asal Tangkapan dan Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2004 ...
3
2.
Identifikasi Model Rumahtangga Nelayan...
52
3.
Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur di Kecamatan Pandan Tahun 2003
di Kabupaten Tapanuli Tengah...
58
4.
Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan dan Desa/Kelurahan Tahun 2003 ...
59
5.
Banyaknya Industri Dirinci Menurut Jenis dan Desa /
Kelurahan Tahun 2003 ...
60
6. Karakteristik Rumahtangga Responden ...
63
7. Curahan Waktu Kerja Suami Di Dalam
Sub Sektor Perikanan dan Di Luar Sub Sektor Perikanan ...
68
8. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Peluang Kerja Suami Di Luar Sub Sektor
Perikanan ... 69
9. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Peluang Kerja Istri Di Luar Sub Sektor Perikanan ...
71
10. Rata-Rata Curahan Waktu Kerja Anggota Rumahtangga
Nelayan Tradisional ...
74
11. Rata-Rata Pendapatan Rumahtangga Nelayan Tradisional...
74
12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Produksi Nelayan ...
78
13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Curahan Waktu Kerja Suami Di Dalam Sub Sektor
Perikanan ...
81
14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Curahan Waktu Kerja Suami Di Luar Sub Sektor
x
15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Curahan Waktu Kerja Istri Di Luar Sub Sektor Perikanan ...
85
16. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Pendapatan Suami Di Dalam Sub Sektor Perikanan...
88
17. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Pendapatan Suami Di Luar Sub Sektor Perikanan...
91
18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Pendapatan Istri Di Luar Sub Sektor Perikanan ...
93
19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Konsumsi Pangan...
95
20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan
Konsumsi Non Pangan ...
97
21. Kontribusi Pendapatan Suami Di Dalam Sub Sektor
Perikanan dan Di Luar Sub Sektor Perikanan. ... 100
22. Rata-Rata Kontribusi Pendapatan Rumahtangga Nelayan
Tradisional pada Musim Paceklik dan Musim Panen ... 101
23.
Rata-Rata Pengeluaran Rumahtangga Nelayan Tradisional
pada Musim Paceklik dan Musim Panen ... 102
24.
Hasil Regresi Faktor-faktor yang Berpengaruh
Terhadap Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.
Kurva Indiferens ...
24
2.
Perubahan Tingkat Upah dan Tingkat Kepuasan Individu ...
26
3.
Kurva Hubungan Perubahan Pendapatan dengan Konsumsi ...
33
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.
Hasil Pendugaan Model Peluang Kerja Suami Di Luar Sub
Sektor Perikanan ...
115
2.
Hasil Pendugaan Model Peluang Kerja Istri Di Luar Sub
Sektor Perikanan ...
116
3.
Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga
Nelayan Tradisional ...
117
4.
Hasil Pendugaan Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga
1.1.
Latar Belakang
Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional
dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu
dikembangkan dan dikelola sumber daya yang tersedia. Salah satu sumber daya
alam potensial yang dapat menunjang tujuan pembangunan tersebut adalah
sumber daya perikanan.
Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan dapat dilihat dari dua
hal yaitu sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan sebagai sumber pangan
khususnya protein hewani. Sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, pembangunan
perikanan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan serta pelaku
ekonomi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan produksi perikanan,
memberikan devisa negara melalui ekspor, memacu pembangunan ekonomi
daerah khususnya kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil serta memasok bahan
baku industri. Ikan sebagai sumber protein hewani yang diperlukan manusia untuk
pertumbuhan sangat penting dalam membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas.
Produk domestik bruto (PDB) sektor kelautan dan perikanan selama
periode tahun 2000-2004 meningkat sebesar 26.06 persen. Kenaikan produk
domestik bruto sektor kelautan dan perikanan tersebut juga didukung dengan
peningkatan produksi perikanan.
Pada tahun 2000, produksi perikanan sebesar 5 107 juta ton maka pada
2
peningkatan. Pada tahun 2000, nelayan di Indonesia hanya berjumlah 3 105 juta
orang dan pada tahun 2004, mencapai 4 467 juta orang.
Kondisi geografis Sumatera Utara sebagai daerah yang memiliki pantai
dan pulau telah menjadikan sektor perikanan sebagai sektor andalan guna memacu
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat daerah Sumatera Utara.
Kebijakan pembangunan sektor perikanan ke depan didasarkan pada pendekatan
pembagian tiga wilayah pengembangan.
Pertama, wilayah pengembangan perikanan I. Daerah yang termasuk
dalam wilayah ini adalah Mandailing Natal, Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli
Selatan dan Nias. Potensi unggulan wilayah ini penangkapan ikan lepas pantai dan
perairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif). Kedua, wilayah pengembangan II yang
dikembangkan sebagai pusat perikanan budidaya meliputi daerah Toba Samosir,
Simalungun, Dairi, dan Tapanuli Utara. Ketiga, wilayah pengembangan III yang
menjadi fokus pengembangan perikanan tangkap meliputi daerah Langkat, Deli
Serdang, Tanjung Balai, Asahan dan Labuhan Batu.
Berdasarkan pendekatan pembagian tiga wilayah pengembangan
perikanan tersebut, salah satu daerah yang yang memiliki potensi unggulan
wilayah penangkapan ikan adalah Kabupaten Tapanuli Tengah yang termasuk
dalam wilayah pengembangan perikanan I. Wilayah ini memiliki potensi
unggulan yaitu penangkapan ikan.
Pada daerah Tapanuli Tengah, Kontribusi sektor perikanan terhadap sektor
pertanian pada tahun 2004 sebesar 19.98 persen dan sub sektor perikanan
memberikan kontribusi terhadap produk domestik regional bruto Kabupaten
oleh adanya potensi sumber daya perikanan yang besar yakni sumber daya alam
dan sumber daya manusia. Potensi sumber daya perikanan yang besar terdapat di
Kecamatan Pandan. Hal ini terlihat dari produksi penangkapan laut yang lebih
besar di Kecamatan Pandan sebesar 9 619.8 ton jika dibandingkan dengan
kecamatan yang lain (tabel 1).
Tabel 1. Produksi Ikan Menurut Asal Tangkapan dan Kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2004
(ton)
Laut
Darat
No. Kecamatan
Penangkapan Budidaya
Perairan
Umum
Budidaya
Jumlah
1.
Pinangsori
-
-
99.0
108.7
207.7
2.
Badiri
1 524.5
-
25.7
31.1 1 581.3
3.
Sibabangun
-
-
122.1
50.0
172.1
4.
Pandan
9 619.8
-
16.2
40.2 9 676.2
5.
Tukka
-
-
47.4
98.1
145.5
6.
Tapian
Nauli
3 543.8
57.8
25.7
50.6 3 677.9
7.
Sitahuis
-
-
8.4
15.4
23.8
8.
Kolang
106.7
-
83.1
22.0 1 172.6
9.
Sorkam
857.5
-
53.4
10.2
921.1
10. Sorkam
Barat
4 080.8
-
53.4
10.8 4 145.0
11. Barus
3 667.3
-
13.8
5.4 3 686.5
12. Sosor
Gadong
1 073.2
-
40.4
13.1 1 126.7
13. Andam
Dewi
1 711.9
-
26.2
9.8 1 747.9
14. Manduamas
-
-
72.2
17.4
89.6
15. Sirandorung
-
-
25.2
7.5
32.7
Tapanuli Tengah
27 146.3
57.8
712.2
490.3 28 406.
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara,
2004.
Penduduk Kecamatan Pandan umumnya bermata pencaharian pada sub
sektor perikanan terutama menangkap ikan di laut. Secara umum, mereka
termasuk dalam kategori miskin. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan
4
Untuk memahami berbagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan
rumahtangga nelayan tradisional diperlukan pendekatan yang memperhatikan pola
pengambilan keputusan rumahtangga. Pengambilan keputusan rumahtangga
secara internal yang dilakukan seperti : kegiatan produktif yang dilaksanakan
anggota rumahtangga di dalam sub sektor perikanan dan di luar sub sektor
perikanan, perilaku pengambilan keputusan rumahtangga yang bertindak sebagai
produsen dan konsumen, dan keterlibatan anggota rumahtangga nelayan dalam
upaya mengurangi kemiskinan yang dipengaruhi oleh faktor internal
rumahtangga.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dianggap penting dilakukan
penelitian tentang Analisis Model Peluang Kerja Suami dan Istri, Perilaku
Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan. Penelitian ini memilih kasus
rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah Propinsi Sumatera Utara.
1.2.
Perumusan Masalah
Di sebagian besar negara sedang berkembang, masalah kemiskinan dan
pendapatan per kapita yang rendah merupakan salah satu masalah dalam
pembangunan ekonomi. Jumlah masyarakat miskin Indonesia pada tahun 2004
mencapai 36.1 juta jiwa. Permasalahan pokok yang dihadapi sub sektor perikanan
adalah kemiskinan nelayan tradisional.
Pada Kecamatan Pandan, 120 rumahtangga nelayan hanya menggunakan
perahu dayung (perahu tanpa motor) dan alat jaring yang yang terbatas jumlahnya
sedangkan selebihnya merupakan rumahtangga nelayan yang menggunakan motor
bersifat tradisional dalam proses penangkapan ikan di laut yang dilakukan oleh
sebagian nelayan di Kecamatan Pandan memiliki kesejahteraan yang minim.
Dimensi kemiskinan dapat terbentuk dari aspek ekonomi, aspek sumber
daya manusia, lingkungan dan rumahtangga. Adanya pekerjaan yang tidak tetap
yang tergantung musim mengakibatkan pekerjaan nelayan tradisional tidak tetap.
Kondisi tersebut mengakibatkan tingkat pendapatannya pada sub sektor perikanan
tidak pasti. Akibatnya, dalam kehidupan sehari-harinya rumahtangga nelayan
umumnya mengikutsertakan anggota rumahtangga lainnya seperti istri untuk
bekerja dan pada musim paceklik, nelayan bekerja pada sub sektor non perikanan
untuk mencari pendapatan tambahan.
Usaha perikanan yang ditekuni nelayan tradisional sebagian besar masih
didominasi usaha berskala kecil, teknologi sederhana, sangat dipengaruhi irama
musim dan hasil-hasil produksinya pun terbatas hanya untuk konsumsi lokal.
Nelayan tradisional setempat bekerja sendirian dalam melakukan penangkapan
ikan di laut dan tidak menggunakan tenaga kerja sewa dari luar rumahtangga.
Keputusan pencurahan waktu kerja oleh anggota rumahtangga baik di
dalam maupun di luar sub sektor perikanan akan mempengaruhi besar kecilnya
tingkat pendapatan yang diperoleh rumahtangga. Pendapatan rumahtangga akan
mempengaruhi tingkat dan pola konsumsi rumahtangga. Keputusan rumahtangga
dalam mencurahkan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran merupakan
perilaku ekonomi rumahtangga.
Adanya faktor musim, keterbatasan usaha nelayan tradisional dan internal
rumahtangga dapat berpengaruh terhadap penurunan hasil tangkapan ikan
6
sehingga rumahtangga nelayan tradisional sulit untuk memenuhi kebutuhan
rumahtangga. Kondisi tersebut menyebabkan rumahtangga nelayan berpeluang
untuk miskin
Secara terperinci, permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
rumahtangga nelayan tradisional adalah :
1.
Ketidakpastian musim yang menyebabkan ketidakpastian pendapatan di dalam
sub sektor perikanan menuntut pekerjaan lain di luar sub sektor perikanan dan
alokasi istri (anggota rumahtangga) untuk bekerja.
2.
Keterbatasan usaha perikanan dan internal rumahtangga nelayan tradisional
merupakan corak perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional.
3.
Ketidakmampuan ekonomi rumahtangga nelayan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari akan mendorong terjadinya peluang kemiskinan.
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kerja suami
dan istri pada rumahtangga nelayan tradisional di luar sub sektor perikanan.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi
rumahtangga nelayan tradisional seperti keputusan rumahtangga dalam
pencurahan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran.
3.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kemiskinan
dalam rumahtangga nelayan tradisional.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan
peluang kerja suami dan istri di luar sub sektor perikanan, perilaku setiap variabel
pengeluaran. Selain itu, hasil studi diharapkan dapat memberikan informasi
berkaitan dengan peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional. Informasi
ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan
pembangunan sektor perikanan untuk mengentaskan kemiskinan rumahtangga
nelayan tradisional.
1.4.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ekonomi rumahtangga nelayan
tradisional adalah :
1.
Penelitian ini dilakukan pada rumahtangga nelayan tradisional yang
menggunakan perahu dayung.
2.
Aspek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah : Pertama, peluang kerja
suami dan istri di luar sub sektor perikanan. Kedua, produksi nelayan, curahan
waktu kerja rumahtangga, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga nelayan
tradisional. Ketiga, peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional.
3.
Anggota rumahtangga yang dianalisis adalah : suami dan istri.
4.
Curahan waktu kerja anggota rumahtangga yang dianalisis adalah waktu untuk
bekerja produktif di pasar kerja (
market production time
) yaitu waktu yang
digunakan untuk mencari nafkah (
income earning market production
).
Penelitian ini tidak menganalisis curahan waktu luang atau kegiatan non
ekonomi (misalnya : kegiatan sosial dan lain-lain).
5.
Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari dua musim penangkapan
yakni musim paceklik dan musim panen. Data musiman yang diperoleh
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Peluang Kerja Anggota Rumahtangga
Bekerja diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan dengan maksud untuk
memperoleh pendapatan. Bekerja dianggap sebagai bagian yang terpenting dalam
kehidupan manusia karena dengan bekerja seseorang akan mempunyai daya beli.
Bekerja juga berfungsi sebagai status sosial dalam hidup bermasyarakat.
Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan formal dirasakan oleh sebagian
besar penduduk masih sangat terbatas. Kurang dari setengah penduduk daerah
kota dan hanya sepertiga penduduk daerah pedesaan yang menilai bahwa peluang
bekerja di sektor formal tetap baik (BPS, 1999).
Peluang kerja merupakan kesempatan bagi seseorang untuk memperoleh
pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup pokok yaitu berusaha untuk
memperbaiki tingkat pendapatan, sandang, pangan, perumahan, pendidikan
maupun kesehatan. Hal tersebut dilakukan untuk membina kesejahteraan
rumahtangganya agar lebih baik dari keadaan sebelumnya (Yuwono, 2000).
Sawit (1986) menyatakan bahwa banyaknya penduduk mencurahkan
waktunya untuk bekerja lebih pada satu jenis pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh
hasil dari pekerjaan utama di sektor pertanian belum mencukupi biaya seluruh
kebutuhan rumahtangga terutama bagi golongan miskin yang tidak menguasai
sumber daya selain tenaga kerja.
Sitorus (1994) juga mendapatkan bahwa seluruh kasus rumahtangga
miskin menerapkan strategi sumber nafkah ganda. Artinya rumahtangga tidak
menyadari bahwa perekonomian rumahtangga mereka sangat ditentukan oleh
keadaan cuaca. Untuk itu, rumahtangga mencari sumber pendapatan lain yang
menambah penghasilan rumahtangga mereka. Kasryno (1984) menyatakan bahwa
pekerja di pedesaan sering melakukan pekerjaan lebih dari satu bahkan melakukan
pekerjaan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.
Hermanto
et al.
(1995)
menyatakan bahwa khusus untuk kawasan pantai
yang telah padat, perlu dicari usaha lain (secara terpadu). Usaha tersebut seperti :
pengembangan sektor non perikanan guna mengalihkan mereka untuk menjauhi
ketergantungan mereka dari sumber daya laut guna menjaga keberlanjutan sumber
daya tersebut.
Pada agroekosistem pantai, aktivitas non perikanan yang berkembang
masih merupakan rangkaian usaha perikanan yang umumnya masih dapat
digolongkan sebagai industri pengolahan hasil perikanan (agroindustri) skala kecil
atau rumahtangga berupa pembuatan ikan asin, terasi atau ikan panggang serta
pindang. Untuk bidang jasa atau berdagang umumnya masih terbatas berdagang
hasil perikanan atau kebutuhan pokok yang sangat terbatas jenis dan volumenya
(Indraningsih
et. al
, 1995).
Peranan setiap anggota rumahtangga dalam meningkatkan pendapatan
rumahtangga dapat dilihat dari kontribusi kerja. Kontribusi kerja terhadap
pendapatan diperoleh berturut-turut dari yang tertinggi disumbangkan oleh suami,
istri, anak laki-laki dan anak perempuan (Mangkuprawira, 1985).
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran,
fungsi, hak, tanggungjawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial,
10
keputusan dalam rumahtangga tradisional umumnya adalah bahwa suami
mengambil keputusan tentang pencarian nafkah dan istri memutuskan pada
kegiatan rumahtangga. (Deacon dan Firebaugh dalam Tombokan, 2001).
Bagi perempuan, pekerjaan yang menghasilkan pendapatan dibidang usaha
memerlukan modal, keberanian, dan pengetahuan. Hal ini sangat minim dimiliki
oleh perempuan nelayan sehingga peluang berusaha tersebut menjadi terbatas.
Sedangkan dibidang pekerjaan baik sebagai buruh maupun pekerjaan lainnya juga
memerlukan ketrampilan dimana bagi perempuan nelayan ketrampilan yang
dimiliki juga terbatas sehingga peluang bekerja juga menjadi terbatas
(Aryati, 1999).
Aminah (1980) dalam penelitiannya di Muncar Banyuwangi menunjukkan
bahwa istri nelayan sebagai golongan kecil dengan pendidikan rendah ternyata
produktif dalam mencari nafkah karena tuntutan keluarga. Disamping itu, usaha
produktif dan dari perempuan nelayan tersebut jika didayagunakan secara
maksimal maka tidak mustahil pada masa yang akan datang menjadi penggerak
bagi rumahtangga nelayan.
Perbedaan peranan dalam keluarga disebabkan oleh faktor biologis dan
juga disebabkan oleh faktor perbedaan sosial budaya lingkungan keluarga, siapa
yang meraja dalam sistem (
matriarchal vs patriarchal
), siapa yang mengasuh dan
mendidik anak, siapa yang mencari nafkah (Hutajulu dalam Rinaldi, 1999).
Susanto dalam Rinaldi, 1999 menyatakan bahwa salah satu faktor yang
memungkinkan wanita masa kini dapat memainkan peranan gandanya adalah
peningkatan pendidikan kaum wanita, menurunnya jumlah anak yang dimiliki dan
Aryani (1994) menyatakan bahwa semakin baik kondisi ekonomi
rumahtangga maka semakin besar sumbangan dari hasil kegiatan melaut terhadap
total penerimaan rumahtangga, sebaliknya sumbangan curahan tenaga kerja
rumahtangga intensitasnya terlihat dari tingkat partisipasi dan tingkat waktu kerja.
Berdasarkan kondisi ekonomi rumahtangga semakin baik kondisi ekonomi
rumahtangga semakin tinggi partisipasi kerja istri dan anggota rumahtangga
sedangkan partisipasi kerja suami semakin menurun.
Prasodjo (1993)
menyimpulkan bahwa faktor musim mempengaruhi
keragaan pola kerja antara pria dan wanita dalam rumahtangga dengan tahapan
ekspansi demografi yang berbeda-beda dimana peran produktif pria di dua
komunitas meningkat sedangkan pengalokasian tenaga kerja wanita rumahtangga
nelayan kurang optimal karena terdapat waktu luang yang besar. Dengan kata lain,
tenaga kerja rumahtangga respon terhadap perubahan musim tersebut dengan
meningkatkan pola nafkah ganda.
Kishor dan Gupta (1999) mengadakan penelitian mengenai peranan wanita
pedesaan dalam proses pengambilan keputusan di sektor pertanian di Kota
Kairabad dan Desa Sitapur, India. Pengambilan keputusan dianalisis dengan tiga
skala yaitu konsultasi, pertimbangan opini dan langsung dalam pengambilan
keputusan akhir.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan 28 persen wanita terlibat langsung
dalam pengambilan keputusan akhir seperti penyimpanan hasil-hasil pertanian,
jual beli tanah dan ternak serta pemasaran hasil-hasil pertanian. Tingkat partisipasi
wanita dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan,
12
2.2.
Ekonomi Rumahtangga Nelayan
Rumahtangga pertanian
menghadapi persoalan kompleks dalam
hubungannya dengan produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Hal ini
menyebabkan analisa yang hanya melihat dari satu sisi untuk melihat tingkah laku
ekonomi mereka sangatlah lemah.
Sawit dan O’Brein (1995) mencoba menggabungkan hal tersebut, atas
landasan teori ekonomi rumahtangga kemudian diturunkan berbagai fungsi
respons yaitu suplai tenaga kerja, suplai output dan konsumsi rumahtangga.
Variabel harga input atau output diperlakukan sebagai “
exogeneous
” yang
mempengaruhi pendapatan, konsumsi dan alokasi tenaga kerja rumahtangga.
Model ekonomi rumahtangga memandang rumahtangga sebagai
pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta hubungannya
dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara
simultan. Ada dua proses perilaku rumahtangga yaitu : (1) proses produksi
rumahtangga dan 2) proses konsumsi rumahtangga yang merupakan pemilihan
terhadap barang-barang yang dikonsumsi (Becker, 1981).
Barnum dan Squire (1979) menggunakan model ekonometrika dalam
mengkaitkan perilaku produk usahatani, konsumsi dan suplai tenaga kerja pada
situasi pasar tenaga kerja bersaing dengan menggunakan data cross section di
Malaysia. Temuan penting dalam penelitian ini adalah adanya saling keterkaitan
yang erat antara produksi dan keputusan konsumsi dalam rumahtangga petani.
Wilayah laut yang luas menyebabkan banyak kegiatan ekonomi penduduk
khususnya mereka yang bermukim di wilayah pantai yang secara langsung atau
kehidupannya. Kegiatan perekonomian di desa-desa pantai pada umumnya
bersifat usaha kecil dan sangat terbatas, kemungkinan untuk bisa mengambil dan
menciptakan manfaat ekonomi seperti yang dilakukan atau dinikmati oleh usaha
yang berskala besar tidak mungkin.
Ciri-ciri lain dari kegiatan usaha atau perekonomian di desa-desa pantai
adalah kenyataan mengenai pengaruh musim yang kuat. Sifat usaha musiman dan
skala usaha yang kecil menyebabkan nelayan tidak mempunyai kemampuan untuk
mengontrol baik produksi maupun harga dari produksi yang dihasilkan
(Hasanuddin, 1985).
Nelayan
tradisional
merupakan
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan kondisi sosial nelayan yang dicirikan oleh sikap mental yang
tidak mudah menerima inovasi teknologi baru, pemilikan aset produktif yang
sangat minimal, pendapatan relatif rendah dan miskin, umumnya hanya memiliki
perahu tanpa motor dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki
modal tenaga kerja.
Istilah tersebut digunakan untuk membedakan antara nelayan tradisional
dengan nelayan modern (Bailey dan Zerner dalam Muhammad, 2002). Hasil
penelitian Boer (1984) menyimpulkan bahwa nelayan tradisional merupakan
lapisan sosial paling bawah di desa nelayan.
Indraningsih
et.al
. (1995)
mengadakan studi mengenai identifikasi
kemiskinan di jawa timur dengan menggunakan model rumahtangga nelayan di
agroekosistem pantai mengatakan bahwa Indikator kemiskinan rumahtangga yang
14
pemilikan alat tangkap Hasil tangkapan ikan ipengaruhi oleh cuaca dan teknologi
peralatan tangkap yang digunakan.
Kedua, pola pengeluaran rumahtangga, dimana pendapatan suatu
rumahtangga dapat diproksi dari tingkat pengeluaran rumahtangga baik pangan
maupun non pangan. Pangsa pengeluaran penduduk miskin pada agroekosistem
pantai untuk pangan relatif lebih besar dibanding non pangan yakni sebesar 66
persen dari pengeluarannya.
Ketiga, sumber pendapatan,
dimana perolehan sumber pendapatan
rumahtangga nelayan pada agroekosistem pantai adalah dari hasil tangkapan ikan
atau usaha didalam perikanan (sekitar 60 persen) dan usaha non perikanan
(23 persen). Gambaran ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan sebagai
sumber pendapatan rumahtangga tampaknya belum disubsitusi secara berarti oleh
sumber pendapatan lain termasuk usaha non perikanan.
Keempat, aktivitas perikanan dan non perikanan,
dimana
nelayan di
agroekositem pantai masih sangat bergantung pada aktivitas sektor perikanan
karena tingkat pendidikan yang rendah, ketrampilan yang sangat terbatas serta
tidak adanya penguasaan modal menyebabkan diversifikasi usaha sulit dilakukan
rumahtangga nelayan.
Kemampuan nelayan untuk memperluas jaringan interaksi sosial juga
sangat terbatas karena sebagian besar waktu tersita untuk melaut. Untuk
agroekosistem pantai, kegiatan anggota rumahtangga terutama istri nelayan dapat
dikonsentrasikan pada kegiatan industri rumahtangga namun tetap dengan
Mangkuprawira (1985) menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam
disertasinya, yakni mengkaji alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga
dalam kegiatan ekonomi rumahtangga di Sukabumi yang melihat perilaku
pembagian kerja antara anggota rumahtangga beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan melihat perilaku rumahtangga dalam memanfaatkan
kesempatan ekonomi yang ada.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi alokasi waktu suami dan istri bekerja yaitu imbalan kerja,
pendapatan rumahtangga serta jumlah anggota rumahtangga (usia kerja dan bukan
usia kerja). Sedangkan respon penawaran tenaga kerja suami dan istri terhadap
imbalan kerja bertanda positif. Ada kecenderungan semakin rendah lapisan
ekonomi rumahtangga maka semakin tinggi respon suami dan istri dalam
mencapai nafkah.
Aryani (1994) meneliti tentang analisis curahan kerja dan kontribusi
penerimaan keluarga nelayan dalam kegiatan ekonomi di Desa Pasir Baru,
Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi yang menyatakan bahwa semakin baik
kondisi ekonomi rumahtangga maka semakin besar sumbangan dari hasil kegiatan
melaut terhadap total penerimaan rumahtangga, sebaliknya sumbangan dari
kegiatan non melaut semakin besar pada rumahtangga yang tidak memiliki asset.
Curahan tenaga kerja rumahtangga terlihat dari tingkat partisipasi dan
waktu kerja. Berdasarkan kondisi ekonomi rumahtangga, semakin baik kondisi
ekonomi rumahtangga maka semakin tinggi partisipasi kerja istri dan anggota
16
Berdasarkan studi model ekonomi rumahtangga nelayan terdahulu maka
yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
perbedaan dalam unit analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya
rumahtangga nelayan pemilik perahu dayung sebagai nelayan yang dianggap
merupakan lapisan masyarakat yang miskin karena nelayan pemilik perahu
dayung adalah lapisan bawah dalam kelompok nelayan yang memiliki alat
tangkap dan perahu.
Penelitian ini menganalisis peluang kerja suami dan istri dalam
rumahtangga nelayan tradisional, ekonomi rumahtangga nelayan seperti alokasi
waktu, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga dan peluang kemiskinan
rumahtangga nelayan tradisional.
2.3.
Kemiskinan Rumahtangga Nelayan di Wilayah Pesisir
Dirjen Pesisir Pantai dan Pulau Kecil (2000) telah berusaha memetakan
permasalahan di pesisir antara lain : (a) pemanfaatan sumber daya melebihi
kapasitas dan daya dukung; (b) kompetisi antara skala industri, yang skala kecil
sering kalah bersaing yang membuat rendah produksi, produktivitas dan
pendapatan; (c) distribusi hasil tidak seimbang dan adil karena akses terhadap
usaha yang berbeda; (d) tumpang tindih yang tidak perlu membuat secara spasial
banyak area yang rusak; (e) kelebihan investasi pada beberapa sektor, sementara
yang lain memiliki investasi yang sangat terbatas dan (f) kemiskinan yang
berkepanjangan struktural terutama di desa pesisir/desa nelayan. Sebagai wilayah
homogen, wilayah pesisir merupakan wilayah sentra produksi ikan namun bisa
juga dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya
Kemiskinan berkembang di pesisir karena beberapa faktor dibawah ini :
sumber daya pesisir sering bersifat akses terbuka setidaknya secara de facto,
wilayah yang paling tertekan karena berbagai kegiatan pembangunan dan dampak
pembangunan, wilayah yang kurang diperhatikan, dilihat dari ketersediaan sarana
dan prasarana umum. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan
berkembang di pesisir adalah : padat penduduk, kualitas penduduk yang rendah;
dan tidak adanya akses ke sumber modal, tekhnologi dan pasar (Dirjen Pesisir
Pantai dan Pulau Kecil, 2000).
Kemiskinan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa pengertian.
Pengertian kemiskinan sekurang-kurangnya dalam lima kelas yaitu : kemiskinan
absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, kemiskinan kronis, dan
kemiskinan sementara.
Pada kasus nelayan, akibat adanya perubahan yang bersifat musiman maka
kemiskinanan nelayan digolongkan dalam kemiskinan sementara yakni
kemiskinan yang disebabkan karena perubahan siklus ekonomi dari kondisi
normal menjadi krisis ekonomi dan adanya perubahan yang bersifat musiman.
(Darwis dan Nurmanaf, 2001).
Pada umumnya sebagian besar anggota rumahtangga miskin bekerja pada
kegiatan-kegiatan yang memiliki produktivitas yang rendah dan mengandalkan
pekerjaan fisik dengan ketrampilan yang minimal. Hal ini disebabkan karena
rendahnya aksesibilitas angkatan kerja terhadap penguasaan faktor-faktor
produksi (Darwis dan Nurmanaf, 2001).
Kemiskinan nelayan dicirikan oleh : pendapatan yang berfluktuasi,
18
kerja keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik.
Kemiskinan nelayan lebih dekat kepada bentuk kemiskinan struktural daripada
bentuk kemiskinan fisik (absolut) (Hermanto
et. al
. 1995).
Rivai (1989) meyatakan bahwa pembangunan di Indonesia tidak
semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperhatikan asas
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Upaya meningkatkan kesejahteraan
msyarakat miskin / masyarakat lapisan bawah merupakan pengejawantahan dari
asas pemerataan tersebut. kemudian pada gilirannya mempunyai kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dalam upaya untuk menanggulangi kemiskinan, ada dua strategi utama
yang dapat ditempuh yaitu : (i) melakukan berbagai upaya untuk melindungi
rumahtangga dan kelompok masyarakat miskin sementara sebagai akibat dampak
krisis ekonomi dan (ii) membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan
struktural dengan memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk berusaha. Strategi ini diharapkan dapat mencegah terjadinya
kemiskinan baru (Darwis dan Nurmanaf, 2001).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin
yakni kebijaksanaan pembinaan dan perbaikan kualitas tenaga kerja. Kemampuan
ini dapat dimiliki oleh golongan termiskin melalui kursus-kursus dan pembinaan
yang tepat guna untuk melakukan diversifikasi usaha baik secara vertikal dan
horizontal.
Untuk mengiringi aktifitas tersebut dan memperbaiki struktur pemilikan
subsidi / bantuan peralatan yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan pola usaha
yang dipilih (Luthfi, 1993).
Menurut Suparmoko (1989) dalam rangka mencapai tujuan pokok
membangun masyarakat nelayan dilakukan usaha sebagai berikut : peningkatan
produksi dan produktivitas, peningkatan kesejahteraan nelayan melalui perbaikan
pendapatan, penyediaan lapangan kerja. Menjaga kelestarian sumber daya hayati
perikanan dan pola manajemen dalam pengelolaan sumber daya ikan juga
merupakan usaha untuk membangun masyarakat nelayan.
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sub Sektor Perikanan
Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya
pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan apabila pendapatan yang
dihasilkan dari pekerjaan tersebut cukup menarik baginya dan dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pada daerah nelayan, kegiatan menangkap ikan di laut merupakan mata
pencaharian utama sehingga menempati porsi utama dalam curahan waktu kerja
rumahtangga nelayan. Usaha perikanan yang ditekuni oleh nelayan tradisional
sebagian besar masih didominasi usaha berskala kecil dan teknologi sederhana.
Usaha perikanan juga sangat dipengaruhi oleh musim dan hasil-hasil
produksinya pun terbatas hanya untuk konsumsi lokal. Selain itu, adanya
anggapan bahwa laut adalah milik bersama (
common property
) dapat
menyebabkan semua orang dapat menangkap ikan di laut.
Setiap orang bebas memanfaatkan laut (
open access resource
) tanpa
memperhatikan akibat-akibat yang mungkin timbul seperti kelestarian sumber
daya tersebut dapat rusak atau terganggu kemudian mengakibatkan tangkapan
ikan nelayan semakin lama semakin menurun dan hal ini menyebabkan
pendapatan nelayan semakin menurun.
Apabila pendapatan yang diterima dari pekerjaan utama tidak akan
mencukupi seluruh kebutuhan rumahtangga maka rumahtangga yang rasional
akan mencari pekerjaan yang lain di luar pekerjaan utamanya yang memiliki
Pekerjaan di sektor perikanan memiliki sifat yang fluktuatif karena adanya
masa sibuk dan sepi sehingga para nelayan memiliki waktu yang bisa
dimanfaatkan untuk mendorongnya mencari pekerjaan lain disamping pekerjaan
utamanya.
Adanya usaha lain (secara terpadu) misalnya usaha di sektor non
perikanan perlu diupayakan. Hal ini bertujuan untuk mengalihkan nelayan untuk
menjauhi ketergantungan mereka dari sumber daya laut sehingga keberlanjutan
sumber daya tersebut dapat terjaga dengan baik.
Kehidupan nelayan tradisional yang miskin juga diliputi oleh kerentanan
misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota rumahtangga yang secara
langsung ikut dalam kegiatan produksi dan adanya ketergantungan nelayan yang
sangat besar dalam menangkap ikan.
Rumahtangga nelayan memiliki kebiasaan tidak mengikutsertakan
perempuan dan anak-anak dalam penangkapan ikan. Demikian pula, dalam
kegiatan pemasaran dan pengolahan, umumnya hasil penangkapan ikan dijual
kepada pedagang tanpa melalui pengolahan.
Becker (1981) menyatakan bahwa pembagian peran gender antara
mengurus rumahtangga dan bekerja di sektor publik disebabkan oleh dua hal
yakni karena prioritas investasi
human capital
dan oleh faktor intrinsik biologis
masing-masing jenis kelamin.
Biologis perempuan komit untuk melahirkan dan menyususi anak. Lebih
dari itu, perempuan lebih ikhlas menyediakan waktu dan tenaganya untuk
mengasuh anak karena menghendaki agar investasi biologisnya untuk produksi
22
Untuk meningkatkan kadar keberdayaan rumahtangga nelayan maka perlu
adanya pengembangan terhadap kegiatan usaha yang beranekaragam. Pekerjaan
lain selain pekerjaan utama dan anggota rumahtangga yang produktif seperti istri
perlu digerakkan untuk mampu memberikan kontribusi pendapatan rumahtangga
dalam rangka pemenuhan kebutuhan anggota rumahtangga.
Peluang suami dan istri bekerja di luar sub sektor dipengaruhi oleh
faktor-faktor intern rumahtangga nelayan tersebut. Model peluang kerja suami dan istri
berdasarkan model yang ditunjukkan oleh Reniati (1998) yang memiliki variabel
yang berasal dari faktor intern rumahtangga nelayan.
Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumahtangga untuk berbagai kegiatan
produktif dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan rumahtangga. Tenaga kerja
yang
berumur produktif dan
berpengalaman dapat diharapkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan produktif
yang akan dikembangkan baik di dalam aktivitas sub sektor perikanan dan
aktivitas di luar sub sektor perikanan.
Lama pendidikan akan mempengaruhi kemampuan dan motivasi untuk
perbaikan taraf hidup. Sumbangan tenaga kerja istri dibatasi oleh tuntutan
pemeliharaan anak balita yang membawa konsekuensi sebagian besar tenaga dan
waktu istri untuk kegiatan reproduksi tersebut.
Persamaan peluang kerja rumahtangga nelayan tradisional di luar sub
sektor perikanan adalah :
PK
j=
f (P
j, U
j, PKL
,E
j, JAB) ...(3.1)
dimana :
PK
j=
Peluang kerja anggota rumahtangga
U
j=
Umur anggota rumahtangga
PKL
=
Pengalaman kerja suami di luar sub sektor perikanan
E
j=
Lama pendidikan anggota rumahtangga
JAB
=
Jumlah anak balita
3.2.
Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional
Becker (1965) mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku
rumahtangga (
household behaviour
). Teori tersebut memandang rumahtangga
sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta
hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis
secara simultan.
Asumsi yang digunakan adalah dalam mengkonsumsi, kepuasan
rumahtangga berasal dari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar dan
berbagai komoditi yang dihasilkan dari rumahtangga. Beberapa asumsi yang
dipakai dalam model rumahtangga pertanian yaitu : (1) waktu dan barang atau
jasa merupakan unsur kepuasan; (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai
sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga dan (3) rumahtangga bertindak
sebagai produsen dan konsumen.
Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat
rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga
akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif mahal dan akan
memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif murah. Sebaliknya,
sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak barang yang
harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang
24
Sebagai produsen, rumahtangga nelayan tradisional masih menggunakan
input tenaga kerja yang berasal dari anggota rumahtangga. Hal ini disebabkan
karena sumber daya utama yang dimiliki sebagian besar rumahtangga adalah
waktu untuk bekerja.
Setiap anggota rumahtangga (usia kerja) dianggap mau mencurahkan
waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasannya. Untuk itu, anggota
rumahtangga dihadapkan pada dua jenis pilihan apakah bekerja (mencari nafkah)
atau tidak bekerja.
Apabila bekerja, berarti anggota rumahtangga tersebut memberikan nilai
guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan mencurahkan waktunya bagi
pencapaian kebutuhan konsumsi. Adanya kedua pilihan tersebut pada dasarnya
akan menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan maksimum.
Hal ini terlihat pada kurva indiferens U
1, U
2, U
3dalam gambar 1.
[image:38.595.125.557.442.685.2]Barang
Konsumsi
Gambar 1. Kurva Indiferens
Sumber : Simanjuntak, P (1985)
O
B
G
D
A
C
F
E
E
3E
2E
1U
1U
2U
3U
1disebut kurva indiferens karena disemua titik pada kurva U
1tingkat
utility
adalah sama. Tingkat
utility
U
2lebih tinggi dari U
1dan tingkat
utility
U
3lebih tinggi dari U
2dan U
1.
Utility
(dari titik E) dapat ditingkatkan dengan
menambah barang konsumsi sebesar BD = EE
1menjadi E
1pada U
2atau dengan
menambah waktu luang sebesar AC = EE
2(menjadi E
2pada U
2).
Tingkat
utility
U
2dapat diperoleh dengan konsumsi barang sejumlah OD
dan menikmati waktu luang sebesar OA (posisi di titik E
1) atau dengan
mengkonsumsi barang sebanyak OB dan menikmati waktu luang sebesar OC
(posisi E
2).
Untuk berpindah dari posisi E
2ke E
1(dalam tingkat
utility
yang sama)
rumahtangga harus mengorbankan waktu luang AC untuk memperoleh
pertambahan barang konsumsi BD. Tingkat
utility
dari U
2(dalam posisi E
2) dapat
diperbesar menjadi U
3dengan kenaikan pendapatan yang memungkinkan
rumahtangga dapat menambah barang konsumsi dan waktu luang bersama-sama.
Perbandingan antara perubahan barang konsumsi dengan perubahan waktu
luang (dalam tingkat
utility
yang sama) dinamakan
Marginal Rate of Ssubstitution
(MRS). Apabila terjadi penambahan barang konsumsi maka diperlukan
pengurangan waktu luang agar kurva indiferens tetap. Hal ini menyebabkan pola
MRS yang semakin menurun.
Secara matematis :
MRS =
y x
MU
MU
dY
dU
dX
dU
dX
dY
−
=
−
=
−
Dimana MU
x/ MU
ymerupakan rasio
marginal
utility
. Jika semakin
26
semakin rendah artinya dia bersedia menukar dengan jumlah yang lebih besar
(sehingga kepuasan yang dikorbankan lebih besar) untuk mendapatkan barang
lain. Nilai marjinal dari unit terakhir barang yang akan dikorbankan akan sama
besarnya.
Dalam mengkonsumsi dua jenis komoditas di atas (barang konsumsi dan
waktu luang), anggota rumahtangga dibatasi dua kendala yaitu, pertama
,
waktu
yang terbatas ketersediaannya pada peniode tertentu dan kedua, anggota
rumahtangga sebagai tenaga kerja di pasar kerja yang sempurna tidak mampu
mempengaruhi tingkat upah yang berlaku. Pada dasarnya, dua kendala tersebut
merupakan kendala anggaran
(budget constraint).
Secara grafik, peranan kendala
anggaran dalam penentuan tingkat kepuasan maksimum individu dapat dilihat
[image:40.595.118.520.396.701.2]pada gambar 2.
Gambar 2. Perubahan Tingkat Upah dan Tingkat Kepuasan Individu
Sumber : Simanjuntak, P (1985)
E
1U
1O
A
D
3D
1D
2B
C
1C
2C
’U
2E
3E
2Upah
Barang
Konsumsi
Waktu
Luang
B
’Misalkan suatu rumahtangga mempunyai pendapatan OA = HB di luar
hasil pekerjaan (
non earned income
, misalnya : sewa, warisan). Apabila seluruh
waktu yang tersedia OH digunakan untuk waktu luang maka pendapatan
rumahtangga tersebut hanya OA = HB. OD menunjukkan jumlah waktu yang
digunakan rumahtangga untuk waktu luang dan HD
1merupakan waktu yang
digunakan untuk bekerja (waktu luang diukur dari titik O ke titik H dan waktu
bekerja diukur dari H ke O).
Dengan bekerja sebanyak HD
1jam maka rumahtangga memperoleh upah
senilai barang konsumsi AF. Jumlah barang konsumsi rumahtangga adalah jumlah
barang senilai hasil kerja ditambah jumlah barang senilai pendapatan di luar hasil
kerja yakni : OF = OA + AF.
Nilai barang konsumsi yang dapat dibeli dari hasil kerja satu jam
dinamakan tingkat upah yang dicerminkan dengan kecenderungan (
slope
) dari
budget line
. Semakin tinggi tingkat upah maka semakin besar slope dari
budget
line
.
Rasio tingkat upah awal (barang konsumsi per waktu luang) ditunjukkan
oleh slope garis anggaran BC
1dengan kondisi keseimbangan pada titik E dengan
tingkat utility U
1. Apabila upah meningkat, maka
budget line
berubah dari BC
1menjadi BC
2. perubahan tingkat upah tersebut akan menghasilkan pertambahan
pendapatan sebagaimana dilukiskan dengan garis B
’C
’yang sejajar dengan BC
1.
Pertambahan pendapatan akan menambah waktu luang (OD
1→
OD
2) sehingga
tingkat
utility
meningkat menjadi U
2(U
1→
U
2) pada titik keseimbangan E
2. Hal
28
Apabila upah meningkat, maka untuk mendapatkan pertambahan barang
konsumsi, harus mengorbankan waktu luang (waktu untuk bekerja ditambah dari
HD
2menjadi HD
3) supaya berada pada tingkat
utility
yang sama yaitu tingkat
utility
U
2pada titik keseimbangan E
3.
Uraian diatas menyimpulkan bahwa adanya penyediaan waktu bekerja
sehubungan dengan perubahan tingkat upah merupakan teori penawaran tenaga
kerja. Dalam analisis penawaran tenaga kerja, rumahtangga memainkan peranan
yang sama dalam perusahaan dalam teori permintaan tenaga kerja.
Artinya, keputusan anggota rumahtangga masuk untuk masuk dalam
angkatan kerja bukanlah semata-mata ditetapkan oleh pribadi seseorang akan
tetapi secara bersama-sama oleh anggota rumahtangga. Dengan demikian,
penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan hasil proses simultan untuk
mencapai kepuasan maksimum bagi rumahtangga dengan sumber daya yang
terbatas.
Perikanan sebagai bagian sistem usahatani merupakan permasalahn yang
kompleks. Produksi dan pendapatan nelayan dijadikan ukuran keberhasilan
pengelolaan usahanya walaupun banyak faktor baik secara individu maupun
secara bersama menjadi penentu produksi dan pendapatan terebut.
Di dalam sistem usahatani, sub sistem yang terpenting adalah sub sistem
produksi. Kegiatan produksi di negara-negara berkembang umumnya dilakukan
oleh petani secara sub sisten. Hal ini mensyaratkan bentuk analisis khusus yaitu
dengan
Agricultural Household Models
sebagai model dasar ekonomi
Dalam model tersebut, kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari
konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (X
a), konsumsi barang yang
dibeli di pasar (X
m) dan konsumsi waktu santai (X
i) sehingga diperoleh persamaan
berikut :
U = U (X
a, X
m, X
i) ...(3.2)
Rumahtangga
petani
diasumsikan
sebagai
konsumen
akan
memaksimumkan kepuasannya dengan kendala produksi, waktu dan pendapatan
sebagaimana ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut :
Produksi :
Q = Q (L, A) ... (3.3).
Curahan Waktu :
T= X
i+ F ... (3.4).
Pendapatan :
P
m. X
m= P
a. (Q - X
a) – w . (L - F)... (3.5).
dimana :
X
m=
Konsumsi barang yang dibeli di pasar
X
a=
Barang yang dihasilkan rumahtangga
X
i=
Konsumsi waktu santai
P
m=
Harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
P
a=
Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga
(Q- X
a)
=
Surplus produksi untuk dipasarkan
Q
=
Produksi yang dihasilkan oleh rumahtangga
A
=
Jumlah faktor produksi tetap (lahan) dalam rumahtangga
w
=
Upah di pasar tenaga kerja
L
=
Total tenaga kerja
F
=
Penggunaan tenaga kerja rumahtangga
30
Semua kendala yang dihadapi oleh rumahtangga tersebut dapat disatukan
dengan melakukan subsitusi kendala produksi dan waktu ke dalam kendala
pendapatan sehingga akan dihasilkan persamaan sebagai berikut :
P
m. X
m+ P
a. X
a+ w . X
i= w . T +
π
...(3.6)
dimana :
π
= P
a. Q (L, A) – w.L (
π
= keuntungan) ...(3.7)
Persamaan 3.6 menunjukkan bahwa pada sisi kiri merupakan pengeluaran
total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (X
m) dan barang yang
diproduksi rumahtangga (X
a) serta waktu yang dikonsumsi rumahtangga.
Sedangkan pada sisi kanan, persamaan tersebut adalah merupakan pengembangan
dari konsep pendapatan penuh dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara
eksplisit.
Singh et al (1986) juga melakukan pengembangan dengan memasukkan
pengukuran tingkat keuntungan usaha yaitu :
π
=
P
a. Q (L, A) – w.L.
w . T +
π
merupakan otal pendapatan rumahtangga (Y), maka untuk selanjutnya
akan diperoleh persamaan sebagai berikut :
P
m. X
m+ P
a. X
a+ w . X
i= Y...(3.8)
Maksimisasi kepuasan untuk memenuhi persamaan 3.8 dengan kendala
yang ada diperoleh turunan pertama (
first order condition
) mengikuti prosedur
perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya untuk sejumlah
(n) komoditi sebagai berikut :
U = U (X
1,X
2, ...X
n)...(3.9)
Kendala Anggaran :
∑
=
=
m i
i i
x
Y
P
1Maksimisasi tujuan (pe